JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI (Telaah Fatwa DSN-MUI No. 77/DSN-MUI/V/2010) Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai(Telaah Fatwa DSN-MUI No. 77/DSN-MUI/V/2010).

JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI
(Telaah Fatwa DSN-MUI No. 77/DSN-MUI/V/2010)

NASKAH ARTIKEL PUBLIKASI

Diajukan kepada Program Studi Hukum Ekonomi Islam (Syariah) Fakultas
Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Salah Satu
Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:
Abdul Rahman Ramli
NIM: I000110025
NIRM: 11/X/02.1.2/0252

FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015

JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI
(Telaah Fatwa DSN-MUI No. 77/DSN-MUI/V/2010)
Oleh : Abdul Rahman Ramli

(NIM: I000110025)
Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Surakarta
ABSTRAK
Jual beli emas secara tidak tunai adalah suatu bentuk kesepakatan jual
beli emas yang pembayarannya diakhirkan dan dibayarkan dengan mencicil dalam
tenggang waktu yang telah ditentukan dan jumlah yang ditentukan. Pesatnya
pertumbuhan ekonomi saat ini membuat begitu banyak institusi perbankan syariah
atau lembaga-lembaga keuangan syariah lainnya menawarkan produk cicil emas.
Melihat perkembangan emas yang selalu naik dari tahun ke tahun menyebabkan
bisnis ini sangat menggiurkan. Sepintas tidak ada masalah dengan jual beli emas
secara tidak tunai, akan tetapi dalam hadits-hatis yang ada seperti hadits dari Abu
Sa`id al-Khudriy ra., dan Ubadah bin Shamit ra., menjelaskan bahwa tidak boleh
menjual suatu barang ribawi dengan sesama barang ribawi lainnya, kecuali
kontan. Tidak boleh pula menjualnya secara bertempo (kredit), meskipun
keduanya berbeda jenis dan ukurannya.
Tetapi dalam fatwa DSN-MUI No. 77/DSN-MUI/V/2010 tentang jual
beli emas secara tidak tunai yang dikeluarkan pada tanggal 3 Juni 2010, DSNMUI menyatakan bahwa jual beli emas secara tidak tunai itu boleh (mubāḥ),
selama emas tidak jadi alat tukar yang resmi (uang), baik melalui jual beli biasa
maupun jual beli murābaḥah. Menarik untuk dikaji alasan fatwa ini dikeluarkan

dan kesesuaian istinbāṭ hukum DSN-MUI dengan istinbāṭ hukum MUI dalam
mengeluarkan fatwa ini.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (Library Research)
dengan memakai pendekatan deskriptif analisis yang berupa pencarian fakta, hasil
dan ide pemikiran seseorang melalui cara mencari, menganalisis, membuat
interpretasi serta melakukan generalisasi terhadap hasil penelitain yang dilakukan.
Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: alasan diperbolehkannya
jual beli emas secara tidak tunai dalam fatwa DSN-MUI No:77/DSNMUI/V/2010, DSN-MUI menafsirkan hadis Nabi Saw tentang jual beli emas
secara kekinian (kontekstual) ini dapat dilihat dari pendapat DSN-MUI yang
menyatakan bahwa emas dan perak adalah barang (sil‘ah) yang dijual dan dibeli
seperti halnya barang biasa, dan bukan lagi ṡaman (harga, alat pembayaran, uang).
Sehingga menjadikan hasil dari istinbāṭ hukum DSN-MUI dalam jual beli emas
secara tidak tunai dihukumi mubāḥ. Kedua, fatwa ini sudah sesuai dengan metode
istinbāṭ hukum Islam dan prosedur penetapan fatwa MUI yang berdasarkan pada
al-Quran, hadis, ijma` para ulama dan menggunakan metode qiyāsi.
Kata Kunci : Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai, Fatwa DSN-MUI No.
77/DSN-MUI/V/2010.

1


perintah

PENDAHULUAN

Jual beli merupakan salah satu
kegiatan

hakikatnya

saling

Akan tetapi pada zaman sekarang,
kehidupan umat manusia secara umum

tolong

telah mengalami kemajuan dan banyak

menolong sesama manusia dengan


perubahan,

ketentuan

bermuamalah,

hukumnya

mencari

yang

ekonomi

adalah

untuk

kecukupan nafkah dan sebagainya.


Latar Belakang Masalah

bentuk

bekerja

telah

diatur

begitupun

dalam

perubahan

ini

dalam syari'at Islam. Allah SWT telah


mendorong

menjelaskan dalam kalam-Nya al-

pemikiran

Qur'an dan Nabi Saw dalam hadis-

dituangkan dalam bentuk undang-

hadisnya telah memberikan batasan-

undang atau dituangkan dalam fatwa-

batasan yang jelas mengenai ruang

fatwa ulama dan keputusan-keputusan

lingkup tersebut,


pengadilan agama.

berkaitan

dengan

khususnya

yang

hal-hal

yang

adanya

hal

baru


yang

pemikiranumumnya

Salah satu fatwa DSN-MUI
yang menimbulkan perdebatan adalah

diperbolehkan dan yang dilarang.
Dalam bidang ekonomi, seperti

fatwa

No.

77/DSN-MUI/V/2010

halnya dalam bidang muamalat pada

tentang jual beli emas secara tidak


umumnya,

tunai, fatwa ini dikeluarkan pada

memberikan

pedoman-

pedoman yang bersifat garis besar,

tanggal

seperti membenarkan rezeki dengan

mengeluarkan fatwa yang menyatakan

jalan

bahwa jual beli emas secara tidak


perdagangan,

melarang

memakan makanan riba, melarang
menghambur-hamburkan

harta,

3 Juni

2010. DSN-MUI

tunai itu boleh (mubāh).

2

Sedangkan dalam hadits-hatis

emas secara tidak tunai dengan alsan


yang ada seperti hadits dari Ubadah

emas merupakan komoditi ribawi2.

ibnu Shamit, Imam Asy Saukani

Rumusan Masalah

menjelaskan

1.

bahwa

tidak

boleh

Apa

alasan

DSN-MUI

menjual suatu barang ribawi dengan

memperbolehkan jual beli emas

sesama barang ribawi lainnya, kecuali

secara tidak tunai?

kontan. Tidak boleh pula menjualnya

2.

Bagaimana

keabsahan

fatwa

secara bertempo (kredit), meskipun

DSN-MUI

keduanya

MUI/V/2010 yang pada istinbat

berbeda

jenis

dan

ukurannya1.

menggunakan

77/DSN-

hukumnya hanya merujuk pada

Begitu juga dalam istinbat
hukumnya,

No.

DSN-MUI

sebagian kecil pendapat ulama

justru

hadits-hadits

dan

yang

menggunakan

hadis-hadis

yang hampir semuanya melarang

hampir kesemuanya melarang jual beli

jual beli secara tidak tunai?

emas secara tidak tunai hanya saja

Tujuan Penelitian

pembolehan jual beli emas ini merujuk

1.

Untuk mengetahui alasan DSN-

pada pendapat-pendapat ulama dan

MUI memperbolehkan jual beli

itupun

emas secara tidak tunai.

sebagain

kecil,

sementara

mayoritas ulama melarang jual beli

2.

Untuk

mengetahui

keabsahan

fatwa DSN-MUI No. 77/DSNMUI/V/2010.
2

1

Ibnu Hajar al-Asqalanai, Bulughul
Maram, terj. Achmad Sunarto (Jakarta:
Pustaka Amani, 2000), hlm. 397

Chairul Afnan, Jual Beli Emas
Secara Tidak Tunai (Kajian Terhadap Fatwa
DSN MUI Nomor 77/DSN-MUI/V/2010,
Skripsi (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,
2013), hlm. 41-42

3

berjudul “Studi Analisis terhadap

Tinjauan Pustaka

DSN-MUI

Nomor:

Kalijaga, 2013) dalam skripsinya

77/DSN-MUI/V/2010

tentang

yang berjudul “Jual Beli Emas

Kebolehan Jual-Beli Emas secara

secara

Tidak Tunai”. Dari penelitian

1. Chairul

Afnan

Tidak

(UIN

Tunai

Sunan

(Kajian

Fatwa

terhadap Fatwa DSN MUI Nomor

tersebut

77/DSN-MUI/V/2010).

Dari

alasan DSN-MUI membolehkan

penelitian tersebut disimpulkan

jual beli emas secara tangguh

bahwa fatwa jual beli emas secara

adalah:

tidak tunai muncul karena dilatar

menafsirkan hadis Nabi Saw tata

belakangi oleh keadaan sosial

cara/ tukar menukarnya adalah

politik masyarakat saat ini dan

secara kontekstual, menjadikan

juga keluarnya fatwa ini pada

hasil dari istinbāṭ mereka dalam

dasarnya

untuk

jual beli emas secara tidak tunai

kebijakan

pemerintah

mendukung
dalam

disimpulkan

Pertama,

bahwa

DSN-MUI

dihukumi mubāḥ. Kedua, DSN-

perbankan syariah, secara filosofis

MUI

fatwa ini sebaiknya ditinjau ulang

langsung

untuk kemaslahatan umat, secara

merumuskan

metodologis

hanya

mengambil dari istinbāṭ yang

menitik beratkan pada minoritas

dilakukan oleh ulama mazhab

ulama yang ada.

yang

fatwa

ini

2. Vian Prasetyo (IAIN Walisongo,
2013)

dalam

skripsinya

yang

tidak

beristinbāṭ

akan

tetapi
fatwa,

membolehkan,

secara
dalam
mereka

kemudian

dijadikan dalil penguat dalam
istinbāṭ mereka. Ketiga, pada

4

zaman sekarang ini keadaan telah

merupakan

berubah semua, maka emas sudah

ditimbang dan ditakar, karena

bukan lagi menjadi alat tukar,

barang

akan tetapi menjadi barang seperti

ditakar sama dengan jenis harta

umumnya.

yang

3. Ryco Putra Irawan (UIN Syarif
Hidayatullah,

yang

yang

ditimbang,

berpotensi

riba.

atau

Kedua,

ulama Ibnu Taymiyah dan Ibnu

dalam

Qayyim berpendapt bahwa emas

berjudul

dan perak adalah barang (sil„ah)

Imam

yang dijual dan dibelikan seperti

Mazhab dan Ulama Kontemporer

halnya barang biasa, dan bukan

tentang Hukum Praktek Jual Beli

lagi

Emas

Fatwa

pembayaran, uang). Emas dan

Dewan Syariah Nasional No:

perak setelah dibentuk menjadi

77/DSN-MUI/V/2010).

Dari

perhiasan berubah menjadi seperti

penelitian tersebut disimpulkan

pakaian dan barang, dan bukan

bahwa: Pertama, menurut ulama

merupakan ṡaman (harga, alat

empat

pembayaran,

skripsinya

2014)

barang

yang

“Pandangan

(Studi

Empat

Analisis

mazhab

termasuk

dalam

bahwa
jenis

emas
barang

ṡaman

karenanya

(harga,

uamg).
tidak

terjadi

alat

Oleh
riba

ribawi dan dalam jual belinya

(dalam peertukaran atau jual beli)

diisyaratkan tunai, mereka juga

antara perhiasan dengan harta

memandang emas walau dalam

(uang), sebagaimana tidak terjadi

bentuk dan kondisi apapun tetap

riba (dalam pertukaran atau jual

memiliki sifat nilai, serta emas

beli) antara harga (uang) dengan

5

barang lainnya, meskipun bukan

yang lain3. Menurut istilah al-Bai„

dari jenis yang sama.

berarti akad yang diadakan atas

Penelitian-penelitian di atas
memiliki perbedaan dengan penelitian
yang

dilakukan

oleh

penyusun.

Penelitian ini lebih menekankan pada
kesesuaian metode istinbāṭ hukum

dasar tukar menukar harta, yang
berakibat adanya pertukaran hak
milik

fatwa
Dengan

No.

77/DSN-MUI/V/2010.

demikian,

masalah

yang

diteliti.

Jual

al-Bai„

a. Al-Qur`an,

‫َ ْ ْع‬

‫ب‬

‫أ‬

‫ْس ع ْ ْ ج‬

ْ ‫ب ْ ۚ ف إ أف‬
makna

dasarnya menjual, mengganti dan
menukar sesuatu dengan sesuatu

‫أ‬

“...Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan
riba...”6. (QS: al-Baqarah (2):
275)

‫ْغ‬

yang

disyariatkan

dan Ijma` para Ulama, yaitu:

1. Pengertian Jual Beli.

berarti

beli

berdasarkan al-Qur`an, sunnah,

Kerangka Teoritik

Jual beli menurut bahahsa

dibatasi

2. Sumber Hukum Jual Beli5

penyusun angkat dalam penelitian ini
merupakan masalah yang baru untuk

tidak

waktu4.

DSN-MUI dengan metode istinbāṭ
hukum MUI dalam mengeluarkan

dengan

3

ً‫ف ْ ا‬

M. Yazid Afandi, Fiqih Muamalah
dan Implementasinya dalam Lembaga
Keuangan Syari‟ah (Yogyakarta: Logung
Pustaka, 2009), hlm. 53.
4
Harun dan Slamet Warsidi, Buku
Ajar Fiqh Muamalah Jilid I (Surakarta:
Fakultas Agama Islam UMS, 2001), hlm. 35.
5
M. Yazid Afandi, Fiqih Muamalah
dan Implementasinya dalam Lembaga
Keuangan Syari‟ah (Yogyakarta: Logung
Pustaka, 2009), hlm. 54-57.
6
Depatemen Agama RI, Al-Qur‟an
dan Terjemahan (Surabaya: Mekar Surabaya,
2004), hlm. 58.

6

‫ف ْك‬

‫َ ع‬
‫ك‬

‫ْك‬

‫ْ ع ف‬
ْ

ۚ

ْ‫ق‬

‫ْ ْشع‬

‫كْ إ ك‬

‫آ‬

‫ض‬

‫أ‬

ْ ‫ب‬

‫إَ أ‬

ْ‫ب‬

ْ‫أ‬

‫ا‬

‫ع‬

‫ْ ۚ َ ْق‬

‫أ فس ْ ۚ إ‬
‫ا‬

ْ ‫ب‬

b. Sunnah.

‫َ ع‬

‫أ‬

، ‫ْز‬

‫ع‬

‫أ‬: ‫س س‬

‫ ك‬, ‫ج ب‬

‫(ع‬: ‫ق‬
ْ

)
‫ْ ك‬

‫ب ْع‬
‫ص‬

Dari Rifa`ah bin Rafi` r.a,
bahwa Nabi Saw. pernah
ditanya, “Pekerjaan apakah
yang paling baik?” Beliau
menjawab,
“Pekerjaan
seseorang dengan tangannya
sendiri dan setiap jual beli
yang baik” (HR. Al-Bazzar
dan dianggap sahih menurut
Hakim)9.
c. Ijma` para Ulama

Jumhur
sepakat

ulama

bahwa

telah

jual

beli

diperbolehkan dengan alasan
manusia

tidak

mampu

mencukupi kebutuhan dirinya
tanpa bantuan orang lain yang

8

Ibid, hlm. 29-30.
Ibnu
Hajar
al-Asqalanai,
Terjemahan Bulughul Maram, hlm. 371
9

Ibid, hlm. 38.

‫ص‬

?‫ْ سْب أ ْ ب‬

‫َك‬

Hai
orang-orang
yang
beriman! janganlah kamu
saling
memakan
harta
sesamamu dengan jalan yang
batil (tidak benar), kecuali
dengan jalan perniagaan yang
berlaku atas dasar suka sama
suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh
dirimu.
Sesungguh,
Allah
adalah
Maha
Penyayang

7

‫ع ْ ف ع ْب‬

َ ‫فع ض‬

Bukanlah suatu dosa bagimu
untuk mencari karunia dari
Tuhanmu. Maka apabila kamu
telah bertolak dari Arafat,
berdzikirlah kepada Allah di
Masy'arilharam.
Dan
berdzikirlah
kepada-Nya
sebagaimana
Dia
telah
memberi petunjuk kepadamu,
sekalipun sebelumnya kamu
benar-benar termasuk orang
yang tahu7. (QS: al-Baqarah
(2): 198).

‫َ أْك‬

kepadamu8. (QS: al-Nisã‟ (4) :
29).

7

dibutuhkannya

3.

itu

harus

mengerti tetapi belum balik

dengan barang lainnya yang

bal g

sesuai10.

sebagian

menurut

pendapat

ulama

mereka

Rukun dan Syarat Jual Beli11.

diperbolehkan berjual beli

a. Rukun-rukun jual beli

barang yang kecil-kecil.

1) Ada penjual dan pembeli.
2) Ada barang yang diperjual

belikan

4) Suci

barangnya,

yang

diperjualbelikan

bukanlah

barang

3) jāb qabūl (ikrar atau akad)

dikategorikan

4) Nilai

barang najis.

tukar

pengganti

dapat

dimanfaatkan, barang yang

b. Syarat-syarat jual beli
1) Berakal,

yang
sebagai

5) Barangnya

barang.

barang

tidak gila atau

akan

diperjualbelikan

sifatnya dibutuhkan untuk

bodah.
2) Dengan kehendak sendiri

kehidupan manusia.
6) Barang milik orang yang

(bukan paksaan).
3) Bal g (berumur 15 tahun

melakukan

akad

atau

keatas atau dewasa), adapun

pemilik sah dari barang

anak-anak

tersebut telah mendapatkan

yang

sudah

ijin dari pemilik sah barang.
10

Ryco Putra Irawan, Pandangan
Empat Imam Mazhab dan Ulam Kontemporer
tentang Hukum Praktik Jual Beli Emas Secara
Tidak Tunai (Studi Analisis Fatwa Dewan
Syariah Nasional No: 77/DSN-MUI/V/2010),
Skripsi (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah,
2014), hlm. 28.
11
M. Yazid Afandi, Fiqih Muamalah
dan..., hlm. 57.

7) Barang dapat diserahkan.

8

Barang yang ditransaksikan
dapat

diserahkan

e.

pada

modal

barang)
Jual beli muzayyadah (lelang)

dengan jelas. Barang dapat

g.

Jual beli dengan penyerahan

dengan

maksudnya
barang

jelas

barang dan pembayaran secara

keberadaan

diketahui

oleh

langsung
h.

penjual dan pembeli.

Jual

beli

pada

Jual beli dengan pembayaran
tertunda

4. Macam-macam Jual Beli12.

i.

umumnya

(menukar uang dengan barang)

Jual beli dengan barang
tertunda

j.

Jual beli dengan penyerahan

Jual beli al-ṣarf (menukar uang

barang dan pembayaran sama-

dengan uang)

ssama tertunda.

Jual
(menukar

d.

(penjual

f.

dapat

diketahui

c.

amanah

diketahui

8) Barang

b.

beli

memberitahukan

waktu akad terjadi.

a.

Jual

beli

muqayyadah
barang

5. Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai.

dengan

Telah

disepakati

oleh

barang)

sebagian besar ulama, dalam jual-

Jual beli bargainal (penjual

beli, emas dan perak dikategorikan

tidak memberitahukan modal

sebagai

barang)

dikarenakan „illah nya sama yaitu
sebagai
13

12

Abdullah al-Mushlih dan Shalah
ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam
(Jakarta: Darul Haq, 2004), hlm. 90-91.

barang

patokan

ribawi13

harga

dan

Vian Prasetyo, Studi Analisis
Terhadap Fatwa DSN-MUI Nomor:77/DSNMUI/V/2010 Tentang Kebolehan Jual-Beli
Emas Secara Tidak Tunai (Semarang: IAIN
Walisongo. 2013), hlm. 20.

9

merupakan sebagai alat pembayar,

dirham dengan dinar (menjual uang

yang sama fungsinya, seperti mata

perak dengan emas), atau menjual

uang modern. Dan dikarenakan

makanan dengan makanan lain

sebab itu emas dan perak bisa

yang

dijadikan mata uang, sehingga para

menjualnya boleh berlebih atau

ulama

berkurang.

hadis

memahami

uang

tidak

sejenis,

Hanya

maka

disyariatkan

berasal dari emas sebagai mata

padanya “kontan sama kontan, dan

uang sejenis yaitu emas dengan

timbang terima di majelis akad”14.

istilah dan ukuran yang berbeda.
Jika

beli

barang

yang

menjual

sejenis yang didalamnya terkena

mungkin

hukum riba, seperti emas dengan

mendatangkan riba (barang ribawi),

emas, perak dengan perak, beras

bukan berdasarkan jenisnya, maka

dengan

di sini ada dua persoalan. Pertama,

kurma, agar tidak terkena riba ada 3

jika barang itu dijual dengan barang

syarat:

yang tidak sepakat dalam „illah

a) Sepadan, sama timbangannya,

barang

riba,

seseorang

Jual

yang

misalnya

menjual

barang

makanan dengan salah satu mata
uang, maka tidaklah ada riba
padanya. Kedua, jika seseorang
menjual

dengan

barang

yang

dan

beras,

kurma

takarannya,

dan

dengan

sama

nilainya.
b) Spontan, artinya seketika itu
juga.
c) Saling bisa diserah terimakan.

sepakat dalam sifat („illah ) riba,
tetapi tidak sejenis, seperti menjual
14

Ibid, hlm. 21.

10

Para ulama telah sepakat

adalah tidak sama ukurannya.

bahwa riba terdapat pada dua

b) Riba nas ah, yaitu menukar

perkara, yakni pada jual beli dan

harta riba dengan harta riba

pada penjualan atau pinjaman, atau

yang „„illah

hal

sama dengan cara tidak tunai16.

lain

yang

berada

dalam

tanggungan.

nya (alasannya)

6. Pandangan Ulama Mazhab Tentang

Riba pinjaman terbagi dua

Jual Beli Secara Tidak Tunai.

yaitu riba jahiliyah dan riba utang-

Para ulama mazhab (Abu

piutang, sedangkan riba jual beli

Hanifah, Malik,

juga terbagi dua yaitu tafaḍul dan

Ahmad bin Hanbal) secara garis

nas ah. Pada transaksi jual beli

besar

emas ini masuk kepada riba jual

mengharamkan jual beli emas

beli yaitu jika:

secara

a) Riba tafaḍul, yaitu riba dengan

alasan mereka sebagi berikut:.

pelebihan

pembayarannya15,

Syafi‟i dan

pendapat

tidak

Dinyatakan

mereka

tunai.

Adapun

dalam

hadis

atau tambahan dalam salah satu

„Ubadah bin Shamit ra, ia

baarang yang dipertukarkan.

berkata:

„illah

nya

Taymiyyah
atau

menurut
adalah

timbangan.

“pelebihan

ibnu

ْ ‫َ ع‬

takaran,

‫ْف‬

Makna

‫شع‬

pembayarannya”

ْ ْ

‫َ ص‬
‫ب‬

‫س‬

‫ب ب‬
ْ ‫ب‬

ْ ‫ب‬

ْ

‫ق‬
‫س‬
‫ب ْف‬
‫ب شع‬

ْ

15

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid
Wa Nihayatul Muqtashid, terj. Imam Ghazali
Said, Achmad Zaidun (Jakarta: Pustaka
Amani. 2007), hlm.705.

16

Vian Prasetyo,
Terhadap Fatwa..., hlm. 22.

Studi

Analisis

11

‫ب ْ ْ ْث اً ب ْث س اء بس ء ا‬
ْ ‫ْخ ف‬
‫ب فإ‬
‫ْْصْ ف‬

tersebutlah yang hanya bisa
disamakan

dengan

uang.

‫ف ع ك ْف ش ْ ْ إ ك‬

Menurut Imam Syafi‟i „illah

Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Emas
dengan emas, perak dengan
perak, gandum dengan gandum,
jewawut dengan jewawut, kurma
dengan kurma dan garam
dengan garam, tidak mengapa
jika dengan takaran yang sama,
dan sama berat serta tunai. Jika
jenisnya berbeda, maka juallah
sesuka hatimu asalkan dengan
tunai dan langsung serah
terimanya"17. (HR. Muslim).

keharaman yang demikian hanya

‫ا ب‬

Benda-benda

dengan emas dan perak saja.
Jika

melakukan

jual

beli

Atasnya mesti diterima masingmasing sebelum berpisah. Dan
pendapat ini disetujui Imam
Malik.
Sedangkan

yang

ulama

diharamkan riba yang dinashkan

Hanafiyah berpendapat bahwa

dengan ijmak ada enam, yaitu:

„illah keharaman menjual emas

emas, perak, gandum, sya‟ir,

dengan emas dan perak dengan

kurma, dan garam, akan tetapi

perak secara tidak tunai, ialah

„illah emas dan perak berbeda

benda-benda itu adalah benda-

dengan yang lainnya18. Menurut

benda

Malik dan Syafi‟i dikarenakan

samping kesamaan jenisnya, dan

„illah

haram

barang

itu dijadikan

patokan harga dan benda-benda
17

Kitab 9 Imam Hadist, Shohih
Muslim, hadis no. 2970, Lidwa Pusaka iSoftware.
18
Teungku Muhammad Hasbi AshShiddieqy, Hukum-Hukum Fiqh Islam
(Semarang: Pustaka Rizki Putra. 1993),
hlm.340-343.

yang

ditimbang,

terhadap empat

di

jenis

barang lainnya pula dan sama
hukumnya19.

19

Teuku Muhammad Hasbi Ash
Shiddieqy, Mutiara Hadits 5, Jilid V
(Semarang: Pustaka Rizki Putra. 2003), hlm.

12

7. Metode Istinbāṭ Hukum

disebut

a. Pengetian Istinbāṭ Hukum

cara

hukum

dari

Perkataan

ini

disebut

melalui penafsiran terhadap

pengambilan

kata yang digunakan dalam

sumbernya.

naṣṣ dan susunan kalimatnya

lebih

dengan

metode

bayān , yaitu metode istinbāṭ

Istinbāṭ hukum merupakan
sebuah

dengan

populer

metodologi

sendiri.

Sehingga

kaidah-

kaidah

yang

dipakai

penggalian hukum. Metodologi,

sebagaimana yang digunakan

menurut

oleh ulama pakar bahasa

diartikan

seorang

ahli

dapat

Arab21.

sebagai pembahasan

konsep teoritis berbagai metode

2) Metode Ta`l l .

yang terkait dalam suatu sistem

Metode ini diigunakan

pengetahuan20.

untuk

b. Bentuk-bentuk Istinbāṭ Hukum

mengali

dan

menetapkan hukum terhadap

Islam

suatu kejadian yang tidak

1) Metode Bayān .

ditemukan

Dalam khasanah ushul

tersurat

dalilnya

dalam

secara

naṣṣ

baik

sering

secara qaṭ„ maupun ẓann ,

disebut dengan al-qāwa„id al-

dan tidak juga ada ijmak yang

uṣūliyyah al-lugawiyyah, atau

menetapkan

dilalat al-lafẓ. Inilah yang

namun

hukumnya

dalam

dalil

fiqh,

metode

ini

262.

Ghufron A. Mas‟adi, Pemikiran
Fazlur
Rahman
tentang
Metodologi
Pembaharuan Hukum Islam (Jakarta: Raja
Grafindo Persada. 1998), hlm. 2.

hukumnya,

yang

tersirat
ada,

20

21

Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Uṣul
al-Fiqh, terj. Moh. Zuhri dan Ahmad Qarib
(Semarang: Dina Utama. 1994), hlm. 1

13

berdasarkan kegunaan dan

dan

kedudukannya,‟illah

syariat melalui aturan-aturan

dibagi

dipertahankan

oleh

menjadi „illah tasyr „ dan

yang

„illah qiyāsi.

manusia. Dalam hal ini ada

3) Metode Istiṣlāḥ .

tiga

Dimaksudkan
Istiṣlāḥ

adalah

asas

diperoleh

dari

yang

yaitu

ḥājiyyah

dan

taḥs niyyah22.

penetapan

kemaslahatan

kepada

kategori,

ḍarūriyyah,

dengan

suatu ketentuan berdasarkan

dibebankan

8. Dasar-dasar

dan

Prosedur

Penetapan Fatwa MUI23

dalil-dalil

Dalam menetapkan suatu

umum, karena untuk masalah

fatwa, MUI mengikuti prosedur

tersebut

penetapan

tidak

dalil-dalil

ditemukan

khusus.

Jadi

digariskan,

fatwa

yang

telah

sebagaimana

yang

biasanya, metode ini baru

tercantum pada bagian ketiga pasal

digunakan bila metode bayān

3 sampai dengan pasal 5 dalam

dan

ta‟l l

tidak

dapat

dilakukan.
Dalam
metode
penting

ini

Ulama Indonesia yang dirumuskan
menggunakan
ada
yang

dua

hal
harus

diperhatikan, yaitu: kategori
pertama,

Pedoman Penetapan Fatwa Majelis

sasaran-sasaran

(maqāṣid) yang ingin dicapai

dalam Pedoman Penetapan Fatwa
Majelis Ulama Indonesia Nomor:
22

23

Ibid, hlm. 313.

Zaenul Mahmudi, MUI dan Metode
http://old.uinIstinbāṭ
Hukumnya.
malang.ac.id/index.php?option=com_content
&view=article&id=1394:mui-dan-metodeistinbath-hukumnya&catid=35:artikel&Itemid=210) diakses 5
Juli 2015.

14

U-596/MUI/X/1997

yang

berhubungan dengan dalil-dalil

ditetapkan pada tanggal 2 Oktober

hukum

1997 yang berbunyi:

berhubungan dengan dalil yang

a. Setiap Keputusan Fatwa harus

dipergunakan oleh pihak yang

mempunyai

dasar

atas

Kitabullah dan Sunnah Rasul

maupun

yang

berbeda pendapat.
d. Pandangan tenaga ahli dalam

yang mu‟tabarah, serta tidak

bidang

bertentangan

diambil Keputusan Fatwanya,

dengan

kemaslahatan umat.
b. Jika

tidak

masalah

terdapat

dalam

9. Teori

Pendekatan

Ada beberapa pendekatan

pasal 2 ayat 1, Keputusan Fatwa

dalam

hendaklah tidak bertentangan

Muhammad

qiyās

yang

dalam

Memahami Hadis24

sebagaimana ditentukan pada

ijmak,

akan

dipertimbangkan.

Kitabullah dan Sunnah Rasul

dengan

yang

memahami

pendekatan

hadis

Saw,
studi

dalam

Nabi
karena
kedua

mu‟tabar, dan dalil-dalil hukum

aspek yaitu sanad dan matan ini

yang

sangat diperlukan agar studi hadis

lain,

seperti

istiḥsan,

maṣlaḥa mursālaḥ, dan saddu

tidak

al-żari‟ah.

Sehingga

c. Sebelum mengambil Keputusan
Fatwa,

hendaklah

salah

arah
hadis

dan
Nabi

sasaran.
dapat

dipahami secara tekstual maupun

ditinjau
24

pendapat-pendapat para imam
madzhab terdahulu, baik yang

Siti Fatimah, Metode Pemahaman
Hadis Nabi Dengan Mempertimbangkan
Asbabul Wurud (Studi Komparatif Pemikiran
Yusuf al-Qaradhawi dan M. Syuhudi Ismail),
Skripsi (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.
2009), hlm. 79-83.

15

kontekstual,
Pendekatan
historis,

seperti

istinbāṭ hukum yang digunakan DSN-

sosiologis,

MUI dalam mengeluarkan fatwa No.

Sosiologis
bahasa,

sosio-historis,

dan

77/DSN-MUI/V/2010 dengan metode
istinbāṭ hukum MUI.

pendekatan psikologis.

Metode Analisis Data
Metode Pengumpulan Data
Dalam

penelitian

Metode pengumpulan data yang

ini,

jenis

penelitian yang digunakan adalah
penelitian

(library

kepustakaan

reseach), maka seluruh penelitian ini
dipusatkan pada kajian terhadap bukubuku dan literatur yang memiliki
keterkaitan

dengan

pokok

digunakan dalam penelitian ini adalah
metode dokumentasi, yaitu mencari
data mengenai hal-hal yang berupa
catatan, transkip, surat kabar, majalah,
dan

sebagainya26.

Data

yang

digunakan dalam penelitian ini adalah
data dokumen dan literatur yang

25

pembahasan .

berupa buku, tulisan, fatwa DSN-MUI

Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan
deskriptif analitik, yaitu penelitian
yang bertujuan memberikan gambaran
yang

jelas

mengenai

fatwa-fatwa

DSN, khusus fatwa tentang jual beli
emas secara tidak tunai, kemudian
menganalisis fatwa tentang jual beli
emas

secara

tidak

tunai

dengan

melihat alasan dan kesesuaian metode

yang berhubungandengan penelitian
ini.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada fatwa DSN-MUI dalil
yang menjadi acuan utama dalam
menetapkan fatwa ini adalah hadis
Nabi Saw tentang jual beli emas.
Dalam memahami hadis yang baik
dalam pendekatannya menurut Yusuf
Qardawi

salah

satunya

25

Suharsimi Arikunto, Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 2006), hlm. 244.

26

Ibid, hlm. 231.

dengan

16

memperhatikan sebab khusus yang

Menurut DSN-MUI hadis ini

melatarbelakangi diucapkannya satu

mengandung „illah yaitu bahwa emas

hadis, atau kaitannya dengan sebab

dan

atau alasan („illah ) tertentu. Yang

pertukaran dan transaksi di masyarakat

dikemukakan dalam hadis tersebut

dahulu. Ketika saat ini kondisi itu

atau disimpulkan darinya, ataupun

telah tiada, maka tiada pula hukum

dapat dipahami dari kejadian yang

tersebut.

menyertainya.

Selain

itu

perak

Emas

untuk

merupakan

dan

perak

media

setelah

diketahui

dibentuk menjadi perhiasan berubah

kondisi yang meliputinya serta dimana

menjadi seperti pakaian dan barang,

dan untuk tujuan apa diucapkan.

dan bukan merupakan ṡaman (harga,

Dengan demikian maksud hadis benar

alat

benar menjadi jelas dan terhindar dari

karenanya tidak terjadi riba (dalam

berbagai perkiraan yang menyimpang .

pertukaran atau jual beli) antara

memahami

hadis

harus

Untuk dapat memahami hadis

pembayaran,

perhiasan

dengan

uang).

harga

Oleh

(uang),

dengan pemahaman yang benar dan

sebagaimana tidak terjadi riba (dalam

tepat, haruslah diketahui kondisi yang

pertukaran atau jual beli) antara harga

meliputinya derta dimana dan untuk

(uang)

kajian apa ia diucapkan, sehingga

meskipun bukan dari jenis yang

dengan demikian maksud dari hadis

sama27.

tersebut benar-benar menjadi jelas dan

Kesimpulan

terhindar dari berbagai perkiraan yang

1. Mengenai

menyimpang

dan

terhindar

dengan

barang

lainnya,

alasan

dari

diperbolehkannya jual beli emas

pengertian yang jauh dari tujuan

secara tidak tunai dalam fatwa

sebenarnya .
27

Ibid, hal. 9.

17

DSN-MUI

No:77/DSN-

sesuai dengan metode istinbāt

DSN-MUI

hukum MUI yang mempelajari

MUI/V/2010,
menafsirkan

Saw

keempat sumber hukum Islam

tentang jual beli emas secara

dalam mengeluarkan fatwa ini,

kekinian (kontekstual) ini dapat

yaitu; al-Qur`an, Hadis, Ijma`, dan

dilihat dari pendapat DSN-MUI

Qiyās. Hal ini sesuai dengan

yang menyatakan bahwa emas

Pedoman

dan perak adalah barang (sil„ah)

Majelis Ulama Indonesia padal

yang dijual dan dibeli seperti

pasal 3. Dalil al-Qur`an yang

halnya barang biasa, dan bukan

dikemukakan DSN-MUI merujuk

lagi

hadis

ṡaman

Nabi

Fatwa

alat

pada dalil induk diperbolehkan

Sehingga

jual beli dalam surat al-Baqarah

menjadikan hasil dari istinbāṭ

ayat 275, sementara hadis yang

hukum DSN-MUI dalam jual beli

digunakan, secara tekstual hampir

emas secara tidak tunai dihukumi

kesemuanya melarang jual beli

mubāḥ, dengan syarat selama

emas secara tidak tunai. Adapun

emas tidak jadi alat tukar yang

pendapat ulama yang dijadikan

resmi (uang), baik melalui jual

sebagai rujukan diperbolehkannya

beli

jual beli emas secara tidak tunai

pembayaran,

biasa

(harga,

Penetapan

uang).

maupun

jual

beli

murābaḥah.

adalah pendapat Syeikh al-Islam

2. Berdasarkan hasil analisis fatwa
DSN-MUI

Nomor:77/DSN-

MUI/V/2010, fatwa ini sudah

Ibnu

Taymiyah,

Jumu‟ah

(mufti

Syaikh

„Ali

al-Diyar

al-

Mishriyah), Syekh Abdullah bin

18

Sulaiman

al-Mani‟,

Syeikh

syariah

sehingga

perbankan

Abdurahman As-Sa‟di dan Ibnul

syariah dapat berkembang lebih

Qayyim yang secara garis beras

baik dan sesuai dengan syariah.

perpendapat bahwa emas dan

2. Penulis

menyarankan

bahwa

perak adalah barang (sil„ah) yang

apabila seseorang masih ragu

dijual dan dibeli seperti halnya

melakukan jual beli emas dengan

barang biasa, dan bukan lagi

transaksi tidak tunai seperti ini

ṡaman (harga, alat pembayaran,

yang dikhawatirkannya ia akan

uang).

tidak

terjerumus kedalam riba maka

terjadi riba (dalam pertukaran atau

lebih baik menghindari jual beli

jual beli) antara perhiasan dengan

emas secara tidak tunai.

Oleh

karenanya

harga (uang), sebagaimana tidak

Daftar Pustaka :

terjadi riba (dalam pertukaran atau

Afandi, M. Yazid. 2009. Fiqih
Muamalah
dan
Implementasinya
dalam
Lembaga Keuangan Syari‟ah.
Yogyakarta: Logung Pustaka.

jual beli) antara harga (uang)
dengan barang lainnya, meskipun
bukan dari jenis yang sama.
Saran

Ash-Shiddieqy, Teuku Muhammad
Hasbi. 2003. Mutiara Hadits 5,
Jilid V. Jakarta: Bualn Bintang.

1. Perlunya sosialisasi yang lebih
intensif mengenai fatwa DSNMUI No. 77/DSN-MUI/V/2010

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur
Penelitian: Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.

tentang jual beli emas secara tidak
tuai ini kepada masyarakat luas,
dan juga para praktisi perbankan

al-Mushlih, Abdullah dan ash-Shawi,
Shalah. 2004. Fikih Ekonomi
Keuangan Islam. Jakarta:
Darul Haq.

19

al-Asqalanai, Ibnu Hajar. 2000.
Bulughul Maram, terj. Achmad
Sunarto.
Jakarta:
Pustaka
Amani.
DSN-MUI. 2010. Naskah Fatwa DSNMUI No. 77/DSN-MUI/V/2010
Tentang Jual Beli Emas Secara
Tidak Tunai. Jakarta: DSNMUI.
Depatemen Agama RI. 2004. AlQur‟an
dan
Terjemahan.
Surabaya: Mekar Surabaya.
Dewan Syariah Nasional MUI. 2014.
Himpunan Fatwa Keuangan
Syariah. Jakarta: Erlangga.
Harun dan Warsidi, Slamet. 2001.
Buku Ajar Fiqh Muamalah
Jilid I. Surakarta: Fakultas
Agama Islam UMS.
Himpunan Fatwa Dewan Syariah
Nasional.
2014.
Untuk
Lembaga Keuangan Syari`ah.
Jakarta:
Dewan
Syari`ah
Nasional
Majelis
Ulama
Indonesia Bank Indonesia.
Idris, Abdul Fatah dan Ahmadi, Abu.
1990.
Kifayatul
Akhyar
Terjemahan Ringkasan Fiqih
Islam Lengkap. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Khallaf, Abdul Wahab. 1994. Ilmu
Uṣul al-Fiqh, terj. Moh. Zuhri

dan Ahmad Qarib. Semarang:
Dina Utama.
Mas‟adi, Ghufron A. 1998. Pemikiran
Fazlur
Rahman
tentang
Metodologi
Pembaharuan
Hukum Islam. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Qardawi, Yusuf. 1993. Bagaimana
Memahami Hadis Nabi Saw.
Bandung: Karisma.
Rusyd,

Ibnu.
2007.
Bidāyatul
Mujtahid
Wa
Nihāyatul
Muqtaḍid, terj. Imam Ghazali
Said, Achmad Zaidun. Jakarta:
Pustaka Amani.

Syibly, M. Roem dan Mu`allim, Amir.
20013. Ijtihad Ekonomi Islam
Modern. Paper. Yogyakarta:
Pascasarjana FIFAI UII.
Yahya, Muhtar. 1986. Dasar-dasar
Pembinaan Hukum Fiqh Islam.
Bandung: Al-Ma‟arif.
Zahrah, Muhammad Abu. 1994. Ushul
Fiqh, terj. Saifullah Ma‟sum.
Jakarta: Pustaka Firdaus.
Afnan, Chairul. 2013. Jual Beli Emas
Secara Tidak Tunai (Kajian
Terhadap Fatwa DSN MUI
Nomor 77/DSN-MUI/V/2010.
Skripsi,
http://digilib.uinsuka.ac.id/9275/, di 15 April
2015.

20

Fatimah, Siti. Metode Pemahaman
Hadis
Nabi
Dengan
Mempertimbangkan Asbabul
Wurud (Studi Komparatif
Pemikiran Yusuf al-Qaradhawi
dan M. Syuhudi Ismail).
Skripsi,
http://digilib.uinsuka.ac.id/.../Bab%20I,%20V,
%20Daftar%20Pustaka,
diakses 5 Juli 2015
Irawan, Ryco Putra. 2014. Pandangan
Empat Imam Mazhab dan
Ulam Kontemporer tentang
Hukum Praktik Jual Beli Emas
Secara Tidak Tunai (Studi
Analisis Fatwa Dewan Syariah
Nasional
No:
77/DSNMUI/V/2010).
Skripsi,
http://respository.uinjkrt.ac.id/
RycoPutraIrawan, diakses 15
April 2015.
Syibly, M. Roem dan Mu`allim, Amir.
2013. Ijtihad Ekonomi Islam
Modern.
Jurnal,
http://eprints.uinsby.ac.id/308/
1/Buku%204%20Fix_11.pdf,
diakses 24 April 2015.
Prasetyo, Vian. 2013. Studi Analisis
Terhadap Fatwa DSN-MUI
Nomor:77/DSN-MUI/V/2010
Tentang Kebolehan Jual-Beli
Emas Secara Tidak Tunai.
Skripsi,http://Eprints.walisong
o.ac.id/730/, diakses pada 15
April 2015.

Mahmudi, Zaenul. 2010. MUI dan
Metode Istinbāṭ Hukumnya.
http://old.uinmalang.ac.id/index.php?option
=com_content&view=article&i
d=1394:mui-dan-metodeistinbath-hukumnya&catid=35:artikel&Itemid=
210) diakses 5 Juli 2015.