Peranan pendidikan agama Islam dalam membentuk akhlak al-karimah peserta didik SMP Husni Thamrim

(1)

PERANAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM

MEMBENTUK AKHLAK AL-KARIMAH PESERTA DIDIK

SMP MOH. HUSNI THAMRIN

Disusun oleh: D i d i n NIM: 102011023545

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

PERANAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK AKHLAK AL-KARIMAH PESERTA DIDIK

SMP MOH. HUSNI THAMRIN Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Oleh: D i d i n NIM: 102011023545

Di bawah bimbingan,

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Zikri Neni Iska M.Psi Drs. Khalimi, M.Ag NIP. 150 275 260 NIP. 150 267 202

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “PERANAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK AKHLAH AL-KARIMAH PESERTA DIDIK SMP MOH. HUSNI THAMRIN” telah diujikan pada sidang Munaqasyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari 16 November 2006. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S1) pada Jurusan Pendidikan Agama Islam.

Jakarta, 16 Nov 2006

SIDANG MUNAQASYAH

Dekan Pembantu Dekan I/

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris merangkap Anggota

Prof. Dr. Rosyada, MA Prof. Dr. Aziz Fahrurrozi, MA

NIP. 150 231 356 NIP. 150 202 343

Penguji I Penguji II

Prof. Dr. Rif’at Syauki. MA Faridal Arkam. M.Pd NIP. 150 0691177 NIP. 150 202339


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang maha segalanya, syukur kuucapkan padamu ya Rab, karena akhirnya penyusunan skripsi ini selesai. Shalawat dan salam tak lupa penulis sampaikan kepada baginda Rasulallah SAW yang membawa

umatnya kejalan yang diridhoi Allah. Dengan penuh kesadaran penulis yakin bahwa masih banyak yang harus diperbaiki dalam penulisan skripsi yang berjudul ”Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Akhlaq Al-Karimah Peserta Didik SMP Moh. Husni Thamrin”. Karenanya penulis berharap kepada para pembaca dapat menelaah lebih jauh mengenai masalah-masalah kependidikan Islam demi kemajuan dan perkembangan wacana kependidikan Islam.

Penyelesaian skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis sendiri, melainkan banyak pihak yang memberikan bantuan baik moril maupun materil, sekiranya patutlah bagi penulis untuk berterima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) serta Bapak Drs. H. A.F. Wibisino dan Bapak Sapiuddin M.Ag, Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam.

2. Ibu Dra. Zikri Neni Iska, M.Psi dan Drs. Khalimi, M.Ag , dosen pembimbing penulis yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan dengan penuh perhatian, ketekunan, kesabaran dan keikhlasan selama penyusunan skripsi.


(5)

3. Segenap Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan ilmu kepada penulis dengan ikhlas.

4. Pimpinan dan staf perpustakaan utama dan perpustakaan Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah serta perpustakaan umum Iman Jama yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk pengumpulan bahan skripsi ini.

5. Pimpinan Moh. Husni Thamrin khususnya SMP Moh. Husni Thamrin Situ Gintung dan segenap guru bidang studi Pendidikan Agama Islam, yang telah memberikan kesempatan dalam penelitian skripsi ini.

6. Kedua orang tua penulis Ayahanda E. Mulyadi dan Ibunda Maryati, kakanda Eha Julaeha dan H. Hasbiallah, adinda Siti Nurlaila Komalasari, dan Dede Fauziah Gita Amanilulu, yang selalu memberikan motivasi dengan sepenuh hati kepada penulis hingga mampu menyelesaikan pendidikan ini.

7. Sahabat sejati penulis KH. Dede Mahfuzh. S.sos.i, Ajay, Rondi, Feri (yang selalu memberikan motivasi dan inspirasi), Jumasin S.Pd.I, Widiah (Terima kasih pernah mengisi hari-hari yang indah, semoga tidak pernah terlupakan) Rony Basty Sulistyanto, S.Pd.I, Syukri Rifa’i, S.Pd.I, Surma Adnan (Pemilik Komputer), Ahmad Dimiyati,S.Pd.I, KH.Dasukih,S.Pd.I, Muhammad Burdah, Syukron Jamal dan Dedy Muhdi, yang membuat penulis selalu tersenyum dan termotivasi dalam penyusunan skripsi ini.

8. Rekan-rekan The Che Mania angkatan 2002 (Adoel, ma2t, Agung, lala, khusnun, umar, ira, asep, fivi, janah, zured, hafiz, nunis, anis, Pupu, tirah, Ari) yang selalu membuat penulis bahagia selama menempuh pendidikan di


(6)

kampus tercinta. Dan semua pihak yang tak disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.

9. Sahabat-sahabat PB. Angkasa (Kapten, Ridwan.SPd, Erin.SAg, Sopyan Jamil, Apip, ipung, Dakron, Mahfudin, Ade, Agus, Jana, Engkos, Asep Bule, Kana dll) yang telah memberikan semangat untuk terus berkarya.

Dengan memanjatkan do’a kepada Allah SWT, penulis berharap semua kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin.

Terakhir kiranya penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca umumnya.

Ciputat, September 2006


(7)

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... vi

BAB I

PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...5

D. Metode Pembahasan...6

E. Sistematika Penulisan ...6

BAB II ... KAJIAN TEORI 8 A. Pendidikan...8

1. Pengertian Peranan……… 8

2. Pengertian Pendidikan ...8

3. Pengertian Pendidikan Agama Islam...12

4. Perkembangan Pendidikan Agama di Sekolah Umum ...15

5. Dasar-Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama...17

6. Kurikulum Pendidikan Agama Islam SMP ...19


(8)

8. Program pengajaran pada pendidikan Agama Islam Untuk

SMP ...24

9 Tujuan Pengajaran ...25

B. Akhlak Al-Karimah...26

1. Pengertian Akhlak Al-Karimah...26

2. Dasar-dasar Akhlak...29

3. Macam-macam Akhlak ...33

...4. Tujuan Akhlak 36 .5. Pendidikan Agama sebagai Sumber dasar Pembentukan Akhlaq Al- Karimah ...37

...6. Guru dan Pembentukan Akhlak Al-Karimah 40 C. Remaja ...43

1. Pengertian Remaja ...43

2. Ciri ciri Remaja ...46


(9)

BAB III METODE PENELITIAN ...54

A. Populasi dan Sampel ...54

B. Tempat dan Waktu Penelitian ...55

C. Teknik Pengumpulan Data ...56

D. Teknik Analisa Data...57

BAB IV HASIL PENELITIAN... 61

A. Tujuan Umum dan Keadaan Sekolah ...61

B. Deskripsi dan Analisa Data ...64

C. Hambatan-hamabatan Dalam Pembentukan Akhlakul Karimah dan jalan pemecahan ...73

BAB V. PENUTUP ... 76

A. Kesimpulan...76

B. Saran-saran ...77

DAFTAR PUSTAKA

78


(10)

DAFTAR TABEL

1. Daftar bobot nilai jawaban ... 58

2. Kisi-kisi instrumen penelitian ... 59

3. Keadaan guru SMP Moh. Husni Thamrin tahun 2005/2006 ... 63

4. Keadaan peserta didik tahun 2005/2006 ... 64

5. Peserta didik yang lulus mengikuti ujian negara dari tahun 2002 s/d 2006... 64

6. Menyenangkan ketika belajar PAI di sekolah... 65

7. Mengucapkan salam ketika hendak masuk rumah... 66

8. Membantu teman yang sedang kesulitan ... 66

9. Guru menyampaikan materi PAI dengan jelas... 67

10.Mengerjakan shalat lima waktu setiap hari... 67

11.Guru memberikan contoh akhlak yang baik ... 68

12.Guru memberikan motivasi untuk berakhlak al-karimah... 68

13.Membaca Basmalah ketika akan mengerjakan suatu pekerjaan ... 69

14.Menolong orang yang mendapat kecelakaan di jalan ... 69

15.Membantu orang yang lanjut usia menyeberang jalan... 70

16.Siswa menyimak materi PAI yang disampaikan guru ... 70


(11)

18.Siswa menyakan materi yang belum dipahami... 71 19.Menjenguk teman ketika sedang sakit ... 72 20.Siswa termotivasi untuk merubah akhlak yang buruk ... 72 21.Skor nilai Akhlak Al-karimah……… 22.Distribusi Frekuensi kategori skor angket Akhlak siswa………..


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya pendidikan merupakan usaha manusia yang dilakukan secara sengaja dan sadar untuk mengembangkan kepribadian anak didik serta mempersiapkan mereka menjadi anggota masyarakat. Pendidikan adalah unsur terpenting dalam mewujudkan manusia seutuhnya, karena maju mundurnya gerak dan kepribadian seseorang secara individu ataupun suatu bangsa kini ataupun yang akan datang amat ditentukan oleh pendidikan.

Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Berdasarkan undang-undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, dan ayat (3) menegaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Untuk itu, seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan negara Indonesia.1

1

Undang-undang RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Citra Umbara, 2003) hal 49.


(13)

Pendidikan Agama adalah salah satu unsur pendidikan yang dalam penataan pendidikan nasional berdasarkan Pancasila memiliki haluan, bukan sekedar mendidik untuk mempercayai kaidah-kaidah dan melaksanakan tata cara keagamaansaja, tetapi merupakan usaha yang terus menerus untuk menyempurnakan pribadi dalam hubungan vertikal kepada Tuhan Yang Maha Esa dan hubungan horizontal dengan sesama manusia dan alam sekitar.2

Pendidikan agama merupakan salah satu pendidikan yang mendidik masyarakat yang sudah dewasa maupun yang masih kecil, tua maupun muda, laki-laki dan wanita, untuk membentuk sikap dan tingkah laku yang baik, guna menciptakan manusia yang dapat bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan lingkungan.

Dengan demikian Pendidikan Agama Islam adalah unsur terpenting dalam pendidikan untuk membentuk tingkah laku supaya berakhlak mulia. Karena itu Pendidikan Agama Islam harus diberikan dan dilaksanakan secara intensif di rumah tangga/keluarga, sekolah dan masyarakat.

Pendidikan Agama Islam memberikan arti yang sangat penting sebagai sarana pembentukan tingkah laku dikalangan pelajar, karena pelajar merupakan generasi penerus perjuangan bangsa, negara, dan agama. Banyak bekal pengetahuan dan kesiapan mental yang baik dan matang yang harus dimiliki pelajar dalam rangka melaksanakan tugasnya agar dapat memiliki dedikasi yang tinggi dan bartanggung

2

Alamsyah Ratuprawira Negara, Pembinaan Pendidikan Agama, (Jakarta: Depag RI, 1982), Hal 32.


(14)

jawab sehingga apa yang dicita-citakan bangsa dan agama dapat terwujud. Terwujudnya manusia yang sehat jasmani dan rohani dan bertanggung jawab pada Tuhan Yang Maha Esa.

Berdasarkan hal di atas, maka para pelajar Sekolah Menengah Pertama perlu dididik dan dibekali pendidikan agama agar dapat menampilkan pribadi yang utuh sebagai seorang pelajar yang baik dan terhindar dari tindakan-tindakan amoral dan asosial yang dapat merugikan diri sendiri dan masyarakat.

Bekal pendidikan dan penanaman akan nilai-nilai ajaran agama tidak cukup hanya mewariskan pengetahuan keagamaan saja, akan tetapi pendidikan agama harus dapat memiliki peranan dalam membentuk tingkah laku dan pribadi pelajar tersebut.

Salah satu masalah yang dihadapi dalam proses pendidikan agama di Sekolah Menengah Pertama diantaranya adalah jam pelajaran agama yang sedikit (1 minggu 2 jam pelajaran) sehingga pelajar bertingkah laku yang bertentangan dengan nilai-nilai ajaran agama yang telah dipelajari karena waktu belajar agama di sekolah Menengah Pertama Moh. Husni Thamrin relatif kurang. Sedangkan tantangan sangat banyak, baik televisi (TV), majalah dan perilaku negatif dari lingkungan. Sebagai contoh, sering kali kita melihat perkelahian antar pelajar, perbuatan onar di lingkungan sekolah dan masyarakat, perusakan lingkungan, dan hal-hal lain yang dinilai sebagai perbuatan negatif.


(15)

Dengan bertitik tolak pada permasalahan di atas, maka penulis membahas skripsi dengan judul ”PERANAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK AKHLAK AL-KARIMAH PESERTA DIDIK SMP MOH. HUSNI THAMRIN.”

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat diidentifikasi seputar hal-hal berikut ini:

a. Tentang pelaksanaan pendidikan Agama di SMP Moh. Husni Thamrin.

b. Tentang pembinaan akhlak siswa.

c. Tentang faktor pendorong dan penghambat pelaksanaan pendidikan agama di SMP Moh. Husni Thamrin

d. Tentang peranan pendidikan agama di SMP Moh Husni Thamrin. 2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka pembahasan skripsi ini dibatasi sebagai berikut:

a. Peranan Pendidikan Agama Islam (yang dikhususkan pada materi akhlak) dalam membentuk akhlak al-karimah di SMP Moh. Husni Thamrin.


(16)

b. Faktor pendorong dan penghambat pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SMP Moh. Husni Thamrin.

3. Perumusan Masalah

Bagaimanakah peranan Pendidikan Agama Islam dalam membentuk akhlak al-karimah peserta didik SMP Moh. Husni Thamrin?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian skripsi ini adalah untuk mendapatkan data tentang peranan Pendidikan Agama Islam dalam pembinaan akhlak al-karimah peserta didik SMP Moh. Husni Thamrin Ciputat Tangerang Banten.

2. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi semua pihak yang kompeten. Manfaat dan kegunaan penelitian ini antara lain:

a. Bagi lembaga pendidikan, berguna untuk meningkatkan mutu Pendidikan Agama Islam dalam membina akhlak peserta didik SMP Moh. Husni Thamrin.

b. Bagi para pendidik, sebagai media untuk lebih meningkatkan pengamalan ajaran agama Islam dan membina anak didik lebih optimal guna membentuk generasi Islam yang berkualitas/berakhlak mulia.


(17)

c. Bagi peserta didik atau siswa, sebagai bekal untuk mendapatkan pelajaran agama Islam guna diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, selain itu dapat membentuk tingkah laku yang baik menurut agama Islam di sekolah, rumah, dan di masyarakat.

D. Metode Pembahasan

Metode yang digunakan untuk membahas permasalahan di atas adalah deskriptif analitis, yaitu metode yang memberikan gambaran mengenai data yang analisis dari berbagai sudut pandang untuk dapat memperoleh perwujudan hasil penelitian yang utuh dan jelas. Adapun data-data untuk penelitian diolah dari hasil observasi, wawancara, dan angket.

E. Sistematika Pembahasan

Pembahasan penelitian pendidikan ini dibagi menjadi lima bab dengan perincian sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, yang berisi tentang latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode pembahasan, dan sistematika pembahasan.

Bab II Landasan teori yang meliputi, pengertian pendidikan, pengertian pendidikan agama, perkembangan pendidikan agama di sekolah umum, dasar-dasar


(18)

pendidikan agama dan akhlak al-karimah. Remaja, pengertian remaja, ciri-ciri remaja, dan problematika remaja.

Bab III Metodologi penelitian menjelaskan populasi dan sampel, tempat dan waktu penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

Bab IV Hasil penelitian, peranan Pendidikan Agama Islam dalam membentuk akhlak al-karimah peserta didik untuk SMP Moh. Husni Thamrin di Ciputat Tangerang Banten, yang membahas tinjauan umum dan keadaan sekolah, deskripsi dan analisa data penelitian dan hambatan-hambatan dalam pembentukan akhlak al-karimah dan jalan keluarnya.


(19)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. PENDIDIKAN

1. Pengertian Pendidikan

Bila kita berbicara tentang pembangunan nasional, maka pembangunan di bidang pendidikan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan tersebut. Bidang pendidikan yang dalam hal ini termasuk pendidikan agama yang merupakan sub sistem pendidikan nasional, memiliki arti dan peranan yang sangat

penting dalam mewujudkan tujuan pembangunan bangsa Indonesia.

Sebelum kita tinjau lebih lanjut tentang pengertian pendidikan, terlebih dahulu perlu kiranya penulis jelaskan pengertian pendidikan.

Secara etimologi, pendidikan berasal dari bahasa Yunani, paedagogiek. Paes

berarti anak, gogos artinya membimbing/tuntunan; dan iek artinya ilmu. Jadi secara etimologi paedagogik adalah ilmu yang membicarakan bagaimana memberikan bimbingan kepada anak. Dalam bahasa Inggris pendidikan diterjemahkan menjadi


(20)

keluar yang tersimpan dalam jiwa anak, untuk dituntun agar tumbuh dan berkembang.3

Dalam Islam ada 3 istilah yang umum digunakan untuk pendidikan Islam yaiti: al-tarbiyah (

ﺔ ﺮ ا

), al- ta’lim (

ا

), dan al-ta’dib (

دﺄ ا

). Al-tarbiyah (

ﺔ ﺮ ا

) berasal dari kata

ﺎ ر

-

ﻮ ﺮ

-

ءﺎ ر

yang artinya “bertambah” dan ‘tumbuh”, al-ta’lim (

ا

) berasal dari kata

-

-

yang artinya mengajar”, dan al-ta’dib (

دﺄ ا

) berasal dari kata

دﺄ

-

بدﺄ

-

بدأ

yang artinya “mendidik”.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pendidikan berasal dari kata “didik” yang mendapat awalan “pe’ dan akhiran “an’ yang artinya proses pertumbuhan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, perbuatan, cara mendidik.4.

Sedangkan pengertian pendidikan secara terminologi adalah” aktifitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu: rohani (pikir, karsa, rasa, cipta, dan budi nurani) dan jasmani (panca indera serta keterampilan-keterampilan).5 Menurut Amier Daien Indarkusuma “Pendidikan adalah bantuan yang diberikan dengan sengaja kepada

3

Madayo Ekosusilo, R. B. Kasihadi, Dasar-dasar pendidikan, (Semarang: Effhar Publising, 1987), Cet. Ke-2

4

DepDikBud, kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), Cet ke-10, h. 232.

5

Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1988), Cet. Ke-3, h. 7


(21)

anak dalam pertumbuhan jasmani maupun rohani untuk mencapai tingkat dewasa”.6 Konferensi pendidikan Islam sedunia di Mekkah (1977) mendefinisikan bahwa pendidikan adalah “suatu proses mengarahkan pertumbuhan manusia yang seimbang melalui latihan jiwa, intelek, akal pikiran, perasaan serta jasmani.”7

Adapun menurut Arifin Pendidikan “adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal maupun non-formal.”8 Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (ketetapan MPR RI No. IV/MPR/73) dikatakan bahwa, pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Menurut pendapat M. J. Langeveld yang disebut pendidikan ialah ”pemberian bimbingan dan bantuan rohani bagi yang masih memerlukan.”9 Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 02, 1989 pendidikan diartikan “usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan / atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.”

Akan tetapi makna pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam

6

Amier Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1973), h 27

7

Jurnal Didaktika Islamika; Vol. I, NO. 4, November, 2000, h. 5.

8

H. M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama: Di lingkungan Sekolah dan keluarga, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), Cet. Ke-4, h. 14.

9

H. Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistimatis, (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), Cet. Ke-13, h. 25


(22)

masyarakat dan kebudayaan. Dengan demikian, bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, didalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan. Karena itulah sering dinyatakan pendidikan telah ada sepanjang peradaban umat manusia, pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya.10

Adapun pendidikan dalam arti yang luas bermakna merubah dan memindahkan nilai-nilai kebudayaan kepada setiap individu di dalam masyarakat. Dari sini dapat kita mengerti bahwa pendidikan itu dapat melalui bermacam-macam proses, tetapi pada dasarnya proses pemindahan nilai pada suatu masyarakat kepada setiap individu yang ada di dalamnya. Proses pemindahan nilai-nilai budaya itu melalui bermacam-macam jalan.11

Pengertian pendidikan seperti yang lazim dipahami sekarang belum terdapat pada zaman Nabi. Tetapi usaha dan kegiatan dilakukan oleh Nabi dalam menyampaikan seruan agama dalam berdakwah, menyampaikan ajaran, memberi contoh, melatih keterampilan, memberikan motivasi dan menciptakan lingkungan sosial yang mendukung pelaksanaan ide pembentukkan pribadi muslim itu, telah

mencakup arti pendidikan dalam pengertian sekarang. Orang Arab Mekah yang tadinya penyembah berhala., musyrik, kafir, kasar, sombong, maka dengan usaha dan

kegiatan Nabi mengislamkan mereka, lalu tingkah laku mereka berubah menjadi

10

H. Munandir, Ensiklopedia Pendidikan, (Malang: UM-presss, 2001), Cet. Ke-1, h. 229

11


(23)

penyembah Allah swt, mukmin, muslim, lemah lembut, dan hormat kepada orang lain.

Mereka telah berkepribadian Muslim sebagaimana yang telah dicita-citakan oleh ajaran Islam. Dengan itu berarti Nabi telah mendidik. Membentuk kepribadian yaitu kepribadian muslim dan sekaligus berarti bahwa Nabi Muhammad saw adalah seorang pendidik yang berhasil. Apa yang beliau lakukan dalam membentuk manusia,

kita rumuskan sekarang dengan pendidikan Islam. Cirinya ialah perubahan sikap dan tingkah laku sesuai dengan petunjuk ajaran Islam. Untuk itu perlu adanya usaha,

kegiatan, cara alat dan lingkungan hidup yang menunjang keberhasilannya. Dari beberapa pengertian pendidikan di atas, dapat disimpulkan bahwa, pendidikan ialah usaha sadar yang dilakukan oleh orang dewasa untuk menyiapkan

peserta didik dalam meningkatkan kepribadiannya serta kemampuannya melalui bimbingan, pengajaran dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang,

baik dalam bentuk formal maupun non-formal.

2. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pengertian Agama Islam mengandung makna bahwa usaha yang dilakukan guru Pendidikan Agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan untuk menyiapkan peserta didik meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan


(24)

Pendidikan agama merupakan unsur penting dalam pembentukkan dan pembinaan serta kepribadian seseorang yang apabila hal itu terakumulasi dengan baik, maka akan berpengaruh terhadap suatu bangsa, karena pengalaman keagamaan yang dilalui tersebut akan menjadi unsur penting dalam kepribadiannya. Kepribadian yang terjalin di dalam nilai-nilai agama akan membuahkan akhlak yang baik.

Departemen Agama RI, dalam buku penelitian pengembangan dan inovasi pendidikan mengemukakan “Pendidikan agama dapat dirumuskan sebagai bantuan dan pimpinan yang diberikan pada perkembangan pribadi agar ia menjadi manusia beragama yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan yang nampak dalam cara berfikir, kebiasaan, dan sikap tingkah lakunya.“12

Sejalan dengan hal tersebut Zuhairini berpendapat, pendidikan agama berarti “usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membentuk anak didik agar supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran Agama Islam.13

Menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat, definisi Pendidikan Agama Islam, yaitu Pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam berupa bimbingan dan asuhan terhadap peserta didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan mereka dapat memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya

12

Dep. Agama RI, Penelitian Pengembangan dan Inovasi Pendidikan Agama, (Jakarta: Badan Litbang Agama Proyek Penelitian Keagamaan, 1983/1984), h.31

13

Zuhairini, et. al., Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional 1983), cet ke 8. h. 27


(25)

secara menyeluruh pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup didunia maupun di akhirat kelak.12

Bahkan ditambahkan pula oleh Prof. H. M. Arifin, M. Ed “Bahwa Pendidikan Agama Islam di negeri kita, adalah merupakan bagian dari pendidikan Islam dimana tujuan utamanya ialah membina dan mendasari kehidupan anak didik dengan nilai-nilai agama dan sekaligus mengajarkan ilmu agama Islam, sehingga yang mampu mengamalkan syariat Islam secara benar sesuai dengan pengetahuan agama.13

Sedangkan Pendidikan Agama Islam menurut kurikulum 1994 Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah usaha sadar dalam menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui bimbingan, mengajarkan atau latihan dengan memperhatikan tuntunan untuk menghormati agama lain dalam hubungan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.

Dari beberapa pengertian di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah bantuan atau bimbingan yang diberikan secara sadar oleh pendidik kepada peserta didiknya agar memiliki sikap hidup dan cara berfikir serta tingkah laku yang sesuai dengan ajaran Islam.

12

Amir Abyan, Perencanaan dan Pengelolaan Pembelajaran PAI, (Jakarta: Dirjen Bimbaga Islam dan UT, 1997), h.16

13

Muzayyin Arifin, Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat, (Jakarta: Golden Terayon Pers), Cet ke-1, h. 9


(26)

Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Begitupun halnya dengan Pendidikan Agama Islam harus diberikan dalam lingkungan lembaga pendidikan formal maupun non-formal. Peranan Pendidikan Agama Islam merupakan modal dasar untuk menciptakan manusia Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan nantinya akan lahir manusia Indonesia yang dapat menyumbangkan tenaga dan pikirannya pada bangsa dan negara berdasarkan ketakwaannya tersebut.

Pendidikan Agama Islam merupakan integral dari program pengajaran pada setiap jenjang lembaga pendidikan tersebut serta merupakan usaha bimbingan dan

pembinaan guru terhadap peserta didik dalam memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam sehingga menjadi manusia yang bertaqwa dan

warga negara yang baik. Dengan demikian, Pendidikan Agama Islam berperan membentuk manusia Indonesia beriman dan bertaqwa kepada Allah swt, yaitu dengan

menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan masyarakat, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air,

mampu menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.


(27)

3. Perkembangan Pendidikan Agama Di Sekolah Umum

Dalam membahas perkembangan pendidikan agama di sekolah umum, penulis melakukan pendekatan sejarah sebagai data untuk mengetahui bagaimana keberadaan pendidikan agama dalam kancah pendidikan nasional.

Sejarah pendidikan agama di sekolah umum dapat dibagi ke dalam dua periode, yakni periode sebelum Indonesia merdeka dan sesudah Indonesia merdeka.

a. Sebelum Indonesia Merdeka

Pada periode sebelum Indonesia merdeka baik zaman penjajahan Belanda maupun zaman penjajahan Jepang, keberadaan dan pelaksanaan pendidikan Agama di sekolah-sekolah umum belum diakui secara resmi dan diajarkan di sekolah umum.

Pendidikan agama secara tidak resmi tersebut, kadang-kadang mendapat reaksi dari guru-guru yang tidak senang kepada Islam. Tetapi walaupun begitu kenyataannya membutuhkan santapan rohani (ajaran Agama) untuk bekal hidupnya sehari-hari.14

Keadaan sedikit berubah, karena telah dimulai ada kemajuan dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam sekolah umum. Hal ini disebabkan karena mereka mengetahui bahwa sebagian besar bangsa Indonesia adalah pemeluk Agama

14


(28)

Islam, maka untuk menarik hati/simpati dari umat Islam, Pendidikan Agama mendapat perhatian.15

Dengan hal ini jelas bahwa keberadaan pendidikan agama pada periode sebelum Indonesia masih cukup memprihatinkan, dan belum diakui keberadaanya secara utuh.

b. Sesudah Indonesia Merdeka

Keberadaan dan pelaksanaan Pendidikan Agama Islam pada masa sesudah Indonesia merdeka merupakan lanjutan pelajaran tentang budi pekerti yang ada pada zaman pemerintahan yang penyelenggaraannya hanya bersifat suka rela.

Dalam keadaan yang demikian, para pemimpin dan perintis kemerdekaan terus berusaha dan senantiasa memperjuangkan pada setiap kesempatan bagaimana agar pendidikan agama mendapat status pelaksanaan dengan dasar yang kuat untuk pelaksanaanya di sekolah-sekolah pemerintah.

Dari uraian sejarah dan proses perkembangan pendidikan agama di sekolah-sekolah umum atau negeri di Indonesia, maka dapat dipahami bahwa Pendidikan Agama yang sampai saat ini masih tetap diakui sebagai mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai Perguruan Tinggi (PT), merupakan mata pelajaran yang turut menentukan naik tidaknya seorang murid, ternyata memiliki perjalanan sejarah yang panjang dan penuh tantangan untuk sampai kepada status yang benar-benar diakui oleh semua kalangan dan dibutuhkan keberadaannya.

15


(29)

4. Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama

Ketika berbicara tentang sejarah perkembangan pendidikan agama, maka timbul suatu motivasi yang besar untuk turut serta andil dalam mengembangkan pelaksanaan pendidikan agama yang pernah ada sekarang ini. Selanjutnya sebagai pelengkap status dan azas keberadaan pelaksanaan Pendidikan Agama Islam, maka penulis akan menguraikan tentang dasar-dasar pelaksanaan Pendidikan Agama Islam baik dalam lingkungan formal maupun non formal.

Pelaksanaan pendidikan agama memiliki tiga dasar, yakni dasar hukum (yuridis), dasar agama (religius), dan dasar sosial psikologis.

a. Dasar Hukum (Yuridis)

Yang dimaksud dengan dasar hukum (yuridis) dalam pelaksanaan pendidikan agama di Indonesia adalah: Yakni berupa undang-undang dan peraturan-peraturan yang meliputi dasar ideal, dasar segala keilmuan, dan dasar operasional.16

b. Dasar Agama (Religius)

Yang dimaksud dasar agama (religius) dalam permasalahan ini adalah dasar-dasar yang berpedoman kepada apa yang bersumber dari ajaran agama Islam yang berdasarkan Al-Qur’an. Pertama kali diturunkan adalah membaca. Sebagaimana yang kita lihat dalam firman Allah swt. Berikut ini:

16


(30)

ي

ﺬ ا

ﻚ ر

ﺎ أﺮ إ

.

نﺎ ﻹا

.

مﺮآﻷ

ﻚ رو

أﺮ إ

.

يﺬ ا

.

ﻹا

نﺎ

Artinya:

“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Ditelah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah yang mengajar(manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.

(QS. Al-Alaq: 1-5)17

c. Dasar Sosial Psikologis

Dalam rangka menyalurkan fitrah atau naluri beragama, terkadang manusia tersesat dan berada pada keyakinan yang salah. Oleh karena itu manusia memerlukan

bimbingan dan arahan dalam menyalurkan fitrah tersebut, dan salah satunya adalah melalui pendidikan agama.

Sebagaimana firman Allah swt berikut ini:

ا

ﺎﻬ

سﺎ ا

ﺮﻄ

ا

ا

ةﺮﻄ

ﻚﻬﺟو

نﻮ

سﺎ ا

ﺮ آأ

ﻜ و

ا

ﺪ ا

ﻚ ذ

Artinya:

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus pada Agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak

17


(31)

ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rum: 30)18

5. Kurikulum Pendidikan Agama Islam

Istilah kurikulum sebenarnya sudah dikenal sejak tahun 1920 kata kurikulum berasal dari bahasa latin Curree yang berarti to run (menyelenggarakan ) atau to run the course (menyelenggarakan suatu penyelenggaraan).

Selanjutnya pengertian kurikulum berkembang menjadi the course of study

(materi yang dipelajari). Namun pengertian ini sepertinya hanya melihat kurikulum sebagai produk atau hasil. 19

Menurut M. Arifin kurikulum adalah segala mata pelajaran yang dipelajari dan juga semua pengalaman yang harus diperoleh serta semua kegiatan yang dilakukan oleh anak didik. Dengan demikian kurikulum harus didesain berdasarkan pada pemenuhan kebutuhan manusia didik dan isinya terdiri dari pengalaman yang sudah teruji kebenarannya-pengalaman yang edukatif, eksperimental dan adanya rencananya dan susunan yang teratur.20

Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran. Kurikulum berfungsi sebagai wahana untuk mewujudkan

18

Ibid , h. 645 19

Dr. Mukhtar, MPd, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Mizaka Ghazali, 2003), Cet ke-2, h. 29

20

Dep. Agama RI, Kendali Mutu Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Dirjen Bimbaga Islam, 2003), h.15


(32)

tujuan pendidikan pada masing-masing jenis/jenjang/satuan pendidikan yang pada gilirannya merupakan pencapaian tujuan pendidikan nasional.

Dengan demikian, kurikulum merupakan salah satu faktor dalam proses pendidikan yang berperan sebagai perangkat lunak dari proses tersebut. Kurikulum mempunyai peranan sentral karena menjadi arah atau titik pusat dari proses pendidikan.

Kurikulum Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Pertama (SMP) secara nasional, yakni kurikulum yang di tandai dengan ciri-ciri antara lain sebagai

berikut:

1. Lebih menitikberatkan pencapaian target kompetensi (attainment target) dari pada penguasaan materi, misalnya, murid sering memberi salam kepada guru dan orang tua.

2. Lebih mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia.

3. Memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan di lapangan untuk mengembangkan dan melaksanakan program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.21

Dan untuk kurikulum Pendidikan Agama Islam mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

21


(33)

a. Kurikulum PAI harus menonjolkan agama dan akhlak yang diambil dari Al-Qur’an dan Hadis serta contoh-contoh dari tokoh terdahulu. Ciri ini harus sangat dominan, terlebih ketika pengajaran budi pekerti di sekolah terintegrasi dalam Pendidikan Agama Islam.

b. Kurikulum PAI harus memperhatikan pengembangan yang holistik-komprehensif aspek pribadi siswa, jasmani, akal dan rohani.

c. Kurikulum PAI harus memperhatikan equilibirium antara pribadi dan masyarakat, dunia dan masyarakat, jasmani, akal dan rohani.

d. Kurikulum PAI harus memperhatikan unsur arti yang sangat luas.

e. Kurikulum PAI harus mempertimbangkan perbedaan yang sering terdapat di tengah masyarakat. Dinamika kebudayaan manusia harus tercermin dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam.22

6. Tujuan Pendidikan Agama

Tujuan Pendidikan Agama tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa kepada-Nya dan dapat mencapai kehidupan bahagia di dunia dan akhirat.23

22

Dep. Agama RI, Op.Cit, h.18

23

Dep. Agama RI, Pedoman Pendidikan Agama Bagi Anak Putus Sekolah, (Jakarta: Bimbaga Islam, 2003), h. 10


(34)

Pendidikan Agama bertujuan untuk mendidik dan membimbing peserta didik agar dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan pelajaran agama dalam kehidupan sehari-hari baik untuk diri sendiri maupun untuk lingkungannya.

Menurut Prof. Mahmud Yunus, Tujuan Pendidikan Agama Islam adalah : menyiapkan anak-anak supaya di waktu dewasa mereka cakap melakukan pekerjaan dunia dan akhirat sehingga tercipta kabahagiaan bersama dunia akhirat.

Sedangkan Hasan Langgulung merumuskan tujuan akhir Pendidikan Agama Islam, sebagai berikut:

1. Persiapan untuk kehidupan akhirat

2. Perwujudan sendiri sesuai dengan pandangan Islam 3. Persiapan untuk menjadi warga negara yang baik.

Setiap guru agama hendaknya menyadari bahwa pendidikan agama bukanlah sekadar mengajarkan pengetahuan dan melatih keterampilan anak dalam

melaksanakan ibadah, tetapi juga untuk membentuk kepribadian anak sesuai dengan ajaran Islam. Pembinaan sikap mental dan akhlak jauh lebih penting daripada pandai menghafal dalil-dalil dan hukum-hukum agama, yang tidak diresapkan dan dihayati dalam hidup.

Pendidikan Agama Islam juga mempunyai tujuan-tujuan sebagai berikut:

a. Tujuan Pendidikan Agama Islam pada sekolah umum. Rumusannya bersifat umum dan merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan nasional yang selanjutnya akan dijabarkan lagi pada masing-masing jenjang pendidikan.


(35)

b. Tujuan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Rumusan tujuan ini sebagai penjabaran dari tujuan Pendidikan Agama Islam pada Pendidikan Sekolah Dasar dan merupakan acuan rumusan tujuan kelas. c. Memperkenalkan generasi penerus kepada akidah-akidah Agama Islam,

dasar-dasar dalam ajaran Agama Islam, asal-usul ibadah dan cara-cara pelaksanaannya dengan baik.

d. Menumbuhkan kesadaran yang betul kepada diri pelajar terhadap agama, termasuk prinsip-prinsip dan dasar-dasar akhlak yang mulia.

e. Menanamkan keimanan kepada Allah swt berdasarkan paham kesadaran dan keharusan perasaan.

f. Menumbuhkan minat generasi muda untuk menambah pengetahuan dalam adab dan pengetahuan keagamaan dan untuk mengikuti hukum-hukum agama dengan kecintaan dan kerelaan.

g. Menumbuhkan rasa rela optimisme, kepercayaan diri, tanggung jawab, menghargai kewajiban, tolong menolong atas kebaikan dan takwa, dan kasih sayang.

h. Mendidik naluri, motivasi dan keinginan-keinginan generasi muda dan membentenginya dengan akidah dan nilai-nilai dan membiasakan mereka menahan motivasi-motivasinya, mengatur emosi dan membimbingnya dengan baik.24

7. Program Pengajaran pada Pendidikan Agama Islam Untuk SMP

24


(36)

Dalam program pengajaran terdapat komponen tujuan kelas, catur wulan, tujuan pengajaran, pokok bahasan, sub pokok bahasan dan uraian.

a. Tujuan Kelas

Tujuan kelas merupakan penjabaran dari tujuan Pendidikan Agama Islam pada SLTP, yaitu meliputi tujuan kelas I, II dan III. Setiap tujuan kelas memuat yang harus dicapai siswa yang berhubungan dengan unsur pokok Pendidikan Agama Islam.

b. Catur Wulan

Kurikulum/GBPP Pendidikan Agama Islam tahun 1994 tidak menggunakan istilah semester, tetapi diganti dengan catur wulan sehingga penilaian selama satu tahun dilaksanakan tiga kali. Hal ini diharapkan lebih baik daripada hanya dua kali melakukan penilaian selama setahun. Setiap catur wulan sudah ditetapkan alokasi waktu sebagai berikut:

1. Catur wulan 1 dan 2 pada kelas I, II dan III masing-masing 24 jam pelajaran 2. Catur wulan 3 pada kelas I dan II masing-masing 20 jam pelajaran.

3. Catur wulan 3 pada kelas II sebanyak 18 jam pelajaran.

8. Tujuan Pengajaran

Tujuan pengajaran merupakan penjabaran dari tujuan kelas. Nomor urut tujuan pengajaran berurutan sejak catur wulan 1 sampai dengan catur wulan 3 setiap


(37)

kelas dengan menggunakan angka dua digit. Jumlah tujuan pengajaran pada masing-masing kelas sebagai berikut:

1. Kelas I : 16 tujuan pengajaran 2. Kelas II : 19 tujuan pengajaran 3. Kelas III : 14 tujuan pengajaran

B. Akhlak Al-Karimah

1. Pengertian Akhlak Al-Karimah

Perkataan akhlak berasal dari bahasa arab, merupakan bentuk jamak dari kata

“khulqun’ yang berasal dari kata “khaluqa-yakhluqu-khuluqun”, dengan bentuk jamaknya “akhlaqun” yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi’at.

Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antar khaliq dengan makhluq.

Ibnu Athir menjelaskan bahwa: “hakikat makna khuluq itu, ialah gambaran batin manusia yang tepat (yaitu jiwa dan sifat-sifatnya), sedang khalqun merupakan


(38)

gambaran luarnya (raut muka, warna kulit, tinggi rendahnya tubuh dan lain sebagainya).

Dalam Al-Mu’jam Al-Wasit disebutkan definisi akhlak sebagai berikut:

لﺎ

ا

ﺔﺟﺎ

وأ

لﺎ ﻷا

ﺎﻬ

رﺪ

ﺔ ار

ﺔ ورو

ﺮﻜ

ﻰ إ

Artinya:

“Akhlak ialah sifat yang ternama dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan baik atau buruk tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.”

Definisi akhlak menurut beberapa tokoh:

1. Menurut Imam Ghazali: “akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan lagi”.

2. Di dalam Ensiklopedi pendidikan dikatakan akhlak ialah: “budi pekerti, watak kesusilaan (kesadaran etik dan moral) yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap kholiqnya dan terhadap sesama manusia”. 3. Menurut Abu Bakr Aceh: “akhlak adalah suatu sikap yang digerakkan oleh jiwa

yang menimbulkan tindakan dan perbuatan manusia baik terhadap Tuhan maupun sesama manusia terhadap diri sendiri”.


(39)

Dari pengertian diatas, maka dapat dipahami bahwa akhlak bukan saja merupakan aturan atau norma prilaku yang mengatur hubungan antara sesama manusia, tetapi juga norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dan dengan alam semesta sekalipun.

Akhlak ialah daya kekuatan (sifat) yang tertanam dalam jiwa yang mendorong perbuatan-perbuatan yang spontan tanpa memerlukan pertimbangan pikiran. Jadi akhlak merupakan sikap yang melekat pada diri sesorang dan secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan.25

Berikut ini akan dipaparkan definisi akhlak secara istilah adalah: 1. Ibnu Maskawih mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut:

اد

لﺎ

ﺔ ورو

ﺮﻜ

ﺎﻬ ﺎ أ

ﻰ إ

ﺎﻬ

Artinya: “keadaan jiwa seseorang yang mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pemikiran (lebih dahulu)”.

2. Imam Al-Ghazali memberikan definisi akhlak sebagai berikut:

ﺔ ه

ةرﺎ

ا

ﺔ ﻮﻬ

لﺎ ﻷا

رﺪ

ﺎﻬ

ﺔ ار

ا

ﺔ ورو

ﺮﻜ

ﻰ إ

ﺔﺟﺎ

ﺮ و

25

Drs. H.Abudin Nata, MA, Akhlak Tasawuf, (jakarta: PT. Grafindo Persada, 2000), cet ke 3, h.156


(40)

Artinya: “akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu)”.

3.

Prof. Dr. Ahmad Amin memberikan definisi, bahwa yang disebut akhlak Adatul-Iradah, kehendak yang dibiasakan. Definisi ini terdapat dalam tulisannya yang berbunyi:

ء

تدﺎ ا

اذإ

ةداﺮ ا

نأ

ةدارﻹا

ةدﺎ

ا

فﺮ

ةﺎ

ا

ه

ﺎﻬ دﺎ

Artinya: “Sementara orang membuat definisi akhlak, bahwa yang disebut akhlak

ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinamakan akhlak.”

Selanjutnya menurut menurut Abdullah Dirroz, perbuatan-perbautan manusia dapat dianggap sebagai manifestasi dari akhlaknya, apabila dipenuhi dua syarat, yaitu:

a. Perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama, sehingga menjadi kebiasaan.

b. Perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena dorongan emosi-emosi jiwanya, bukan karena adanya tekanan-tekanan yang datang dari luar.

Sekalipun ketiga definisi akhlak di atas berbeda kata-katanya tetapi tidak berjauhan maksudnya, bahkan berdekatan artinya satu dengan yang lain.


(41)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dan terpatri dalam jiwa dan menjadi kepribadian sehingga dari situlah timbul berbagai macam perbuatan dengan spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Dan pendidikan akhlak merupakan usaha yang di lakukan oleh pendidik terhadap anak didik untuk diarahkan pada aspek jasmani dan rohaninya kepada suatu kebiasaan yang baik dan mulia.

Akhlak karimah (akhlak yang mulia) ialah ridho kepada Allah, cinta dan beriman kepada-Nya, beriman kepada malaikat, kitab, rasul, hari akhir, takdir, taat beribadah, selalu menepati janji, melaksanakan amanah, berlaku sopan dalam ucapan dan perbuatan, qona’ah, tawakal, sabar, syukur, tawadhu dan segala perbuatan yang baik menurut ukuran pandangan islam.26

2. Dasar-dasar Akhlak

Kita telah mengetahui bahwa akhlak Islam adalah merupakan sistem moral/akhlak yang berdasarkan Islam, yakni bertitik tolak dari aqidah yang

diwahyukan Allah pada Nabi/Rasul-Nya yang kemudian agar disampaikan kepada umatnya.

Akhlak Nabi Muhammad saw yang diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia disebut akhlak Islam, karena bersumber dari wahyu Allah yang kini terdapat

26

A. Zainuddin, S.Ag,Muh. Jamhari, S.Ag, Al-Islam II, (Muamalah dan Akhlak), (Bandung: Pustaka Setia, 1999), cet ke 1, h.77


(42)

di dalam Al-Qur’an yang menjadi sumber utama agama dan ajaran Islam. Firman Allah dalam surat Al-Ahzab: 21

ﺮ ا

مﻮ او

ﷲا

ﻮﺟﺮ

نﺎآ

ةﻮ أ

ﷲا

لﻮ ر

نﺎآ

اﺮ آ

ﷲا

ﺮآﺬ

Artinya: “Sesungguhnya talah ada pada (diri) Rasulullah itu suritauladan yang baik

bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”

Ayat di atas memberikan petunjuk dan mengingatkan kepada manusia bahwa pada diri Rasulullah itu sudah terdapat contoh akhlak yang mulia. Jika hal tersebut dinyatakan di dalam Al-Qur’an, maka maksudnya agar dapat diikuti dan diamalkan oleh umatnya. Caranya antara lain dengan mengikuti perintahnya dan mencintainya.

Persoalan “akhlak” dalam agama Islam banyak dimuat pada Al-Qur’an dan Al-Hadist, sumber tersebut merupakan batasan-batasan dalam tindakan sehari-hari bagi manusia.

Akhlak Islam karena merupakan sistem akhlak yang berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan, maka tentunya sesuai dengan sumber dari pada agama itu sendiri. Dengan demikian, dasar/sumber pokok dari pada akhlak Islam adalah Al-Qur’an dan Al-Hadist yang merupakan sumber utama dari agama Islam, karena sumber/dasar merupakan suatu bagian dari bangunan yang menjadi sumber kekuatan dan keteguhan


(43)

tetap berdirinya bangunan tersebut. Demikian pula halnya dengan akhlak dalam Islam harus memiliki sumber atau dasar yang kuat.

Al-Qur’an dan Al-Hadist merupakan sumber dari segala sumber hukum Islam, karena itu Al-Qur’an dan Al-Hadist dijadikan dasar alat ukur tingkah laku seseorang dalam hal kebaikan dan keburukan. Apa yang baik menurut Al-Qur’an dan Al-Hadist, maka baik pula perbuatan tersebut, dan sebaliknya apa yang menurut Al-Qur’an dan Al-Hadist jelek, maka jeleklah perbuatan tersebut dan harus ditinggalkan.

Di dalam Islam yang menjadi dasar pendidikan akhlak adalah Al-Qur’an dan Al-Hadist. Dengan kata lain dasar-dasar yang lain selalu dikembalikan kepada sumber tersebut, kalau sesuai diterima sedangkan kalau tidak sesuai ditolak.

Adapun di antara ayat-ayat Al-Qur’an yang mengandung nilai-nilai akhlak adalah:

ﻰﻬ و

ﻰ ﺮ ا

ىذ

ءﺎ إو

نﺎ ﻹاو

لﺪ ﺎ

ﺮ ﺄ

ﷲا

نإ

ءﺂ

ا

نوﺮآﺬ

آﺬ

او

ﺮﻜ او

Artinya: ”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan,

memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Ia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran“. (QS. An-Nahl: 90)

Berdasarkan ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah memerintahkan kepada manusia agar kita berlaku adil dan berbuat kebajikan kepada sesama manusia dan


(44)

Allah melarang manusia untuk berbuat kemungkaran serta permusuhan dan senantiasa selalu bersabar apabila kita tertimpa musibah.

Oleh karenanya, didalam meniti kehidupan ini hendaknya seseorang tidak sombong, tidak membanggakan dirinya apalagi sampai melupakan Allah swt. Tapi hendaknya berlaku sopan, tidak kasar, berhati mulia disertai dengan tata krama yang baik dan lemah lembut.

Berbuat baik kepada Allah dan kepada manusia sangat penting untuk

memperoleh kehidupan yang berbahagia, baik duniawi atau ukhrawi. Dan merupakan salah satu akhlak mahmudah.

Dasar akhlak yang kedua adalah Al-Hadist, untuk memahami Al-Qur’an lebih terinci umat Islam diperintahkan untuk mengikuti ajaran Rasulullah, karena perilaku Rasulullah adalah contoh nyata yang dapat dilihat dan dimengerti oleh manusia.

Hadist adalah sumber kedua setelah Al-Qur’an. Berikut ini dikemukakan hadist-hadist tentang akhlak karimah :

لﺎ

و

ﷲا

ا

نأ

ﷲا

ر

ةﺮ ﺮه

أ

ﷲاو

ﷲاو

،

ﷲاو

، ﺆ

لﺎ

؟

ﷲا

لﻮ رﺎ

يﺬ ا

اﻮ

رﺎﺟ

Artinya: “Dari Abi Hurairah ra. Ia berkata: Bahwa Nabi Saw. Bersabda: Demi Allah


(45)

Ditanya: Siapakah ya Rasulullah? Jawab Nabi: ialah orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya”

(HR. Bukhari dan Muslim)

Berdasarkan hadist tersebut di atas dapat dipahami bahwa hendaknya kita sebagai manusia saling menghormati sesama manusia agar tercipta suasana

ketenangan. Kewajiban menghormati tidak hanya kita memerlukan pertolongan dan bantuannya, atau karena ia telah menolong dan membantu kita melainkan kita hidup berdampingan bersama mereka.

Maka jelaslah sudah bagi kita, bahwa akhlak yang patut dan harus diperbuat adalah yang sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadist, sebagimana yang telah diaplikasikan oleh Rasulullah saw sebagai orang yang pertama kali merealisasikan akhlak yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan orang yang menjadi teladan (uswah)

dan ikutan (qudwah) bagi seluruh umatnya.

Dan sebagai manusia kita harus memiliki akhlak yang mulia dan dapat melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.

3. Macam- Macam Akhlak

Ada dua penggolongan akhlak secara garis besar yaitu: Akhlak Mahmudah


(46)

Al-Ghazali mengemukakan juga istilah “munjiyat” untuk akhlak mahmudah dan

“muhlikhat” untuk yang mazmumah. Yang dimaksud dengan akhlak mahmudah ialah segala macam sikap dan tingkah laku yang baik (yang terpuji).

Sebaliknya segala macam sikap dan tingkah laku yang tercela disebut dengan akhlak Mazmumah. Akhlak mahmudah tentunya lahir oleh sifat-sifat mahmudah yang terpendam dalam jiwa manusia, demikian pula akhlak mazmumah dilahirkan oleh sifat-sifat mazmumah. Oleh karena itu sebagaimana telah disebutkan terdahulu bahwa sikap dan tingkah laku yang lahir adalah merupakan cermin/gambaran dari pada sifat/kelakuan bathin.

Diantara perbuatan baik adalahpergaulan yang baik, perbuatan yang mulia, perkataan yang lembut, mendermakan kebaikan, memberi makan, menyebarkan salam, mengunjungi orang muslim yang sakit baik yang berbuat terpuji maupun yang durhaka, mengantarkan jenazah orang muslim, bertetangga secara baik apakah tetangga itu orang muslim maupun orang kafir, menghormati orang tua, memenuhi undangan makan dan mendo’akannya, memaafkan, mendamaikan di antara muslim, bermurah hati, dermawan, memulai salam, menahan marah, dan memaafkan kesalahan manusia dan sebagainya. Jauhilah hal-hal yang dilarang dalam Islam seperti bermain-main, berbuat kebatilan, nyanyian, alat musik, berdusta, menggunjing, kikir, bakhil, tamak, penipuan, pemalsuan, mengumpat, buruk hubungan kekerabatan, memutuskan tali silaturrahmi, sombong, angkuh, bersikap


(47)

keji, dengki, hasad, meramal nasib, durhaka, bermusuhan dan berbuat zalim dan sebagainya.27

Adapun akhlak atau sifat-sifat mahmudah sebagimana yang dikemukakan oleh para ahli ilmu akhlak, antara lain:

1. Al-Amanah (setia, dapat dipercaya) 11. Al-Wafa’ (Menempati)

2. Al-Sabru (sabar) 12. Al-Ikha’ (persaudaraan) 3. Al-Sidqu (benar, jujur) 13. Al-Ifafah (memelihara diri) 4. Ar-Rahmah (kasih sayang) 14. Al-Islah (damai) 5. Al-Iqtisad (hemat) 15. Al-Haya’ (malu) 6. Al-Adl (adil) 16. Al-Ihsan (berbuat baik) 7. As-Sakha’u (murah hati) 17. As-Syajaah (berani)

8. Al-Afwu (pemaaf) 18. Al-Muru’ah (berbudi tinggi) 9. At-Ta’awun (tolong menolong) 19. Al-Quwwah (kuat) 10. Al-Alifah (disenangi) 20. Dan lain sebagainya.

Sedangkan yang termasuk akhlak mazmumah antara lain :

1. Al-Bakhl (kikir) 11. Al-Fawahisy (dosa besar)

27


(48)

2. Al-Bukhtan (dusta) 12. Ar-Riba (makan riba) 3. Al-Khianah (khianat) 13. Al- kazbu (dusta) 4. Az-Zulmu (aniaya) 14. Al-Hiqdu (dendam) 5. Al-Hasd (dengki) 15. Al-Israf (berlebih-lebihan) 6. An-Namumah (adu domba) 16. Al-Makru (penipuan) 7. Al-Gibah (mengumpat) 17. As-Sirqah (mencuri) 8. Ar-Riya (ingin dipuji) 18. At-Tabzir (boros) 9. Al-Istikbar (sombong) 19. Al-Jubn (pengecut) 10. Al-Gaddab (pemarah) 20. Dan lain sebaginya.

4. Tujuan Akhlak

Segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia selalu terjadwal dan didasari oleh berbagai pertimbangan, serta diakhiri oleh suatu harapan akan terwujudnya

pencapaian tujuan sesuai dengan keinginannya. Begitu pula dengan akhlak

mempunyai tujuan yang hendak dan ingin dicapai. Seperti yang dikemukakan oleh

Barmawie Umary bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah “supaya dapat terbiasa melakukan yang baik, indah, mulia, terpuji serta menghindari yang buruk, jelek, hina dan tercela. Selain dari itu ia mengatakan bahwa:


(49)

Ilmu akhlak dapat mengetahui batas antara yang baiuk dengan yang buruk dan dapat mendapatkan sesuatu pada tempatnya, yaitu menempatkan sesuatu pada proporsi yang sebenarnya.

Berakhlak dapat memperoleh irsyad, taufiq dan hidayah yang demikian insya Allah akan bahagia dunia dan akhirat.

M. Ali Hufli mengatakan bahwa tujuan akhlak adalah: “Digantungkan kepada akhlak yang mulia yaitu mewujudkan kebajikan, keadilan yang tinggi, terciptanya kecintaan dan kedamaian serta mengutamakan orang lain dalam mengerjakan kebajikan dan meningkatkan ketaqwaan.

5. Pendidikan Agama Sebagai Dasar Pembentukan Akhlak Al-Karimah Pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai perbuatan yang sungguh-sungguh dalam rangka membentuk anak, dengan menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan konsisten.

Pembentukan akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah hasil usaha pembinaan, bukan terjadi dengan sendirinya. Potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia, termasuk didalamnya akal, nafsu amarah, nafsu syahwat, fitrah, kata hati, hati nurani dan intuisi, dibina secara optimal dengan cara pendekatan yang tepat.


(50)

Dalam pendidikan agama, khususnya Agama Islam, pendidikan diartikan sebagai usaha sadar untuk mengembangkan intelektualitas dalam arti bukan hanya meningkatkan kecerdasan saja, melainkan juga mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia, yang mencakup aspek keimanan, moral, atau mental, perilaku dan sebagainya.

Pembinaan kepribadian atau jiwa utuh hanya mungkin dibentuk melalui pengaruh lingkungan khusunya pendidikan. Sasaran yang ditempuh atau dituju dalam pembentukan kepribadian ini adalah kepribadian yang memiliki akhlak yang mulia, dan tingkat kemulian akhlak erat kaitannya dengan tingkat keimanan. Sabda Nabi Muhammad saw. berikut:

ر

ﺔ ﺎ

ﺎﻬ

ﷲا

م

ص

ﷲا

لﻮ ر

لﺎ

:

آا

ﺎ ﺎ ا

ﺆ ا

ﻬ ا

)

اور

(

Artinya :

Orang mu’min yang paling sempurna imannya ialah mereka yang paling bagus akhlaknya.”28

Dalam pembentukan akhlak siswa hendaknya , setiap guru menyadari bahwa dalam pembentukan akhlak sangat diperlukan pembinaan dan latihan akhlak pada

28


(51)

siswa bukan hanya diajarkan secara teoritis, akan tetapi juga harus diajarkan ke arah kehidupan praktis, untuk itu pelaksanaanya dapat ditempuh melalui jalan berikut ini. a. Pembiasaan

Islam memandang bahwa cara penanaman akhlak melalui pembiasaan adalah merupakan metode intensif yang paling meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk siswa yang berakhlak. Hal ini karena perbuatan yang sudah menjadi kebiasaan sukar untuk ditinggalkan.

b. Pengajaran

Kalau pada tahap pertama merupakan upaya praktis agar siswa dapat berbuat secara tepat maka pada tahap kedua ini disamping kebiasaan berakhlak tetap dilanjutkan, dengan penanaman pengertian melalui pengajaran, hal ini bertujuan agar siswa tidak hanya berpedoman asal berbuat tetapi siswa diusahakan tahu mengapa ia berbuat. Penanaman pendidikan disini mempertemukan antara pengertian (teoritis) dengan latihan atau pembiasaan (praktis).

Pembiasaan dan latihan itu akan membentuk sikap tertentu pada anak didik yang lambat laun sikap itu akan bertambah jelas dan kuat akhirnya tidak tergoyahkan lagi karena telah masuk menjadi bagian pribadinya. Kebiasaan dan latihan itulah yang membuat ia cenderung pada melakukan yang baik dan meninggalkan yang kurang baik.


(52)

Guru sebagai pendidik yang memberi pengetahuan dan bimbingan pada siswanya harus memberikan contoh yang baik terhadap peserta didiknya, karena tingkah laku dan perbuatan yang diperlihatkan guru dalam pergaulan dan berprilaku akan menjadi gambaran bagaimana siswa akan bersikap. Oleh karenanya seorang guru harus memberi contoh berperilaku dan berakhlak yang baik dalam kehidupan sehari-harinya sehingga akan menjadi contoh yang baik dalam perkembangan jiwa akhlak pada siswanya.

6. Guru dan Pembentukan Akhlak Al-Karimah a. Peranan guru terhadap pendidikan dan pengajaran

Sebagaimana diketahui bahwa dalam proses belajar-mengajar setiap guru mempunyai peranan penting terhadap pendidikan dan pengajaran, terhadap peserta didik. Namun sudah barang tentu ada yang sifatnya berpengaruh secara positif dalam arti mendorong dan menggiatkan peserta didik untuk belajar, dan sebaliknya adapula yang negatif, seperti sikap suka marah-marah, pilih kasih, pengancam, dan sebagainya yang mungkin dilakukan oleh seorang guru secara sadar atau tidak sadar. Perilaku demikian tentunya dapat merusak dan mengorbankan pendidikan dan pengajaran secara keseluruhan. Kalau segala aspek-aspeknya seimbang, kalau tenaga-tenaga bekerja seimbang pula sesuai dengan kebutuhan.29

29

Ahmad D. Mariba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1989), cet ke 7. h. 75


(53)

b. Alternatif Aktivitas Pendidikan

Aktivitas pendidikan merupakan upaya yang dilakukan untuk memajukan manusia dan kebudayaan. Proses pendidikan berubah dan unsur-unsur ketegangan, ketakutan, dikejar yang dapat membuat si terdidik merasa takut, minder, merasa tidak aman, dan tidak dapat mengeluarkan isi hatinya atau pendapatnya, hilang rasa senang, kurang keinginan belajar, dan kurangnya partisipasi peserta didik dan akhirnya tidak dapat menerima pelajaran dengan baik sebagaimana yang diharapkan.

Merupakan hal yang logis jika seseorang individu bertujuan untuk mencapai hasil yang maksimal. Karenanya pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan. Sifatnya mutlak dalam kehidupan baik dalam kehidupan individual, keluarga, bangsa dan negara. Maju mundurnya suatu bangsa banyak ditentukan oleh maju mundurnya pendidikan.

Sudirman N dan kawan-kawan mengemukakan, mengingat sangat pentingnya pendidikan sebagai kehidupan, maka pendidikan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sehingga memperoleh hasil yang diharapkan.

Karenanya untuk menunjang pencapaian tersebut, para guru harus memperhatikan alternatif-alternatif yang tidak menunjang atau yang menunjang pencapaian tujuan, diantaranya guru harus mengadakan adaptasi, agar peka terhadap perubahan-perubahan yang timbul agar dapat memikirkan, membentuk pola-pola tradisional yang keliru dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan.

Patut disadari bahwa peranan guru baik guru agama atau guru umum di kelas sangat berpengaruh, diharapkan sadar akan tanggung jawab sebagai guru, dapat


(54)

mendorong dan menemukan sikap tauladan (akhlak al-karimah) dalam membentuk siswa yang berakhlak karimah.

Zakiah Daradjat mengemukakan bahwa, kepribadian itulah yang akan

menentukan ibadah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak.30

c. Sikap Guru Yang Positif

Dalam memberikan pendidikan dan pengajaran di sekolah, sepatutnya guru menyadari bahwa harus mengetahui tujuan umum pendidikan yang diprogramkan sekolah tempat ia mengajar. Sebab bagaimana dalam merumuskan dan menentukan tujuan-tujuan belajar mengajar yang dilakukan guru, harus dalam rangka pemenuhan target yang ditentukan oleh sekolah. Karenanya guru benar-benar dituntut mengetahui secara jelas terhadap tujuan yang diprogramkan oleh sekolah ditempat ia mengajar, agar dalam pemberian materi bidang studi dan tujuan mengajar tidak salah arah.

Winarno berpendapat bahwa tujuan merupakan satu diantara hal pokok yang harus diketahui dan di sadari betul-betul oleh seorang guru sebelum ia mulai mengajar. Guru tersebut harus dapat memberikan penafsiran yang tepat mengenai jenis dan fungsi tujuan yang akan dicapainya secara konkrit.31

30

Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), cet ke 1, h. 16

31


(55)

Oleh karena itu, apabila setiap perumusan tujuan khusus dan tujuan umum pengajaran diarahkan kepada target pencapaian tujuan-tujuan pendidikan yang diprogramkan oleh sekolah, maka dengan sendirinya, guru dapat berperan mempengaruhi dan membentuk siswa yang berakhlak al-karimah. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan di Indonesia, membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air. 32

Sikap guru mempunyai pengaruh terhadap si terdidik, di samping ilmu pengetahuan, kecerdasan, keterampilan yang dimilikinya. Pengaruh tersebut ada yang terjadi di dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran dengan sengaja dilakukan guru diruang kelas, dan adapula yang terjadi secara tidak sengaja, bahkan tidak disadari oleh seorang guru dengan disebarkan gaya, tingkah laku, dan segala macam bentuk kepribadian guru.

Oleh karena itu pendidikan dan pengajaran yang dilakukan oleh seorang guru yang sengaja di ruang kelas, harus ditunjang dengan sikap kepribadian, demikian pula diluar kelas. Karena yang menentukan berhasil tidaknya usaha pendidikan dan pengajaran di sekolah, bukan hanya peraturan dan peralatannya saja melainkan dengan sikap para pendidik yang melaksanakan usaha pendidikan dan pengajaran.

32

Soegarda Poerbakawatja, Pendidikan Dalam Alam Indonesia Merdeka,(Jakarta: Gunung Agung, 1970), h. 114


(56)

C. REMAJA

1. Pengertian Remaja

Remaja menurut remaja adalah “mulai dewasa, sudah sampai umur untuk kawin”. Zakiah Daradjat mengemukakan bahwa:

“Remaja adalah anak yang ada pada masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan masa dewasa, dimana anak-anak mengalami perubahan-perubahan cepat disegala bidang, mereka bukan lagi anak-anak, baik bentuk badan, sikap dan cara berfikir dan bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang, masa ini mulai kira-kira 13 tahun dan berakhir kira-kira umur 21 tahun”.33

Y. Singgih Dirgagunarsa menguraikan pendapat Anna Freud tentang remaja adalah: “Adolesensia merupakan suatu masa yang meliputi proses perkembangan dimana terjadi perubahan dalam hal motivasi seksual, organisasi dari pada ego, dalam

hubungan dengan orang tua, cita-cita yang dikejarnya”.34

Dua pendapat di atas sebetulnya dapat dipadukan dan dianggap saling melengkapi, pendapat pertama menyebutkan tentang umur, sedangkan pendapat kedua menyebutkan proses perkembangan dan perubahan. Hal ini sudah dijelaskan

pada pendapat pertama, yaitu mengalami perubahan-perubahan cepat di segala bidang. Perubahan pada masa remaja biasanya pertumbuhan jasmaninya. Di samping,

remaja merasakan pula adanya dorongan-dorongan seksual yang belum pernah mereka kenal sebelumnya.

a. Remaja Menurut Perkembangan Fisik

Remaja dalam ilmu kedokteran dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik dimana alat-alat kelamin manusia mencapai kematangannya. Pada akhir

33

Akhmad Azhar Abu Miqdad, Pendidikan Seks Bagi Remaja Menurut Hukum Islam, (Yogyakarta: Mitra Pustaka: 1997), Cet ke-1, h. 33.

34 Ibid


(57)

perkembangan fisik ini akan tumbuh tanda-tanda kematangan, sebagaimana pendapat yang mengatakan “pada anak laki-laki akan muncul tanda-tanda kelamin seks baik

primer maupun sekunder.”35

b. Remaja Menurut Sosial-Psikologik

Apabila pengertian remaja ditinjau dari segi sosio-psikologik, maka usia sangat bergantung kepada keadaan di mana remaja itu tinggal. Seorang remaja yang tinggal di desa mengalami masa remaja yang relatif lebih pendek, bahkan tidak ada. Lain halnya dengan remaja yang tinggal di perkotaan mengalami masa remaja yang relatif panjang, karena dibutuhi pengetahuan untuk diserahi tanggung jawab sebagai

orang dewasa.

Sebagaimana yang dikatakan Zakiah Daradjat:

Dalam masyarakat desa yang sangat sederhana tidak dikenal masa remaja, yang mereka kenal hanyalah masa kanak-kanak, dewasa dan tua. Lain halnya dengan masyarakat maju, remaja belum dianggap sebagai anggota masyrakat yang perlu

didengar dan dipertimbangkan pendapatnya serta dianggap belum sanggup bertanggung jawab atas dirinya. Terlebih dahulu mereka perlu menguasai ilmu

pengetahuan dan teknologi dalam kapasitas tertentu, serta mempunyai kemantapan emosi sosial dan kepribadian.36

Remaja Menurut Agama Islam

35

Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 6. 36


(58)

Dalam ajaran Islam tidak dikenal masa remaja, yang menjembatani masa kanak-kanak dan dewasa. Sebagaimana yang dikatakan Zakiah Daradjat “istilah remaja atau kata yang berarti remaja, tidak ada dalam Islam. Di dalam Al-Qur’an

hanya ada kata Al- fityatu, fityatun yang artinya orang muda.

Kata al-fityatu, fityatun dapat dilihat dalam firman Allah surat Al-Kahfi ayat 10 dan 13:

ادﺪ

ﻬﻜ ا

ﻬ اذاء

ﺎ ﺮ

}

11

{

يأ

هﺎ

اﺪ أ

اﻮ ﺎ

أ

ﺰ ا

}

12

{

ﻬ إ

هﺄ

ﺪه

هﺎ دزو

ﻬ ﺮ

اﻮ اء

ى

Artinya: “(ingatlah tatkala pemuda-pemuda itu mencari temapat perhitungan kedalam gua lalu mereka berdoa; “ wahai tuhan kami berikanlah rahmat

kepada kami dari sisimu, dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami)”.

2. Ciri-Ciri Remaja

Perkembangan remaja ditandai dengan bebrapa ciri atau tanda, antara lain: a. Ciri Primer

Ciri primer adalah mulai berfungsinya organ-organ genital yang ada, baik di dalam maupun di luar badan, atau menunjuk pada organ badan yang langsung

berhubungan intim dan proses reproduksi.

Pada anak laki-laki yang mulai menginjak remaja ditandai dengan keluarnya air mani ketika ia mengalami mimpi basah. Pada anak wanita ditandai dengan


(59)

tejadinya menarche atau permulaan haid yang selanjutnya diikuti pula dengan kesiapan organ-organ reproduksi untuk terjadinya kehamilan.

b. Ciri Sekunder

Tanda jasmaniah yang tidak langsung berhubungan dengan proses reproduksi, namun merupakan tanda-tanda yang khas wanita dan khas laki-laki.

1. Perubahan fisik yang terjadi pada anak laki-laki: 2. Suara membesar dan dalam

3. Bidang bahu melebar

4. Bulu-bulu tumbuh di ketiak dan kadang-kadang juga di dada, dan daerah kelamin

Sedangkan perubahan fisik yang terjadi pada wanita adalah: 1. Suara merdu, kulit bertambah bagus dan halus

2. Bidang bahu mengecil, bidang panggul melebar

3. Bulu-bulu tumbuh pada ketiak dan di sekitar alat kelamin 4. Buah dada mulai membesar

5. Alat kelamin membesar dan mulai berfungsi, menghasilkan telur c. Ciri Tertier

Ciri tertier adalah keadaan psikis yang berbeda antara pria dan wanita, yaitu yang disebut dengan sifat maskulin pada pria dan sifat feminim pada wanita. Ciri tertier ini misalnya adanya perubahan-perubahan psikis baik pada lelaki maupun pada


(60)

Perubahan pada laki-laki antara lain: mudah terangsang seksual yang menghendaki kepuasan seksual, yaitu senggama yang tentu tidak dapat dilaksanakan, karena perkawinan menghendaki persyaratan tertentu, ekonomi, kematangan diri. Sedangkan perubahan psikis yang terjadi pada wanita antara lain adalah:

1. Melihat darah keluar dia ketakutan

2. Sering mengalami sakit-sakit perut, sampai muntah-muntah dan sakit kepala 3. Tidak mengalami orgasme seperti pada remaja laki-laki

4. Dia pemalu tapi aktraktif buat laki-laki d. Rentangan Usia Masa Remaja

Beberapa pendapat tentang rentangan usia dalam masa remaja dikemukakan di bawah ini, menurut Hurlock bahwa rentangan usia remaja ialah antara 13-21 tahun; yang dibagi pula dalam masa remaja awal usia 13/14 tahun sampai 17 tahun, dan remaja akhir 17 sampai 21 tahun.37

Drs. M. A. Priyatno, S.H. yang membahas masalah kenakalan remaja dari segi agama Islam menyebutkan rentangan usia 13-21 tahun sebagai masa remaja, sedangkan Dra. Singgih Gunarsa dan suami, walaupun menyatakan bahwa ada beberapa kesulitan menentukan batasan usia masa remaja di Indonesia, akhirnya

mereka pun menetapkan bahwa usia antara 12-22 tahun sebagai masa remaja.38

37

Drs. Andi Mappiare, Psikologi Remaja, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), h.26.

38

Ny. Singgih D. Gunarsa dan Suami, Psikologi Remaja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1981), h. 15-16


(61)

Dr. Winarno Surachman, setelah meninjau banyak literatur luar negeri, menulis usia 12-13 tahun adalah masa yang mencakup sebagian terbesar perkembangan adolescence, sedangkan Kwee Soen Liang SH membagi masa

“puberteit” sebagai berikut:

1. Pra Puberteit, laki-laki 13-14 tahun (fase negatif), sedangkan untuk wanita 12-13 tahun (sturmund drang)

2. Puberteit, laki-laki 14-18 tahun (merindu), sedangkan untuk wanita 13-18 tahun (puja)

3. Adolescence, Laki-laki 19-23 tahun, sedangkan untuk wanita 18-19 tahun

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas, kiranya tidaklah tergesa-gesa jika disimpulkan bahwa secara teoritis dan empiris dari segi psikologis, rentangan usia remaja berada dalam usia 12 tahun sampai 21 tahun bagi wanita, dan 13 tahun sampai 22 tahu bagi pria. Jika dibagi atas remaja awal dan remaja akhir, maka remaja

awal berada dalam usia 12/13 tahun sampai 17/18 tahun, dan remaja akhir dalam rentangan usia 17/18 tahun sampai 21/22 tahun. Sedangkan periode sebelum remaja ini disebut sebagai “ambang pintu masa reamja” atau sering disebut sebagai “periode

pubertas”, pubertas jelas berbeda dengan masa remaja, meskipun bertumpang tidih dengan masa remaja awal.

3. Problema Remaja

Masa remaja adalah masa akhir dari pembinaan kepribadian, dan setelah masa itu dilewati remaja berpindah ke alam dewasa. Oleh sebab itu masa ini sangat penting


(62)

pendewasaan, suatu proses yang penuh dengan hal-hal baru baginya, suatu periode dimana manusia mengalami perubahan-perubahan seksualitasnya. Mereka sekarang

telah matang dari segi biologis dan dapat menjalankan fungsinya.39 Problema remaja cukup banyak macam/jenisnya. Namun, yang sangat menonjol pada akhir-akhir ini adalah: problema agama, moral, pergaulan bebas,

kenakalan remaja, narkoba, seksual dan lain sebagainya.

a. Problema agama

Menurut pandangan filsafat ketuhunan atau teologi, manusia disebut “homo divians” yaitu makhluk yang berketuhanan, berarti manusia dalam sepanjang sejarahnya senantiasa memiliki kepercayaan terhadap tuhan atau hal-hal ghaib yang menggetarkan hatinya atau hal-hal ghaib yang mempunyai daya tarik kepadanya.40

Agama adalah obat penawar yang sejuk yang akan memadamkan nyala yang bergejolak di dalam hati remaja yang sedang tumbuh. Seandainya agama tidak pernah dikenalnya, maka akan sukarlah memadamkan nyala tersebut. Selanjutnya akan masuklah remaja ke dalam usia dewasa dengan seluruh kegoncangan yang belum terpadamkan itu. Memang kegoncangan jiwa itu tak selamanya terlihat dengan jelas, bahkan mungkin terlihat tenang dan aman saja. Mungkin dalam hidupnya sehari-hari seseorang yang tidak mengenal atau acuh tak acuh terhadap agamanya kelihatan baik

39

Akhmad Azhar Abu Miqdad, Pendidikan Seks Bagi Remaja Menurut Hukum Islam,Op.Cit, h. 38

40

Sahilun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama terhadap Pemecahan Problema Remaja, (Jakarta: Kalam Mulia, 1999), Cet. Ke-1, h. 75-77


(63)

dan tidak tampak kegelisahannya, namun jika diselidiki lebih dalam akan ditemukannya betapa sukarnya untuk menentramkan batinnya.41

b. Problema Moral

Moral dan religi merupakan bagian yang cukup penting dalam jiwa remaja. Sebagian orang berpendapat bahwa moral dan religi bisa mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak dewasa ini sehingga ia tidak melakukan hal-hal merugikan atau bertentangan dengan kehendak atau pandangan masyarakat. Di sisi lain tiadanya moral dan religi sering kali dituding sebagai faktor penyebab meningkatnya kenakalan remaja.

Perkembangan moral pada remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksi. Tipe moral yang juga terlihat pada remaja juga mencakupi:

1. Self directive, taat akan agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi 2. Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik

3. Submissive, merasakan adanya kepatuhan terhadap ajaran moral dan agama 4. Unadjusted, belum menyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral 5. Devient, menolak dasar dan hukum keagamaan dan moral masyarakat.42 c. Problema Narkoba

Narkoba dan minuman yang mengandung alkohol mempunyai dampak terhadap sistem syaraf manusia yang menimbulkan berbagai perasaan. Sebagian dari

41

Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Toko Gunung Agung, 2001), Cet. Ke-16, h. 86-87

42

Jalaluddin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 1998), Cet. Ke-4,h. 40-41


(64)

narkoba itu meningkatkan gairah, semangat dan keberanian, sebagian lagi menimbulkan perasaan mengantuk, yang lain bisa menyebabkan rasa tenang dan nikmat bisa menimbulkan segala kesulitan. Oleh karenanya efek-efek itulah beberapa remaja menyalahgunakan narkoba dan alkohol.

Tetapi sebagaimana semua orang pun tahu, narkoba dan alkohol itu dalam dosisi yang berlebihan akan menimbulkan ketergantungan (kecanduan) pada pemakainya. Maka sering ia memakai narkoba atau minum-minum beralkohol, maka makin besar ketergantungannya sehingga pada suatu saat tidak bisa melepaskan diri lagi.

d. Problema Seksual

Pada masa remaja pertumbuhan dan perubahan bahan sangat cepat sekali denagn adanya pertumbuhan jasmani yang mereka alami, maka mereka sangat memperhatikan soal-soal seks. Sebab pertumbuhan jasmani juga mencakup pada pertumbuhan organ-organ seks, sehingga membawa akibat kepada tingkah laku dan perbuatannya.

Perubahan-perubahan jasmani dan tanda-tanda seks yang disertai pengalaman-pengalaman baru, telah menyebabkan bertambahnya keinginana remaja untuk masalah-masalah baru itu. Biasanya informasi mengenai seks ini dari temannya atau lingkungannya. Melihat perkembangan remaja yang meliputi aspek fisik dan psikis, yakni kematangan seks yang disertai timbulnya dorongan seks yang masih baru dan belum diketahuinya, dan belum bertanggung jawab karena masih mengikuti kesenangan sesaat, belum berfikir jauh, maka sering timbul masalah seksualitas.


(65)

Sarlito Wirawan Sarwono mengemukakan, bahwa masalah seksualitas dikalangan remja di kota besar timbul karena:

1. Kurang adanya pendidikan seks pada remja, sehingga praktis mereka buta terhadap masalak seks.

2. Banyaknya rangsangan-rangsangan pornografi, baik yang berupa film, bahkan bacaan maupun yang berupa obrolan sesama teman sebaya.

3. Tersedianya kesempatan untuk melakukan perbuatan seks, misalnya pada waktu orang tua tidak di rumah, di dalam mobil atau pada kesempatan piknik atau berkemah.

Masalah-masalah tersebut sangat rawan dan berbahaya sekali, karena ada diantara remaja belum mampu mengendalikan diri, sebab remaja yang tidak diberi penerangan dan pengertian tentang perubahan pada dirinya, ia bisa mencari penyaluran yang negatif.

Setelah mengetahui problema-problema remaja yang berkaitan dengan masalah seks di atas, maka para remaja perlu diberi penerangan dan bimbingan agar meraka dapat mengatasi problem yang dihadapinya.43

43


(66)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu berupa hasil angket yang disebarkan kepada siswa dan wawancara kepada kepala sekolah dan guru agama Islam.

2. Metodologi Penelitian

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis, yaitu berdasarkan data-data yang diperoleh melalui:

a. Penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui membaca buku-buku, tulisan-tulisan ilmiah atau sumber-sumber bacaan untuk mendapatkan teori-teori guru Agama Islam dan pembentukan kepribadian siswa dan untuk melihat bagaimana cara penulisan penelitian Pendidikan ini yang benar.

b. Penelitian lapangan (Field Research), yaitu pengumpulan data dengan cara langsung turun kelapangan dengan melakukan wawancara dengan kepala sekolah dan guru Agama Islam, observasi serta penyebaran kuesioner/angket kepada siswa-siswi SMP Moh. Husni Thamrin.


(67)

3. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu yang diperlukan untuk penelitian ini adalah dari 1 Juni sampai dengan 30 Juni 2006. Adapun tempat penelitian adalah SMP Moh. Husni Thamrin Ciputat Tangerang Banten.

4. Populasi dan Sampel Penelitian a. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMP Moh Husni Thamrin Ciputat Tangerang Banten yang berjumlah 69 orang. Karena penelitian ini tidak dilakukan untuk meneliti semua

individu dalam populasi, maka untuk meneliti obyek yang akan diteliti ulang diwakilkan oleh sebagian populasi yaitu dengan menggunakan sampel. Sampel yang diambil ditentukan dari murid kelas II (Stratified Random Sampling) yang berjumlah

30 orang. b. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.16 Dalam hal ini diambil sampel dengan cara random sampling. Random sampling yaitu dengan memberikan sejumlah pertanyaan kepada siswa secara acak dengan cara memilih responden pada kelas II untuk dijadikan sampel. Pada penelitian ini mengambil

16

Suharsini Arikunto, prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet. 12, h. 108


(68)

seluruh populasi kelas II yang jumlahnya 30, jadi 30 siswalah yang dijadikan sampel penelitian.

Di samping para siswa yang menjadi sampel utama, kepala sekolah dan guru agama Islam juga sebagai responden yakni dengan melakukan wawancara guna memperoleh data penunjang dalam penelitian.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Observasi

Dalam pengumpulan data, peneliti terjun langsung ke lapangan dengan melihat atau mengamati segala sesuatu yang berhubungan dengan tujuan pembuatan penelitian ini, yakni dengan mengamati kondisi siswa, kondisi kantor guru, hubungan sesama guru dan hubungan guru dengan murid baik ketika proses belajar mengajar.

b. Interview

Interview (wawancara) adalah percakapan dengan maksud tertentu. Maksud mengadakan interview menurut Lincoln dan Guba ialah” untuk mengkonstruksikan mengenai orang, kejadian, organisasi, kegiatan, perasaan, motivasi, tuntutan dan kepedulian.17

17

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kuntitatif, (Bandung: Rosda Karya, 1993 ), Cet. Ke-4, h. 135


(1)

HASIL WAWANCARA

( Dengan Kepala Sekolah SMP Moh. Husni Thamrin )

1. Saya menjabat sebagai kepala sekolah di SMP ini sejak tahun 2004 sampai sekarang, sedangkan berdirinya SMP ini yaitu pada tahun 1987 dan alhamdulillah sampai sekarang masih eksis.

2. Pelaksanaan pendidika Agama di SMP ini, masih belum berjalan dengan baik, terutama program pembelajaran serta pencapaian materi yang diberikan, tujuan yang di capai terhadap siswa khususnya. Pembekalan satuan pembelajaran (Program Pembelajran Agama Islam) tidak terlepas dari mutu dan pengalaman seorang guru agama. Berhasil atau tidaknya pencapaian materi yang diberikan oleh seorang guru agama mempunyai beberapa sinyalemen yang harus berkesinambungan: contohnya

a. Program pembelajaran (satuan pembelajaran), materi khusus. b. Guru itu sendiri

c. Murid itu sendiri d. Saran dan prasarana

e. Indikator keberhasilan pembelajaran f. Penilaian sendiri

Kesimpulannya adalah pencapaian suatu keberhasilan program pembelajaran terhadap siswa tergantung dari peran Depag, Diknas atau


(2)

pemerintah di dalam menyatukan kurikulum yang diterapkan. Jadi menurut saya belum berhasil.

3. Hambatan

Berbicra mengenai hambtan-hambatan yang dihadapi tentunya berbicara secara keseluruhan (Universal) lembaga pendidikan MTH, dari yayasan sebagai penanggung jawab lembaga, keuangan sebagai modal operasional, analisis SWOT.sedangkan kelebihan dari sekolah ini yaitu, mempunyai tempat yang sangat strategis sehingga mudah dijangkau, lingkungan yang nyaman, dan mempunyai sarana dan prasarana yang memadai dan milik sendiri.


(3)

HASIL WAWANCARA

( Dengan Guru Agama Islam SMP Moh. Husni Thamrin )

1. Saya mengajar di SMP ini baru 1 tahun, tentunya terlalu terburu-buru menilai hasil kerja saya yang baru satu tahun inisedangkan kondisi di sekolah ini yang saya prhatikan mulai dari menejemen sampai infratuktur sekolah kurang terjadinya komunikasi yang dinamis sehingga keadaan sekolah di sini seperti yang ada lihat sekarang ini, tentunya anda punya penilaian tersendiri, itulah kondisi objektif di sekolah ini, sedangkan mengenai penilaian saya tentang kondisi akhlak siswa di SMP ini masih standar tidak terlalu baik maupun tidak terlalu jelek karena yang telah singguh tadi di atas bahwa saya belumlama mengajar di sekolah ini jadi saya belum bisa berbicara secara banyak, tapi lagi-lagi kita kembali kepada proses KBM yang ada di sekolah ini yang belum sepenuhnya berjalan secara baik dan teratur.

2. Kalau berbicara masalah hambatan-hambatan tentunya dalam lembaga pendidikan dimana pun pasti ada, baik yang langsung maupun yang tidak langsung, dan yang saya alami selam mengajar di sekolah ini yaitu kurangnya saran dan prasarana yang bisa mendukung proses KBM yang ada di sekolah ini tapi yang paling menonjol dari semua itu, seperti buku pegangan buat guru bidang studi yang bersangkutan, buku paket,dan alat praktek yang suiatu saat yang sangat di butuhkan sewaktu-waktu.


(4)

3. Ada. Karena pendidikan moral buat anak-anak seusia SMP itu sangat di butuhkan buat benteng dalam pergaulannya sehari-hari yang rentan terhadap perbuatan perbuatan tercela seperti tauran antar pelajar, free seks dan lain-lain, dan perlu diketahui itu sangat penting sebab dalam pendidikan agama itu sendiri ada unsur-unsur pendidikan etika dan moral yang sangat membantu sekali dalam pembentukan akhlak karimah di sekolah ini yang seutuhnya belum sempurna, dan itu harus ada suri taulan mulai dari kepala sekolahnya, guru-guru terutama guru Penidikan Agama Islam (PAI) sampai Tata usaha (TU).

4. Untuk pelajaran Pendidikan Agama Islam khususnya saya pegang selam ini saya belum pernah mengunakan media untuk membantu proses KBM, dan saya juga tidak mengerti kenapa kepala sekolah belumjuga menyediakan media itu, dan sebenarnya saya sudah mengajukan kepada kepala sekolah, karena itu sangat penting pada materi-materi yang mesti menggunakan media sebagai pembantunya, saya juag tidak terlalu menuntut mungkin dananya tidak ada, saya juga tidak tahu masalah itu yang penting saya mah mengajar saja dengan baik dan benar

5. Untuk saran-sarana yang berguna untuk pembentukan akhlak Al-Karimah di sekolah yang saya perhatikan mungkin Mushola saja, karena mushola itu sering di pakai untuk shalat berjama’ah itu juga hanya shalat dzuhur saja, selain dipakai shalat berjama’ah sering juga dipakai untuk kegiatan keagamaan seperti pengajian rutin setiap hari jum’at, pembacaan ayat suci


(5)

Al-Qur’an secara bergiliran setiap habis waktu dzuhur, segala upaya saya lakukan untuk mendidik anak di sekolah ini agar tercipta sifat yang mulia yang sangat didambakan seluruh guru yang ada di sekolah ini, karena perlu anda ketahui pada tahun sebelum-sebelumnya sering banyak sekali kejadian yang menimpa pada anak-anak di sekolah ini seperti tauran antar pelajaran yang melibatkajn anak-anak sekolah ini dan secara tidak langsung itu bisa mencoreng sekolah ini.


(6)

Dokumen yang terkait

Peranan pendidikan agama Islam dalam pembinaan akhlak siswa SMP Negeri 2 Ciputat

0 9 84

Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Membentuk Sikap Keberagamaan Siswa Di SMP Islamiyah Ciputat

0 9 82

Peranan Guru Pendidikan Agama Islam dan Orang Tua dalam Pembinaan Akhlakul Karimah Peserta Didik pada Madrasah Tsanawiyah al Khairiyah Krawangsari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan

0 3 164

STRATEGI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN AKHLAK KARIMAH SISWA DI SMP ISLAM AL AZHAAR TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 19

STRATEGI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN AKHLAK KARIMAH SISWA DI SMP ISLAM AL AZHAAR TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 8

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK AKHLAK SISWA SD AL-FALAH ASSALAM SIDOARJO.

0 1 92

PERANAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN AKHLAK MULIA PESERTA DIDIK SD INPRES UNGGULAN BTN PEMDA MAKASSAR

0 2 167

Peranan Guru Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Akhlak Peserta Didik Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3 Majen - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 2 118

BAB II LANDASAN TEORI A. Peranan Guru PAI Dalam Pembinaan Akhlak 1. Pengertian peranan Guru Pendidikan Agama Islam - Peranan Guru Pendidikan Agama Islam dan Orang Tua dalam Pembinaan Akhlakul Karimah Peserta Didik pada Madrasah Tsanawiyah al-Khairiyah Kra

0 1 55

BAB II KERANGKA TEORI TENTANG PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM UPAYA MENINGKATKAN AKHLAK PESERTA DIDIK A. Teori tentang Profesionalisme - Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Upaya Meningkatkan Akhlak Peserta Didik (Penelitia

0 1 49