Optimasi komposisi etanol dan air dalam proses maserasi daun singkong (Manihotis folium) dengan aplikasi simplex lattice design - USD Repository
OPTIMASI KOMPOSISI ETANOL DAN AIR DALAM PROSES
MASERASI DAUN SINGKONG (Manihotis Folium) DENGAN APLIKASI
SIMPLEX LATTICE DESIGN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :
Veronika Yuni Candra Sari NIM : 068114051
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010
OPTIMASI KOMPOSISI ETANOL DAN AIR DALAM PROSES
MASERASI DAUN SINGKONG (Manihotis Folium) DENGAN APLIKASI
SIMPLEX LATTICE DESIGN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :
Veronika Yuni Candra Sari NIM : 068114051
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010
Aku persembahkan kepada:
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Unversitas Sanata Dharma : Nama : Veronika Yuni Candra Sari NIM : 068114051
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
OPTIMASI KOMPOSISI ETANOL DAN AIR DALAM
PROSES MASERASI DAUN SINGKONG (Manihotis Folium)
DENGAN APLIKASI SIMPLEX LATTICE DESIGN
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 21 April 2010 Yang menyatakan Veronika Yuni Candra Sari
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Optimasi Komposisi Etanol dan Air dalam Proses Maserasi Daun Singkong (Manihotis Folium) dengan Aplikasi Simplex Lattice Design” sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Skripsi ini merupakan bagian dari penelitian ”Optimasi Formula dan Kontrol Kualitas Sediaan Tablet Effervescent Ekstrak Centelae asiatica Herba
dan Manihotis Folium ” yang dibiayai Hibah Bersaing Dikti tahun 2009. Dalam
penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dari banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Albertus Budi Yuwono dan Ibu Christina Sri Rahayu yang selalu menyertai saya dengan kasih sayang, doa, restu, dan dukungannya yang menguatkan saya.
2. Rita Suhadi, M.Si. Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi yang telah mendukung penelitian ini.
3. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan pengarahannya baik selama penelitian maupun penyusunan skripsi ini.
4. Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si., Apt selaku dosen Ketua Penelitian ini dan dosen penguji, memberikan saya kesempatan untuk bergabung dalam tim penelitian dan masukan yang telah diberikan kepada peneliti.
5. Reny Kusumastuti, M.P., atas bimbingan dan masukan yang telah diberikan kepada para peneliti.
6. Jeffry Julianus, M.Si., selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan kepada peneliti.
5. Mas Wagiran, Mas Sigit, Mas Andri, dan Mas Sarwanto, Mas Kunto, Mas Bimo, Mas Parlan, Mas Kayat, Pak Iswandi, Mas Ottok, Mas Agung, dan seluruh laboran atas bantuannya selama peneliti bekerja di laboratorium Fakultas Farmasi.
6. Laurensia Utami Susanti, Bernadeta Ardy Puspitarini, Alvonsus Rudianto, atas kerjasamanya dalam penelitian ini, suka dan duka yang telah kita lalui bersama.
7. Valentina Vevi Yuwana Sari, Cornelius Fivtria Yuwana Putra, Cornelia Omega Pravita Sari, dan Laurensia Vicky Yuwana Sari, atas dukungan, doa dan semangatnya.
8. Elfrieda Ignatine, Danie ”Nduty”, Antonius Tri Kresmianto yang dengan setia mendengarkan keluhan saya dan memberikan masukan serta dukungan yang membangun kembali semangat saya.
9. Maria Yolanda, Gayatri Kusuma Wardani, Pius Perwita, Aditya Eka Prasetya, Robertus Satrio, Oktavianus Rico, dan teman-teman FST 06, yang selalu saling mendukung untuk mengerjakan skripsi dan terus berjuang untuk mengejar cita-cita. Bersama kita bisa kawan. God bless us...
10. Endang Nurdianti, Martina Tri Handayani, Sisilia Novie, dan Mas Koko, atas dukungan dan bantuannya dalam menyelesaikan skrispi ini.
11. Kakak Emil, Sekar, Siska, Dewati, Nisa, Nita, teman-teman KKNku yang selalu mendukung dan menyemangati untuk mengerjakan skripsi ini.
12. Segenap rekan dan pihak-pihak yang telah membantu dan mendukung saya, namun tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih.
Akhir kata penulis menyadari bahwa karya penulisan skripsi ini jauh dari sempurna mengingat keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat diperlukan oleh penulis demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangsih yang bermanfaat pada perkembangan ilmu pendidikan.
Yogyakarta, April 2010 Penulis
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana karya ilmiah.
Yogyakarta, April 2010 Veronika Yuni Candra Sari
INTISARI
Pada penelitian ini dilakukan optimasi komposisi etanol dan air sebagai penyari dalam proses maserasi Manihotis utillissima. Metode optimasi yang digunakan adalah Simplex Lattice Design. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbandingan pelarut antara etanol 96% dengan air yang optimum untuk mendapatkan ekstrak dengan kadar rutin yang tertinggi dan apakah suhu pada proses maserasi berpengaruh dalam mendapatkan kadar rutin yang tertinggi.
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan menggunakan aplikasi Simplex Lattice Design yang menggunakan dua faktor yaitu perbandingan etanol dan air. Penelitian ini diawali dengan melakukan determinasi tanaman, pembuatan simplisia, pembuatan serbuk, penyarian dengan
o o o
cara maserasi pada tiga suhu yang berbeda, yaitu 30
C, 40
C, dan 50
C. Analisa kualitatif dilakukan dengan menggunakan KLT lempeng selulosa dengan fase gerak butanol:asam asetat:air (4:1:5) v/v, dan deteksi bercak menggunakan uap amonia dan sinar UV pada panjang gelombang 254 nm. Penetapan kadar rutin dengan menentukan luas area bawah kurva (AUC) menggunakan program Image J .
Hasil analisa menunjukkan bahwa komposisi etanol pelarut yang menghasilkan kadar rutin tertinggi adalah 100% etanol 96% tanpa ditambah dengan air, dengan rata-rata kadar rutin 5,9664µg/µl ± 2.4718. Suhu yang
o
menghasilkan rata-rata kadar rutin tertinggi adalah suhu 30 C.
Kata kunci: rutin, Manihotis Folium, maserasi, Simplex Lattice Design, Image J
ABSTRACT
The research is going to see the composition of ethanol and water as a solvent in the process of Manihotis Folium maseration. Optimation method that used simplex lattice design. The aim of the research is going to find out the optimum ratio between ethanol and water in order to obtain the extract with the highest of rutin concentratrion and to see whether the temperatur of the maseration process may cause getting the highest level of rutin concentration.
The research was a pure experimental research using simplex lattice design application. Simplex lattice design application used two factors of ethanol and water ratio. The research began by plants determination, making of simplisia, making of powder, extration of maserasi on the three level of different temperatur, they were 30 celcius degree, 40 celcius degree, and 50 celcius degree. Qualitative analyze used cellulose TLC plat with mobile phase of butanol, acetic acid, water (4:1:5 ), and spot detection used amonia fume and UV light on wave length of 254 nm. Determination of rutin concentration by determining AUC used Image J program.
The result showed that solvent composition produce the highest rutin concentration was 100 % ethanol, with the means of rutin concentration was 5.9664/µl ± 2.4718. The temperature on maseration was procude higher means of the rutin concentration is 30 celcius degree.
Key words: rutin, Manihotis Folium, maseration, Simplex Lattice design, Image J
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... i HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... v HALAMAN PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .............................. vi PRAKATA ............................................................................................................ vii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ . x
INTISARI ............................................................................................................ xi ABSTRAK ............................................................................................................ xii DAFTAR ISI …………………………………………………………………... xiii DAFTAR TABEL ………………………………………………………………xvi DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………..xvii DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………..xix
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
1. Perumusan Masalah .................................................................................. 4
2. Keaslian Penelitian .................................................................................... 4
3. Manfaat Penelitian .................................................................................... 4
B. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 6 A. Tanaman Singkong ………………… ........................................................... 6
1. Keterangan botani ....................................................................................... 6
2. Nama Daerah .............................................................................................. 7
3. Kandungan Kimia ...................................................................................... 7
B. Rutin ........................................................................................................ 7
D. Ekstrak …………………………………………………………………….. 10
E. Kromatografi Lapis Tipis ............................................................................. 11
F. ....................................................................................................... 14
Image J
G. Simplex Lattice Design ................................................................................. 14
H. Landasan Teori .............................................................................................. 16
I. Hipotesis ....................................................................................................... 17
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 18 A. Jenis dan Rancangan Penelitian ..................................................................... 18 B. Variabel Penelitian ....................................................................................... 18 C. Definisi Operasional ...................................................................................... 18 D. Bahan Penelitian ............................................................................................ 19 E. Alat Penelitian ............................................................................................... 19 F. Tata Cara Penelitian ....................................................................................... 20
1. Determinasi tanaman Manihotis escullenta Crantz .................................. 20
2. Pengumpulan daun singkong ................................................................... 20
3. Pembuatan simplisia Manihotis Folium ................................................... 20
4. Pengumpulan serbuk Manihotis Folium ................................................... 20
5. Pembuatan ekstrak Manihotis Folium ...................................................... 20
6. Validasi metode ......................................................................................... 21
7. Analisis kualitatif ekstrak .......................................................................... 22
8. Analisis kuantitatif ekstrak. ...................................................................... 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi tanaman ..................................................................................... 25 B. Pengumpulan daun singkong ......................................................................... 26 C. Pembuatan simplisia ...................................................................................... 26 D. Pembuatan serbuk .......................................................................................... 27 E. Pembuatan ekstrak ......................................................................................... 27 F. Validasi metode ............................................................................................. 29
H. Analisis kualitas ekstrak ................................................................................ 36
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 43 A. Kesimpulan .................................................................................................... 43 B. Saran ............................................................................................................. 43 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 44 Lampiran .............................................................................................................. 46 Biografi Penulis ..................................................................................................... 79
DAFTAR TABEL
Tabel I. Perbandingan pelarut maserasi .......................................................... 21 Tabel II. Seri kurva baku .................................................................................. 30 Tabel III. Nilai recovery .................................................................................... 32 Tabel IV. Nilai presisi ........................................................................................ 33 Tabel V. Harga R f dan warna bercak baku rutin dan sampel ekstrak rutin di deteksi dengan uap ammonia ............................................................ 36 Tabel VI. Kadar rutin dari tiap replikasi dari tiga peringkat suhu proses maserasi ......................................................................... 37 Tabel VII. Hasil analisis anova suhu maserasi ..................................................... 38
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tanaman singkong ............................................................................. 6 Gambar 2. Struktur rutin...................................................................................... 8 Gambar 3. Serbuk Manihotis Folium .................................................................. 27 Gambar 4. Ekstrak kental Manihotis Folium ...................................................... 29 Gambar 5. Kurva baku 1 ..................................................................................... 31 Gambar 6. Kurva baku 2 ..................................................................................... 31 Gambar 7. Kurva baku 3 ..................................................................................... 32 Gambar 8. Kromatogram baku rutin dan sampel ekstrak rutin dideteksi dengan uap ammonia...................................................................................... 35
o
Gambar 9. Kurva validitas persamaan SLD suhu 30 C ...................................... 40
o
Gambar 10. Kurva validitas persamaan SLD suhu 40 C ...................................... 40
o
Gambar 11. Kurva validitas persamaan SLD suhu 50 C ...................................... 41
o
Gambar 12. Grafik kadar rutin tertinggi pada suhu 30 C ...................................... 42
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat determinasi simplisia ............................................................... 46 Lampiran 2. Penetapan bobot konstan ekstrak Manihotis Folium ....................... 47 Lampiran 3. Penimbangan ekstrak Manihotis Folium ......................................... 54 Lampiran 4. Penimbangan standar rutin ............................................................... 56 Lampiran 5. Validasi metode ................................................................................ 57 Lampiran 6. Penetapan kadar rutin dengan Image J ............................................. 59 Lampiran 7. Rendemen kadar rutin terhadap berat ekstrak .................................. 68 Lampiran 8. Analisis persamaan SLD .................................................................. 72 Lampiran 9. Uji validitas persamaan SLD ............................................................ 75 Lampiran 10. Uji anova berdasarkan suhu ........................................................... 78
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini penyakit degeneratif menjadi salah satu penyakit yang berbahaya,
karena berimbas pada kualitas dan produktivitas seseorang. Jika penyakit tidak ditangani dengan tepat dapat menyebabkan kondisi komplikatif yang lebih parah.
Maka dibutuhkan tindakan preventif maupun pengobatan sejak dini.
Penyakit degeneratif biasanya muncul karena pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat. Penurunan kondisi kesehatan ini sering ditandai dengan munculnya berbagai gejala awal yang apabila tidak segera ditangani dengan benar dapat memicu ke kondisi yang lebih parah. Gejala dari penyakit degeneratif seperti menurunnya daya ingat, mudah stress, sulit tidur, penuaan dini, dan meningkatnya tekanan darah.
Masyarakat saat ini telah melakukan tindakan preventif untuk mencegah penyakit degeneratif atau meminimalkan resiko penyakit degeneratif. Tindakan preventif yang dilakukan masyarakat adalah dengan mengkonsumsi obat dan food
supplement (Anonim, 2007). Obat merupakan zat kimia yang oleh tubuh dianggap
sebagai zat asing dan memiliki resiko efek samping terhadap kesehatan.Masyarakat cenderung lebih memiliki food supplement yang berasal dari bahan alam. Selain itu, saat ini juga sedang marak tren back to nature, karena bahan alam memiliki banyak manfaat dan efek samping yang lebih rendah dibandingkan dengan obat dari bahan kimia sintetis
Bahan alam yang digunakan sebagai food supplement biasanya berasal dari tanaman yang ada disekitar kita. Salah satunya adalah daun singkong yang biasanya dikenal oleh masyarakat sebagai sayuran ternyata mempunyai kandungan glikosida flavonoid yaitu rutin, yang berkhasiat sebagai antioksidan. Menurut Wijayakusuma (2008), efek farmakologis dari singkong adalah sebagai antioksidan, antikanker, antitumor, dan menambah nafsu makan. Bagian yang umum digunakan oleh masyarakat pada singkong adalah daun dan umbi. Selain sebagai makanan, tanaman singkong memiliki berbagai khasiat sebagai obat, seperti obat rematik, sakit kepala, demam, luka, diare, cacingan, disentri, rabun senja, beri-beri, dan bisa meningkatkan stamina. Selain itu daun singkong (Manihotis Folium) juga mengandung vitamin A, B
1 dan C, kalsium, kalori, fosfor, protein, lemak, hidrat arang, dan zat besi (Anonim, 2008).
Rutin selain sebagai antioksidan juga mempunyai efek menghambat terjadinya penggumpalan trombosit, sehingga darah lebih encer dan sirkulasi darah lancar, serta menjaga elastisitas kapiler pembuluh darah. Rutin yang terdapat dalam daun singkong tersebut disari dengan menggunakan metode maserasi, dengan pelarut etanol 96% dan air. Digunakan pelarut etanol 96% dan air karena rutin mempunyai kelarutan yang baik terhadap etanol dan air (Anonim, 2007), sehingga dari campuran pelarut tersebut dapat mengoptimalkan tersarinya rutin dari serbuk
Manihotis Folium . Bila pelarut yang digunakan seluruhnya etanol 96% maka
klorofil juga akan tersari dan ekstrak akan menjadi sangat kental dan sulit dikeringkan.
Proses ekstraksi yang digunakan maserasi karena maserasi merupakan proses ekstraksi yang paling mudah dan sederhana. Peredaman dan penggojogan dalam proses maserasi menyebabkan adanya perbedaan konsentrasi rutin di dalam serbuk Manihotis Folium dengan di pelarut, maka rutin yang larut dalan pelarut akan berdifusi keluar ke pelarutnya.
Optimasi komposisi pelarut campuran ini dilakukan karena sampai saat ini belum diketahui komposisi etanol dan air yang menghasilkan kadar rutin tertinggi pada proses maserasi Manihotis Folium. Komposisi optimum pelarut campuran etanol dan air dapat diketahui dengan aplikasi Simplex Lattice Design, untuk mengurangi trial and error. Berdasarkan metode aplikasi Simplex Lattice Design, akan diperoleh lima perbandingan pelarut campuran yang akan menghasilkan ekstrak dengan kenampakan fisik dan kandungan rutin yang berbeda. Ekstrak yang dihasilkan dari kelima perbandingan tersebut ditetapkan kadar rutin secara KLT dengan analisis Image J. Dari hasil penetapan kadar tersebut akan diketahui komposisi pelarut yang bisa menghasilkan kadar rutin tertinggi.
Suhu dalam proses maserasi biasanya kurang diperhatikan. Dalam proses maserasi suhu perlu dikendalikan, karena berdasarkan hukun Arrhenius, setiap
o kenaikan suhu 10 C akan meningkatkan kecepatan reaksi dua kali lebih besar.
Maka dalam penelitian ini digunakan tiga peringkat suhu dalam proses maserasi untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap kadar rutin di dalam ekstrak Manihotis
Folium.
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, masalah yang muncul dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Berapakah kadar rutin di masing-masing peringkat suhu yang digunakan
o o o
dalam proses maserasi yaitu suhu 30
C, 40
C, dan 50 C?
b. Berapakah komposisi optimum antara etanol 96% dengan air, untuk mendapatkan kadar rutin yang tertinggi?
2. Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan oleh penulis, penelitian tentang optimasi komposisi etanol dan air pada proses maserasi dengan 3
o o o
peringkat suhu 30
C, 40
C, dan 50 C dari daun singkong untuk mendapatkan kadar rutin yang tertinggi dengan aplikasi Simplex Lattice Design belum pernah dilakukan.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang kefarmasian sains teknologi mengenai aplikasi Simplex Lattice Design pada optimasi komposisi etanol dan air dalam proses maserasi ekstrak daun singkong.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data mengenai pengaruh komposisi etanol dan air dalam proses maserasi daun singkong serta komposisi cairan penyari etanol 96% dan air paling optimal untuk mendapatkan ekstrak dengan kadar rutin tertinggi.
B. Tujuan
1. Mengetahui suhu maserasi yang dapat menghasilkan kadar rutin tertinggi dari
o o
peringkat suhu yang digunakan dalam proses maserasi yaitu 30
C, 40
C, dan
o
50 C.
2. Mengetahui komposisi etanol 96% dan air sebagai pelarut dalam proses maserasi Manihotis Folium untuk mendapatkan kadar rutin yang tertinggi dengan metode Simplex Lattice Design.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Singkong
1. Keterangan Botani Gambar 1. Tanaman Singkong
Tanaman singkong (Manihot utillissima Pohl, familia Euphorbiaceae) berasal dari Brazilia. Tanaman ini termasuk jenis perdu yang mempunyai karakteristik bergetah dan bunganya berwarna putih (Steenis, 1992).
Perdu tidak bercabang atau bercabang sedikit, tinggi 2-7 meter. Batang dengan tanda berkas daun yang bertonjolan. Umbi akar besar, memanjang, dengan kulit berwarna coklat suram. Tangkai daun 6-35 cm, helaian daun sampai dekat pangkal menjari 3-9 cm (daun yang tertinggi kerapkali tertepi rata). Daun penumpu kecil dan mudah rontok. Tumbuh pada ketinggian 5 sampai 1300 meter dari permukaan air laut (Steenis, 1992).
2. Nama daerah tanaman singkong Sumatera : ketela, ubi kayu, gadung hau of garung kau Jawa : ubi singkong, bodin, bolet, kasawe, kaspa Sulawesi : batata kayu Maluku : ubi prancis Kalimantan : peti kayu Irian : nota, amberphone, timuria
3. Kandungan kimiawi tanaman singkong Jaringan floem tanaman singkong mengandung asam fenolat dan tiga glikosida flavonoid utama yaitu rutin dan dua isomer mengandung kemferol. Juga terkandung glukosida sianogen (linamarin dan lautostralin) dalam jumlah besar, hampir lima kali lipat kadar total asam amino (Leru dan Calatayud, 1994).
Duke (1999) menyampaikan bahwa daun singkong yang masih muda mengandung cukup banyak vitamin B sehingga bagus untuk pengobatan beri-beri.
Metabolit sekunder lain yang ada antara lain beta-carotene equivalent (0,16 mg/100 g).
B. Rutin
Rutin adalah suatu flavonoid yang terdistribusi luas di alam. Flavonoid rutin adalah suatu glikosida flavonol terdiri dari flavonol dan disakarida rutinosa (Anonim, 2007). Rutin adalah suatu substansi padatan, berwarna kuning pucat dan sedikit larut dalam air. Rutin lebih larut dalam air dibandingkan aglikonnya, quersetin. Rumus molekul rutin adalah C
27 H
30 O 16 . Gambar 2. Struktur Rutin (Anonim, 2007).
Rutin mempunyai aktivitas antioksidan, antiinflamasi, antikanker, antitrombotik, sitoprotektif, dan vasoprotektif (Anonim, 2007). Rutin yang juga terdapat di dalam daun singkong, dapat menekan tumor yang mengarah pada kanker usus dan menunda perkembangan hiperkolesterinemia dan sindrom peroksidasi, juga pada atherosclerosis aorta. Bioflavonoid memiliki efek antibakteri dan meningkatkan sirkulasi, memacu produksi empedu dan mencegah katarak. Konsumsi bioflavonoid bersama vitamin C dapat pula mengurangi gejala pada herpes oral. Daun singkong juga mengandung vitamin C dan A dalam jumlah besar. Kekurangan konsumsi bioflavonoid dapat mengakibatkan kerapuhan kapiler, gusi berdarah, dan memar (Anonim, 2007).
Dosis umum untuk rutin dan hesperidin adalah 100 mg tiga kali sehari. Untuk mengatasi alergi, arthritis atau peradangan digunakan dosis yang terbagi dalam satu hari antara 600-1200 mg pada perut kosong. Untuk menjaga atau melawan penyakit hati dan kanker, 300-600 mg per hari, sedangkan pada kanker agresif minimum dimulai dengan 1500 mg per hari (Anonim, 2007).
C. Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana dan digunakan untuk simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari.
Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia atau daun segar dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, maka larutan yang pekat akan terdesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel (Anonim, 1986).
Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengojogan atau pengadukan pada suhu ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang terus- menerus. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Anonim, 2000).
Maserasi merupakan proses penyarian yang paling baik digunakan untuk bahan simplisia yang halus, memungkinkan direndam dalam menstruum, sampai meresap dan melemahkan susunan sel sehingga zat-zat yang mudah larut segera akan larut. Dalam proses maserasi, bahan yang berupa serbuk simplisia yang biasa disari, biasanya ditempatkan pada wadah atau bejana yang bermulut lebar, ditutup rapat, dan isinya digojog berulang-ulang selama 1-4 hari. Penggojogan yang berulang-ulang ini memungkinkan pelarut masuk ke seluruh permukaan dari bahan serbuk simplisia (Ansel, 1990).
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan, dan peralatan yang digunakan sederhana, dan mudah dilakukan. Adapun kerugian cara maserasi adalah waktu pengerjaan yang lama dan penyarian kurang sempurna. Cara maserasi ini dapat dipercepat dengan menggunakan mesin pengaduk yang terus-menerus berputar sehingga mempersingkat waktu maserasi menjadi 6-24 jam (Anonim, 1986).
D. Ekstrak
Ekstrak merupakan sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Sebagai cairan penyari digunakan air, eter, atau campuran etanol dan air. Penyarian simplisia dengan air dilakukan dengan cara maserasi, perkolasi, atau penyeduhan dengan air mendidih. Penyarian dengan campuran etanol dan air dilakukan dengan cara maserasi atau perkolasi. Penyarian dengan eter dilakukan dengan cara perkolasi (Anonim, 1979).
Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan yang diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan, menggunakan cairan penyari (menstruum) yang cocok, lalu diuapkan semua atau hampir semua dari pelarutnya. Ekstrak merupakan sediaan yang biasanya mempunyai potensi 2 – 6 kali berat bahan mentah (Ansel, 1989). Berdasarkan sifatnya, ekstrak dibagi menjadi:
1. Ekstrak kental Ekstrak kental merupakan hasil penguapan ekstrak cair pada tekanan rendah
o
dan suhu tidak lebih dari 50 C hingga konsistensi yang dikehendaki (Anonim, 1986). Menurut Voigt (1994) ekstrak ini liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang. Kandungan airnya berjumlah hingga 30%.
2. Ekstrak kering Ekstrak kering memiliki konsistensi kering. Melalui penguapan cairan pengekstraksi dan pengeringan sisanya akan terbentuk suatu produk, yang sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak lebih dari 5% (Voigt, 1994)
3. Ekstrak cair Sediaan cair simplisia nabati, yang mengandung etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada pada masing-masimg monografi setiap 1 ml ekstrak mengandung bahan aktif dari 1 gram simplisia yang memuhi syarat. Ekstrak cair cenderung membentuk endapan yang dapat diendapkan dan disaring (Anonim, 1995).
E. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis menurut Hardjono (1983) merupakan metode fisikokimia, yang artinya pada saat pendeteksian lokasi bercak dari komponen yang terpisah yang tidak berwarna umumnya dilakukan dengan cara fisika dan kimia. Cara fisika yaitu dengan melihat senyawa be Rf luoresensi di bawah lampu UV atau melihat senyawa tidak berfluoresensi dengan latar belakang berfluoresensi. Adapun cara kimia yaitu dilakukan penyemprotan dengan substansi kimia yang akan memberikan noda atau bercak baik yang terlihat pada cahaya tampak ataupun sebagai noda yang tampak pada lampu ultraviolet (Hardjono, 1983).
Menurut Stahl (1985) zat yang akan dipisahkan dengan kromatografi lapis tipis biasanya berupa larutan dan ditotolkan pada fase diam menjadi sebuah bercak. Fase diam dibuat dari salah satu penjerap yang khusus digunakan untuk KLT yang biasanya ditopang dengan logam atau kaca. Panjang lapisan tersebut 200 mm dengan lebar 200 atau 100 mm. Untuk analisis, tebalnya 0,1-0,3 mm, biasanya 0,2 mm. Sebelum digunakan, lapisan disimpan dalam lingkungan yang tidak lembab atau bebas dari uap. Silika gel merupakan fase diam yang paling banyak digunakan dalam KLT. Material ini dapat langsung digunakan atau dicampur dengan pengikat misalnya kalsium sulfat untuk membuat lapisan yang lebih kohesif. Bila digunakan pengikat CaSO
4 maka pada namanya diberi tanda
G, misalnya silika gel G, dan bila dicampur dengan indikator fluoresensi diberi tanda F, misalnya silika gel GF (Stahl,1985).
Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Pelarut bergerak di dalam fase diam yang berupa lapisan berpori karena ada gaya kapiler. Kecepatan perambatan tergantung viskositas pelarut dan struktur lapisan. Fase gerak dapat berupa hampir segala macam pelarut atau campuran pelarut (Stahl, 1985).
Sistem pelarut untuk KLT dapat dipilih dari pustaka, tapi lebih sering kita mencoba-coba saja karena waktu yang diperlukan sebentar. Sistem yang paling sederhana adalah campuran pelarut organik yang dipakai untuk memisahkan molekul yang mempunyai satu dan atau dua gugus fungsi. Faktor yang harus diingat dalam mencampur pelarut untuk membuat larutan pengembang (fase gerak) adalah pelarut yang mempunyai kepolaran yang serupa yang dapat dicampur dimana kepolaran campuran tidak merupakan fungsi linier dari susunan campuran tetapi merupakan fungsi logaritma (Gritter, Bobit, Scharting, 1991).
Penotolan dimulai 1,5 cm dari tepi lempeng bagian bawah, jarak antara 2 totolan 1cm dan diameter totolan 2-5mm. Sampel ditotolkan pada lempeng yang sudah dilapisi dengan menggunakan mikropipet atau syringe dengan volume penotolan 1-5µl (Gritter et al., 1991).
Menurut (Gritter et al., 1991) proses pengembangan merupakan proses pemisahan campuran cuplikan karena larutan pengembang merambat naik dalam lapisan. Jarak pengembangan normal yaitu jarak antara mulai penotolan dan hingga batas perambatan adalah 10 cm.
Deteksi paling sederhana adalah jika senyawa menunjukkan penyerapan di daerah UV gelombang pendek (radiasi utama kira-kira 254 nm) atau jika senyawa ini dapat dieksitasi ke fluoresensi radiasi UV gelombang pendek dan atau gelombang panjang (365 nm). Jika dengan kedua cara ini senyawa tidak dapat dideteksi maka harus dicoba dengan reaksi kimia. Pertama tanpa pemanasan lalu bila perlu dengan pemanasan (Stahl, 1985).
Jarak pengembangan pada senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka R f atau hR f
Angka Rf berjarak antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal. hR f ialah angka R f dikalikan faktor 100 (Stahl, 1985).
F. Image J
Image J adalah suatu software java yang digunakan untuk memproses dan
menganalisa suatu gambar, seperti gambar sel secara 3 dimensi, rambar
radiological , atau system multi gambar perbandingan system hemologi. Image J
dirancang dan dibuat menjadi program yang lebih mudah dipahami dan digunakan untuk proses mempelajari suatu gambar. Image J dapat digunakan untuk menghitung area, statistic, nilai pixel, dan intesitas dari suatu obyek gambar, seperti penggunaan KLT-densitometer (Anonim, 2008). Lempeng KLT yang telah dielusi kemudian dihitung intensitas bercaknya menggunakan program Image J (Zeligz and Bradlow, 2006).
G. Simplex Lattice Design
Formula yang optimal seringkali dapat diperoleh dengan penerapan
Simplex Lattice Design . Penerapan Simplex Lattice Design digunakan untuk
menentukan optimasi formula pada berbagai perbedaan komposisi bahan (yang dinyatakan dengan beberapa bagian) yang jumlah totalnya dibuat tetap yaitu sama dengan satu bagian. Penerapan Simplex Lattice Design dapat digambarkan dalam dua komponen pelarut pada berbagai komposisi yang berbeda. Dari hasil percobaan dapat dibuat suatu profil yang menggambarkan hubungan antara berbagai kombinasi pelarut dengan banyaknya zat yang terlarut. Dasar penerapan
Simplex Lattice Design adalah penelitian dasar terdiri dari berbagai kelarutan zat
pada pelarut A saja (100% - 1 bagian), pada pelarut B saja (100% - 1 bagian, dan campuran pelarut A dan B masing-masing 50% (masing-masing 0,5 bagian).
Dalam pendekatan yang sederhana akan dihasilkan persamaan sebagai berikut: Y = a (A) + b (B) + ab (A)(B),
Dengan keterangan sebagai berikut: Y = respon (hasil penelitian) (A) = kadar proporsi komponen A (B) = kadar proporsi komponen B
a, b, ab = koefisien yang dihitung dari pengamatan penelitian Untuk mendapatkan persamaan di atas diperlukan tiga formula. ketiga formula tersebut adalah I menggunakan 100% pelarut A, II menggunakan 100% pelarut B, dan III menggunakan 50% pelarut A dan 50% pelarut B. Contoh penerapan Simplex Lattice Design adalah sebagai berikut, misalnya:
F I = Percobaan yang menggunakan pelarut 100% A, dari hasil percobaan dapat melarutkan zat 10 mg/ml.
F II = Percobaan yang menggunakan pelarut 100% B, dari hasil percobaan dapat melarutkan zat 15 mg/ml.
F III = Percobaan yang menggunakan pelarut campuran 50% A dan 50% B dari hasil percobaan dapat melarutkan zat 20 mg/ml.
Contoh dari hasil percobaan tersebut diperoleh persamaan Y = 10 (A) + 15 (B) + 30 (A)(B), dari hasil persamaan tersebut dapat diperkirakan komposisi pelarut yang dapat menghasilkan kadar tertinggi, sehingga dapat digambarkan profil anatara campuran biner pelarut terhadap jumlah zat yang terlarut. Dari profil tersebut dapat secara teoritis diketahui diprediksi campuran pelarut A dan beberapa bagian pelarut B yang dapat menghasilkan jumlah zat yang terlarut secara optimum. Hasil teoritis ini perlu dicek dengan percobaan (Bolton, 1997).
H. Landasan Teori
Berdasarkan literatur, ekstraksi rutin dari Manihotis Folium menggunakan metode maserasi. Ekstraksi dengan metode maserasi biasanya menggunakan pelarut campuran etanol dan air. Perbandingan antara jumlah etanol dan air yang digunakan tergantung dari pada bahan yang akan diekstraksi.
Keuntungan metode maserasi dibandingkan metode ekstraksi yang lain adalah alatnya sederhana, mudah dilakukan, dan murah. Adanya proses perendaman dan penggojogan akan meningkatkan ekstraksi rutin dari Manihotis
Folium karena adanya perbedaan konsentrasi antara di dalam sel dan di luar sel,
sehingga rutin akan terekstrak karena larut dalam pelarut.Rutin merupakan senyawa golongan flavonoid glikosida yang menjadi kandungan dari Manihotis Folium. Rutin adalah senyawa flavonoid yang larut dalam etanol dan air.
Proses ekstraksi rutin secara maserasi dengan menggunakan campuran etanol dan air ini diharapkan akan meningkatkan kadar rutin yang terekstraksi.
Digunakan variasi komposisi etanol dan air dalam proses ekstraksi melalui metode aplikasi Simplex Lattice Design diperoleh formula optimum yang akan menghasilkan kadar rutin tertinggi.
Suhu menjadi salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam proses
o
maserasi. Berdasarkan Hukum Arrhenius bahwa adanya kenaikan suhu 10 C akan meningkatkan kecepatan reaksi dua kali lebih besar, maka adanya kenaikan suhu dalam proses maserasi akan meningkatkan ekstraksi rutin dari Manihotis Folium.
I. Hipotesis
o o o
1. Dari peringkat suhu maserasi yang digunakan yaitu 30
C, 40
C, dan 50
C, diperoleh suhu maserasi yang menghasilkan kadar rutin yang tertinggi, yaitu
o
pada suhu 50 C.
2. Pelarut campuran etanol dan air pada berbagai perbandingan komposisi dapat menghasilkan ekstrak Manihotis Folium dengan kadar rutin yang berbeda.
Pada komposisi tertentu dapat digunakan sebagai pelarut campuran optimum untuk menghasilkan ekstrak Manihotis Folium dengan kadar rutin yang tinggi.
BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimental murni karena
adanya intervensi atau perlakuan terhadap subjek uji, dengan rancangan penelitian secara Simplex Lattice Design.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas Komposisi etanol dan air yang dibuat berdasarkan formula dari metode
Simplex Lattice Design dan suhu shaker untuk penyarian diatur pada 30, 40, o
dan 50 C.
2. Variabel Tergantung Kadar rutin yang tersari dari Manihotis Folium.
C. Definisi Operasional
a. Maserasi dalam penelitian ini menggunakan perbandingan volume etanol 96%
o o
dan akuades dengan maserator yang bisa diatur suhunya, yaitu 30
C, 40
C,
o
dan 50 C.
b. Ekstrak Manihotis Folium merupakan ekstrak kental yang diperoleh secara maserasi dengan perbandingan volume etanol dan akuades yang berasal dari serbuk Manihotis Folium. c. Ekstrak kental adalah ekstrak dengan kadar air kurang dari 30%.
d. Etanol yang dimaksud dalam penelitian ini adalah etanol 96%.
e. Air yang dimaksud dalam penelitian ini adalah akuades.
f. Respon dalam penelitian ini adalah kadar rata-rata rutin dari tiga replikasi.
g. Komposisi optimum adalah komposisi pelarut etanol dan air yang menghasilkan rata-rata rutin tertinggi.
h. Penetapan kadar rutin dengan menghitung luas area bawah kurva (AUC) yang dianalisa dengan menggunakan Image J.