Lima "Srikandi" SBY, Cukupkah?

9

S"\

~/

[(OMPAS

KABINET

Lima ~~Srikandr~SBY; Cukupkah?

Mari Elka Pangestu

Armida Alisjahbana

U

ntuk pertama kalinya dalam sejarah-Indonesia, lima perempuan menduduki posisi tertinggi dalam
pengambilan keputusan publik
di pos-pos strategis dalam Kabinet Indonesia Bersatu II.

Mereka adalah Sri Mulyani
Indrawati (Menteri Keuangan),
Mari Elka Pangestu (Menteri
Perdagangan), Armida Salsiah
Kusumaatmadja-Alisjahbana
(Menneg PPNjKepala Bappenas), Endang Rahayu Sedyaningsih (Menteri Kesehatan),
dan Linda Agum Gumelar
(Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan
Anak).
"Di satu sisi bisa dikaitkan
dengan wujud komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengenai jumlah perempuan di eksekutif," ujar
Nursyahbani KatjasuRgkana,
Koordinator Jaringan Kartini
Asia, lembaga riset jender di Indonesia.
"Namun, angka belum menjamin perempuan akan memperoleh manfaat pembangunan
yang memadai," sambung Lies
Marcoes yang dihubungi terpisah. "Tak bisa mengharapkan
perubahan kalau mereka tidak
terbuka terhadap gagasan-gagasan yang secara kritis menganalisis ketimpangan relasi kuasa,

khususnya antara laki-Iaki dan

~-

---

perempuan," samDung aktivis,
peneliti, dan Program Officer
The Asia Foundation itu.
Baik Lies maupun Nursyahbani menyatakan hal senada:
pendekatan pengarusutamaan
jender-yang mempertimbangkan ketiJ11l.pangan
relasi kuasa
antara la!ti-Iakidan perempuan
secarrluas-harus menjadi paradigma dalam perencanaan dan
pelaksanaan program-program
pembangunan seluruh anggota
Kabinet Indonesia Bersatu II.
Tanpa itu, semua janji Susilo
Bambang Yudhoyono tentang

demokrasi, keadilan, dan kesejahteraan dalam pidato kenega-

- '
--sehingga mampu bersinergioaik
dengan organisasi masyarakat
maupun organisasi perempuan,
antarsektor dan lintas jenjang,
serta memiliki kapasitas kepemimpinan teruji.
"Itu salah satu kriteria Menteri Pemberdayaan Perempuan
versi gerakan perempuan," ujarnya, menambahkan, kriteria
lainnya adalah memahami konsep hak asasi manusia, khususnya hak asasi manusia perempuan, memiliki rekam jejak
yang relevan, konsisten, dilandasi komitmen kuat.
Di bidang demokrasi,
Nursyahbani menyebutkan keterwakilan perempuan yang beraaan bulan Agustus tak akan
lum ada di semua tingkat. Lies
tercapa~ maksimal.
Marcoes menambahkan, demoBerwajah perempuan
krasi substansial menyangkut
politik dalam arti luas, abai ter"Ketiga bidang besar itu sahadap kepentingan perempuan
ngat berwajah perempuan,"

dan kelompok-kelompok tersambung Nursyahbani. "Dalam
pinggirkan. Sebaliknya, justru
soal kesejahteraan, kita tahu,
melahirkan rezim pemasung kekemiskinan berwajah perempubebasan dengan serangkaian
an. Sumbernya ketidakadilan
peraturan yang penuh prasangdan diskriminasi. Jadi, masalah
ka dan mendiskriminasi perempengarusutamaanjenderbukan
puan.
hanya tanggung jawab Menteri
"Tubuh perempuan dianggap
Negara Pemberdayaan Peremsebagai
masalah dalam pembapuan."
ngunan. Kita lihat dalam soal
Meski demikian, menurut
KB, UU Pornogi-afi,UU Kesepengamat masalah perempuan
dan politik dari Universitas Indonesia, Ani Sutjipto, Menteri
Pemberdayaan Perempuan haru~\1W}1lilikijarin.$~ Y!illgJru~at

K lip i n 9 Hum a sUn
---


Endang Rahayu
Sedyaningsih.

po d

2009""

-

---

--

no

"__"

gunakan ketimpangan relasi kuhatan, dan peraturan-peraturan
asa laki-laki dan perempuan sedaerah yang menyasar pada tubuh perempuan," ujar Lies.

bagai alat analisis. Mulai tahun
1995 HDR memasukkan indika"Meski perda-perda itu wewenang Menteri Dalam Negeri,
tor baru yang lebih tegas, yakni
Indeks Pembangunan Jender
Menteri Agama harus berani
(GDI) dan Ukuran-ukuran Pemmengkritisi."
Sebelum Kabinet Indonesia
bangunan Jender (GDM). Keterwakilan perempuan dalam
Bersatu I, perempuan hanya
menduduki pos-pos "tradisiopolitik formal menjadi salah sanal", di Kementerian Negara
tu ukurannya.
Indikator seperti angka kePemberdayaan Perempuan. KPP
(sebelum Kabinet Gus Dur. namatian bayi dan angka kematian
ibu melahirkan (AKI)-AKI di
manya Kementerian Negara
Indonesia tertinggi di ASEAN,
Drusan Peranan Wanita), dan
228 per 100.000 meski data terDepartemen Sosial (khususnya
baru dari Bank Pembangunan
pada masa Orde Baru). Sejak

Asia sekitar 400-serta
Kabinet Indonesia Bersatu I.
kesenjangan antardaerah sangat
pos-pos strategis, seperti Departinggi.
temen Keuangan. Departemen
Indikator lain, seperti kemisPerdagangan. dan Departemen
kinan. pendidikan anak peremKesehatan, selain KPP juga di. puan. dan kesehatan perempuan
pegang perempuan.
tercakup secara eksplisit maupun implisit dalam Sasaran-sasaran Pembangunan Millenium
(MDGs), suatu paradigma baru
untuk melihat kemajuan pemTubuh perempuan
bangunan manusia dengan tardianggap sebagai
get waktu tahun 2015.
"Selama ini analisis mengenai
masalah dalam
keluarga miskin menegasikan
pembangunan.
realitas perempuan miskin dan
buta huruf sebagai kepala keluarga, terlepas dari status perNamun. tampaknya situasi
kawinannya," ujar Lies Marcoes.

itu belum banyak mengubah
"Pendekatan pembangunan sekondisi dan posisi perempuan.
lama ini bias jender. bias kelas,
Situasi itu tecermin dari turundan bias kota, sehingga tak
mencapai sasaran."
nya peringkat Indonesia dalam
Masalah tenaga keIja IndoIndeks Pembangunan Manusia
dari posisi ke-107 ke posisi
nesia, khususnya perempuan,
ke-lll pada Laporan Pembamenurut Nursyahbani. adalah
ngunan Manusia (HDR) Dana
persoalan sangat serius.
Pembangunan Perserikatan
"Selain jumlahnya besar. di
Bangsa-Bangsa yang terbit sesitu tercakup seluruh persoalan
tiap tahun.
bangsa ini, kemiskinan, kesehatan, pendidikan. komodifikasi
Tugas berat
manusia, perlindungan hak asasi
Berbeda dari pembangunan

manusia, status perempuan, keekonomi yang indikatornya adasenjangan pembangunan, dan
lah pertumbuhan. pembangunlain-lain terkait paradigma peman manusia mempunyai indikabangunan serta seluruh dampak
tor-indikator sangat khas, memasalah globalisasi," ujar
nyangkut kesejahteraan. keadilNursyahbani.
(MARIA HARTININGSIH)
an, dan demokrasi yang meng-

"