Pemberdayaan Keluarga Yang Memiliki Balita Gizi Kurang Dan Gizi Buruk Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2014

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Gizi memiliki hubungan erat dengan kematian anak di bawah 5 tahun.
Berdasarkan data yang diterbitkan dalam Jurnal Lancet tahun 2013, sebanyak 44,7%
kematian bayi disebabkan karena berat bayi lahir rendah (BBLR), kegagalan
pemberian ASI, anak balita stunting (pendek), kurus, dan kekurangan vitamin A dan
mineral Zink. Menurut hasil UNICEF-WHO-The World Bank joint child malnutrition
estimates 2012, diperkirakan 165 juta anak usia di bawah lima tahun di seluruh dunia
mengalami penurunan dibandingkan tahun 1990 sebanyak 253 juta. Tingkat
prevalensi tinggi di kalangan anak di bawah usia lima tahun terdapat di Afrika (36%)
dan Asia (27%), dan sering belum diakui sebagai masalah kesehatan masyarakat
(Indonesian-publichealth.com).
Berdasarkan data riskesdas 2010, pada tahun 2010 terdapat 17,9% balita
kekurangan gizi yang terdiri dari 13,0% balita berstatus gizi kurang dan 4,9%
berstatus gizi buruk. Dibandingkan tahun 2007, terjadi penurunan kekurangan gizi
balita pada tahun 2010 dari 18,4% menjadi 17,9%. Meskipun demikian, namun
masalah gizi kurang dan gizi buruk masih kategori tinggi di Indonesia sesuai dengan
standart MDGs sebesar 15%.
Dalam perbaikan gizi masyarakat ada beberapa hal yang telah tercapai, namun

dalam pemberian ASI eksklusif kepada bayi 0-6 bulan justru mengalami penurunan.

1

2

Status gizi ibu hamil, bayi dan anak balita juga masih perlu ditingkatkan, karena
masih tingginya bayi yang lahir dengan berat lahir rendah (11,1%) dan tingginya
prevalensi anak balita kerdil (35,7%) akibat kekurangan gizi dalam jangka waktu
lama (Riskesdas 2010).
Derajat kesehatan masyarakat yang belum optimal pada hakikatnya
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan dan
genetika. Kalangan ilmuwan berpendapat bahwa determinan utama dari derajat
kesehatan selain kondisi lingkungan adalah perilaku masyarakat (Achadi, L Endang,
2007).
Salah satu misi rencana strategi yang ingin dicapai Depkes yaitu
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat
(Depkes RI), oleh sebab itu banyak kegiatan pemberdayaan yang dilakukan kepada
masyarakat saat ini. Program pemberdayaan ditujukan kepada komunitas yang kurang
mampu. Tujuan dari pemberdayaan adalah upaya menjadikan masyarakat berdaya

dan mandiri, mampu berdiri di atas kakinya sendiri (Anwas, M, 2013). Salah satu
program pemberdayaan masyarakat yaitu menangani masalah gizi khususnya gizi
kurang dan gizi buruk. Dalam kegiatan pemberdayaan berkaitan dengan perilaku. Jika
perilaku msyarakat tidak mau diberdayakan, maka program pemberdayaan tidak akan
berhasil.
Masalah gizi kurang dan gizi buruk sering ditemukan pada keluarga tidak
mampu. Dari data Riskesdas 2010 menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat
pengeluaran rumah tangga per kapita, semakin rendah prevalensi balita gizi buruk

3

dan prevalensi balita gizi kurang, dengan kata lain jika pendapatan per kapita semakin
tinggi, pengeluaran rumah tangga per kapita semakin tinggi maka tingkat prevalensi
balita gizi buruk dan prevalensi balita gizi kurang rendah. Penelitian Damanik (2012)
keluarga yang melakukan pola asuh tidak baik khususnya dalam praktek kebersihan
anak dan sanitasi lingkungan disebabkan daerah tersebut merupakan desa tertinggal
yang sebagian besar penduduknya memiliki sosial ekonomi rendah sehingga masih
ada keluarga yang tidak memiliki sarana air bersih dan peralatan mandi atau cuci
yang cukup untuk dapat melakukan asuh diri pada anak.
Sudah banyak program-program pemberdayaan dalam rangka menurunkan

masalah gizi kurang dan gizi buruk. Adapun program gizi yang telah dilakukan yaitu
Program Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK), Kegiatan Pos Pelayanan Terpadu
(Posyandu),

bahkan proyek-proyek yang dilakukan pemerintah maupun swasta.

Hasil penelitian Jasmawaty (2011) di Desa Parasangan Beru Makassar bahwa
kunjungan balita ke posyandu masih rendah, meskipun sudah ada Kelompok Gizi
Masyarakat sebagai mobilisator yaitu 54,12% dan 78,02 % dari 2 posyandu yang
diteliti.
Pola asuh dalam praktek pemberian makan pada keluarga miskin dalam
penelitian Dahlia (2012), menemukan bahwa keluarga miskin memiliki perilaku
pemberian makan anak kurang baik, disebabkan kesibukan ibu dalam bekerja. Pada
umumnya ibu bekerja di luar rumah dapat memberikan penambahan pendapatan
keluarga. Namun hal ini dapat mempengaruhi pola asuh anak, karena ibu yang
bekerja akan memiliki alokasi waktu yang lebih sedikit untuk keperluan anak

4

terutama perhatian dalam konsumsi pangan anak. Selain itu, kesulitan makan yang

dimiliki pada anak sudah menjadi masalah yang sering dihadapi di masyarakat,
namun hal ini kurang diperhatikan oleh ibu terutama bagi ibu yang bekerja dengan
jarang membujuk anak jika anak tak mau makan.
Penelitian Devi, Mazarina (2010) mendukung penelitian Dahlia bahwa faktor
yang paling dominan terhadap status gizi adalah jenis pekerjaan ayah dan ibu. Dari
keluarga sampel memperlihatkan indikasi dari golongan keluarga yang tingkat
pendapatannya rendah. Penelitian Zuldesni (2010) ibu-ibu dari keluarga miskin yang
memiliki anak kekurangan gizi sebagian besar memberikan cairan atau makanan pada
bulan pertama selain ASI. Makanan dan cairan tersebut seperti susu formula, pisang,
air gula, madu, air teh, kopi bahkan biskuit. Adapun alasan ibu-ibu memberikan
makanan atau cairan tersebut adalah: a) Ibu sibuk bekerja merupakan alasan utama
pemberian cairan susu formula; b) Sambil ayah/ ibu minum untuk pemberian air gula
dan teh manis; c) Sudah tradisi/ sunnah untuk pemberian madu; d) Anak nangis terus
untuk pemberian pisang, bubur nasi, dan air teh; e) Untuk mencegah step dengan
memberikan air kopi; dan f) Air nasi diberikan sebagai pengganti ASI karena gizinya
bagus.
Penelitian Sri Syatriani (2010) di Kelurahan Bira Makassar bahwa adanya
hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan. ASI
Eksklusif dapat memenuhi asupan gizi pada bayi sehingga dapat meningkatkan status
gizi. Demikian juga dengan asupan gizi berhubungan dengan status gizi dimana

asupan gizi yang baik dapat meningkatkan status gizi bayi. Didukung oleh penelitian

5

Krisnansari, Diah (2010) menyatakan bahwa masalah gizi buruk dapat ditangani
dengan pemberian asupan gizi yang seimbang secara bertahap sesuai dengan
kebutuhan pada tahap tersebut. Formula yang dipilih disesuaikan dengan tahap dan
tujuan dari pemberian tambahan nutrisi.
Beberapa penelitian di atas menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi
terjadinya masalah gizi kurang dan gizi buruk adalah makanan, pengetahuan ibu,
pekerjaan dan status ekonomi yang rendah, namun faktor itu tidak menjadi mutlak
menjadi faktor penyebab masalah gizi kurang dan gizi buruk. Penelitian Wijayanti,
Herna (2002) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang
gizi dan kesehatan dengan gizi buruk pada balita, begitu juga deengan pengetahuan
ibu tentang gizi dan kesehatan dengan tingkat konsumsi energi dan protein pada
balita gizi buruk. Penelitian Meikawati, Wulandari (2007) menyatakan bahwa tidak
ada hubungan tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat pengetahuan gizi ibu dan tingkat
sosial ekonomi keluarga dengan status gizi balita. Dari penelitian Novitasari, Dewi
(2012) menyatakan bahwa faktor yang paling dominan penyebab gizi buruk adalah
penyakit penyerta pada balita.

Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota di Provinsi
Sumatera Utara tahun 2011 jumlah kasus gizi buruk yang ditemukan dan ditangani
sebanyak 1.234 kasus. Jumlah tersebut merupakan laporan dari 24 kabupaten/kota
dengan jumlah tertinggi adalah kabupaten Padang Lawas Utara (284 kasus),
sedangkan yang terendah adalah Nias (1 kasus). Meskipun kota Medan sudah tersedia
pangan yang memadai, namun informasi yang didapat dari surat kabar Andalas dan

6

Waspada bahwa masalah gizi buruk masih tinggi. Sepanjang tahun 2013 terdapat 124
kasus gizi buruk dari beberapa kecamatan. Kasus gizi buruk yang terbesar ada di
wilayah Medan Utara seperti Kecamatan Medan Labuhan 13 kasus, Medan Deli 12
kasus, Medan Belawan 10 kasus dan Marelan 8 kasus.
Sesuai data yang diperoleh dari BPS Kota Medan (2012), terhitung sebanyak
198.030 jiwa keluarga miskin dengan persentase 9,30 % di kota Medan. Data BPS
2010 dalam Yuliana jumlah penduduk miskin paling banyak bertumpu di Kecamatan
Medan Belawan dengan jumlah penduduk sebesar 42 698 KK. Dari survei yang
diperoleh data kasus gizi buruk dan gizi kurang diderita oleh keluarga yang memiliki
pola asuh yang minim, sosial ekonomi dan pengetahuan yang rendah. Informasi yang
diperoleh dari survei awal dari petugas kesehatan bahwa masyarakat yang memiliki

balita gizi kurang dan gizi buruk adalah yang tinggal mengkontrak sehingga
pendataan sering terkendala.
Survei awal yang dilakukan masih terdapat masalah gizi buruk dan gizi
kurang sampai bulan Februari 2014 di wilayah kerja puskesmas Belawan. Terdapat
42 kasus gizi kurang dan gizi buruk dengan perincian di Kelurahan Bagan Deli
sebanyak 6 kasus gizi kurang, Kelurahan Belawan I 11 kasus gizi kurang, Kelurahan
Belawan II 11 kasus gizi kurang dan 1 kasus gizi buruk, Belawan Bahagia sebanyak 6
kasus gizi kurang, Kelurahan Sicanang sebanyak 6 kasus gizi kurang, Kelurahan
Bahari 1 kasus gizi kurang. Gizi kurang dan gizi buruk yang ada lebih banyak disertai
penyakit penyerta dari pada murni gizi kurang dan gizi buruk. Penderita gizi kurang
dan gizi buruk juga merupakan keluarga miskin.

7

Informasi yang diperoleh dari petugas gizi Puskesmas (TPG yang baru dan
TPG lama) sudah banyak kegiatan dan program yang dilakukan untuk menanggulangi
masalah gizi kurang dan gizi buruk seperti posyandu, pemberian beras melalui
puskesmas, penyuluhan kepada ibu hamil, pemberian susu dan taburia di bulan
Februari 2014 dari Dinas Kesehatan, pada bulan Desember 2013 dilakukan Pusat
Pemulihan Gizi (PPG) untuk gizi buruk yang dilaksanakan di Pekan Labuhan dengan

kegiatan memberi perawatan kepada balita gizi buruk 1 bulan rawat inap dan 2 bulan
rawat jalan dengan pemberian susu, biskuit dan taburia. Pihak swasta juga sudah
memberi bantuan dan penyuluhan seperti Pertamina Sehati, PT. Smart dengan
pemberian Rp. 100.000 kepada keluarga Gizi buruk, Telkomsel bekerjasama dengan
Rumah Zakat.
Hasil penelitian Hutapea (2012) dan survei awal yang dilakukan,
menyimpulkan bahwa : 1) Kecamatan Medan Belawan tergolong permukiman
kumuh, jika dilihat dari status kepemilikan rumah, pendapatan, dan pendidikan serta
kerapatan bangunan. Penduduk yang ada di Belawan status kepemilikan rumah
adalah kontrak. Rata-rata tingkat pendapatan masyarakat sekitar Rp. 200.000500.000,-/bulan, dan tingkat pendidikan masyarakat hanya SD (Sekolah Dasar). Jika
dilihat dari kondisi bangunan dapat disimpulkan bahwa bangunannya padat atau
berhimpitan; dan 2) Kawasan permukiman kumuh di Belawan mencerminkan
komunitas wiraswasta dan tidak bekerja yang tinggal di areal tidak layak huni seperti,
minimnya saluran drainase, sanitasi dan persampahan sehingga berpotensi munculnya
beragam penyakit.

8

Penelitian Sadar (2013) menyatakan bahwa pada saat banjir yang disebabkan
karena hujan dan air laut pasang, di beberapa kawasan pemukiman penduduk di

Kecamatan Medan Belawan khususnya di Kelurahan Bagan Deli ketinggian air bisa
mencapai pinggang orang dewasa. Genangan air banjir yang melanda kawasan
pemukiman penduduk umumnya membutuhkan waktu sedikitnya 8 (delapan) jam
baru surut, karena banyak parit di sekitarnya tidak berfungsi secara baik. Hal tersebut
dapat memperparah kondisi sanitasi lingkungan semakin memburuk, dan dapat
meningkatkan masalah penyakit infeksi serta kasus gizi kurang pada anak balita.
Pendapat dari petugas gizi Puskesmas (TPG yang baru) bahwa kelurahan Bagan Deli
salah satu kelurahan di Kecamatan Belawan yang sangat kumuh. Informasi yang
didapat dari survei awal yang dilakukan bahwa di kawasan Bagan Deli terjadi 2
musim pasang yaitu besar (banjir yang sangat dalam) dan pasang mati karena daerah
di kawasan laut. Pasang besar terjadi dihitung selama 16 hari bulan, biasanya selama
10 hari dalam sebulan dan pasang mati (pemukiman kering) dalam sebulan 2 kali.
Informasi yang diperoleh dari survei awal dari salah satu kepala lingkungan
yaitu kepala lingkungan 3 menyatakan bahwa penduduk di Kelurahan Bagan Deli
mayoritas suku Melayu, Jawa dan beragama Islam yang walaupun sudah beraneka
ragam suku yang ada di Bagan Deli yaitu suku Nias, Padang, Aceh, Batak karo,
Tapanuli, Cina. Pekerjaan dari keluarga pra sejahtera pada umumnya suami bekerja
sebagai buruh dan istri sebagai ibu rumah tangga. Jika tidak memiliki suami, istri
bekerja di kawasan pelabuhan membersihkan ikan hasil tangkapan nelayan.
Kebiasaan di sana ibu-ibu rumah tangga istirahat di rumah jam 2 siang sampe jm 5


9

sore. Banyak juga keluarga yang mengharapkan dan mendapat bantuan dari
pemerintah dan swasta (CSR). Pengamatan dari survei awal bahwa perumahan di
sana banyak yang tidak layak huni, akan tetapi memiki alat elektronika seperti TV
dan sepeda motor.
Informasi dari hasil wawancara pada survei awal kepada salah satu penduduk
setempat yang tidak tinggal lagi di sana menyatakan bahwa di Bagan Deli banyak
anak yang putus sekolah karena malas menuntut ilmu dan kurang dukungan dari
orang tua. Kegiatan sehari- hari menggunakan narkoba dan hidup sesuka hati. Tingkat
penyakit menular juga tinggi. Dia memberi saran untuk bantuan kepada masyarakat
Bagan Deli supaya tidak hanya memberi dana, akan tetapi memberikan ilmu
bagaimana masyarakat bisa hidup mandiri secara finansial dan pengetahuan supaya
berkembang. Dia berharap ada seseorang dari luar daerah itu yang mengkontrol
mereka sampai bisa mandiri dalam rangka memberdayakan mereka.
Informasi yang diperoleh dari salah satu ibu rumah tangga di kawasan
Puskesmas Belawan yang memiliki balita menderita kepala besar sejak usia 2 bulan,
memberikan makanan seperti susu kepada anaknya sebagai makanan tambahan, akan
tetapi anaknya menjadi gizi kurang. Pada saat wawancara anaknya berusia 7 bulan.

Informasi dari puskesmas menyatakan bahwa ibu tersebut malas membawa anaknya
posyandu.
Apabila diamati dari survei awal bahwa di Kelurahan Bagan Deli terdapat
pelabuhan para nelayan yang menangkap ikan. Ikan bisa diolah menjadi makanan
yang bergizi. Di daerah ini tidak berlaku lagi istilah makanan pantangan. Ciri khas

10

makanannya adalah pisang bakar. Akan tetapi dari informasi yang diperoleh
penjualan pisang bakar dilarang karena mempengaruhi penghasilan nelayan yang
menurun. Adapun yang menjadi kebudayaan dari informasi survei awal adalah alat
musik yang disebut nasib yang dimainkan para wanita pada waktu acara pernikahan
atau sunatan dan pencak silat. Alat musik ini berupa gendan / marhaban. Kreatifitas
lain adalah tari Melayu yang diiringi musik kaset. tarian ini dilakukan pada waktu
acara- acara besar yang dilakukan di Bagan Deli. Istilah kalender Arab Kuno di
Bagan Deli tidak lagi digunakan secara aturan kalender hanya sebutan saja.
Penelitian Dimitra (2012) di Kelurahan Bagan Deli terdapat ± 46
perusahaan

besar

yang

berada

di wilayah

kelurahan.Diantaranya,

terdapat Lembaga BUMN yang beroperasi, yaitu PT. (PERSERO) Pelabuhan
I Belawan dan PT. BICT PT. Pelabuhan Indonesia Belawan. Adapun usaha
kecil menengah dan mikro juga terdapat di wilayah dengan sistem
kegiatan manajemen ekonomi usaha khusus untuk UKM dan UMKM melalui
kelompok seperti KUB dan KUBE. KUB dan KUBE diberi bantuan berupa
modal

dan

bantuan

sarana

oleh pemerintah

serta

adanya

swadaya

masyarakat seperti Kelompok Nelayan yang ada dengan mengikuti sistem
simpan pinjam modal serta adanya koperasi yang sangat membantu bagi
usaha nelayan. Adapun koperasi yang ada di kelurahan sebanyak 7
koperasi dan yang aktif hanya 3 koperasi. Kelurahan Bagan Deli

11

merupakan pusat Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (PPSB) Gabion.
Disini,

kelompok

perekonomian

perdagangan

perikanan yang

setiap

harinya melakukan bongkar muat hasil tangkap nelayan. Biasanya,
banyak warga masyarakat bekerja sebagai buruh nelayan pada pemilik
kapal ikan.

Disamping

itu,

untuk

menambah

pendapatan

keluarga,

masyarakat membuat kelompok usaha seperti pengeringan ikan asin
secara tradisional dan hasil pengeringan ikan langsung dijual kepada
pengecer.
Berdasarkan penjelasan- penjelasan di atas, maka dilakukan penelitian untuk
mengetahui profil dan potensi keluarga yang memiliki balita gizi kurang dan gizi
buruk di Kecamatan Belawan, khususnya Kelurahan Bagan Deli. Oleh sebab itu
peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul : “Pemberdayaan Keluarga yang
Memiliki Anak Balita Gizi Kurang Dan Gizi Buruk Di Kelurahan Bagan Deli
Kecamatan Medan Belawan Tahun 2014”.

1.2 Permasalahan
Berdasarkan penjelasan di atas maka permasalahannya adalah bagaimana
profil dan potensi keluarga yang memiliki balita gizi kurang dan gizi buruk sehingga
dapat dirumuskan model pemberdayaan keluarga di Kelurahan Bagan Deli
Kecamatan Medan Belawan.

12

1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui profil dan potensi keluarga
yang memiliki balita gizi kurang dan gizi buruk untuk merumuskan model
pemberdayaan masyarakat di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan.

1.4 Manfaat Penelitian
a. Bagi Dinas Kesehatan khususnya Kecamatan Medan Belawan sebagai bahan
masukan untuk mengurangi masalah gizi kurang dan gizi buruk pada
masyarakat.
b. Bagi masyarakat memberikan solusi untuk menyelesaikan masalah gizi
kurang dan gizi kurang dalam keluarga.
c. Bagi agen pemberdayaan untuk membantu masyarakat yang memiliki balita
gizi kurang dan gizi buruk supaya berdaya.

Dokumen yang terkait

Gambaran Perilaku Sadar Gizi Pada Keluarga Yang Memiliki Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk Yang Ada Di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2014.

4 64 96

Konstruksi Makna Gizi Buruk Dan Gizi Kurang Dari Para Ibu Yang Mempunyai Anak Gizi Buruk Dan Gizi Kurang.

0 0 2

Pemberdayaan Keluarga Yang Memiliki Balita Gizi Kurang Dan Gizi Buruk Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2014

0 0 19

Pemberdayaan Keluarga Yang Memiliki Balita Gizi Kurang Dan Gizi Buruk Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2014

0 0 2

Pemberdayaan Keluarga Yang Memiliki Balita Gizi Kurang Dan Gizi Buruk Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2014

0 0 38

Pemberdayaan Keluarga Yang Memiliki Balita Gizi Kurang Dan Gizi Buruk Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2014

1 1 7

Pemberdayaan Keluarga Yang Memiliki Balita Gizi Kurang Dan Gizi Buruk Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2014

0 2 45

GAMBARAN PERILAKU SADAR GIZI PADA KELUARGA YANG MEMILIKI BALITA GIZI KURANG DAN GIZI BURUK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LALANG TAHUN 2014

0 1 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) - Gambaran Perilaku Sadar Gizi Pada Keluarga Yang Memiliki Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk Yang Ada Di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2014.

0 1 26

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Gambaran Perilaku Sadar Gizi Pada Keluarga Yang Memiliki Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk Yang Ada Di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2014.

0 0 7