PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK AKHLAK SISWA SD AL-FALAH ASSALAM SIDOARJO.

(1)

SKRIPSI

Oleh:

SITI AYU SUPRAPTI

NIM. D71212148

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

viii

yang sangat penting dalam membentuk dan mengembangkan pribadi dan akhlak

siswa.

Tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui peran guru

pendidikan agama Islam SD Al-Falah Assalam Sidoarjo, mengetahui akhlak siswa

SD Al-Falah Assalam Sidoarjo, dan mengetahui peran guru Pendidikan Agama

Islam dalam membentuk akhlak siswa SD Al-Falah Assalam Sidoarjo.

Penelitian ini penting dalam memberikan informasi kepada para guru

Pendidikan Agama Islam bagaimana cara yang baik dalam membentuk akhlak

siswa, sehingga dalam pelaksanaannya guru mempunyai gambaran dan langkah

persiapan dalam membentuk akhlak siswa.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan penelitian

kualitatif fenomenologi yang memotret mengenai kegiatan atau masalah yang

timbul di lapangan. Adapun teknik pengambilang sampelnya dengan

menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel

sumber data dengan pertimbangan tertentu yakni sumber data dianggap paling

tahu tentang apa yang diharapkan. Sampel dalam penelitian kualitatif ini berfungsi

untuk mendapatkan informasi yang maksimum. Perolehan data menggunakan

metode observasi, dokumentasi, dan diabsahkan dengan metode wawancara

sebagai penguat data yang telah diperoleh.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Guru Pendidikan Agama

Islam berperan sebagai motivator, pengarah, mengontrol dan membimbing,

contoh teladan yang baik, penasihat dan memberi konsekuensi, serta pembuat

kebijakan.


(6)

x

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ...viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang ... 1

B.

Rumusan Masalah ... 6

C.

Tujuan Penelitian ... 6

D.

Kegunaan Penelitian... 6

E.

Definisi Operasional... 7

F.

Kajian Pustaka ... 8


(7)

xi

BAB II KAJIAN TEORI

A.

Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam ... 11

B.

Peran Guru Pendidikan Agama Islam ... 16

C.

Pengertian Akhlak ... 21

D.

Bentuk Akhlak Siswa ... 26

BAB III METODOLOGI

A.

Pendekatan dan Jenis Penelitian... 41

B.

Kehadiran Peneliti ... 43

C.

Lokasi Penelitian ... 44

D.

Sumber Data ... 44

E.

Teknik Pengambilan Sampel... 45

F.

Prosedur Pengumpulan Data ... 46

G.

Analisis Data ... 46

BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISIS DATA

A.

Gambaran Umum Objek Penelitian ... 48

1.

Sejarah Berdirinya SD Al-Falah Assalam Sidoarjo ... 48

2.

Visi, Misi dan Motto SD Al-Falah Assalam Sidoarjo ... 49

3.

Strategi Penjaminan Mutu SD Al-Falah Assalam Sidoarjo ... 50

4.

Tujuan SD Al-Falah Assalam Sidoarjo ... 50

5.

Program Pendidikan SD Al-Falah Assalam Sidoarjo ... 51

6.

Sarana Prasarana SD Al-Falah Assalam Sidoarjo ... 52

B.

Paparan Data dan Analisis Data ... 52


(8)

xii

2.

Akhlak Siswa SD Al-Falah Assalam Sidoarjo ... 66

3.

Peran Guru PAI dalam Membentuk Akhlak Siswa

SD Al-Falah Assalam Sidoarjo ... 73

BAB V PENUTUP

A.

Kesimpulan ... 79

B.

Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81

LAMPIRAN


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Guru memang menempati kedudukan yang terhormat di masyarakat. Guru dapat dihormati oleh masyarakat karena kewibawaannya, sehingga masayarakat tidak meragukan figur guru. Masyarakat percaya bahwa dengan adanya guru, maka dapat mendidik dan membentuk kepribadian anak didik mereka dengan baik agar mempunyai intelektualitas yang tinggi serta jiwa kepemimpinan yang bertanggungjawab. Jadi dalam pengertian yang sederhana, guru dapat diartikan sebagai orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Sedangkan guru dalam pandangan masyarakat itu sendiri adalah orang yang melaksanakan pendidikan ditempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan yang formal saja tetapi juga dapat dilaksanakan dilembaga pendidikan non-formal seperti di masjid, di surau / mushola, di rumah dan sebagainya.

Seorang guru mempunyai kepribadian yang khas. Di satu pihak guru harus ramah, sabar, menunjukkan pengertian, memberikan kepercayaan dan menciptakan suasana aman. Akan tetapi di lain pihak, guru harus memberikan tugas mendorong siswa untuk mencapai tujuan, menegur, menilai, dan mengadakan koreksi. Dengan demikian, kepribadian seorang guru seolah-olah terbagi menjadi dua bagian. Di satu pihak bersifat empati, di pihak lain bersifat kritis. Di satu pihak menerima, di lain pihak menolak. Maka seorang guru yang tidak bisa memerankan pribadinya sebagai guru, ia


(10)

akan berpihak kepada salah satu pribadi saja. Dan berdasarkan hal-hal tersebut, seorang guru harus bisa memilah serta memilih kapan saatnya berempati kepada siswa, kapan saatnya kritis, kapan saatnya menerima dan kapan saatnya menolak. Dengan perkatan lain, seorang guru harus mampu berperan ganda. Peran ganda ini dapat di wujudkan secara berlainan sesuai dengan situasi dan kondisi yang di hadapi. Maka dari itu, guru sangat berpengaruh dalam membentuk karakter dan perkembangan siswanya.

Di usia dini atau usia pra sekolah yang sering disebut usia dimana anak-anak duduk di taman kanak-kanak sudah memiliki dasar tentang moralitas. Dari sinilah peran guru, keluarga, dan lingkungan wajibnya saling mendukung agar perkembangan akhlak seorang anak terbentuk dengan baik. Disaat ini anak belajar memahami tentang kegiatan atau perilaku mana yang baik dan mana yang buruk.

Pada saat mengenalkan konsep-konsep baik-buruk, benar-salah atau menanamkan disiplin pada anak, orang tua atau guru hendaknya memberikan penjelasan tentang alasannya. Seperti (1) mengapa menggosok gigi sebelum tidur itu baik, (2) mengapa sebelum makan harus mencuci tangan, atau (3) mengapa tidak boleh membuang sampah sembarangan. Penanaman disiplin dengan disertai alasannya ini, diharapkan akan mengembangkan self-control atau self-discipline (kemampuan mengendalikan diri, atau mendisiplinkan diri berdasarkan kesadaran sendiri) pada anak. Apabila penanaman disiplin ini tidak diiringi penjelasan tentang alasannya,


(11)

atau bersifat doktriner, biasanya akan melahirkan sikap disiplin buta, apalagi jika disertai dengan perlakuan yang kasar.1

Ketika seorang anak beranjak menuju ke usia sekolah maka anak membutuhkan bimbingan akhlak lebih kompleks lagi. Di saat masa pra sekolah anak sebaiknya diberikan contoh dan manfaat serta tujuan dari tingkah laku yang dilakukan. Di usia sekolah anak mampu berpikir secara sadar terhadap semua tingkah laku dan juga akibat yang akan timbul dari hasil tingkah lakunya. Maka disini guru perlu membimbing dan mengarahkan saja tanpa harus menjelaskan secara detail mengenai tujuan dan manfaat dari akhlak yang mereka miliki.

Pada usia sekolah dasar, anak sudah dapat mengikuti pertautan atau tuntutan dari orang tua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini, anak sudah dapat memahami alasan yang mendasari suatu peraturan. Di samping itu, anak sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar-salah atau baik-buruk. Misalnya, dia memandang atau menilai bahwa perbuatan nakal, berdusta, dan tidak hormat kepada orang tua merupakan suatu yang salah atau buruk. Sedangkan perbuatan jujur, adil, dan sikap hormat kepada orang tua dan guru merupakan suatu yang benar atau baik.2

Seorang siswa diharapkan mampu berkembang dan tumbuh menjadi pribadi yang mempunyai akhlak yang baik. Yang dimaksud dengan akhlak siswa disini bukan hanya sekedar hal-hal yang berkaitan dengan ucapan, sikap, dan perbuatan yang harus ditampakkan oleh siswa dalam

1 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung, Remaja Rosdakarya,

2012), h. 175-176

2


(12)

pergaulan di sekolah dan di luar sekolah, melainkan berbagai ketentuan lainnya yang memungkinkan dapat mendukung efektivitas proses belajar mengajar. Pengetahuan terhadap akhlak peserta didik ini bukan hanya perlu diketahui oleh setiap siswa dengan tujuan agar menerapkannya, melainkan juga perlu diketahui oleh setiap guru, dengan tujuan agar dapat mengarahkan dan membimbing para siswa untuk mengikuti akhlak tersebut.3

Tanpa disadari saat seorang siswa melihat tingkah laku gurunya, maka saat itulah seorang siswa belajar dan mengembangkan kepribadian akhlaknya. Bimbingan untuk membentuk kepribadian yang baik haruslah dimulai dari usia dini. Karena penanaman bimbingan akhlak mulai dini dapat menciptakan akar akhlak yang kokoh terhadap anak-anak hingga usianya dewasa, sehingga akhlak yang sudah terbentuk tidak mudah untuk dihilangkan atau dipengaruhi oleh hal-hal yang kurang baik dari lingkungan.

Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin Imam Ghazali mengatakan bahwa, “barang siapa yang tidak tunduk hatinya, maka tidak tunduk pula anggota -anggota tubuhnya. Barang siapa yang dadanya itu tidak berlubang sinar-sinar keTuhanan, maka tidak mengalir keindahan adab kesopanan kenabian atas anggota-anggota tubuhnya”.4 Dari pernyataan Al-Ghazali tersebut terdapat penjelasan bahwa adab yang merupakan bagian dari akhlak itu perlu dikembangkan dan dibentuk hingga dapat merasuk ke dalam hati dan dapat menghasilkan keindahan adab atau akhlak kesopanan kenabian melalui tingkah laku yang diperbuat.

3 Abuddin nata, Ilmu PendidikanIslam, (Jakarta, Kencana, 2010), h. 181


(13)

SD Al-Falah Assalam Sidoarjo merupakam sekolah yang menanamkan akhlak, moral, dan budi pekerti mulai dari kelas kecil. Contohnya siswa kelas I diwajibkan melakukan 3S (senyum, sapa, salam) setiap bertemu dengan ustadz/ustadzah. Selain itu, siswa-siswa sangat tertib ketika akan melaksanakan sholat berjamaah di masjid. Hal itu semua tidak akan terjadi jika tidak ada peran khusus dari seorang guru, terutama guru Pendidikan Agama Islam mengingat hal tersebut mempunyai kaitan erat dengan mata pelajaran Agama Islam.

Guru Pendidikan Agama Islam SD Al-Falah Assalam Sidoarjo turut andil besar dalam membentuk akhlak siswa. Bagaimana siswa menyapa ustadz/ustadzahnya, bagaimana adab siswa ketika di masjid, itu semua akan menjadi rutinitas perkembangan akhlak yang baik untuk siswa. Meski begitu tetap ada siswa yang belum melaksanakan kebiasaan-kebiasaan tersebut dengan baik. Contohnya, masih ada siswa yang makan sambil berdiri, belum khusyu saat berdoa, dan belum tertib di kelas saat pembelajaran berlangsung. Hal tersebut dapat kami jadikan sebuah data fenomenologi dilapangan untuk diteliti dengan rumusan masalah bagaimana peran guru Pendidikan Agama Islam dalam membentuk akhlak yang sudah menjadi kebiasaan tersebut.

Dengan ini peneliti tertarik untuk membahas peran Guru Pendidikan Agama Islam, yang dilaksanakan di SD Al-Falah Assalam Sidoarjo. Studi kasus ini disusun dalam penelitian yang oleh penulis diberi judul sebagai berikut:


(14)

“Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Akhlak Siswa SD Al-Falah Assalam Sidoarjo”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana peran guru Pendidikan Agama Islam SD Al-Falah Assalam Sidoarjo?

2. Bagaimana akhlak siswa SD Al-Falah Assalam Sidoarjo?

3. Bagaimana peran guru Pendidikan Agama Islam dalam membentuk akhlak siswa SD Al-Falah Assalam Sidoarjo?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui peran guru Pendidikan Agama Islam SD Al-Falah Assalam Sidoarjo

2. Untuk mengetahui akhlak siswa SD Al-Falah Assalam Sidoarjo

3. Untuk mengetahui peran guru Pendidikan Agama Islam dalam membentuk akhlak siswa SD Al-Falah Assalam Sidoarjo

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian digunakan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar S1 dalam bidang Pendidikan Agama Islam di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya


(15)

E. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat yang dapat dipahami. Definisi operasional perlu dicantumkan dengan tujuan untuk menghindari perbedaan pengertian dalam memahamin dan menginterpretasikan maksud judul agar sesuai dengan masksud peneliti, maka akan penulis jelaskan dari arti tersebut.

“Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Akhlak Siswa SD Al-Falah Assalam Sidoarjo”

a. Peran guru pendidikan agam Islam:

Seorang guru harus berperan sebagai pemelihara, pembina, pengarah, pembimbing, dan pemberi ilmu pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan kepada orang-oang yang memerlukannya.5

Peran guru pendidikan agama Islam adalah memelihara, membina, mengarakan, membimbing, dan memberi ilmu pengetahui, pengalaman, dan keterampilan kepada orang-orang yang memerlukan sesuai dengan ajaran Islam yang bersumber pada Al-Quran dan Hadits.

b. Membentuk akhlak:

Akhlak adalah istilah yang berasal dari kata bahasa arab yang diartikan sama dengan budi pekerti. Pada dasarnya akhlak mengajarkan bagaimana seseorang seharusnya berhubungann dengan Tuhan Penciptanya, sekaligus bagaimana seseorang harus berhubungan dengan sesama manusia.6

5 Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-Murid, ibid. h. 47 6 Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, ibid. h. 32


(16)

Pengertian etika sering disamakan dengan pengertian akhlak dan moral dan ada pula ulama yang mengatakan bahwa akhlak merupakan etika Islam.7

Kepribadian yang dimiliki seseorang akan berpengaruh terhadap akhlak, moral, budi pekerti, etika, dan estetika orang tersebut ketika berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari di manapun ia berada. Artinya, etika, moral, norma, nilai, dan estetika yang dimiliki akan menjadi landasan perilaku seseorang sehingga tampak dan membentuk menjadi budi pekertinya sebagai wujud kepribadian orang itu.8

Jadi yang dimaksud dengan peran guru dalam membentuk akhlak siswa SD Al-Falah Assalam Sidoarjo adalah setiap peran atau tindakan yang dilakukan guru dalam membentuk kepribadian, akhlak, moral, budi pekerti, etika, dan estetika siswa SD Al-Falah Assalam Sidoarjo.

F. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu adalah deskripsi singkat tentang penelitian yang sudah pernah dilakukan seputar masalah yang diteliti sehingga dapat diketahui bahwa kajian yang dilakukan ini bukan merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian lain.

Pembahasan mengenai akhlak sebelumnya sudah ada antara lain:

7 Burhanuddin Salam, Etika Individual: Pola Dasar Filsafat Moral, (Jakarta, PT Rineka Cipta,

2000), h. 3


(17)

1. “Strategi guru dalam membentuk akhlak siswa SMA Ta’miriyah Surabaya”.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode wawancra dan observasi.

Hasil dari penelitian ini adalah:

a. Mengenai keadaan akhlak siswa SMA Ta’miriyah Surabaya, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kurangnya akhlak terpuji yang dimiliki siswa baik dari faktor internal seperti kecapekan, mengantuk, malas, dll, ataupun dari faktor eksternal seperti keadaan lingkungan keluarga ataupun pergaulan. Adapun cara untuk membentuk dan menumbuhkan akhlak dalam diri siswa SMA Ta’miriyah Surabaya yaitu dengan menambah jam pelajaran di luar kelas, atau dengan cara mengaitkan materi/pelajaran dengan isu/problem yang sedang terjadi dalam masyarakat serta menjelaskan tujuan atau kegunaan pemilikan akhlakul karimah (akhlak terpuji) bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari dan dimasa mendatang

b. Ada beberapa strategi yang digunakan guru SMA Ta’miriyah Surabaya dalam membentuk akhlak peserta didik, diantaranya yaitu: mengaitkan materi dengan contoh konkrit, memberikan nasihat, memberikan test, memberikan hukuman, memberikan penguatan verbal atau sanjungan, memberikan suri tauladan yang baik, baik dalam berucap, berperilaku ataupun berpakaian (metode keteladanan), mengadakan karya wisata, mengadakan pengajian kelas, serta mewajibkan/mengikutkan


(18)

siswa-siswa yang bermasalah dalam kegiatan MABID dll. Dari kesemuanya strategi tersebut, aplikasinya dilakukan dengan melihat kondisi yang ada

c. Dalam proses belajar mengajar di SMA Ta’miriyah Surabaya, strategi yang digunakan oleh guru telah efektif seperti dengan adanya MABID yang kegiatannya berisikan Shalat Tahajut, Shalat Taubat, Tausiyah dll. Dimana melalui kegiatan tersebut siswa yang tadinya sering melanggar aturan berubah menjadi baik, baik dalam teori maupun praktek

Perbedaan yang ada pada judul ini adalah terletak pada kata strategi dan objek yang diteliti.

2. “Hubungan keberadaan guru agama dengan akhlaqul karimah siswa di SMP Ghufron Faqih kecamatan Simokerto Surabaya”.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif karena mencari sebuah hubungan antara keberadaan guru agama dengan akhlaqul karimah.

Metode yang digunakan oleh peneliti adalah observasi, interview, angket, dan dokumentasi.

Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa antara variabel x (hubungan keberadaan guru agama) dan variabel y (akhlaqul karimah siswa) terdapat korelasi positif yang cukup baik.

Perbedaan dengan penelitian yang saya buat terletak pada pendekatannya. Karena penelitian saya menggunakan pendekatan kualitatif yang berbentuk deskriptif. Selain itu, objek kajian pun juga berbeda.


(19)

Penelitian yang ditulis peneliti ini mengkaji tentang Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Akhlak Siswa SD Al-Falah Assalam Sidoarjo, disini penulis akan mengkaji bagaimana Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Akhlak Siswa SD Al-Falah Assalam Sidoarjo.

G. Sistematika

Untuk menjadikan penelitian ini lebih terarah, diperlukan adamya sistematika pembahasan. Untuk lebih jelasnya, dibawah ini diuraikan mengenai pembahasan.

BAB I :Pendahuluan

Dalam bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional, kajian pustaka, dan sistematika

BAB II :Kajian Teori

Dalam bab ini akan dibahas secara teoritis mengenai pengertian guru Pendidikan Agama Islam, peran guru Pendidikan Agama Islam, pengertian akhlak dan bentuk akhlak siswa

BAB III :Metodologi

Bab ini berisi pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data.


(20)

BAB IV :Paparan Data dan Temuan Penelitian

Berisi raport akhlak siswa SD Al-Falah Assalam Sidoarjo, hasil catatan harian penulis saat mengamati akhlak siswa SD Al-Falah Assalam Sidoarjo, hasil wawancara Guru Pendidikan Agama Islam SD Al-Falah Assalam Sidoarjo

BAB V :Penutup

Dalam bab ini berisi kesimpulan bagaimana peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam membentuk akhlak siswa SD Al-Falah Assalam Sidoarjo dan saran bagaimana harusnya penelitian ini dikembangkan


(21)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam

Istilah guru sebagaimana dijelaskan oleh Hadari Nawawi, adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau kelas. Secara lebih khusus lagi, ia mengatakan bahwa guru adalah orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing. Guru dalam pengertian tersebut menurutnya bukanlah sekedar orang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan materi pengetahuan tertentu, melainkan anggota masyarakat yang harus ikut aktif dan berjiwa bebas serta kreatif dalam mengarahkan perkembangan anak didiknya untuk menjadi anggota masyarakat sebagai orang dewasa. Dalam pengertian ini, terkesan adanya tugas yang demikian berat yang harus dipikul oleh seorang pendidik, khususnya guru. Tugas tersebut, selain memberikan pelajaran di muka kelas, juga harus membantu mendewasakan peserta didik.1

Semua tugas guru akan menjadi efektif dengan adanya metode, terapi, maupun strategi yang dilakukan secara kontinue. Tindakan dan peran yang dilakukan guru guna membentuk akhlak siswa seharusnya dilakukan secara bertahap dan berulang-ulang agar dapat menjadi kebiasaan dan melekat dalam kepribadian siswa, sehingga menjadi akhlak yang baik pada diri siswa.

1

Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, (Jogjakarta, Ar-Ruzz, Media, 2012), h. 137


(22)

Sekolah yang efektif juga sangat didukung oleh kualitas para guru, baik menyangkut karakteristik pribadi maupun kompetensinya.2

Pengertian dasar kompetensi (competency) adalah kemampuan atau kecakapan3. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kompetensi berarti kewenangan atau kekuasaan untuk menentukan (memutuskan sesuatu).4

Kompetensi guru atau pendidik adalah segala kemampuan yang harus dimiliki oleh guru atau pendidik (misalnya persyaratan, sifat, kepribadian) sehingga dia dapat melaksanakan tugasnya dengan benar.5

Dalam UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dijelaskan bahwa kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas profesinya. Kompetensi tersebut meliputi6:

1. Kompetensi pedagogik

Kompetensi pendagogik pada dasarnya adalah kemampuan yang harus dimiliki guru dalam mengelolah pembelajaran untuk siswanya, meliputi :

a. Memahami karakteristik peserta didik dari berbagai aspek, sosial, moral, kultural, emosional, dan intelektual;

b. Memahami gaya belajar dan kesulitan belajar peserta didik; c. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik;

2 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung, Remaja Rosdakarya,

2012), h. 56

3 Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Guru, (Bandung, Remaja Rosdakarya,

2000), h. 229

4 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka,

2002), h. 584

5 Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2005), h. 151 6 Undang-undang guru dan dosen no. 14 tahun 2005


(23)

d. Menguasai teori dan prinsip belajar serta pembelajaran yang mendidik;

e. Mengembangkan kurikulum yang mendorong keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran;

f. Merancang pembelajaran yang mendidik; g. Melaksanakan pembelajaran yang mendidik;

h. Memahami latar belakang keluarga dan masyarakat peserta didik dan kebutuhan belajar dalam konteks kebhinekaan budaya;

i. Mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran. 2. Kompetensi professional

Yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi. Diharapkan guru menguasai substansi bidang studi dan metodologi keilmuannya, menguasai struktur dan materi kurikulum bidang studi, mengorganisasikan materi kurikulum bidang studi, menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran, meningkatkan kualitas pembelajaran melalui evaluasi dan penelitian. Dengan kata lain guru harus ahli dalam bidang studi yang diampunya, sehingga peserta didik mampu memahami apa yang disampaikan guru dengan mudah. Jadi untuk menjadi guru, seseorang harus benar-benar mempunyai kualitas keilmuan kependidikan dan kenginan yang memadai guna menunjang tugas jabatan profesinya, serta tidak semua orang bisa melakukan tugas dengan baik. Apabila tugas


(24)

tersebut dilimpahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tidak akan berhasil bahkan akan mengalami kegagalan, sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW:

(ْيرﺎ ﺒْ ا هاور) .ﺔﻋﺎﱠ ا ﺮﻈﺘْﻧﺎﻓ ﮫ ْھأ ﺮْﯿﻏ ﻰ إ ﺮْﻣﻷْ اًﺪ و اذإ

”Apabila suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya”.

3. Kompetensi sosial

Kemampuan guru dalam komunikasi secara efektif dengan peserta didik,

sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali, dan masyarakat.

Diharapkan guru dapat berkomunikasi secara simpatik dan empatik dengan peserta didik, orang tua peserta didik, sesama pendidik dan tenaga kependidikan, dan masyarakat, serta memiliki kontribusi terhadap perkembangan siswa, sekolah dan masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) untuk berkomunikasi dan pengembangan diri.

4. Kompetensi kepribadian

Memiliki kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, serta berakhlak mulia; sehingga menjadi teladan bagi siswa dan masyarakat; serta mampu mengevaluasi kinerja sendiri (tindakan reflektif) dan mampu


(25)

M. Ngalim Purwanto, MP (2000:139) mengemukakan syarat-syarat untuk menjadi guru atau pendidik dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Berijazah atau berlatar belakang pendidikan guru 2. Sehat jasmani dan rohani

3. Taqwa kepada Tuhan dan berkelakuan baik 4. Bertanggungjawab

5. Berjiwa nasional

Sedangkan sikap dan sifat yang harus dimiliki oleh guru atau pendidik, masih menurut Ngalim Purwanto, adalah:

1. Adil (tidak membedakan dan pilih kasih)

2. Percaya dan suka (senang) kepada murid-muridnya 3. Sabar dan rela berkorban

4. Memiliki wibawaterhadap anak didiknya

5. Penggembira (humoris, supaya tetap memikat anak/peserta didik ketika mengajar)

6. Bersikap baik terhadap guru-guru lainnya 7. Bersikap baik terhadap masyarakat

8. Benar-benar menguasai mata pelajarannya 9. Suka kepada mata pelajaran yang diberikannya 10.Berpengetahuan luas

Adapun karakter akhlak (kepribadian, pend) yang harus dimiliki oleh seorang guru atau pendidik menurut Cahyadi Takariawan (2003:37)


(26)

1. Berusaha menampilkan keteladanan yang maksimal di depan anak didik dan masyarakat secara umum dalam berbagai bidang kehidupan

2. Senantiasa mendekatkan diri kepada Allah melalui aktivitas ibadah Lillahi Wahdah (karena Allah saja)

3. Menjaga kerapian, keindahan, dan kebersiahan dalam berpakaian atau berpenampilan secara umum

4. Senantiasa berusaha untuk meningkatkan kepastian keilmuan 5. Melaksanakan syiar-syiar ubudiyah

6. Menebarkan kasih-sayang dan lemah-lembut kepada anak/peserta didik 7. Menampilkan sikap kedewasaan dalam bermuamalah dengan

anak/peserta didik

8. Menampilkan kepribadian yang kuat, bersemangat tinggi dan berdedikasi penuh keikhlasan

9. Mendoakan anak/peserta didik di luar pengetahuan mereka (tanpa pengetahuan mereka) untuk kebaikan mereka dan keluarga mereka di dunia dan akhirat

10.Senantiasa siap memperbaiki kekurangan diri dalam berbagai hal7

B. Peran Guru Pendidikan Agama Islam

Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru


(27)

harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin.

Berkaitan dengan tanggung jawab, guru harus mengetahui nilai, norma moral, dan sosial, serta berusaha berperilaku dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Guru juga harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya dalam pembelajaran di sekolah dan dalam kehidupan masyarakat.

Berkenaan dengan wibawa, guru harus memiliki kelebihan dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial, dan intelektual dalam pribadinya, serta memiliki kelebihan dalam pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni sesuai dengan bidang yang dikembangkan.

Guru juga harus mampu mengambil keputusan secara mandiri (independent), terutama dalam berbagai hal yang berkaitan dengan pembelajaran dan pembentukan kompetensi, serta bertindak sesuai dengan kondisi peserta didik dan lingkungan. Guru harus mampu dan mengambil keputusan secara cepat, tepat waktu, dan tepat sasaran, terutama berkaitan dengan masalah pembelajaran dan peserta didik, tidak menunggu perintah atasan atau kepala sekolah.

Sedangkan disiplin, dimaksudkan bahwa guru harus mematuhi berbagai peraturan dan tata tertib secara konsisten atas kesadaran profesional, karena mereka bertugas untuk mendisiplinkan para peserta didik di sekolah, terutama dalam pembelajaran. oleh karena itu, dalam menanamkan disiplin


(28)

gruru harus memulai dari dirinya sendiri, dalam berbagai tindakan dan perilakunya.8

Guru merupakan model atau teladan bagi peserta didik dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Terdapat kecenderungan yang besar untuk menganggap bahwa peran ini tidak mudah untuk ditentang, apalagi ditolak.9

Tugas utama pendidik adalah mendidik dan mengajar. Alangkah baiknya apabila sebelum memulai melaksanakan tugasnya, guru atau pendidik meniatkan kembali di dalam hati bahwa ia mengajar dan mendidik itu merupakan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, serta ikhlas mengharap ridla Allah SWT.

Menurut Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin dijelaskan ada empat tugas pendidik/pengajar, yaitu:

1. Menunjukkan kasih-sayang kepada pelajar/murid dan menganggapnya seperti anak sendiri, sebagaimana Rasulullah bersabda, “sesungguhnya aku bagi kamu adalah seperti ayah terhadap anaknya”

2. Mengikuti teladan pribadi Rasulullah

3. Tidak menunda memberi nasihat dan ilmu yang diperlukan oleh para murid/peserta didik

4. Menasihati pelajar/murid serta melarangnya dari akhlak tercela

8 Martinis Yamin dan Maisah, Manajemen Pembelajaran Kelas: Strategi Meningkatkan Mutu

Pembelajarn, (Jakarta Selatan, Gaung Persada (GP Press) Jakarta, 201), h. 105-106

9 Martinis Yamin dan Maisah, Manajemen Pembelajaran Kelas: Strategi Meningkatkan Mutu


(29)

Secara umum tugas pendidik adalah:

1. Mujadid, yakni sebagai pembaharu ilmu, baik dalam teori maupun praktek, sesuai syarat Islam

2. Mujtahid, yakni sebagai pemikir yang ulung, dan 3. Mujahid, yakni sebagai pejuang kebenaran10

Sedangkan secara khusus tugas pendidik di lembaga pendidikan adalah sebagai:

1. Perencana : mempersiapkan bahan, metode, dan fasilitas pengajaran serta mental untuk mengajar

2. Pelaksana : pemimpin dalam proses pembelajaran

3. Penilai : mengumpulkan data, mengklasifikasi, menganalisa, dan menilai keberhasilan proses belajar mengajar

4. Pembimbing : membimbing, menggali, serta mengembangkan potensi murid/peserta didik ke arah yang lebih baik

Prof. Dr. Zakiah Darajat (1982:45) merinci tugas guru atau pendidik dalam mengajar adalah:

1. Menjaga proses belajar dan mengajar dalam suatu kesatuan

2. Mengajar anak dalam berbagai aspek, yaitu pengetahuan, keterampilan dan pengembangan seluruh kepribadian

3. Mengajar sesuai tingkat pemkembangan dan kematangan anak 4. Menjaga keperluan (kebutuhan) dan bakat anak didik


(30)

5. Menentukan tujuan-tujuan pelajaran bersama-sama dengan anak/peserta didik supaya mereka juga mengetahui dan mendukung pencapaian tujuan tersebut

6. Memberi dorongan, penghargaan dan imbalan kepada peserta didik

7. Menjadikan materi dan metode pengajaran berhubungan dengan kehidupan nyata, sehingga mereka menyadari bahwa yang dipelajarinya itu baik dan berguna

8. Membagi materi pelajaran kepada satuan-satuan dan memusatkannya pada permasalahan-permasalahan

9. Menghindari perbuatan-perbuatan yang percuma dan memberi informasi-informasi yang tak berarti, serta menjauhi hukuman dan pengulangan pekerjaan

10.Mengikutsertakan anak/peserta didik dalam proses belajar mengajar secara aktif sesuai dengan kemampuan dan bakatnya

11.Warnai situasi proses belajar mengajar dengan suasana toleran, kehangatan, persaudaraandan tolong-menolong. Suasana proses belajar mengajar tidak hanya berpengaruh terhadap keberhasilan pelajaran, tapi juga mempunyai pengaruh dalam penyerapan anak/peserta didik terhadap sifat-sifat sosial yang baik atau tidak baik


(31)

Seorang guru harus berperan sebagai pemelihara, pembina, pengarah, pembimbing, dan pemberi ilmu pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan kepada orang-oang yang memerlukannya.11

Guru pendidikan agama mempunyai peran penting dalam hal yang menyangkut keyakinan. Guru Pendidikan Agama Islan berperan sebagai pemelihara, pembina, pengarah, pembimbing, dan pemberi ilmu pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan kepada orang-oang yang memerlukannya sesuai dengan ajaran Islam yang bersumber pada Al-Quran dan Hadits.

C. Pengertian Akhlak

Kata akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun (

) yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.

Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalqun (

) yang berarti kejadian, yang erat juga hubungannya dengan khaliq (

) yang berarti pencipta, demikian dengan makhluuqun (

ق ﻮ ﻣ

) yang berarti tang diciptakan.12

Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluq.

Kata akhlak berasal dari bahasa Arab akhlaaq, berakar dari kata Khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata Khaliq (pencipta), makhluq (yang diciptakan), khaliq (penciptaan). Dari persamaan kata di atas

11 Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-Murid, (Jakarta, PT Raja

Grafindo Persada, 2011), h. 47


(32)

mengisyaratkan bahwa dalam akhlak tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak Khaliq (pencipta) dengan perilaku makhluq (yang diciptakan). Atau dengan kata lain, tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlak yang hakiki jika tindakan dan perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak Khaliq (pencipta), sehingga akhlak tidak saja merupakan norma yang mengatur hubungan antar manusia dengan Allah SWT, namun juga dengan alam semesta sekalipun.13

Ibnu Athir menjelaskan bahwa, “hakikat makna khuluq itu ialah gambaran batin manusia yang tepat (yaitu jiwa dan sifat-sifatnya), sedang khalqu merupakan gambaran bentuk luarnya (raut muka, warna kulit, tinggi rendahnya tubuh dan lain sebagainya”.14

Sedangkan Imam Al-Ghazali mendefinisikan akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia) yang melahirkan tindakan-tindakan mudah dan gampang tanpa memelurkan pemikiran ataupun pertimbangan.15

Dalam definisi yang agak panjang, Ahmad Amin menjelaskan bahwa akhlak adalah ilmu yang menjelaskan baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh sebagian manusia yang lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.16

13 Abd Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2011),

h. 42

14 A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, Ibid, . h. 12 15

Hamzah Tualeka, Akhlak Tasawuf, (Surabaya, IAIN Sunan Ampel Press, 2012), h. 2


(33)

Sementara itu, menurut Ibnu Maskawaih definisi akhlak adalah keadaan jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan-perbuatan dengan tanpa memikirkan pertimbangan.17

Dari paparan pendapat para ahli dapat kita simpulkan bahwa akhlak adalah tindakan atau perilaku yang tertanam pada diri kita yang akan menjadi sebuah tindakan-tindakan yang secara spontan keluar tanpa ada pertimbangan.

Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, yang mengatur hubungan manusia dengan Khaliq-nya, dirinya, dan dengan sesamanya. Hubungan manusia dengan Khaliq-nya tercakup dalam akidah dan ibadah. Hubungan manusia dengan dirinya tercakup dalam akhlak, makanan/minuman dan pakaian. Sedangkan hubungan manusia dengan sesamanya tercakup dalam mu’amalat dan uqubat. Islam memecahkan problematika hidup manusia secara keseluruhan tidak terbagi-bagi. Peraturan Islam dibangun atas asas ruh, yakni (berdasarkan) akidah. Jadi, aspek kerohanian dijadikan sebagai asas peradabannya, asas negara dan asas syariat Islam. Syariat Islam telah merinci sistem peraturannya, tetapi syariat Islam tidak menjadikan akhlak sebagai bagian khusus yang terpisah.

Syariat Islam telah mengatur hukum-hukum akhlak berdasarkan suatu anggapan bahwa akhlak adalah perintah dan larangan Allah SWT, tanpa melihat lagi apakah akhlak mesti diberi perhatian khusus yang dapat melebihi hukum-hukum atau ajaran Islam lainnya. Akhlak adalah bagian dari rincian

17


(34)

hukum-hukum. Bahkan porsinya paling sedikit dibandingkan rincian lainnya. Dalam fiqih tidak dibuat satu bab pun yang khusus membahas akhlak.

Akhlak tidak mempengaruhi secara langsung tegaknya suatu masyarakat baik kebangkitan maupun kejatuhannya. Masyarakat tegak dengan peraturan-peraturan hidup, dan dipengaruhi oleh perasaan-perasaan dan pemikiran-pemikiran. Maka dalam pandangan Taqiyuddin Akhlak sendiri adalah produk berbagai pemikiran, perasaan, dan hasil penerapan peraturan.18 Akhlak tidak dapat dijadikan dasar bagi terbentuknya suatu masyarakat. Akhlak adalah salah satu dasar bagi pembentukan kepribadian individu, tetapi itupun bukan satu-satunya, tidak boleh dibiarkan sendiri, harus digabung dengan akidah, ibadah, dan mu’amalat. Maka seseorang tidak tidak dianggap memiliki akhlak yang baik sementara akidahnya bukan akidah Islam. Sebab ia masih kafir, dan tidak ada dosa yang lebih besar dari pada kekafiran. Demikian pula seorang muslim tidak dianggap memiliki akhlak yang sementara ia tidak melaksanakan ibadah atau tidak menjalankan mu’amalat sesuai dengan hukum syara’. Menjadi keharusan dalam meluruskan tingkah laku individu dengan membentuk dan memelihara akidah, ibadah, mu’amalat, dan akhlak secara bersamaan. Tidak boleh memfokuskan sesuatu sebelum mantap akidahnya. Akhlak harus disandarkan kepada akidah Islamiyah. Setiap mukmin handaknya mempunyai sifat akhlak tidak lain sebagai perintah dan larangan Allah SWT.19

18Taqiyuddin al-Nabhani, Nizdham al-Islam, (TT: Min manshurati hizbut tahrir, 2001), h. 129 19Taqiyuddin al-Nabhani, Nizdham al-Islam ibid, h. 135-136.


(35)

Akhlak tidak mempengaruhi secara langsung tegaknya suatu masyarakat baik kebangkitan maupun kejatuhannya. Masyarakat tegak dengan peraturan-peraturan hidup, dan dipengaruhi oleh perasaan-perasaan dan pemikiran-pemikiran. Maka dalam pandangan Taqiyuddin Akhlak sendiri adalah produk berbagai pemikiran, perasaan, dan hasil penerapan peraturan.20

Akhlak tidak dapat dijadikan dasar bagi terbentuknya suatu masyarakat. Akhlak adalah salah satu dasar bagi pembentukan kepribadian individu, tetapi itupun bukan satu-satunya, tidak boleh dibiarkan sendiri, harus digabung dengan akidah, ibadah, dan mu’amalat. Maka seseorang tidak tidak dianggap memiliki akhlak yang baik sementara akidahnya bukan akidah Islam. Sebab ia masih kafir, dan tidak ada dosa yang lebih besar dari pada kekafiran. Demikian pula seorang muslim tidak dianggap memiliki akhlak yang sementara ia tidak melaksanakan ibadah atau tidak menjalankan

mu’amalat sesuai dengan hukum syara’. Menjadi keharusan dalam

meluruskan tingkah laku individu dengan membentuk dan memelihara akidah, ibadah, mu’amalat, dan akhlak secara bersamaan. Tidak boleh memfokuskan sesuatu sebelum mantap akidahnya. Akhlak harus disandarkan kepada akidah Islamiyah. Setiap mukmin handaknya mempunyai sifat akhlak tidak lain sebagai perintah dan larangan Allah SWT.21

20Taqiyuddin al-Nabhani, Nizdham al-Islam Ibid, h. 129. 21Taqiyuddin al-Nabhani, Nizdham al-Islam , Ibid., h. 135-136.


(36)

D. Bentuk Akhlak Siswa

“Cetaklah tanah selama ia masih basah dan tanamlah kayu (tanaman) selama masih lunak,” itulah salah satu nasihat Sayyidina Ali Ra kepada orang tua dalam mendidik anak-anaknya.

Dalam nasihat tersebut, secara tersirat Sayyidina Ali Ra memerintahkan kepada orang tua untuk mencetak kepribadian atau karakter anak sejak dini. Mengapa demikian?

Dalam ajaran Islam, saat anak dilahirkan ia dalam keadaan suci dan alam sekitarnyalah yang memberi corak warna kepribadian atau karakter anak. Karena itu, Sayyidina Ali berpesan untuk membentuk kepribadian atau karakter anak sejak dini dengan pada berkiblat pada Al-Quran dan Hadits.22

Pembentukan akhlak di pengaruhi oleh beberpa faktor, diantaranya23:

1. Instink

Instink (naluri) adalah pola perilaku yang tidak dipelajari, mekanisme yang dianggap ada sejak lahir dan juga muncul pada setiap spesies.24

Dari definisi diatas, dapat ditarik pengertian bahwa setiap kelakuan manusia, lahir dari suatu kehendak yang digerakkan oleh naluri. Naluri merupakan tabat yang dibawa manusia sejak lahir, jadi merupakan suatu pembawaan asli manusia.

22 Yusuf A.Rahman, Didiklah Anakmu seperti Sayyidina Ali bin Abi Thalib, (Jogjakarta, Diva

Press, tt), h. 32-33

23Ali Mas’ud, Akhlak Tasawuf, (Sidoarjo, CV Dwiputra Pustaka Jaya, 2012), h. 39 24 A. Budiardjo, Kamus Psikologi, (Semarang, Dakara Prize, 1987), h. 208-209


(37)

2. Keturunan

Turunan adalah kekuatan yang menjadikan anak menurut gambaran orang tua. Ada yang mengatakan turunan adalah persamaan antara cabang dan pokok. Ada pula yang mengatakan bahwa turunan adalah yang terbelakang mempunyai persediaan persamaan dengan yang terdahulu.25

Adapun yang diturunkan orang tua kepada anaknya, itu bukanlah sifat yang dimiliki yang telah tumbuh dengan matang karena pengaruh lingkungan, adat atau pendidikan melainkan sifat-sifat bawaan sejak lahir. Sifat-sifat yang diturunkan pada garis besarnya ada dua macam:

a. Sifat-sifat jasmaniah

Yakni kekuatan dan kelemahan otot dan urat syaraf orang tua dapat diwariskan kepada anak-anaknya. Orang tua yang kekar ototnya, kemungkinan mewariskan kekekaran itu pada anak cucunya, misalnya orang-orang negro. Orang tua yang lemah dan sakit fisiknya kemungkinan mewariskan pula kelemahan dan penyakit itu pada anak cucunya.

b. Sifat rohaniah

Yakni lemah atau kuatnya suatu naluri dapat diturunkan pula oleh orang tua yang kelak mempengaruhi tingkah laku anak cucunya.


(38)

3. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang melingkungi atau mengelilingi individu sepanjang hidupnya. Karena luasnya pengertian “segala sesuatu” itu maka dapat disebut, baik lingkungan fisik seperti rumahnya, orang tuanya, sekolahnya, teman-teman sepermainannya dan sebagainya, maupun lingkungan psikologis seperti aspirasinya, cita-citanya, masalah-masalah yang dihadapinya dan lain sebagainya.26

Manusia hidup selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Itulah sebabnya manusia harus bergaul. Dan dalam pergaulan ini timbullah interaksi yang saling mempengaruhi dalam pikiran, sifat dan tingkah laku. Lingkungan pergaulan ini dapat dibagi atas beberapa kategori:27

a. Lingkungan dalam rumah tangga b. Lingkungan sekolah

c. Lingkungan pekerjaan d. Lingkungan organisasi

e. Lingkungan kehidupan ekonomi

f. Lingkungan pergaulan yang bersifat umum dan bebas

Demikian faktor lingkungan yang dipandang cukup menentukan, bagi pematangan watak dan kelakuan seseorang. Hal ini sejalan dengan penjelasan Allah dalam Al-Quran:

َﻠَْأ

ْﻢُ ﱡَﺮَـﻓ

ِِﺘَﻠِ ﺎَﺷ

ﻰَﻠَ

ُﻞَﻤَْـ

ﱞﻞُ

ْﻞُﻗ

ﻼ َِﺳ

ىَﺪَْأ

َﻮُ

ْﻦَِﲟ

ُﻢ

26 Sanapiah Faisal dan Andi Mappiare, Dimensi-dimensi Psikologi, (Surabaya, Usaha Naional,tt),

h. 185-186


(39)

Artinya: Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya. (QS. Al-Isra’ 17:84)

4. Kebiasaan

Salah satu faktor penting dalam akhlak manusia adalah kebiasaan. Kebiasaan adalah perbuatan yang selalu diulang-ulang sehingga mudah dikerjakan.

Banyak sebab yang membentuk adat kebiasaan, diantaranya : mungkin sebab kebiasaan yang sudah ada sejak nenek moyangnya, sehingga dia menerima sebagai sesuatu yang sudah ada kemudian melanjutkannya. Mungkin juga karena lingkungan tempat dia bergaul yang membawa dan memberi pengaruh yang kuat dalam kehidupan sehari-hari dan lain sebagainya.

Disamping itu ada dua faktor penting yang melahirkan adat kebiasaan, yaitu:

a. Karena adanya kecenderungan hati kepada perbuatan itu dia merasa senang untuk melakukannya

b. Diperuntukkannya kecenderungan hati itu dengan praktek yang diulang-ulang sehingga menjadi biasa

5. Kehendak

Salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak adalah kehendak. Kehendak merupakan faktor yang menggerakkan manusia untuk berbuat dengan sungguh-sungguh. Seseorang dapat bekerja


(40)

sampai larut malam, dan pergi menuntut ilmu di negeri seberang berkat kekuatan kehendak. Demikian juga seseorang dapat mengerjakan sesuatu yang berat dan hebat menurut pandangan orang lain karena digerakkan oleh kehendak.

Menurut Dr. H. Hamzah Ya’kub bahwa kadang-kadang kehendak itu terkena penyakit sebagaimana halnya tubuh kita, antara lain:28

a. Kelemahan kehendak

Seseorang mudah menyerah kepada hawa nafsunya, kepada lingkungan atau kepada pengaruh yang jelek. Kelemahan kehendak ini melahirkan kemalasan dan kelemahan dalam perbuatan

b. Kehendak yang kuat tapi salah arah

Yakni pada pola hidup yang merusak dalam berbagai bentuk kedurhakaan dan kerusakan. Misalnya, kehendak orang merampok seorang hartawan

6. Pendidikan

Di samping faktor lainnya. Pendidikan juga merupakan faktor penting yang memberikan pengaruh dalam pembentukan akhlak. Sebab dalam pendidikan ini anak didik akan diberikan didikan untuk menyalurkan dan mengembangkan bakat yang ada pada anak didik, serta membimbing dan mengembangkan bakat tersebut, agar bermanfaat pada dirinya dan bagi masyarakat sekitarnya


(41)

Pendidikan turut mematangkan kepribadian manusia sehingga tingkah lakunya sesuai dengan pendidikan yang telah diterimanya. Adapun pendidikan yang lazim diterima meliputi pendidikan formal di sekolah, pendidikan non formal di luar sekolah dan pendidikan di rumah yang dilakukan oleh pihak orang tua. Sementara itu pergaulan dengan orang-orang baik, dapat dimasukkan sebagai pendidikan tidak langsung, karena berpengaruh pula bagi kepribadian.

Faktor pendidikan yang mempengaruhi mental anak didik itu hendaknya bukan hanya diusahakan (dilakukan) oleh pribadi dan guru, melainkan lingkungan sekolah, pergaulan dan kebiasaan-kebiasaan etiket serta segala yang dapat memberikan stimulant kepada si anak melalui panca inderanya. Seperti, gambar-gambar, buku-buku bacaan dan alat-alat peraga lainnya. Semuanya akan memberikan pengaruh pada si anak.

System perilaku atau akhlak dapat dididikkan atau diteruskan dengan menggunakan sekurang-kurangnya dua pendekatan:

a. Rangsangan-jawaban (stimulus-response) atau yang disebut proses mengkondisi, sehingga terjadi automatisasi dan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1) Melalui latihan 2) Melalui tanya jawab 3) Melalui mencontoh

b. Kognitif yaitu penyampaian informasi secara teoritis, yang dapat dilakukan antara lain dengan cara sebagai berikut:


(42)

1) Melalui dakwah 2) Melalui ceramah

3) Melalui diskusi, dan lain-lain

Pendidikan Islam erat kaitannya dengan pendidikan akhlak. Tidak berlebihan jika diasumsikan bahwa pendidikan akhlak adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan dari pendidikan Islam.

Menurut perspektif Islam, seorang Muslim dapat dikatakan sempurna agamanya bila mempunyai akhlak yang mulia, demikian pula sebaliknya. Umumnya filsuf pendidikan Islam sependapat bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. Sebab, tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah pembinaan akhlaqul karimah. Pembinaan akhlaqul karimah, yang menjadi tujuan tertinggi pendidikan Islam, dapat ditarik relevansinya dengan tujuan Rasulullah saw diutus oleh Allah, “sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak” (HR. Bukhari).29

Tujuan pendidikan akhlak dalam Islam adalah untuk membentuk manusia yang bermoral baik, memiliki kemauan yang keras, sopan dalam bicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku, bersifat bijaksana, beradab, ikhlas, dan jujur. Berdasarkan tujuan ini, maka setiap saat, keadaan, pelajaran, aktivitas, merupakan sarana pendidikan akhlak. Maka, pendidik harus membina akhlak peserta didiknya di atas segala-galanya.

Pendidikan akhlak dalam Islam menurut H. Ramayulis dan Samsul Nizar telah dimulai sejak anak dilahirkan bahkan sejak dalam kandungan.


(43)

Pendidikan akhlak ini dilakukan setahap demi setahap sesuai dengan irama pertumbuhan dan perkembangan, serta proses yang alami.30

Kepribadian adalah sebuah kata yang menandakan ciri pembawaan dan pola kelakuan seseorang yang khas bagi pribadi itu sendiri. Kepribadian meliputi tingkah laku, cara berpikir, perasaan, gerak hati, usaha, aksi, tanggapan terhadap kesempatan, tekanan, dan cara sehari-hari dakam berinteraksi dengan orang lain. Jika unsur-unsur kepribadian ini menyatakan diri dalam kombinasi yang berulang-ulang secara khas dan dinamis maka hal demikian dikenal dengan nama gaya kepribadian.

Kepribadian adalah khas bagi setiap pribadi, sedangkan gaya kepribadian bisa dimiliki oleh orang lain yang juga menunjukkan kombinasi yang berulang-ulang secara khas dan dinamis dari ciri pembawaan dan pola kelakuan yang sama. Gregory (2005) membagi tipe gaya kepribadian ke dalam 12 tipe, yaitu:

1. Kepribadian yang mudah menyesuaikan diri

Seseorang dengan gaya kepribadian yang mudah menyesuaikan diri adalah orang yang memandang hidup ini sebagai perayaan dan setiap harinya sebagai pesta yang berpindah-pindah. Orang tersebut sadar tentang penyesuaian diri dengan orang lain, komunikatif dan bertanggung jawab, ramah, santu, dan memperhatikan perasaan orang lain, jarang sangat agresif dan juga jarang kompetitif secara destruktif. Kepribadian ini suka pada yang modern, peka terhadap apa yang terjadi hari ini dan senang


(44)

menaruh perhatian pada banyak hal. Dia muda berteman, bisa menyesuaikan diri di hampir setiap lingkungan mempunyai ketajaman pandangan untuk yang bersifat dinamis dan luar biasa. Dia adalah orang yang secara terbuak memberikan reaksi pada kehadiran, suasana jiwa, dan kualitas yang diperagakan oleh orang lain. Oleh karena itu, pembentukan kepribadian melalui peningkatan pertimbangan moral ini secara sadar dan terencana diarahkan guna mewujudkan tipe gaya kepribadian seseorang yang mudah menyesuaikan diri ini.

2. Kepribadian yang berambisi

Seseorang dengan gaya kepribadian yang berambisi adalah orang yang memang benar-benar penuh ambisi terhadap semua hal. Dia menyambut baik tantangan dan berkompetisi dengan senang hati dan sengaja. Kadang-kadang secara terbuka dia menunjukkan sikap agresif. Ia cenderung bersikap hati-hati bila bergerak dan menyadari tujuannya kearah cita-cita yang ditetapkannya bagi dirinya sendiri. Dalam hal ini, pembentukan kepribadian melalui peningkatan pertimbangan moral berusaha mengendalikan sikap agresivitas yang berlebihan agar mereka lebih mampu mengendalikan dirinya dengan mengembangkan cara berpikir moralitasnya sehingga perilakunya tidak mengganggu kepentingan orang lain karena dengan meningkatnya pertimbangan moral seseorang ia akan berusaha minimal tidak mengganggu kepentingan orang lain. Bahkan jika bisa, ia akan berusaha agar keberadaannya bermanfaat dan mendatangkan keuntungan bagi orang lain (siapapun dan dimanapun adanya). Oleh


(45)

karena itu, pembentukan kepribadian melalui peningkatan pertimbangan moral perlu diterapkan dalam pembentukan kepribadian anak.

3. Kepribadian yang memengaruhi

Seseorang dengan gaya kepribadian yang memengaruhi adalah orang yang terorganisasi dan berpengetahuan cukup yang memancarkan kepercayaan, dedikasi, dan berdikari. Kepribadian ini mendekati setiap tugas dalam hidup ini dengan cara seksama, menyeluruh dan tuntas, sistematis, dan efisien. Pembentukan kepribadian melalui peningkatan pertimbangan moral diupayakan mengarah pada tercapainya cara berpikir sistematis dalam hal moral sehingga terwujud nila-nilai kepribadian yang searah dengan nilai kepribadian ini.

4. Kepribadian yang berprestasi

Seseorang dengan gaya kepribadian berprestasi adalah orang yang menghendaki kesempatan untuk bermain dengan baik dan cemerlang jika mungkin untuk mempesonakan yang lain agar mendapatkan sambutan baik, kasih sayang, dan tepuk tangan orang lain, dalam hal ini berarti menerima kehormatan. Kepribadian yang berprestasi ini memandang hidup dengan selera kuat untuk melakukan segala hal yang menarik baginya. Pembetukan kepribadian melalui peningkatan pertimbangan moral diusahakan dapat membantu kelompok tipe gaya kepribadian ini dengan cara melengkapi cara berpikir moralnya agar kebutuhan untuk memperoleh atau menerima kehormatan yang diharapnya mempertimbangan kepentingan dan kebutuhan orang lain dan tidak


(46)

merugikan orang lain atau bahkan dapat membantu orang lain secara universal. Dengan demikian, peningkatan pertimbangan moral yang dimilikinya dapat mengendalikan perilaku yang menarik baginya,

5. Kepribadian yang idealistis

Seseorang dengan gaya kepribadian yang idealistis adalah orang yang melihat hidup ini dengan dua cara, yakni hidup sebagaimana nyata adanya dan hidup sebagaimana seharusnya menurut kepercayaannya. Kepribadian ini memandang dirinya sendiri seperti dia memandang hidup. Pada dirinya sendiri yang terdiri dari darah dan daging, lengkap dengan kompleksitas kekhawatiran, kesalahan dan perasaan, disamping itu terdapat gambaran dirinya sendiri seperti yang dicita-citakannya untuk memenuhi ide-idenya. Pembentuka kepribadian melalui peningkatan pertimbangan moral akan melengkapi cara berpikir kelompok tipe ini dalam usaha mereka memenuhi kebutuhan ideal yang dikehendakinya.

6. Kepribadian yang sabar

Seseorang dengan gaya kepribadian yang sabar adalah orang yang memang sabar (hampir takpernah berputus asa). Ramah tamah, dan rendah hati. Dia jarang sekali tinggi hati atau kasar. Dia menghargai kepercayaan, kebenaran, dan selalu penuh harapan. Pembentukan kepribadian melalui peningkatan pertimbangan moral akan dapat membantu kelompok tipe ini agar keteguhan dan kesabarannya memiliki landasan berpikir moral sehingga menjadi lebih bermoral dalam menetapkan perilaku yang akan


(47)

diambilnya. Dengan demikian, tipe gaya kepribadian ini menjadi lebih bernuansa moral yang memerhatikan nilai-nilai kemanusiaan universal. 7. Kepribadian yang mendahului

Seseorang dengan gaya kepribadian yang mendahului adalah orang yang menjunjung tinggi kualitas dan mengerti kualitas. Kepribadian yang mendahului ini yakin bahwa dia adalah seorang manusia yang mempunyai syarat yang cukup dan akan berhasil dalam melaksanakannya tugas apa pun yang mereka terima. Pembentukan kepribadian melalui peningkatan pertimbangan moral akan dapat membantu kelompok tipe gaya kepribadian ini dengan cara membekali cara berpikir moral yang harus dimilikinya sehingga mereka tidak berkehendak merugikan orang lain dalam upaya mewujudkan idealisme untuk mendahului orang lain.

8. Kepribadian yang perseptif

Seseorang dengan gaya kepribadian yang perspektif adalah orang yang cepat tanggap terhadap rasa sakit dan kekurangan, bukan hanya yang dialaminya sendiri, tetapi juga yang dialami oleh orang lain, sekalian orang itu asing baginya. Kepribadian yang perspektif biasanya adalah orang yang bersahaja, jujur, dan menyenangkan, ramah tamah dan tanggap, setia dan adil, seorang teman sejati yang persahabatannya tahan lama. Pembentukan kepribadian melalui peningkatan pertimbangan moral ini diharapkan dapat membantu terbentuknya tipe gaya kepribadian ini karena moralitas yang tinggi memiliki kepekaan yang tinggi terhadap rasa sakit dan penderitaan orang lain.


(48)

9. Kepribadian yang peka

Seseorang dengan gaya kepribadian yang peka adalah orang yang suka termenung, berintropeksi, dan sangat peka terhadap suasana jiwa dan sifat-sifatnya sendiri, perasaan, dan pikirannya. Dia pun memiliki kepekaan terhadap suasana jiwa dan sifat-sifat serta perasaan dan pikirkan orang lain, dan pada waktu yang sama dia bersifat ingin tahu dan sangat tajam mengamati segala yang terjadi di dunia sekitarnya. Pembentukan kepribadian melalui peningkatan pertimbangan moral diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas dan kuantitas kelompok tipe gaya kepribadian ini, karena mereka yang tingkat pertimbangan moralnya tinggi adalah memiliki kepekaan yang tinggi terhadap rasa sakit dan penderitaan orang lain.

10.Kepribadian yang berketetapan

Seseorang dengan gaya kepribadian yang berketetapan adalah orang yang menekankan pada tiga hal sebagai landasan dari gaya kepribadiannya, yaitu kebenaran, tanggung jawab, dan kehormatan. Dalam segala hal dia berusaha untuk melakukan apa yang benar, bertanggung jawab, dengan demikian pantas mendapat kehormatan dari keluarga, teman, dan hubungan lainnya. Pembentukan kepribadian melalui peningkatan pertimbangan moral pada hakikatnya adalah sejalan dengan tipe gaya kepribadian ini karena tingkat pertimbangan moral yang tinggi menghendaki lahirnya para lulusan yang memiliki nilai atau sikap yang berketetapan hati luhur, pembela kebenaran moral, bertanggung jawab atas


(49)

kesejahteraan bersama, serta demi kehormatan kemanusiaan secara universal.

11.Kepribadian yang ulet

Seseorang dengan gaya kepribadian yang ulet adalah orang yang memandang hidup sebagai suatu perjalanan, atau suatu ziarah. Setiap hari dia melangkah maju di atas jalan hidup ini dengan harapan besar mampu mewujudkan harapan dan cita-citanya, sambil menguatkan keyakinannya. Tipe gaya kepribadian yang ulet ini dapat didukung dengan tingkat pertimbangan moral yang tinggi agar dalam perjalanan hidup menuju impian-impiannya menjadi lebih peduli pada kebutuhan dan kepentingan orang lain, dapat kiranya mengurangi beban hidupnya sendiri.

12.Kepribadian yang berhati-hati

Seseorang dengan gaya kepribadian yang berhati-hati adalah orang yang terorganisasi, teliti, berhati-hati, tuntas, dan senantiasa mencoba menunaikan kewajibannya secara sosial dalam pekerjaan sebagai warga negara atau yang ada hubungannya dengan masalah-masalah keuangan. Dia menghendaki agar melakukan segalanya tepat waktu, tepat prosedur, tepat proses, tepat sasaran, tepat hasil dengan predikat baik. Pembentukan kepribadian melalui peningkatan pertimbangan moral pada hakikatnya sejalan dengan nilai-nilai yang dimiliki oleh tipe gaya kepribadian ini karena tingkat pertimbangan moral yang tinggi menghendaki ketetapan moralitas dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain,


(50)

dengan berlandas pada prinsip kemerdekaan, kesamaan, dan saling terima secara universal.31

Dari paparan tipe kepribadian tersebut, diharapkan siswa mampu mengembangkan kepribadian yang menjadi akhlak yang baik. Tentunya hal tersebut akan terealisasi jika lingkungan dan media yang ada mendukung peserta didik untuk menuju ke arah sana.


(51)

BAB III

METODOLOGI

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini kami menggunakan pendekatan kualitatif jenis fenomenologi. Pendekatan kualitatif menggunakan pola pikir deduktif, yaitu cara berpikir dari yang umum ke khusus.

Penelitian kualitatif, menurut Bogdan dan Taylor, “metodologi

kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

diamati.” Metode penelitian kualitatif menggunakan human instrument dengan analisis data bersifat induktif berdasarkan fakta-fakta, kemudian dikonstruksikan menjadi hipotesis atau teori.1

Kami menggunakan pendekatan kualitatif karena kami ingin mengetahui bagaimana peran guru Pendidikan Agama Islam dalam membentuk akhlak siswa SD Al-Falah Assalam Sidoarjo. Dari rumusan masalah tersebut, kita dapat mengetahui bahwa pertanyaan bagaimana itu memerlukan jawaban yang deskriptif panjang. Maka, dari sinilah kami menggunakan pendekatan kualitatif.

Deskriptif panjang dalam penelitian ini berjenis fenomenologi. Istilah fenomenologi secara etimologis berasal dari kata fenomenadan logos .Fenomena berasal dari kata kerja Yunani “phainesthai”yang berarti

1 Sofar Silaen dan Widiyono, Metodologi Penelitian Sosial untuk Penulisan Skripsi dan Tesis,


(52)

menampak, dan terbentuk dari akar kata fantasi, fantom, dan fosfor yang artinya sinar atau cahaya. Dari kata itu terbentuk kata kerja, tampak, terlihat karena bercahaya. Dalam bahasa kita berarti cahaya. Secara harfiah fenomena diartikan sebagai gejala atau sesuatu yang menampakkan.

Dalam penelitian fenomenologi melibatkan pengujian yang teliti dan seksama pada kesadaran pengalaman manusia. Konsep utama dalam fenomenologi adalah makna. Makna merupakan isi penting yang muncul dari pengalaman kesadaran manusia. Untuk mengidentifikasi kualitas yang essensial dari pengalaman kesadaran dilakukan dengan mendalam dan teliti (Smith, etc., 2009: 11).

Peneliti akan melihat kesadaran akan peran sebagai guru Pendidikan Agama Islam dalam membentuk akhlak siswanya. Makna yang penting dari hasil peran tersebut diharapkan mampu dijadikan acuan bagi guru lain untuk dapat mengambil pelajaran tentang bagaimana seharusnya peran seorang guru Pendidikan Agama Islam membentuk akhlak siswa. Selain itu, peneliti ingin mengidentifikasi sejauh mana peran yang sudah dilakukan guru Pendidikan Agama Islam dalam membentuk akhlak siswa.

Pada observasi pertama yang dilakukan peneliti diperoleh data dari lapangan bahwa terdapat kebiasaan yang unik. Siswa selalu tawadlu’ kepada ustadz/ustadzah. Siswa akan menerapkan 3S (senyum, salam, sapa) jika bertemu dengan ustadz/ustadzah. Ustadz/ustadzah pun sering mengingatkan siswanya agar minum dan makan sambil duduk. Selain itu, adab yang baik saat di masjid sudah menjadi kebiasaan yang rutin. Meski begitu tetap ada


(53)

siswa yang belum melaksanakan kebiasaan-kebiasaan tersebut dengan baik. Contohnya, masih ada siswa yang makan sambil berdiri, belum khusyu saat berdoa, dan belum tertib di kelas saat pembelajaran berlangsung. Hal tersebut dapat kami jadikan sebuah data fenomenologi dilapangan untuk diteliti dengan rumusan masalah bagaimana peran guru Pendidikan Agama Islam dalam membentuk akhlak yang sudah menjadi kebiasaan tersebut.

B. Kehadiran Peneliti

Peneliti bertindak sebagai instrumen dan juga pengumpul data. Peneliti sebagai instrumen yaitu memberikan jabaran dan juga hasil pengamatannya secara deskriptif. Peneliti sebagai pengumpul data, setiap fenomena yang ada dilapangan akan menjadi data yang akan didiskripsikan dan dijabarkan secara rinci.

Kehadiran peneliti sangat mempengaruhi banyaknya data yang akan diperoleh dari lapangan. Semakin sering peneliti terjun ke lapangan maka data yang diperoleh pun akan semakin banyak dan semakin valid. Karena kehadiran peneliti secara berkala akan memudahkan peneliti untuk mendapatkan data yang sesuai dengan gambaran pada keadaan di lapangan.

Dari sini peneliti berencana untuk hadir di Sekolah Dasar Al-Falah secara kontinue selama dua minggu berturut-turut.


(54)

C. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD Al-Falah Assalam Sidoarjo yang beralamat di jalan Raya Wisma Tropodo FG 20 Waru, Sidoarjo.

Suasana di sekolah dasar tersebut sangat kondusif. Dalam satu kelas terdapat dua puluh sampai dua puluh lima siswa. Jika jam pelajaran berlangsung maka keadaannya sangat tenang. Setiap peserta didik mengetahui apa yang harus dilakukan ketika istirahat. Untuk peserta didik kelas 4 sampai kelas 6 sudah terbiasa melakukan sholat dhuha di masjid ketika istirahat berlangsung tanpa komando guru. Sedangkan kelas 1 sampai kelas 3 sholat dhuha dikelas masing-masing. Untuk menunjang hal itu, maka disetiap kelas sudah disiapkan karpet sajadah dan kegiatan ini dibimbing oleh wali kelas.

Selain sholat dhuha, setiap jam istirahat guru menghimbau agar siswanya pergi ke perpustakaan untuk membaca dan meminjam buku. Hal ini termasuk akhlak dan kebiasaan yang baik untuk siswa. Dengan sering membaca diharapkan siswa akan bertambah wawasan dan ilmu pengetahuannya.

D. Sumber Data

1. Guru Pendidikan Agama Islam SD Al-Falah Assalam Sidoarjo

Dari guru Pendidikan Agama Islam SD Al-Falah Assalam Sidoarjo itu diharapkan dapat menunjukkan bagaimana perannya sehingga dapat membentuk akhlak dan kebiasaan yang tertata dan berjalan secara teratur.


(55)

Data ini akan diperoleh melalui observasi yang akan dilakukan oleh peneliti.

2. Guru BK SD Al-Falah Assalam Sidoarjo

Guru BK SD Al-Falah Assalam Sidoarjo menerbitkan raport mengenai akhlak siswa, sehingga dari sini kita akan mendapatkan data dokumentasi tentang akhlak siswa SD Al-Falah Assalam Sidoarjo

3. Siswa SD Al-Falah Tropodo 2 Assalam Sidoarjo

Siswa dapat menunjukkan akhlak yang pernah diajarkan atau dicontohkan oleh guru Pendidikan Agama Islam. Data ini akan diperoleh dengan metode observasi yang akan dilakukan oleh peneliti.

E. Teknik Pengambilan Sampel

Dalam penelitian kualitatif ini penulis menggunakan teknik purposive sampling untuk pengambilan sampelnya. Menurut Sugiyono purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu yakni sumber data dianggap paling tahu tentang apa yang diharapkan, sehingga mempermudah peneliti menjelajahi obyek atau situasi sosial yang sedang diteliti, yang menjadi kepedulian dalam pengambilan sampel peneltian kualitatif adalah tuntasnya pemerolehan informasi dengan beragam variasi yang ada, bukan pada banyak sampel sumber data.


(56)

Lincoln dan Guba mengemukakan bahwa penentuan sampel dalam penelitian kualitatif tidak didasarkan pada perhitungan statistik. Sampel yang dipilih berfungsi untuk mendapatkan informasi yang maksimum.

F. Prosedur Pengumpulan Data

1. Tahap eksplorasi atau observasi umum, pada tahap ini data diperoleh dari observasi yang dilakuakn oleh peneliti

2. Tahap eksplorasi terfokus, pada tahap ini akan dilakukan analisis dokumen yang diperoleh dari buku penghubung dan raport akhlak yang dikeluarkan oleh BK

3. Tahap pengumpulan data, semua data akan dikumpulkan dan akan diklasifikasikan

4. Tahap konfirmasi data, data yang akan dijadikan konfirmasi adalah data hasil wawancara guru Pendidikan Agama Islam SD Al-Falah Assalam Sidoarjo dan siswa SD Al-Falah Assalam Sidoarjo, sehingga nanti kita akan tau peran apa saja yang dilakukan guru Pendidikan Agama Islam dalam membentuk akhlak siswa SD Al-Falah Assalam Sidoarjo.

G. Analisis Data

1. Tahap pengolahan data : membuat klasifikasi peran apa saja yang dilakukan guru Pendidikan Agama Islam dalam membentuk akhlak siswa SD Al-Falah Assalam Tropodo 2 Sidoarjo serta membuat klasifikasi bagaimana akhlak siswa SD Al-Falah Assalam Tropodo 2 Sidoarjo.


(57)

2. Tahap analisis data : menganalisis data yang sudah di klasifikasikan dari data mengenai peran guru agama Islam dan pembentukan akhlak siswa SD Al-Falah Assalam Tropodo 2 Sidoarjo dan akhlak siswa SD Al-Falah Assalam Tropodo 2 Sidoarjo

3. Penafsiran data : menafsirkan data-data yang telah diperoleh sehingga nantinya dapat di tarik sebuah kesimpulan

4. Keabsahan data : menggunakan triangulasi. Triangulasi merupakan teknik untuk mencari pertemuan pada satu titik tengah informasi dari data yang terkumpul guna pengecekan dan pembanding terhadap data yang telah ada. Peneliti akan menggunakan triangulasi teknik yaitu pengujian yang dilakukan dengan cara mngecek data kepada sumber yang sama dengan metode yang berbeda, disini peneliti akan menggunakan metode wawancara. Apabila terdapat hasil yang berbeda maka peneliti melakukan konfirmasi kepada sumber data guna memperoleh data yang dianggap benar.


(58)

BAB IV

PAPARAN DATA DAN ANALISIS DATA

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Sejarah Berdirinya SD Al-Falah Assalam Sidoarjo

Menjawab kekhawatiran orang tua tentang pendidikan anaknya

di era globalisasi ini, berdirilah Lembaga “Pendidikan Al-Falah Tropodo” pada tahun 2000 yang berlokasi di Jl. Raya Wisma Tropodo Blok FG No. 20 Waru Sidoarjo. Lokasi tersebut berada diruang lingkup perumahan tropodo yang di sekelilingnya terdapat gereja dan sekolahan katolik Santo Yosep, hal ini sangat mengkhawatirkan khususnya bagi generasi muslim.

Oleh karena itu ibu Ir. Sulistiowati, M.M beliau merupakan pemilik Lembaga Pendidikan Al Falah Assalam mencoba mendirikan lembaga pendidikan berbasis Islami yang terdiri dari jenjang KB-TK, SD dan SMP.

Khusus jenjang SD terdaftar secara resmi di departemen pendidikan nasional dengan nama SD Al-Falah Assalam Sidoarjo. Pada jenjang ini menerapkan konsep Full - Day School (Pendidikan Sepanjang Hari). Berbeda dengan model sekolah pada umumnya, full-day school SD Al-Falah Assalam Sidoarjo menerapkan dasar "Integrated Activity" dan "Integrated Curriculum", yang artinya hampir seluruh aktivitas anak ada


(59)

di sekolah, mulai dari belajar, bermain, makan dan beribadah semua dikemas dalam satu sistem pendidikan.1

Secara umum tujuan pendidikan di lembaga Pendidikan Al Falah Assalam sama dengan tujuan Pendidikan Nasional, namun secara khusus tujuan di Lembaga Pendidikan Al Falah Assalam adalah menyiapkan generasi Muslim yang utuh, yaitu generasi yang senantiasa memadukan antara iman, ilmu dan amal nyata yang mulia dalam aspek kehidupan sebagai perwujudan hamba Allah yang membawakan berkah bagi alam semesta.

2. Visi, Misi dan Motto SD Al-Falah Assalam Sidoarjo 2 a. Visi

Lembaga pendidikan yang menghasilkan siswa-siswi yang berakhlak mulia dan berprestasi akademik optimal.

b. Misi

1) Mewujudkan lembaga pendidikan yang berbasis dakwah. 2) Mewujudkan sekolah percontohan bagi sekolah di sekitarnya. 3) Mewujudkan lembaga pendidikan yang memberi manfaat bagi

lingkungannya. c. Motto

Berakhlaq mulia dan berprestasi optimal

1

Data Dokumentasi di SD Al-Falah Assalam Sidoarjo, pada hari Senin, tanggal 9 November 2015, pukul 10.00 WIB

2

Data Dokumentasi di SD Al-Falah Assalam Sidoarjo, pada hari Senin, tanggal 9 November 2015, pukul 10.00 WIB


(60)

3. Strategi Penjaminan Mutu SD Al-Falah Assalam Sidoarjo

1) Menerapkan model pendidikan berbasis mutu (Quality Based Management)

2) Standarisasi sistem manajemen yang meliputi aturan, organisasi sekolah, dan SDM sehingga menjamin kenyamanan. Produktivitas, dan kolektivitas (CPC System)

3) Menjalin networking dengan orang tua, masyarakat, serta komponen pendidikan lainnya untuk meningkatkan efektifitas pendidikan.

4) Senantiasa melakukan Bench Marking

5) Senantiasa melakukan Continous Improvement 4. Tujuan SD Al-Falah Assalam Sidoarjo

Sekolah Dasar Al Falah Assalam didirikan bertujuan untuk mempertahankan generasi Islam khususnya usia berkembang di lingkungan perumahan Tropodo karena ruang lingkup perumahan tropodo merupakan daerah perumahan yang minoritas masyarakatnya minim mengetahui ajaran agama Islam, sedangkan dilihat dari sudut pandang orang tua merupakan kalangan pekerja kantor maupun industri yang belum tentu memperhatikan secara menyeluruh tentang perkembangan pendidikan anaknya. Ditinjau dari segi lokasi perumahan tropodo terdapat sebuah gereja dan tempat pendidikan katolik Santo Yosep dan ini sangat mempengaruhi sekali terutama bagi kalangan orang tua pemeluk ajaran agama Islam yang ingin memberikan pendidikan agama lebih kepada anaknya. Oleh karena itu Lembaga Pendidikan Al


(61)

Falah Assalam didirikan untuk menjawab semua kekhawatiran dari orangtua tersebut agar anak mereka bisa memperoleh pendidikan berbasis dakwah yang mempunyai prestasi akademik optimal dan mempunyai akhlak mulia.3

5. Program Pendidikan SD Al-Falah Assalam Sidoarjo

Kurikulum SD Al-Falah Assalam Sidoarjo meliputi kurikulum Depdiknas di tambah dengan kurikulum khas Al Falah. Sedangkan penunjangnya terdiri atas program ibadah praktis, program perpustakaan, life skill, kunjangan edukatif, sosialisasi dan cara hidup islami.

Untuk memberikan pelayanan kepada anak yang berprestasi tinggi, diberikan program pengayaan, sedangkan untuk yang kurang mampu diberikan program remedial untuk menuntaskan tugas belajarnya dan untuk membangun kerjasama yang intensif antara guru dan orang tua, maka sekolah mengadakan media-media yang memungkinkan terjadinya kerjasama tersebut, seperti program home visit dan buku penghubung.

Program ekstrakurikuler di SD meliputi : Bidang Seni, Keterampilan, Olah Raga, dan Kepemimpinan. Program ekstra ini merupakan pilihan bagi masing-masing siswa merupakan upaya sekolah untuk mengembangkan bakat dan minat anak sebagai penyalur hobi.4

3

Data Dokumentasi di SD Al-Falah Assalam Sidoarjo, pada hari Senin, tanggal 9 November 2015, pukul 10.00 WIB

4

Data Dokumentasi di SD Al-Falah Assalam Sidoarjo, pada hari Senin, tanggal 9 November 2015, pukul 10.00 WIB


(62)

6. Sarana Prasarana SD Al-Falah Assalam Sidoarjo

SD Al Falah Tropodo 2 telah memiliki sarana dan prasarana yang memadai, yaitu : Gedung berlantai 3 yang representatif, lingkungan yang aman dan nyaman, halaman luas serta taman bermain yang tertata rapi, perpustakaan, kelas ber-AC. Sarana lain adalah Pusat Sarana Belajar (PSB), Laboratorium Komputer, Aula (ruang pertemuan dan pentas/dalam rancangan), masjid, ruang makan, toko sekolah, ruang bermain/kreatifitas serta UKS.5

B. Paparan Data dan Analisi Data

1. Peran Guru Pendidikan Agama Islam SD Al-Falah Assalam Sidoarjo SD Al-Falah Assalam Sidoarjo memiliki lima Guru mata pelajaraan Pendidikan Agama Islam yang disana lebih akrab dikenal Guru Al-Islam. Panggilan untuk guru-guru tersebut adalah ustadz atau ustadzah. Setiap guru tersebut memiliki ciri khas dan kompetensi yang berbeda-beda, sehingga mempunyai metode yang berbeda dalam membentuk akhlak siswa. Guru yang berkompeten diharapkan mampu mencetak akhlak siswa dengan baik.

Berikut ini merupakan paparan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di SD Al-Falah Assalam Sidoarjo berdasarkan standart kompetensi yang harus dimiliki guru Pendidikan Agama Islam:

5

Data Dokumentasi di SD Al-Falah Assalam Sidoarjo, pada hari Senin, tanggal 9 November 2015, pukul 10.00 WIB


(63)

a. Kompetensi Pedagogik

Kompetensi pendagogik pada dasarnya adalah kemampuan yang harus dimiliki guru dalam mengelolah pembelajaran untuk siswanya. Hal yang dapat peneliti observasi dalam hal kompetensi pedagogik adalah bagaimana guru mengolah proses pembelajaran di dalam kelas. Penggunaan dan ketepatan pemilihan metode merupakan salah kompetensi pedagogik yang harus dimiliki oleh seorang guru.

Metode yang digunakan oleh guru Pendidikan Agama Islam di SD Al-Falah Assalam Sidoarjo sangat bervariasi. Hal ini dapat memberikan gairah belajar kepada siswa. Sehingga siswa tidak merasa bosan dengan pelajaran yang sedang dipelajarinya.

Selain itu, modifikasi pada metode pembelajaran perlu dilakukan guru agar pembelajaran dapat dikemas dalam kemasan yang lebih menarik. Tentunya kemasan yang baru itu tidak mengubah konten pembelajaran dan mampu menuju tujuan yang telah ada dalam kurikulum.

Pada obervasi terhadap Ustadz Asyhari saat itu beliau mengajar kelas 2C dengan materi Perilaku Terpuji: Hormat dan Patuh Kepada Orang tua dan Guru. Ustadz memberi materi tersebut dengan metode ceramah, demonstrasi, dan tanya jawab. Metode ceramah digunakan untuk menjelaskan kepada siswa tentang apa itu hormat dan patuh kepada orang tua dan guru, sehingga diharapkan


(64)

siswa memahami pengertian hormat dan patuh kepada orang tua dan guru. Metode demonstrasi digunakan untuk memberikan gambaran dan ilustrasi mengenai bagaimana cara hormat dan patuh yang benar kepada orang tua dan guru. Setelah itu untuk menguji pemahaman siswa, guru bertanya kepada siswa siapa yang biasanya hormat dan patuh kepada orang tua dan guru serta apa saja contoh-contoh sikap hormat dan patuh kepada orang tua dan guru yang biasanya dilakukan siswa di rumah dan di sekolah. Dalam kegiatan refleksi guru selalu mengingatkan agar siswa selalu hormat dan patuh kepada orang tua dan guru dengan memberikan contoh-contoh yang didemonstrasikan secara langsung oleh guru kepada siswa, ustadz mengingatkan agar siswa selalu mendoakan orang tuanya setelah shalat sebagai salah satu sikap hormat dan patuh kepada orang tua, ustadz mengingatkan agar siswa mengerjakan tugas dari guru sebagai salah satu sikap hormat dan patuh kepada guru.

Setiap akan memulai pelajaran, Ustadz Asyhari bertanya kepada siswa mengenai siapa yang tidak membawa buku pelajaran. Ternyata ada satu siswa yang tidak membawa buku. Siswa tersebut diberi konsekuensi berdiri di depan kelas. Tujuan dari pemberian konsekuensi tersebut adalah untuk memberi efek jera dan rasa malu kepada anak tersebut. Selain itu, hal tersebut dapat menjadi pelajaran bagi teman-teman yang lain agar selalu membawa buku pelajaran.


(65)

Pada akhir pembelajaran siswa diberi sock therapy berupa penegasan kepada siswa agar tidak mengulangi perbuatan itu lagi.

Di tengah pelajaran ada siswa yang berkata kurang baik, ustadz langsung memberi peringatan dan menyuruh siswa tersebut untuk membaca istighfar sepuluh kali. Ada siswa yang menyela pembicaraan teman yang sedang ditanyai oleh ustadz, dengan kesabaran ustadz mengingatkan siswa tersebut agar memberi kesempatan kepada temannya untuk berbicara.6

Berbeda dengan guru yang lain, metode yang digunakan pun berbeda. Hal ini sesuai dengan materi, karakteristik siswa, dan karakteristik kelas. Seperti Ustadz Yahya yang mengajarkan materi Cita-citaku Menjadi Anak yang Shalih: Orang Jujur di Sayang Allah di kelas 5B. Metode yang digunakan adalah ceramah dan diskusi.

Metode ceramah digunakan untuk menjelaskan kepada siswa agar memahami pengertian jujur, bagaimana kita berbuat jujur, dan manfaat bersikap jujur. Ustadz juga memberikan gambaran klasifikasi mengenai sikap jujur. Diantaranya jujur kepada Allah, jujur kepada diri sendiri, dan jujur kepada orang lain. Setiap sub tersebut dijelaskan secara terperinci dan diperjelas dengan contoh realita dalam kehidupan sehari-hari yang sering di jumpai.

Metode diskusi digunakan untuk mengeksplor pengalaman siswa dalam melakukan sikap jujur. Di dalam satu kelompok

6

Data Observasi di SD Al-Falah Assalam Sidoarjo, pada hari Senin, tanggal 19 Oktober 2015, pukul 09.50-10.50 WIB


(66)

diharapkan siswa dapat berbagi dengan teman-temannya mengenai pengalaman yang pernah dialami berkaitan dengan sikap jujur serta manfaat yang akan timbul setelah menerapkan sikap jujur. Setelah itu hasil diskusi tersebut akan dipresentasikan di depan kelas. Dalam presentasi tersebut dapat diketahui siswa yang benar-benar memahami dan menerapkan sikap jujur dalam kehidupan sehari-hari. Teman-teman yang menjadi pendengar pun akan memahami dan termotivasi untuk melakukan sikap jujur karena kelompok yang mempresentasikan juga menyebutkan manfaat yang diperoleh ketika melaksanakan sikap jujur dalam kehidupan sehari-hari. Saat presentasi berlangsung ada sesi tanya jawab, kelas pun menjadi sangat aktif. Anak-anak kreatif dan kreatif ketika memberikan pertanyaan kepada teman yang presentasi. Dan teman yeng presentasi pun memberikan jawaban yang logis.

Metode yang beliau gunakan di kelas lain pun juga berbeda. Materi kali ini adalah Indahnya Saling Membantu kelas 6C. Kebetulan saat itu merupakan pertemuan kedua. Dalam pertemuan pertama Ustadz Yahya memberikan tugas untuk menghafal potongan QS. Al-Maidah (5) ayat 2 tentang tolong menolong yang bunyinya:

َوﺎََـ

ﻻَو

ىَﻮْﻘﱠـاَو

ِِّﱪْا

ﻰََ

اﻮُﻧَوﺎََـَو

ْاَو

ِْﰒﻹا

ﻰََ

اﻮُﻧ

َوْﺪُ

ِنا

Artinya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.


(1)

“Ustadz Asyhari kalau ngajar enak. Orangnya tidak pernah marah. Saya pernah tidak membawa buku dan saya dihukum. Saya senang diajar Ustadz Asyhari”.25

Siswa selanjutnya adalah Dimas Fakhrullah Nurrachman siswa kelas 2D.

“Ustadz Asyhari kalau ngajar enak. Orangnya tidak pernah terlambat. Saya nurut sama Ustadz Asyhari. Saya senang diajar Ustadz Asyhari”.26

Berikutnya adalah Reyhan Kenzie kelas 4E.

“Ustadzah Isnun kalau ngajar`enak. Saya lumayan suka. Ustadzahnya pernah terlambat. Ustadzah pernah memarahi saya ketika saya tidak mendengarkan saat ustadzah menerangkan pelajaran”.27

Selanjutnya Muhammad Aldiansyah Lukman Hakim kelas 6C. “Saya senang diajar Ustadz Yahya. Ustadz sering mengingat saya untuk shalat. Saya pernah di marahi ketika saya tidak serius ketika belajar.”28

Berikutnya adalah Mochamad Zidan Hadipratama kelas 6D:

“Saya suka diajar dengan Ustadz Yahya. Saya patuh kepada Ustadz Yahya. Dan saya selalu mendengarkan apa yang dikatakan oleh ustadz Yahya”29

25

Muhammad Bayu Hermadi Mulya Hutajulu, siswa kelas 2C SD Al-Falah Assalam Sidoarjo, wawancara pribadi, sidoarjo, 09 November 2015

26

Dimas Fakhrullah Nurrachman, siswa kelas 2D SD Al-Falah Assalam Sidoarjo, wawancara pribadi, sidoarjo, 09 November 2015

27

Reyhan Kenzie, siswa kelas 4E SD Al-Falah Assalam Sidoarjo, wawancara pribadi, sidoarjo, 09 November 2015

28

Muhammad Aldiansyah Lukman Hakim, siswa kelas 6C SD Al-Falah Assalam Sidoarjo, wawancara pribadi, sidoarjo, 09 November 2015


(2)

Dari semua data yang kami peroleh dan juga hasil analisis menunjukkan bahwa hasil dari penelitian kami signifikan dengan data yang diperoleh. Jadi, dipastikan bahwa hasil penelitian ini teruji benar.

29

Muhammad Aldiansyah Lukman Hakim, siswa kelas 6C SD Al-Falah Assalam Sidoarjo, wawancara pribadi, sidoarjo, 09 November 2015


(3)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dapat disimpulkan bahwa peran guru Pendidikan Agama Islam dalam membentuk akhlak siswa SD Al-Falah Assalam Sidoarjo adalah sebagai berikut:

1. Guru Pendidikan Agama Islam secara umum berperan sebagai perencana,

yaitu merencanakan kegiatan pembelajaran seperti membuat RPP dan media pembelajaran, selanjutnya guru Pendidikan Agama Islam berperan sebagai pelaksana dari apa yang telah direncanakan, tahap selanjutnya guru Pendidikan Agama Islam berperan dalam penilai dari hasil pelaksanaan yang telah dilakukan, selanjutnya guru Pendidikan Agama Islam berperab sebagai pembimbing yang memberikan motivasi agar apa yang sudah dicapai siswa dapat di pertahankan dan di tingkatkan.

2. Siswa SD Al-Falah Assalam Sidoarjo memiliki akhlak yang baik kepada

Allah (aspek spiritual), hal ini terbukti dari kesadaran siswa untuk melaksanakan shalat dhuha dan shalat dhuhur berjamaah. Akhlak kepada diri sendiri dan orang lain juga baik (aspek sosial), hal ini terlihat dari tanggung jawab siswa untuk tidak terlambat datang kesekolah (akhlak kepada diri sendiri), menghormati guru (akhlak kepada orang lain).

3. Guru Pendidikan Agama Islam berperan dalam membentuk akhlak siswa

SD Al-Falah Assalam Sidoarjo. Guru Pendidikan Agama Islam berperan sebagai motivator, pengarah, mengontrol dan membimbing, contoh


(4)

teladan yang baik, penasihat dan memberi konsekuensi, serta pembuat kebijakan.

B. Saran

Berdasarkan dari hasil kesimpulan yang telah di simpulkan diatas maka peneliti akan memberikan saran-saran yang disampaikan untuk obyek penelitian, adapun saran-saran tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kepada guru Pendidikan Agama Islam di SD Al-Falah Assalam Sidoarjo

agar mempertahankan semangat dan kegigihannay untuk membimbing dan mengarahkan siswa agar lebih menjadi siswa yang sholih-sholihah, berakhlak mulia, berprestasi, dan berguna bagi bangsa nantinya

2. Kepada siswa SD Al-Falah Assalam Sidoarjo hendaknya lebih giat dalam


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A.Rahman Yusuf. tt. Didiklah Anakmu seperti Sayyidina Ali bin Abi Thalib,

Jogjakarta: Diva Press

Al-Ghazali Imam. Ihya’ Ulumuddin. Semarang: CV Asy Syifa’

Al-Nabhani Taqiyuddin. 2001. Nizdham al-Islam, TT: Min manshurati hizbut

tahrir

Amin Moh. 1997. Sepuluh Induk Akhlak Terpuji. Jakarta: Radar Jaya

Assegaf Abd Rachman. 2011. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada

Budiardjo A. 1987. Kamus Psikologi. Semarang: Dakara Prize

D. Marimba Ahmad. 1962. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT

Alma'arif

Djatmika Rahmad. 1985. Sistem Etika Islami. Surabaya: Pustaka Islan

Faisal Sanapiah dan Andi Mappiare. tt. Dimensi-dimensi Psikologi. Surabaya:

Usaha Naional

Haitami Salim Moh dan Kurniawan Syamsul. 2012. Studi Ilmu Pendidikan Islam.

Jogjakarta: Ar-Ruzz Media

Jauhari Muchtar Heri. 2005. Fikih Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Mas’ud Ali. 2012. Akhlak Tasawuf. Sidoarjo: CV Dwiputra Pustaka Jaya

Masyhur Kahar. 1994. Membina Moral dan Akhlak. Jakarta: Rineka Cipta

Mustofa H.A. 2010. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia.

Muthahhari Murtadha. 1995. Falsafah Akhlak. Bandung: Pustaka Hidayah

Nata Abuddin. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana

Nata Abuddin. 2011. Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-Murid,

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada


(6)

Salam Burhanuddin. 2000. Etika Individual: Pola Dasar Filsafat Moral. Jakarta: PT Rineka Cipta

Silaen Sofar dan Widiyono. 2013. Metodologi Penelitian Sosial untuk Penulisan

Skripsi dan Tesis. Jakarta: In Media

Syah Muhibin. 2000. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Guru. Bandung:

Remaja Rosdakarya

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2002. Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Tualeka Hamzah. 2012. Akhlak Tasawuf. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press

Undang-undang guru dan dosen no. 14 tahun 2005

Ya’kub Hamzah. 1985. Etika Islam. Bandung: Diponegoro

Yamin Martinis dan Maisah. 2012. Manajemen Pembelajaran Kelas. Jakarta:

Gaung Persada.

Yusanto M Ismail dkk. 2011. Menggagas Pendidikan Islami. Bogor: Al-Azhar

Press

Yusuf Syamsu. 2012. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung :


Dokumen yang terkait

Pengaruh pendidikan agama Islam terhadap peningkatan akhlak siswa di SMP assalam Cipondoh tangerang

3 70 81

Pengaruh pendidikan agama islam terhadap pembentukan akhlak siswa di SDIT Yasir Cipondoh Kota Tangerang

1 11 104

Peranan pendidikan agama Islam dalam membentuk akhlak al-karimah peserta didik SMP Husni Thamrim

0 8 106

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK PERILAKU ISLAMI SISWA DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Membentuk Perilaku Islami Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 8 Surakarta Tahun Pelajaran 2016/2017.

0 3 18

PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAMDALAM PEMBINAAN AKHLAK SISWA Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Akhlak Siswa Sd Negeri Natah Nglipar Gunungkidul.

0 2 13

PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN AKHLAK SISWA Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Akhlak Siswa Sd Negeri Natah Nglipar Gunungkidul.

0 3 15

PENGGUNAAN MEDIA VISUAL DALAM PEMBELAJARAN AL-QUR’AN METODE UMMI : STUDI KASUS DI SD AL FALAH ASSALAM SIDOARJO.

1 7 135

Peran guru pendidikan agama islam dalam membina akhlak siswa di mts swasta al-ulum medan - Repository UIN Sumatera Utara

0 1 150

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBINA AKHLAK SISWA DI SD NEGERI 3 TAMBAHREJO - Raden Intan Repository

0 0 15

BAB II LANDASAN TEORI A. Peran Guru Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam - PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBINA AKHLAK SISWA DI SD NEGERI 3 TAMBAHREJO - Raden Intan Repository

0 0 45