Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Produksi Biomassa Kalus dan Antosianin Tanaman Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn.)

5

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (2010) Tanaman rosella
dapat diklasifikasikan adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ;
Divisi : Magnoliophyta ; Kelas : Magnoliopsida ; Sub kelas : Dilleniidae, Bangsa :
Malvales Suku : Malvaceae Genus : Hibiscus Species : Hibiscus sabdariffa Linn.
Rosella adalah semak tegak tahunan spesies yang memiliki serat tinggi,
dengan cabang-cabang yang lebih sedikit, kadang-kadang tumbuh lebih dari 3-5
m di ketinggian. Varietas lainnya bercabang, lebat, dan umumnya 1-2 m. Warna
batang hijau atau merah, tergantung pada sumber benih (Mohamed et. al., 2012).
Daun berseling 3-5 helai dengan panjang 7,5-12,5 cm berwarna hijau, Ibu
Tulang daun kemerahan, tangkai daun pendek. Bentuk helaian daun bersifat
anisofili (polimorfik), helaian daun yang terletak di bagian pangkal batang tidak
berbagi, bentuk daun bulat telur, tangkai daun pendek. Daun-daun di bagian
cabang dan ujung batang berbagi, menjadi 3 toreh, lebar toreh daun 2,5 cm, tepi
daun beringgit, daun penumpu bentuk benang, panjang tangkai daun 0,3-12 cm,
hijau hingga merah, pangkal daun meruncing, tepi daun beringgit, pangkal daun
tumpul hingga meruncing, sedikit berambut (Badan Pengawas Obat dan Makanan,
2010).


Gambar 1. Daun Rosella

Universitas Sumatera Utara

6

Bunga-bunga terletak di ketiak daun. Sepal di dasar bunga besar dan buah
bervariasi dari ungu gelap ke merah terang (kadang-kadang putih) pada saat jatuh
tempo, dan cukup berdaging. Meningkat kelopak 1-2 cm sebelum bunga dibuahi,
kemudian sekitar 5,5 cm (kadang-kadang lebih lama) pada saat jatuh tempo.
Beberapa bentuk rosella mengandung pigmen yang memberikan warna merah
yang brilian untuk produk kuliner yang terbuat dari tanaman; bentuk lain yang
benar-benar hijau. Jenis yang dapat dimakan dari rosella biasanya sukulen, cabang
lateral. Bunga diinduksi hari pendek dan intensitas cahaya berkurang, dimulai
pada

bulan

September


atau

lambat

tergantung

pada

negara

(Mohamed et al., 2012).
Kandungan Bahan-Bahan Aktif pada Tanaman Rosella (Hibiscus sabdariffa
Linn.)
Kandungan kimia tanaman ini adalah (+)-alohidroksi asam sitrat lakton,
asam malat dan asam tartrat. Antosianin yang menyebabkan warna merah pada
tanaman ini mengandung delfinidin-3-siloglukosida, delfinidin-3-glukosida,
sianidin-3-siloglukosida, sedangkan flavanoidnya mengandung gosipetin dan
mucilago


(rhamnogalakturonan,

arabinogalaktan,

arabina)

(Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2010).
.

Gambar 2. Struktur Kimia Antosianin

Universitas Sumatera Utara

7

Daun rosella mengandung flavanoids, saponin, fenolat, tanin dan steroid,
glikosida. Di antara flavanoids dan fenolat memiliki kontribusi besar. Fitokimia
daun meliputi karbohidrat, asam lemak, abu, niacin, thiamin, riboflavin,
β-karoten, kolesterol, pati, selulosa, serat dan mineral seperti kalsium, fosfor, zat
besi. Kaempferol-3-O-rutinosida, kaempferol-3-O-glucopyranoside, quercetin,

citrusin diisolasi dari 70% etanol berair ekstrak daun. Flavanoids, saponin,
fenolat, tanin dan steroid, glikosida, alkaloid juga hadir dalam batang dan akar
tanaman rosella. Asam tartarat dan saponin yang hadir dalam akar
(Padmaja et. al., 2014).
Bijinya mengandung protein (18,8-22,3%), lemak (19,1-22,8%) dan serat
makanan (39,5-42,6%) konten yang ditemukan tinggi. Benih yang ditemukan
untuk menjadi sumber yang baik dari mineral seperti fosfor, magnesium, kalsium,
lisin dan isi trytophan. minyak biji kaya akan asam lemak tak jenuh (70%), dari
yang asam linoleat merupakan 44% (Rao, 1996).
Manfaat Bahan-Bahan Aktif pada Tanaman Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn.)
Hasil penelitian (Husen dan Sastramihardja, 2014) sesuai dengan beberapa
penelitian seperti yang dinyatakan peneliti dari University of Southern California
yang melakukan penelitian terhadap kandungan zat kimia tanaman-tanaman dari
Cina, melaporkan 274 spesies tanaman dengan 100 macam zat aktifnya
menunjukkan efek proteksi terhadap hati. Zat aktif tersebut antara lain flavonoid
yang dikandung rosella berupa antosianin dan pada penelitian ini dilakukan
kalkulasi dengan parameter molekuler. Hasilnya menunjukkan bahwa efek
hepatoprotektif zat aktif utama dapat timbul karena efek antioksidan,
antiinflamasi, dan imunomodulator. 15 Flavonoid dapat mencegah radikal bebas


Universitas Sumatera Utara

8

dalam beberapa cara. Salah satu caranya dengan membersihkan radikal bebas
secara langsung. Flavonoid akan teroksidasi oleh radikal, sehingga menjadikan
radikal lebih stabil dan kurang reaktif. Dengan kata lain, flavonoid menstabilkan
ROS dan bereaksi dengan senyawa radikal yang reaktif. Flavonoid tertentu dapat
secara langsung membersihkan superoksida, sedangkan flavonoid lainnya dapat
membersihkan oksigen radikal bebas yang sangat reaktif yang disebut
peroksinitrit.
Teh Rosella (Hibiscus sabdariffa) mengandung berbagai kandungan
nutrisi dan antioksidan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Kandungan nutrisi ini
dapat meningkatkan proses metabolisme ditingkat seluler sehingga energi yang
dihasilkan akan bertambah yaitu meningkatnya produksi ATP. Antioksidan yang
dimiliki oleh teh rosella, dapat mencegah terjadinya aterosklerosis pada pembuluh
darah. Pembuluh darah adalah alat penting bagi sistem sirkulasi tubuh yang
mengangkut oksigen, zat-zat yang dibutuhkan oleh sel dalam tubuh. Jika
pembuluh darah lancar tanpa ada gangguan, maka dapat dipastikan suplai darah
menuju sel-sel menjadi lancar. Akibatnya proses metabolisme ditingkat sel juga

akan lancar dan meningkat tanpa adanya gangguan. Meningkatnya produksi
energi (ATP) sangat bermanfaat bagi kelangsungan otot dalam berkontraksi, dan
hal ini sangat berhubungan erat dengan seberapa lama dapat beraktitas atau otot
dapat berkontraksi (Ekanto dan Sugiarto, 2011).
Kandungan asam protokatekuat dalam ekstrak rosella menunjukkan
potensi

penghambat

tumor.

Studi

pada

tikus

yang

diinduksi


12-O-

tetradekanoilforbol-13-asetat memperlihatkan bahwa aplikas topikal asam
katekuat menghambat pertumbuhan tumor. Asam protokatekuat juga menghambat

Universitas Sumatera Utara

9

sel leukimia promiolitik (sel HL-60) dengan menginduksi apoptosis in vitro
(Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2010).
Kelopak bunga rosella berkhasiat sebagai obat mual. Bagian tanaman yang
berkhasiat adalah bunga. Seduhan bunga rosella memiliki efek memperlancar
buang air besar. Bunga rosella banyak digunakan untuk mengurangi nafsu makan,
gangguan pernafasan yang disebabkan flu, dan rasa tidak enak diperut. rosella
digunakan untuk mengatasi bisul dan radang pada kulit, luka bakar, sariawan dan
infeksi herpes zoster (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2010).
Induksi Kalus dan Subkultur
Keberhasilan pembiakan dengan kultur jaringan ini dipengaruhi oleh

beberapa faktor, antara lain: bagian organ tanaman yang dipergunakan, cara
sterilisasi, komposisi dari media tumbuh yang dipakai dan keadaan lingkungan.
Dari beberapa hasil penelitian terbukti bahwa penggunaan bahan yang diambil
dari tanaman muda akan lebih mudah menghasilkan kalus dari pada tanaman tua.
Berdasarkan teori totipotensi sebenarnya semua sel tanaman yang masih hidup
mampu tumbuh menjadi tanaman yang sempurna jika diberi kondisi lingkungan
yang optimal (Sunanto, 1994).
Medium dalam menginduksi kalus sangat diperhatikan untuk produksi
metabolit sekunder pada tanaman rosella, karena pada medium untuk induksi
kalus diperhatikan kadar gula yang terdapat pada medium. Hal ini di tunjukkan
pada penelitian Hasil analisis kandungan asam askorbat dalam kalus rosella
tampak bahwa pada medium tanpa sukrosa tidak terdeteksi karena tidak
menghasilkan kalus sama sekali Penambahan sukrosa yang rendah sudah
menunjukkan adanya kandungan asam askorbat. Seiring dengan peningkatan

Universitas Sumatera Utara

10

konsentrasi sukrosa yang ditambahkan dalam medium ternyata menunjukkan

peningkatan kandungan asam askorbat (Nurchayati dan Fathiyah, 2010).
Kalus merupakan proliferasi massa sel yang belum terdiferensiasi dan
terdiri dari sel yang tidak teratur. Kultur kalus merupakan kultur sekumpulan sel
yang tidak terorganisir yang berasal dari berbagai jaringan tumbuhan. Kultur
kalus digunakan untuk memperoleh kalus dari eksplan yang diisolasi dan
ditumbuhkan

dalam

lingkungan

terkendali.

Pembentukan

kalus

adalah

menginduksi dari bagian tanaman tertentu dengan memberikan zat pengatur

tumbuh. ZPT yang banyak digunakan untuk induksi kalus adalah kombinasi
auksin dan sitokinin. Pemberian ZPT ini berperan dalam mengatur pertumbuhan
dan perkembangan tanaman (Indah dan Ermavitalini, 2013).
Tekstur kalus tergantung pada jaringan, umur kalus, dan kondisi
pertumbuhan. Morfologi dan warna kalus biasanya tergantung dari jenis sumber
eksplannya, dimana ada yang bertekstur remah (friable), kompak atau padat,
sedangkan warna kalus biasanya mengikuti warna jenis sumber eksplan. Hal lain
yang mempengaruhi morfologi dan pertumbuhan kalus diantaranya adalah sumber
eksplan, komposisi media, ZPT yang digunakan, kondisi pertumbuhan seperti
suhu dan cahaya, serta lamanya waktu pertumbuhan kalus (Mahadi et al, 2014).
Menurut Dian (2004), warna kalus dapat memperlihatkan baik tidaknya
pertumbuhan kalus, pigmen putih dan kuning pada kalus menunjukkan bahwa
pertumbuhan kalus tersebut baik.
Penggunaan kalus friabel sebagai eksplan pada tahap induksi kalus
embriogenik menunjukkan bahwa eksplan kalus tidak mengalami pertumbuhan
lanjutan atau perkembangan tetapi pada bagian permukaan muncul kalus baru

Universitas Sumatera Utara

11


dengan struktur yang sangat friabel, sementara kalus yang terdapat pada bagian
bawah mengalami perubahan warna menjadi kecoklatan sampai coklat dan mati.
Kalus

yang

baru

muncul

berwarna

putih

sampai

putih

kekuningan

(Yelnititis dan Komar, 2010).
Seperti di ketahui kalus tanaman adalah teknik budidaya kalus tanaman
dalam suatu lingkungan yang terkendali dan dalam keadaan aseptik atau bebas
mikroorganisme. Berarti bahwa kultur ini pada prinsipnya merupakan suatu upaya
lanjut mengembangkan atau memelihara kalus dari kultur sebelumnya. Ada
beberapa tujuan yang bisa dicapai dengan menguassai kultur kalus, misalnya:
 Dapat menjamin kesinambungan kerja kultur; artinya dengan pendekatan
kultur kalus yang baik suatu produk dari kegiatan kultur yang terdahulu akan
terus punya arti pada kegiatan kultur selanjutnya.
 Dapat menjadi sarana bank plasma nutfah yang efisien; hal ini bisa dimengerti
atas asumsi bahwa kalus merupakan bagian tanaman yang relatif kecil dan
dapat disimpan di bejana kecil.
 Dapat digunakan untuk tujuan memproduksi senyawa metabolit sekunder;
menyangkut hal ini aplikasinya telah banyak dilakukan, terutama untuk
produksi senyawa-senyawa penting misalnya senyawa anti kanker, anti bakteri,
jamur,insek, kontrasepsi dan lain-lain.
(Santoso dan Fatimah, 2004).
Subkultur yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan kalus. Lamanya
kalus yang di subkultur dan penggunaan zat pengatur tumbuh yaitu auksin, juga
memberi pengaruh pada keragaman somaklonal.

Universitas Sumatera Utara

12

Zat Pengatur Tumbuh
Pertumbuhan dan morfogenesis tanaman secara in vitro (kultur jaringan)
dikendalikan oleh keseimbangan dan interaksi dari zat pengatur tumbuh yang
berada dalam eksplan dan akan menentukan arah dari pengembangan kultur. Zat
pengatur tumbuh pada eksplan tergantung dari zat pengatur tumbuh endogen dan
zat

pengatur

tumbuh

eksogen,

yang

diserap

dari

media

tumbuh

(Tuhuteru et. al., 2012).
Di dalam kultur jaringan morfogenesis dari eksplan selalu tergantung dari
interaksi antara auksin dan sitokinin. Dan dilihat dari kombinasi yang ada bahwa
kebutuhan terhadap auksin eksogen adalah pada taraf yang rendah, ini diduga
karena eksplan yang merupakan tunas yang sedang berkembang dapat
memproduksi auksin yang cukup untuk memacu perakaran. Hal ini sesuai dengan
literatur Evan et al. (1986) yang dikutip oleh Sobardini et. al. (2006) yang
menyatakan bahwa tunas yang sedang berkembang dapat memproduksi auksin
dalam jumlah yang cukup untuk perakaran maka penambahan auksin eksogen
tidak diperlukan. Ini dapat dilihat dari kombinasi yang tanpa pemberian NAA
eksplan dapat menginisiasi pertumbuhan akar (Rozaliana, 2013).
Perubahan tekstur kalus yang semakin remah ini menunjukkan terjadinya
poliferasi massa sel dalam kalus. Penggunaan NAA pada semua konsentrasi yang
diaplikasikan menghasilkan kalus dengan tekstur remah (friable). Kalus dengan
tekstur remah merupakan kalus yang terbentuk dari sekumpulan sel yang mudah
lepas. Struktur kalus remah sangat berkorelasi dengan kecepatan daya tumbuh
kalus sehingga produksi metabolit sekunder tertentu yang ingin diperoleh lebih
cepat dicapai (Fatimah, 2010).

Universitas Sumatera Utara

13

Tekstur kalus tergantung pada jaringan, umur kalus, dan kondisi
pertumbuhan. Morfologi dan warna kalus biasanya tergantung dari jenis sumber
eksplannya, dimana ada yang bertekstur remah (friable), kompak atau padat,
sedangkan warna kalus biasanya mengikuti warna jenis sumber eksplan. Hal lain
yang mempengaruhi morfologi dan pertumbuhan kalus diantaranya adalah sumber
eksplan, komposisi media, ZPT yang digunakan, kondisi pertumbuhan seperti
suhu dan cahaya, serta lamanya waktu pertumbuhan kalus (Mahadi et al, 2014).
Biomassa Kalus
Biomassa yang dihasilkan pada kultur jaringan sangat tergantung pada
kecepatan sel-sel tersebut membelah diri, memperbanyak diri yang dilanjutkan
dengan pembesaran sel. Kecepatan sel membelah dapat dipengaruhi oleh adanya
kombinasi auksin-sitokinin tertentu dalam konsentrasi yang tertentu tergantung
pada tanamannya, juga faktor-faktor luar seperti intensitas cahaya dan temperatur
(Wattimena et.al.., 1992).
Biomassa kalus adalah bobot yang didapat pada kalus dengan pemberian
zat pengatur tumbuh. (Puteri et al., 2014) menyimpulkan bahwa perbedaan
tersebut memiliki pengaruh yang berbeda terhadap eksplan yang ditanam pada
media MS yang dimodifikasi dengan pemberian konsentrasi zat pengatur tumbuh
NAA dan BAP yang berbeda dan terdapat sifat determinasi yang berbeda dari
setiap sel eksplan. Pengaruh tersebut terlihat pada biomassa kalus yang ditimbang
dari masing-masing perlakuan.
Metabolit Sekunder
Metabolit sekunder adalah senyawa produk atau hasil metabolisme
sekunder. Metabolit sekunder memanfaatkan metabolit primer pada awal dalam

Universitas Sumatera Utara

14

jalur metabolismenya. Metabolit sekunder meski tidak sangat penting bagi
eksistensi suatu makhluk hidup tetapi sering berperan sebagai pertahanan bagi
makhluk itu sendiri. Metabolit sekunder umumnya terdapat pada tumbuhan dan
sebagian mikroba yang tergolong pada sel tumbuhan (Subarnas, 2011).
Produk metabolisme detoksifikasi ini diduga akibat kemampuan tumbuhan
menghasilkan senyawa kimia sebagi senjata untuk mempertahankan diri dari
serangan hama dan faktor lingkungan yang hampir terjadi semua pada tumbuhan.
Jenis senyawa metabolit sekunder yang dimetabolisme tergantung pada faktor
biogenetik tumbuhan tersebut. Senyawa kimia tersebut seperti alkaloid, flavonoid,
triterpenoid, tanin, dan saponin. Senyawa-senyawa inilah yang berperan sebagai
bahan aktif yang dapat kemungkinan dapat menghambat pertumbuhan bakteri A.
hydrophyla. Menurut Jawetz et al. (2001) pertumbuhan bakteri yang terhambat
atau kematian bakteri akibat suatu zat antibakteri dapat disebabkan oleh
penghambatan terhadap sintesis dinding sel, penghambatan terhadap fungsi
membran sel, penghambatan terhadap sintesis protein, atau penghambatan
terhadap sintesis asam nukleat (Darminto et al., 2009).
Antosianin
Zat warna (pigmen) ini larut dalam air dan warnanya oranye, merah dan
biru. Secara alami terdapat dalam anggur, stawberry, rasberry, apel, bunga ros,
dan tumbuhan lainnya. Biasanya buah-buahan dan sayuran warnanya tidak hanya
ditimbulkan oleh satu macam pigmen antosianin saja,tetapi kadang-kadang
sampai 15 macam pigmen seperti pelargonidin, sianidin, peonidin dan lain-lain
yang tergolong glikosida-glikosida antosianidin (Koswara,2009).

Universitas Sumatera Utara

15

Kandungan pigmen antosianin pada daun yang berwarna hijau tua ternyata
lebih besar daripada kandungan pigmen antosianin pada daun yang berwarna
merah. Hal ini dikarenakan daun hijau adalah daun yang paling dominan dan daun
ini merupakan daun yang paling tua dan tumbuh diawal, sehingga kadar pigmen
pigmen lain dan juga pigmen antosianin cukup besar pada daun yang berwarna
hijau daripada daun yang berwarna merah. Tetapi kandungan pigmen antosianin
ini tidak lebih besar dari kandungan klorofil, termasuk pada daun yang berwarna
merah. Baik pada daun yang berwarna hijau maupun pada daun yang berwarna
merah, kandungan antosianinnya lebih rendah dan kandungan klorofilnya lebih
tinggi. Hal ini dikarenakan klorofil merupakan pigmen utama yang ada pada
seluruh tanaman, sehingga meskipun daunnya berwarna merah, tidak berarti
bahwa daun tersebut memiliki pigmen antosianin yang dominan, tetapi pigmen
yang dominan tetap klorofil (Maulid dan Laily, 2015).
Identifikasi dilakukan dengan mengukur serapan maksimum berdasarkan
rentang panjang gelombang 200-800 nm menggunakan alat spektrofotometer UVVis. Panjang gelombang tersebut dipilih mengingat antosianin memiliki serapan
maksimum antara panjang gelombang 270-560 nm (Harborne, 1987; Markham
1988). Fraksinat hasil elusi kedua (E2) yang digunakan untuk identifikasi adalah
vial 1-3 untuk mengetahui kandungan antosianin pada fraksinat awal yang
berwarna pudar, vial 4-6 untuk mengetahui kandungannya pada fraksinat dengan
warna merah keunguan yang paling pekat. Vial 18 digunakan sebagai perwakilan
dari fraksinat terakhir yang diperoleh untuk proses identifikasi tersebut
(Sadiyah dan Kodir, 2012).

Universitas Sumatera Utara

16

Stabilitas warna yang ditunjukkan oleh nilai absorbansi sangat dipengaruhi
oleh nilai pH. Semakin merah warna rosella, maka nilai pada kadar antosianin
yang terekstrak. absorbansi semakin tinggi. Pada pH 1 nilai absorbansinya lebih
tinggi kemudian terjadi penurunan hingga pH 4, dan pada pH 5 tidak terjadi
penurunan lagi. Hal ini disebabkan karena antosianin merupakan zat warna merah
yang stabil pada pH rendah, dan stabilitasnya akan turun apabila pH dinaikkan
(Winarti dan Firdaus, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Produksi Biomassa Kalus dan Antosianin Tanaman Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn.)

1 23 83

Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Induksi Kalus dan Metabolit Sekunder Pada Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)

0 11 74

Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Produksi Biomassa Kalus dan Antosianin Tanaman Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn.)

0 0 13

Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Produksi Biomassa Kalus dan Antosianin Tanaman Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn.)

0 0 2

Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Produksi Biomassa Kalus dan Antosianin Tanaman Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn.)

0 0 4

Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Produksi Biomassa Kalus dan Antosianin Tanaman Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn.)

0 0 4

Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Produksi Biomassa Kalus dan Antosianin Tanaman Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn.)

0 0 22

Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Induksi Kalus dan Metabolit Sekunder Pada Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)

0 0 13

Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Induksi Kalus dan Metabolit Sekunder Pada Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)

0 0 2

Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Induksi Kalus dan Metabolit Sekunder Pada Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)

0 0 4