ANALISIS BUTIR SOAL UJIAN TEORI PRODUKTIF KELAS XII JURUSAN TEKNIK PEMESINAN SMK MUHAMMADIYAH 3 YOGYAKARTA.

(1)

ANALISIS BUTIR SOAL UJIAN TEORI PRODUKTIF

KELAS XII JURUSAN TEKNIK PEMESINAN

SMK MUHAMMADIYAH 3 YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Teknik

Universitas Negeri Yogyakarta

untuk Memenuhi Sebagian persyaratan

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Juin Agus Saputro

NIM. 11503249031

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2015


(2)

(3)

(4)

(5)

v

HALAMAN MOTTO

“ Sesungguhnya Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, akan

tetapi manusia diberikan kesempatan untuk selalu melakukan

evaluasi agar ketidaksempurnaan yang ada menjadi lebih baik ”


(6)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya tulis sederhana ini, saya persembahkan untuk:

1. Ayahanda bapak Atmowiyoto, terima kasih atas didikan selama ini

telah diberikan untuk saya belajar menjalani kehidupan. Semoga

bimbingan serta nasihat yang selalu terucap dapat saya amalkan

didalam kehidupan sehari- hari.

2. Ibunda Ibu Djuharti, terima kasih dorongan motivasi baik moril dan

spiritual serta doa yang tiada henti-hentinya mengiringi perjalanan

hidup yang menjadikan saya bisa seperti sekarang ini.

3. Calon pendamping hidupku, saudari Camelia terima kasih dengan

penuh kesabaran telah memberikan motivasi dan doa yang diberikan

sehingga karya tulis sederhana ini dapat selesai tepat waktu.

4. Segenap keluarga dan sahabat-sahabat yang senantiasa memberikan


(7)

vii

ANALISIS BUTIR SOAL UJIAN TEORI PRODUKTIF KELAS XII JURUSAN TEKNIK PEMESINAN

SMK MUHAMMADIYAH 3 YOGYAKARTA

Oleh: Juin Agus Saputro NIM 11503249031

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas Soal UTS Diklat Teori Produktif Paket B Kelas XII Semester Genap Jurusan Teknik Pemesinan SMK Muhamadiyah 3 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/ 2015. Kegiatan analisis meliputi validitas butir soal, reliabilitas soal, tingkat kesukaran butir soal, daya beda butir soal dan efektifitas pengecoh pada butir soal.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta tes yang mengerjakan soal paket B. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik nonprobability sampling (sampling jenuh) dengan jumlah sampel sejumlah 50 siswa. Metode pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi. Analisis butir soal menggunakan metode teori klasik.

Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 40 butir soal, kategori valid sejumlah 11 butir dan 29 butir dalam kategori invalid. Indeks reliabilitas soal sebesar 0,36 atau dalam kategori rendah. Tingkat kesukaran, kategori sukar sejumlah 12 butir, kategori sedang sejumlah 17 butir dan kategori mudah sejumlah 11 butir. Daya beda, kategori baik sejumlah 10 butir dan kategori tidak baik sejumlah 30 butir. Efektifitas pengecoh, distraktor dapat berfungsi sejumlah 7 butir dan distraktor tidak dapat berfungsi sejumlah 33 butir.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil ’alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT/ Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-nya, tugas akhir skripsi dalam

rangka untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapat gelar Sarjana

Pendidikan dengan judul “ANALISIS BUTIR SOAL UJIAN TEORI PRODUKTIF KELAS XII JURUSAN TEKNIK PEMESINAN SMK MUHAMMADIYAH 3

YOGYAKARTA” dapat disusun sesuai dengan harapan. Tugas Akhir Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kerja sama dengan pihak lain.

Berkenaan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan terima kasih kepada

yang terhormat:

1. Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd, MA Selaku Rektor Universitas Negeri

Yogyakarta.

2. Dr. Moch. Bruri Triyono, M.Pd selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas

Negeri Yogyakarta.

3. Dr. Sunaryo Soenarto, M.Pd selaku Wakil Dekan I Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan persetujuan pelaksanaan penelitian Tugas Akhir Skripsi ini.

4. Dr. Wagiran, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Teknik Mesin S1

beserta Dosen dan Staf yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama

proses penyusunan pra prosposal sampai selesai TAS ini.

5. Drs. Jarwo Puspito, MP selaku Dosen Pembibing TAS yang telah banyak

memberi semangat , dorongan, dan bimbingan selama penyusunan Tugas


(9)

ix

6. Prof. Dr. Badrun Kartowagiran, M.Pd Selaku Penguji Utama dalam Sidang

TAS.

7. Dr. Eng. Didik Nurhadiyanto, MT selaku Sekertaris dalam Sidang TAS.

8. Drs. Sukisno Suryo, M.Pd selaku Kepala Sekolah SMK Muhammadiyah 3

Yogyakarta yang telah memberikan izin dan bantuan dalam pelaksanaan

penelitian Tugas Akhir Skripsi ini.

9. Hendra Triatmojo, S.Pd.T selaku guru pembimbing pelaksanaan TAS dan

para guru beserta Staf di SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta yang telah

memberikan bantuan serta memperlancar pengambilan data selama proses

penelitian Tugas Akhir Skripsi ini.

10. Drs. Sudarpo selaku kordinator PPGT 2011 wilayah Papua yang telah

memberikan semangat dan Dukungannya sehingga Tugas Akhir Skripsi Ini

dapat selesai.

11. Kedua orang tua dan segenap keluarga yang telah memberikan semangat

dan doanya sehingga Tugas Akhir Skripsi Ini dapat selesai.

12. Teman-teman PPGT 2011 dan semua pihak, secara langsung maupun tidak

langsung, yang tidak dapat disebutkan disini atas bantuan dan perhatian

selama penyusunan TAS ini.

Akhirnya, semoga segala bantuan yang telah diberikan semua pihak

diatas dapat menjadi amalan yang bermanfaat dan mendapatkan balasan dari

Allah SWT/ Tuhan Yang Maha Esa dan Tugas Akhir Skripsi Ini dapat menjadi

informasi yang bemanfaat begi pembaca dan pihak lain yang membutuhkannya.

Yogyakarta, 19 Mei 2015 Penulis,


(10)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……….. i

HALAMAN PERSETUJUAN……….. ii

HALAMAN PERNYATAAN………. iii

HALAMAN PENGESAHAN………. iv

HALAMAN MOTTO……….. v

HALAMAN PERSEMBAHAN……….. vi

ABSTRAK……….. vii

KATA PENGANTAR……… viii

DAFTAR ISI……… x

DAFTAR GAMBAR……… xiv

DAFTAR TABEL……… xv

DAFTAR LAMPIRAN……… xvi

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Identifikasi Masalah ……….. 3

C. Batasan Masalah……… 4

D. Rumusan Masalah………. 4

E. Tujuan Penelitian……… 5

F. Manfaat Penelitian ……… 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA……….. 7

A. Defenisi Variabel Penelitian………. 7


(11)

xi

2. Diklat Teori Produktif Kelas XII Semester

Genap TP-MUGA ………. 8

3. Belajar dan Pembelajaran ……… 10

a. Pengertian belajar dan pembelajaran ……….. 10

b. Karakteristik dan faktor yang mempengaruhi belajar………. 11

c. Konsep dasar dan peran guru dalam pembelajaran………. 14

4. Evaluasi Pendidikan……… 16

a. Pengertian evaluasi pendidikan ..……… 16

b. Dasar- dasar evaluasi pendidikan ……… 18

c. Fungsi dan tujuan evaluasi pendidikan ………… 21

d. Alat ukur evalusi……….. 22

5. Tes ……… 23

a. Pengertian tes ……… 23

b. Fungsi dan tujuan tes ………. 24

c. Karakteristik tes ……… 26

d. Bentuk tes ……… 27

e. Penyusunan butir soal……… 30

f. Analisa kualitas soal tes………. 32

g. Validitas tes……….. 34

h. Reliabilitas tes……….. 41

i. Tingkat kesukaran tes ……… 45

j. Daya beda tes ………. 46


(12)

xii

B. Hasil Penelitian yang Relevan ……… 49

C. Kerangka Berfikir ……….. 50

D. Pertanyaan Penelitian ……….. 53

BAB III METODE PENELITIAN……….. 55

A. Desain Penelitian ……….. 55

B. Tempat dan Waktu Penelitian ………. 55

1. Tempat Penelitian……… 55

2. Waktu Penelitian ………. 56

C. Populasi dan Sampel……… 58

D. Defenisi Operasional Variabel Penelitian ………. 59

E. Instrumen Penelitian ………. 59

F. Metode Pengumpulan Data………. 59

G. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ……….. 60

1. Validitas Instrumen ………. 60

2. Reliabilitas Instrumen ………. 61

H. Teknik Analisis Data……….. 61

1. Validitas Butir Soal ………. 61

2. Reliabilitas Tes ……… 62

3. Tingkat Kesukaran Tes ……….. 62

4. Daya Beda Tes……… 63

5. Efektifitas Pengecoh ……….. 63

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….. 64

A. Hasil Penelitian……….. 64

1. Validitas Butir Soal……….. 65


(13)

xiii

3. Tingkat Kesukaran Tes ……….. 66

4. Daya Beda Tes……… 66

5. Efektifitas Pengecoh ……….. 67

B. Pembahasan……….. 68

1. Validitas Butir Soal ………. 68

2. Reliabilitas Tes ……… 69

3. Tingkat Kesukaran Tes……… 70

4. Daya Beda Tes……… 73

5. Efektifitas Pengecoh ……….. 74

BAB V SIMPULAN DAN SARAN……… 77

A. Simpulan ……… 77

B. Saran……… 78

C. Keterbatasan Penelitian……… 79

DAFTAR PUSTAKA………. 80

LAMPIRAN ……… 82


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman


(15)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Interpretasi Koofesien Korelasi Validitas ……….. 39

Tabel 2. Nilai r Product Moment Taraf Signifikansi 5% dan 1%……… 39

Tabel 3. Interpretasi koofesien Korelasi Reliabilitas……… 44

Tabel 4. Interpretasi Indeks Kesukaran………. 45

Tabel 5. Interpretasi Indeks Daya Beda……… 47

Tabel 6. Jadwal TAS PPGT Angkatan 2011 ……… 57

Tabel 7. Distribusi Mata Pelajaran dalam Soal UTS………64

Tabel 8. Distribusi Butir Soal terhadap Interpretasi Validitas ……….. 65

Tabel 9. Distribusi Butir Soal terhadap Interpretasi Tingkat Kesukaran ……….. 66

Tabel 10. Distribusi Butir Soal terhadap Interpretasi Daya Beda……… 67

Tabel 11. Ditribusi Butir Soal terhadap Keberfungsian Pengecoh ……. 67

Tabel 12. Distribusi Butir Soal Terhadap Ketidak Berfungsian Pengecoh……… 75

Tabel 13. Interpretasi Validitas Butir Soal………83

Tabel 14. Interpretasi Tingkat Kesukaran dan Daya Beda Butir Soal….86 Tabel 15. Interpretasi Efektifitas Pengecoh ……… 88


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Interpretasi Validitas Butir Soal …………..……….. 83

Lampiran 2. Interpretasi Reliabilitas Soal ………. 85

Lampiran 3. Interpretasi Hasil Tingkat Kesukaran dan Daya Beda Butir Soal ……..………. 86

Lampiran 4. Interpretasi Efektifitas Pengecoh Butir Soal .. 88

Lampiran 5. Kisi-kisi Soal UN SMK Teknik Pemesinan 2014/2015…. 91 Lampiran 6. Soal UTS Paket B…..………. 93

Lampiran 7. Kunci Jawaban Soal Paket B……….…101

Lampiran 8. Kartu Bimbingan TAS………. 102

Lampiran 9. Surat Izin Penelitian dari FT-UNY………. 103

Lampiran 10. Surat Izin Penelitian dari Setda D.I.Yogyakarta………. 104


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah tiang utama dalam pembentukan kualitas sumber daya manusia yang unggul. Pendidikan sebagai inventasi jangka panjang bagi masa depan harus mampu membekali peserta didik agar dapat meningkatkan daya saingnya. Pendidikan menengah kejuruan adalah salah satu jenjang pendidikan menengah yang ada di Indonesia. Pendidikan kejuruan menurut Peraturan Pemerintah No.29 Tahun 1990 pasal 3 ayat 3 adalah satuan pendidikan yang mengutamakan persiapan untuk memasuki lapangan kerja serta pengembangan sikap profesional peserta didik.

Sekolah Menengah Kejuruan merupakan salah satu lembaga pendidikan kejuruan yang bertanggung jawab dalam menciptakan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, ketrampilan dan keahlian tertentu. Pendidikan dititik beratkan pada mutu yang baik dari segi masukan, proses, maupun hasil pendidikan tersebut. Sumber daya manusia yang unggul hanya akan muncul dari sistem pendidikan yang berkualitas, sehingga upaya–upaya perbaikan secara terus menerus harus dilakukan khususnya pada sistem evaluasi. Sistem evaluasi sangat penting dalam menentukan tercapainya tujuan dari pendidikan nasional.

Undang-Undang No.20 tahun 2003 pasal 1 ayat 21 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menjelaskan makna evaluasi pendidikan sebagai kegiatan pengendalian, penjaminan, penetapan mutu pendidikan


(18)

2

terhadap komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang dan jenis pendidikan sebagai bentuk penyelenggaraan pendidikan. Salah satu komponen pendidikan yang perlu dievaluasi adalah hasil belajar peserta didik. Pelaksanaan evaluasi hasil belajar merupakan salah satu peran guru sebagai seorang evaluator, yaitu guru dituntut untuk mampu menilai hasil belajar peserta didik dalam proses pembelajaran. Melalui evaluasi hasil belajar dapat diketahui seberapa jauh peserta didik telah menguasai materi yang dipelajari serta menjadi umpan balik bagi perbaikan proses belajar mengajar di kelas.

Proses evaluasi belajar merupakan salah satu sarana penting dalam meraih tujuan pembelajaran. Evaluasi berkaitan dengan kegiatan mengukur dan menilai. Pada umumnya alat ukur yang digunakan pada evaluasi berupa perangkat tes. Perangkat tes tersebut adalah tes bentuk subyektif dan tes bentuk obyektif. Tes dikatakan baik sebagai alat ukur apabila mempunyai persyaratan tes, yaitu validitas, reliabilitas, objek-tifitas, praktisibilitas, dan ekonomis. Untuk mengetahui kelayakan dari soal tes sebagai alat ukur, maka harus dilaksanakannya kegiatan analisis butir soal. Analisis butir soal merupakan prosedur sistematis untuk mengkaji kualitas pertanyaan dalam tes berdasarkan jawaban siswa. Kegiatan analisis dilakukan dengan parameter kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi isi, konstruksi dan bahasa. Analisis kuantitatif meliputi tingkat kesukaran, daya beda dan efektifitas pengecoh.

Sekolah Menengah Kejuruan Muhammadiyah 3 Yogyakarta adalah salah satu sekolah menengah kejuruan di D.I. Yogyakarta yang telah


(19)

3

menerapkan proses evaluasi untuk mengetahui keberhasilan proses pembelajaran yang telah dilakukan oleh peserta didik. Kegiatan evaluasi tersebut contohnya adalah pelaksanaan ujian tengah semester diklat teori produktif kelas XII jurusan teknik pemesinan. Secara keseluruhan soal ujian disusun oleh tim guru pengampu mata pelajaran produktif dengan mengacu pada kisi-kisi soal UN 2014/2015 yang terdiri dari paket A dan paket B.

Soal ujian tengah semester tersebut belum dianalisis secara menyeluruh, sehingga informasi mengenai kualitas dan kelayakan soal belum diketahui secara optimal. Berdasarkan hasil observasi awal dan wawancara dengan guru pengampu diklat teori produktif, maka peneliti memandang penting untuk melakukan analisis soal tes tersebut. Analisis dilakukan untuk mengetahui kualitas dari soal agar tepat manfaatnya dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam rangka meningkat-kan kualitas alat ukur evaluasi belajar.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka diidentifikasi per-masalahan tentang Soal UTS Diklat Teori Produktif Kelas XII Semester Genap Jurusan Teknik Pemesinan SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015, antara lain:

1. Kualitas soal sebagai alat ukur evaluasi yang baik meliputi validitas, reliabilitas, objektifitas, praktisibilitas, dan ekonomis belum diketahui.


(20)

4

2. Analisis kualitas butir soal dengan parameter kualitatif (isi, konstruksi serta bahasa) dan analisis kuantitatif (tingkat kesukaran, daya beda serta efektifitas pengecoh) belum dilakukan.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas serta agar penelitian lebih terfokus, maka peneliti membatasi permasalahan yang terkait dengan Soal UTS Diklat Teori Produktif Kelas XII Semester Genap Jurusan Teknik Pemesinan SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015, meliputi:

1. Tingkat validitas butir soal dan tingkat reliabilitas soal.

2. Tingkat kesukaran, daya beda dan efektifitas pengecoh butir soal. D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan yang akan diungkap, antara lain:

1. Bagaimanakah tingkat validitas butir Soal UTS Diklat Teori Produktif Kelas XII Semester Genap Jurusan Teknik Pemesinan SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015?

2. Bagaimanakah tingkat reliabilitas Soal UTS Diklat Teori Produktif Kelas XII Semester Genap Jurusan Teknik Pemesinan SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015?

3. Bagaimanakah tingkat kesukaran butir Soal UTS Diklat Teori Produktif Kelas XII Semester Genap Jurusan Teknik Pemesinan SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015?


(21)

5

4. Bagaimanakah daya beda butir Soal UTS Diklat Teori Produktif Kelas XII Semester Genap Jurusan Teknik Pemesinan SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015?

5. Bagaimankah efektifitas pengecoh butir Soal UTS Diklat Teori Produktif Kelas XII Semester Genap Jurusan Teknik Pemesinan SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukanya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui tingkat validitas butir Soal UTS Diklat Teori Produktif Kelas XII Semester Genap Jurusan Teknik Pemesinan SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015.

2. Mengetahui tingkat reliabilitas Soal UTS Diklat Teori Produktif Kelas XII Semester Genap Jurusan Teknik Pemesinan SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015.

3. Mengetahui tingkat kesukaran butir Soal UTS Diklat Teori Produktif Kelas XII Semester Genap Jurusan Teknik Pemesinan SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015.

4. Mengetahui daya beda butir Soal UTS Diklat Teori Produktif Kelas XII Semester Genap Jurusan Teknik Pemesinan SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015.

5. Mengetahui efektifitas pengecoh butir Soal UTS Diklat Teori Produktif Kelas XII Semester Genap Jurusan Teknik Pemesinan SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015.


(22)

6 F. Manfaat Penelitian

Hasil dilakukannya penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu pedoman dan menambah wawasan ketika peneliti terjun kelapangan nantinya. 2. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dan bahan masukan untuk peningkatan mutu sekolah, khususnya dalam bidang evaluasi. 3. Bagi Guru

Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dan bahan masukan guru mata pelajaran diklat teori produktif jurusan teknik pemesinan dalam menyusun soal agar lebih berkualitas

4. Bagi Universitas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian bagi fakultas teknik, khususnya jurusan teknik mesin UNY.

5. Bagi Peneliti Lanjutan

Penelitian ini dilakukan dengan analisis secara empiris (parameter kuantitatif) sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan untuk melanjutkan penelitian dengan analisis berdasarkan parameter kualitatif.


(23)

7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Defenisi Variabel Penelitian

1. Sekolah Menengah Kejuruan

Sekolah Menengah Kejuruan menurut Peraturan Pemerintah No.74 tahun 2008 Pasal 1 Ayat 21 tentang Guru adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTS, atau bentuk lain yang sederajat, serta SMK merupakan lanjutan dari hasil belajar yang diakui setara dengan SMP atau MTS. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan pendidikan pada jenjang menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu. Sedangkan, menurut Peraturan Pemerintah No.29 Tahun 1990 pasal 3 ayat 3 SMK adalah satuan pendidikan yang mengutamakan persiapan untuk memasuki lapangan kerja serta pengembangan sikap professional peserta didik.

Hal ini juga diperkuat keputusan Permendiknas No. 22 Tahun 2006, tentang tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan, yaitu:

“Pendidikan kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan peserta didik, untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan program kejuruannya”.

Pendirian SMK diatur dalam Peraturan Menteri tahun 2014 pasal 4 ayat 1 dan pasal 5. Pasal 4 Ayat 1 menyatakan persyaratan pendirian SMK, meliputi : (1) Hasil studi kelayakan, (2) Isi pendidikan, (3) Jumlah


(24)

8

dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, (4) Sarana dan prasarana pendidikan, (5) Pembiayaan pendidikan, (6) Sistem evaluasi dan sertifikasi, (6) Manajemen dan proses pendidikan. Pasal 5 menyatakan bahwa selain persyaratan yang harus dimiliki pada pasal 4 ayat 1, pendirian SMK haruslah memenuhi syarat yang meliputi: (1) Tersedianya sarana dan prasarana praktik sesuai kejuruannya, (2) Adanya potensi wilayah yang memerlukan keahlian kejuruan tertentu, (3) Memiliki potensi kerja, (4) Adanya pemetaan satuan pendidikan yang sejenis diwilayah tersebut, (5) Adanya dukungan masyarakat atau dunia industri.

Berdasarkan defenisi yang telah diuraikan di atas maka dapat dipahami bahwa Sekolah Menengah Kejuruan adalah suatu satuan tingkat pendidikan yang menyiapkan para peserta didiknya yang bukan hanya memiliki pengetahuan namun memiliki keahlian atau ketrampilan dalam bidang tertentu agar dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi dunia industri setelah mereka lulus dan peraturan pendiriannya telah diatur oleh negara.

2. Diklat Teori Produktif Kelas XII Semester Genap Jurusan Teknik Pemesinan SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta

Kompetensi keahlian di SMK menurut Keputusan Dirjen Mandikdasmen, No.251/C/Kep/MM/2008 tentang Spectrum Keahlian Pendidikan Menengah Kejuruan mencapai 121 kompetensi keahlian. Struktur kurikulum membagi kelompok mata pelajaran menjadi tiga kelompok, yaitu adaptif, normatif dan Produktif. Mata pelajaran adaptif


(25)

9

berfungsi menyiapkan kamampuan dasar yang memiliki daya transfer terhadap semua mata pelajaran keahlian. Sebagai contoh Matematika, Fisika, Bahasa Inggris, Kimia dan Kewirausahaan. Kelompok mata pelajaran normatif menyiapkan para lulusan yang memiliki kompetensi kepribadian sebagai manusia Indonesia yang pancasilais. Sebagai contoh mata pelajaran Agama, Pkn, Bahasa Indonesia, Pendidikan Jasmani dan Sejarah. Sedangkan, pada kelompok mata pelajaran produktif mem-persiapkan peserta didik untuk memiliki keahlian yang handal dalam lebih dari 121 kompetensi keahlian. Setiap kompetensi keahlian produktif menuntut penguasaan konsep-konsep yang relevan dengan bidang keahliannya disamping praktikum yang intensif, untuk menjamin kompetensi lulusan yang kompetitif.

Diklat Teori Produktif Jurusan Teknik Pemesinan yang ada pada SMK Muhammmadiyah 3 Yogyakarta adalah gabungan dari berbagai mata pelajaran produktif yang dilaksanakan dalam pembelajaran. Mata pelajaran tersebut diantaranya adalah Kerja Bangku, K3, Pengelasan dan Pematrian Logam, Gambar Teknik, Ilmu Bahan, Alat Ukur Presisi, Perkakas Tangan, Pemesinan Dasar, kelistrikan dasar dan konversi energi serta CNC. Pada saat pelaksanaan pembelajaran, mata pelajaran tersebut diajarkan terpisah (satu mata pelajaran), namun pada saat pelaksanaan evaluasi pembelajaran (ujian) mata pelajaran tersebut digabung dalam pembuatan soal tesnya.

Diklat Teori Produktif pada kelas XII pada semester genap hanya terdiri dari pembelajaran CNC (teori dengan praktik). Dalam Kurikulum


(26)

10

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Sepektrum (2008), pembelajaran CNC dii SMK terdapat tiga standar kompetensi yaitu: (1) Mengeset mesin dan program mesin NC/CNC (dasar), (2) Memprogram mesin NC/CNC (dasar), (3) Mengoperasikan mesin NC/CNC (dasar). Dari standar kompetensi, pembelajaran CNC dibagi menjadi beberapa kompetensi dasar. Standar kompetensi dicapai dengan satu atau beberapa kompetensi dasar yang diuraikan lebih lanjut pada saat menyusun silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

Pembuatan Soal UTS Diklat Teori Produktif kelas XII Semester Genap Jurusan Teknik Pemesinan SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015 dilaksanakan oleh tim guru pengampu mata pelajaran produktif yang terdiri dari paket A dan paket B. Pembuatan soal tes tersebut mengacu pada kisi-kisi soal UN 2014/2015. Mata pelajaran yang terkandung di dalamnya adalah Kerja Bangku, K3, Gambar Teknik, Ilmu Bahan, Alat Ukur Presisi, Perkakas Tangan, Pemesinan Dasar, kelistrikan dasar dan konversi energi serta CNC.

3. Belajar dan Pembelajaran

a. Pengertian belajar dan pembelajaran

Istilah belajar dan pembelajaran merupakan suatu istilah yang memiliki saling keterkaitan dalam proses pendidikan. Pengertian belajar menurut Wina Sanjaya (2006: 57) adalah merupakan pe-rubahan tingkah laku yang dialami oleh setiap individu. Sejalan dengan pendapat Wina Sanjaya, hanafiah dan Suhana (2012) dalam kasmadi dan sunariah (2013: 29) belajar adalah merupakan suatu proses


(27)

11

perubahan tingkah laku akibat adanya interaksi dengan lingkungan pembelajar.

Pembelajaran menurut Sudjana (2000) dalam Sugihartono (2007: 80) adalah segala upaya yang dilakukan secara sengaja oleh pendidik yang dapat menyebabkan peserta didik melakukan kegiatan belajar. Sedangkan makna pembelajaran menurut Miarso (2009) dalam Kasmadi dan Sunariah (2013: 29) adalah sebagai suatu usaha yang di sengaja, bertujuan dan terkendali agar terjadi perubahan yang relatif menetap dalam diri peserta didik.

Berdasarkan defenisi yang telah dikemukakan di atas belajar dan pembelajaran memilki makna yang saling terkait satu dengan yang lain. Perbedaan belajar dan pembelajaran terletak pada penekanan mak-nanya yaitu belajar lebih menekankan makna pada bahasan tentang peserta didik dan proses yang menyertainya dalam perubahan tingkah laku dan pemebelajaran lebih menekankan pada guru dalam upaya untuk menciptakan peserta didik dapat belajar.

b.Karakteristik dan faktor yang mempengaruhi belajar

Perubahan tingkah laku tidak semua dikategorikan dalam sebuah aktivitas belajar. Ada beberapa perubahan tingkah laku yang dapat dikategorikan dalam kedalam perilaku belajar. Ciri-ciri dari tingkah laku tersebut menurut Sugihartono (2007: 74-76) adalah 1) Terjadinya perubahan tingkah laku secara sadar, yaitu perubahan

tingkah laku yang telah dirasakan dalam diri seseorang secara sadar. Dalam hal ini perubahan tingkah laku yang terjadi karena


(28)

12

mabuk (dalam keadaan tidak sadar) bukanlah termasuk dalam perilaku belajar.

2) Perubahan bersifat terus menerus dan fungsional, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan sebagai hasil belajar. Contohnya seorang anak yang sedang belajar membaca, maka anak tersebut akan mengalami perubahan dari tidak dapat membaca sampai bisa membaca secara lancar.

3) Perubahan bersifat positif aktif, perubahan dikatakan positif apabila perilaku seseorang mengalami perubahan yang tertuju dalam memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan dikatakan aktif yang berati bahwa perubahan tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan perubahan terjadi akibat usaha yang dilaku-kan oleh individu sendiri.

4) Perubah bersifat permanen, perubahan terjadi setelah dilakukan-nya proses belajar dan perubahan yang telah dimiliki tidak akan hilang serta dapat terus berkembang.

5) Perubahan bertujuan dan terarah, perubahan yang dialami oleh individu mensyaratkan akan adanya tujuan yang akan dicapai dan terarah kepada perilaku yang benar-benar disadari.

6) Perubahan mencakup aspek tingkah laku, perubahan mencakup aspek tingkah laku dicontohkan seseorang yang sedang belajar sesuatu, sebagian hasilnya individu tersebut akan mengalami per-ubahan tingkah laku yaitu dalam sikap, ketrampilan, dan penge-tahuan.


(29)

13

Karakteristik belajar adalah merupakan dasar perubahan tingkah laku individu sehingga perubahan tersebut dapat dikatakan sebagai proses belajar. Proses belajar dalam aplikasinya memiliki faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut menurut Sugihartono (2007: 76) meliputi dua hal, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang melakukan proses belajar. Faktor internal dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu faktor jasmaniah dan psikologis. Faktor jasmaniah meliputi kesehatan, cacat tubuh. Faktor psikologis meliputi intelegensi, minat, bakat, motif dan kematangan. Faktor eksternal dalah faktor yang mempengaruhi individu dan berasal dari luar. Faktor eksternal dipengaruhi oleh faktor keluarga, sekolah dan masyarakat. Faktor keluarga dapat meliputi cara orang tua dalam mendidik, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, dan latar belakang keluarga. Faktor sekolah meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dan peserta didik, disiplin sekolah, pelajaran serta waktu sekolah. Faktor masyarakat meliputi kegiatan individu di masyarakat, teman bergaul dan media masa.

Berdasarkan defenisi yang telah dikemukakan di atas maka dapat dipahami bahwa karakteristik belajar merupakan bagian terpenting dalam pemahaman tentang makna dari belajar yang sesungguh-nya. Dalam kegiatan belajar ada bebrapa faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan belajar. Faktor-faktor tersebut bersumber dari


(30)

14

dalam diri individu dan faktor yang mempengaruhi diluar individu yang melakukan proses belajar.

c. Konsep dasar dan peran guru dalam pembelajaran

Konsep merupakan pedoman yang dilakukan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Tiga konsep dasar pembelajaran menurut Biggs (1985) dalam Sugihartono (2007 : 80), yaitu

1) Pembelajaran dalam pengertian kuantitatif yang berati penularan pengetahuan yang dilakukan guru kepada peserta didiknya.

2) Pembelajaran dalam pengertian institusional yang berati penataan segala kemampuan mengajar guru sehingga dapat berjalan secara efesien dan guru dituntut agar dapat mengadaptasi berbagia teknik mengajar.

3) Pembelajaran bersifat kualitatif yang berati bahwa segala upaya guru untuk dapat memudahkan kegiatan belajar yang dilakukan oleh peserta didik dan peran guru bukan sekedar menjelaskan tetapi juga melibatkan peserta didik dalam aktivitas belajar yang efektif dan efisien.

Konsep dasar pembelajaran merupakan dasar seorang guru dalam melaksanakan pembelajaran. Peran guru dalam kegiatan pembelajaran sangatlah komplek yaitu guru dituntut tidak hanya sekedar menyampaikan ilmu tetapi guru dapat juga memainkan berbagia peran dalam tujuan pengembangan potensi peserta didik. Djamarah (2000) dalam Sugihartono (2007: 85-87) merumuskan peran seorang guru dalam proses pembelajaran sebagai berikut:


(31)

15

1) Guru sebagai korektor, yaitu berperan menilai dan mengoreksi hasil belajar peserta didik, sikap, tingkah laku, dan perbuatan peserta didik didalam maupun diluar sekolah.

2) Guru sebagai inspirator, yaitu guru harus dapat memberikan inspirasi kepada peserta didik mengenai cara belajar yang baik. 3) Guru sebagai informator, yaitu guru harus dapat memberikan

informasi yang baik dan efektif mengenai materi pelajaran yang ada dalam kurikulum.

4) Guru sebagai organistator, yaitu guru berperan dalam pengelolaan akademik.

5) Guru sebagai motivator, yaitu guru dituntut untuk dapat mendorong anak didiknya agar senantiasa memiliki motivasi tinggi dalam belajar.

6) Guru sebagai inisiator, yaitu guru dapat menjadi pencetus ide tentang kemajuan pendidikan dan pengajaran.

7) Guru sebagai fasilitator, yaitu guru diharapkan dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan peserta didik dapat belajar secara optimal.

8) Guru sebagai pembimbing, yaitu guru diharapkan dapat memberikan bimbingan terhadap peserta didiknya yang mengalami kesulitan belajar.

9) Guru sebagai demonstrator, yaitu guru dituntut agar dapat memperagakan apa yang diajarkan secara didaktis.


(32)

16

10) Guru sebagai pengelola kelas, yaitu guru diharapkan dapat mengelola kelas dengan baik dlam proses pembelajaran.

11) Guru sebagai mediator, yaitu guru dapat berperan sebagai penyedia media dan penengah dalam proses pembelajaran.

12) Guru sebagai supervisor, yaitu guru dapat membantu, memperbaiki dan menilai secara kritis proses pembelajaran.

13) Guru sebagai evaluator, yaitu guru dituntut untuk mampu menilai hasil belajar peserta didik dalam proses berjalanya pembelajaran.

Berdasarkan defensi yang telah dikemukakan di atas maka dapat dipahamii bahwa konsep dasar belajar merupakan prinsip dasar seorang guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Konsep dasar sangat mempengaruhi peran seorang guru dalam pembelajaran. Peran guru dalam pembelajaran meliputi berbagai peran, dimana peran tersebut bertujuan untuk tercapainya suatu kegiatan pembelajaran yang efektif dan efesien.

4. Evaluasi Pendidikan

a. Pengertian evaluasi pendidikan

Pengertian evaluasi pendidikan (educational evaluation) dapat diartikan sebagai penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan (Anas Sudjiono, 2013: 1-2). Sedangkan menurut UU No.20 tahun 2003 pasal 1 ayat 21 tentang Sistem Pendidikan Nasional evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, pen-jaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai


(33)

17

bentuk penyelenggaraan pendidikan. Suharsimi Arikunto (2012:3) menjelas-kan pengertian evaluasi dengan terlebih dahulu menjelaskan makna dari menilai dan mengukur.

Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran, kegiatan pengukuran bersifat kuantitatif. Menilai adalah mengambil suatu keputusan dengan ukuran baik dan buruk, Penilaian lebih bersifat kualitatif. Sehingga pengertian evaluasi meliputi kedua langkah di atas, yakni mengukur dan menilai. Evaluasi yang berati menilai (dilakukan dengan mengukur terlebih dahulu). Pengertian evaluasi menurut Stark Dan Thomas (1994) dalam Widoyoko (2014:6) menyatakan:

“Evaluation is the process of ascertraining the decision of concern, selecting appropriate information, and collecting and analyzing information in order to report summary data useful to decision makers in selecting among alternatives”.

Evaluasi adalah merupakan suatu proses atau kegiatan pemilihan, pengumpulan, analisis, penyajian informasi yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan serta penyusunan program selanjutnya. Sedangkan, menurut Wringhtstone (1956) dalam Ngalim Purwanto (2013: 3) mengemukakan defenisi evaluasi pendidikan adalah penaksiran terhadap pertumbuhan dan kemajuan siswa menuju tujuan serta nilai yang telah ditetapkan didalam kurikulum.

Berdasarkan defenisi yang telah dikemukakan di atas maka dapat dipahami bahwa evaluasi pendidikan adalah merupakan proses sistematis dan berkelanjutan dalam bidang pendidikan yang dapat


(34)

di-18

gunakan untuk mengambil keputusan, membuat kebijakan serta me-nyusun program sehingga dapat diperoleh tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Evaluasi pendidikan merupakan bagian terpenting darii sistem pendidikan yaitu tercapainya tujuan pendidikan. Evaluasii pen-didikan dapat memberikan informasi mengenai pertumbuhan dan kemajuan peserta didik.

b. Dasar-dasar evaluasi pendidikan

Evaluasi harus memiliki dasar yang kuat dalam pelaksanaanya, yaitu prinsip ilmiah yang mendasari pelaksanaan dan penyusunan evaluasii tersebut. Menurut Suharsimi Arikunto (2013: 38-40) prinsip umum dan khusus dalam kegiatan evaluasi adalah adanya triangulasi (hubungan) antara tiga komponen yaitu (a) Tujuan Pembelajaran, (b) Kegiatan pembelajaran (KBM), (3) Evaluasi.

Triangulasi tersebut digambarkan dalam bagan sebagai berikut,

Penjelasan dari bagan triangulasi sebagai berikut:

1) Hubungan tujuan dengan KBM, yaitu kegiatan belajar mengajar yang dirancang dalam bentuk rencana mengajar disusun oleh guru dan mengacu pada tujuan yang akan dicapai. Anak panah

Tujuan

KBM Evaluasi


(35)

19

yang menunujukan hubungan antara keduanya mengarah pada tujuan dengan makna bahwa KBM mengacu pada tujuan, tetapi juga mengarah dari tujuan ke KBM, menunjukan langkah dari tujuan dilanjutkan pemikirannya ke KBM.

2) Hubungan tujuan dengan evaluasi, yaitu kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana tujuan sudah tercapai. Anak panah berasal dari evaluasi menuju ke tujuan. Jika dilihat dari langkah, dalam menyusun alat evaluasi , evaluasi mengacu pada tujuan yang sudah dirumuskan.

3) Hubungan KBM dengan Evaluasi, yaitu KBM dirancang dan disusun dengan mengacu pada tujuan yang telah dirumuskan. Alat evaluasi juga disusun dengan mengacu pada tujuan. Selain mengacu pada tujuan, evaluasi juga harus mengacu atau disesuaikan dengan KBM yang akan dilaksanakan. Sebagai contoh jika kegiatan pembelajaran oleh guru dengan menitik beratkan pada ketrampilan, evaluasinya juga harus mengukur tingkat ketrampilan siswa, bukannya aspek pengetahuan.

Dasar evaluasi belajar menurut Anas Sudjiono (2013: 31-33) dibagi dalam tiga prinsip, yaitu prinsip keseluruhan, prinsip kesinambungan, dan prinsip obyektivitas. Penjelasan dari tiga prinsip dasar evaluasi belajar tersebut adalah sebagai berikut:

1) Prinsip Keseluruhan (komperhensif) dimaksudkan bahwa evaluasi hasil belajar dapat dikatakan terlaksana dengan baik apabila evaluasi tersebut dilaksanakan secara bulat, utuh, atau


(36)

20

menyeluruh. Evaluasi hasil belajar harus mencakup berbagai aspek yang dapat menggambarkan perkembangan atau perubahan tingkah laku pada diri peserta didik.

2) Prinsip Kesinambungan dimaksudkan bahwa evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan secara teratur dari waktu ke waktu. Dengan evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan secara teratur, terencana, dan terjadwal itu maka dimungkinkan bagi evaluator untuk mem-peroleh informasi yang dapat memberikan gambaran mengenai kemajuan atau perkembangan peserta didik yang dimulai dari awal mula mengikuti program pendidikan sampai pada saat-saat mereka mengakiri program pendidikan yang mereka tempuh. 3) Prinsip Obyektifitas, yaitu evaluasi hasil belajar dapat dinyatakan

sebagai evaluasi yang baik apabila dapat terlepas dari faktor-faktor yang sifatnya subyektif. Sehubungan dengan itu, dalam pelaksanaan evaluasi hasil belajar, seorang evaluator harus senantiasa berfikir, bertindak wajar, menurut keadaan yang senyatanya, tidak dicampuri oleh kepentingan-kepentingan yang bersifat subyektif.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas maka dapat dipahami bahwa prinsip dasar kegiatan evaluasi pendidikan mempunyai hubungan yang saling berkaitan dengan kegiatan pembelajaran. Evaluasi belajar dalam pelaksanaannya memiliki dasar atau prinsip sebagai landasan untuk mencapai tujuan dari pendidikan.


(37)

21

c. Fungsi dan tujuan evaluasi pendidikan

Evaluasi pendidikan memiliki fungsi serta tujuan sebagai peranan didalam dunia pendidikan. Fungsi evaluasi di dalam pendidikan saling berhubungan dengan tujuan evaluasi. Menurut Ngalim Purwanto (2013: 5) evaluasi dalam pendidikan memiliki empat fungsi, yaitu:

1) Untuk mengetahui perkembangan serta keberhasilan siswa setelah melakukan kegiatan belajar selama jangka waktu tertentu.

2) Untuk mengetahui tingkah laku keberhasilan program pengajaran. 3) Untuk keperluan bimbingan dan konseling (BK).

4) Untuk keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum sekolah yang bersangkutan.

Tujuan dari evaluasi pendidikan menurut Anas Sudjiono (2013: 16-17) dikelompokan menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

1) Tujuan umum evaluasi pendidikan

a) Untuk mengimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan bukti mengenai perkembangan dan kemajuan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.

b) Untuk mengetahui tingkat efektifitas metode pambelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.


(38)

22

2) Tujuan khusus evaluasi pendidikan

a) Untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan.

b) Untuk mencari serta menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan dan kegagalan peserta didik dalam mengikuti program pedidikan.

Berdasarkan beberapa defenisi yang dikemukakan di atas maka dapat dipahami bahwa fungsi dan tujuan evaluasi pendidikan sangat-lah kompleks, keduanya saling memiliki keterkaitan dalam peranannya di dunia pendidikan. Evaluasi memilki tujuan umum serta khusus. Tujuan umum yang disasarkan kepada pembelajaran dan tujuan khusus kepada peserta didik.

d. Alat ukur evaluasi

Kegiatan pelaksanaan evaluasi ada beberapa cara yang digunakan untuk menjalankan kegiatan evaluasi. Cara-cara tersebut umumnya disebut sebagai alat ukur evaluasi. Alat ukur digunakan untuk mempermudah evaluator dalam pelaksanaan serta mencapai tujuan evaluasi.

Alat ukur evaluasi ada dua, yaitu teknik tes dan non tes. Me-nurut Anas Sudjiono (2013: 68) tes terbagi atas enam golongan yaitu tes seleksi, tes awal, tes akhir, tes diagnostic, tes formatif, dan tes sumatif. Sedangkan teknik non tes yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (2013: 41-46) terdiri dari 6 golongan, yaitu skala bertingkat,


(39)

23

kuesioner, daftar cocok, wawancara, pengamatan dan daftar riwayat hidup.

Berdasarkan defenisi yang telah dikemukakan di atas maka dapat dipahami bahwa dalam pelaksanaan evaluasi dibutuhkan suatu alat yang dapat digunakan untuk mengukur kegiatan evaluasi tersebut. Alat evaluasi berfungsi untuk mempermudah evaluator dalam pelaksanaan serta pencapaian tujuan evaluasi pendidikan. 5. Tes

a. Pengertian tes

Tes adalah merupakan salah satu alat ukur yang digunakan dalam kegiatan evaluasi. Menurut Suharsimi Arikunto (2013: 67) tes adalah suatu alat atau prosedur yang akan digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan sebelumnya. Selanjutnya Amir Daien Indrakusuma (1974) dalam Ismet Basuki dan Hariyanto (2014: 22) menjelaskan bahwa tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk mendapatkan data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseorang, dengan cara yang tepat dan cepat.

Sejalan dengan pendapat di atas menurut Anas Sudijono (2013: 67) tes adalah cara yang dapat digunakan atau prosedur yang perlu ditempuh dalam rangka untuk mengukur atau menilai dalam bidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas baik berupa pertanyaan-pertanyaan atau perintah-perintah yang harus dikerjakan


(40)

24

oleh testee sehingga dapat menghasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau testee.

Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan di atas maka dapat dipahami bahwa tes adalah merupakan salah satu alat ukur evaluasi yang digunakan untuk mengetahui kemampuan peserta tes. Tes merupakan alat ukur evaluasi dengan bentuk pertanyaan atau perintah yang harus dikerjakan oleh peserta tes sehingga dapat menghasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku dalam rangka mengetahui kemampuan peserta tes tersebut.

b. Fungsi dan tujuan tes

Fungsi tes menurut Anas Sudjiono (2013: 67) ada dua macam, yaitu: 1) Tes sebagai alat ukur terhadap perkembangan peserta didik

tentang sejauh mana telah menempuh proses belajar dalam jangka waktu tertentu.

2) Tes merupakan alat ukur keberhasilan program pengajaran. Tujuan tes menurut Ismet Basuki dan Hariyanto (2014: 27) adalah sebagai berikut:

1) Sebagai umpan balik dari hasil pembelajaran oleh guru, peserta didik, maupun pihak sekolah. Bagi guru hasil tes memberikan indikasi efektifitas pembelajaran yang telah dilakukan. Bagi peserta didik hasil tes memberikan informasi tentang sejauh mana tingkat hasil pembelajaran yang telah dicapai. Bagi sekolah hasil tes dari sejumlah bidang studi dapat memberikan indikasi tentang efektifitas pembelajaran yang telah berlangsung disekolah.


(41)

25

2) Sebagai refleksi untuk memperbaiki kurikulum dan program pendidikan. Dengan laporan setiap sekolah tentang efektifitas kurikulum yang diberlakukan oleh pemerintah, sehingga pemerintah akan mengetahui bahwa kurikulum tersebut perlu dilakukan perbaikan atau tidak.

3) Meningkatkan motivasi siswa, jika peserta didik masih belum memenuhi Kreteria Ketuntasan Minimal (KKM). Bagi peserta didik yang telah memenuhi KKM hasil tes memberikan motivasi agar dapat mempertahankan prestasinya.

4) Pelaksanaan diagnosis dan remedial yaitu Hasil tes digunakan sebagai alat ukur untuk mengetahui kekuatan atau kelemahan peserta didik dalam bidang studi tertentu sehingga peserta didik dapat memperbaiki penguasaan dan kemampuannya.

5) Melakukan penempatan, yaitu biasanya dilakukan pada kursus-kursus. Hasil tes digunakan sebagia acuan dimana peserta didik harus menempuh jenjang kelasnya.

6) Sebagai alat seleksi ketika pelaksanaan tes yang dilakukan suatu lembaga, jumlah kursi yang tersedia hanya terbatas.

7) Sebagai alat untuk mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan. Berdasarkan defenisi yang telah diuraikan di atas maka dapat dipahami bahwa fungsi dan tujuan tes memiliki keterkaitan. Fungsi merupakan kegunaan dari alat evaluasi, sedangkan tujuan adalah arah pelaksanan evaluasi. Keduanya merupakan pedoman evaluator dalam pencapaian keberhasilan alat ukur evaluasi.


(42)

26 c. Karakteristik tes

Tes dapat berfungsi sebagai alat ukur yang baik jika tes tersebut memiliki ciri atau karakter. Karakter tersebut adalah me-rupakan syarat agar dapat menjalankan fungsinya. Suharsimi Arikunto ( 2013: 72-77) menjelaskan bagaimana persyaratan yang harus di-miliki sebuah tes, yaitu validitas, realibilitas, objektifitas, praktibilitas, dan ekonomis. Tes dikatakan valid apabila tes dapat tepat mengukur apa yang akan diukur. Tes reliabel jika memberikan hasil yang tepat apabila dilakukan tes berkali-kali. Susunan tes dikatakan objektif apabila dalam pelaksanaan tes itu tidak ada factor subjektif yang mempengaruhi. Tes memiliki praktisibilitas tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis yaitu mudah dilaksanakan, mudah pemeriksaannya serta dilengkapi dengan petunjuk–petunjuk yang jelas. Sedangkan persyaratan ekonomis artinya bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan biaya yang mahal, tenaga yang banyak dan waktu yang lama.

Karakteristik tes menurut Anas Sudjiono (2013: 93-97) karakteristik tes memiliki kesamaan dalam segi pandangan dengan pendapat dari Suharsimi Arikunto, namun karakteristik tes yang baik dikelompokan menjadi 4 hal secara lebih terperinci, yaitu (1) Valid, (2) Reliabel, (3) Objektif, (4) Praktis dan ekonomis. Berdasarkan defenisi yang dikemukakan di atas dapat disimpul-kan bahwa tes adalah merupakan alat ukur, sehingga tes harus me-miliki karakteristik agar dapat menjalankan fungsi dari tes. Karakter merupakan sifat dari tes


(43)

27

yang merupakan salah satu alat ukur yang digunakan dalam proses evaluasi.

d. Bentuk tes

Tes dalam penyusunannya memiliki beberapa bentuk. Peng-golongan ini dimaksudkan agar tes yang disusun dapat sesuai menjadi alat ukur sesuai tujuan dilaksanakannya tes tersebut. Ismet Basuki dan Hariyanto (2014: 29-34) menjelaskan berbagai bentuk tes menurut aspeknya, yaitu:

1) Tes menurut sifatnya

a) Tes verbal, yaitu tes yang menggunakan bahasa sebagai medianya.

b) Tes non verbal, yaitu tes tanpa menggunakan bahasa atu jika menggunakan bahasa tapi secara terbatas.

c) Tes kinerja, yaitu tes yang terdiri dari tugas-tugas untuk me-lakukan sesuatu.

d) Tes kertas dan pena, yaitu tes yang menggunakan kertas dan pensil sebagai medianya.

e) Tes individu, yaitu tes yang dilakukan hanya menguji seorang peserta tes.

f) Tes kelompok, yaitu tes yang dilakukan untuk menguji sekelompok peserta tes.

2) Tes menurut tujuan dalam penggunaaanya

a) Tes bakat, yaitu tes yang bertujuan mengukur kecakapan dalam pengembangan pengetahuan peserta tes.


(44)

28

b) Tes prestasi, yaitu tes yang digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan peserta tes dalam bidang tertentu.

c) Tes diagnostic, yaitu tes individu dan dirancang untuk

meng-identifikasi kelemahan dalam proses pembelajaran.

d) Tes penempatan, yaitu tes yang bertujuan untuk menem-patakan peserta tes sesuai kelompok hasil tes.

3) Tes menurut pembuatannya

a) Tes baku, yaitu tes yang dalam pembuatannya telah distan-darisasi validitas serta realibitasnya.

b) Tes buatan guru, yaitu tes yang dibuat guru. Tes yang dibuat guru meliputi tes objektif (tes kertas dan pena yang jawa-banya berujung tertutup), tes subjektif (tes uraian yang jawabanya berujung terbuka atau bervariasi).

4) Tes menurut pelaksanaanya

a) Pra-tes, yaitu tes pendahuluan yang dilaksanakan untuk me-ngetahui pengetahuan dasar peserta tes.

b) Post-tes, yaitu tes yang diberikan kepada peserta tes setelah

dilaksanakannya program pembelajaran. 5) Tes menurut keruntutan pelaksanaanya

a) Tes formatif, yaitu tes yang dilakukan secara periodik untuk mengetahui kopetensi dasar dari peserta tes. Tes formatif identik dengan tes ulangan harian.


(45)

29

b) Tes sumatif, yaitu tes yang merupakan bagian dari evaluasi

final untuk mengetahui tercapainya tujuan pembelajaran

sesuai dengan kurikulum. 6) Tes menurut acuanya

a) Tes acuan norma, yaitu suatu tes yang menggunakan acuan perbandingan hasil kerja peserta tes satu dengan peserta tes yang lain.

b) Tes acuan kreteria, yaitu tes yang menggunakan acuan perbandingan kreteria yang telah disepakati sebelumnya. Bentuk tes menurut Suharsimi Arikunto (2013: 177-192) menjelaskan bentuk tes lebih kearah tes buatan guru, yaitu tes su-byektif dan osu-byektif. Tes susu-byektif pada umumnya berbentuk uraian yang memiliki jumlah butir soal 5 -10 soal dalam waktu pengerjaan 90-120 menit. Sedangkan tes obyektif jumlah soal yang diajukan lebih banyak dari pada tes uraian, umumnya 30-40 soal yang dikerjakan selama 60 menit.

Tes obyektif memiliki varian yang lebih banyak dibandingkan tes subyektif, diantaranya tes benar-salah, tes pilihan ganda, menjodohkan dan tes isian. Tes benar-salah berisi pernyataan sehingga peserta tes memilih jawaban benar-salah sesuai pertanyaan yang diajukan. Tes pilihan ganda terdiri atas suatu keterangan tentang pengertian yang belum lengkap dan terdiri dari beberapa alternative jawaban. Tes menjodohkan terdiri dari satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban. Tes isian terdiri atas


(46)

kalimat-30

kalimat yang bagianya dihilangkan, sehingga bagian yang dihilangkan harus diisi oleh peserta tes dan telah tersedia alternatif jawabannya.

Berdasarkan defenisi yang telah dikemukakan di atas maka dapat dipahami bahwa tes memiliki beberapa bentuk dalam pelak-sanaanya. Bentuk tes dimaksudkan untuk mengklasifikasikan tes agar sesuai dengan fungsi serta tujuan yang akan dicapai. Tes buatan guru dilkalsifikasikan menjadi 2 macam, yaitu tes bentuk objektif dan subjektif. Tes subyektif pada umumnya berbentuk uraian yang memiliki jumlah butir soal 5 -10 soal dalam waktu pengerjaan 90-120 menit. Sedangkan tes obyektif jumlah soal yang diajukan lebih banyak dari pada tes uraian, umumnya 30-40 soal yang dikerjakan selama 60 menit.

e. Penyusunan butir soal

Kegiatan pembuatan butir soal tes, evaluator harus mengetahui langkah-langkah dalam penyusunannya. Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam penyusunan soal tes menurut Suharsimi Arikunto (2013: 167) meliputi:

1) Menentukan tujuan mengadakan tes,

2) Mengadakan pembatasan bahan yang akan dijadikan tes

3) Merumuskan tujuan instruksional khusus dari tiap bagian bahan, pembuatan tabel indikator yang didalamnya memuat aspek tingkah laku


(47)

31

4) Penyusunan tabel spesifikasi yang memuat pokok materi, dan penulisan butir-butir soal yang didasarkan pada indikator dan aspek tingkah laku.

Sejalan dengan pendapat yang telah dikemukakan di atas, Anas Sudjiono (2013: 99-156) menjelaskan tentang teknik penyusunan butir soal adalah sebagai berikut:

1) Tes uraian

a) Penyusunan butir soal harus dapat mencakup ide pokok dari pelajaran yang diajarkan.

b) Susunan kalimat soal dibuat berlainan (bervariasi) sesuai pelajaran yang diajarkan yang bertujuan untuk menghindari peserta tes yang curang (mencontek).

c) Butir soal disusun dan dirumuskan secara tegas tentang bagaiamana seharusnya jawaban tes yang dikehendaki.

d) Pembuatan soal harus disertai tata cara (pedoman) pengerjaan soal.

2) Tes bentuk obyektif

a) Pembuatan butir soal bermutu tinggi dan dibuat oleh ahli (guru, dosen dan sebagainya)

b) Dalam penggunaan tes sebagai alat ukur, harus dilakukan analisa item yang bertujuan untuk menghindari kategori butir soal yang kurang baik.

c) Pembuatan soal tes disertai harus menggunakan alat bantu berupa kisi-kisi soal tes.


(48)

32

d) Penyusunan kalimat secara jelas, ringkas dan mudah dipahami oleh peserta tes.

e) Penyusunan butir soal harus dapat menghindari adanya butir soal yang menghasilkan penafsiran ganda.

f) Cara memenggal kalimat, membubuhkan tanda baca harus ditulis secara benar.

g) Penyusunan soal tes disertai petunjuk pengerjaan yang jelas. Berdasarkan defenisi yang telah dikemukakan di atas maka dapat dipahami bahwa dalam pembuatan soal tes memerlukan langkah-langkah serta teknik yang harus dilakukan dalam pe-nyusunannya. Penyusunan soal tes dilakukan denga cara yang berbeda satu dengan yang lain menurut bentuk tes yang akan dibuat hal tersebut dimaksudkan agar soal tes yang dibuat dapat efektif dalam perannya sebagai alat ukur hasil belajar.

f. Analisa kualitas soal tes

Soal tes yang dibuat oleh guru pengampu mata pelajaran umumnya disusun tergesa-gesa dan tidak diujicobakan sebelum digunakan, akibatnya banyak butir soal yang digunakan dalam tes atau ujian tidak dapat menjadi alat ukur yang baik dalam mengetahui pemahaman pembelajaran yang telah dilakukan peserta didik. Asmawi Nainul dan Noehhi Nasution (2005) dalam Widoyoko (2014: 130-131) menjelaskan beberapa alasan terkait kegiatan analisis soal tes, antara lain:


(49)

33

2) Menyediakan informasi soal secara lengkap dan memudahkan guru untuk menyusun perangkat soal.

3) Diagnosis masalah yang terkandung dalam butir soal. 4) Alat untuk menilai butir soal.

Analisa soal tes menurut teori dapat dilaksanakan dengan dua cara, yaitu teori klasik dan teori modern. Teori tes klasik adalah teori analisis butir soal tes yang dilaksanakan dengan memperhitungkan kedudukan butir dalam satu kelas ataupun kelompok (Purwanto, 2013: 98). Dalam tes tori klasik perjitungan masih menggunakan cara manual. Sedangkan makna dari tes tori modern yang dijelaskan oleh Widoyoko (2014: 131) adalah teori tes yang dikenal dengan nama IRT (item response theory). IRT adalah suatu paradigma yang digunakan dalam merancang sebuah tes dan pemberian skor dengan disertai dengan skala pengukuran sikap, kecakapan dan variable lainnya. Dalam penggunaan tes toeri modern, penguji dapat secara mudah mengetahui hasil dari analisa soal yang dilakukan secara langsung. Penggunaan teori tes modern ini penguji harus mempunyai perangkat komputer atau sejenisnya sebagai media dalam melaksanakan perhitungan analisa soal.

Analisa soal tes dalam pelaksanaannya dapat dibagi menjadi dua, yaitu analisis dilakukan secara rasional atau logis, dan analisis yang dilakukan dengan kenyataan empiris (Anas Sudjiono,2013:163). Sejalan dengan pendapat yang dikemukan oleh Anas Sudjiono, Widoyoko (2014: 131) menjelaskan bahwa analisis soal tes meliputi


(50)

34

dua hal, yaitu analisis dengan menggunakan parameter kualitatif dan kuantitatif. Analisis dengan parameter kualitatif meliputi isi, konstruksi dan bahasa. Analisis parameter kualitatif ditentukan atas dasar keputusan ahli (expert judgment). Parameter kuantitatif meliputi analisis tingkat kesukaran butir soal, daya beda serta efektifitas pengecoh (distractor).

Berdasarkan defenisi yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa analisa butir soal harus dilakukan agar butir-butir soal tes dapat menjadi alat ukur yang tepat dalam mengetahui hasil pemahaman dari pembelajaran yang telah di-lakukan. Analisa butir soal dapat diketahui dengan melalui 2 cara yaitu analisa butir soal menggunakan parameter kualitatif yaitu berdasar isi, konstruksi dan bahasa yang berdasar atas keputusan ahli. Selanjutnya, analisa butir soal menggunakan paremeter kuantitatif yang berdasar pada tingkat kesukaran, daya beda dan efektifitas pengecoh.

g. Validitas tes

Validitas merupakan salah satu syarat tes dikatakan baik. Instrument dikatakan valid apabila instrument tersebut dapat mengukur apa yang akan diukur (Burhan Nurgiyantoro, 2001: 152). Menurut Suharsimi Arikunto (2013: 79-84) data evaluasi yang baik sesuai dengan kenyataan adalah data yang valid. Validitas terbagi atas dua, yaitu validitas logis dan validitas empiris.


(51)

35 1) Validitas logis

Validitas logis mengandung makna “logis”, yaitu bersifat logis (logika) atau penalaran. Instrumen yang memiliki validitas

logis artinya instrument tersebut telah dirancang secara baik,

mengikuti teori dan ketentuan yang ada. Dalam validitas logis terbagi atas dua macam validitas yang dapat dicapai oleh instrumen tersebut. Kedua validitas tersebut adalah validitas isi dan validitas konstruk.

Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila tes tersebut dapat mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi pelajaran yang telah diberikan. Tes memiliki validitas konstruksi apabila butir-butir soal yang menyusun tes tersebut dapat mengukur setiap aspek berfikir.

2) Validitas empiris

Empiris mempunyai makna berdasarkan pengalaman. Sugiyono (2014: 3) menjelaskan makna kata empiris, yaitu dapat diamati oleh indera manusia. Dalam validitas empiris ini memiliki kesamaan dengan validitas logis, yaitu sama memiliki dua cara yang dapat dilakukan penguji dalam menguji sebuah tes dapat dinyatakan valid. Kedua validitas tersebut adalah validitas “ada sekarang” atau concurrent validity dan validitas prediksi (pre-dictive validity).

Tes dikatakan memiliki validitas ada sekarang (empiris) jika hasil dari tes sesuai dengan pengalaman. Tes dikatakan memiliki


(52)

36

validitas prediksi apabila tes tersebut dapat memprediksi mengenai hal yang sekarang belum terjadi dan akan terjadi dimasa mendatang. Rumus untuk mengetahui validitas alat ukur yang dikemukan oleh person dengan menggunakan rumus korelasi product moment yaitu korelasi product moment dengan simpangan dan angka kasar.

Rumus korelasi product moment dengan simpangan:

Rumus korelasi product moment dengan angka kasar:

Keterangan:

= Koefesien korelasi antara variabel X dan Y(X= X - , Y= Y- )

Σ = Jumlah perkalian X dan Y 2 = Kuadrat dari X

2 = Kuadrat dari Y 3) Validitas butir soal

Validitas logis dan validitas empiris, keduanya sering digunakan untuk mencari validitas keseluruhan soal. Untuk me-ngetahui tingkat validitas tes berdasarkan komponen penyusunnya

=

(� )(� )

=

��

− �

(

)


(53)

37

yang terdiri berbagai item atau butir soal, maka penguji ataupun peneliti melakukan perhitungan validitas butir item tes.

Analisa validitas adalah ketepatan mengukur yang dimiliki oleh butir tes yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari suatu tes sebagai totalitas), dalam mengukur apa yang seharus-nya diukur lewat butir tes tersebut (Anas Sudjiono, 2013: 163). Pemberian skor pada soal bentuk objektif, umumnya butir soal merupakan data diskret murni atau data dikotomik, yaitu dalam setiap butir soal yang dijawab dengan betul diberikan skor 1 dan jika jawaban tester salah diberikan skor 0. Sedangkan skor total yang dimiliki masing-masing tester merupakan hasil penjumlahan dari setiap skor yang dimiliki oleh setiap butir item atau biasa disebut data kontinyu. Menurut Anas Sudjiono (2013 :185), Jika variable I merupakan data dikotomik dan variable II adalah data kontinyu maka teknik korelasi yang tepat digunakan adalah teknik korelasi point biserial.

Rumus koofesien korelasi biserial:

Keterangan:

�� = Koofesien korelasi biserial

� = Rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari validitasnya.

�� = Rerata skor total ��= � − �


(54)

38

�� = Standar deviasi dari skor total proporsi

= Proporsi siswa yang menjawab benar (banyak siswa yang menjawab benar dibagi jumlah siswa.

= Proporsi siswa yang menjawab salah (q = 1-p)

Koofesien korelasi selalu terdapat antara -1,00 sampai 1,00, namun karena dalam menghitung sering dilakukan pem-bulatan angka, sangat dimungkinkan diperoleh koofesien lebih dari 1,00. Menurut Wagiran (2013: 300) koefesien korelasi di-nyatakan signifikan apabila korelasi hitungnya sebesar 0,30 atau lebih. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2013: 89) besarnya interpretasi koofesien korelasi dapat diketahui melalui dua cara, yaitu:

1) Dengan melihat harga r dan diinterpretasikan misalnya korelasi sangat tinggi, tinggi, cukup, dan rendah.

2) Dengan berkonsultasi ke tabel harga kritik r product moment sehingga dapat diketahui signifikan tidaknya korelasi tersebut. jika harga r lebih kecil dari harga kritik dalam tabel 2., maka korelasi tersebut tidak signifikan. Apabila korelasi lebih besar atau sama dengan harga kritik dalam tabel maka korelasi dinyatakan signifikan. Untuk berkonsultasi dengan tabel r product moment, sebelumnya harus menghitung daya kebebasan.


(55)

39

Tabel 1. Interpretasi Koofesien Korelasi Validitas

No. Indeks Interpretasi

1 0,81-1,00 Sangat tinggi

2 0,61-0,80 Tinggi

3 0,41-0,60 Cukup

4 0,21-0,40 Rendah

5 0,00-0,20 Sangat rendah

Tabel 2. Nilai r Product Moment Taraf Signifikansi 5% dan 1%

N Taraf Signif N Taraf Signif N Taraf Signif

5% 1% 5% 1% 5% 1%

3 0.997 0.999 27 0.381 0.487 55 0.266 0.345 4 0.95 0.99 28 0.374 0.478 60 0.254 0.33 5 0.878 0.959 29 0.367 0.47 65 0.244 0.317 6 0.811 0.917 30 0.361 0.463 70 0.235 0.306 7 0.754 0.874 31 0.355 0.456 75 0.227 0.296 8 0.707 0.834 32 0.349 0.449 80 0.22 0.286 9 0.666 0.798 33 0.344 0.442 85 0.213 0.278 10 0.632 0.765 34 0.339 0.436 90 0.207 0.27 11 0.602 0.735 35 0.334 0.43 95 0.202 0.263 12 0.576 0.708 36 0.329 0.424 100 0.195 0.256 13 0.553 0.684 37 0.325 0.418 125 0.176 0.23 14 0.532 0.661 38 0.32 0.413 150 0.159 0.21 15 0.514 0.641 39 0.316 0.408 175 0.148 0.194 16 0.497 0.623 40 0.312 0.403 200 0.138 0.181 17 0.482 0.606 41 0.308 0.398 300 0.113 0.148 18 0.468 0.59 42 0.304 0.393 400 0.098 0.128 19 0.456 0.575 43 0.301 0.389 500 0.088 0.115 20 0.444 0.561 44 0.297 0.384 600 0.08 0.105 21 0.433 0.549 45 0.294 0.38 700 0.074 0.097 22 0.423 0.537 46 0.291 0.376 800 0.07 0.091 23 0.413 0.526 47 0.288 0.372 900 0.065 0.086 24 0.404 0.515 48 0.284 0.368 1000 0.062 0.081 25 0.396 0.505 49 0.281 0.364 26 0.388 0.496 50 0.279 0.361


(56)

40

Rumus untuk menentukan interpretasi daya kebebasan: db= N-nr atau dk= N-2

Keterangan :

db atau dk = Derajat kebebasan N = Banyaknya responden

Berdasarkan defenisi yang telah dikemukan di atas maka dapat disimpulkan bahwa tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat dengan tepat mengukur apa yang seharusnya diukur lewat tes tersebut. Koofesien korelasi selalu terdapat antara -1,00 sampai 1,00, namun karena dalam menghitung sering dilakukan pem-bulatan angka, sangat dimungkinkan diperoleh koofesien lebih dari 1,00.Untuk mengetahui validitas alat ukur umumnya menggunakan rumus korelasi product moment yaitu korelasi product moment dengan simpangan baku dan angka kasar.

Rumus korelasi produk moment umumnya digunakan untuk mencari validitas soal berbentuk uraian. Untuk mencari validitas butir soal pilihan ganda digunakan teknik koofesien biserial. Eratnya hubungan antara butir item dengan tes hasil belajar sebagai suatu totalitas, yaitu bahwa semakin banyak butir item yang dijawab dengan betul oleh peserta tes, maka skor total tes tersebut akan semakin tinggi. Hal ini yang menyebabkan tinggi rendahnya validitas pada setiap butir item tes.


(57)

41 h. Realibilitas tes

Reabilitas berasal dari bahasa inggris (reliable) yang artinya dapat dipercaya. Tes dikatakan reliabel apabila tes tersebut dapat dipercaya ketika hasil pengukuran hasil belajar yang relatif tetap dan konsisten (Purwanto, 2013: 153). Sedangkan menurut Ngalim Purwanto (2013: 141) reliabiliitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luas tidaknya sampling yang diambil, perbedaan bakat dan kemampuan peserta tes, serta suasana dan kondisi saat tes berlang-sung.

Pengertian reliabilitas menurut Suharsimi Arikunto (2013: 100) adalah berhubungan dengan masalah-masalah tentang ketetapan hasil tes dan jika hasil berubah, perubahan yang terjadi dapat dikatakan tidak berati. Untuk menganalisa realibilitas tes dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu metode bentuk pararel, metode tes ulang, dan metode belah dua.

1) Metode bentuk pararel (double test double trial method)

Metode pararel (equivalent test) adalah dua buah tes yang mempunyai kesamaan tujuan, tongkat kesukaran, dan susunan, namun dalam butir-butir soal berbeda. Kelemahan dalam metode ini adalah bahwa penguji harus membuat dua macam tes yang berbeda dan metode ini membutuhkan waktu yang lama dalam pelaksanaanya karena harus mengujikan tes sebanyak dua kali.


(58)

42

2) Metode tes ulang (single test double trial method)

Metode tes ulang diciptakan untuk menghindari penyusunan soal tes yang terdiri dari dua macam. Dalam hal ini penguji membuat hanya satu macam tes, tetapi harus melakukan pengujian sebanyak dua kali.

3) Metode belah dua (split half method)

Metode belah dua diciptakan untuk mengatasi berbagai macam kelemahan diantara metode sebelumnya. Metode ini hanya menggunakan satu macam tes dan satu kali tahap pengujian.

Rumus yang digunakan dalam mencari reliabilitas soal objektif memiliki banyak varian, antara lain formula Spearman-Browman, formula Flanagan, formula Rulon, formula Kuder-Richardson dan formula C. Hoyt. Dari berbagai rumus tersebut masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. rumus yang sering digunakan untuk mengetahui tingkat reliabilitas tes bentuk uraian adalah menggunakan rumus alpha.

Rumus Alpha:

Keterangan:

r11 = Koofesien reliabilitas tes

n = Banyaknya butir item yang di keluarkan dalam tes 1 = Bilangan konstan

r

11

=

�−

∑�� ��


(59)

43

∑Si2 = Jumlah varian skor dari tiap-tiap butir item

∑St2 = Varian total

Rumus yang umum digunakan dalam analisis butir soal objektif adalah menggunakan rumus Kuder dan Richardson (KR- 20). Menurut Kuder-Richardson dalam Anas Sudjiono (2013: 252) cara menentukan reliabilitas tes secara tepat apabila dilakukan secara langsung terhadap butir-butir item tes yang bersangkutan, karena dengan melakukan pembelahan tes menjadi dua belahan dapat menjadikan koefesien reliabilitas tes memiliki hasil yang berbeda-beda besarnya.

Rumus K-R 20

Keterangan:

11 = Reliabilitas tes secara keseluruhan

n = Banyaknya butir item yang di keluarkan dalam tes 1 = Bilangan konstan

� = Proporsi subjek yang menjawab item dengan benar

= Proporsi subjek yang menjawab item dengan salah

(q = 1 – p )

Σ = Jumlah hasil perkalian antara p dan q

S = Standar deviasi dari tes ( standar deviasi adalah akar varian)

=

� −

� − �


(60)

44

Selanjutnya, dalam pemberian interpretasi terhadap koefesien reliabilitas tes menurut Anas Sujdiono (2013: 209) interpretasi reliabilitas tersebut umumnya menggunakan patokan sebagai berikut:

1) Apabila nilai r11 sama dengan atau lebih besar dari pada 0,70

berati tes tersebut memiliki reliabilitas tinggi.

2) Apabila nilai r11 lebih keci dari 0,70 berati tes tersebut belum

memiliki reliabilitas tinggi (unreliable).

Penentuan interpretasi secara lebih terperinci dijelaskan oleh Basuki dan haryanto (2014: 119) dalam tabel interpretasi koofesian reliabilitas di bawah ini:

Tabel 3. Interpretasi Koofesien Korelasi Reliabilitas

No. Indeks Interpretasi

1 0,90-1,00 Sangat tinggi

2 0,70-0,89 Tinggi

3 0,40-0,69 Cukup

4 0,20-0,39 Rendah

5 0,00-0,19 Sangat rendah

Berdasarkan beberapa defenisi di atas maka dapat dipahami bahwa tes dapat dikatakan reliabel apabila tes tersebut dapat dipercaya hasil pengukurannya yang bersifat tetap dan konsisten. Dalam analisis reliabilitas tes, dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu luas sampling, kemampuan peserta tes dan kondisi saat tes ber-langsung. Analisis realibilitas tes yang digunakan pada soal tes bentuk


(61)

45

uraian umumnya menggunkan rumus Alpha sedangkan soal bentuk objektif dihitung menggunakan rumus KR-20.

i. Tingkat kesukaran tes

Tingkat kesukaran adalah proporsi peserta tes yang menjawab secara tepat dalam butir tes dengan benar terhadap suatu butir soal tes (Widoyoko, 2014: 132). Sejalan dengan pendapat Widoyoko, Purwanto (2013: 100) menjelaskan tentang rentang nilai tingkat ke-sukaran butir tes, yaitu antara 0,0-1,0. Tingkat keke-sukaran butir soal sama dengan nol terjadi apabila semua peserta tidak menjawab benar, sebaliknya tingkat kesukaran sama dengan satu apabila semua peserta tes menjawab benar butir soal tersebut.

Rumus mencari tingkat kesukaran adalah

Keterangan:

P = Indeks kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab butir soal dengan benar JS = Jumlah seluruh siswa

Tabel 4. Interpretasi Indeks Kesukaran

No. Indeks Interpretasi

1 > 0,70 Mudah

2 0,30-0,70 Sedang

3 < 0,30 Sukar

P =


(62)

46

Berdasarkan defenisi tentang tingkat kesukaran yang telah dkemukakan di atas maka dapat dipahami bahwa tingkat kesukaran digunakan untuk mengetahui proporsi peserta tes menjawab benar dalam suatu tes. Jika tingkat kesukaran butir soal terlalu mudah atau-pun terlalu sulit maka butir soal tersebut perlu dibenahi.

j. Daya beda tes

Daya beda tes adalah kemampuan soal dalam membedakan peserta tes kedalam kelompok-kelompok, yaitu kelompok pandai dan kurang pandai (Ngalim Purwanto, 2013: 120). Menurut Anas Sudjiono (2013: 387) untuk menentukan cara dalam pembagian kelas dapat menggunakan beberapa cara, diantaranya (1) membagi kelas dengan dua bagian yang sama (Median), yaitu 50% untuk kelas atas dan 50% kelas bawah. (2) menggunakan presentasi pembagian sebesar 27% pada setiap kelas. Hal ini umumnya dilakukan jika jumlah peserta tes lebih dari 100 orang.

Rumus mencari daya beda:

Keterangan:

J = Jumlah peserta tes D = Daya beda

� = Banyaknya peserta kelompok atas

� = Banyaknya peserta kelompok bawah

D =


(63)

47

= Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab butir soal dengan benar.

= Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab butir soal dengan benar.

Tabel 5. Interpertasi Indeks Daya Beda

No. Indeks Interpretasi

1 0,71-1,00 Baik sekali

2 0,41-0,70 Baik

3 0,20-0,40 Cukup

4 <0,20 Jelek

Berdasarkan defenisi yang telah dikemukakan di atas maka dapat dipahami bahwa daya pembeda digunakan untuk membedakan peserta tes kedalam kelompok pandai dan kurang pandai. Daya beda memiliki indeks pembeda antara 0,0-1,0. Dalam indeks pembeda di-mungkinkan nilai bertanda minus. Indeks pembeda bertanda minus maka butir soal lebih banyak dijawab benar oleh kelompok kurang pandai. Indeks pembeda bertanda positif maka butir soal tersebut telah memiliki daya pembeda, artinya kategori pandai lebih banyak menjawab benar dibandingkan kategori kurang pandai yang banyak menjawab salah. Indeks pembeda memiliki nilai 0,0 maka hal ini menunjukan bahwa butir soal tidak memiliki daya beda.

k. Efektifitas pengecoh (distraktor)

Distraktor atau pengecoh terdapat pada butir soal objektif, yaitu pada butir soal pilihan ganda. Analisa distraktor adalah kegiatan menganalisa pola penyebaran jawaban item (yang menggambarkan


(64)

48

peserta tes menentukan pilihan jawabannya terhadap kemungkinan jawaban yang telah dipasangkan pada setiap butir soal. Distraktor di-nyatakan efektif apabila sudah dipilih 5% dari seluruh peserta tes (Anas Sudjiono, 2013: 411).

Pengertian dan fungsi distraktor menurut Purwanto (2013: 108) bahwa distraktor bukan hanya pelengkap jawaban, distraktor diadakan untuk mengecoh peserta tes agar tidak memilih jawaban yang benar pada butir soal tes. Distraktor dapat berfungsi sebagai pengecoh maka harus dibuat semirip mungkin dengan kunci jawaban. Distraktor dikatakan efektif apabila ada peserta tes yang terkecoh memilihnya. Distraktor yang kurang efektif sebaiknya diganti dengan distraktor yang lebih menarik. Menurut Suharsimi (2013 : 234) suatu distraktor dapat diperlakukan dengan tiga cara:

1) Diterima, karena sudah baik, yaitu bila distraktor tersebut mem-punyai daya tarik yang besar bagi pengikut tes yang kurang me-mahami konsep atau kurang menguasai bahan.

2) Ditolak, karena tidak baik, yaitu bila distraktor tersebut tidak di-pilih oleh pengikut tes karena terlalu menyolok menyesatkan. 3) Direvisi atau ditulis kembali karena kurang baik, yaitu bila

rumusan kalimatnya kurang bagus sehingga diadakan perubahan seperlunya.

Berdasarkan defenisi tentang distraktor yang dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengadaan distraktor untuk memberikan alternatif jawaban kepada peserta tes sehingga peserta


(65)

49

tes yang kurang memahami tentang materi dalam butir soal dapat ter-kecoh dan tidak memilih kunci jawaban yang benar. Distraktor di-nyatakan efektif apabila sudah dipilih 5% dari seluruh peserta tes . B. Hasil Penelitian Yang Relevan

Dalam upaya untuk memperkuat dasar penelitian, maka diperlukan beberapa penelitian yang terdahulu yang relevan sesuai dengan bidang penelitian ini. Adapun penelitian sebelumnya adalah

1. Menurut Yohan Santoso (2013) dalam penelitiannya tentang Analisis Butir Soal Ujian Tengah Semester Mata Diklat Teori Produktif Untuk Siswa Kelas X SMK Muhammadiyah 1 Bantul 2012/ 2013, Hasil analisis butir soal secara kuantitatif dengan menggunakan program ITEMAN menunjukkan bahwa karakteristik soal ujian termasuk dalam kategori yang kurang baik, dengan tingkat kesukaran berkisar 0,325 – 0,758; daya beda soal cukup; pengecoh sebanyak 50% dari total keseluruhan; dan reliabilitas soal sebesar 0,569. Hasil analisis soal secara kuantitatif menunjukkan bahwa butir soal ujian mata diklat Teori Produkif kelas X di SMK Muhammadiyah 1 Bantul yang diterima dan dinyatakan baik yaitu sebanyak 31,6%, sedangkan sisanya sebanyak 68,3% termasuk dalam kategori ditolak atau dinyatakan tidak baik.

2. Menurut Cahyandaru (2004) dalam penelitiannya tentang Analisis Butir Soal MID Semester Mata Diklat Pekerjaan Las Dasar Kelas 1 Semester 1 Program Keahlian Teknik Mesin SMK PIRI 1 Disamakan Yogyakarta Tahun Diklat 2003/2004, hasil analisis menunjukan bahwa kualitas alat ukur evaluasi bentuk objektif ditinjau dari validitas tes 30 soal, 26 soal


(66)

50

dinyatakan valid dan 4 dinyatakan gugur. Soal bentuk uraian dari 5 soal menunjukan reliabilitas sedang. Ditinjau dari daya beda, soal objektif dari 30 soal 26 dinyatakan baik dan 4 soal dinyatakan tidak baik. Pada soal uraian 5 soal keseluruhan dinyatakan baik. Ditinjau dari tarf kesukaran dari 30 soal, 18 dinyatakan dalam kategori sedang, 10 kategori rendah. Dan 2 dinyatakan sukar. Soal tes uraian dengan jumlah 5 soal dinyatakan sedang. Ditinjau dari penyebaran jawaban, dari 30 soal 12 dinyatakan baik dan 18 dinyatakan tidak baik.

C. Kerangka Berfikir

Sekolah Menengah Kejuruan adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah. Para peserta didik SMK bukan hanya memiliki pengetahuan tetapi peserta didik SMK juga dibekali dengan keahlian atau ketrampilan dalam bidang tertentu agar dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi dunia industri.

Kompetensi keahlian di sekolah menengah kejuruan mencapai 121 kompetensi keahlian. Struktur kurikulum membagi kelompok mata pelajaran menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu adaptif, normatif, dan Produktif. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan salah satu lembaga pendidikan kejuruan yang memiliki tanggung jawab dalam menciptakan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, ketrampilan dan keahlian tertentu. Pendidikan dititik beratkan dengan mutu yang baik dari segi masukan, proses, maupun hasil pendidikan tersebut. Sumber daya manusia yang unggul hanya akan muncul dari sistem pendidikan yang berkualitas, sehingga upaya–upaya


(67)

51

perbaikan secara terus menerus harus dilakukan khususnya pada sistem evaluasi. Sistem evaluasi sangatlah penting dalam menentukan tercapainya tujuan dari pendidikan nasional.

Proses evaluasi merupakan salah satu sarana penting dalam meraih tujuan pembelajaran. Undang-Undang No.20 tahun 2003 pasal 1 ayat 21 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menjelaskan makna evaluasi pendidikan sebagai kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendi-dikan terhadap komponen pendipendi-dikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk penyelenggaraan pendidikan. Salah satu kom-ponen pendidikan yang perlu dievaluasi adalah hasil belajar peserta didik. Melalui evaluasi hasil belajar dapat diketahui seberapa jauh peserta didik telah menguasai materi yang dipelajari sehingga menjadi umpan balik bagi perbaikan proses pembelajaran yang dilakukan guru dikelas.

Alat ukur evaluasi yang digunakan salah satunya adalah teknik tes. Perangkat tes yang biasa digunakan adalah tes bentuk subjektif dan tes bentuk objektif. Tes dikatakan baik sebagai alat ukur apabila mempunyai persyaratan tes, yaitu validitas, reliabilitas, objektifitas, praktisibilitas, dan ekonomis. Sedangkan, untuk mengetahui kualitas butir soal maka harus dilakukan analisa butir soal terhadap perangkat tes.

Analisa butir soal harus dilakukan agar butir-butir soal tes dapat menjadi alat ukur yang tepat dalam mengetahui hasil pemahaman dari pembelajaran yang telah dilakukan. Analisa butir soal dapat diketahui melalui dua cara, yaitu (1) analisa butir soal menggunakan parameter kualitatif (isi, konstruksi dan bahasa) yang didasarkan atas keputusan ahli (expert


(68)

52

judgment). (2) analisa butir soal menggunakan paremeter kuantitatif yang berdasar pada perhitungan validitas butir soal, realibilitas, tingkat kesukaran, daya beda dan efektifitas pengecoh.

Tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat dengan tepat mengu-kur apa yang seharusnya diumengu-kur lewat tes tersebut. Untuk mencari validitas butir soal pilihan ganda digunakan teknik koofesien biserial. Eratnya hubungan antara butir item dengan tes hasil belajar sebagai suatu totalitas, yaitu bahwa semakin banyak butir item yang dijawab dengan betul oleh peserta tes, maka skor total tes tersebut akan semakin tinggi. Hal ini yang menyebabkan tinggi rendahnya validitas pada setiap butir item tes.

Tes dapat dikatakan reliabel apabila tes tersebut dapat dipercaya hasil pengukurannya yang bersifat tetap dan konsisten. Dalam analisis reliabilitas tes, dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu luas sampling, kemampuan peserta tes dan kondisi saat tes berlangsung. Analisis realibilitas tes yang digunakan pada soal tes bentuk objektif umumnya dihitung menggunakan rumus KR-20.

Tingkat kesukaran digunakan untuk mengetahui kondisi butir soal, yaitu butir soal sukar, sedang dan mudah. Indeks kesukaran antara 0,0-1,0. Jika indeks kesukaran 0,0, maka tidak ada peserta tes yang menjawab benar. Sebaliknnya, jika indeks kesukaran 1,0, maka semua peserta tes menjawab benar butir tes.

Daya pembeda digunakan untuk membedakan peserta tes kedalam kelompok pandai dan kurang pandai. Daya beda memiliki indeks pembeda antara 0,0-1,0. Dalam indeks pembeda dimungkinkan nilai bertanda minus.


(69)

53

Indeks pembeda bertanda minus maka butir soal lebih banyak dijawab benar oleh kelompok kurang pandai. Indeks pembeda bertanda positif maka butir soal tersebut telah memiliki daya pembeda, artinya kategori pandai lebih banyak menjawab benar dibandingkan kategori kurang pandai yang banyak menjawab salah. Indeks pembeda memiliki nilai 0,0 maka hal ini menunjukan bahwa butir soal tidak memiliki daya beda.

Analisa distraktor adalah kegiatan menganalisa pola penyebaran jawaban item (yang menggambarkan peserta tes menentukan pilihan jawabannya terhadap kemungkinan jawaban yang telah dipasangkan pada setiap butir soal. Distraktor dibuat untuk memberikan alternatif jawaban kepada peserta tes sehingga peserta tes yang kurang memahami tentang materi dalam butir soal dapat terkecoh dan tidak memilih kunci jawaban yang benar. Distraktor dinyatakan efektif apabila sudah dipilih 5% dari seluruh peserta tes.

D. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimanakah tingkat validitas butir Soal UTS Diklat Teori Produktif Kelas XII Semester Genap Jurusan Teknik Pemesinan SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015?

2. Bagaimanakah tingkat reliabilitas Soal UTS Diklat Teori Produktif Kelas XII Semester Genap Jurusan Teknik Pemesinan SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015?

3. Bagaimanakah tingkat kesukaran butir Soal UTS Diklat Teori Produktif Kelas XII Semester Genap Jurusan Teknik Pemesinan SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015?


(1)

101 Lampiran 7. Kunci Jawaban Soal Paket B

Kunci Jawaban Soal Paket B

1. E 11. A 21. D 31. E

2. D 12. A 22. B 32. D

3. E 13. A 23. B 33. D

4. C 14. E 24. C 34. A

5. C 15. C 25. D 35. B

6. E 16. B 26. C 36. B

7. B 17. B 27. C 37. E

8. D 18. E 28. B 38. E

9. B 19. E 29. C 39. C


(2)

102 Lampiran 8. Kartu Bimbingan TAS


(3)

103


(4)

104


(5)

105


(6)