ANALISIS PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KERAJINAN SEPATU WANITA

(1)

ANALISIS KINERJA DAN STRATEGI PENGEMBANGAN

USAHA KERAJINAN SEPATU DI KABUPATEN BOGOR

(Studi Kasus pada CV. Anugerah Jaya, Desa Suka Makmur, Kecamatan

Ciomas)

OLEH

AGUNG WIBOWO H14103021

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(2)

RINGKASAN

AGUNG WIBOWO. Analisis Kinerja dan Strategi Pengembangan Usaha Kerajinan Sepatu di Kabupaten Bogor Studi Kasus CV. Anugerah Jaya, Desa Suka Makmur, Kecamatan Ciomas. (dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI).

Krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia telah memaparkan pada publik bahwa upaya pembangunan ekonomi yang hanya ditumpukan kepada sektor usaha besar dan konglomerasi ternyata tidak melahirkan suatu pondasi yang kokoh bagi perekonomian. Sebaliknya sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang sebelumnya dipandang sebelah mata, ternyata telah menunjukkan dirinya sebagai sektor usaha yang dapat bertahan bahkan dapat memulihkan perekonomian nasional. Hal ini dapat dibuktikan dengan kontribusi yang diberikan oleh sektor UKM dimana pasca krisis tahun 1997 pun jumlah UKM semakin bertambah setiap tahunnya. Selain itu UKM juga mampu menyerap tenaga kerja dan memberikan sumbangan terhadap Produk Domestik Bruto.

Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah yang cukup banyak memiliki industri kecil. Jumlah industri kecil di Kabupaten Bogor pada tahun 2007 adalah sebanyak 1368 sedangkan jumlah usaha menengah dan besar adalah sebanyak 667 (Disperindag, 2008). Jenis industri yang memiliki jumlah usaha paling banyak di daerah Kabupaten Bogor adalah usaha barang yang terbuat dari kulit. Usaha pada sektor ini memiliki jumlah sebanyak 145 usaha dan merupakan jumlah terbesar ketiga setelah sektor tekstil dan industri logam (Disperindag, 2008). Industri kerajinan sepatu di kecamatan Ciomas merupakan salah satu bidang usaha yang memberi peluang pada masyarakat desa untuk bekerja.

Penelitian ini menganalisis beberapa hal yaitu mengukur kinerja usaha kerajinan sepatu di Kecamatan Ciomas, dan menganalisis kekuatan dan kelemahan usaha kerajinan sepatu.

Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data primer dan data sekunder. Data primer berkaitan dengan data yang dikumpulkan untuk memenuhi kebutuhan penelitian yang dilakukan dan diperoleh dengan wawancara langsung terhadap pemilik usaha kerajinan sepatu CV. Anugerah Jaya. Data sekunder merupakan data pelengkap diperoleh dengan cara pencatatan (penggunaan data sekunder terlebih dahulu sebelum menentukan pengumpulan data primer), pengumpulan data-data dari literatur atau bahan bacaan yang ada dan dari instansi-instansi pemerintahan, seperti Badan Pusat Statistika, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan sebagainya.

Hasilnya menunjukkan tingkat keuntungan usaha kerajinan sepatu adalah Rp.117.091.555,-, nilai ROI usaha kerajinan sepatu sebesar 19,71 persen dan nilai rasio R/C sebesar 1,15. Dari segi faktor internal yang menjadi kekuatan bagi industri kerajinan sepatu adalah produk sudah dikenal masyarakat luas, produk yang dihasilkan berkualitas, harga yang ditawarkan bersaing, tenaga kerja tersedia


(3)

melimpah dan terlatih, lokasi dekat dengan pemasok, dan pimpinan kreatif. Sedangkan yang menjadi kelemahannya adalah manajemen keuangan belum teratur, manajemen persediaan bahan baku belum teratur, kurangnya pengawasan produksi, lahan kerja kurang luas dan nyaman, teknologi minimalis, tidak ada perhitungan harga pokok produksi dan sarana transportasi terbatas. Dari segi faktor eksternal yang menjadi kekuatan adalah memiliki sistem pemasaran terpusat, dan tempat penjualan strategis, serta memiliki banyak relasi. Sedangkan yang menjadi kelemahannya adalah adanya pesaing dalam negeri, adanya pesaing dari luar negeri, faktor musim, faktor inflasi, kekuatan tawar menawar pemasok bahan dan grosir. Berdasarkan analisis SWOT maka strategi yang dapat dijalankan dalam rangka mengembangkan usaha kerajinan sepatu adalah Pemerintah membantu usaha kerajinan sepatu dengan regulasi yang mendukung perkembangan usaha tersebut, misalnya: pemberian kredit lunak tanpa agunan dan mendirikan koperasi atau paguyuban yang memfasilitasi kebutuhan modal dan ketersediaan bahan baku yang relatif lebih murah.

Sarannya adalah karena kontribusi tenaga kerja terhadap usaha kerajinan sepatu cukup banyak, maka pemerintah harus lebih perhatian terhadap sektor UKM khususnya Industri kerajinan sepatu yaitu dengan melakukan pembinaan secara intensif terhadap para pengusaha kerajinan sepatu, baik dari segi permodalan maupun peningkatan skill para pengusaha kerajinan sepatu itu sendiri. Perusahaan untuk memperoleh keuntungan yang lebih tinggi, perlu meningkatkan efisiensi dan meningkat kualitas produk yang menarik minat konsumen. Selain itu, karena melihat kontribusi pengeluaran bahan baku yang sangat besar dalam usaha kerajinan sepatu, maka ntuk efisiensi biaya bahan baku, perlu dibentuknya koperasi atau paguyuban yang bisa menyediakan bahan baku dengan harga yang lebih murah. Sehingga keuntungan yang diperoleh pengrajin sepatu dapat lebih besar. Dan terakhir untuk mempermudah memperoleh mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah dan perbankan, pengusaha kerajinan sepatu perlu membuat pembukuan terhadap transaksi bisnisnya dan mengurus surat-surat yang berkaitan dengan perizinan usaha.


(4)

ANALISIS KINERJA DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA

KERAJINAN SEPATU DI KABUPATEN BOGOR

(Studi Kasus pada CV. Anugerah Jaya, Desa Suka Makmur, Kecamatan Ciomas)

Oleh

AGUNG WIBOWO H14103021

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama Mahasiswa : Agung Wibowo

Nomor Registrasi Pokok : H14103021

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Kinerja dan Strategi Pengembangan Usaha Kerajinan Sepatu di Kabupaten Bogor (Studi Kasus pada CV. Anugerah Jaya, Desa Suka Makmur, Kecamatan Ciomas) dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Wiwiek Rindayati M.Si NIP. 131 653 137

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. NIP. 131 846 872 Tanggal Kelulusan:


(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Mei 2009

Agung Wibowo H14103021


(7)

Penulis bernama Agung Wibowo lahir pada tanggal 24 April 1986 di Jakarta. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Jenjang pendidikan penulis Alhamdulillah dilalui tanpa hambatan dan tepat pada waktunya. Penulis menamatkan Sekolah Dasar di SD Negeri Mekar Sari I pada tahun 1997, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Tambun Bekasi dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri 1 Tambun Selatan Bekasi dan lulus pada tahun 2003.

Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi. Melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (DIE FEM IPB). Selama menjadi mahasiswa, penulis juga aktif dalam berbagai organisasi dan kepanitiaan baik tingkat kampus maupun nasional. Pada tingkat satu, penulis telah aktif sebagai pengurus DKM Al huriyyah sebagai staff Departemen Informasi dan Komunikasi (INFOKOM). Kemudian pada awal tingkat kedua, penulis diamanahkan sebagai ketua lembaga legislatif mahasiswa tingkat fakultas yakni DPM FEM untuk periode 2004-2005. Selain itu pada tahun yang sama, penulis juga aktif di Departmen Kewirausahaan HIPOTESA. Kemudian pada tingkat tiga penulis diamanahkan menjadi ketua Departmen Kajian FORMASI ( Forum Mahasiswa Studi Islam) FEM. Penulis juga pernah tergabung dalam berbagai kepanitiaan kegiatan kampus seperti Panitia PEMIRA dalam pemilihan Presma IPB Periode 2005-2006 dan Gema Alunan Syukur (GAS) dalam rangka Dies Natalis FEM yang ke empat. Pada tingkat kelima, penulis aktif sebagai pengurus Maestro Muda Indonesia. Disamping itu penulis juga aktif merintis usaha di kampus diantaranya adalah Electronic Campus yang berlokasi di Gudang Buku Fateta IPB, LSI IPB, Kopma Asrama Putra/i dan Minuman Teh Upet, Gongtea, serta jasa penyewaan stand untuk kegiatan pameran kewirausahaan di IPB . Saat ini penulis menjabat sebagai Direktur Utama PT Semestaguna Food and Beverage.


(8)

Alhamdulillah, Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas pertolongan dan kemudahan-Nya serta limpahan rahmat dan hidayah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang diberi judul “Analisis Kinerja dan Strategi Pengembangan Usaha Kerajinan Sepatu Di Kabupaten Bogor

(Studi Kasus CV. Anugerah Jaya Desa Suka Makmur, Kecamatan Ciomas)”.

Usaha Kecil dan Menengah merupakan topik yang sangat menarik karena diharapkan berdampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja dan strategi bertahan ditengah-tengah krisis. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini, khususnya didaerah Kabupaten Bogor yang menjadi sentra penghasil sepatu. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Terimakasih yang tulus penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si selaku Pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada : 1. Dosen penguji utama Dr. Ir. Sri Mulatsih M.Sc dan penguji komisi

pendidikan Ibu Widyastutik SE, M.Si atas semua saran dan masukkannya. 2. Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS dan

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS yang telah memberikan bimbingan dalam menjalankan perkuliahan di Program Studi Ekonomi Studi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi, FEM IPB.

3. Seluruh Staf pegawai dan karyawan Tata Usaha FEM dan Tata Usaha Departemen Ilmu Ekonomi, Pak Suryadi, pak Cecep, pak Kholik, mas Dona, mas Anto, mba Ati, mas Dede, mas Rian, kang Anwar, dan yang lainnya yang tak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas bantuannya, kebaikannya serta kenyamanan pelayanan yang diberikan.

4. Para pengrajin sepatu Ciomas yang telah membantu penulis memperoleh data dan ilmu tentang usaha sepatu.

5. Teman-teman seperjuangan Ilmu Ekonomi 40, terimakasih atas

persahabatan selama masa kuliah, terutama kepada Aga, Henry, Yusuf, Dindin, Cenita, Dian Abang, Heni, dan Fajar. Terimakasih atas bantuan dan dorongan semangat yang diberikan.


(9)

6. Seluruh penghuni Al-Fath dan Wisma Galih yang telah memberi inspirasi selama tinggal bersama, terutama Erik (Presma IPB 2007), Indra Tamrin, dan Presiden Republik Galih Andri Meiriki.

7. Teman-teman yang telah berkenan untuk hadir pada seminar penulis, terimakasih atas kehadirannya.

8. Pihak-pihak yang namanya tidak disebutkan disini, namun telah banyak membantu penulis di dalam proses penelitian dan penulisan.

9. Tresna Aji Firmansyah terimakasih atas nasihat dan motivasi yang sering diberikan.

10. Teman-teman di BEM dan DPM FEM 2004/2005 terimakasih atas

kerjasama yang pernah terjalin.

11. Tresna Resmi Asih sebagai sahabat yang selalu sabar.

12. Teman-teman di PT. Semesta Guna Food and Beverage, terutama kepada Elang Gumilang dan kang Gigin Boneka Horta terimakasih atas kepercayaan yang diberikan. InsyaAllah saya akan menjalankan perusahaan dengan penuh amanah.

Secara khusus, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua penulis yang telah memberikan kasih sayang dan pengorbanannya selama ini. Juga keluarga besarku yang tak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungan moril maupun materil, curahan kasih sayang,

perhatian dan do’a yang tulus ikhlas sehingga penulis dapat menyelesaikan studi

dengan baik.

Akhir kata, dengan kerendahan hati penulis mempersembahkan skripsi ini kepada pembaca sebagai salah satu sumber informasi dan pengetahuan yang mudah-mudahan bermanfaat dan berguna bagi penelitian berikutnya.

Bogor, Mei 2009

Agung Wibowo H14103021


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... i

DAFTAR GAMBAR ... ii

DAFTAR LAMPIRAN ... iii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

1.5. Ruang Lingkup ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA... 10

2.1. Definisi Usaha Kecil dan Menengah(UKM) ... 10

2.2. Pengukuran Kinerja dan Efisiensi Usaha. ... 12

2.2.1. Pendapatan Usaha Industri Kecil ... 13

2.2.2. Analisa Return on Investment (ROI) ... 18

2.2.3. R/C ... 20

2.3. Analisis Deskriptif. ... 20

2.4. Analisis Strength, Weakness, Opportunity, and Threat (SWOT). 20

2.5. Penelitian Terdahulu ... 21

2.6. Kerangka Pemikiran ... 23

III. METODE PENELITIAN ... 24

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 24

3.3. Metode Pengambilan Data. ... 25

3.4. Metode Analisis ... 25

3.4.1. Analisis Deskriptif ... 25

3.4.2. Analisis Pendapatan Usaha ... 26

3.4.3. Analisis Return on Investment(ROI) ... 27


(11)

3.4.5. Analisis SWOT ... 28

IV. GAMBARAN UMUM ... 31

4.1. Geografi dan Pemerintahan ... 31

4.2. Penduduk dan Ketenagakerjaan ... 32

4.3. Keadaan Umum Industri Kerajinan Sepatu di Kabupaten Bogor . 32 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

5.1. Analisis Deskriptif ... 38

5.1.1. Karakteristik Responden ... 38

5.1.2. Karakteristik Pekerja Usaha Kerajinan Sepatu ... 39

5.1.2.1. Usia Pekerja ... 39

5.1.2.2. Pendidikan Pekerja ... 40

5.1.2.3. Pengalaman Kerja ... 40

5.1.2.4. Jenis Pekerjaan ... 41

5.1.3. Karakteristik Usaha ... 42

5.1.3.1. Biaya Investasi ... 42

5.1.3.2. Pemasaran Produk ... 42

5.1.3.3. Sumber Pasokan ... 43

5.2. Analisis Kinerja Usaha ... 43

5.2.1. Pendapatan Usaha ... 43

5.2.2. Return on Investment ... 45

5.2.3. Rasio R/C ... 46

5.3. Analisis SWOT ... 47

5.3.1. Faktor Kekuatan... 47

5.3.2. Faktor Kelemahan ... 48

5.3.3. Faktor Peluang ... 50

5.3.4. Faktor Ancaman ... 51

5.4.Strategi Pengembangan Usaha Kerajinan Sepatu Berdasarkan Analisi SWOT ... 53

VI. KESIMPULAN ... 56

6.1. Kesimpulan ... 56


(12)

DAFTAR PUSTAKA ... 59 LAMPIRAN ... 61


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah Usaha Kecil, Menengah, dan Besar Tahun 1999-2006 di Indonesia

( Unit) ... 1

2. Jumlah dan Proporsi Unit Usaha, Tenaga Kerja UKM dan Usaha Besar Tahun 2005-2006 di Indonesia ... 2

3. PDB Usaha Kecil dan Menengah Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2003- 2006 Atas Dasar Harga Berlaku (Milyar Rupiah) ... 4

4. Data Perkembangan Industri Kabupaten Bogor (2005-2007) ... 6

5. Data Perkembangan Investasi Industri Kabupaten Bogor (2005-2007) ... 7

6. Pengelompokkan Kegiatan Usaha ditinjau dari Jumlah Pekerja ... 12

7. Jumlah dan Proporsi Industri Kecil dan Menengah (UKM) Sepatu Menurut Desa di Kecamatan Ciomas Tahun 2002 ... 34

8. Identitas Responden.. ... 38

9. Produksi Sepatu CV. Anugerah Jaya ... 39

10.Frekuensi Pekerja Berdasarkan Usia ... 39

11.Frekuensi Pekerja Berdasarkan Pendidikan ... 40

12.Frekuensi Pengalaman Kerja Pekerja ... 40

13 Jenis Pekerjaan ... 41

14.Biaya Investasi Awal CV. Anugerah Jaya ... 42

15.Kinerja Usaha Berdasarkan Pendapatan ... 44

16 Kinerja Usaha Berdasarkan ROI ... 45

17.Kinerja Usaha Berdasarkan Rasio R/C... 46

18. Kekuatan dan Kelemahan Usaha Kerajinan Sepatu ... 50


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka Pemikiran ... 23 2. Diagram Analisis SWOT ... 29 3. Mekanisme Sub-kontrak Komersial UKM Sepatu ... 37 4. Matriks Strategi Pengembangan Usaha Kerajinan Sepatu Berdasarkan SWOT ... 54


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuisioner Penelitian ... 61

2. Asset yang Berputar ... 66

3. Data Produksi CV. Anugerah Jaya Tahun 2008 ... 67

4. Rincian Biaya Tetap Produksi per Kodi ... 68


(16)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia telah memaparkan pada publik bahwa upaya pembangunan ekonomi yang hanya ditumpukan kepada sektor usaha besar dan konglomerasi ternyata tidak melahirkan suatu pondasi yang kokoh bagi perekonomian. Sebaliknya sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang sebelumnya dipandang sebelah mata, ternyata telah menunjukkan dirinya sebagai sektor usaha yang dapat bertahan bahkan dapat memulihkan perekonomian nasional. Hal ini dapat dibuktikan dengan kontribusi yang diberikan oleh sektor UKM dimana pasca krisis tahun 1997 jumlah UKM tetap memiliki proporsi yang terbesar terhadap lapangan usaha di Indonesia setiap tahunnya.

Tabel 1. Jumlah Usaha Kecil, Menengah, dan Besar Tahun 1999-2006 di Indonesia (Unit)

Tahun Usaha Kecil Usaha Menengah Usaha Besar

1999 37.859.509 (99,85) 52.214 (0,13) 1.885 (0,00) 2000 39.705.204 (99,78) 78.832 (0,19) 5.675 (0,01) 2001 39.883.111 (99,78) 80.969 (0,20) 5.915 (0,02) 2002 41.859.444 (99,78) 85.050 (0,20) 6.132 (0,02) 2003 43.372.885 (99,78) 87.357 (0,20) 6.514 (0,02) 2004 44.684.351 (99,78) 93.036 (0,20) 6.686 (0,02) 2005 47.006.889 (99,78) 95.855 (0,20) 6.811 (0,02) 2006 48.822.925 (99,77) 106.711 (0,21) 7.204 (0,02) Sumber : Departemen Koperasi, 2007


(17)

Berdasarkan Tabel 1. sektor ekonomi UKM di Indonesia secara kuantitas memiliki proporsi unit terbesar terhadap lapangan usaha. Pada tahun 1999 UKM memiliki proporsi 99,85 persen terhadap lapangan usaha dan pada tahun 2005 proporsi UKM terhadap lapangan usaha di Indonesia tetap signifikan yakni sebesar 99,78 persen sedangkan pada data terakhir yakni pada tahun 2006 proporsi UKM terhadap lapangan usaha di Indonesia sebesar 99,77 persen.

Tabel 2. Jumlah dan Proporsi Unit Usaha, Tenaga Kerja UKM dan Usaha Besar Tahun 2005-2006 di Indonesia

Uraian

Tahun 2005 Tahun 2006

Jumlah Unit Usaha (Unit) Tenaga Kerja (Orang) Jumlah Unit Usaha (Unit) Tenaga Kerja (orang) UKM 47.102.744 (99,9) 83.233.793 (96,28) 48.929.636 (99,9) 85.416.493 (96,18) Usaha Besar 6.811 (0,1) 3.212.033 (3,72) 7.204 (0,1) 3.388.462 (3,82) Jumlah 47.109.555 (100) 86.445.826 (100) 48.936.840 (100) 88.804.955 (100) Sumber : BPS, 2007 (diolah)

Keterangan : dalam kurung ( ) menyatakan persentase (%)

Pada Tabel 2. dapat dilihat adanya peningkatan jumlah unit usaha sektor UKM yang jauh lebih besar dari pada sektor usaha besar. Pada tahun 2005 jumlah unit usaha sektor UKM sebesar 47,1 juta unit usaha sedangkan pada tahun 2006 jumlah unit usaha UKM meningkat menjadi 48,9 juta unit. Hal ini jauh berbeda dibandingkan dengan sektor usaha besar yang hanya berjumlah 6,8 ribu unit usaha pada tahun 2005 dan hanya berjumlah 7,2 ribu pada tahun 2006.

Kondisi ini dikarenakan: (1) sebagian besar UKM memproduksi barang konsumsi dan jasa-jasa dengan elastisitas permintaan terhadap pendapatan yang rendah, (2) sebagian besar UKM menggunakan modal sendiri dan tidak mendapatkan modal dari bank sehingga implikasinya pada masa krisis, keterpurukan sektor perbankan dan naiknya suku bunga tidak berpengaruh


(18)

terhadap UKM, dan (3) dengan adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan menyebabkan sektor formal banyak memberhentikan pekerjanya sehingga para penganggur tersebut memasuki sektor informal yang pada umumnya berskala kecil dengan melakukan kegiatan usaha yang berskala kecil, akibatnya jumlah UKM meningkat (Partomo dan Soejdono, 2004). Dengan bertambahnya jumlah unit UKM tiap tahunnya, maka hal ini membuka kesempatan kerja yang lebih besar, sehingga sektor ini pun memungkinkan untuk menjadi salah satu alternatif bagi pengurangan angka pengangguran di Indonesia.

Selain itu, Tabel 2. juga menyajikan informasi penyerapan tenaga kerja sektor UKM dan usaha besar. Pada tahun 2005 UKM menyerap tenaga kerja sebanyak 83,2 juta jiwa. Hal tersebut menunjukan bahwa sebanyak 96,28 persen tenaga kerja diserap oleh UKM. Sedangkan pada tahun 2006, sektor UKM menyerap jumlah tenaga kerja sebanyak 85,4 juta jiwa atau 96,18 persen terhadap seluruh tenaga kerja di Indonesia. Posisi tersebut menunjukan bahwa UKM berpotensi menjadi wadah pemberdayaan masyarakat dan penggerak dinamika perekonomian.

Hal terakhir yang menunjukkan sektor UKM sebagai sektor yang dapat bertahan di masa krisis bahkan dapat memulihkan perekonomian nasional dapat dilihat dari kontribusi UKM terhadap PDB. Pada Tabel 3. terlihat peningkatan PDB sektor UKM tiap tahunnya. Pada akhir tahun 2006 total PDB yang disumbangkan UKM meningkat dari tahun-tahun sebelumnya yakni sebesar 1.778.745,7 milyar atau sebesar 54,2 persen dari total PDB tahun 2006 yang mencapai Rp.3.338,2 triliun. Berdasarkan lapangan usaha PDB terbesar setiap tahunnya disumbangkan oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan pada


(19)

tahun 2006 menyumbang sebesar 478.535,1 milyar rupiah. Kemudian kedua terbesar disumbang oleh sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan sebesar 412.044,9 milyar rupiah. Secara keseluruhan meningkatnya PDB ini tidak hanya disumbangkan oleh sektor UKM, tetapi juga disebabkan oleh peningkatan kontribusi dari sektor lainnya.

Tabel 3. Produk Domestik Bruto (PDB) Usaha Kecil Menengah Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2003-2006 (Milyar Rupiah)

Sektor 2003 2004 2005 2006

1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

293.533,1 313.723,4 348.974,7 412.044,9

(25,66) (24,71) (22,98) (23,16)

2. Pertambangan dan Penggalian

21.205,0 24.064,7 30.917,2 40.418,5

(1,85) (1,89) (2,03) (2,27)

3. Industri Pengolahan

150.253,9 164.523,4 186.896,9 222.129,0

( 13,13) (12,95) (12,31) (12,48)

4. Listrik, Gas dan Air Bersih

1.707,8 1.890,6 2.173,7 2.459,1

(0,14) (0,14) (0,14) (0,13)

5. Bangunan 83. 211,3 (7,27) 99.445,3 (7,83) 129.368,7 (8,52) 164.369,5 (9,24) 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran

322.223,7 354.247,6 441.365,1 478.535,1

( 28,16%) (27,90) (29,07) (26,90)

7. Pengangkutan dan Komunikasi

67.724,8 76.096,4 95.485,0 123.122,9

(5,92) (5,99) (6,28) (6,92)

8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

111.242,3 124.868,3 147.459,5 172.620,2

(9,72) (9,83) (9,71) (9,70)

9. Jasa-jasa 92.825,9 (8,11) 110.620,9 (8,71) 135.420,9 (8,92) 163.046,5 (9,16) PDB 1.143.927,8 (100) 1.269.480,6 (100) 1.518.061,7 (100) 1.778.745,7 (100)

PDB TANPA MIGAS 1.142.229,3 1.269.572,3 1.488.095,2 1.775.614,7


(20)

Besarnya peran sektor UKM sebagai elemen strategis dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat kecil menuntut berbagai kalangan termasuk pemerintah daerah untuk ikut berperan serta dalam memajukan UKM. Terutama dalam era otonomi daerah, masing-masing daerah berusaha untuk mengembangkan potensi daerahnya dan salah satunya adalah dengan mengembangkan sektor industri.

Dalam konstelasi inilah, perhatian untuk menumbuhkembangkan kinerja ekonomi usaha industri kecil perlu ditingkatkan. Karena perkembangan pada industri kecil dan rumah tangga menyerap banyak tenaga kerja, umumnya menjadikan usaha industri kecil lebih intensif menggunakan sumber daya lokal, sehingga dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan jumlah tenaga kerja, pengurangan jumlah kemiskinan, pemerataan dalam distribusi pendapatan dan pembangunan ekonomi di daerahnya. Dari sisi kebijakan pemerintah, industri kecil perlu mendapat perhatian karena tidak hanya memberikan penghasilan bagi sebagian angkatan kerja namun juga merupakan ujung tombak dalam upaya pengentasan kemiskinan, memberikan tambahan pendapatan bagi keluarga juga berfungsi sebagai strategi mempertahankan hidup (survival strategy) di tengah krisis ekonomi.

1.2. Perumusan Masalah

Kontribusi yang diberikan oleh UKM terhadap negara adalah turut memulihkan ekonomi nasional diantaranya karena jumlah usahanya yang tersebar disetiap daerah dan jumlahnya terbesar dari seluruh unit usaha di Indonesia. Jumlah UKM yang cukup banyak dan berkembang pesat salah


(21)

satunya terdapat di Kabupaten Bogor. Hal ini terlihat dari jumlah produsen yang selalu meningkat setiap tahunnya dan salah satu industri yang paling berkembang adalah industri kulit yang salah satu produknya berupa sepatu. Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah yang cukup banyak memiliki industri kecil. Jumlah industri kecil di Kabupaten Bogor pada tahun 2007 adalah sebanyak 867 (Disperindag, 2008). Jenis industri barang yang terbuat dari kulit memiliki jumlah sebanyak 145 usaha dan merupakan jumlah terbesar ketiga setelah sektor tekstil dan industri logam (Disperindag, 2008). Data mengenai perkembangan industri dan jumlah industri tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Data Perkembangan Industri Kecil Kabupaten Bogor (2005-2007)

Jenis Industri Kecil Jumlah Unit Usaha

2005 2006 2007

1. Industri Logam 141 149 156

2. Industri Mesin 61 65 68

3. Industri Alat Angkut 23 26 33

4. Industri Elektronika 4 5 6

5. Ind. Tekstil & P. T 333 339 347

6. Industri Aneka 5 7 9

7. Industri Barang Dari Kulit 137 137 145

8. Ind. Kimia & Barang Kimia 44 50 56

9. Ind. Plastik & Barang Plastik 18 18 47

Total 766 796 867

Sumber : Disperindag Kabupaten Bogor, 2008

Berdasarkan Tabel 3. nilai investasi yang dihasilkan pada industri yang terbuat dari kulit pada tahun 2007 mencapai Rp. 5,8 milyar yang merupakan

terbesar kedua setelah industri tekstil dan produk tekstil yang mencapai Rp. 13,9 milyar. Nilai investasi yang dihasilkan tersebut mengindikasikan bahwa

usaha ini cukup menjanjikan sehingga jika dikembangkan memiliki prospek yang cukup baik. Data mengenai perkembangan dan jumlah investasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.


(22)

Tabel 5. Data Perkembangan Investasi Industri Kecil Kabupaten Bogor (2005-2007)

Jenis Industri Kecil Nilai Investasi (Rp)

2005 2006 2007

1. Industri Logam 3.977.580.000 4.330.957.000 4.828.330.000 2. Industri Mesin 2.972.660.000 3.360.460.000 3.676.660.000 3. Industri Alat Angkut 1.338.940.000 1.439.615.000 1.863.046.000 4. Industri Elektronika 268.340.000 317.760.000 367.260.000 5. Ind. Tekstil & P. T 13.158.900.000 13.442.588.000 13.954.597.000 6. Industri Aneka 230.650.000 781.137.500 850.437.500 7. Industri Barang Dari

Kulit 5.464.710.000 5.464.710.000 5.808.483.000 8. Ind. Kimia & Barang

Kimia 1.076.897.533 1.265.295.180 1.611.919.180 9. Ind. Plastik & Barang

Plastik 1.076.897.533 1.265.295.180 917.309.390 Sumber : Disperindag Kabupaten Bogor, 2008

Sepatu merupakan salah satu barang yang terbuat dari kulit. Pengrajin sepatu di Kabupaten Bogor tersebar di lima kecamatan, diantaranya Taman Sari, Ciomas, Dramaga, Ciawi dan Parung. Tercatat Usaha Kecil Menengah (UKM) jenis ini mencapai 5076 unit yang mempekerjakan 23.293 orang dengan nilai investasi mencapai Rp. 27,87 miliar (Radar Bogor, 2008).

Walaupun prospek usaha sepatu cukup baik, namun pada kenyataannya masih banyak pengrajin sepatu yang harus berhenti berproduksi karena belum memperhitungkan keuntungan dan biaya secara jelas dari awal menjalankan usaha, tak terkecuali pada pengrajin sepatu di Kabupaten Bogor. Jumlah pengrajin sepatu yang masih bertahan dalam jangka panjang hanya sebagian kecil saja. Bahkan produsen tersebut hanya akan berproduksi pada saat permintaan pasar tinggi misalnya pada saat menjelang hari-hari besar, seperti lebaran, natal, tahun


(23)

baru, serta tahun ajaran baru sekolah. Disamping itu, tidak adanya organisasi asosiasi (paguyuban) pengrajin sepatu menyebabkan pengrajin sepatu tidak memiliki daya tawar dalam menentukan harga, baik bahan baku maupun harga jual outputnya. Dalam hal bahan baku, pengrajin tidak mempunyai sumber informasi yang akurat mengenai perkembangan harga bahan baku yang berlaku di pasaran sehingga toko bahan baku dapat berlaku sewenang-wenang dalam menentukan harga jual bahan baku tersebut. Sedangkan dalam hal output, pengrajin tidak dapat menentukan harga jual yang layak karena pada umumnya harga telah dipatok oleh grosir sepatu.

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana karakteristik usaha kerajinan sepatu di Kabupaten Bogor ? 2. Bagaimana kinerja usaha kerajinan sepatu di Kabupaten Bogor?

3. Apa yang menjadi permasalahan pada usaha kerajinan sepatu di Kabupaten Bogor dan bagaimana strategi pengembangannya?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dibuat, maka tujuan dari penelitian ini, yaitu:

1. Menganalisis karakteristik usaha kerajinan sepatu di Kabupaten Bogor. 2. Menganalisis kinerja usaha kerajinan sepatu di Kabupaten Bogor.

3. Menganalisis strategi pengembangan usaha kerajinan sepatu di Kabupaten Bogor.


(24)

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Memberikan informasi tentang usaha kerajinan sepatu sehingga dapat bermanfaat sebagai bahan rujukan bagi pengambilan kebijakan pengembangan usaha di sektor usaha kecil, khususnya usaha kerajinan sepatu di Kabupaten Bogor.

2. Penelitian ini diharapkan menjadi bahan tambahan wawasan dan pengetahuan bagi penulis dalam bidang keilmuwan yang dipelajari.

3. Penelitian ini juga diharapkan menjadi tambahan informasi untuk penelitian-penelitian lanjutan.

1.5. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Fokus penelitian ini adalah menganalisis kinerja usaha dan strategi pengembangan kerajinan sepatu di Kabupaten Bogor dengan mengambil studi kasus pada CV. Anugerah Jaya yang berlokasi di Desa Suka Makmur, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor.

2. Karakteristik usaha kerajinan sepatu di Kabupaten Bogor dalam penelitian ini diuraikan dengan metode deskriptif.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

Menurut Undang-undang (UU) No. 9 tahun 1995, Usaha Kecil dan Menengah (UKM) adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau yang memliki hasil penjualan tahunan paling banyak 1 milyar dan milik warga negara Indonesia. Usaha kecil menengah (UKM) terbagi ke dalam dua kriteria:

1. Sektor industri, memiliki total aset paling banyak Rp. 5 milyar, dan

2. Sektor non industri memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 600 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 3 milyar

Menurut Inpres No. 10 tahun 1999, usaha menengah adalah usaha yang memiliki kriteria–kriteria berikut: memiliki kekayaan bersih lebih besar dari 200 juta sampai dengan paling banyak 10 milyar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, milik warga Negara Indonesia. Berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha besar. Berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum dan badan usaha yang berbadan hukum.

Definisi UKM sangat berlainan antara satu Negara dengan Negara lainnya, namun dalam definisi tersebut setidaknya mencakup aspek penyerapan tenaga kerja dan aspek pengelompokan perusahaan ditinjau dari jumlah tenaga kerja yang


(26)

diserap dalam kelompok perusahaan tersebut (range of the member of employes), misalnya usaha kecil di United Kingdom adalah suatu usaha bila jumlah karyawannya antara 200 orang; di Jepang antara 300 orang; di USA antara 1-500 orang.

Departemen Perindustrian RI (1991) mendefinisikan industri kecil dan kerajinan adalah kelompok perusahaan yang dimiliki penduduk Indonesia dengan jumlah nilai aset kurang dari Rp. 600 juta diluar nilai tanah dan bangunan yang digunakannya. Sedangkan Bank Indonesia menentukan batas tertinggi dari Investasi, diluar tanah dan bangunan, sebesar Rp. 600 juta bagi Industri kecil.

Mengacu pada Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995, kriteria usaha kecil dilihat dari segi keuntungan dan modal yang dimilikinya adalah:

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), atau

2. Memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 1 miliar/tahun

Berdasarkan keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan (1997) kriteria industri kecil adalah industri dengan nilai investasi parusahaan seluruhnya sampai 200 juta rupiah, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan pemiliknya adalah warga Negara Indonesia. Berdasarkan keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan 1999, nilai investasi perusahaan industri yang seluruhnya sampai dengan satu miliar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, kewenangan pembinaannya berada pada direktorat Jenderal Industeri kecil dan Dagang Kecil (Depperindag, 2000)

Industri kecil Indonesia menurut klasifikasi Badan Pusat Statistik (BPS) dibedakan dalam tiga kategori, yaitu:


(27)

1. Industri yang berskala besar dengan jumlah pekerja paling sedikit 50 orang. 2. Industri yang berskala sedang dengan jumlah pekerja 20 sampai 49 orang. 3. Industri yang berskala kecil dengan jumlah pekerja 5 sampai 19 orang. Tabel 6. Pengelompokkan Kegiatan Usaha Ditinjau dari Jumlah Pekerja

Usaha Kecil Kecil I-kecil

Kecil II-kecil

1-9 orang 10-19 orang

Usaha Menengah Besar-kecil

Kecil-menengah Menengah-menengah Besar-menengah

100-199 orang 201-499 orang 500-999 orang 1000-1999 orang

Usaha Besar ………. >2000 pekerja

Sumber : Partomo dan Soedjono, 2002

2.2. Pengukuran Kinerja dan Efisiensi Usaha

Pengukuran kinerja usaha menurut Legowo (1996) dapat diukur dengan analisis pendapatan usaha, Indicator Return on Investment (ROI), dan rasio R/C. Perusahaan yang memiliki kinerja usaha yang baik akan mampu meningkatkan volume penjualan yang ditandai dengan semakin rendahnya biaya yang dicapai industri dalam proses produksi, dengan demikian keuntungan yang diperoleh industri semakin besar.

Kinerja menurut Legowo (1996) memiliki elemen, yaitu:

1. Efisiensi dalam produksi yaitu kemampuan berproduksi dengan efisien.

2. Efisiensi dalam penyaluran yaitu kemampuan mendistribusikan hasil produksi dengan biaya rendah.

3. Dapat mengalokasikan sumber daya sehingga harga yang dikenakan kepada konsumen rendah sesuai dengan biaya produksi termasuk keuntungan yang normal bagi produsen.

4. Kinerja berupa mutu, harga, dan jumlah (variasi produksi) yang sesuai dan bisa memuaskan konsumen.


(28)

Hasibuan (1993) memberikan pengertian efisiensi usaha adalah menghasilkan suatu nilai output yang maksimum dengan menggunakan sejumlah input tertentu, baik secara kuantitas fisik maupun nilai ekonomis. Atau secara singkat tidak ada sumber daya yang tidak digunakan dan terbuang, serta berusaha menggunakan input seminimum mungkin. Efisiensi dikategorikan menjadi dua golongan. Pertama, efisiensi internal dapat diperoleh melalui pengelolaan yang baik dalam perusahaan. Para pengusaha melakukan berbagai macam cara untuk memacu para pekerja, menekan biaya produksi dan mengawasi segala kegiatan produksi. Kedua, alokasi efisien yang menentukan kondisi ekulibrium, menunjukkan hubungan antara biaya dan output, artinya sumber daya yang dialokasikan sedemikian rupa sehingga baik jumlah dan jenis barang yang diproduksi tepat dan selaras dengan keinginan konsumen.

2.2.1. Pendapatan Usaha Industri Kecil

Menurut Tjakrawiralaksana (1987) pendapatan suatu usaha dapat didefinisikan dengan pendekatan menurut ilmu ekonomi yaitu nilai maksimum yang dapat dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu periode dengan mengharapkan keadaan yang sama pada akhir periode seperti keadaan semula, definisi tersebut menitikberatkan pada total kuantitatif pengeluaran terhadap konsumsi selama satu periode. Dengan kata lain, pendapatan merupakan jumlah harta kekayaan awal periode ditambah keseluruhan hasil yang diperoleh selama satu periode, bukan hanya dikonsumsi. Secara garis besar pendapatan diartikan sebagai jumlah harta kekayaan awal periode ditambah perubahan nilai yang bukan diakibatkan perubahan modal dan hutang.


(29)

Pendapatan merupakan selisih dari penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Besarnya pendapatan yang diterima merupakan balas jasa atas tenaga kerja, modal keluarga yang dipakai dan pengelolaan yang dilakukan anggota keluarga. Analisis kinerja usaha industri umumnya digunakan untuk mengevaluasi kegiatan usaha dalam satu tahun (Tjakrawiralaksana, 1987).

Soekartawi, et al. (1986), mengemukakan beberapa definisi yang berkaitan dengan pendapatan dan keuntungan, yaitu:

1. Penerimaan tunai, yaitu nilai uang yang diterima dari penjualan produk

2. Pengeluaran tunai, yaitu jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi industri.

3. Pendapatan tunai, yaitu selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai.

4. Penerimaan kotor, yaitu produk total usaha dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.

5. Pengeluaran total usaha, yaitu nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi termasuk biaya yang diperhitungkan.

6. Pendapatan bersih usaha, yaitu selisih antara penerimaan kotor usaha dan pengeluaran total usaha.

Menurut Sucipto (2003), pendapatan merupakan tujuan utama dari setiap kegiatan usaha baik usaha dagang, industri dan jasa sehingga mereka bersaing untuk meningkatkan pendapatan karena dengan meningkatnya pendapatan maka laba (keuntungan) yang diperoleh juga akan meningkat. Pendapatan disebabkan oleh kegiatan industri dalam memanfaatkan faktor-faktor produksi untuk mempertahankan diri dan pertumbuhan ekonomi. Pendapatan diperoleh dari hasil


(30)

penjualan barang atau jasa yang berhubungan dengan kegiatan utama industri. Tujuan dari analisa kinerja yaitu untuk menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan, dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan yang akan dilakukan.

Penerimaan usaha adalah nilai produk total usaha dalam jangka waktu tertentu baik dijual maupun dikonsumsi sendiri (Soekartawi, et al., 1986). Penerimaan merupakan hasil perkalian antara jumlah produk dengan tingkat harga yang sedang berlaku. Produk yag diperhitungkan bukan hanya produk yang dijual tetapi juga produk yang dikonsumsi sendiri dengan mengendalikannya terhadap harga yang berlaku dipasar. Penerimaan usaha tidak mencakup pinjaman untuk keperluan usaha. Bila produk yang dihasilkan lebih dari satu komoditi, maka: TR = P x Q ... (2.1) dimana:

TR = Penerimaan Total

P = Harga

Q = Jumlah produk dijual maupun dipakai sendiri

Biaya adalah korbanan yang dicurahkan dalam proses produksi yang semula fisik, kemudian diberi nilai rupiah. Biaya adalah pengorbanan yang diduga sebelumnya dan dapat dihitung secara kuantitatif, secara ekonomis tidak dapat dihindarkan dan berhubungan dengan proses produksi tertentu. Biaya usaha dapat dibedakan menjadi dua bagian berdasarkan perilakunya terhadap volume produksi, yaitu biaya yang berperilaku tetap dan berperilaku variabel.

Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang tidak ada kaitannya dengan jumlah barang yang diproduksi, pengusaha harus tetap membiayainya berapapun


(31)

jumlah komoditi yang dihasilkan usahanya. Biaya yang tetap adalah lahan, mesin, pajak, gaji pekerja dan pemeliharaan peralatan serta pajak. Tiap tambahan investasi hanya dapat dibenarkan apabila pengusaha mampu membelinya dan dalam jangka panjang dapat memberikan arus keuntungan. Keuntungan ini terjadi karena berkurangnya biaya tidak tetap (variabel cost) atau meningkatnya produksi pada saat waktu yang bersamaan, atau berkurangnya biaya tetap untuk setiap satuan komoditi yang dihasilkan.

Biaya tidak tetap (variabel cost) adalah biaya yang berubah apabila skala usaha berubah. Biaya ini ada apabila ada komoditas yang diproduksi. Biaya yang tidak tetap adalah biaya tenaga kerja, bahan baku, dan biaya lain yang mendukung produksi seperti listrik dan biaya air. Penentuan apakah suatu biaya tergolong biaya tetap atau variabel tergantung sebagian kepada sifat dan waktu pengambilan keputusan itu dipertimbangkan dalam jangka panjang. Sebagian besar biaya adalah biaya variabel.

Garrison dalam Ivana (2004) mengungkapkan bahwa biaya berkaitan dengan semua tipe organisasi non bisnis, manufaktur, eceran dan jasa. Sebagian besar perusahaan manufaktur membagi biaya ke dalam dua kategori yaitu biaya produksi dan biaya non produksi.

a. Biaya Produksi

Sebagian besar perusahaan manufaktur membagi biaya produksi ke dalam tiga kategori antara lain:

1. Bahan Langsung

Bahan yang digunakan untuk menghasilkan produk jadi disebut bahan mentah (ra w material). Bahan langsung adalah bahan yang menjadi bagian tak


(32)

terpisahkan dari produk jadi dan dapat ditelusuri secara fisik dan mudah ke produk tersebut.

2. Tenaga Kerja Langsung

Istilah tenaga kerja langsung digunakan untuk biaya tenaga kerja yang dapat ditelusuri dengan mudah ke produk. Jadi, tenaga kerja langsung biasanya disebut juga touch labor karena tenaga kerja langsung melakukan kerja tangan atas produk pada saat produksi

3. Biaya Overhead Pabrik

Biaya overhead merupakan elemen ketiga biaya manufaktur termasuk seluruh biaya manufaktur yang tidak termasuk dalam bahan langsung dan tenaga kerja langsung. Biaya overhead pabrik meliputi bahan tidak langsung, tenaga kerja tidak langsung, pemeliharaan dan perbaikan peralatan produksi, listrik, penerangan, pajak properti, penyusutan, dan asuransi fasilitas-fasilitas produksi. b. Biaya Non Produksi

Pada umumnya biaya non produksi dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Biaya Penjualan dan Pemasaran

Biaya penjualan dan pemasaran adalah biaya yang diperlukan untuk memenuhi pesanan konsumen dan memperoleh produk atau jasa untuk disampaikan kepada konsumen. Biaya-biaya tersebut meliputi pengiklanan, pengiriman, perjalanan dalam rangka penjualan, komisi penjualan, biaya gudang produk jadi.

2. Biaya Administrasi

Biaya administrasi terkait dengan biaya-biaya manajemen umum organisasi seperti kompensasi eksekutif, akuntansi umum, sekretariat, public


(33)

relation, dan biaya sejenis yang terkait dengan administrasi umum organisasi secara keseluruhan.

2.2.2. Analisa Return on Investment (ROI)

Menurut Kasmir (2006) analisa Return on Iinvestment (ROI)dalam analisa keuangan merupakan salah satu teknik analisa yang bersifat menyeluruh. Analisa ROI sudah merupakan teknik analisa lazim yang digunakan oleh perusahaan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. ROI sendiri adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Dengan demikian rasio ini menghubungkan keuntungan yang diperoleh dari operasi suatu industri dengan jumlah investasi atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan tersebut. Nilai ROI akan ditentukan oleh dua faktor yaitu marjin laba bersih (net profit margin) dan tingkat perputaran aktiva total (total asset turnover). Perubahan dari marjin laba bersih dan tingkat perputaran aktiva, baik masing-masing atau kedua-duanya akan menentukan nilai ROI.

Menurut Kasmir (2006), analisis ROI memiliki beberapa kelebihan antara lain:

1. Sebagai salah satu kelebihannya yang prinsipil yaitu sifatnya yang menyeluruh. Perusahaan yang sudah menjalankan praktek akuntansi yang baik, maka dengan menggunakan analisis ROI, manajemen dapat mengukur efisiensi penggunaan modal yang bekerja, efisiensi produksi dan efisiensi bagian penjualan.


(34)

2. Bila perusahaan memiliki data rasio, maka dengan analisis ROI dapat diperbandingkan efisiensi penggunaan modal pada perusahaannya dengan perusahaan yang sejenis, sehingga dapat diketahui apakah perusahaan berada dibawah, sama atau sama-sama diatas rata-rataperusahaan yang sejenis.

Langkah-langkah yang diperlukan untuk menghitung ROI adalah: 1. Menghitung net profit margin (marjin laba bersih) Perusahaan.

Marjin laba bersih merupakan rasio antara laba bersih yang diperoleh perusahaan dengan tingkat penjualan yang dicapai dalam periode yang sama. Marjin laba bersih merupakan hasil pembagian antara laba bersih dengan tingkat penjualan industri. Rasio ini menggambarkan laba bersih yang diperoleh industri untuk setiap rupiah penjualan.

2. Menghitung total asset turnover (tingkat perputaran aktiva total) Industri Tingkat perputaran aktiva total merupakan rasio antara jumlah aktiva yang digunakan dalam operasi terhadap penjualan yang dicapai industri dalam periode yang sama. Tingkat perputaran aktiva total merupakan hasil pembagian antara penjualan dengan total aktiva industri. Rasio ini mengukur seberapa sering aktiva dipergunakan dalam kegiatan industri.

3. Menghitung ROI

Imbalan terhadap investasi digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian yang akan diperoleh atas penghasilan yang didapat dari total aktiva. Dalam penghitungan ROI diperhitungkan imbalan tenaga kerja pada suatu industri kecil yaitu imbalan tenaga kerja keluarga dan bukan keluarga.


(35)

2.2.3. R/C

Analisis Revenue-Cost ratio dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh nilai rupiah biaya yang digunakan dalam usaha dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya (Djamin, 1984).

2.3. Analisis Deskriptif

Menurut Wahyuni dan Muljono (2007) analisis deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala atau frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dan gejala lainnya. Dalam hal ini mungkin sudah ada hipotesa-hipotesa atau mungkin belum, tergantung dari sedikit banyaknya pengetahuan tentang masalah yang bersangkutan.

2.4. Analisis Strength, Weakness, Oppurtunity, and Threat (SWOT)

Menurut Rangkuti (2006) analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategi (strategi planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam


(36)

kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan analisis situasi. Model yang paling populer dengan analisis situasi adalah analisis SWOT.

2.5. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang industri kerajinan sepatu wanita yang dilakukan Faizal (2007) mengkaji tentang tingkat kelayakan usaha sepatu di Kabupaten Bogor. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hasil uji kelayakan pada tingkat diskonto 12 persen diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 75.767.151,6 IRR sebesar 23 persen, nilai Net B/C yang dihasilkan sebesar 1,56, PBP UKM sepatu Raffy Shoes adalah 3,42 tahun, ROI diperoleh sebesar 22 persen. Nilai BEP yang diperoleh sebesar Rp. 137.696.000,- dan BEP produksinya sebanyak 306 kodi. Berdasarkan hasil

switching value usaha kerajinan sepatu Raffy Shoes tetap akan mencapai keuntungan apabila peningkatan harga bahan baku yang terjadi tidak lebih dari 5,6 persen, peningkatan upah tenaga kerja tidak lebih dari 10 persen, dan penurunan harga jual tidak lebih dari 10 persen.

Penelitian tentang analisis tingkat keuntungan dan penyerapan tenaga kerja pada industri kecil sandal di Kabupaten Bogor yang dilakukan oleh Laswati (2009) menyimpulkan tingkat keuntungan industri kecil tersebut hamper mendekati nol (titik impas) sehingga industri dalam keadaan kritis. Berdasarkan hasil analisis SWOT, hal yang menjadi faktor kekuatan industri kecil sandal itu adalah potensi pekerja yang cukup baik karena keterampilan dan pengalaman, ketepatan waktu dalam menyelesaikan pesanan, hubungan baik dengan grosir atau pedagang dan kualitas yang cukup baik. Faktor kelemahan industri kecil sandal adalah kapasitas produksi yang terbatas, faktor pekerja yang tidak selalu bersedia


(37)

bekerja secara optimal, saluran pemasaran yang tergantung pada agen (grosir) dan modal yang kecil. Faktor peluang yang dapat membuat industri kecil sandal berkembang adalah pasar yang selalu tersedia, lokasi strategi yang strategis karena berada di dekat pasar bogor yang merupakan pusat grosir sandal dan sepatu, dan adanya perdagangan bebas antar Negara. Sedangkan faktor ancaman industri kecil sandal adalah krisis global yang membuat daya beli menurun, kebijakan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar, sehingga membuat harga bahan baku naik, dan peraturan pemerintah yang kurang mendukung industri kecil sandal.

Penelitian tentang industri emping melinjo yang dilakukan Chodijah (1997). Penelitian ini mengkaji tentang keragaan ekonomi, kesempatan kerja dan distribusi pendapatan pada industri kecil emping melinjo di Kabupaten Cirebon. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dari keragaan ekonomi industri kecil emping melinjo aspek pengadaan bahan baku, permodalan, dan penawaran masih merupakan kendala utama. Tingkat pengembalian (R/C) industri pada saat bahan baku melimpah sebesar 1,20 dan pada saat bahan baku jarang tingkat pengembalian pendapatannya sebesar 1,30 dan 1,08.

Dalam hal kesempatan kerja industri ini mampu menyerap tenaga kerja dari dalam keluarga per unit satu orang. Jika dilihat dari curahan waktu tenaga kerjanya maka kecenderungan industri ini telah menggunakan jam kerja normal menurut kriteria BPS. Tingkat pendapatan masing-masing pemilik faktor produksi terbesar diperoleh pemilik bahan baku biji melinjo, yaitu petani melinjo. Sedangkan distribusi pendapatan diantara pengusaha dan pemilik modal dan pihak pekerja belum tercapai pembagian yang merata.


(38)

2.6. Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Keterangan :

--- : Hal yang di analisis

:Alur kerangka konsep penelitian Krisis Ekonomi

Industri besar dan sedang mengalami stagnasi

Pengangguran meningkat

Potensi industri kerajinan Sepatu:  Menciptakan lapangan kerja baru  Penggunaan teknologi sederhana

 Menggunakan sumberdaya lokal

 Tenaga kerja non pendidikan

Pentingnya analisis kinerja usaha kerajinan sepatu :

 Karakteristik  Pendapatan  ROI

 Rasio R/C

 SWOT

Strategi pengembangan usaha kerajinan sepatu


(39)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat usaha kerajinan sepatu yang menjadi objek penelitian adalah CV. Anugerah Jaya yang berlokasi di Desa Suka Makmur, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan objek penelitian dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa usaha kerajinan sepatu tersebut memiliki usaha representatif atau mewakili usaha sejenis yang pada umumnya ada di Kabupaten Bogor.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2008 hingga Februari 2009 meliputi kegiatan pengumpulan data, pengolahan data, hingga penulisan laporan dalam skripsi.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer berkaitan dengan data yang dikumpulkan untuk memenuhi kebutuhan penelitian dan diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan pemilik usaha objek penelitian. Data sekunder merupakan data pelengkap yang diperoleh dari pengumpulan data-data dari literatur atau bahan bacaan dan dari instansi-instansi pemerintahan, seperti Badan Pusat Statistika, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan sebagainya.


(40)

3.3. Metode Pengambilan Data

Metode penelitian adalah metode wawancara, yaitu studi kasus pada CV. Anugerah Jaya di Desa Suka Makmur, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Responden dalam penelitian ini adalah pengusaha atau pemilik usaha kerajinan sepatu tersebut yang diteliti untuk melihat kinerja usaha dari sisi pendapatan usaha, ROI, dan rasio R/C serta strategi pengembangan yang dilakukannya.

3.4. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, analisis pendapatan usaha, analisis Return on Investment (ROI), dan rasio R/C, serta analisis SWOT untuk menjelaskan faktor internal dan faktor eksternal yang berpengaruh dalam pengembangan usaha industri kerajinan sepatu.

3.4.1. Analisis Deskriptif

Menurut Wahyuni dan Muljono (2007) analisis deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala atau frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dan gejala lainnya. Dalam hal ini mungkin sudah ada hipotesa-hipotesa atau mungkin belum, tergantung dari sedikit banyaknya pengetahuan tentang masalah yang bersangkutan.


(41)

3.4.2. Analisis Pendapatan Usaha

Penerimaan usaha adalah nilai produk total usaha dalam jangka waktu tertentu baik dijual maupun dikonsumsi sendiri (Soekartawi, et al., 1986). Penerimaan merupakan hasil perkalian antara jumlah produk dengan tingkat harga yang sedang berlaku. Digunakan rumus :

TR = P x Q ………... (3.1)

Dimana :

TR = Penerimaan Total

P = Harga

Q = Jumlah produk dijual maupun dipakai sendiri

Pendapatan yang diukur adalah pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari penerimaan total dikurangi dengan biaya tunai ditambah dengan biaya yang benar-benar dikeluarkan baik biaya variabel maupun biaya tetap dan merupakan ukuran kemampuan usaha untuk menghasilkan uang tunai. Termasuk biaya tunai adalah tenaga kerja keluarga maupun upahan, biaya bahan baku dan fasilitas atau peralatan. Sedangkan biaya total adalah biaya tunai ditambah dengan biaya yang diperhitungkan.

Pendapatan atas biaya total adalah pendapatan yang diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan biaya tunai termasuk biaya-biaya yang diperhitungkan adalah penggunaan tenaga kerja keluarga, biaya imbangan atas sewa lahan milik sendiri. Ukuran pendapatan mencakup nilai transakasi barang dan perubahan nilai inventaris atau kekayaan usaha (Soekartawi, et al,. 1986).


(42)

Digunakan rumus:

π = TR – TC ... (3.2) dimana:

π = Pendapatan atau keuntungan

TR = Total Penerimaan

TC = Total Biaya

3.4.3. Analisis Return on Investment (ROI)

Pengembalian atas investasi (ROI) adalah perbandingan antara pemasukan (income) per tahun terhadap dana investasi yang memberikan indikasi probabilitas suatu investasi. Semakin besar nilai ROI, maka akan semakin disukai industri tersebut oleh investor. Digunakan rumus :

ROI = NB / TA x100% ... (3.3) dimana :

ROI = Tingkat pengembalian atas invetasi/total aktiva (%) NB = Pendapatan bersih setelah pajak (Rp/thn)

TA = Total aktiva / aktiva lancar dan aktiva tetap (Rp/thn)

3.4.4. Analisis Rasio R/C

Analisis R/C adalah perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya.

Revenue Cost Ratio digunakan untuk mengukur efisiensi usaha terhadap penggunaan setiap input. Analisis imbangan penerimaan dan biaya digunakan untuk mengetahui realatif kinerja usaha berdasarkan perhitungan finansial.


(43)

dimana :

TR = Total Penerimaan

TC = Total Pengeluaran

Kriteria:

R/C > 1, usaha menguntungkan

R/C = 1, usaha tidak untung dan tidak rugi R/C< 1, usaha tidak menguntungkan atau rugi

Apabila R/C bernilai lebih dari satu, berarti penerimaan yang diperoleh lebih besar daripada tiap unit biaya yang dikeluarkan untuk menerima penerimaan tersebut. Apabila nilai R/C tersebut kurang dari satu maka tiap unit biaya yang dikeluarkan lebih besar dari penerimaan yang diperoleh.

3.4.5. Analisis SWOT

Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat).

Dilakukan untuk menjawab tujuan dan maksud penelitian tentang strategi pengembangan yang perlu diterapkan untuk meningkatkan kinerja usaha kerajinan sepatu. Analisis SWOT merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk menyusun strategi pengembangan usaha berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimiliki oleh suatu perusahaan.

Menurut Rangkuti (2006) Kekuatan dan kelemahan merupakan faktor internal, yakni hal-hal yang berasal dari dalam diri sendiri. Sedangkan peluang dan ancaman merupakan faktor eksternal, yakni faktor luar yang banyak mempengaruhi kinerja usaha kerajinan sepatu.


(44)

Gambar 2. Diagram Analisis SWOT

Penjelasan:

Kuadran 1 : ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif.

Kuadran 2 : meskipun menghadapai berbagai ancaman, perusahaan masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan

BERBAGAI PELUANG

KEKUATAN INTERNAL KELEMAHAN INTERNAL

BERBAGAI ANCAMAN

1. Mendukung

strategi agresif

2. Mendukung

strategi diversifikasi

3. Mendukung

strategi turn-around

4. Mendukung

strategi defensif


(45)

peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar).

Kuadran 3 : perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi dilain pihak, perusahaan menghadapi beberapa kendala atau kelemahan internal. Fokus strategi perusahaan adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.

Kuadran 4 : merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan,

perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.


(46)

IV. GAMBARAN UMUM

4.1. Geografi dan Pemerintahan

Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan Ibu Kota RI dan secara geografis mempunyai luas sekitar 2.301,95 Km2 terletak antara 6.19°-6.47° lintang selatan dan 106°1’-107°103’ bujur timur.

Wilayah ini berbatasan dengan :

Sebelah Utara : Kota Depok

Sebelah Barat : Kabupaten Lebak

Sebelah Barat Daya : Kabupaten Tanggerang

Sebelah Timur : Kabupaten Purwakarta

Sebelah Timur Laut : Kabupaten Bekasi Sebelah Selatan : Kabupaten Sukabumi Sebelah Tenggara : Kabupaten Cianjur

Berdasarkan data dari Badan Pemberdayaan Masyarakat dan

Kesejahteraan Sosial, pada tahun 2006 Kabupaten Bogor memiliki 40 kecamatan, 427 desa/kelurahan, 3.516 RW dan 13.603 RT. Dari jumlah desa tersebut mayoritas memiliki ketinggian diatas 500 m terhadap permukaan laut, yakni 234 desa, sedangkan diantara 500-700 meter ada 144 desa dan sisanya 49 desa sekitar lebih dari 500 meter dari permukaan laut. Hampir sebagian besar desa pada Kabupaten Bogor sudah terklasifikasi sebagai Swakarya yakni 350 desa, lainnya 77 desa merupakan desa Swasembada, dan tidak ada desa Swadaya. Berdasarkan klasifikasi daerah, yang dilihat dari aspek potensi lapangan usaha, kepadatan penduduk dan sosial terdapat kategori desa perkotaan sebanyak 96 desa dan desa pedesaan sebanyak 331 desa.


(47)

4.2. Penduduk dan Ketenagakerjaan

Salah satu aset pembangunan yang paling dominan yang dimiliki banyak negara berkembang pada umumnya jumlah penduduk dan angkatan kerja yang demikian besar jumlahnya. Hasil sementara Sensus Daerah Tahun 2006 tercatat bahwa penduduk Kabupaten Bogor yaitu 4.215.436 jiwa dan jumlah ini merupakan yang terbesar diantara Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Berdasarkan jumlah tersebut penduduk laki-lakinya berjumlah 2.163.853 jiwa dan perempuan 2.051.583 jiwa dengan ratio jenis kelamin 105. Sedangkan dari segi struktur penduduk, Kabupaten Bogor mempunyai struktur penduduk umur muda, hal ini akan membawa akibat semakin besarnya jumlah angkatan kerja.

Partisipasi Angkatan Kerja merupakan perbandingan antara Jumlah Angkatan Kerja dengan Penduduk berumur 10 tahun lebih. Tahun 2005 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Kabupaten Bogor untuk laki-laki 74,60 persen, perempuan 33,96 persen, dan secara total 54,85 persen. Adapun jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 176.879 laki-laki dan 135.242 perempuan dari 312.121 untuk total Kabupaten Bogor.

4.3. Keadaan Umum Industri Kerajinan Sepatu di Kabupaten Bogor

Usaha kecil dan menengah (UKM) sepatu di daerah Bogor muncul sekitar tahun 1920-an di daerah Ciomas. Sampai dengan tahun 1950-an pembuatan sepatu masih merupakan pekerjaan yang dilakukan individu atau usaha rumah tangga, yang memproduksi sepatu kulit berkualitas tinggi. Jumlah unit usaha pada waktu itu baru berjumlah 20 unit usaha. Para pengusaha sepatu Ciomas pertama


(48)

kali mempelajari keahlian membuat sepatu dengan bekerja sebagai buruh di bengkel-bengkel sepatu di Jakarta. Setelah memiliki keahlian, mereka pulang untuk mendirikan bengkel sepatu sendiri dan menjual produknya ke berbagai toko di Jakarta atau kota-kota lain di Jawa Barat.

Awal tahun 1950-an, industri sepatu Ciomas berkembang pesat dengan semakin bertambahnya jumlah usaha rumah tangga yang bergerak di bidang sepatu. Perkembangan industri ini ditandai dengan berdirinya sebuah bentuk usaha bersama dalam wadah Persebo (Perusahaan Sepatu Bogor). Koperasi ini beranggotakan para pengrajin sepatu yang melayani order untuk memenuhi kebutuhan sepatu militer, dan juga untuk membantu pemasaran produk-produk bengkel disekitarnya. Persebo berperan penting dalam pertumbuhan pengrajin sepatu di desa-desa sekitar Ciomas, sampai ketika terjadi resesi ekonomi pada tahun 1960-an yang mengakibatkan perubahan-perubahan penting dalam struktur internal dan eksternal pada industri ini.Setelah akhir 1960-an struktur internal bisnis ini mengalami proses diferensiasi, yaitu dengan dilaksanakannya program stabilisasi ekonomi. Sejumlah pengrajin skala usaha rumah tangga mengembangkan bengkel mereka dengan mempekerjakan buruh.

Pada tahun 1970-an, pemilik modal besar mulai melibatkan diri dan

memperkenalkan sistem pembayaran dengan menggunakan ”bon”. Kemudian

pada tahun 1991 terbentuk kembali Koperasi Sepatu Perkasa Mas dan Koperasi Warga Sepatu Ciomas. Namun koperasi ini tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Dari hasil wawancara dengan pemilik usaha, ketidakberhasilan koperasi sepatu tersebut disebabkan oleh faktor sumberdaya manusia yang terlibat dalam koperasi itu sendiri, baik pengurus maupun anggotanya. Menurut data dari


(49)

Departemen Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor (2002), Kecamatan Ciomas merupakan sentra terbesar industri kecil dan menengah (UKM) sepatu di kota Bogor. Data tahun 2002 menunjukkan ada 763 unit usaha industri sepatu di Kecamatan Ciomas dan tersebar di desa-desa di Kecamatan tersebut. Proporsi unit usaha UKM sepatu di Kecamatan Ciomas dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan Tabel 7. terlihat bahwa Desa Parakan merupakan Desa yang paling banyak terdapat UKM sepatu, diikuti oleh Desa Pasir Eurih dan Desa Mekarjaya. Selain UKM sepatu, di Kecamatan Ciomas juga terdapat Industri besar yang bergerak di bidang sepatu yang juga sekaligus memberikan order pada UKM sepatu di sekitar Ciomas.

Tabel 7. Jumlah dan Proporsi Industri Kecil dan Menengah (UKM) Sepatu menurut Desa di Kecamatan Ciomas Tahun 2002

Desa Jumlah Unit Usaha Persentase (%)

1. Sukaluyu 2. Sukaresmi 3. Taman Sari 4. Pasir Eurih 5. Sukamantri 6. Sirnagalih 7. Kota Batu 8. Parakan 9. Mekarjaya 10.Ciomas 11.Pagelaran 12.Ciomas Rahayu 13.Ciapus 14.Padasuka 15 30 11 122 21 76 75 181 83 42 32 26 25 24 1,97 3,93 1,44 15,99 2,75 9,96 9,83 23,72 10,88 5,50 4,19 3,41 3,28 3,15

Total 763 100,00


(50)

Sistem Permodalan yang berlaku pada UKM sepatu di daerah Ciomas sebagian besar adalah sistem bon putih, yaitu sistem kerjasama Produksi antara pihak pengusaha sepatu sebagai produsen dan pihak pemberi order (Grosir) sebagai konsumen. Sistem bon putih ini mampu memenuhi kekurangan pengusaha industri kecil sepatu di daerah Ciomas dalam hal permodalan dan bahan baku.

Industri UKM sepatu pada umumnya menghasilkan sepatu dari bahan imitasi. Sebelumnya industri UKM sepatu ini menghasilkan sepatu kulit, tetapi karena tingginya permintaan terhadap bahan imitasi yang lebih lunak, maka industri UKM sepatu di Kecamatan Ciomas lebih banyak menggunakan bahan imitasi.

Sepatu yang dihasilkan industri ini bermacam-macam ukurannya, mulai dari yang kecil sampai yang besar untuk pria dan wanita. Sejak enam tahun terakhir ini sepatu dan sandal wanita merupakan produk yang paling banyak diminati dan paling banyak permintaannya, karena sesuai dengan perkembangan mode.

Pada saat musim ramai, menjelang Lebaran dan Natal seluruh bengkel sibuk menerima pesanan sepatu dari konsumen (Grosir), dan biasanya pekerjaan dapat berlangsung dari pagi sampai larut malam, sedangkan bila tidak sedang ramai pekerjaan berlangsung dari pukul 08.00–16.00 petang. Dimusim-musim sepi, industri sepatu mengurangi tenaga kerjanya dan buruh-buruh mencari pekerjaan lain di sekitar daerah ciomas.

Sistem upah yang berlaku didasarkan pada sistem borongan, dimana buruh dibayar berdasarkan jumlah sepatu yang dihasilkan (per kodi sepatu). Upah buruh


(51)

bervariasi berdasarkan tingkat kesulitan pembuatan sepatu. Para pengusaha UKM sepatu di daerah Ciomas sebagian besar tidak memiliki sistem pencatatan dan pembukuan yang jelas, sehingga mereka tidak tahu secara pasti apakah mereka memperoleh untung atau mengalami kerugian.

Industri kerajinan sepatu di Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor umumnya menghasilkan sepatu dan sandal dengan semua ukuran baik untuk pria maupun untuk wanita. Bahan baku yang digunakan untuk membuat sepatu dan sandal adalah kulit imitasi serta bahan lain yang digunakan yaitu lapis (AC), lateks, sol, tamsin, spon, hak, lem, tekson, dus, pengeras, pur Ce, benang, dll. Bahan-bahan ini diperoleh dari toko bahan di kota Bogor. Bagi pengusaha yang memiliki modal cukup, maka bahan baku dapat mereka peroleh sesuai dengan harga pasar, sedangkan pengusaha yang lemah dalam hal permodalan, maka bahan baku mereka peroleh dengan modal kepercayaan dan kesepakatan dengan pihak Grosir, dengan sistem hubungan sub kontrak komersial atau sering disebut

”bon putih”. Selain sistem bon putih pembelian bahan baku juga biasa diberikan dengan sitem giro dengan tempo waktu satu bulan sampai dengan dua bulan, namun dengan menggunakan kedua sistem ini pengusaha sepatu akan sangat banyak memperoleh (charge) dan harga yang berlaku pun bukan lagi harga pasar, sehingga mereka akan sangat dirugikan.

Dengan kedua sistem ini pengusaha diminta untuk memproduksi sepatu sesuai dengan model atau tipe yang ditentukan oleh pihak Grosir. Modal awal untuk mendapatkan bahan baku diberikan oleh pihak Grosir berupa selembar bon putih atau selembar giro dengan cap/identitas Grosir untuk dibelanjakan pada toko bahan yang telah ditentukan, dengan jumlah pesanan untuk satu minggu.


(52)

Pemberian bon putih atau giro ini dihitung sebagai uang muka dari total pembayaran, yaitu sekitar 50 sampai 60 persen. Selanjutnya pengusaha akan memproduksi di bengkel miliknya dengan melibatkan tenaga kerja. Pada saat pengiriman barang, pihak grosir akan memberikan sejumlah uang untuk membayar tenaga kerja, dengan memperhitungkan modal awal yang telah diambil melalui bon putih atau giro, sisanya dibayar dengan menggunakan giro berjangka waktu satu atau dua bulan yang dapat ditukarkan dengan uang tetapi dengan potongan tertentu. Jika dilihat dari sistem hubungan subkontrak (sistem bon putih/giro) dapat dilihat pada gambar 2, pengusaha hanya dapat memproduksi sepatu jika ada pesanan dari pihak grosir. Dengan demikian pengrajin/tenaga kerja juga akan bergantung pada jumlah pesanan yang diterima dari pihak grosir.

Gambar 3. Mekanisme Hubungan Sub-kontrak Komersial UKM sepatu Sumber: Faizal (2007)

GROSIR

PRODUKSI

Pengrajin Sepatu

Arus Pembayaran

(bon/giro)

BAHAN BAKU

TENAGA KERJA

Pembayaran upah Pesanan

Pesanan Pemasaran


(53)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Deskriptif

Analisis bertujuan menggambarkan secara tepat sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala, atau frekuensi adanya hubungan tertentu antar suatu gejala dan gejala lain dalam masyarakat.

5.1.1. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini yakni pemilik CV. Anugrah Jaya yang memproduksi sepatu dan berlokasi di Desa Suka Makmur, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Adapun identitas responden sebagai berikut:

Tabel 8. Identitas Responden

No. Identitas Keterangan

1 Nama Aang Askolani

2 No. Telepon 085782785853/08780116280

3 Alamat RT 04/04 Desa Suka Makmur, Kecamatan Ciomas

4 Jenis Kelamin Laki-laki

5 Usia 28 tahun

6 Status Lajang

7 Pekerjaan Pemilik CV. Anugerah Jaya (pengrajin sepatu)

8 Lama usaha 1,5 tahun

9 Lokasi usaha Lingkungan masyarakat di kawasan Desa Suka

Makmur Sumber: data primer (diolah)

Berdasarkan Tabel 8. lokasi usaha CV. Anugerah Jaya berada di lokasi pemukiman atau lingkungan masyarakat, hal tersebut dilakukan untuk menghemat pengeluaran jika dibandingkan menyewa tempat di kios, pasar atau kawasan industri.


(54)

Tabel 9. Produksi Sepatu CV. Anugerah Jaya

No Jenis Sepatu Total Produksi/Minggu Harga(Rp)/kodi

1 Sandal Teplek 80 kodi 300.000

2 Sepatu pantofel Tak tentu 500.000

Sumber: data primer (diolah)

Berdasarkan Tabel 9. CV. Anugerah Jaya mampu memproduksi rata-rata 80 kodi per minggunya atau setara dengan 1.600 pasang sepatu sandal teplek dan terkadang memproduksi juga sepatu jenis pantofel, namun tidak tentu pesanannya, sehingga sulit untuk memastikan kapasitas produksi sepatu jenis pantofel tersebut.

5.1.2. Karakteristik Pekerja Usaha Kerajinan Sepatu

Saat ini, CV. Anugerah Jaya memiliki pekerja sebanyak 20 orang yang semuanya berjenis kelamin laki-laki. CV. Anugerah Jaya memiliki bengkel produksi sebanyak empat lokasi yang tersebar di sekitar kawasan pemukiman Desa Suka Makmur.

5.1.2.1. Usia Pekerja

Pekerja pada usaha kerajinan sepatu berdasarkan hasil wawancara pada umunya berusia produktif, sehingga usaha kerajinan sepatu dapat menyerap tenaga kerja produktif yang banyak di Indonesia.

Tabel 10. Frekuensi Pekerja Berdasarkan Usia di CV. Anugerah Jaya

No Strata Usia Jumlah Persentase (%)

1 12-17 tahun 0 0

2 18-25 tahun 17 85

3 26-55 tahun 3 15

4 55> tahun 0 0

Total 20 100


(55)

Berdasarkan Tabel 10. dapat dilihat usia pekerja pada usaha kerajinan sepatu sebagain besar pada usia produktif, yakni pada rentang usia 18-55 tahun sebesar 85 persen.

5.1.2.2. Pendidikan Pekerja

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menunjang suatu pekerjaan, akan tetapi pendidikan formal tidak begitu diutamakan untuk bekerja sebagai pengrajin sepatu. Berdasarkan data yang diperoleh dilapangan, tidak terdapat perbedaan berarti bagi mereka yang berpendidikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Umum (SMU/SMK) untuk bekerja sebagai pekerja di usaha kerajinan sepatu. Berdasarkan Tabel 11. dapat dilihat bahwa pada umumnya pekerja pada usaha kerajinan sepatu hanya berpendidikan Sekolah Dasar

Tabel 11. Frekuensi Pekerja Berdasarkan Pendidikan

No. Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

1 SD tidak tamat 0 0

2 SD tamat 18 90

3 SMP tidak tamat 2 10

4 SMP tamat 0 0

Total 20 100

Sumber: data primer (diolah) 5.1.2.3. Pengalaman Kerja

Para pekerja umumnya telah menekuni pekerjaan ini berkisar antara 1 tahun sampai 30 tahun seperti yang terlihat pada tabel berikut:

Tabel 12. Frekuensi Pengalaman Kerja Pekerja

No. Pengalaman Kerja (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

1 1-5 tahun 4 20

2 6-10 tahun 16 80

Total 20 100


(56)

Berdasarkan Tabel 12. Pengalaman kerja sebagian besar pada usaha kerajinan sepatu berkisar 6-10 tahun, hal ini karena CV. Anugerah Jaya lebih mengutamakan menjaga kualitas produk.

5.1.2.4. Jenis Pekerjaan

Pada CV. Anugerah Jaya terdapat dua jenis pekerjaan, yaitu: tukang bawah dan tukang atas. Berdasarkan Tabel 13. Dapat dilihat jumlah proporsi dari masing-masing jenis pekerjaan, yaitu: tukang atas 6 orang dan tukang bawh 14 orang.

Tabel 13. Jenis Pekerjaan

No Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Tukang Atas 6 30

2 Tukan Bawah 14 70

Total 20 100

Sumber : Data Primer

Adapun tugas dari masing-masing tukang adalah sebagai berikut:

1. Tukang bawah, pada jenis pekerjaan ini tugas tukang bawah adalah melakukan pekerjaan, seperti: membuat permukaan sandal, menggunting, pemberian lem pada bagian sol (bawah sandal), dan memasang pola pada cetakan, serta memanaskan sandal di kompor agar lem merekat kuat dan cepat kering.

2. Tukang atas, sedangkan pada jenis pekerjaan ini tugas tukang atas adalah menyelesaikan bagian finishing, seperti: menjahit pola dan menyusun sandal dari ukuran terkecil hingga terbesar setelah sandal selesai disusun, barulah dilakukan pengepakan. Sandal tersebut dimasukkan ke dalam kotak kardus.


(57)

5.1.3. Karakteristik Usaha

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, karakteristik usaha kerajinan sepatu khususnya di CV. Anugerah Jaya. Berikut disajikan karakteristik usaha industri kerajinan sepatu mengenai biaya investasi dan sumber pasokan.

5.1.3.1. Biaya Investasi

Biaya investasi adalah biaya yang harus dikeluarkan sebelum kegiatan usaha dimulai (Tahun ke-0 atau bulan pertama) yaitu sejumlah dana yang dipakai untuk menjalankan usaha.

Pada CV. Anugerah Jaya kepemilikan modal agar usaha tetap berjalan sebesar Rp. 61.700.000 kegunaan modal dapat diuraikan pada Tabel 13. Sedangkan, biaya untuk modal kerja seperti membeli bahan baku rutin menggunakan sitem bon putih.

Tabel 14. Biaya Investasi Awal CV. Anugerah Jaya

Jenis Banyaknya Harga Satuan (Rp) Jumlah (Rp)

Bangunan (unit) 1 Rp. 50.000.000 Rp. 50.000.000

Lahan (m2) 120 Rp. 60.000 Rp. 7.200.000

Mesin Jahit (unit) 7 Rp. 250.000 Rp. 1.750.000

Mesin Gurinda (unit) 5 Rp. 150.000 Rp. 750.000

Kayu Pola (kodi) 2 Rp. 500.000 Rp. 1.000.000

Perlengkapan (set) 1 Rp. 1.000.000 Rp. 1.000.000

Total Rp. 61.700.000

Sumber : Data Primer 5.1.3.2. Pemasaran Produk

Berdasarkan hasil wawancara, didapatkan bahwa pemasaran dari CV. Anugerah Jaya adalah pada satu grosir tetap yang selama ini menjadi mitra pengrajin yaitu grosir sepatu Bonaf


(1)

6. Bagaimana sistem produksi yang dijalankan (persediaan barang atau berdasarkan pesanan)?...

7. Berapa jam kerja UKM per hari, hari kerja dalam satu bulan?...

8. Apa saja peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan barang?... 9. Bagaimana tahap-tahap proses produksi dalam menghasilkan produk ( diagram

alur produksi)? Berapa orang tenaga kerja yang diperlukan untuk mengerjakan setiap bagian produksi dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan setiap fungsi produksi?... 10. Masalah apa yang menjasi kendala dalam proses produksi ( bahan baku, tenaga

kerja, modal, dan peralatan)?...

11. Bagaimana cara perolehan bahan baku?... 12. Bagaimana manajemen bahan baku yang dilakukan?...

VIII. PEMASARAN OUTPUT

1. Jenis sepatu apa saja yang dihasilkan oleh UKM sepatu Anda?... 2. Bagaimana sistem distribusi yang dijalankan UKM sepatu Anda untuk

memasarkan produknya?...

3. Baerapa harga jual yang diterapkan oleh UKM sepatu Anda? Apakah harga jual tersebut sama untuk semua jenis konsumen atau ada perbedaan? Jika ada berapa kisarannya?...

4. Bagaimana sistem penyerahan barang kepada konsumen?...

5. Bagaimana cara pemesanan dan pembayaran yang dilakukan oleh konsumen?... 6. Apakah penjualan output hanya kepada orang tertentu/langganan atau

berubah-ubah menurut harga?

7. Dimanakah penyerahan barang dilakukan? 8. Bagaimana fluktuasi harga output?

Berapa harga tertinggi dan kapal hal ini terjadi? Berapa harga terendah dan kapan hal ini terjadi? Berapa harga rataan?

9. Siapa dan bagaimana yang menentukan harga output? 10. Bagaimana cara pembayaran yang dilakukan pembeli?

11. Jika barang/ouput disimpan? Dimana disimpannya? Berapa lama disimpan? Berapa biaya penyimpanannya?

12. Adakah permasalahan/kesulitan dalam memasarkan output, jelaskan? 13. Apakah terdapat hubungan antara pengusaha dengan pabrik, atau pedagang


(2)

IX. ANALISIS PENDAPATAN USAHA

Jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Pendapatan Usaha Industri Sepatu

1. Penerimaan rata-rata

Per hari?... Per minggu?... Per bulan?... 2. Pengeluaran Usaha

Jenis Pengeluaran Perhari/minggu Perbulan Pertahun

Bahan baku/pelengkap Upah tenaga kerja Listrik, Air, Telepon

Biaya transportasi pembelian bahan baku

Pajak, retribusi Tabungan Gaji lembur

Biaya pemeliharaan peralatan Biaya lainnya


(3)

Lampiran 2. Asset yang berputar

Investasi Awal (A)

No

Nama

Investasi

Satuan

Harga Satuan

Jumlah

1 Bangunan

1 Rp 50.000.000 Rp 50.000.000

2 Lahan

120 Rp 60.000 Rp 7.200.000

3 Mesin Jahit

7 Rp 250.000 Rp 1.750.000

4 Mesin Gurinda

5 Rp 150.000 Rp 750.000

5 Kayu Pola

2 Rp 500.000 Rp 1.000.000

6 Perlengkapan

1 Rp 1.000.000 Rp 1.000.000

Total

Rp 61.700.000

Asset Bergerak(B)

No

Nama Asset

Satuan

Harga Satuan

Jumlah

1 Motor

1 Rp 12.000.000 Rp 12.000.000

2 Bahan Baku

2895 Rp 179.700 Rp 520.231.500

Total

Rp 532.231.500


(4)

Lampiran 3. Data Produksi CV. Anugerah Jaya Tahun 2008

Bulan

Jumlah

(Kodi)

Harga / Kodi

Penerimaan

Januari

300

Rp 315.000

Rp 94.500.000

Februari

25

Rp 315.000

Rp 7.875.000

Maret

25

Rp 315.000

Rp 7.875.000

April

25

Rp 300.000

Rp 7.500.000

Mei

280

Rp 300.000

Rp 84.000.000

Juni

320

Rp 300.000

Rp 96.000.000

Juli

320

Rp 300.000

Rp 96.000.000

Agustus

320

Rp 300.000

Rp 96.000.000

September

320

Rp 300.000

Rp 96.000.000

Oktober

320

Rp 300.000

Rp 96.000.000

November

320

Rp 300.000

Rp 96.000.000

Desember

320

Rp 300.000

Rp 96.000.000

Total Penerimaan

Rp 873.750.000


(5)

Lampiran 4. Rincian Biaya Tetap Produksi per Kodi

No Biaya Produksi Satuan Jumlah Harga Satuan Total

1 Bahan Baku :

Bahan Sepatu / AC (Lapis) M 1,5 Rp 30.000 Rp 45.000

Tamsin Dus 1 Rp 5.000 Rp 5.000

Texon/Karton Lbr 1 Rp 12.000 Rp 12.000

Sol Kodi 1 Rp 35.000 Rp 35.000

Benang Lusin 1 Rp 4.000 Rp 4.000

Spon 2 mm (lapisan texon) Lbr 1 Rp 4.000 Rp 4.000

Lem Kuning Klng 1 Rp 7.500 Rp 7.500

Lem PU Klng 1 Rp 7.500 Rp 7.500

Dus Kodi 1 Rp 10.000 Rp 10.000

Tali Roll 1 Rp 1.200 Rp 1.200

Pulpen putih Bh 1 Rp 2.000 Rp 2.000

Pulpen biru Bh 1 Rp 2.000 Rp 2.000

Latex Ltr 1 Rp 5.000 Rp 15.000

Spon 8 mm Lbr 1 Rp 9.500 Rp 9.500

Sol Tambahan Lbr 1 Rp 9.500 Rp 9.500

Minyak Tanah Ltr 1 Rp 8.000 Rp 8.000

Lem PC Klng 1 Rp 2.500 Rp 2.500

Total Biaya Bahan Baku Rp 179.700

2 Biaya Tenaga Kerja : Satuan Jumlah Harga Satuan Total

Tukang Atas Kodi 1 Rp 18.000 Rp 18.000

Tukang Bawah Kodi 1 Rp 47.500 Rp 47.500

Total Biaya Tenaga Kerja Rp 65.500


(6)

Lampiran 5. Data Perhitungan Kinerja Tahun 2008

Total Penerimaan

(TR)

Rp 873.750.000

Pengeluaran

Biaya

Banyaknya Jumlah

Biaya Bahan Baku

Rp 179.700 2895 Kodi Rp 520.231.500

Biaya Bunga Bon

Putih

Rp 5.391 2895 Kodi Rp 15.606.945

Biaya Tenaga Kerja

Rp 65.500 2895 Kodi Rp 189.622.500

Biaya Transportasi

Rp 6.500 2895 Kodi Rp 18.817.500

Biaya Listrik

Rp 140.000

12 Bulan

Rp 1.680.000

Biaya Konsumsi

Rp 400.000

12 Bulan

Rp 4.800.000

Biaya Penyusutan

Bangunan

Rp5.000.000

1 Tahun

Rp 5.000.000

Biaya Penyusutan

Peralatan

R 900.000

1 Tahun

Rp 900.000

Total Pengeluaran (TC)

Rp 756.658.445

Pendapatan

Rp 117.091.555

ROI

19,71465649