Prosiding Inovasi Teknologi Ramah Lingkungan 2013

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN
LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU
Nurmegawati dan Eddy Makruf
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
Jalan Irian Km. 6,5 Kelurahan Semarang Kota Bengkulu

Email: nurmegawati_s@yahoo.co.id

ABSTRAK
Salah satu cara untuk menilai status hara dalam menilai kesuburan hara yaitu dengan analisis tanah.
Analisis tanah dapat dilakukan di laboratorium maupun langsung dilakukan di lapangan. Penelitian ini dilakukan
di Desa Dusun Baru Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah Provinsi Bengkul, yang meliputi 2
kegiatan utama yaitu pengambilan sampel dan analisis tanah dengan PUTR dan analisa tanah di laboratorium.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Rekomendasi pupuk yaitu 200 kg/ha urea, 50 kg/ha SP-36, 125 kg/ha KCl
dan 1000 kg/ha CaCO3. kandungan C-orgnik yang tergolong sangat tinggi dan kandungan N tergolong sangat
tinggi sehingga C/N tergolong sangat rendah. Kandungan fosfor ekstrak Bray I tergolong sangat rendah, KTK
pada lokasi penelitian tergolong tinggi dengan KB tergolong sedang.
Kata kunci : analisa tanah, status hara, rekomendasi pupuk

PENDAHULUAN
Luas lahan rawa lebak di Indonesia diperkirakan seluas 13,3 juta ha yang terdiri dari 4,2 juta

ha rawa lebak dangkal, 6,07 juta ha lahan rawa lebak tengahan dan 3,0 juta ha rawa lebak dalam,
lahan tersebut tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya (Widjaya et al.,1992).
Berdasarkan data BPS Provinsi Bengkulu (2010) luas lahan rawa lebak di Provinsi Bengkulu
diperkirakan 11.609 ha yang mencakup Kabupaten Seluma, Mukomuko, Bengkulu Utara dan
Bengkulu Tengah. Lahan tersebut sangat berpotensi untuk dikembangkan khususnya untuk tanaman
padi dan diharapkan mampu menjadi penyumbang produksi beras yang cukup signifikan.
Budidaya padi di lahan rawa mempunyai resiko yang cukup tinggi karena, kesuburan tanah
yang rendah, pH yang masam, miskin unsur hara dan mengandung besi (Fe) yang tinggi. Keracunan
besi dan ketidakseimbangan kandungan unsur hara merupakan permasalahan utama yang
menyebabkan produktivitas padi rendah (1-2 t/ha) atau bahkan tidak menghasilkan. Untuk itu perlu
penambahan unsur hara melalui pemupukan agar diperoleh hasil pertanian yang menguntungkan.
Analisis tanah merupakan salah satu cara untuk menilai status hara dalam menilai kesuburan
hara, yang mempunyai konsep bahwa tanaman akan respon terhadap pemupukan bila kadar hara
tersebut kurang atau jumlah yang tersedia tidak cukup untuk pertumbuhan yang optimal, sehingga
dari analisa ini akan diperoleh rekomendasi pemupukan. Analisis tanah dapat dilakukan di
laboratorium maupun langsung dilakukan di lapangan dengan Perangkat Uji Tanah Rawa (Al-Jabri et
al., 2011). Analisis tanah diawali dengan pengambilan sampel tanah dilapangan, salah satunya
dengan metode SRS.Menurut Suganda et al, (2006) metode SRS tidak ada batasan dalam
menentukan jumlah contoh tanah yang dipilih, semua titik pengambilan contoh memiliki peluang
yang sama dan saling bebas satu sama lainnya

Kesuburan tanah berhubungan langsung dengan pertumbuhan tanaman, maka penilaian
kesuburan suatu tanah mutlak diperlukan. Tujuan dari penelitian untuk mengetahui status hara
sawah lahan rawa lebak di Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawah rawa lebak pada lahan petani selama 5 bulan dari
bulan Mei sampai September 2013 di Kabupaten Bengkulu Tengah pada Kecamatan Pondok Kubang
Desa Dusun Baru, yang meliputi 2 kegiatan utama yaitu pengambilan sampel dan mengukur tingkat
kesuburan tanah dengan menggunakan perangkat uji tanah rawa (PUTR) dan analisa tanah di
Laboratorium.

Pengambilan sampel tanah dilakukan secara komposit yaitu merupakan suatu teknik
pengambilan sampel tanah pada 5 titik pengambilan pada kedalaman 0 – 20 cm. Metode yang
digunakan yaitu simple random sampling, Urutan kerjanya sebagai berikut:
1. Tentukan titik pengambilan contoh tanah individu dengan salah satu dari empat cara, yaitu
secara diagonal, zig-zag, sistematik atau acak.
2. Sampel tanah sebaiknya diambil dalam keadaan lembab sampai basah.
3. Sampel tanah individu diambil dengan bor tanah, cangkul, atau sekop pada kedalaman 0-20 cm.
Contoh tanah diaduk merata dalam ember plastik.
4. Sampel tanah dibersihkan dari tanaman, akar dan binatang yang terbawa.

5. Sampel tanah lembab yang sudah siap untuk dianalisis diambil dengan syringe dengan cara: (1)
permukaan tanah lembab ditusuk dengan syringe sedalam 5 cm dan diangkat, (2) bersihkan
dan ratakan permukaan syringe, didorong keluar dan potong contoh tanah setebal sekitar 0,5
cm dengan sendok stainless, lalu masukkan ke dalam tabung reaksi.
Sampel tanah yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan perangkat uji tanah rawa (PUTR)
dan sebagian untuk analisis tanah di laboratorium. Secara garis besar urutan pengukuran kadar hara
dengan PUTR adalah sebagai berikut: (a) Contoh tanah sebanyak 0,5 g atau 0,5 ml dengan syringe
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, (b) tambahkan pengekstrak kemudian diaduk dengan pengaduk
kaca hingga tanah dan larutan menyatu. Kemudian tambahkan pengekstrak sesuai dengan
urutannya, (c) diamkan larutan sekitar + 10 menit hingga timbul warna. Warna yang muncul pada
larutan jernih dibaca atau dipadankan dengan bagan warna yang disediakan, (d) status hara N, P dan
K tanah terbagi menjadi tiga kelas yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Untuk hara N diindikasikan oleh
warna kuning, hijau mudah hingga hijau tua. P diindikasikan oleh warna biru muda hingga biru tua,
sedangkan untuk hara K diindikasikan oleh warna coklat tua, coklat muda, dan kuning, (e)
rekomendasi pemupukan P dan K ditentukan berdasarkan statusnya, (f) penentuan pH tanah dan
rekomendasi teknologi didasarkan kepada kelas pH yang disetarakan dengan bagan warna.
Prinsip kerja PUTR adalah mengukur hara N, P dan K tanah yang terdapat dalam bentuk
tersedia secara semi kuantitatif dengan metode kolorimetri (pewarnaan).Kriteria dalam penilaian
status hara dengan PUTR dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Kriteria penilaian status hara N, P dan pH dengan perangkat uji tanah rawah (PUTR).

No

Sifat kimia

1

N

2

P

Hasil pewarnaan

Kriteria
Rendah

Rekomendasi pupuk
(kg/ha)
300 urea


Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi

200 urea
100 urea
150 SP-36
100 SP-36
50 SP-36

Tabel 2 . Kriteria penilaian status hara K dengan perangkat uji tanah rawah (PUTR).
No
1
2
3
4
5

6

Hasil
pewarnaan

Kriteria
Rendah
Sedang
Tinggi

Jerami (2,5 t/ha)

Rekomendasi KCl (kg/ha)

Jerami
Tanpa
Jerami
Tanpa
Jerami
Tanpa


125
150
75
100
25
50

Analisis tanah di laboratorium dilakukan terhadap sifat kimia tanah, berikut macam dan
metode analisis yang digunakan (1) penetapan pH tanah metode kalorometri, (2) penetapan COrganik metode spektrofotometer, (3) penetapan N metode kjeldahl, (4) penetapan P metode
spektro, (5) penetapan kation-kation K,Mg dan KTK metoda flame.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Status Unsur Hara Tanah dengan PUTR
Penentuan status hara lahan dilakukan dengan menggunakan Perangkat Uji Tanah Rawa
(PUTR) versi 1.0 dan .Alat perangkat uji tanah rawa mekanisme kerja merupakan penyederhanaan
secara kualitatif dari analisis tanah di laboratorium dan hasil yang diperoleh merupakan estimasi
pengukuran kuantitatif dalam selang nilai tertentu. Pengukuran kemasaman tanah dan status hara N,
P, K dapat dilakukan dalam waktu singkat yang dilengkapi dengan rekomendasi kebutuhan kapur,
pupuk Urea, SP-36, dan KCl untuk tanaman padi. Dari hasil analisis tanah dengan menggunakan alat

perangkat uji tanah rawa (PUTR) maka status hara N dan K tergolong rendah sedangkan P tergolong
tinggi dengan pH tanah sekitar 3-4,5 (Tabel3).
Tabel 3. Status hara dengan analisis alat perangkat uji tanah rawa (PUTR).
No

Unsur hara

Status hara

Rekomendasi penggunaan pupuk (kg/ha)

1
2
3
4

N
P
K
pH tanah


Rendah
Tinggi
Rendah
3-4,5

200 urea
50 SP-36
125 KCl
1000 CaCO3

Dari hasil analisis tanah dengan PUTR tersebut maka diperoleh rekomendasi yaitu 200 kg/ha
urea, 50 kg/ha SP-36, 125 kg/ha KCl dan 1000 kg/ha CaCO 3. Menurut Supartini (1995) dalam
Nurhayati, et al (2012) rekomendasi pemupukan adalah suatu rancangan yang meliputi jenis dan
takaran pupuk serta cara dan waktu pemupukan untuk tanaman pada areal tertentu.

Status Hara dengan Analisis Laboratorium
Untuk memperoleh status hara dapat dilakukan dengan analisis di laboratorium. Salah satu
keuntungan melakukan analisis tanah di laboratorium adalah hasil yang diperoleh bersifat kuantitatif
dan ketelitian sangat tinggi, sedangkan dengan menggunakan PUTR hasil yang diperoleh bersifat

semi kuantitatif dengan ketelitian yang lebih rendah. Namun dengan menggunakan PUTR
keuntungannya prosedurnya lebih cepat dan dapat dilapangan. Status hara yang dilakukan di
Laboratorium dapat dilihat pada Tabel 4. Secara umum kandungan C-organik pada daerah
pengkajian rawa lebak termasuk sangat tinggi; kandungan N tergolong sangat tinggi sangat berbeda
jika dibanding dengan menggunakan PUTR; kandungan P tergolong sangat rendah, K-dd tergolong
rendah; kandungan Ca-dd tergolong sedang; Mg-dd tergolong tinggi; Na-dd tergolong sangat
rendah; Al3+ tergolong rendah; dan KTK tergolong tinggi.
Lahan rawa yang digunakan dalam penelitian ini adalah rawa lebak dengan kandungan Corgnik yang tergolong sangat tinggi dan kandungan N tergolong sangat tinggi sehingga C/N tergolong
sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pelapukannya sudah lanjut dengan bahan organik
halus.Perbandingan C/N rendah cenderung dirombak lebih cepat dibandingkan dengan bahan
tanaman yang mempunyai nisbih C/N tinggi. Perbandingan C/N rendah karena N yang tinggi dan
tanaman yang memiliki lebih besar proporsi C dalam senyawa selulosa dan lignin yang tahan
terhadap pelapukan, maupun sebaliknya.
Kandungan fosfor ekstrak Bray I tergolong sangat rendah, ini menunjukkan P tersedia untuk
tanaman sangat rendah, ini dikarenakan pengusahan lahan penelitian ini baru dibuka diperkirakan 3-4
tahun. Rachim (1995) dalam Hartatik dan Idris (2008) melaporkan bahwa lamanya pengusahan dapat
meningkatkan P terekstrak dengan Bray I, peningkatan ini berkaitan dengan dekomposisi dan
mineralisasi bahan organik, sehingga unsur P menjadi terlepas.

Tabel 4. Status hara dengan analisis tanah di laboratorium.

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Sifat Kimia
C-organik (%)
N-organik (%)
P-Bray.I (ppm)
K-dd (me/100g)
Ca-dd (me/100g)
Mg-dd (me/100g)
Na-dd (me/100g)
KTK (me/100g)
Al (me/100g)
KB (%)

Nilai
5,36
2,96
1,47
0,11
0,73
1,89
0,07
25,86
2,86
10,82

Keterangan *
Sangat tinggi
Sangat tinggi
Sangat rendah
Rendah
Sangat rendah
Sedang
Sangat rendah
Tinggi
rendah
Sangat rendah

Keterangan: Hasil analisa laboratorium tanah BPTP Bengkulu.
* Balai Penelitian Tanah (2009).

Basa-basa dapat dipertukarkan ditentukan dengan melepaskan basa-basa tersebut dari koloid
tanah, nilainya adalah K-dd tergolong rendah; kandungan Ca-dd tergolong sangat rendah; Mg-dd
tergolong sedang; Na-dd tergolong sangat rendah. Hardjowigeno (1993) melaporkan bahwa
perbandingan kandungan Na dapat dipertukarkan dengan kation lain dan KTK semakin tinggi ini
menunjukkan maka sifat tanahnya jelek sedangkan perbandingan Ca/Mg menunjukkan tingkat
pelapukan dan perkembangan tanah (makin rendah, makin lanjut pelapukan.
Kapasitas tukar kation tanah didefinisikan sebagai kapasitas tanah untuk menyerap dan
mempertukarkan kation. KTK biasanya dinyatakan dalammilliekivalen per 100 gram. Kation-kation
yang berbeda dapat mempunyai kemampuan yang berbeda untu k menukar kation yang dijerap. Kapasitas
tukar kation merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. KTK
pada lokasi penelitian tergolong tinggi, ini menunjukkan bahwa tanahnya mampu menyerap dan
menyediakan unsur hara lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah. Karena unsur-unsur hara
tersebut tidak mudah hilang tercuci oleh air.
Nilai KB merupakan perbandingan antara jumlah me kation basa dengan me kapasitas tukar
kation. Kejenuhan basa (KB) pada lokasi pengkajian tergolong sangat rendah dan termasuk tidak
subur. Pemberian kapur berperan dalam menetralisir pengaruh asam-asam organik yang meracun
dan merugikan pertumbuhan tanaman. Berdasarkan analisis tanah dengan PUTR direkomendasikan
pemberian kapur (CaCO3) 1000 kg/ha. Wakhid (2011) melaporkan bahwa nilai KB tanah > 80%, 5080% dan < 50% untuk tanah gambut berturut-turut termasuk kategori sangat subur, sedang dan
tidak subur. Nilai KB menentukan kemasaman tanah dan ketersediam unsur hara, khususnya kalium,
kalsium dan magnesium.

KESIMPULAN
1. Kandungan C-orgnik dan N tergolong sangat tinggi sehingga C/N tergolong sangat rendah. Ptersedia tergolong sangat rendah dengan KTK tergolong tinggi sedangkan kejenuhan basa
tergolong sangat rendah.
2. Tingkat pelapukan sudah lanjut, jika dilihat dari nilai kejenuhan basa maka daerah penelitian
tergolong tidak subur.

UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Johan Safri, A.Md dan Heryan Iswadi yang telah
banyak membantu selama pelaksanaan penelitian di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Jabri, M. Widowati,L.R. Eviati. 2011. Petunjuk penggunaan perangkat uji tanah rawa. Balai Penelitian Tanah.
Bogor.
Balai Penelitian Tanah. 2009. Analisa kimia tanah, tanaman, air dan pupuk. Balai Penelitin Tanah. Bogor.
BPS Provinsi Bengkulu. 2010. Bengkulu dalam Angka.
Hardjowigeno,S.1993. Klasifikasi tanah dan pedogenesis. Penerbit akademika Pressindo. Jakarta
Hartatik. W. Idris,K. 2008. Kelarutan fosfat alam dan SP-36 dalam gambut yang diberikan bahan amelioran tanah
mineral. Jurnal Tanah dan Iklim 27: 45-56.
Nurhayati. Zona, R.F. Jamil. A. 2012. Status hara dan rekomendasi pupuk padi sawah di Kabupaten Siak.
Prosiding seminar nasional teknologi pemupukan dan pemulihan lahan terdegradasi Bogor, 29-30 Juni
2012. Hal 187-194.
Suganda, H. Rachman, A. Sutono. 2006. Petunjuk pengambilan contoh tanah dalam sifat fisika tanah dan
metode analisisnya. Balai Besar Sumberdaya lahan pertanian. Bogor.
Widjaja-Adhi, I P. G., K. Nugroho, D. Ardi S., dan A. S. Karama. 1992. Sumber daya lahan rawa: Potensi,
keterbatasan dan pemanfaatan. Dalam Pengembangan Terpadu Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut dan
Lebak. Pusat Penelitian Tanaman Pangan.Bogor. pp.19-38.
Wakhid, N. 2011. Teknologi pemberian bahan amelioran di lahan gambut. Prosiding seminar nasional
sumberdaya laiberhan pertanian Banjarbaru, 13-14 Juli 2011. Hal 165-180.