KESIAPAN KERJA PADA SISWA JURUSAN AGRIBISNIS PERIKANAN KELAS XII SMK N 2 PURBALINGGA.
i
KESIAPAN KERJA SISWA SMK KELAS XII JURUSAN PERIKANAN DI SMK NEGERI 2 PURBALINGGA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Panggih Nugroho NIM 07104244061
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
(2)
(3)
(4)
(5)
v MOTTO
Sebuah sukses terwujud karena diiktiarkan, melalui perencanaan yang matang, keyakinan, kerja keras, keuletan dan niat baik. (Mario Teguh)
(6)
vi
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahNya, tak lupa sholawat serta salam kami haturkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW.
Karya ini saya persembahkan untuk : 1. Almamaterku UNY, Agama, Bangsa dan Negara
2. Ayah dan Ibuku tercinta atas ketulusan, kasih sayang dan pengorbanannya.
(7)
vii
KESIAPAN KERJA PADA SISWA JURUSAN AGRIBISNIS PERIKANAN KELAS XII SMK N 2 PURBALINGGA
Oleh Panggih Nugroho NIM 07104244061
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kesiapan kerja siswa kelas XII Jurusan Agribisnis Perikanan dilihat dari aspek responsibility, flexibility, skills, communication, self view, heallt & safety.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Subyek dalam penelitian ini 50 siswa kelas XII Jurusan Agribisnis Perikanan SMK Negeri 2 Purbalingga. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala, Instrumen yang digunakan adalah skala kesiapan kerja. Validitas item instrumen dengan menggunakan Korelasi Product Moment dari Karl Pearson dan diperoleh 42 item valid. Angka korelasi validitas item bergerak dari 0,314 sampai 0,470. Reliabilitas instrumen dengan menggunakan Alpha Cronbach dan diperoleh angka reliabilitas 0,851. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif persentase.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesiapan kerja siswa dalam kategori siap, yang ditunjukkan dari persentase 58%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa siap untuk memasuki dunia kerjanya. Kesiapan kerja siswa juga dapat terlihat dari beberapa aspek, yaitu: (1) responsibility, tergolong siap dengan persentase sebesar 66%, yang artinya siswa memiliki kesiapan dalam tanggung jawab, (2) flexibility tergolong siap persentase sebesar 56%, yang artinya siswa memiliki kesiapan dalam kemampuan daya tahan, (3) skills tergolong siap dengan persentase sebesar 56%, yang artinya siswa memiliki kesiapan dalam kemampuan dan keahlian yang akan mereka bawa kedalam situasi kerja baru, (4) communication tergolong tidak siap dengan persentase sebesar 56%, yang artinya siswa masih belum menguasai kemampuan berkomunikasi guna mendukung terciptanya hubungan interpersonal di tempat kerja, (5) self view tergolong tidak siap dengan persentase sebesar 60%, yang artinya siswa belum mampu memandang dirinya dalam situasi kerja,(6) heallt & safety tergolong siap dengan persentase sebesar 60%, yang artinya siswa memahami pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja.
(8)
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“KESIAPAN KERJA SISWA SMK KELAS XII JURUSAN PERIKANAN DI SMK
NEGERI 2 PURBALINGGA”.
Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan selama proses penyusunan skripsi dari awal sampai selesainya skripsi ini. Dengan kerendahan penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memimpin penyelenggaraan pendidikan dan penelitian di Universitas Negeri Yogyakarta.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah berkenan memberikan ijin untuk mengadakan penelitian.
3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah memberikan ijin dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Siti Rohmah Nurhayati, M. Si. selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan nasehat, pengarahan, dan bantuan dalam penyusunan skripsi.
(9)
ix
5. Ibu Prof. Dr. Siti Partini Suardiman dan Ibu Rosita Endang kusmaryani, M. Si selaku dosen pembimbing atas waktu dan kesabaran yang telah diberikan pada saat membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Bapak dan ibu dosen program studi Bimbingan dan Konseling yang telah
memberikan ilmu dan wawasan selama masa studi penulis.
7. Kedua orang tua saya yang telah mengorbankan tenaga dan waktu untuk tiada henti mendoakan, membesarkan, mendidik serta membiayai kuliah demi tercapainya cita-cita dan kesuksesanku.
8. Kepala Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Purbalingga yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Guru Pembimbing SMK N 2 Purbalingga, atas bimbingan dan bantuan yang diberikan selama penelitian.
10.Seluruh siswa kelas XII Jurusan Agribisnis Perikanan SMK N 2 Purbalingga, atas keiklasan dan kesediaan dan segala bantuan selama penelitian.
11.Keluarga dan kakak-kakak tercinta terimakasih atas do’a, kasih sayang dan semangat yang kalian berikan.
12.Teman-teman mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling angkatan 2007 khususnya kelas C atas semangat dan dukungannya selama ini.
13.Sahabat-sahabat seperjuangan, Udin, Ardi, Hanif, Ranu, Carlos, Haki, Heri, dan Heru “perjuangan yang indah bersama kalian tak kan terlupakan”.
(10)
(11)
xi DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ...iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ...vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ...ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 9
C. Batasan Masalah... 10
D. Rumusan Masalah ... 10
E. Tujuan Penelitian ... 10
F. Manfaat Penelitian... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 12
A. Kesiapan Kerja ... 12
1. Pengertian Kesiapan Kerja ... 12
2. Faktor-faktor Kesiapan Kerja ... 17
3. Komponen dan Bentuk Kesiapan Kerja ... 19
(12)
xii
C. Jurusan Perikanan ... 44
1. Pengertian Jurusan Perikanan ... 44
2. Tujuan Jurusan Perikanan ... 45
3. Soft Skill pada Jurusan Perikanan ... 45
D. Pertanyaan Penelitian ... 47
BAB III METODE PENELITIAN ... 48
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 48
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 48
C. Variabel Penelitian ... 49
D. Definisi Operasional Variabel... 50
E. Populasi Penelitian ... 50
F. Metode Pengumpulan Data ... 51
G. Instrumen Penelitian ... 52
H. Uji Coba Instrumen ... 54
I. Teknik Analisis Data ... 58
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 60
A. Hasil Penelitian ... 60
1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 60
2. Deskripsi Waktu Penelitian ... 61
3. Deskripsi Subyek Penelitian ... 61
B. Deskripsi Data Penelitian ... 61
C. Pembahasan ... 71
D. Keterbatasan Penelitian ... 75
BAB V KESIMPULAN... 77
A. Kesimpulan ... 77
B. Saran ... 78
DAFTAR PUSTAKA ... 80
(13)
xiii
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Kisi-kisi Pedoman Wawancarara ... 53
Tabel 2. Skor Alternatif Jawaban instrumen penelitian ... 54
Tabel 3. Kategorisasi Nilai Reliabilitas ... 57
Tabel 4. Hasil Uji Reliabilitas ... 57
Tabel 5. Kelas Interval ... 59
Tabel 6. Subyek Penelitian ... 61
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Relatif ... 64
Tabel 8. Kategorisasi Kesiapan Kerja Siswa SMK N 2 Purbalingga Jurusan Agribisnis Perikanan ... 63
Tabel 9. Kategorisasi Kesiapan Kerja Siswa SMK N 2 Purbalingga Jurusan Agribisnis Perikanan Aspek Responsibility ... 64
Tabel 10. Kategorisasi Kesiapan Kerja Siswa SMK N 2 Purbalingga Jurusan Agribisnis Perikanan Aspek Flexibility ... 65
Tabel 11. Kategorisasi Kesiapan Kerja Siswa SMK N 2 Purbalingga Jurusan Agribisnis Perikanan Aspek Skills ... 67
Tabel 12. Kategorisasi Kesiapan Kerja Siswa SMK N 2 Purbalingga Jurusan Agribisnis Perikanan Aspek Communication ... 68
Tabel 13. Kategorisasi Kesiapan Kerja Siswa SMK N 2 Purbalingga Jurusan Agribisnis Perikanan Aspek Self View ... 69
Tabel 14. Kategorisasi Kesiapan Kerja Siswa SMK N 2 Purbalingga Jurusan Agribisnis Perikanan Aspek Heallt & Safety ... 70
(14)
xiv
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1. Grafik Kategorisasi Kesiapan Kerja ... 63
Gambar 2. Grafik Kategorisasi Kesiapan Kerja Aspek Responsibility... 65
Gambar 3. Grafik Kategorisasi Kesiapan Kerja Aspek Flexibility... 66
Gambar 4. Grafik Kategorisasi Kesiapan Kerja Aspek Skills ... 67
Gambar 5. Grafik Kategorisasi Kesiapan Kerja Aspek Communication ... 68
Gambar 6. Grafik Kategorisasi Kesiapan Kerja Aspek Self View ... 69
(15)
xv
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Skala Kesiapan Kerja ...83
Lampiran 2. Hasil Uji Validitas Instrumen ... 87
Lampiran 3. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 88
Lampiran 4. Data Hasil Penelitian ...89
(16)
1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan Negara maritim yang didalamnya terdapat kekayaan laut yang melimpah dan sangat bermanfaat untuk membantu kesejahteraan masyarakatnya. Kekayaan yang dimiliki oleh laut contohnya adalah ikan. Indonesia memiliki banyak sekali ragam dan jenis ikan yang sudah barang tentu dapat digunakan untuk membantu pertumbuhan ekonomi masyarakatnya. Namun semua itu tidak dapat dimanfaatkan dengan maksimal apabila tidak diimbangi dengan SDM masyarakatnya atau dengan kata lain tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang bagaimana cara mengolah sektor perikanan dengan tepat sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal. Potensi perikanan tersebut sangat berpengaruh terhadap laju perkembangan ekonomi di Indonesia, maka dari itu sangat disayangkan apabila sektor tersebut diambil alih oleh Negara lain dengan alasan SDM mereka lebih baik.
Salah satu cara untuk memperbaiki kualitas SDM adalah melalui dunia pendidikan menengah kejuruan. Peraturan pemerintah nomor 29 tahun 1990 pasal 2 ayat 4 mengatakan bahwa tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki dunia kerja serta mengembangkan sikap profesional (Dekdikbud, 1990: 31). Seperti pendidikan pada umumnya, pendidikan kejuruan juga diharapkan dapat memberi bekal kepada peserta didik secara utuh yaitu tidak hanya bekal keterampilan (psikomotor) tetapi
(17)
2
juga pengetahuan (kognitif) dan sikap (afektif). Untuk mencapai tujuan tersebut, penyelenggara pendidikan kejuruan tidak dapat dipisahkan dari dunia industri sebagai institusi penyerap tenaga kerja oleh karena itu, pendidikan kejuruan harus didesain agar para lulusan dapat mengembangkan keterampilan, kemampuan, pemahaman, sikap dan kebiasaan kerja yang diperlukan untuk memasuki dunia kerja agar lebih produktif.
Sehubungan dengan hal di atas, pemerintah menyelengggarakan Sekolah Menengah Kejuruan dengan jurusan yang lebih spesifik pada bidang perikanan. Pendidikan kejuruan dengan jurusan perikanan ini harus mengintregrasikan dengan kebutuhan pasar dunia industri yang berkaitan dengan penyiapan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan industri dan dunia usaha. Hal ini bertujuan untuk mempersiapkan tenaga kerja yang memiliki SDM berkualitas dan lebih berkompeten dalam bidangnya ini sehingga dapat meningkatkan mutu produk perikanan yang optimal.
Penyelenggaraan Sekolah Menengah Kejuruan dengan jurusan Perikanan dapat dijumpai pada SMK Negeri 2 Purbalingga yang merupakan salah satu SMK yang menyediakan berbagai program kejuruan. Salah satu kompetensi keahlian yang dimiliki oleh SMK Negeri 2 Purbalingga adalah perikanan yang bertujuan untuk menghasilkan tenaga kerja tingkat menengah di bidang perikanan yang handal dan mempunyai kompetensi yang baik dan memiliki kesiapan kerja yang tinggi.
(18)
3
Berbanding terbalik dengan harapan dan kenyataan yang ada, masalah yang timbul di lapangan adalah kesiapan kerja yang dimiliki siswa masih perlu dipertanyakan terutama pada aspek soft skill karena dampak yang dapat dilihat adalah ketika lulusan sudah memasuki dunia kerja. Secara keilmuan dan keterampilan (Hard Skill) mereka adalah pekerja yang siap, tetapi secara mental mereka belum siap.
Jarang lembaga pendidikan yang menyiapkan lulusanya untuk cepat beradaptasi dengan lingkungannya, memiliki kemampuan bekerja dalam tekanan, memiliki kreativitas dan inovatif, kemampuan komunikasi interpersonal dan komunikasi massa, kesiapan menghadapi pimpinan, kesiapan menghadapi ritme dan volume kerja, kemampuan membaca prosedur kerja, kemampuan menganalisis situasi kerja, dan berbagai sikap lain (soft skill). Karena lembaga perusahaan sekarang ini dalam merekrut karyawan atau tenaga kerja lebih mementingkan soft skill dari pada hard skill. Fakta aktual di lapangan menunjukkan bahwa soft skill memiliki peran penting dalam menentukan kesuksesan seseorang dalam bekerja (Awaludin Hadi, Kompas, 2011: 5).
Selain hal di atas masalah lain yang timbul adalah adanya beberapa pihak yang menyatakan bahwa siswa SMK belum memiliki kesiapan kerja yang baik, seperti dikutip dari Republika (2010: 15) bahwa Kepala Career Development Center dan Career Expo Universitas Indonesia, Sandra Fikawati, menyatakan lulusan SMK adalah penyumbang terbesar tenaga kerja yang belum siap karena banyak perusahaan yang mengeluhkan tenaga kerja dari lulusan SMK yang tidak
(19)
4
mampu berpresentasi dan bekerja dalam tim dan menunjukan sikap yang tidak sopan serta tinggi hati saat diwawancarai, hal tersebut terjadi karena kebanyakan lembaga pendidikan yang ada hanya memperhatikan aspek hard skill siswa saja dan mengesampingakan aspek soft skill siswa.
Dari hasil wawancara dengan guru pembimbing di SMK N 2 Purbalingga yang dilaksanakan pada tanggal 25 Februari 2012 diperoleh informasi bahwa memang ada beberapa pihak yang masih mempertanyakan kesiapan kerja dari siswa SMK terutama pada jurusan perikanan. Hal ini karena jurusan ini masih dianggap sepele atau kurang bermanfaat dan peminatnya sangat sedikit.
Keadaan ini juga dapat dilihat dari jumlah lulusan pada tahun 2010, yaitu dari seluruh jumlah lulusan (50 siswa) yang langsung bekerja pada bidangnya hanya 12 siswa, selebihnya ada yang bekerja pada bidang lain dan ada juga yang melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Hal tersebut juga disebabkan karena fasilitas di sekolah ini khususnya pada bidang perikanan yang kurang memadai, sehingga pada saat praktikum tidak dapat berjalan secara efektif dan memperoleh hasil yang kurang optimal yang berakibat hard skill siswa menjadi kurang baik. Hal ini menjadi acuan bagi guru pembimbing untuk meningkatkan kesiapan kerja siswa baik dalam segi hard skill maupun soft skill dengan memberikan layanan bimbingan yang secara optimal.
Berdasarkan fenomena di atas terlihat bahwa kesiapan kerja siswa SMK sangat penting karena siswa menengah kejuruan sedang mempersiapkan dirinya untuk memasuki dunia kerja. Sehingga lulusan SMK diharapkan dapat menjadi
(20)
5
lulusan yang siap kerja dan memiliki sikap kemandirian yang dapat diandalkan mampu untuk menghadapi persaingan era globalisasi dan tantangan masa depan, serta mencetak tenaga terampil untuk mempersiapkan diri dalam memasuki dunia kerja dengan pemenuhan kompetensi di berbagai pengembangan.
Penelitian yang dilakukan oleh Gunawan (2007) berjudul “Kesiapan Kerja untuk Siswa SMK Jurusan Bangunan di Kotamadya Semarang pada Sektor Jasa Bangunan” menyimpulkan bahwa (1) terdapat hubungan yang signifikan antara pengalaman kerja dengan kesiapan kerja (2) layanan bimbingan karir disekolah berpengaruh terhadap kesiapan kerja siswa. Penelitian Hans (2010) dengan judul “Kesiapan Kerja Siswa SMK Negeri Se-Kabupaten Ende ditinjau Dari Pelaksanaan Bimbingan Kejuruan, Prestasi Belajar Siswa, dan Pengalaman Praktik Kerja Industri” menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara kesiapan kerja dengan bimbingan kejuruan, prestasi belajar siswa dan pengalaman praktik industri. Selanjutnya pada penelitian Winarti (2007) Besarnya hubungan bersama-sama antara prestasi akademik dan soft skill terhadap kesiapan kerja sebesar 0.541. Besarnya kontribusi prestasi akademik dan soft skill terhadap kesiapan kerja adalah r2 yaitu 29,3%, sedangkan sisanya 70,7% dipengaruhi oleh faktor lain di luar penelitian ini.
Namun penelitian yang sudah ada hanya membahas tentang pengaruh pengalaman lapangan, bimbingan karir, serta prestasi belajar terhadap kesiapan kerja siswa SMK. Pada penelitian terdahulu belum ada yang membahas hubungan
(21)
6
antara penguasaan komponen kesiapan kerja dengan kesiapan kerja siswa SMK N 2 Purbalingga.
Kesiapan kerja sangat penting bagi siswa menengah kejuruan, yang mana siswa menengah kejuruan sedang mempersiapkan dirinya untuk memasuki dunia kerja. Karena pada konteks ini, kesiapan kerja berfokus pada sifat-sifat pribadi, seperti sifat pekerja dan mekanisme pertahanan yang dibutuhkan, bukan hanya untuk mendapatkan pekerjaan, tetapi juga lebih dari itu yaitu untuk mempertahankan pekerjaan yang sudah didapatkannya (Brady, 2009:4). Menurut Brady (2009:2), Kesiapan kerja mengandung enam komponen yaitu: responsibility, flexibility, skills, communication, self view, dan health & safety.
Komponen kesiapan kerja tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri dalam pengaruhnya terhadap kesiapan kerja, akan tetapi saling terkait satu dengan yang lain. komponen tersebut juga berpengaruh terhadap kesiapan memasuki dunia kerja siswa SMK kelas XII yang nantinya dapat memberikan petunjuk yang berharga guna memberi perlakuan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kesiapan kerja siswa itu sendiri. Ketika seseorang merasa tidak mampu dan tidak memiliki kesiapan akan menyebabkan seseorang tidak dapat melakukan tugasnya dengan baik, tidak mampu memimpin, menjadi prokrastinasi, tidak menyelesaikan tugasnya, sering bertanya tentang tugasnya, menghindari tugas, dan merasa tidak nyaman.
Terlepas dari pernyataan tersebut sebenarnya keunggulan SMK adalah mereka lebih memiliki keterampilan kerja karena Sekolah Menengah Kejuruan
(22)
7
merupakan salah satu lembaga yang diberi kewajiban oleh pemerintah untuk mempersiapkan lulusannya dalam memasuki dunia kerja (Hans 2010:181). Pada jenjang ini siswa diharapkan memiliki skill agar lulusan siap pakai dan siap berkompetisi dalam memasuki dunia kerja. Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menjelaskan bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu dengan demikian, pendidikan kejuruan berfungsi sebagai sarana persiapan untuk memasuki dunia kerja. (Depdiknas: 2003).
Salah satu cara untuk mengatasi masalah kesiapan kerja pada siswa adalah dengan memberikan layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Dalam pelayanan bimbingan dan konseling ada empat bidang pelayanan yang harus diberikan kepada siswa yaitu bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar dan bimbingan karir, dalam hal ini bimbingan karir dan bimbingan pribadi sosial perlu lebih ditekankan karena masalah kesiapan kerja yang terjadi adalah menyangkut aspek soft skill.
Bimbingan karir pada hakekatnya merupakan salah satu upaya pendidikan melalui pendekatan pribadi dalam membantu individu untuk mencapai kompetisi yang diperlukan dalam menghadapi masalah-masalah karir. Untuk mengantar siswa ke gerbang masa depan (pendidikan dan pekerjaan) yang diharapkan, program bimbingan karir yang dicanangkan di sekolah merupakan wadah yang tepat untuk itu. Melalui kegiatan bimbingan karir, siswa dibekali dan dilatih dengan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan apa, mengapa dan bagaimana
(23)
8
merencanakan masa depan. Artinya siswa mulai dari kelas satu sampai tamat SMK dilatih, dibimbing untuk kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan bagaimana merencanakan karir sepanjang hidup sehingga pada akhirnya mereka menjadi tenaga kerja yang siap pakai dan berkualitas. Bimbingan pribadi sosial perlu diberikan untuk melatih keterampilan intrapersonal dan interpersonal siswa.
Sehubungan dengan kenyataan di atas peneliti bertujuan untuk meneliti bagaimanakah kesiapan kerja siswa SMK jurusan perikanan, mengingat terdapat kesenjangan antara harapan dengan kenyataan yang ada di lapangan tentang kesiapan kerja siswa. Dalam penelitian ini peneliti lebih spesifik ingin meneliti kesiapan kerja siswa SMK jurusan perikanan khususnya kelas XII.
Peneliti memilih jurusan perikanan karena bila dilihat di lapangan Indonesia adalah negara kelautan yang pada tiap daerah pasti memiliki sumber kekayaan laut, sementara tidak semua daerah memiliki SMK yang menyelenggarakan program pendidikan jurusan perikanan. Dengan kata lain masih sedikit SMK yang menyediakan jurusan ini bahkan dengan jumlah siswa yang sedikit pula, sehingga memungkinkan terjadinya persaingan dalam dunia kerja yang sangat ketat dengan keadaan yang seperti ini diperlukan output yang benar-benar siap untuk memajukan dan mengelola hasil laut tersebut secara optimal.
Penelitian dilakukan pada siswa kelas XII karena pada tahap ini siswa sudah banyak mendapatkan bekal materi pelajaran tentang jurusannya. Selain itu mereka telah mengikuti praktek kerja lapangan sehingga mereka sudah lebih menguasai tentang jurusan perikanan dibandingkan dengan kelas X dan XI yang belum
(24)
9
mendapatkan seluruh materi. Pentingnya penelitian ini dalam layanan bimbingan konseling adalah dapat digunakan sebagai media informasi bagi guru pembimbing tentang bagaimana kesiapan kerja para siswa, sehingga membantu para guru pembimbing untuk mengadakan penanganan tindak lanjut tentang kesiapan kerja siswa tersebut.
Tempat penelitian dilaksanakan di SMK N 2 Purbalingga karena SMK tesebut merupakan satu-satunya sekolah menengah kejuruan yang ada di Kabupaten purbalingga yang menyelenggarakan program pendidikan dengan jurusan perikanan sehingga sekolah ini harus bekerja keras mencetak calon pekerja yang benar-benar siap untuk bekerja dalam bidangnya. Kesiapan kerja tersebut dapat terwujud apabila siswa dibekali hard skill dan soft skill yang seimbang.
B.Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:
1. Kesiapan kerja siswa SMK masih di pertanyakan
2. Secara keilmuan dan keterampilan (hard skill) lulusan SMK adalah pekerja yang siap, tetapi secara mental (soft skills) mereka belum siap.
3. lembaga perusahaan sekarang ini dalam merekrut karyawan atau tenaga kerja lebih mementingkan soft skill dari pada hard skill.
4. Masih sedikit sekali lulusan jurusan perikanan SMK Negeri 2 Purbalingga yang langsung bekerja pada bidang yang sesuai dengan jurusannya.
(25)
10 C.Batasan Masalah
Mengingat luasnya permasalahan pada identifikasi masalah yang ada dan keterbatasan peneliti maka penelitian ini perlu diberi batasan pada pembahasan sehingga permasalahan penelitian akan menjadi jelas. Pembahasan dibatasi pada kesiapan kerja siswa SMK. Kesiapan kerja siswa SMK dapat terukur dari penguasaan siswa terhadap komponen – komponen kesiapan kerja yaitu responsibility, flexibility, skills, communication, self view, heallt & safety. Peneliti memfokuskan masalah pada siswa SMK Negeri 2 Purbalingga Jurusan Agribisnis Perikanan kelas XII karena pada tahap ini siswa sudah banyak mendapatkan bekal materi pelajaran tentang jurusannya, selain itu Siswa kelas XII dalam waktu dekat akan menyelesaikan studinya sehingga mereka akan menjadi calon tenaga kerja tingkat menengah dengan bidang keahlian yang dimilikinya
D.Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: Bagaimanakah kesiapan kerja pada siswa Jurusan Agribisnis Perikanan kelas XII SMK N 2 Purbalingga ditinjau dari responsibility, flexibility, skills, communication, self view, heallt & safety?
E.Tujuan Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh jawaban dari rumusan masalah yang telah dikemukakan. Dengan demikian tujuan penelitian ini adalah
(26)
11
untuk mengetahui gambaran bagaimanakah kesiapan kerja pada siswa Jurusan Agribisnis Perikanan kelas XII SMK N 2 Purbalingga ditinjau dari responsibility, flexibility, skills, communication, self view, heallt & safety.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat penelitian secara teoritis,
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya hasil penelitian yang telah ada dan dapat memberikan gambaran mengenai kesiapan kerja pada siswa SMK jurusan perikanan.
2. Manfaat penelitian secara praktis
a. Bagi sekolah sebagai bahan informasi yang bermanfaat untuk meningkatkan sarana dan prasarana yang bisa meningkatkan kesiapan kerja siswa SMK. b. Bagi guru pembimbing di sekolah sebagai bahan informasi yang bermanfaat
untuk memberikan layanan bimbingan karir dan mengadakan penanganan tindak lanjut untuk lebih mematangkan kesiapan kerja para siswa SMK. c. Bagi dunia usaha atau dunia industry untuk bahan informasi sebagai
konsumen tenaga kerja yang sudah tentu mengharapkan memperoleh calon tenaga kerja yang cukup terdidik, terlatih dan siap memasuki dunia kerja. d. Bagi siswa untuk memberi pengetahuan tentang keadaan dunia kerja yang
banyak di pengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat digunakan sebagai
(27)
12 BAB II KAJIAN TEORI A.Kesiapan Kerja
1. Pengertian Kesiapan Kerja
I Wayan Sukita (2002: 10), “the mayor goal vocational instruction is to prepare students for successful employment in the labor market” artinya tujuan utama pembelajaran kejuruan adalah untuk mempersiapkan siswa menjadi pekerja yang sukses didunia kerja. Oleh karena itu, lulusan sekolah menengah kejuruan diharapkan mampu dan siap untuk menjadi pekerja yang sukses didunia kerja, baik sebagai tenaga kerja maupun sebagai wirausahawan.
Customer Service Institute of Australia (I Wayan Sukita 2005: 11), menyatakan bahwa:
Work readiness can be viewed as both a process and a goal that involves developing a student’s workplace-related attitudes, values, knowledge and skill. This enables students to become increasingly aware and confident of their role and responsibilities.
Artinya kesiapan kerja dapat dilihat sebagai suatu proses dan tujuan yang melibatkan pengembangan kerja siswa yang berhubungan dengan sikap, nilai, pengetahuan dan keterampilan. Hal ini memungkinkan siswa untuk menjadi semakin sadar dan yakin akan peran dan tanggung jawab mereka. Oleh karena itu, proses pengembangannya perlu dilakukan secara sistematik dan terencana yang tertuang dalam program kesiapan kerja.
Kesiapan (readiness) menurut kamus psikologi adalah “tingkat perkembangan dari kematangan atau kedewasaan yang menguntungkan untuk
(28)
13
mempraktikan sesuatu” (Chaplin, 2006: 419). Dan juga dikemukakan bahwa kesiapan meliputi kemampuan untuk menempatkan dirinya jika akan melakukan serangkaian gerakan yang berkaitan dengan mental dan jasmani. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Slameto (2003: 113) mendefinisikan kesiapan sebagai berikut: Kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberi respons/jawaban didalam cara tertentu terhadap suatu situasi. Penyesuaian kondisi pada suatu saat akan perpengaruh pada atau kecenderungan untuk memberi respons. Kondisi mencakup setidak-tidaknya 3 aspek, yaitu: (a) kondisi fisik, mental dan emosional; (b) kebutuhan-kebutuhan, motif dan tujuan; keterampilan, pengetahuan dan pengertian yang lain yang telah dipelajari.
Hal diatas juga menunjukkan bahwa kondisi fisik yang temporer misal lelah, keadaan, alat indera dan lain-lain serta kondisi fisik yang permanen misal cacat tubuh tidak termasuk pada kondisi fisik yang mempengaruhi kematangan. kondisi mental yang menyangkut kecerdasan, sedangkan kondisi emosional berhubungan dengan motif atau dorongan yang akan mempengaruhi kesiapan. Kebutuhan yang disadari akan mendorong usaha atau membuat seseorang siap untuk berbuat. Mempelajari keterampilan, pengetahuan dan pengertian permulaan juga akan mempengaruhi kesiapan. Jika dijabarkan maka kesiapan kerja terbagi dalam dua aspek: aspek teknis yang berhubungan dengan latar belakang keilmuan yang dipelajari atau keahlian yang diperlukan di dunia kerja, yang kemudian disebut technical skills atau hard skills; dan aspek non teknis
(29)
14
yang mencakup motivasi, adaptasi, komunikasi, kerja sama tim, problem solving, manajemen stres, kepemimpinan yang kemudian disebut soft skills.
Hartati (2006: 13) menyatakan kesiapan terhadap sesuatu akan terbentuk jika telah tercapai perpaduan antara tingkat kemasakan, pengalaman-pengalaman yang diperlukan, serta keadaan mental dan emosi yang serasi. Berdasarkan batasan-batasan ini, maka kesiapan dapat diartikan sebagai kemauan dan kemampuan untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu, sesuai dengan tingkat kematangan, pengalaman masa lalu, keadaan mental dan emosi orang yang bersangkutan. Sedangkan kesiapan kerja menurut Sugihartono (1991:15) diartikan sebagai berikut : Kesiapan kerja adalah kondisi yang menunjukkan adanya keserasian antara kematangan fisik, mental serta pengalaman belajar, dan dengan adanya keserasian tersebut individu mempunyai kemampuan untuk melaksanakan suatu kegiatan tertentu dalam hubungannya dengan pekerjaan.
Disamping itu untuk mencapai hasil kerja yang baik dan memuaskan, diperlukan kemampuan yang dapat menunjang pelaksanaan dan penyelesaian pekerjaan tersebut. Pekerja yang baik dan produktif adalah pekerja yang memenuhi syarat yaitu pekerja yang mempunyai sifat dan kemampuan jasmani yang diperlukan, memiliki kecerdasan dan mempunyai pengetahuan yang cukup guna melakukan pekerjaan dengan memenuhi prestasi standar yang memuaskan, dan memperhatikan aspek keamanan, kuantitas dan kualitas. Dalam hal ini prestasi standar yang dimaksud adalah tingkat hasil yang harus
(30)
15
dicapai oleh pekerja yang memenuhi syarat, tanpa harus berusaha terlalu keras sewaktu bekerja, karena telah mengetahui, memahami prosedur, dan memiliki kemampuan. Pekerja yang baik dan produktif tersebut merupakan pekerja yang telah memiliki kesiapan kerja.
Kesiapan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan dapat digolongkan menjadi 2 komponen, yaitu: 1) kemampuan yang terdiri dari mental dan kemampuan fisik, 2) pengetahuan yaitu petunjuk koqnitif bagi calon tenaga kerja. Arnold dan Feldman (I Wayan Sukita, 2002: 15) mengungkapkan bahwa Kemampuan fisik dapat diidentifikasi menjadi 9 aspek yaitu: 1) semangat yang kuat, 2) menggunakan kekuatan otot, 3) mempertahankan tenaga, 4) mampu melakukan tindakan sewaktu-waktu diperlukan, 5) memiliki kelenturan tubuh, 6) melakukan gerakan tubuh secara dinamis, 7) mampu mengkoordinasi secara serentak gerakan anggota tubuh, 8) memelihara keseimbangan tubuh, 9) mempertahankan stamina.
Brady (2009: 4), kesiapan kerja berfokus pada sifat-sifat pribadi, seperti sifat pekerja dan mekanisme pertahanan yang dibutuhkan, bukan hanya untuk mendapatkan pekerjaan, tetapi juga lebih dari itu yaitu untuk mempertahankan suatu pekerjaan. Pada kesiapan kerja tersebut mencakup segala sesuatu yang dimiliki oleh seseorang baik kemampuan maupun perilaku yang diperlukan pada setiap pekerjaan.
Pada pengertian ini kesiapan kerja lebih merujuk pada faktor-faktor pribadi seseorang bukan pada faktor luar atau lingkungannya. Berdasarkan
(31)
16
pendapat ini pula, dapat diketahui bahwa orang yang memiliki kesiapan kerja tidak hanya orang yang sudah bekerja saja tetapi seseorang yang belum bekerja juga dapat dikatakan memiliki kesiapan kerja jika faktor-faktor pribadi itu terdapat pada orang tersebut. Jadi, orang-orang yang telah memiliki seperangkat kemampuan dan perilaku diri yang diperlukan pada setiap pekerjaan tersebut bisa dikatakan mampu untuk bekerja.
Mengenai kemampuan kerja, Wagner (2006:1) mengungkapkan bahwa kemampuan untuk menyesuaikan suatu pekerjaan dapat pula diartikan sebagai ketrampilan kesiapan kerja: Work readiness skills are a set of skills and behaviors that are necessary for any job. Work readiness skills are sometimes called soft skills, employability skills, or job readiness skills.
Kemampuan kesiapan kerja ini umumnya disebut dengan soft skill. Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa kemampuan kesiapan kerja (soft skills) adalah seperangkat keahlian dan perilaku yang diperlukan seseorang untuk setiap pekerjaan. Seperangkat keahlian dan perilaku yang diperlukan seseorang untuk setiap pekerjaan. Seperangkat keahlian dan perilaku tersebut meliputi keterampilan transisi, komunikasi, kualitas diri, dan ketrampilan terhadap teknologi (Wagner, 2006: 2-4).
Hal ini sejalan dengan pendapat Brady yang menyatakan bahwa kesiapan kerja berfokus pada sifat-sifat pribadi yang menggambarkan kesiapan kerja. Berdasarkan kedua pendapat tersebut, terdapat kesamaan unsur yang mencirikan seperangkat kemampuanya terhadap kesiapan kerja yaitu
(32)
17
komunikasi, keterampilan terhadap teknologi yang pada pendapat Brady hanya menyebutnya dengan keterampilan, kemudian kualitas diri. Brady lebih menfokuskan pada tanggung jawab, fleksibilitas, dan pandangan terhadap diri serta kesehatan dan keselamatan kerja.
Dari beberapa pendapat yang telah dipaparkan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kesiapan kerja adalah kondisi yang menunjukkan kematangan psikis serta pengalaman belajar sehingga individu mempunyai kemampuan dan sikap positif untuk menyelesaikan suatu pekerjaan sesuai dengan ketentuan tanpa mengalami kesulitan dan hambatan dengan hasil maksimal.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Kerja
Kesiapan kerja seseorang berhubungan dengan banyak faktor, baik dalam diri siswa (intern) maupun dari luar diri siswa (ekstern).Keberhasilan setiap individu didunia kerja selain ditentukan oleh penguasaan bidang kompetensinya juga ditentukan oleh bakat, minat, tekad serta kepercayaan diri sendiri. Sikap, tekad, semangat dan komitmen akan muncul seiring dengan kematangan pribadi seseorang.
Tigkat kematangan seseorang merupakan suatu saat dalam proses perkembangan yang sempurna dalam arti siap digunakan. Sedangkan pengalaman yang mempengaruhi keiapan mental dalam bekerja dapat diperoleh dari lingkungan pendidikan dan keluarga. Oleh sebab itu, pada saat seseorang
(33)
18
memilih pekerjaan hendaknya terjadi suatu proses yang selaras antara diri, pekerjaan dan lingkungan keluarga (A. Muri Yusuf, 2002: 86)
Herminanto (Marsono, 2010: 53) terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kesiapan kerja antara lain:
a. Tingkat kemasakan
Menunjukan pada proses perkembangan atau pertumbuhan yang sempurna dalam arti siap digunakan, kesiapan dibedakan menjadi kesiapan fisik yang berhubungan dengan pertumbuhan fisik dan kesiapan mental yang berhubungan dengan kejiwaan.
b. Pengalaman sebelumnya
Merupakan pengalaman-pengalaman tertentu yang diperoleh yang mempunyai kaitan dengan lingkungan, kesempatan yang tersedia, pengaruh dari luar yang tidak disengaja. Pengalaman merupakan salah satu faktor penentu karena dapat menciptakan suatu lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangan kesiapan seseorang.
c. Keadaan mental dan emosional yang serasi
Keadaan ini meliputi keadaan kritis, memiliki pertimbangan yang logis dan obyektif, bersikap dewasa dan emosi yang terkendali, mempunyai kemampuan untuk menerima, kemampuan untuk maju serta mengembangkan keahliannya.
(34)
19
Dalyono (2009: 53) menyatakan bahwa kesiapan berkaitan dengan beberapa faktor sebagai berikut:
a. Perlengkapan dan pertumbuhan fisiologis.
Ini menyangkut pertumbuhan terhadap kelengkapan pribadi seperti tubuh pada umumnya, alat-alat indra dan kapasitas intelektual.
b. Motivasi
Menyangkut kebutuhan, minat serta tujuan-tujuan individu untuk mempertahankan serta mengembangkan diri. Motivasi berhubungan dengan sistem kebutuhan dalam diri manusia serta tekanan-tekanan lingkungan.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesiapan kerja seseorang meliputi faktor dari diri siswa (intern) dan faktor yang berasal dari luar siswa (ekstern). Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa yaitu kematangan fisik maupun psikis, sedangkan faktor yang berasal dari luar diri siswa meliputi lingkungan keluarga dan pengalaman praktek kerja lapangan.
3. Komponen dan Bentuk Kesiapan Kerja a. Komponen Kesiapan kerja
Komponen kesiapan kerja pada penelitian ini mengacu pada komponen yang digunakan oleh Brady di Amerika. Penulis menggunakan komponen kesiapan kerja Brady dengan alasan komponen-komponen tersebut sudah melalui proses penelitian dan pengembangan-pengembangan. Kesiapan kerja sangat penting bagi siswa menengah kejuruan, yang mana
(35)
20
siswa menengah kejuruan sedang mempersiapkan dirinya untuk memasuki dunia kerja. Karena pada konteks ini, kesiapan kerja berfokus pada sifat-sifat pribadi, seperti sifat pekerja dan mekanisme pertahanan yang dibutuhkan, bukan hanya untuk mendapatkan pekerjaan, tetapi juga lebih dari itu yaitu untuk mempertahankan pekerjaan yang sudah didapatkannya (Brady, 2009:4). Menurut Brady (2009:2), Kesiapan kerja mengandung enam komponen yaitu: responsibility, flexibility, skills, communication, self view, dan health & safety. Komponen tersebut yaitu sebagai berikut:
a) Responsibility ( Tanggung Jawab )
Gardner (Brady, 2009: 5), tanggung jawab melibatkan integritas pribadi, kejujuran, dan kepercayaan. Dalam karya rintisannya, Kohlberg (Brady, 2009: 5) menteorikan tahapan penilaian yang dimulai dengan perilaku-perilaku ekternal yang dimonitor hinnga tahapan yang lebih formal, ketika seseorang menerima tanggung jawab untuk tindakan mereka tanpa menghiraukan pengawasan dari orang lain, yaitu tanggung jawab yang diberlakukan terhadap diri sendiri demi kode etik dan demi melakukan hal yang benar. Dalam studi Good Work mereka, Gardner dan rekan-rekannya (2001) menemukan bahwa lebih dari dua pertiga pekerja diindustri mengerti bahwa tanggung jawab terhadap tempat kerja merupakan hal yang penting. Penelitian ini lebih lanjut melaporkan bahwa bekerja tidak hanya mengharuskan pekerja untuk memikul tanggung jawab untuk diri mereka sendiri, tetapi juga tanggung jawab
(36)
21
terhadap rekan kerja, terhadap tempat kerja, dan terhadap pemenuhan tujuan kerja (Brady, 2009: 5). Menurut Parker (Brady, 2009: 5), definisi yang lebih luas dari tanggung jawab ini dianggap sebagai unsur utama yang diperlukan bagi pekerja diabad ke-21.
Pekerja yang bertanggung jawab berangkat bekerja tepat waktu dan berhenti bekerja pada waktunya. Mereka menghargai perkakas dan peralatan, memenuhi standar kualitas kerja, mengendalikan pemborosan dan kerugian, dan menjaga privasi serta kebijakan rahasia organisasi. Mereka bekerja selama sehari dan mendapatkan upah dari hasil kerja seharinya tersebut (Brady, 2009:2). Dengan kata lain, seseorang yang memiliki tanggung jawab, mereka akan berangkat bekerja tepat waktu dan berhenti bekerja tepat pada waktunya, memenuhi standar kualitas kerja yang ditetapkan oleh perusahaan, tidak boros, menghargai dan berhati-hati dalam menggunakan peralatan, dan dapat menjaga rahasia organisasi.
Tanggung jawab berarti kewajiban pekerja untuk melakukan fungsi yang diberikan kepadanya sesuai dengan kemampuan dan arahan. Tanggung jawab tercakup didalamnya dapat diandalkan, menurut Ros Jay (Brady, 2009: 11), dapat diandalkan yaitu dalam hal menjaga ketepatan waktu dalam bekerja dan apabila pekerja diberi tugas maka dilakukan tanpa harus diingatkan. Lebih dari itu, pekerja yang bertanggung jawab akan menyelesaikan tugas tepat pada waktunya dan berupaya untuk
(37)
22
sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan. Tanggung jawab berhubungan erat dengan kedisiplinan. Menurut Ros Jay (Brady: 2009: 13), kedisiplinan ini berhubungan dengan mengerjakan pekerjaan dengan baik dan tidak hadir terlambat. Pekerja yang disiplin akan berfokus terhadap pekerjaan daripada terlalu banyak menghabiskan waktu untuk istirahat, atau mengobrol dengan rekan kerja. Pekerja yang berasumsi terhadap pekerjaan termasuk pekerja yang bertanggung jawab.
Berdasarkan berbagai uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab berarti dapat diandalkan dan dapat dipercaya, hal tersebut meliputi:
1) Disiplin kerja
2) Memenuhi standar kualitas kerja 3) Berfokus terhadap pekerjaan
4) Pemeliharaan peralatan-peralatan kerja 5) Menjaga rahasia.
b) Flexibility (Fleksibilitas)
Moorhouse & Caltabiano (Brady, 2009: 5), fleksibilitas adalah faktor daya tahan yang memungkinkan individu / pekerja untuk beradaptasi dengan perubahan dan menerima kenyataan di tempat kerjanya yang baru. Jangka hidup (life span), teori perkembangan karir ruang kerja (life space) berpendapat bahwa proses hidup dan kerja adalah
(38)
23
fenomena yang dinamis dan statis, dan bahwa konteks atau ruang dimana hidup dan kerja terjadi, juga dinamis.
Savickas (Brady, 2009: 5), pada saat ini memiliki fleksibilitas untuk beradaptasi dengan perubahan dilihat sebagai komponen yang penting dalam teori jangka hidup (life span), dan teori ruang-hidup (life space). Dalam hal ini, leksibilitas diperlukan bila kita sedang menyesuaikan diri dengan peran dan situasi kerja baru yang berubah-ubah.
Hayes, dkk (Brady, 2009: 5), model-model teoritis lainnya menghubungkan fleksibilitas dengan proses kognitif-perilaku, yaitu pikiran serta keyakinan mengarah pada perilaku. Teori kognitif perilaku ACT menyatakan bahwa ketaatan dan keterikatan terhadap masa lalu yang terkonsep dan ketakutan terhadap masa depan yang sangat dominan, menyebabkan penghindaran dan kekakuan, dan hanya melalui proses mengalami dunia yang lebih langsunglah akan dapat dicapai sikap hati-hati, penerimaan terhadap kenyataan, mengatasi keyakinan yang kaku tentang realitas dan ketakutan terhadap masa depan dan kemudian beromitmen terhadap tindakan pro fleksibilitas.
Pekerja fleksibel mampu beradaptasi dengan perubahan dan tuntutan di tempat kerja. Pekerja percaya bahwa situasi kerja berubah-ubah dan bahwa perberubah-ubahan dlam lingkungan kerja adalah hasil yang dapat diprediksi dari pertumbuhan atau pengurangan tenaga kerja, tidak tetapnya permintaan untuk suatu produk atau jasa, dan kekuatan pasar.
(39)
24
Pekerja sadar bahwa mereka mungkin perlu lebih aktif dan siap beradaptasi dengan perubahan jadwal kerja, tugas, jabatan, lokasi kerja, dan jam kerja (Brady, 2009: 2). Artinya, kehidupan kerja yang dinamis menuntut pekerja untuk lebih aktif dan siap beradaptasi dengan perubahan jadwal kerja, tugas, jabatan, lokasi kerja, dan jam kerja. Untuk itu, pekerja yang fleksibel mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan kerja dan perubahan-perubahannya.
Fleksibilitas merupakan upaya seseorang untuk menyesuaikan diri secara mudah dan cepat. Pekerja tidak canggung dan kaku dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi berkaitan dengan pekerjaan. Ros Jay (Brady: 2009: 13) mengatakan bahwa fleksibilitas sama halnya dengan mampu beradaptasi atau mampu menyesuaikan diri. Beberapa karakteristik penyesuaian diri yang positif menurut Ros Jay (Brady: 14), yaitu :
1) Kemampuan menerima dan memahami diri sebagaimana adanya. Karakteristik ini mengandung pengertian bahwa orang yang mempunyai penyesuaian diri yang positif adalah orang yang sanggup menerima kelemahan-kelemahan, kekurangan-kekurangan disamping kelebihan-kelebihannya. Orang tersebut mampu menghayati kepuasan terhadap keadaan dirinya sendiri, dan tidak suka apalagi merusak keadaan dirinya walaupun menurut penilaiannya, dirinya kurang memuaskan. Hal ini bukan berarti bersikap pasif menerima keadaan
(40)
25
yang demikian, melainkan ada usaha aktif disertai kesanggupan
mengembangkan kemampuannya secara maksimal untuk
menyesuaikan dengan lingkungan.
2) Kemampuan menerima dan menilai kenyataan lingkungan diluar dirinya secara obyektif, sesuai dengan perkembangan rasional dan perasaan. Orang yang memiliki penyesuaian diri positif memiliki ketajaman dalam memandang kenyataan, dan mampu memperlakukan kenyataan secara wajar untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Mereka mau belajar dari orang lain, sehingga secara terbuka pula mau menerima kritik, saran dan masukan dari orang lain.
3) Kemampuan bertindak sesuai dengan potensi, kemampuan yang ada pada dirinya dan kenyataan obyektif di luar dirinya. Karakteristik ini ditandai oleh kecenderungan seseorang untuk tidak menyia-nyiakan kekuatan yang ada pada dirinya. Terjadi perimbangan yang rasional antara energi yang dikeluarkan dengan hasil yang diperolehnya, sehingga timbul kepercayaan terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya.
4) Memiliki perasaan yang aman dan memadai. Pada karakteristik ini, seseorang tidak memiliki rasa cemas ataupun ketakutan dalam hidupnya khususnya dalam dunia kerja serta tidak mudah dikecewakan oleh keadaan sekitarnya. Perasaan aman mengandung arti pula bahwa orang tersebut mempunyai harga diri yang mantap, tidak lagi merasa
(41)
26
terancam dirinya oleh lingkungan dimana dia berada, dapat menaruh kepercayaan terhadap lingkungan dan dapat menrima kenyataan terhadap keterbatasan maupun kekurangan-kekurangan dalam lingkungannya.
5) Rasa hormat pada manusia dan mampu bertindak toleran. Karakteristik ini ditandai oleh adanya pengertian dan penerimaan keadaan diluar dirinya walaupun sebenarnya kurang sesuai dengan harapan atau keinginanya.
6) Terbuka dan sanggup menerima umpan balik. Karakteristik ini ditandai oleh kemampuan bersiakp dan berbicara atas dasar kenyataan sebenarnya, ada kemampuan belajar dari keadaan sekitarnya, khususnya belajar mengenai reaksi orang lain terhadap perilakunya dan berlapang dada dalam menrima masukan dari orang lain.
7) Memiliki kestabilan psikologis terutama kestabilan emosi. Hal ini tercermin dalam memelihara tata hubungan dengan orang lain, yakni tata hubungan yang hangat penuh perasaan, mempuyai pengertian yang dalam, dan bersikap wajar.
8) Mampu bertindak sesuai dengan norma yang berlaku, serta selaras dengan hak dan kewajibannya. Karakteristik ini bermakna bahwa seseorang mampu memenuhi dan melaksanakan norma yang berlaku tanpa adanya paksaan dalam seiap perilakunya. Sikap dan perilakunya
(42)
27
selalu didasarkan atas kesadaran akan kebutuhan norma, dan atas kesadaran diri.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa fleksibilitas merupakan ketahanan pekerja untuk beradaptasi dengan perubahan-perubahan dan tuntutan yang ada di tempat kerja. Fleksibiltas tersebut meliputi :
1) Kemampuan untuk lebih aktif dengan tuntutan kerja 2) Kemampuan untuk mengerjakan tugas-tugas yang berbeda
3) Kemampuan untuk menerima berbagai perubahan lingkungan kerja 4) Kemampuan untuk mengikuti aturan yang berlaku
5) Kemampuan untuk bekerja lembur. c) Skills ( Keterampilan )
Seseorang yang siap bekerja tahu akan kemampuan dan keahlian yang mereka bawa ke dalam situasi kerja baru. Mereka mampu mengidentifikasi kelebihan mereka dan merasa telah memenuhi syarat untuk melakukan pekerjaan tersebut. Pada saat yang sama, mereka bersedia untuk belajar keterampilan baru sebagai tuntutan pekerjaan dan turut serta dalam pelatihan karyawan dan program pendidikan yang berkelanjutan (Brady, 2009: 2).
Friedman (Brady, 2009: 5), keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan, asset intelektual, dan keahlian akan mendominasi perekonomian millennium baru yang didorong oleh pengetahuan.
(43)
28
Menurut Parker (Brady, 2009: 5), keterampilan ini tidak hanya mencakup keterampilan mikro yang khusus untuk sebuah pekerjaan atau profesi, tetapi juga keterampilan makro seperti belajar bagaimana cara belajar. Teori penentuan diri (self determination theory) mengidentifikasi kompetensi sebagai salah satu dari tiga kebutuhan dasar dan usaha untuk belajar serta penguasaan keterampilan baru yang diperlukan untuk kesejahteraan individu. Menurut Luyckx (Brady, 2009: 5), kepuasan terhadap kompetensi mendorong optimalnya fungsi dan kecenderungan terhadap pertumbuhan dan penguasaan yang berkelanjutan.
Seseorang yang siap bekerja tahu akan kemampuan dan keahlian yang mereka bawa ke dalam situasi kerja baru. Mereka mampu mengidentifikasi kelebihan mereka dan merasa telah memenuhi syarat untuk melakukan pekerjaan tersebut. Pada saat yang sama, mereka bersedia untuk belajar keterampilan baru sebagai tuntutan pekerjaan dan turut serta dalam pelatihan karyawan dan program pendidikan yang berkelanjutan (Brady, 2009: 2). Dengan kata lain, keterampilan disini adalah kemampuan dan keahlian yang dimiliki seseorang dan dibawa ke dalam situasi kerja baru, mampu mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan sehingga merasa telah memenuhi syarat untuk melakukan pekerjaan tersebut, usaha untuk belajar keterampilan baru sebagai tuntutan pekerjaan dengan mengikuti pelatihan atau pendidikan yang berkelanjutan.
(44)
29
Mengenai keterampilan yang lebih khusus, A. Muri Yusuf (2002: 68), mengungkapkan bahwa keterampilan lebih merujuk pada kemampuan yang lebih spesifik dengan cepat, akurat, efisien, dan adaptif dengan melibatkan gerakan tubuh dan atau dengan memakai alat. Hal ini lebih merujuk pada kemampuan menggunakan alat-alat sesuai dengan prosedur penggunaan, kemampuan merawat alat-alat, dan kemampuan memperbaiki alat kerja dengan kerusakan ringan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan tidak hanya mencakup keterampilan yang khusus melainkan juga keterampilan yang lebih umum dalam pekerjaan. Keterampilan tersebut mencakup:
1) Kemampuan menyediakan sarana produksi bidang perikanan 2) Kemampuan memproduksi pakan
3) Kemampuan menguasai ketrampilan produksi 4) Kemampuan memasarkan hasil produksi 5) Usaha untuk belajar keterampilan baru. d) Communication (Komunikasi)
Homans (Brady, 2009: 6), teori komunikasi pertukaran social/social exchange digunakan untuk mendukung dimasukkanya sebuah ukuran untuk mengatasi masalah hubungan interpersonal ditempat kerja. Menurut Porath & Bateman (Brady, 2009: 6), kompetensi social telah terbukti dapat memprediksi kinerja secara positif.
(45)
30
Studi yang telah dilakukan oleh Kambur dan Van Dyne (2007) mengenai hubungan pertukaran sosial ditempat kerja, ditemukan bahwa hubungan kerja yang berkualitas tinggi tidak hanya terkait dengan kinerja tugas, tetapi juga terkait dengan para pekerja yang membantu pengawas dan rekan kerja mereka. Dalam studi lain, dukungan tugas (task support) adalah tipe dukungan yang paling dapat memprediksi kepuasan kerja. Selain kinerja, kekuatan hubungan kerja juga dikaitkan dengan perilaku interpersonal warga negara yang lebih baik, dan dukungan sosial di tempat kerja (workplace social support) juga telah diketahui dapat memprediksi masa kerja (Brady, 2009: 6).
Dalam hal ini komunikasi yang dimaksud terkait dengan hubungan interpersonal. Menurut Jalaludin Rakhmat (2007: 129), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal yaitu percaya, sikap suportif, dan sikap terbuka. Kualitas komunikasi yang baik tidaklah diukur dari keseringan seseorang melakukan komunikasi interpersonal, tetapi bagaimana komunikasi tersebut dilakukan (Jalaludin Rakhmat, 2007: 129). Artinya komunikasi berkualitas baik bukan diukur dari berapa kali melakukan komunikasi, tetapi cara yang dilakukan tersebut dapat efektif.
Seseorang yang siap bekerja memiliki kemampuan komunikasi yang memungkinkan pekerja untuk berhubungan secara interpersonal ditempat kerja. Pekerja mampu mengikuti petunjuk, meminta bantuan,
(46)
31
dan menerima umpan balik serta kritik. Pekerja juga saling menghormati dan berhubungan baik dengan rekan kerja (Brady, 2009: 2).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan komunikasi merupakan kemampuan yang memungkinkan pekerja untuk berhubungan secara interpersonal di tempat kerja yang dipengaruhi oleh faktor percaya, sikap sportif dan sikap terbuka sehingga tidak akan timbul perselisihan-perselisihan yang akan menghambat pekerjaan. Komunikasi tersebut meliputi:
1) Kemampuan untuk memiliki sifat suportif
2) Kemampuan untuk bisa bekerjasama dengan oranglain 3) Kemampuan untuk percaya terhadap orang lain
4) Kemampuan untuk menerima umpan balik serta kritik dari oranglain 5) Kemampuan mengikuti petunjuk kerja
e) Self View (Pandangan Terhadap Diri)
Swamn, Chang-Schneider, & Mc Clarty (Brady, 2009: 6), dimasukkannya pandangan terhadap diri ke dalam Kesiapan Kerja mencerminkan peran penting yang dimainkan teori-diri dalam pemahaman terhadap individu dan bagaimana setiap orang memandang dirinya dalam hidup dan situasi kerja. Di sini, pandangan terhadap diri digunakan secara umum untuk mencakup konseptualisasi diri, yang meliputi konsep teori Roger, kekuatan ego teori Freud, identitas
(47)
32
keberhasilan teori Glasser, identitas diri teori Erikson, dan self efficacy teori Bandura (Brady, 2009: 6).
Dalam bidang pengembangan karir dan psikologi kejuruan, teori konsep diri dari Donald E. Super dan self efficacy dari Betz, terus menerus mempengaruhi perencanaan karir dan pengambilan keputusan. Teori konsep diri dan self efficacy secara terus menerus mempengaruhi perncanaan karir dan pengambilan keputusan, dalam bidang pengembangan karir dan psikologi kejuruan. Sosiolog Victor Gecas (Brady, 2009: 6), mendefinisikan konsep diri (self concept) sebagai konsep yang dimiliki oleh individu atas dirinya sendiri sebagai suatu makhluk fisik, social, dan spiritual atau norma. Dengan kata lain, konsep diri merupakan persepsi diri seseorang sebagai makhluk fisik, social, dan spiritual. Konsep diri mencakup penghargaan diri (self esteem), kemanjuran diri (self efficacy), dan pemantauan diri (self monitoring).
Adapun self efficacy adalah keyakinan seseorang mengenai peluangnya untuk berhasil mencapai tugas tertentu. Dengan kata lain, self efficacy adalah kepercayaan terhadap kemampuan seseorang untuk menjalankan tugas. Cukup dengan mengatakan bahwa keyakinan seseorang tentang dia atau dirinya sendiri dan kemampuannya untuk mengatasi, beradaptasi, dan tampil didunia kerja sangatlah penting. Self efficacy umum yang tinggi dikaitkan dengan individu yang berkinerja kuat di dalam organisasi dan self efficacy khusus dikaitkan dengan
(48)
33
kesuksesan dalam ranah tertentu, sperti tugas kerja dan peran kerja (Betz dalam Brady, 2009: 6).
Markus & Nurius (Brady, 2009: 6), konsep-konsep seperti possible self juga telah diketahui dalam membantu individu mempertimbangkan situasi kerja dan peran kerja dimasa depan. Pandangan terhadap diri terkait dengan proses-proses intrapersonal seseorang yaitu kepercayaan terhadap diri dan pekerjaan mereka sendiri. Pekerja yang siap sadar akan pengakuan diri yang mencakup rasa cukup, penerimaan, dan rasa percaya terhadap diri serta kemampuan mereka sendiri atau self efficacy.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pandangan terhadap diri merupakan kemampuan dalam diri seseorang yang berhubungan dengan kepercayaan terhadap dirinya bahwa mampu atau tidaknya dalam menjalankan tugas. Pandangan terhadap diri tersebut meliputi :
1) Kemampuan untuk memahami diri sendiri 2) Kemampuan untuk menghargai diri sendiri
3) Kemampuan untuk mengendalikan atau mengontrol diri sendiri 4) Kemampuan untuk mengevaluasi diri
5) Kemampuan untuk percaya terhadap kemampuan yang dimiliki. f) Healt & Safety (Kesehatan dan Keselamatan)
Kesehatan dan keselamatan pekerja merupakan masalah dunia. Markas Perserikatan Buruh Internasional memperkirakan bahwa setiap
(49)
34
tahun terdapat 337 juta kecelakaan yang terkait dengan pekerjaan dan 2 juta orang diseluruh dunia menderita penyakit yang terkait dengan kerja. Dalam beberapa kasus, praktik-praktik kesehatan dan keselamatan kerja telah disiapkan akan tetapi kepatuhan pekerja kurang (Brady, 2009: 6).
Menurut teori Bandura (Dalyono, 2009: 6), kepercayaan individu terhadap kemampuan diri untuk berperilaku dan bertindak pada tingkat tertentu adalah prinsip dasar teori efektifitas diri (self efficacy). Efektifitas Diri Khusus Untuk Kesehatan (Health-Specific-Self-efficacy) menerapkan teori ini untuk kemampuan kesehatan dan keselamatan seperti nutrisi, latihan fisik, berhenti merokok, serta penolakan terhadap alkohol, dan beberapa penelitian yang disebutkan menandakan bahwa self efficacy yang nyata merupakan pemrediksi perilaku kesehatan dan keselamatan (Schwarzer & Renner, dalam Brady, 2009: 6). kontrol sosial yang terkait dengan kesehatan positif juga telah diketahui dapat berpengaruh terhadap perilaku-perilaku kesehatan dan keselamatan, dan kemauannya untuk mengikuti kebijakan-kebijakan di tempat kerjanya serta larangan-larangan yang terkait dengan kesehatan dan keselamatan.
Oleh karena itu, seseorang yang siap bekerja menjaga kebersihan dan kerapihan pribadi. Pekerja tetap siaga untuk sehat secara fisik dan mental. Mereka menggunakan mekanika tubuh yang tepat untuk mengangkat dan membengkokkan serta mengikuti prosedur keselamatan saat menggunakan alat atau mengoperasikan peralatan dan mesin. Bila
(50)
35
diperlukan, pekerja memakai peralatan untuk keselamatan atau pakaian yang tepat. Pekerja juga mematuhi peraturan larangan merokok dan larangan menggunakan obat-obatan terlarang di tempat kerja.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur komponen kesehatan dan keselamatan kerja meliputi:
1) Kemampuan untuk mengikuti peraturan di tempat kerja 2) Mempraktikkan perilaku kesehatan dan keselamatan 3) Menjalankan tugas sesuai dengan prosedur yang ada 4) Menjaga kebersihan dan kerapihan pribadi
5) Kemampuan mengendalikan stress dan kelelahan kerja. b. Bentuk Kesiapan Kerja
Dalam uraian diatas terlihat bahwa dalam kesiapan kerja terdapat dua bentuk yang hendaknya saling berkesinambungan. Kedua bentuk tersebut adalah Soft Skill dan hard skill.
1) Soft Skills
Kemampuan psikis atau keterampilan yang menyangkut soft skill, Skills adalah kemampuan/keterampilan/kecakapan seseorang untuk melakukan sesuatu hal dengan baik, seperti yang diungkapkan Greene and Burleson (Marsono, 2010: 27), “Skills refers to an individual’s or a group’s ability to carry out processes that promote perceptions of competence”. Hopson dan Scally (Hartati, 2006: 20) menyatakan bahwa, kecakapan yang diperlukan seseorang untuk dapat tumbuh dan mampu
(51)
36
hidup diperlukan antara lain kecakapan membaca, menulis dan berhitung, kecakapan mencari informasi, kecakapan berfikir dan memecahkan masalah secara konstruktif, kecakapan mengeksplorasi potensi dirinya dan mengembangkannya, kecakapan mengatur waktu, kecakapan mengembangkan minat, nilai dan keyakinan diri, kecakapan merumuskan tujuan yang akan dicapai, dan kecakapan untuk mengatur stress.
Kecakapan yang diperlukan untuk berhubungan secara efektif dengan seseorang antara lain kecakapan berkomunikasi secara efektif, kecakapan memelihara persahabatan, kecakapan mendapatkan bantuan orang lain, kecakapan mengendalikan konflik, kecakapan berempati, kecakapan kemampuan menyampaikan saran dan mendapatkan masukan. Sedangkan kecakapan yang diperlukan untuk mampu berhubungan dengan masyarakat secara efektif antara lain memiliki kepercayaan diri, kecakapan mempengaruhi orang lain dan system, bagaimana kerja dalam kelompok, bagaimana mengekspresikan perasaan secara konstruktif, bagaimana bernegoisasi, kompromi dan membuat kontrak, dan kecakapan membangun kekuatan bersama orang lain.
Sementara itu, Anwar (2006: 25) mengungkapkan bahwa, karakter dan keterampilan afektif yang mendukung seseorang untuk berhasil dalam pekerjaannya sebagai berikut: (1) tanggung jawab, (2) sikap positif terhadap pekerjaan, (3) jujur, hati-hati, teliti, dan efisien, (4) hubungan antar pribadi, kerja sama, dan bekerja dalam tim, (5) percaya diri dan
(52)
37
memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, (6) penuh antusias dan motivasi, (7) disiplin dan penguasaan diri, (8) berdandan dan berpenampilan menarik, (9) memiliki integritas pribadi; dan (10) mampu bekerja mandiri tanpa pengawasan orang lain.
Tripathy (Marsono, 2010: 28) mengemukakan: “soft skilss is the human intangible, the initiative, the attitude, and the character. It represents what people feel, what they tend to do, in contrast to what they can do”. Soft skills adalah sifat manusia, insiatif, sikap, dan karakter, serta mewakili apa yang orang rasakan, apa yang cenderung mereka lakukan, berbeda dengan apa yang bisa mereka lakukan.
Tyas Catur Pramudi (Marsono, 2010: 29) menyatakan bahwa, Soft skills adalah sikap dasar perilaku, yakni keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (termasuk dengan dirinya sendiri). Atribut soft skills meliputi nilai, motivasi, perilaku, karakter dan sikap”. Sejalan dengan hal tersebut, Paul (1991: 29) menyatakan bahwa, sikap terhadap diri sendiri dapat ditinjau dari beberapa sikap: (1) sikap jujur, terbuka, harga diri, (2) disiplin, bijaksana, cermat, mandiri, percaya diri; (3) daya juang, penguasaan diri, (4) kebebasan dan tanggung jawab.
Konsep dari soft skills merupakan pengembangan dari konsep yang selama ini dikenal dengan istilah kecerdasan emosional. Soft skills sendiri diartikan sebagai kemampuan diluar kemampuan teknis dan akademis, yang lebih mengutamakan kemampuan intra dan interpersonal. Hal ini
(53)
38
sesuai dengan pernyataan Poppy Yuniawati (2009: 34) yang mengatakan bahwa, soft skills adalah keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal skills) dan keterampilan dalam mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skills) yang mampu mengembangkan unjuk kerja secara maksimal.
Lebih lanjut, Parson (Marsono, 2010: 30) menyatakan bahwa, ”soft skills are personal attributes that enhance an individual’s interactions, job performance and career propects”. Soft skills adalah sifat seseorang yang menambah pengaruh seseorang, etos kerja dan prospek karir. Ia menggolongkan soft skills menjadi dua yaitu personal attributes dan interpersonal abilities. (1) personal attributes meliputi: (a) optimism; (b) common; (c) sense; (d) responsibility; (e) a sense of humor; (f) integrity; (g) time-management; dan (h) motivation.(2) interpersonal abilities meliputi: (a) empathy; (b) leadership; (c) communication; (d) good manners; (e) sociability; dan (f) the ability to teach.
Hidayatno (Marsono, 2010: 31) berpendapat bahwa, secara garis besar soft skills bisa digolongkan kedalam dua kategori: personal/intrapersonal skills dan interpersonal skills. Personal skills merupakan kemampuan seseorang untuk mengembangkan dirinya sendiri menjadi lebih baik (self development) yang mencakup: (1) personal time management; (2) problem solving skills; (3) research skills; (4) kreativitas; (5) learning capability; dan (6) team thinks (kemampuan
(54)
39
untuk berfikir sebagai bagian dari tim). Interpersonal skills merupakan kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain, baik oranglain secara individu (one to one) atau sebagai audiens (one to many) yang mencakup: (1) negosiasi; (2) interview; (3) sikap dan penampilan sesuai dengan situasi; (4) listening skills; (5) public speaking and presentation; (6) affective meetings; (7) writing reports and proposals; (8) project management; (9) working with teams.
Berdasarkan beberapa pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan soft skills adalah sikap dasar perilaku, yakni keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal skills) dan berhubungan dengan dirinya sendiri (Intrapersonal skills). Secara garis besar soft skills bisa digolongkan kedalam tiga kategori:, ketiga kategori tersebut yaitu, (1) personal/intrapersonal skills meliputi: (a) percaya diri, (b) jujur, (c) Mengendalikan emosi (d) Mempunyai ambisi untuk maju dan berusaha. (2) interpersonal skills yang meliputi: (a) empati , (b) kepemimpinan, (c) hubungan antar pribadi, (d) pergaulan dimasyarakat. (3) Profesional, meliputi: (a) manajemen waktu, (b) keterampilan memecahkan masalah, (c) tanggung jawab, (d) Memiliki sikap kritis. 2) Hard skills
Menurut Finch dan Crunkilton (I Wayan Sukita, 2002: 24) menyatakan hard skills merupakan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan teknis yang berhubungan dengan bidang
(55)
40
ilmunya serta sebagai kemampuan seseorang terhadap suatu hal yang meliputi semua tugas-tugas kecakapan, sikap nilai sebagai sesuatu yang penting untuk menunjang keberhasilannya dalam menyelesaikan suatu tugas. Menurut Helmut Noken dan Eber (I Wayan Sukita, 2002: 25) hard skill dinyatakan sebagai keahlian menggunakan pengetahuan dalam melakukan pekerjaan.
Menurut Mardi Rasyid (I Wayan Sukita, 2002: 25) menyatakan bahwa Hard skill sebagai suatu penampilan yang ekonomis dalam mencapai tujuan dalam arti hemat dalam menggunakan bahan, waktu dan tenaga yang dikeluarkan atau dapat diartikan bahwa Hard skill adalah kecekatan, kecakapan dan kemampuan untuk melakukan suatu pekerjaan dengan baik dan benar.
Menurut Leghbody (I Wayan Sukita, 2002:25) Hard skill mempunyai tiga sifat, yaitu:
a. Hard skill pada dasarnya terdiri dari gabungan aktual yang diatur dan diselaraskan menurut situasi dengan melibatkan nilai indra.
b. Hard skill dipelajari sedemikian rupa sehingga pengertian tentang obyek atau situasi dan sikap kerja dapat dipelajari dalam suatu program latihan kerja yang berulang-ulang.
c. Hard skill adalah suatu rangkaian seluruh pola keterampilan yang didalamnya terdapat banyak proses kerja yang diatur dan diselaraskan menurut urutan waktu.
(56)
41
Hard skill siswa dapat diberikan selama proses belajar berlangsung. Pembentukan keterampilan psikomotor pada Sekolah Menengah Kejuruan dengan adanya kegiatan praktek di sekolah hal ini dimaksudkan untuk melatih keterampilan kerja siswa secara langsung karena seorang dapat dikatakan memiliki hard skill yang baik setelah melalui serangkaian latihan yang terencana, bertahap dan terlatih.
Dalam penelitian ini akan lebih ditekankan pada masalah kemampuan psikis atau keterampilan yang menyangkut soft skill karena sesuai dengan data di lapangan masalah yang ada pada kesiapan kerja terletak padaaspek soft skill.
B. Soft skills Dalam Kesiapan Kerja.
Soft skill merupakan hal yang penting dimiliki oleh setiap siswa, apabila soft skillnya baik maka dapat dipastikan siswa tersebut telah memiliki kesiapan kerja yang baik pula. Karena Untuk mencapai keberhasilan dalam suatu pekerjaan, seseorang perlu memiliki kesiapan akan segala sesuatu yang diperlukan oleh lapangan pekerjaan tersebut, baik itu kesiapan dalam bentuk keterampilan secara pengetahuan (hard skill) maupun mental (soft skill).
Dalam hal ini soft skill sangat penting dimiliki oleh seseorang karena hampir semua perusahaan dewasa ini walaupun mensyaratkan adanya kombinasi yang sesuai antara hard skill dan soft skill, apapun posisi karyawannya namun di kalangan para praktisi SDM, pendekatan ala hard skill saja kini sudah
(57)
42
ditinggalkan. Percuma jika hard skill baik, tetapi soft skillnya buruk. Hal ini bisa dilihat pada iklan-iklan lowongan kerja berbagai perusahaan yang juga mensyaratkan kemampuan soft skill, seperti team work, kemampuan komunikasi, dan interpersonal relationship, dalam job requirementnya. Saat rekrutasi karyawan, perusahaan cenderung memilih calon yang memiliki kepribadian lebih baik meskipun hard skillnya lebih rendah. Alasannya sederhana, memberikan pelatihan ketrampilan jauh lebih mudah daripada pembentukan karakter. Bahkan kemudian muncul tren dalam strategi rekrutasi “Recruit for Attitude, Train for Skill“. Hal tersebut menunjukkan bahwa, hard skill merupakan faktor penting dalam bekerja, namun keberhasilan seseorang dalam bekerja biasanya lebih ditentukan oleh soft skillnya yang baik.
Psikolog David McClelland bahkan berani berkata bahwa faktor utama keberhasilan para eksekutif muda dunia adalah kepercayaan diri, daya adaptasi, kepemimpinan dan kemampuan mempengaruhi orang lain yang tak lain dan tak bukan merupakan soft skill. Dengan demikian soft skill yang baik memang sangat penting dimiliki oleh tenaga kerja saat ini.
Salah satu cara melatih kemampuan soft skill siswa adalah dengan memberikan layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Dalam pelayanan bimbingan dan konseling ada empat bidang pelayanan yang harus diberikan kepada siswa yaitu bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar dan bimbingan karir, dalam hal ini bimbingan karir dan bimbingan pribadi sosial perlu
(58)
43
lebih ditekankan karena masalah kesiapan kerja yang terjadi adalah menyangkut aspek soft skill.
Program bimbingan karir salah satu program yang dicanangkan sekolah untuk membantu peserta didik untuk merencanakan masa depan karirnya dengan baik. Dengan adanya bimbingan karir juga diharapkan bisa membantu siswa untuk nantinya dapat mempersiapkan dirinya memasuki dunia kerja dengan kata lain bimbingan karir sebagai suatu proses membantu pribadi untuk mengembangkan penerimaan kesatuan dan gambaran diri serta peranannya dalam dunia kerja (Prayitno, 2004: 259). Menurut batasan ini, ada dua hal penting, pertama proses membantu individu untuk memahami dan menerima diri sendiri, dan kedua memahami dan menyesuaikan diri dalam dunia kerja sedangkan bimbingan pribadi sosial perlu diberikan untuk melatih keterampilan intrapersonal dan interpersonal siswa.
Memasuki abad 21, banyak paradigma baru bermunculan dan memerlukan pertimbangan serta perhatian yang seksama. Lingkungan bisnis global akan menjadi semakin kompleks, dinamis, dan bermunculan berbagai konflik kepentingan. Hard skills seperti pemahaman tentang bidang pekerjaan fungsional atau area tertentu , tidak lagi mencukupi bagi seorang dalam meraih kesuksesan di dunia kerja. Saat ini diperlukan seseorang yang dididik secara liberal, memiliki pemikiran yang terintegrasi, komunikator yang handal, cerdas emosional, mampu bekerja dalam tim dan beretika, yang semuanya itu bersifat soft skills.
(59)
44
Pendidikan tradisional yang menekankan bahwa dalam bekerja, seseorang harus memiliki pengetahuan yang tinggi tentang bidang pekerjaannya, sekarang tidak lagi mencukupi. Kenyataannya masih sangat sedikit pandangan bahwa seorang pekerja harus memiliki soft skill. Pembicaraan tentang soft skill. tidak dapat dilepaskan dari pengertian kompetensi. Kompetensi dapat diartikan sebagai motif, sikap, keterampilan, pengetahuan, perilaku atau karakteristik pribadi lain yang penting untuk melaksanakan pekerjaan atau yang membedakan antara kinerja rata-rata dengan kinerja superior.
C. Jurusan Perikanan
1. Pengertian Jurusan Perikanan
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Jurusan Perikanan merupakan salah satu SMK yang dikelola oleh pemerintah atau Direktorat Jendral Pendidikan Menengah Kejuruan yang lebih banyak ditunjukan untuk menunjang sektor Perikanan dan kelautan. Bidang keahlian perikanan adalah bidang yang diharapkan menghasilkan tamatan yang professional dibidang perikanan dan memiliki kompetensi unggul dalam prestasi dan berwawasan global. Metode pengajaran yang diterapkan pun bervariasi dengan system classical untuk teori, praktek di sekolah dan praktek kerja industri. (Modul Jurusan perikanan SMK Negeri 2 Purbalingga 2004: 1).
(60)
45
2. Tujuan Jurusan Perikanan
Tujuan pendidikan SMK Negeri 2 Purbalingga khususnya jurusan Perikanan adalah memberi bekal kepada siswa untuk siap kerja secara professional pada sektor perikanan, sehingga output yang dihasilkan nantinya benar-benar berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan industri kerja saat ini. (Modul Jurusan perikanan SMK Negeri 2 Purbalingga 2004: 1).
3. Soft Skill pada Jurusan Perikanan
Berikut adalah Soft Skills yang harus miliki oleh setiap siswa SMK jurusan Perikanan, sesuai dengan kebutuhan industri perikanan. (Modul Jurusan perikanan SMK Negeri 2 Purbalingga 2004: 1).
a. Bekerja dengan teman kerja dan pelanggan,
1). Mampu berkomunikasi secara efektif dengan teman kerja dan pelanggan 2). Memberikan bantuan kepada teman kerja dan pelanggan sesuai standar
pelayanan
3). Mampu menerapkan prinsip-prinsip bekerja dalam tim
b. Mengikuti prosedur kesehatan, keselamatan dan keamanan di tempat kerja 1). Memahami tanda-tanda peringatan bahaya di tempat kerja.
2). Menerapkan prinsip-prinsip kesehatan dan keselamatan kerja ditempat kerja
3). Mampu menangani situasi darurat sesuai standar operasional prosedur. c. Mengembangkan dan memperbaharui pengetahuan industri Perikanan
(61)
46
2). Memahami hubungan antara industri Perikanan dengan industri lain yang terkait.
3). Memahami peraturan yang berlaku di industri. 4. Dimensi dan Indikator Kesiapan Kerja Jurusan Perikanan
Dari berbagai uraian di atas pada dasarnya bentuk kesiapan kerja terdiri dari dua bentuk yaitu soft skill dan hard skill. Namun dalam penelitian ini dimensi dari kesiapan kerja ditinjau dari bentuk soft skill , dimana kesiapan kerja dilihat dari aspek psikis, hal itu sesuai dengan data di lapangan masalah yang ada pada kesiapan kerja terletak pada aspek soft skill. Hal ini juga dikarenakan keterbatasan peneliti dalam menilai kesiapan kerja siswa dalam aspek hard skill. Peneliti merasa kurang berkompeten bila meneliti pada bidang ketrampilan perikanan siswa.
Mengacu pada pandangan di atas seperti yang telah dikutip, maka komponen kesiapan kerja terinci atas enam komponen sesuai dengan teori Brady, yang bisa dijadikan indikator kesiapan kerja, yaitu:
(1)Responsibility ( Tanggung Jawab ) (2)Flexibility (Fleksibilitas)
(3)Skills ( Keterampilan )
(4)Communication ( Komunikasi ) (5)Self View ( Pandangan Terhadap Diri ) (6)Healt & Safety (Kesehatan dan Keselamatan)
(62)
47 D. Pertanyaan Penelitian
Bagaimanakah kesiapan kerja siswa jurusan Agribisnis Perikanan SMK Negeri 2 Purbalingga berdasarkan indikator responsibility, flexibility, skills, communication, self view, heallt & safety?
(63)
48 BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Marzuki (2005: 14) “Penelitian Deskriptif (descriptive research) ditunjukkan hanya untuk melukiskan keadaan obyek atau persoalannya. Dalam penelitian deskriptif dapat digunakan pendekatan kuantitatif. “ Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan “( Sugiyono, 2010 : 23 ).
Menurut jenis datanya penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan instrumen berupa angket / kuesioner tertutup ( closed ended questionnaire ). Angket tertutup, yaitu angket yang dibuat berdasarkan alternatif jawaban yang tersedia. Responden tinggal memilih jawaban – jawaban yang sesuai dengan keadaan responden itu sendiri.
Dengan demikian bentuk penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif Kuantitatif. Penelitian ini bertujuan menggambarkan atau mendeskripsikan tentang Kesiapan Kerja siswa kelas XII SMK Negeri 2 Purbalingga Jurusan Perikanan.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 2 Purbalingga, Jl. Selaganggeng, Mrebet, Purbalingga, Jawa Tengah pada siswa kelas XII Jurusan Perikanan Tahun Ajaran 2014/2015. SMK N 2 Purbalingga memiliki sarana penunjang
(64)
49
pembelajaran pada jurusan perikanan yang berupa lahan kolam untuk praktek secara langsung dan bekerjasama dengan dinas perikanan setempat dalam rangka peningkatan keterampilan siswa agar nantinya siswa setelah dinyatakan lulus dapat memiliki kesiapan kerja yang tinggi.
Adapun waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2014. Peneliti memilih tempat di SMK N 2 Purbalingga karena SMK tersebut merupakan satu-satunya sekolah menengah kejuruan yang ada di Kabupaten purbalingga yang menyelenggarakan program pendidikan dengan jurusan perikanan sehingga sekolah ini harus bekerja keras mencetak calon pekerja yang benar-benar siap untuk bekerja dalam bidangnya.
C. Variabel Penelitian
Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 118) “Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian”. Saifuddin Azwar (2010) menyatakan bahwa variabel adalah konstruk (constructs) atau sifat yang dipelajari. Variabel juga diartikan sebagai semua faktor yang bervariasi. Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa variabel penelitian adalah gejala-gejala yang menunjukkan variasi baik dalam jenis maupun tingkatannya yang menjadi titik perhatian dalam penelitian.
Dalam penelitian ini terdapat satu variabel mandiri dimana variabel tersebut berdiri sendiri tanpa ada pengaruh dari variabel yang lain, variable tersebut yaitu Kesiapan Kerja. Kesiapan kerja adalah kondisi yang menunjukkan kematangan
(65)
50
psikis serta pengalaman belajar sehingga individu mempunyai kemampuan dan sikap positif untuk menyelesaikan suatu pekerjaan sesuai dengan ketentuan tanpa mengalami kesulitan dan hambatan dengan hasil maksimal.
D. Definisi Operasional Variabel
Agar tidak terjadi salah penafsiran pada penelitian ini maka berikut akan dikemukakan definisi operasional penelitian ini. Peneliti mendefinisikan kesiapan kerja adalah kondisi yang menunjukkan kematangan psikis serta pengalaman belajar sehingga individu mempunyai kemampuan dan sikap positif untuk menyelesaikan suatu pekerjaan sesuai dengan ketentuan tanpa mengalami kesulitan dan hambatan dengan hasil maksimal. Tinggi rendahnya tingkat kesiapan kerja diukur dengan skala kesiapan kerja. Semakin tinggi skor yang diperoleh menunjukkan bahwa tingkat kesiapan kerja tinggi dan sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh menunjukan bahwa kesiapan kerja rendah.
Dalam penelitian ini skala kesiapan kerja siswa ditunjukkan melalui skor jawaban pada angket tertutup, dengan indikator : 1) Responsibility, 2) Flexibility, 3) Skills, 4) Communication, 5) Self View, 6) Healt & Safety.
E. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan anggota dalam suatu tempat yang akan diteliti. Subyek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Jurusan Perikanan Kelas XII di SMK Negeri 2 Purbalingga yang berjumlah 50 siswa dari 2 kelas. Oleh karena
(66)
51
jumlah subyek atau responden kurang dari 100 maka subyek dalam penelitian ini diambil secara keseluruhan, sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. XII API 1 : 25 siswa 2. XII API 2 : 25 siswa
Pemilihan kelas XII sebagai subyek penelitian didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut :
1. Siswa kelas XII dianggap lebih dewasa dibandingkan kelas XI karena mereka telah memiliki mental dan fisik yang telah mencapai tingkat cukup matang serta telah mencapai taraf perkrmbangan yang relatif stabil.
2. Siswa kelas XII telah menyelesaikan praktik kerja lapangan sehingga mereka memiliki bekal pengalaman dari kegiatan tersebut.
3. Siswa kelas XII dalam waktu dekat akan menyelesaikan studinya sehingga mereka akan menjadi calon tenaga kerja tingkat menengah dengan bidang keahlian yang dimilikinya
F. Metode Pengumpulan Data
Dalam menyusun suatu karya ilmiah membutuhkan suatu metode ilmiah. Pengumpulan data merupakan langkah penting dalam metode ilmiah. Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber dan berbagai cara dalam upaya mengumpulkan data. Metode pengumpulan data adalah
(67)
52
cara yang dipakai oleh peneliti untuk mengumpulkan data, dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode skala.
Skala atau kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Suharsimi Arikunto, 2006: 151). Bentuk angket yang digunakan pada penelitian ini yaitu jenis angket tertutup dan langsung. Yang dimaksud angket tertutup adalah angket yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih (Suharsimi Arikunto, 2006: 151).
Dalam penelitian ini metode pengumpulan data menggunakan angket dalam bentuk skala yang mempunyai empat alternatif jawaban. Keempat alternatif jawaban tersebut, yaitu : sangat siap (SS), siap (S), tidak siap (TS), dan sangat tidak siap (STS). Skor yang diberikan bergerak dari 1 sampai 4. Bobot penilaian untuk pernyataan Favorable / positif yaitu : SS = 4, S = 3, TS = 2, dan STS = 1, sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan Unfavorable / negatif yaitu : SS = 1, S = 2, TS = 3, dan STS = 4. Alasan menggunakan empat alternatif jawaban yaitu untuk menghindari kecenderungan subyek dalam menjawab pada posisi aman yaitu tengah-tengah jawaban dengan tidak memiliki pendapat pada jawaban.
G. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan instrumen penelitian yaitu angket (kuesioner). Guna memperoleh data yang akurat diperlukan alat pengungumpul data yang dapat dipertanggungjawabkan yaitu alat ukur yang valid dan reliabel.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)