JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI (Telaah Fatwa DSN-MUI No. 77/DSN-MUI/V/2010) Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai(Telaah Fatwa DSN-MUI No. 77/DSN-MUI/V/2010).
JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI
(Telaah Fatwa DSN-MUI No. 77/DSN-MUI/V/2010)
NASKAH ARTIKEL PUBLIKASI
Diajukan kepada Program Studi Hukum Ekonomi Islam (Syariah) Fakultas
Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Salah Satu
Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Abdul Rahman Ramli
NIM: I000110025
NIRM: 11/X/02.1.2/0252
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI
(Telaah Fatwa DSN-MUI No. 77/DSN-MUI/V/2010)
Oleh : Abdul Rahman Ramli
(NIM: I000110025)
Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Surakarta
ABSTRAK
Jual beli emas secara tidak tunai adalah suatu bentuk kesepakatan jual
beli emas yang pembayarannya diakhirkan dan dibayarkan dengan mencicil dalam
tenggang waktu yang telah ditentukan dan jumlah yang ditentukan. Pesatnya
pertumbuhan ekonomi saat ini membuat begitu banyak institusi perbankan syariah
atau lembaga-lembaga keuangan syariah lainnya menawarkan produk cicil emas.
Melihat perkembangan emas yang selalu naik dari tahun ke tahun menyebabkan
bisnis ini sangat menggiurkan. Sepintas tidak ada masalah dengan jual beli emas
secara tidak tunai, akan tetapi dalam hadits-hatis yang ada seperti hadits dari Abu
Sa`id al-Khudriy ra., dan Ubadah bin Shamit ra., menjelaskan bahwa tidak boleh
menjual suatu barang ribawi dengan sesama barang ribawi lainnya, kecuali
kontan. Tidak boleh pula menjualnya secara bertempo (kredit), meskipun
keduanya berbeda jenis dan ukurannya.
Tetapi dalam fatwa DSN-MUI No. 77/DSN-MUI/V/2010 tentang jual
beli emas secara tidak tunai yang dikeluarkan pada tanggal 3 Juni 2010, DSNMUI menyatakan bahwa jual beli emas secara tidak tunai itu boleh (mubāḥ),
selama emas tidak jadi alat tukar yang resmi (uang), baik melalui jual beli biasa
maupun jual beli murābaḥah. Menarik untuk dikaji alasan fatwa ini dikeluarkan
dan kesesuaian istinbāṭ hukum DSN-MUI dengan istinbāṭ hukum MUI dalam
mengeluarkan fatwa ini.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (Library Research)
dengan memakai pendekatan deskriptif analisis yang berupa pencarian fakta, hasil
dan ide pemikiran seseorang melalui cara mencari, menganalisis, membuat
interpretasi serta melakukan generalisasi terhadap hasil penelitain yang dilakukan.
Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: alasan diperbolehkannya
jual beli emas secara tidak tunai dalam fatwa DSN-MUI No:77/DSNMUI/V/2010, DSN-MUI menafsirkan hadis Nabi Saw tentang jual beli emas
secara kekinian (kontekstual) ini dapat dilihat dari pendapat DSN-MUI yang
menyatakan bahwa emas dan perak adalah barang (sil‘ah) yang dijual dan dibeli
seperti halnya barang biasa, dan bukan lagi ṡaman (harga, alat pembayaran, uang).
Sehingga menjadikan hasil dari istinbāṭ hukum DSN-MUI dalam jual beli emas
secara tidak tunai dihukumi mubāḥ. Kedua, fatwa ini sudah sesuai dengan metode
istinbāṭ hukum Islam dan prosedur penetapan fatwa MUI yang berdasarkan pada
al-Quran, hadis, ijma` para ulama dan menggunakan metode qiyāsi.
Kata Kunci : Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai, Fatwa DSN-MUI No.
77/DSN-MUI/V/2010.
1
perintah
PENDAHULUAN
Jual beli merupakan salah satu
kegiatan
hakikatnya
saling
Akan tetapi pada zaman sekarang,
kehidupan umat manusia secara umum
tolong
telah mengalami kemajuan dan banyak
menolong sesama manusia dengan
perubahan,
ketentuan
bermuamalah,
hukumnya
mencari
yang
ekonomi
adalah
untuk
kecukupan nafkah dan sebagainya.
Latar Belakang Masalah
bentuk
bekerja
telah
diatur
begitupun
dalam
perubahan
ini
dalam syari'at Islam. Allah SWT telah
mendorong
menjelaskan dalam kalam-Nya al-
pemikiran
Qur'an dan Nabi Saw dalam hadis-
dituangkan dalam bentuk undang-
hadisnya telah memberikan batasan-
undang atau dituangkan dalam fatwa-
batasan yang jelas mengenai ruang
fatwa ulama dan keputusan-keputusan
lingkup tersebut,
pengadilan agama.
berkaitan
dengan
khususnya
yang
hal-hal
yang
adanya
hal
baru
yang
pemikiranumumnya
Salah satu fatwa DSN-MUI
yang menimbulkan perdebatan adalah
diperbolehkan dan yang dilarang.
Dalam bidang ekonomi, seperti
fatwa
No.
77/DSN-MUI/V/2010
halnya dalam bidang muamalat pada
tentang jual beli emas secara tidak
umumnya,
tunai, fatwa ini dikeluarkan pada
memberikan
pedoman-
pedoman yang bersifat garis besar,
tanggal
seperti membenarkan rezeki dengan
mengeluarkan fatwa yang menyatakan
jalan
bahwa jual beli emas secara tidak
perdagangan,
melarang
memakan makanan riba, melarang
menghambur-hamburkan
harta,
3 Juni
2010. DSN-MUI
tunai itu boleh (mubāh).
2
Sedangkan dalam hadits-hatis
emas secara tidak tunai dengan alsan
yang ada seperti hadits dari Ubadah
emas merupakan komoditi ribawi2.
ibnu Shamit, Imam Asy Saukani
Rumusan Masalah
menjelaskan
1.
bahwa
tidak
boleh
Apa
alasan
DSN-MUI
menjual suatu barang ribawi dengan
memperbolehkan jual beli emas
sesama barang ribawi lainnya, kecuali
secara tidak tunai?
kontan. Tidak boleh pula menjualnya
2.
Bagaimana
keabsahan
fatwa
secara bertempo (kredit), meskipun
DSN-MUI
keduanya
MUI/V/2010 yang pada istinbat
berbeda
jenis
dan
ukurannya1.
menggunakan
77/DSN-
hukumnya hanya merujuk pada
Begitu juga dalam istinbat
hukumnya,
No.
DSN-MUI
sebagian kecil pendapat ulama
justru
hadits-hadits
dan
yang
menggunakan
hadis-hadis
yang hampir semuanya melarang
hampir kesemuanya melarang jual beli
jual beli secara tidak tunai?
emas secara tidak tunai hanya saja
Tujuan Penelitian
pembolehan jual beli emas ini merujuk
1.
Untuk mengetahui alasan DSN-
pada pendapat-pendapat ulama dan
MUI memperbolehkan jual beli
itupun
emas secara tidak tunai.
sebagain
kecil,
sementara
mayoritas ulama melarang jual beli
2.
Untuk
mengetahui
keabsahan
fatwa DSN-MUI No. 77/DSNMUI/V/2010.
2
1
Ibnu Hajar al-Asqalanai, Bulughul
Maram, terj. Achmad Sunarto (Jakarta:
Pustaka Amani, 2000), hlm. 397
Chairul Afnan, Jual Beli Emas
Secara Tidak Tunai (Kajian Terhadap Fatwa
DSN MUI Nomor 77/DSN-MUI/V/2010,
Skripsi (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,
2013), hlm. 41-42
3
berjudul “Studi Analisis terhadap
Tinjauan Pustaka
DSN-MUI
Nomor:
Kalijaga, 2013) dalam skripsinya
77/DSN-MUI/V/2010
tentang
yang berjudul “Jual Beli Emas
Kebolehan Jual-Beli Emas secara
secara
Tidak Tunai”. Dari penelitian
1. Chairul
Afnan
Tidak
(UIN
Tunai
Sunan
(Kajian
Fatwa
terhadap Fatwa DSN MUI Nomor
tersebut
77/DSN-MUI/V/2010).
Dari
alasan DSN-MUI membolehkan
penelitian tersebut disimpulkan
jual beli emas secara tangguh
bahwa fatwa jual beli emas secara
adalah:
tidak tunai muncul karena dilatar
menafsirkan hadis Nabi Saw tata
belakangi oleh keadaan sosial
cara/ tukar menukarnya adalah
politik masyarakat saat ini dan
secara kontekstual, menjadikan
juga keluarnya fatwa ini pada
hasil dari istinbāṭ mereka dalam
dasarnya
untuk
jual beli emas secara tidak tunai
kebijakan
pemerintah
mendukung
dalam
disimpulkan
Pertama,
bahwa
DSN-MUI
dihukumi mubāḥ. Kedua, DSN-
perbankan syariah, secara filosofis
MUI
fatwa ini sebaiknya ditinjau ulang
langsung
untuk kemaslahatan umat, secara
merumuskan
metodologis
hanya
mengambil dari istinbāṭ yang
menitik beratkan pada minoritas
dilakukan oleh ulama mazhab
ulama yang ada.
yang
fatwa
ini
2. Vian Prasetyo (IAIN Walisongo,
2013)
dalam
skripsinya
yang
tidak
beristinbāṭ
akan
tetapi
fatwa,
membolehkan,
secara
dalam
mereka
kemudian
dijadikan dalil penguat dalam
istinbāṭ mereka. Ketiga, pada
4
zaman sekarang ini keadaan telah
merupakan
berubah semua, maka emas sudah
ditimbang dan ditakar, karena
bukan lagi menjadi alat tukar,
barang
akan tetapi menjadi barang seperti
ditakar sama dengan jenis harta
umumnya.
yang
3. Ryco Putra Irawan (UIN Syarif
Hidayatullah,
yang
yang
ditimbang,
berpotensi
riba.
atau
Kedua,
ulama Ibnu Taymiyah dan Ibnu
dalam
Qayyim berpendapt bahwa emas
berjudul
dan perak adalah barang (sil„ah)
Imam
yang dijual dan dibelikan seperti
Mazhab dan Ulama Kontemporer
halnya barang biasa, dan bukan
tentang Hukum Praktek Jual Beli
lagi
Emas
Fatwa
pembayaran, uang). Emas dan
Dewan Syariah Nasional No:
perak setelah dibentuk menjadi
77/DSN-MUI/V/2010).
Dari
perhiasan berubah menjadi seperti
penelitian tersebut disimpulkan
pakaian dan barang, dan bukan
bahwa: Pertama, menurut ulama
merupakan ṡaman (harga, alat
empat
pembayaran,
skripsinya
2014)
barang
yang
“Pandangan
(Studi
Empat
Analisis
mazhab
termasuk
dalam
bahwa
jenis
emas
barang
ṡaman
karenanya
(harga,
uamg).
tidak
terjadi
alat
Oleh
riba
ribawi dan dalam jual belinya
(dalam peertukaran atau jual beli)
diisyaratkan tunai, mereka juga
antara perhiasan dengan harta
memandang emas walau dalam
(uang), sebagaimana tidak terjadi
bentuk dan kondisi apapun tetap
riba (dalam pertukaran atau jual
memiliki sifat nilai, serta emas
beli) antara harga (uang) dengan
5
barang lainnya, meskipun bukan
yang lain3. Menurut istilah al-Bai„
dari jenis yang sama.
berarti akad yang diadakan atas
Penelitian-penelitian di atas
memiliki perbedaan dengan penelitian
yang
dilakukan
oleh
penyusun.
Penelitian ini lebih menekankan pada
kesesuaian metode istinbāṭ hukum
dasar tukar menukar harta, yang
berakibat adanya pertukaran hak
milik
fatwa
Dengan
No.
77/DSN-MUI/V/2010.
demikian,
masalah
yang
diteliti.
Jual
al-Bai„
a. Al-Qur`an,
َ ْ ْع
ب
أ
ْس ع ْ ْ ج
ْ ب ْ ۚ ف إ أف
makna
dasarnya menjual, mengganti dan
menukar sesuatu dengan sesuatu
أ
“...Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan
riba...”6. (QS: al-Baqarah (2):
275)
ْغ
yang
disyariatkan
dan Ijma` para Ulama, yaitu:
1. Pengertian Jual Beli.
berarti
beli
berdasarkan al-Qur`an, sunnah,
Kerangka Teoritik
Jual beli menurut bahahsa
dibatasi
2. Sumber Hukum Jual Beli5
penyusun angkat dalam penelitian ini
merupakan masalah yang baru untuk
tidak
waktu4.
DSN-MUI dengan metode istinbāṭ
hukum MUI dalam mengeluarkan
dengan
3
ًف ْ ا
M. Yazid Afandi, Fiqih Muamalah
dan Implementasinya dalam Lembaga
Keuangan Syari‟ah (Yogyakarta: Logung
Pustaka, 2009), hlm. 53.
4
Harun dan Slamet Warsidi, Buku
Ajar Fiqh Muamalah Jilid I (Surakarta:
Fakultas Agama Islam UMS, 2001), hlm. 35.
5
M. Yazid Afandi, Fiqih Muamalah
dan Implementasinya dalam Lembaga
Keuangan Syari‟ah (Yogyakarta: Logung
Pustaka, 2009), hlm. 54-57.
6
Depatemen Agama RI, Al-Qur‟an
dan Terjemahan (Surabaya: Mekar Surabaya,
2004), hlm. 58.
6
ف ْك
َ ع
ك
ْك
ْ ع ف
ْ
ۚ
ْق
ْ ْشع
كْ إ ك
آ
ض
أ
ْ ب
إَ أ
ْب
ْأ
ا
ع
ْ ۚ َ ْق
أ فس ْ ۚ إ
ا
ْ ب
b. Sunnah.
َ ع
أ
، ْز
ع
أ: س س
ك, ج ب
(ع: ق
ْ
)
ْ ك
ب ْع
ص
Dari Rifa`ah bin Rafi` r.a,
bahwa Nabi Saw. pernah
ditanya, “Pekerjaan apakah
yang paling baik?” Beliau
menjawab,
“Pekerjaan
seseorang dengan tangannya
sendiri dan setiap jual beli
yang baik” (HR. Al-Bazzar
dan dianggap sahih menurut
Hakim)9.
c. Ijma` para Ulama
Jumhur
sepakat
ulama
bahwa
telah
jual
beli
diperbolehkan dengan alasan
manusia
tidak
mampu
mencukupi kebutuhan dirinya
tanpa bantuan orang lain yang
8
Ibid, hlm. 29-30.
Ibnu
Hajar
al-Asqalanai,
Terjemahan Bulughul Maram, hlm. 371
9
Ibid, hlm. 38.
ص
?ْ سْب أ ْ ب
َك
Hai
orang-orang
yang
beriman! janganlah kamu
saling
memakan
harta
sesamamu dengan jalan yang
batil (tidak benar), kecuali
dengan jalan perniagaan yang
berlaku atas dasar suka sama
suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh
dirimu.
Sesungguh,
Allah
adalah
Maha
Penyayang
7
ع ْ ف ع ْب
َ فع ض
Bukanlah suatu dosa bagimu
untuk mencari karunia dari
Tuhanmu. Maka apabila kamu
telah bertolak dari Arafat,
berdzikirlah kepada Allah di
Masy'arilharam.
Dan
berdzikirlah
kepada-Nya
sebagaimana
Dia
telah
memberi petunjuk kepadamu,
sekalipun sebelumnya kamu
benar-benar termasuk orang
yang tahu7. (QS: al-Baqarah
(2): 198).
َ أْك
kepadamu8. (QS: al-Nisã‟ (4) :
29).
7
dibutuhkannya
3.
itu
harus
mengerti tetapi belum balik
dengan barang lainnya yang
bal g
sesuai10.
sebagian
menurut
pendapat
ulama
mereka
Rukun dan Syarat Jual Beli11.
diperbolehkan berjual beli
a. Rukun-rukun jual beli
barang yang kecil-kecil.
1) Ada penjual dan pembeli.
2) Ada barang yang diperjual
belikan
4) Suci
barangnya,
yang
diperjualbelikan
bukanlah
barang
3) jāb qabūl (ikrar atau akad)
dikategorikan
4) Nilai
barang najis.
tukar
pengganti
dapat
dimanfaatkan, barang yang
b. Syarat-syarat jual beli
1) Berakal,
yang
sebagai
5) Barangnya
barang.
barang
tidak gila atau
akan
diperjualbelikan
sifatnya dibutuhkan untuk
bodah.
2) Dengan kehendak sendiri
kehidupan manusia.
6) Barang milik orang yang
(bukan paksaan).
3) Bal g (berumur 15 tahun
melakukan
akad
atau
keatas atau dewasa), adapun
pemilik sah dari barang
anak-anak
tersebut telah mendapatkan
yang
sudah
ijin dari pemilik sah barang.
10
Ryco Putra Irawan, Pandangan
Empat Imam Mazhab dan Ulam Kontemporer
tentang Hukum Praktik Jual Beli Emas Secara
Tidak Tunai (Studi Analisis Fatwa Dewan
Syariah Nasional No: 77/DSN-MUI/V/2010),
Skripsi (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah,
2014), hlm. 28.
11
M. Yazid Afandi, Fiqih Muamalah
dan..., hlm. 57.
7) Barang dapat diserahkan.
8
Barang yang ditransaksikan
dapat
diserahkan
e.
pada
modal
barang)
Jual beli muzayyadah (lelang)
dengan jelas. Barang dapat
g.
Jual beli dengan penyerahan
dengan
maksudnya
barang
jelas
barang dan pembayaran secara
keberadaan
diketahui
oleh
langsung
h.
penjual dan pembeli.
Jual
beli
pada
Jual beli dengan pembayaran
tertunda
4. Macam-macam Jual Beli12.
i.
umumnya
(menukar uang dengan barang)
Jual beli dengan barang
tertunda
j.
Jual beli dengan penyerahan
Jual beli al-ṣarf (menukar uang
barang dan pembayaran sama-
dengan uang)
ssama tertunda.
Jual
(menukar
d.
(penjual
f.
dapat
diketahui
c.
amanah
diketahui
8) Barang
b.
beli
memberitahukan
waktu akad terjadi.
a.
Jual
beli
muqayyadah
barang
5. Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai.
dengan
Telah
disepakati
oleh
barang)
sebagian besar ulama, dalam jual-
Jual beli bargainal (penjual
beli, emas dan perak dikategorikan
tidak memberitahukan modal
sebagai
barang)
dikarenakan „illah nya sama yaitu
sebagai
13
12
Abdullah al-Mushlih dan Shalah
ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam
(Jakarta: Darul Haq, 2004), hlm. 90-91.
barang
patokan
ribawi13
harga
dan
Vian Prasetyo, Studi Analisis
Terhadap Fatwa DSN-MUI Nomor:77/DSNMUI/V/2010 Tentang Kebolehan Jual-Beli
Emas Secara Tidak Tunai (Semarang: IAIN
Walisongo. 2013), hlm. 20.
9
merupakan sebagai alat pembayar,
dirham dengan dinar (menjual uang
yang sama fungsinya, seperti mata
perak dengan emas), atau menjual
uang modern. Dan dikarenakan
makanan dengan makanan lain
sebab itu emas dan perak bisa
yang
dijadikan mata uang, sehingga para
menjualnya boleh berlebih atau
ulama
berkurang.
hadis
memahami
uang
tidak
sejenis,
Hanya
maka
disyariatkan
berasal dari emas sebagai mata
padanya “kontan sama kontan, dan
uang sejenis yaitu emas dengan
timbang terima di majelis akad”14.
istilah dan ukuran yang berbeda.
Jika
beli
barang
yang
menjual
sejenis yang didalamnya terkena
mungkin
hukum riba, seperti emas dengan
mendatangkan riba (barang ribawi),
emas, perak dengan perak, beras
bukan berdasarkan jenisnya, maka
dengan
di sini ada dua persoalan. Pertama,
kurma, agar tidak terkena riba ada 3
jika barang itu dijual dengan barang
syarat:
yang tidak sepakat dalam „illah
a) Sepadan, sama timbangannya,
barang
riba,
seseorang
Jual
yang
misalnya
menjual
barang
makanan dengan salah satu mata
uang, maka tidaklah ada riba
padanya. Kedua, jika seseorang
menjual
dengan
barang
yang
dan
beras,
kurma
takarannya,
dan
dengan
sama
nilainya.
b) Spontan, artinya seketika itu
juga.
c) Saling bisa diserah terimakan.
sepakat dalam sifat („illah ) riba,
tetapi tidak sejenis, seperti menjual
14
Ibid, hlm. 21.
10
Para ulama telah sepakat
adalah tidak sama ukurannya.
bahwa riba terdapat pada dua
b) Riba nas ah, yaitu menukar
perkara, yakni pada jual beli dan
harta riba dengan harta riba
pada penjualan atau pinjaman, atau
yang „„illah
hal
sama dengan cara tidak tunai16.
lain
yang
berada
dalam
tanggungan.
nya (alasannya)
6. Pandangan Ulama Mazhab Tentang
Riba pinjaman terbagi dua
Jual Beli Secara Tidak Tunai.
yaitu riba jahiliyah dan riba utang-
Para ulama mazhab (Abu
piutang, sedangkan riba jual beli
Hanifah, Malik,
juga terbagi dua yaitu tafaḍul dan
Ahmad bin Hanbal) secara garis
nas ah. Pada transaksi jual beli
besar
emas ini masuk kepada riba jual
mengharamkan jual beli emas
beli yaitu jika:
secara
a) Riba tafaḍul, yaitu riba dengan
alasan mereka sebagi berikut:.
pelebihan
pembayarannya15,
Syafi‟i dan
pendapat
tidak
Dinyatakan
mereka
tunai.
Adapun
dalam
hadis
atau tambahan dalam salah satu
„Ubadah bin Shamit ra, ia
baarang yang dipertukarkan.
berkata:
„illah
nya
Taymiyyah
atau
menurut
adalah
timbangan.
“pelebihan
ibnu
ْ َ ع
takaran,
ْف
Makna
شع
pembayarannya”
ْ ْ
َ ص
ب
س
ب ب
ْ ب
ْ ب
ْ
ق
س
ب ْف
ب شع
ْ
15
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid
Wa Nihayatul Muqtashid, terj. Imam Ghazali
Said, Achmad Zaidun (Jakarta: Pustaka
Amani. 2007), hlm.705.
16
Vian Prasetyo,
Terhadap Fatwa..., hlm. 22.
Studi
Analisis
11
ب ْ ْ ْث اً ب ْث س اء بس ء ا
ْ ْخ ف
ب فإ
ْْصْ ف
tersebutlah yang hanya bisa
disamakan
dengan
uang.
ف ع ك ْف ش ْ ْ إ ك
Menurut Imam Syafi‟i „illah
Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Emas
dengan emas, perak dengan
perak, gandum dengan gandum,
jewawut dengan jewawut, kurma
dengan kurma dan garam
dengan garam, tidak mengapa
jika dengan takaran yang sama,
dan sama berat serta tunai. Jika
jenisnya berbeda, maka juallah
sesuka hatimu asalkan dengan
tunai dan langsung serah
terimanya"17. (HR. Muslim).
keharaman yang demikian hanya
ا ب
Benda-benda
dengan emas dan perak saja.
Jika
melakukan
jual
beli
Atasnya mesti diterima masingmasing sebelum berpisah. Dan
pendapat ini disetujui Imam
Malik.
Sedangkan
yang
ulama
diharamkan riba yang dinashkan
Hanafiyah berpendapat bahwa
dengan ijmak ada enam, yaitu:
„illah keharaman menjual emas
emas, perak, gandum, sya‟ir,
dengan emas dan perak dengan
kurma, dan garam, akan tetapi
perak secara tidak tunai, ialah
„illah emas dan perak berbeda
benda-benda itu adalah benda-
dengan yang lainnya18. Menurut
benda
Malik dan Syafi‟i dikarenakan
samping kesamaan jenisnya, dan
„illah
haram
barang
itu dijadikan
patokan harga dan benda-benda
17
Kitab 9 Imam Hadist, Shohih
Muslim, hadis no. 2970, Lidwa Pusaka iSoftware.
18
Teungku Muhammad Hasbi AshShiddieqy, Hukum-Hukum Fiqh Islam
(Semarang: Pustaka Rizki Putra. 1993),
hlm.340-343.
yang
ditimbang,
terhadap empat
di
jenis
barang lainnya pula dan sama
hukumnya19.
19
Teuku Muhammad Hasbi Ash
Shiddieqy, Mutiara Hadits 5, Jilid V
(Semarang: Pustaka Rizki Putra. 2003), hlm.
12
7. Metode Istinbāṭ Hukum
disebut
a. Pengetian Istinbāṭ Hukum
cara
hukum
dari
Perkataan
ini
disebut
melalui penafsiran terhadap
pengambilan
kata yang digunakan dalam
sumbernya.
naṣṣ dan susunan kalimatnya
lebih
dengan
metode
bayān , yaitu metode istinbāṭ
Istinbāṭ hukum merupakan
sebuah
dengan
populer
metodologi
sendiri.
Sehingga
kaidah-
kaidah
yang
dipakai
penggalian hukum. Metodologi,
sebagaimana yang digunakan
menurut
oleh ulama pakar bahasa
diartikan
seorang
ahli
dapat
Arab21.
sebagai pembahasan
konsep teoritis berbagai metode
2) Metode Ta`l l .
yang terkait dalam suatu sistem
Metode ini diigunakan
pengetahuan20.
untuk
b. Bentuk-bentuk Istinbāṭ Hukum
mengali
dan
menetapkan hukum terhadap
Islam
suatu kejadian yang tidak
1) Metode Bayān .
ditemukan
Dalam khasanah ushul
tersurat
dalilnya
dalam
secara
naṣṣ
baik
sering
secara qaṭ„ maupun ẓann ,
disebut dengan al-qāwa„id al-
dan tidak juga ada ijmak yang
uṣūliyyah al-lugawiyyah, atau
menetapkan
dilalat al-lafẓ. Inilah yang
namun
hukumnya
dalam
dalil
fiqh,
metode
ini
262.
Ghufron A. Mas‟adi, Pemikiran
Fazlur
Rahman
tentang
Metodologi
Pembaharuan Hukum Islam (Jakarta: Raja
Grafindo Persada. 1998), hlm. 2.
hukumnya,
yang
tersirat
ada,
20
21
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Uṣul
al-Fiqh, terj. Moh. Zuhri dan Ahmad Qarib
(Semarang: Dina Utama. 1994), hlm. 1
13
berdasarkan kegunaan dan
dan
kedudukannya,‟illah
syariat melalui aturan-aturan
dibagi
dipertahankan
oleh
menjadi „illah tasyr „ dan
yang
„illah qiyāsi.
manusia. Dalam hal ini ada
3) Metode Istiṣlāḥ .
tiga
Dimaksudkan
Istiṣlāḥ
adalah
asas
diperoleh
dari
yang
yaitu
ḥājiyyah
dan
taḥs niyyah22.
penetapan
kemaslahatan
kepada
kategori,
ḍarūriyyah,
dengan
suatu ketentuan berdasarkan
dibebankan
8. Dasar-dasar
dan
Prosedur
Penetapan Fatwa MUI23
dalil-dalil
Dalam menetapkan suatu
umum, karena untuk masalah
fatwa, MUI mengikuti prosedur
tersebut
penetapan
tidak
dalil-dalil
ditemukan
khusus.
Jadi
digariskan,
fatwa
yang
telah
sebagaimana
yang
biasanya, metode ini baru
tercantum pada bagian ketiga pasal
digunakan bila metode bayān
3 sampai dengan pasal 5 dalam
dan
ta‟l l
tidak
dapat
dilakukan.
Dalam
metode
penting
ini
Ulama Indonesia yang dirumuskan
menggunakan
ada
yang
dua
hal
harus
diperhatikan, yaitu: kategori
pertama,
Pedoman Penetapan Fatwa Majelis
sasaran-sasaran
(maqāṣid) yang ingin dicapai
dalam Pedoman Penetapan Fatwa
Majelis Ulama Indonesia Nomor:
22
23
Ibid, hlm. 313.
Zaenul Mahmudi, MUI dan Metode
http://old.uinIstinbāṭ
Hukumnya.
malang.ac.id/index.php?option=com_content
&view=article&id=1394:mui-dan-metodeistinbath-hukumnya&catid=35:artikel&Itemid=210) diakses 5
Juli 2015.
14
U-596/MUI/X/1997
yang
berhubungan dengan dalil-dalil
ditetapkan pada tanggal 2 Oktober
hukum
1997 yang berbunyi:
berhubungan dengan dalil yang
a. Setiap Keputusan Fatwa harus
dipergunakan oleh pihak yang
mempunyai
dasar
atas
Kitabullah dan Sunnah Rasul
maupun
yang
berbeda pendapat.
d. Pandangan tenaga ahli dalam
yang mu‟tabarah, serta tidak
bidang
bertentangan
diambil Keputusan Fatwanya,
dengan
kemaslahatan umat.
b. Jika
tidak
masalah
terdapat
dalam
9. Teori
Pendekatan
Ada beberapa pendekatan
pasal 2 ayat 1, Keputusan Fatwa
dalam
hendaklah tidak bertentangan
Muhammad
qiyās
yang
dalam
Memahami Hadis24
sebagaimana ditentukan pada
ijmak,
akan
dipertimbangkan.
Kitabullah dan Sunnah Rasul
dengan
yang
memahami
pendekatan
hadis
Saw,
studi
dalam
Nabi
karena
kedua
mu‟tabar, dan dalil-dalil hukum
aspek yaitu sanad dan matan ini
yang
sangat diperlukan agar studi hadis
lain,
seperti
istiḥsan,
maṣlaḥa mursālaḥ, dan saddu
tidak
al-żari‟ah.
Sehingga
c. Sebelum mengambil Keputusan
Fatwa,
hendaklah
salah
arah
hadis
dan
Nabi
sasaran.
dapat
dipahami secara tekstual maupun
ditinjau
24
pendapat-pendapat para imam
madzhab terdahulu, baik yang
Siti Fatimah, Metode Pemahaman
Hadis Nabi Dengan Mempertimbangkan
Asbabul Wurud (Studi Komparatif Pemikiran
Yusuf al-Qaradhawi dan M. Syuhudi Ismail),
Skripsi (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.
2009), hlm. 79-83.
15
kontekstual,
Pendekatan
historis,
seperti
istinbāṭ hukum yang digunakan DSN-
sosiologis,
MUI dalam mengeluarkan fatwa No.
Sosiologis
bahasa,
sosio-historis,
dan
77/DSN-MUI/V/2010 dengan metode
istinbāṭ hukum MUI.
pendekatan psikologis.
Metode Analisis Data
Metode Pengumpulan Data
Dalam
penelitian
Metode pengumpulan data yang
ini,
jenis
penelitian yang digunakan adalah
penelitian
(library
kepustakaan
reseach), maka seluruh penelitian ini
dipusatkan pada kajian terhadap bukubuku dan literatur yang memiliki
keterkaitan
dengan
pokok
digunakan dalam penelitian ini adalah
metode dokumentasi, yaitu mencari
data mengenai hal-hal yang berupa
catatan, transkip, surat kabar, majalah,
dan
sebagainya26.
Data
yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
data dokumen dan literatur yang
25
pembahasan .
berupa buku, tulisan, fatwa DSN-MUI
Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan
deskriptif analitik, yaitu penelitian
yang bertujuan memberikan gambaran
yang
jelas
mengenai
fatwa-fatwa
DSN, khusus fatwa tentang jual beli
emas secara tidak tunai, kemudian
menganalisis fatwa tentang jual beli
emas
secara
tidak
tunai
dengan
melihat alasan dan kesesuaian metode
yang berhubungandengan penelitian
ini.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada fatwa DSN-MUI dalil
yang menjadi acuan utama dalam
menetapkan fatwa ini adalah hadis
Nabi Saw tentang jual beli emas.
Dalam memahami hadis yang baik
dalam pendekatannya menurut Yusuf
Qardawi
salah
satunya
25
Suharsimi Arikunto, Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 2006), hlm. 244.
26
Ibid, hlm. 231.
dengan
16
memperhatikan sebab khusus yang
Menurut DSN-MUI hadis ini
melatarbelakangi diucapkannya satu
mengandung „illah yaitu bahwa emas
hadis, atau kaitannya dengan sebab
dan
atau alasan („illah ) tertentu. Yang
pertukaran dan transaksi di masyarakat
dikemukakan dalam hadis tersebut
dahulu. Ketika saat ini kondisi itu
atau disimpulkan darinya, ataupun
telah tiada, maka tiada pula hukum
dapat dipahami dari kejadian yang
tersebut.
menyertainya.
Selain
itu
perak
Emas
untuk
merupakan
dan
perak
media
setelah
diketahui
dibentuk menjadi perhiasan berubah
kondisi yang meliputinya serta dimana
menjadi seperti pakaian dan barang,
dan untuk tujuan apa diucapkan.
dan bukan merupakan ṡaman (harga,
Dengan demikian maksud hadis benar
alat
benar menjadi jelas dan terhindar dari
karenanya tidak terjadi riba (dalam
berbagai perkiraan yang menyimpang .
pertukaran atau jual beli) antara
memahami
hadis
harus
Untuk dapat memahami hadis
pembayaran,
perhiasan
dengan
uang).
harga
Oleh
(uang),
dengan pemahaman yang benar dan
sebagaimana tidak terjadi riba (dalam
tepat, haruslah diketahui kondisi yang
pertukaran atau jual beli) antara harga
meliputinya derta dimana dan untuk
(uang)
kajian apa ia diucapkan, sehingga
meskipun bukan dari jenis yang
dengan demikian maksud dari hadis
sama27.
tersebut benar-benar menjadi jelas dan
Kesimpulan
terhindar dari berbagai perkiraan yang
1. Mengenai
menyimpang
dan
terhindar
dengan
barang
lainnya,
alasan
dari
diperbolehkannya jual beli emas
pengertian yang jauh dari tujuan
secara tidak tunai dalam fatwa
sebenarnya .
27
Ibid, hal. 9.
17
DSN-MUI
No:77/DSN-
sesuai dengan metode istinbāt
DSN-MUI
hukum MUI yang mempelajari
MUI/V/2010,
menafsirkan
Saw
keempat sumber hukum Islam
tentang jual beli emas secara
dalam mengeluarkan fatwa ini,
kekinian (kontekstual) ini dapat
yaitu; al-Qur`an, Hadis, Ijma`, dan
dilihat dari pendapat DSN-MUI
Qiyās. Hal ini sesuai dengan
yang menyatakan bahwa emas
Pedoman
dan perak adalah barang (sil„ah)
Majelis Ulama Indonesia padal
yang dijual dan dibeli seperti
pasal 3. Dalil al-Qur`an yang
halnya barang biasa, dan bukan
dikemukakan DSN-MUI merujuk
lagi
hadis
ṡaman
Nabi
Fatwa
alat
pada dalil induk diperbolehkan
Sehingga
jual beli dalam surat al-Baqarah
menjadikan hasil dari istinbāṭ
ayat 275, sementara hadis yang
hukum DSN-MUI dalam jual beli
digunakan, secara tekstual hampir
emas secara tidak tunai dihukumi
kesemuanya melarang jual beli
mubāḥ, dengan syarat selama
emas secara tidak tunai. Adapun
emas tidak jadi alat tukar yang
pendapat ulama yang dijadikan
resmi (uang), baik melalui jual
sebagai rujukan diperbolehkannya
beli
jual beli emas secara tidak tunai
pembayaran,
biasa
(harga,
Penetapan
uang).
maupun
jual
beli
murābaḥah.
adalah pendapat Syeikh al-Islam
2. Berdasarkan hasil analisis fatwa
DSN-MUI
Nomor:77/DSN-
MUI/V/2010, fatwa ini sudah
Ibnu
Taymiyah,
Jumu‟ah
(mufti
Syaikh
„Ali
al-Diyar
al-
Mishriyah), Syekh Abdullah bin
18
Sulaiman
al-Mani‟,
Syeikh
syariah
sehingga
perbankan
Abdurahman As-Sa‟di dan Ibnul
syariah dapat berkembang lebih
Qayyim yang secara garis beras
baik dan sesuai dengan syariah.
perpendapat bahwa emas dan
2. Penulis
menyarankan
bahwa
perak adalah barang (sil„ah) yang
apabila seseorang masih ragu
dijual dan dibeli seperti halnya
melakukan jual beli emas dengan
barang biasa, dan bukan lagi
transaksi tidak tunai seperti ini
ṡaman (harga, alat pembayaran,
yang dikhawatirkannya ia akan
uang).
tidak
terjerumus kedalam riba maka
terjadi riba (dalam pertukaran atau
lebih baik menghindari jual beli
jual beli) antara perhiasan dengan
emas secara tidak tunai.
Oleh
karenanya
harga (uang), sebagaimana tidak
Daftar Pustaka :
terjadi riba (dalam pertukaran atau
Afandi, M. Yazid. 2009. Fiqih
Muamalah
dan
Implementasinya
dalam
Lembaga Keuangan Syari‟ah.
Yogyakarta: Logung Pustaka.
jual beli) antara harga (uang)
dengan barang lainnya, meskipun
bukan dari jenis yang sama.
Saran
Ash-Shiddieqy, Teuku Muhammad
Hasbi. 2003. Mutiara Hadits 5,
Jilid V. Jakarta: Bualn Bintang.
1. Perlunya sosialisasi yang lebih
intensif mengenai fatwa DSNMUI No. 77/DSN-MUI/V/2010
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur
Penelitian: Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
tentang jual beli emas secara tidak
tuai ini kepada masyarakat luas,
dan juga para praktisi perbankan
al-Mushlih, Abdullah dan ash-Shawi,
Shalah. 2004. Fikih Ekonomi
Keuangan Islam. Jakarta:
Darul Haq.
19
al-Asqalanai, Ibnu Hajar. 2000.
Bulughul Maram, terj. Achmad
Sunarto.
Jakarta:
Pustaka
Amani.
DSN-MUI. 2010. Naskah Fatwa DSNMUI No. 77/DSN-MUI/V/2010
Tentang Jual Beli Emas Secara
Tidak Tunai. Jakarta: DSNMUI.
Depatemen Agama RI. 2004. AlQur‟an
dan
Terjemahan.
Surabaya: Mekar Surabaya.
Dewan Syariah Nasional MUI. 2014.
Himpunan Fatwa Keuangan
Syariah. Jakarta: Erlangga.
Harun dan Warsidi, Slamet. 2001.
Buku Ajar Fiqh Muamalah
Jilid I. Surakarta: Fakultas
Agama Islam UMS.
Himpunan Fatwa Dewan Syariah
Nasional.
2014.
Untuk
Lembaga Keuangan Syari`ah.
Jakarta:
Dewan
Syari`ah
Nasional
Majelis
Ulama
Indonesia Bank Indonesia.
Idris, Abdul Fatah dan Ahmadi, Abu.
1990.
Kifayatul
Akhyar
Terjemahan Ringkasan Fiqih
Islam Lengkap. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Khallaf, Abdul Wahab. 1994. Ilmu
Uṣul al-Fiqh, terj. Moh. Zuhri
dan Ahmad Qarib. Semarang:
Dina Utama.
Mas‟adi, Ghufron A. 1998. Pemikiran
Fazlur
Rahman
tentang
Metodologi
Pembaharuan
Hukum Islam. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Qardawi, Yusuf. 1993. Bagaimana
Memahami Hadis Nabi Saw.
Bandung: Karisma.
Rusyd,
Ibnu.
2007.
Bidāyatul
Mujtahid
Wa
Nihāyatul
Muqtaḍid, terj. Imam Ghazali
Said, Achmad Zaidun. Jakarta:
Pustaka Amani.
Syibly, M. Roem dan Mu`allim, Amir.
20013. Ijtihad Ekonomi Islam
Modern. Paper. Yogyakarta:
Pascasarjana FIFAI UII.
Yahya, Muhtar. 1986. Dasar-dasar
Pembinaan Hukum Fiqh Islam.
Bandung: Al-Ma‟arif.
Zahrah, Muhammad Abu. 1994. Ushul
Fiqh, terj. Saifullah Ma‟sum.
Jakarta: Pustaka Firdaus.
Afnan, Chairul. 2013. Jual Beli Emas
Secara Tidak Tunai (Kajian
Terhadap Fatwa DSN MUI
Nomor 77/DSN-MUI/V/2010.
Skripsi,
http://digilib.uinsuka.ac.id/9275/, di 15 April
2015.
20
Fatimah, Siti. Metode Pemahaman
Hadis
Nabi
Dengan
Mempertimbangkan Asbabul
Wurud (Studi Komparatif
Pemikiran Yusuf al-Qaradhawi
dan M. Syuhudi Ismail).
Skripsi,
http://digilib.uinsuka.ac.id/.../Bab%20I,%20V,
%20Daftar%20Pustaka,
diakses 5 Juli 2015
Irawan, Ryco Putra. 2014. Pandangan
Empat Imam Mazhab dan
Ulam Kontemporer tentang
Hukum Praktik Jual Beli Emas
Secara Tidak Tunai (Studi
Analisis Fatwa Dewan Syariah
Nasional
No:
77/DSNMUI/V/2010).
Skripsi,
http://respository.uinjkrt.ac.id/
RycoPutraIrawan, diakses 15
April 2015.
Syibly, M. Roem dan Mu`allim, Amir.
2013. Ijtihad Ekonomi Islam
Modern.
Jurnal,
http://eprints.uinsby.ac.id/308/
1/Buku%204%20Fix_11.pdf,
diakses 24 April 2015.
Prasetyo, Vian. 2013. Studi Analisis
Terhadap Fatwa DSN-MUI
Nomor:77/DSN-MUI/V/2010
Tentang Kebolehan Jual-Beli
Emas Secara Tidak Tunai.
Skripsi,http://Eprints.walisong
o.ac.id/730/, diakses pada 15
April 2015.
Mahmudi, Zaenul. 2010. MUI dan
Metode Istinbāṭ Hukumnya.
http://old.uinmalang.ac.id/index.php?option
=com_content&view=article&i
d=1394:mui-dan-metodeistinbath-hukumnya&catid=35:artikel&Itemid=
210) diakses 5 Juli 2015.
(Telaah Fatwa DSN-MUI No. 77/DSN-MUI/V/2010)
NASKAH ARTIKEL PUBLIKASI
Diajukan kepada Program Studi Hukum Ekonomi Islam (Syariah) Fakultas
Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Salah Satu
Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Abdul Rahman Ramli
NIM: I000110025
NIRM: 11/X/02.1.2/0252
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI
(Telaah Fatwa DSN-MUI No. 77/DSN-MUI/V/2010)
Oleh : Abdul Rahman Ramli
(NIM: I000110025)
Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Surakarta
ABSTRAK
Jual beli emas secara tidak tunai adalah suatu bentuk kesepakatan jual
beli emas yang pembayarannya diakhirkan dan dibayarkan dengan mencicil dalam
tenggang waktu yang telah ditentukan dan jumlah yang ditentukan. Pesatnya
pertumbuhan ekonomi saat ini membuat begitu banyak institusi perbankan syariah
atau lembaga-lembaga keuangan syariah lainnya menawarkan produk cicil emas.
Melihat perkembangan emas yang selalu naik dari tahun ke tahun menyebabkan
bisnis ini sangat menggiurkan. Sepintas tidak ada masalah dengan jual beli emas
secara tidak tunai, akan tetapi dalam hadits-hatis yang ada seperti hadits dari Abu
Sa`id al-Khudriy ra., dan Ubadah bin Shamit ra., menjelaskan bahwa tidak boleh
menjual suatu barang ribawi dengan sesama barang ribawi lainnya, kecuali
kontan. Tidak boleh pula menjualnya secara bertempo (kredit), meskipun
keduanya berbeda jenis dan ukurannya.
Tetapi dalam fatwa DSN-MUI No. 77/DSN-MUI/V/2010 tentang jual
beli emas secara tidak tunai yang dikeluarkan pada tanggal 3 Juni 2010, DSNMUI menyatakan bahwa jual beli emas secara tidak tunai itu boleh (mubāḥ),
selama emas tidak jadi alat tukar yang resmi (uang), baik melalui jual beli biasa
maupun jual beli murābaḥah. Menarik untuk dikaji alasan fatwa ini dikeluarkan
dan kesesuaian istinbāṭ hukum DSN-MUI dengan istinbāṭ hukum MUI dalam
mengeluarkan fatwa ini.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (Library Research)
dengan memakai pendekatan deskriptif analisis yang berupa pencarian fakta, hasil
dan ide pemikiran seseorang melalui cara mencari, menganalisis, membuat
interpretasi serta melakukan generalisasi terhadap hasil penelitain yang dilakukan.
Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: alasan diperbolehkannya
jual beli emas secara tidak tunai dalam fatwa DSN-MUI No:77/DSNMUI/V/2010, DSN-MUI menafsirkan hadis Nabi Saw tentang jual beli emas
secara kekinian (kontekstual) ini dapat dilihat dari pendapat DSN-MUI yang
menyatakan bahwa emas dan perak adalah barang (sil‘ah) yang dijual dan dibeli
seperti halnya barang biasa, dan bukan lagi ṡaman (harga, alat pembayaran, uang).
Sehingga menjadikan hasil dari istinbāṭ hukum DSN-MUI dalam jual beli emas
secara tidak tunai dihukumi mubāḥ. Kedua, fatwa ini sudah sesuai dengan metode
istinbāṭ hukum Islam dan prosedur penetapan fatwa MUI yang berdasarkan pada
al-Quran, hadis, ijma` para ulama dan menggunakan metode qiyāsi.
Kata Kunci : Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai, Fatwa DSN-MUI No.
77/DSN-MUI/V/2010.
1
perintah
PENDAHULUAN
Jual beli merupakan salah satu
kegiatan
hakikatnya
saling
Akan tetapi pada zaman sekarang,
kehidupan umat manusia secara umum
tolong
telah mengalami kemajuan dan banyak
menolong sesama manusia dengan
perubahan,
ketentuan
bermuamalah,
hukumnya
mencari
yang
ekonomi
adalah
untuk
kecukupan nafkah dan sebagainya.
Latar Belakang Masalah
bentuk
bekerja
telah
diatur
begitupun
dalam
perubahan
ini
dalam syari'at Islam. Allah SWT telah
mendorong
menjelaskan dalam kalam-Nya al-
pemikiran
Qur'an dan Nabi Saw dalam hadis-
dituangkan dalam bentuk undang-
hadisnya telah memberikan batasan-
undang atau dituangkan dalam fatwa-
batasan yang jelas mengenai ruang
fatwa ulama dan keputusan-keputusan
lingkup tersebut,
pengadilan agama.
berkaitan
dengan
khususnya
yang
hal-hal
yang
adanya
hal
baru
yang
pemikiranumumnya
Salah satu fatwa DSN-MUI
yang menimbulkan perdebatan adalah
diperbolehkan dan yang dilarang.
Dalam bidang ekonomi, seperti
fatwa
No.
77/DSN-MUI/V/2010
halnya dalam bidang muamalat pada
tentang jual beli emas secara tidak
umumnya,
tunai, fatwa ini dikeluarkan pada
memberikan
pedoman-
pedoman yang bersifat garis besar,
tanggal
seperti membenarkan rezeki dengan
mengeluarkan fatwa yang menyatakan
jalan
bahwa jual beli emas secara tidak
perdagangan,
melarang
memakan makanan riba, melarang
menghambur-hamburkan
harta,
3 Juni
2010. DSN-MUI
tunai itu boleh (mubāh).
2
Sedangkan dalam hadits-hatis
emas secara tidak tunai dengan alsan
yang ada seperti hadits dari Ubadah
emas merupakan komoditi ribawi2.
ibnu Shamit, Imam Asy Saukani
Rumusan Masalah
menjelaskan
1.
bahwa
tidak
boleh
Apa
alasan
DSN-MUI
menjual suatu barang ribawi dengan
memperbolehkan jual beli emas
sesama barang ribawi lainnya, kecuali
secara tidak tunai?
kontan. Tidak boleh pula menjualnya
2.
Bagaimana
keabsahan
fatwa
secara bertempo (kredit), meskipun
DSN-MUI
keduanya
MUI/V/2010 yang pada istinbat
berbeda
jenis
dan
ukurannya1.
menggunakan
77/DSN-
hukumnya hanya merujuk pada
Begitu juga dalam istinbat
hukumnya,
No.
DSN-MUI
sebagian kecil pendapat ulama
justru
hadits-hadits
dan
yang
menggunakan
hadis-hadis
yang hampir semuanya melarang
hampir kesemuanya melarang jual beli
jual beli secara tidak tunai?
emas secara tidak tunai hanya saja
Tujuan Penelitian
pembolehan jual beli emas ini merujuk
1.
Untuk mengetahui alasan DSN-
pada pendapat-pendapat ulama dan
MUI memperbolehkan jual beli
itupun
emas secara tidak tunai.
sebagain
kecil,
sementara
mayoritas ulama melarang jual beli
2.
Untuk
mengetahui
keabsahan
fatwa DSN-MUI No. 77/DSNMUI/V/2010.
2
1
Ibnu Hajar al-Asqalanai, Bulughul
Maram, terj. Achmad Sunarto (Jakarta:
Pustaka Amani, 2000), hlm. 397
Chairul Afnan, Jual Beli Emas
Secara Tidak Tunai (Kajian Terhadap Fatwa
DSN MUI Nomor 77/DSN-MUI/V/2010,
Skripsi (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,
2013), hlm. 41-42
3
berjudul “Studi Analisis terhadap
Tinjauan Pustaka
DSN-MUI
Nomor:
Kalijaga, 2013) dalam skripsinya
77/DSN-MUI/V/2010
tentang
yang berjudul “Jual Beli Emas
Kebolehan Jual-Beli Emas secara
secara
Tidak Tunai”. Dari penelitian
1. Chairul
Afnan
Tidak
(UIN
Tunai
Sunan
(Kajian
Fatwa
terhadap Fatwa DSN MUI Nomor
tersebut
77/DSN-MUI/V/2010).
Dari
alasan DSN-MUI membolehkan
penelitian tersebut disimpulkan
jual beli emas secara tangguh
bahwa fatwa jual beli emas secara
adalah:
tidak tunai muncul karena dilatar
menafsirkan hadis Nabi Saw tata
belakangi oleh keadaan sosial
cara/ tukar menukarnya adalah
politik masyarakat saat ini dan
secara kontekstual, menjadikan
juga keluarnya fatwa ini pada
hasil dari istinbāṭ mereka dalam
dasarnya
untuk
jual beli emas secara tidak tunai
kebijakan
pemerintah
mendukung
dalam
disimpulkan
Pertama,
bahwa
DSN-MUI
dihukumi mubāḥ. Kedua, DSN-
perbankan syariah, secara filosofis
MUI
fatwa ini sebaiknya ditinjau ulang
langsung
untuk kemaslahatan umat, secara
merumuskan
metodologis
hanya
mengambil dari istinbāṭ yang
menitik beratkan pada minoritas
dilakukan oleh ulama mazhab
ulama yang ada.
yang
fatwa
ini
2. Vian Prasetyo (IAIN Walisongo,
2013)
dalam
skripsinya
yang
tidak
beristinbāṭ
akan
tetapi
fatwa,
membolehkan,
secara
dalam
mereka
kemudian
dijadikan dalil penguat dalam
istinbāṭ mereka. Ketiga, pada
4
zaman sekarang ini keadaan telah
merupakan
berubah semua, maka emas sudah
ditimbang dan ditakar, karena
bukan lagi menjadi alat tukar,
barang
akan tetapi menjadi barang seperti
ditakar sama dengan jenis harta
umumnya.
yang
3. Ryco Putra Irawan (UIN Syarif
Hidayatullah,
yang
yang
ditimbang,
berpotensi
riba.
atau
Kedua,
ulama Ibnu Taymiyah dan Ibnu
dalam
Qayyim berpendapt bahwa emas
berjudul
dan perak adalah barang (sil„ah)
Imam
yang dijual dan dibelikan seperti
Mazhab dan Ulama Kontemporer
halnya barang biasa, dan bukan
tentang Hukum Praktek Jual Beli
lagi
Emas
Fatwa
pembayaran, uang). Emas dan
Dewan Syariah Nasional No:
perak setelah dibentuk menjadi
77/DSN-MUI/V/2010).
Dari
perhiasan berubah menjadi seperti
penelitian tersebut disimpulkan
pakaian dan barang, dan bukan
bahwa: Pertama, menurut ulama
merupakan ṡaman (harga, alat
empat
pembayaran,
skripsinya
2014)
barang
yang
“Pandangan
(Studi
Empat
Analisis
mazhab
termasuk
dalam
bahwa
jenis
emas
barang
ṡaman
karenanya
(harga,
uamg).
tidak
terjadi
alat
Oleh
riba
ribawi dan dalam jual belinya
(dalam peertukaran atau jual beli)
diisyaratkan tunai, mereka juga
antara perhiasan dengan harta
memandang emas walau dalam
(uang), sebagaimana tidak terjadi
bentuk dan kondisi apapun tetap
riba (dalam pertukaran atau jual
memiliki sifat nilai, serta emas
beli) antara harga (uang) dengan
5
barang lainnya, meskipun bukan
yang lain3. Menurut istilah al-Bai„
dari jenis yang sama.
berarti akad yang diadakan atas
Penelitian-penelitian di atas
memiliki perbedaan dengan penelitian
yang
dilakukan
oleh
penyusun.
Penelitian ini lebih menekankan pada
kesesuaian metode istinbāṭ hukum
dasar tukar menukar harta, yang
berakibat adanya pertukaran hak
milik
fatwa
Dengan
No.
77/DSN-MUI/V/2010.
demikian,
masalah
yang
diteliti.
Jual
al-Bai„
a. Al-Qur`an,
َ ْ ْع
ب
أ
ْس ع ْ ْ ج
ْ ب ْ ۚ ف إ أف
makna
dasarnya menjual, mengganti dan
menukar sesuatu dengan sesuatu
أ
“...Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan
riba...”6. (QS: al-Baqarah (2):
275)
ْغ
yang
disyariatkan
dan Ijma` para Ulama, yaitu:
1. Pengertian Jual Beli.
berarti
beli
berdasarkan al-Qur`an, sunnah,
Kerangka Teoritik
Jual beli menurut bahahsa
dibatasi
2. Sumber Hukum Jual Beli5
penyusun angkat dalam penelitian ini
merupakan masalah yang baru untuk
tidak
waktu4.
DSN-MUI dengan metode istinbāṭ
hukum MUI dalam mengeluarkan
dengan
3
ًف ْ ا
M. Yazid Afandi, Fiqih Muamalah
dan Implementasinya dalam Lembaga
Keuangan Syari‟ah (Yogyakarta: Logung
Pustaka, 2009), hlm. 53.
4
Harun dan Slamet Warsidi, Buku
Ajar Fiqh Muamalah Jilid I (Surakarta:
Fakultas Agama Islam UMS, 2001), hlm. 35.
5
M. Yazid Afandi, Fiqih Muamalah
dan Implementasinya dalam Lembaga
Keuangan Syari‟ah (Yogyakarta: Logung
Pustaka, 2009), hlm. 54-57.
6
Depatemen Agama RI, Al-Qur‟an
dan Terjemahan (Surabaya: Mekar Surabaya,
2004), hlm. 58.
6
ف ْك
َ ع
ك
ْك
ْ ع ف
ْ
ۚ
ْق
ْ ْشع
كْ إ ك
آ
ض
أ
ْ ب
إَ أ
ْب
ْأ
ا
ع
ْ ۚ َ ْق
أ فس ْ ۚ إ
ا
ْ ب
b. Sunnah.
َ ع
أ
، ْز
ع
أ: س س
ك, ج ب
(ع: ق
ْ
)
ْ ك
ب ْع
ص
Dari Rifa`ah bin Rafi` r.a,
bahwa Nabi Saw. pernah
ditanya, “Pekerjaan apakah
yang paling baik?” Beliau
menjawab,
“Pekerjaan
seseorang dengan tangannya
sendiri dan setiap jual beli
yang baik” (HR. Al-Bazzar
dan dianggap sahih menurut
Hakim)9.
c. Ijma` para Ulama
Jumhur
sepakat
ulama
bahwa
telah
jual
beli
diperbolehkan dengan alasan
manusia
tidak
mampu
mencukupi kebutuhan dirinya
tanpa bantuan orang lain yang
8
Ibid, hlm. 29-30.
Ibnu
Hajar
al-Asqalanai,
Terjemahan Bulughul Maram, hlm. 371
9
Ibid, hlm. 38.
ص
?ْ سْب أ ْ ب
َك
Hai
orang-orang
yang
beriman! janganlah kamu
saling
memakan
harta
sesamamu dengan jalan yang
batil (tidak benar), kecuali
dengan jalan perniagaan yang
berlaku atas dasar suka sama
suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh
dirimu.
Sesungguh,
Allah
adalah
Maha
Penyayang
7
ع ْ ف ع ْب
َ فع ض
Bukanlah suatu dosa bagimu
untuk mencari karunia dari
Tuhanmu. Maka apabila kamu
telah bertolak dari Arafat,
berdzikirlah kepada Allah di
Masy'arilharam.
Dan
berdzikirlah
kepada-Nya
sebagaimana
Dia
telah
memberi petunjuk kepadamu,
sekalipun sebelumnya kamu
benar-benar termasuk orang
yang tahu7. (QS: al-Baqarah
(2): 198).
َ أْك
kepadamu8. (QS: al-Nisã‟ (4) :
29).
7
dibutuhkannya
3.
itu
harus
mengerti tetapi belum balik
dengan barang lainnya yang
bal g
sesuai10.
sebagian
menurut
pendapat
ulama
mereka
Rukun dan Syarat Jual Beli11.
diperbolehkan berjual beli
a. Rukun-rukun jual beli
barang yang kecil-kecil.
1) Ada penjual dan pembeli.
2) Ada barang yang diperjual
belikan
4) Suci
barangnya,
yang
diperjualbelikan
bukanlah
barang
3) jāb qabūl (ikrar atau akad)
dikategorikan
4) Nilai
barang najis.
tukar
pengganti
dapat
dimanfaatkan, barang yang
b. Syarat-syarat jual beli
1) Berakal,
yang
sebagai
5) Barangnya
barang.
barang
tidak gila atau
akan
diperjualbelikan
sifatnya dibutuhkan untuk
bodah.
2) Dengan kehendak sendiri
kehidupan manusia.
6) Barang milik orang yang
(bukan paksaan).
3) Bal g (berumur 15 tahun
melakukan
akad
atau
keatas atau dewasa), adapun
pemilik sah dari barang
anak-anak
tersebut telah mendapatkan
yang
sudah
ijin dari pemilik sah barang.
10
Ryco Putra Irawan, Pandangan
Empat Imam Mazhab dan Ulam Kontemporer
tentang Hukum Praktik Jual Beli Emas Secara
Tidak Tunai (Studi Analisis Fatwa Dewan
Syariah Nasional No: 77/DSN-MUI/V/2010),
Skripsi (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah,
2014), hlm. 28.
11
M. Yazid Afandi, Fiqih Muamalah
dan..., hlm. 57.
7) Barang dapat diserahkan.
8
Barang yang ditransaksikan
dapat
diserahkan
e.
pada
modal
barang)
Jual beli muzayyadah (lelang)
dengan jelas. Barang dapat
g.
Jual beli dengan penyerahan
dengan
maksudnya
barang
jelas
barang dan pembayaran secara
keberadaan
diketahui
oleh
langsung
h.
penjual dan pembeli.
Jual
beli
pada
Jual beli dengan pembayaran
tertunda
4. Macam-macam Jual Beli12.
i.
umumnya
(menukar uang dengan barang)
Jual beli dengan barang
tertunda
j.
Jual beli dengan penyerahan
Jual beli al-ṣarf (menukar uang
barang dan pembayaran sama-
dengan uang)
ssama tertunda.
Jual
(menukar
d.
(penjual
f.
dapat
diketahui
c.
amanah
diketahui
8) Barang
b.
beli
memberitahukan
waktu akad terjadi.
a.
Jual
beli
muqayyadah
barang
5. Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai.
dengan
Telah
disepakati
oleh
barang)
sebagian besar ulama, dalam jual-
Jual beli bargainal (penjual
beli, emas dan perak dikategorikan
tidak memberitahukan modal
sebagai
barang)
dikarenakan „illah nya sama yaitu
sebagai
13
12
Abdullah al-Mushlih dan Shalah
ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam
(Jakarta: Darul Haq, 2004), hlm. 90-91.
barang
patokan
ribawi13
harga
dan
Vian Prasetyo, Studi Analisis
Terhadap Fatwa DSN-MUI Nomor:77/DSNMUI/V/2010 Tentang Kebolehan Jual-Beli
Emas Secara Tidak Tunai (Semarang: IAIN
Walisongo. 2013), hlm. 20.
9
merupakan sebagai alat pembayar,
dirham dengan dinar (menjual uang
yang sama fungsinya, seperti mata
perak dengan emas), atau menjual
uang modern. Dan dikarenakan
makanan dengan makanan lain
sebab itu emas dan perak bisa
yang
dijadikan mata uang, sehingga para
menjualnya boleh berlebih atau
ulama
berkurang.
hadis
memahami
uang
tidak
sejenis,
Hanya
maka
disyariatkan
berasal dari emas sebagai mata
padanya “kontan sama kontan, dan
uang sejenis yaitu emas dengan
timbang terima di majelis akad”14.
istilah dan ukuran yang berbeda.
Jika
beli
barang
yang
menjual
sejenis yang didalamnya terkena
mungkin
hukum riba, seperti emas dengan
mendatangkan riba (barang ribawi),
emas, perak dengan perak, beras
bukan berdasarkan jenisnya, maka
dengan
di sini ada dua persoalan. Pertama,
kurma, agar tidak terkena riba ada 3
jika barang itu dijual dengan barang
syarat:
yang tidak sepakat dalam „illah
a) Sepadan, sama timbangannya,
barang
riba,
seseorang
Jual
yang
misalnya
menjual
barang
makanan dengan salah satu mata
uang, maka tidaklah ada riba
padanya. Kedua, jika seseorang
menjual
dengan
barang
yang
dan
beras,
kurma
takarannya,
dan
dengan
sama
nilainya.
b) Spontan, artinya seketika itu
juga.
c) Saling bisa diserah terimakan.
sepakat dalam sifat („illah ) riba,
tetapi tidak sejenis, seperti menjual
14
Ibid, hlm. 21.
10
Para ulama telah sepakat
adalah tidak sama ukurannya.
bahwa riba terdapat pada dua
b) Riba nas ah, yaitu menukar
perkara, yakni pada jual beli dan
harta riba dengan harta riba
pada penjualan atau pinjaman, atau
yang „„illah
hal
sama dengan cara tidak tunai16.
lain
yang
berada
dalam
tanggungan.
nya (alasannya)
6. Pandangan Ulama Mazhab Tentang
Riba pinjaman terbagi dua
Jual Beli Secara Tidak Tunai.
yaitu riba jahiliyah dan riba utang-
Para ulama mazhab (Abu
piutang, sedangkan riba jual beli
Hanifah, Malik,
juga terbagi dua yaitu tafaḍul dan
Ahmad bin Hanbal) secara garis
nas ah. Pada transaksi jual beli
besar
emas ini masuk kepada riba jual
mengharamkan jual beli emas
beli yaitu jika:
secara
a) Riba tafaḍul, yaitu riba dengan
alasan mereka sebagi berikut:.
pelebihan
pembayarannya15,
Syafi‟i dan
pendapat
tidak
Dinyatakan
mereka
tunai.
Adapun
dalam
hadis
atau tambahan dalam salah satu
„Ubadah bin Shamit ra, ia
baarang yang dipertukarkan.
berkata:
„illah
nya
Taymiyyah
atau
menurut
adalah
timbangan.
“pelebihan
ibnu
ْ َ ع
takaran,
ْف
Makna
شع
pembayarannya”
ْ ْ
َ ص
ب
س
ب ب
ْ ب
ْ ب
ْ
ق
س
ب ْف
ب شع
ْ
15
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid
Wa Nihayatul Muqtashid, terj. Imam Ghazali
Said, Achmad Zaidun (Jakarta: Pustaka
Amani. 2007), hlm.705.
16
Vian Prasetyo,
Terhadap Fatwa..., hlm. 22.
Studi
Analisis
11
ب ْ ْ ْث اً ب ْث س اء بس ء ا
ْ ْخ ف
ب فإ
ْْصْ ف
tersebutlah yang hanya bisa
disamakan
dengan
uang.
ف ع ك ْف ش ْ ْ إ ك
Menurut Imam Syafi‟i „illah
Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Emas
dengan emas, perak dengan
perak, gandum dengan gandum,
jewawut dengan jewawut, kurma
dengan kurma dan garam
dengan garam, tidak mengapa
jika dengan takaran yang sama,
dan sama berat serta tunai. Jika
jenisnya berbeda, maka juallah
sesuka hatimu asalkan dengan
tunai dan langsung serah
terimanya"17. (HR. Muslim).
keharaman yang demikian hanya
ا ب
Benda-benda
dengan emas dan perak saja.
Jika
melakukan
jual
beli
Atasnya mesti diterima masingmasing sebelum berpisah. Dan
pendapat ini disetujui Imam
Malik.
Sedangkan
yang
ulama
diharamkan riba yang dinashkan
Hanafiyah berpendapat bahwa
dengan ijmak ada enam, yaitu:
„illah keharaman menjual emas
emas, perak, gandum, sya‟ir,
dengan emas dan perak dengan
kurma, dan garam, akan tetapi
perak secara tidak tunai, ialah
„illah emas dan perak berbeda
benda-benda itu adalah benda-
dengan yang lainnya18. Menurut
benda
Malik dan Syafi‟i dikarenakan
samping kesamaan jenisnya, dan
„illah
haram
barang
itu dijadikan
patokan harga dan benda-benda
17
Kitab 9 Imam Hadist, Shohih
Muslim, hadis no. 2970, Lidwa Pusaka iSoftware.
18
Teungku Muhammad Hasbi AshShiddieqy, Hukum-Hukum Fiqh Islam
(Semarang: Pustaka Rizki Putra. 1993),
hlm.340-343.
yang
ditimbang,
terhadap empat
di
jenis
barang lainnya pula dan sama
hukumnya19.
19
Teuku Muhammad Hasbi Ash
Shiddieqy, Mutiara Hadits 5, Jilid V
(Semarang: Pustaka Rizki Putra. 2003), hlm.
12
7. Metode Istinbāṭ Hukum
disebut
a. Pengetian Istinbāṭ Hukum
cara
hukum
dari
Perkataan
ini
disebut
melalui penafsiran terhadap
pengambilan
kata yang digunakan dalam
sumbernya.
naṣṣ dan susunan kalimatnya
lebih
dengan
metode
bayān , yaitu metode istinbāṭ
Istinbāṭ hukum merupakan
sebuah
dengan
populer
metodologi
sendiri.
Sehingga
kaidah-
kaidah
yang
dipakai
penggalian hukum. Metodologi,
sebagaimana yang digunakan
menurut
oleh ulama pakar bahasa
diartikan
seorang
ahli
dapat
Arab21.
sebagai pembahasan
konsep teoritis berbagai metode
2) Metode Ta`l l .
yang terkait dalam suatu sistem
Metode ini diigunakan
pengetahuan20.
untuk
b. Bentuk-bentuk Istinbāṭ Hukum
mengali
dan
menetapkan hukum terhadap
Islam
suatu kejadian yang tidak
1) Metode Bayān .
ditemukan
Dalam khasanah ushul
tersurat
dalilnya
dalam
secara
naṣṣ
baik
sering
secara qaṭ„ maupun ẓann ,
disebut dengan al-qāwa„id al-
dan tidak juga ada ijmak yang
uṣūliyyah al-lugawiyyah, atau
menetapkan
dilalat al-lafẓ. Inilah yang
namun
hukumnya
dalam
dalil
fiqh,
metode
ini
262.
Ghufron A. Mas‟adi, Pemikiran
Fazlur
Rahman
tentang
Metodologi
Pembaharuan Hukum Islam (Jakarta: Raja
Grafindo Persada. 1998), hlm. 2.
hukumnya,
yang
tersirat
ada,
20
21
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Uṣul
al-Fiqh, terj. Moh. Zuhri dan Ahmad Qarib
(Semarang: Dina Utama. 1994), hlm. 1
13
berdasarkan kegunaan dan
dan
kedudukannya,‟illah
syariat melalui aturan-aturan
dibagi
dipertahankan
oleh
menjadi „illah tasyr „ dan
yang
„illah qiyāsi.
manusia. Dalam hal ini ada
3) Metode Istiṣlāḥ .
tiga
Dimaksudkan
Istiṣlāḥ
adalah
asas
diperoleh
dari
yang
yaitu
ḥājiyyah
dan
taḥs niyyah22.
penetapan
kemaslahatan
kepada
kategori,
ḍarūriyyah,
dengan
suatu ketentuan berdasarkan
dibebankan
8. Dasar-dasar
dan
Prosedur
Penetapan Fatwa MUI23
dalil-dalil
Dalam menetapkan suatu
umum, karena untuk masalah
fatwa, MUI mengikuti prosedur
tersebut
penetapan
tidak
dalil-dalil
ditemukan
khusus.
Jadi
digariskan,
fatwa
yang
telah
sebagaimana
yang
biasanya, metode ini baru
tercantum pada bagian ketiga pasal
digunakan bila metode bayān
3 sampai dengan pasal 5 dalam
dan
ta‟l l
tidak
dapat
dilakukan.
Dalam
metode
penting
ini
Ulama Indonesia yang dirumuskan
menggunakan
ada
yang
dua
hal
harus
diperhatikan, yaitu: kategori
pertama,
Pedoman Penetapan Fatwa Majelis
sasaran-sasaran
(maqāṣid) yang ingin dicapai
dalam Pedoman Penetapan Fatwa
Majelis Ulama Indonesia Nomor:
22
23
Ibid, hlm. 313.
Zaenul Mahmudi, MUI dan Metode
http://old.uinIstinbāṭ
Hukumnya.
malang.ac.id/index.php?option=com_content
&view=article&id=1394:mui-dan-metodeistinbath-hukumnya&catid=35:artikel&Itemid=210) diakses 5
Juli 2015.
14
U-596/MUI/X/1997
yang
berhubungan dengan dalil-dalil
ditetapkan pada tanggal 2 Oktober
hukum
1997 yang berbunyi:
berhubungan dengan dalil yang
a. Setiap Keputusan Fatwa harus
dipergunakan oleh pihak yang
mempunyai
dasar
atas
Kitabullah dan Sunnah Rasul
maupun
yang
berbeda pendapat.
d. Pandangan tenaga ahli dalam
yang mu‟tabarah, serta tidak
bidang
bertentangan
diambil Keputusan Fatwanya,
dengan
kemaslahatan umat.
b. Jika
tidak
masalah
terdapat
dalam
9. Teori
Pendekatan
Ada beberapa pendekatan
pasal 2 ayat 1, Keputusan Fatwa
dalam
hendaklah tidak bertentangan
Muhammad
qiyās
yang
dalam
Memahami Hadis24
sebagaimana ditentukan pada
ijmak,
akan
dipertimbangkan.
Kitabullah dan Sunnah Rasul
dengan
yang
memahami
pendekatan
hadis
Saw,
studi
dalam
Nabi
karena
kedua
mu‟tabar, dan dalil-dalil hukum
aspek yaitu sanad dan matan ini
yang
sangat diperlukan agar studi hadis
lain,
seperti
istiḥsan,
maṣlaḥa mursālaḥ, dan saddu
tidak
al-żari‟ah.
Sehingga
c. Sebelum mengambil Keputusan
Fatwa,
hendaklah
salah
arah
hadis
dan
Nabi
sasaran.
dapat
dipahami secara tekstual maupun
ditinjau
24
pendapat-pendapat para imam
madzhab terdahulu, baik yang
Siti Fatimah, Metode Pemahaman
Hadis Nabi Dengan Mempertimbangkan
Asbabul Wurud (Studi Komparatif Pemikiran
Yusuf al-Qaradhawi dan M. Syuhudi Ismail),
Skripsi (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.
2009), hlm. 79-83.
15
kontekstual,
Pendekatan
historis,
seperti
istinbāṭ hukum yang digunakan DSN-
sosiologis,
MUI dalam mengeluarkan fatwa No.
Sosiologis
bahasa,
sosio-historis,
dan
77/DSN-MUI/V/2010 dengan metode
istinbāṭ hukum MUI.
pendekatan psikologis.
Metode Analisis Data
Metode Pengumpulan Data
Dalam
penelitian
Metode pengumpulan data yang
ini,
jenis
penelitian yang digunakan adalah
penelitian
(library
kepustakaan
reseach), maka seluruh penelitian ini
dipusatkan pada kajian terhadap bukubuku dan literatur yang memiliki
keterkaitan
dengan
pokok
digunakan dalam penelitian ini adalah
metode dokumentasi, yaitu mencari
data mengenai hal-hal yang berupa
catatan, transkip, surat kabar, majalah,
dan
sebagainya26.
Data
yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
data dokumen dan literatur yang
25
pembahasan .
berupa buku, tulisan, fatwa DSN-MUI
Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan
deskriptif analitik, yaitu penelitian
yang bertujuan memberikan gambaran
yang
jelas
mengenai
fatwa-fatwa
DSN, khusus fatwa tentang jual beli
emas secara tidak tunai, kemudian
menganalisis fatwa tentang jual beli
emas
secara
tidak
tunai
dengan
melihat alasan dan kesesuaian metode
yang berhubungandengan penelitian
ini.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada fatwa DSN-MUI dalil
yang menjadi acuan utama dalam
menetapkan fatwa ini adalah hadis
Nabi Saw tentang jual beli emas.
Dalam memahami hadis yang baik
dalam pendekatannya menurut Yusuf
Qardawi
salah
satunya
25
Suharsimi Arikunto, Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 2006), hlm. 244.
26
Ibid, hlm. 231.
dengan
16
memperhatikan sebab khusus yang
Menurut DSN-MUI hadis ini
melatarbelakangi diucapkannya satu
mengandung „illah yaitu bahwa emas
hadis, atau kaitannya dengan sebab
dan
atau alasan („illah ) tertentu. Yang
pertukaran dan transaksi di masyarakat
dikemukakan dalam hadis tersebut
dahulu. Ketika saat ini kondisi itu
atau disimpulkan darinya, ataupun
telah tiada, maka tiada pula hukum
dapat dipahami dari kejadian yang
tersebut.
menyertainya.
Selain
itu
perak
Emas
untuk
merupakan
dan
perak
media
setelah
diketahui
dibentuk menjadi perhiasan berubah
kondisi yang meliputinya serta dimana
menjadi seperti pakaian dan barang,
dan untuk tujuan apa diucapkan.
dan bukan merupakan ṡaman (harga,
Dengan demikian maksud hadis benar
alat
benar menjadi jelas dan terhindar dari
karenanya tidak terjadi riba (dalam
berbagai perkiraan yang menyimpang .
pertukaran atau jual beli) antara
memahami
hadis
harus
Untuk dapat memahami hadis
pembayaran,
perhiasan
dengan
uang).
harga
Oleh
(uang),
dengan pemahaman yang benar dan
sebagaimana tidak terjadi riba (dalam
tepat, haruslah diketahui kondisi yang
pertukaran atau jual beli) antara harga
meliputinya derta dimana dan untuk
(uang)
kajian apa ia diucapkan, sehingga
meskipun bukan dari jenis yang
dengan demikian maksud dari hadis
sama27.
tersebut benar-benar menjadi jelas dan
Kesimpulan
terhindar dari berbagai perkiraan yang
1. Mengenai
menyimpang
dan
terhindar
dengan
barang
lainnya,
alasan
dari
diperbolehkannya jual beli emas
pengertian yang jauh dari tujuan
secara tidak tunai dalam fatwa
sebenarnya .
27
Ibid, hal. 9.
17
DSN-MUI
No:77/DSN-
sesuai dengan metode istinbāt
DSN-MUI
hukum MUI yang mempelajari
MUI/V/2010,
menafsirkan
Saw
keempat sumber hukum Islam
tentang jual beli emas secara
dalam mengeluarkan fatwa ini,
kekinian (kontekstual) ini dapat
yaitu; al-Qur`an, Hadis, Ijma`, dan
dilihat dari pendapat DSN-MUI
Qiyās. Hal ini sesuai dengan
yang menyatakan bahwa emas
Pedoman
dan perak adalah barang (sil„ah)
Majelis Ulama Indonesia padal
yang dijual dan dibeli seperti
pasal 3. Dalil al-Qur`an yang
halnya barang biasa, dan bukan
dikemukakan DSN-MUI merujuk
lagi
hadis
ṡaman
Nabi
Fatwa
alat
pada dalil induk diperbolehkan
Sehingga
jual beli dalam surat al-Baqarah
menjadikan hasil dari istinbāṭ
ayat 275, sementara hadis yang
hukum DSN-MUI dalam jual beli
digunakan, secara tekstual hampir
emas secara tidak tunai dihukumi
kesemuanya melarang jual beli
mubāḥ, dengan syarat selama
emas secara tidak tunai. Adapun
emas tidak jadi alat tukar yang
pendapat ulama yang dijadikan
resmi (uang), baik melalui jual
sebagai rujukan diperbolehkannya
beli
jual beli emas secara tidak tunai
pembayaran,
biasa
(harga,
Penetapan
uang).
maupun
jual
beli
murābaḥah.
adalah pendapat Syeikh al-Islam
2. Berdasarkan hasil analisis fatwa
DSN-MUI
Nomor:77/DSN-
MUI/V/2010, fatwa ini sudah
Ibnu
Taymiyah,
Jumu‟ah
(mufti
Syaikh
„Ali
al-Diyar
al-
Mishriyah), Syekh Abdullah bin
18
Sulaiman
al-Mani‟,
Syeikh
syariah
sehingga
perbankan
Abdurahman As-Sa‟di dan Ibnul
syariah dapat berkembang lebih
Qayyim yang secara garis beras
baik dan sesuai dengan syariah.
perpendapat bahwa emas dan
2. Penulis
menyarankan
bahwa
perak adalah barang (sil„ah) yang
apabila seseorang masih ragu
dijual dan dibeli seperti halnya
melakukan jual beli emas dengan
barang biasa, dan bukan lagi
transaksi tidak tunai seperti ini
ṡaman (harga, alat pembayaran,
yang dikhawatirkannya ia akan
uang).
tidak
terjerumus kedalam riba maka
terjadi riba (dalam pertukaran atau
lebih baik menghindari jual beli
jual beli) antara perhiasan dengan
emas secara tidak tunai.
Oleh
karenanya
harga (uang), sebagaimana tidak
Daftar Pustaka :
terjadi riba (dalam pertukaran atau
Afandi, M. Yazid. 2009. Fiqih
Muamalah
dan
Implementasinya
dalam
Lembaga Keuangan Syari‟ah.
Yogyakarta: Logung Pustaka.
jual beli) antara harga (uang)
dengan barang lainnya, meskipun
bukan dari jenis yang sama.
Saran
Ash-Shiddieqy, Teuku Muhammad
Hasbi. 2003. Mutiara Hadits 5,
Jilid V. Jakarta: Bualn Bintang.
1. Perlunya sosialisasi yang lebih
intensif mengenai fatwa DSNMUI No. 77/DSN-MUI/V/2010
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur
Penelitian: Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
tentang jual beli emas secara tidak
tuai ini kepada masyarakat luas,
dan juga para praktisi perbankan
al-Mushlih, Abdullah dan ash-Shawi,
Shalah. 2004. Fikih Ekonomi
Keuangan Islam. Jakarta:
Darul Haq.
19
al-Asqalanai, Ibnu Hajar. 2000.
Bulughul Maram, terj. Achmad
Sunarto.
Jakarta:
Pustaka
Amani.
DSN-MUI. 2010. Naskah Fatwa DSNMUI No. 77/DSN-MUI/V/2010
Tentang Jual Beli Emas Secara
Tidak Tunai. Jakarta: DSNMUI.
Depatemen Agama RI. 2004. AlQur‟an
dan
Terjemahan.
Surabaya: Mekar Surabaya.
Dewan Syariah Nasional MUI. 2014.
Himpunan Fatwa Keuangan
Syariah. Jakarta: Erlangga.
Harun dan Warsidi, Slamet. 2001.
Buku Ajar Fiqh Muamalah
Jilid I. Surakarta: Fakultas
Agama Islam UMS.
Himpunan Fatwa Dewan Syariah
Nasional.
2014.
Untuk
Lembaga Keuangan Syari`ah.
Jakarta:
Dewan
Syari`ah
Nasional
Majelis
Ulama
Indonesia Bank Indonesia.
Idris, Abdul Fatah dan Ahmadi, Abu.
1990.
Kifayatul
Akhyar
Terjemahan Ringkasan Fiqih
Islam Lengkap. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Khallaf, Abdul Wahab. 1994. Ilmu
Uṣul al-Fiqh, terj. Moh. Zuhri
dan Ahmad Qarib. Semarang:
Dina Utama.
Mas‟adi, Ghufron A. 1998. Pemikiran
Fazlur
Rahman
tentang
Metodologi
Pembaharuan
Hukum Islam. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Qardawi, Yusuf. 1993. Bagaimana
Memahami Hadis Nabi Saw.
Bandung: Karisma.
Rusyd,
Ibnu.
2007.
Bidāyatul
Mujtahid
Wa
Nihāyatul
Muqtaḍid, terj. Imam Ghazali
Said, Achmad Zaidun. Jakarta:
Pustaka Amani.
Syibly, M. Roem dan Mu`allim, Amir.
20013. Ijtihad Ekonomi Islam
Modern. Paper. Yogyakarta:
Pascasarjana FIFAI UII.
Yahya, Muhtar. 1986. Dasar-dasar
Pembinaan Hukum Fiqh Islam.
Bandung: Al-Ma‟arif.
Zahrah, Muhammad Abu. 1994. Ushul
Fiqh, terj. Saifullah Ma‟sum.
Jakarta: Pustaka Firdaus.
Afnan, Chairul. 2013. Jual Beli Emas
Secara Tidak Tunai (Kajian
Terhadap Fatwa DSN MUI
Nomor 77/DSN-MUI/V/2010.
Skripsi,
http://digilib.uinsuka.ac.id/9275/, di 15 April
2015.
20
Fatimah, Siti. Metode Pemahaman
Hadis
Nabi
Dengan
Mempertimbangkan Asbabul
Wurud (Studi Komparatif
Pemikiran Yusuf al-Qaradhawi
dan M. Syuhudi Ismail).
Skripsi,
http://digilib.uinsuka.ac.id/.../Bab%20I,%20V,
%20Daftar%20Pustaka,
diakses 5 Juli 2015
Irawan, Ryco Putra. 2014. Pandangan
Empat Imam Mazhab dan
Ulam Kontemporer tentang
Hukum Praktik Jual Beli Emas
Secara Tidak Tunai (Studi
Analisis Fatwa Dewan Syariah
Nasional
No:
77/DSNMUI/V/2010).
Skripsi,
http://respository.uinjkrt.ac.id/
RycoPutraIrawan, diakses 15
April 2015.
Syibly, M. Roem dan Mu`allim, Amir.
2013. Ijtihad Ekonomi Islam
Modern.
Jurnal,
http://eprints.uinsby.ac.id/308/
1/Buku%204%20Fix_11.pdf,
diakses 24 April 2015.
Prasetyo, Vian. 2013. Studi Analisis
Terhadap Fatwa DSN-MUI
Nomor:77/DSN-MUI/V/2010
Tentang Kebolehan Jual-Beli
Emas Secara Tidak Tunai.
Skripsi,http://Eprints.walisong
o.ac.id/730/, diakses pada 15
April 2015.
Mahmudi, Zaenul. 2010. MUI dan
Metode Istinbāṭ Hukumnya.
http://old.uinmalang.ac.id/index.php?option
=com_content&view=article&i
d=1394:mui-dan-metodeistinbath-hukumnya&catid=35:artikel&Itemid=
210) diakses 5 Juli 2015.