PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR HIPOTETIK DEDUKTIF UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS SISWA SMA PADA MATERI KESEIMBANGAN BENDA TEGAR.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian... 8

E. Definisi Operasional ... 8

BAB II. MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR HIPOTETIK DEDUKTIF, PEMAHAMAN KONSEP, KETERAMPILAN GENERIK SAINS DAN KESEIMBANGAN BENDA TEGAR ... 11

A. Teori Konstruktivisme... 11

B. Model Siklus Belajar Hipotetik Deduktif ... 13

C. Pemahaman Konsep ... 23

D. Keterampilan Generik Sains Fisika ... 24

E. Deskripsi Materi Keseimbangan Benda Tegar ... 29

BAB III. METODE PENELITIAN ... 37

A. Metode dan Desain Penelitian ... 37

B. Populasi dan Sampel ... 38

C. Prosedur Penelitian ... 38

D. Alur Penelitian... 41

E. Instrumen Penelitian ... 42

F. Analisis Tes ... 43

G. Teknik Pengumpulan Data ... 47

H. Teknik Analisis Data ... 48

I. Hasil Uji Coba Instrumen ... 52

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN... 54

1. Peningkatan Pemahaman Konsep Keseimbangan Benda Tegar ... 54

a. Deskripsi Pemahaman Konsep ... 54


(2)

c. Deskripsi Peningkatan Pemahaman Konsep Berdasarkan

Label Konsep ... 57

2. Peningkatan Keterampilan Generik Sains Keseimbangan Benda Tegar ... 58

a. Deskripsi Peningkatan Keterampilan Generik Sains ... 58

b. Pengujian Statistik Peningkatan Keterampilan Generik Sains ... 60

c. Deskripsi Peningkatan Indikator Keterampilan Generik Sains ... 61

3. Deskripsi aktivitas Siswa dan Guru Selama Kegiatan Pembelajaran Model Siklus Belajar Hipotetik Deduktif ... 62

4. Tanggapan Guru Terhadap Penerapan Model Pembelajaran Siklus Belajar Hipotetik Deduktif ... 66

5. Tanggapan Siswa Terhadap Penerapan Model Pembelajaran Siklus Belajar Hipotetik Deduktif ... 68

B. PEMBAHASAN ... 70

1. Karakteristik Model Pembelajaran Siklus Belajar Hipotetik Deduktif ... 70

2. Peningkatan Pemahaman Konsep Keseimbangan Benda Tegar ... 72

3. Keterampilan Generik Sains ... 74

4. Aktivitas Siswa dan Guru pada Pembelajaran Siklus Belajar Hipotetik Deduktif ... 76

5. Tanggapan Siswa dan Guru Terhadap Model Pembelajaran Siklus Belajar Hipotetik Deduktif ... 79

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 83


(3)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Model Siklus Belajar Hipotetik Deduktif ... 16

Tabel 2.2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Langsung ... 26

Tabel 3.1 Desain Penelitian... 37

Tabel 3.2. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 39

Tabel 3.3. Kriteria Validitas Butir Soal ... 44

Tabel 3.4. Kriteria Reliabilitas Soal ... 46

Tabel 3.5. Kategori Tingkat Kemudahan soal ... 46

Tabel 3.6. Kriteria Daya Pembeda Butir Soal ... 47

Tabel 3.7. Kategori N-Gain ... 50

Tabel 4.1. Skor Tes Awal, Tes Akhir dan N-Gain Pemahaman Konsep Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 54

Tabel 4.2. Skor Tes Awal, Tes Akhir dan N-Gain Keterampilan Generik Sains Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 59

Tabel 4.3. Keterlaksanaan Model pada Tiap Pertemuan... 64

Tabel 4.4. Rekapitulasi Tanggapan Guru terhadap Penerapan Model Siklus Belajar Hipotetik Deduktif pada Materi Keseimbangan Benda Tegar ... 67

Tabel 4.5. Rekapitulasi Tanggapan Siswa terhadap Penerapan Model Siklus Belajar Hipotetik Deduktif pada Materi Keseimbangan Benda Tegar ... 68


(4)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Model Hipotetik Deduktif ... 17

Gambar 2.2. Proses Pengorganisasian (Organizing Process) ... 19

Gambar 2.3. Fase Siklus Belajar ... 20

Gambar 2.4. Dua Partikel yang Saling Berinteraksi ... 30

Gambar 2.5. Momen Gaya F pada Titik P Secara Geometri ... 32

Gambar 2.6. Pusat massa dua sistem partikel memiliki massa sama terletak di tengah-tengah sistem ... 32

Gambar 2.7. Pusat massa dua sistem partikel memiliki massa tidak sama lebih dekat pada partikel yang memiliki massa lebih besar ... 33

Gambar 2.8. Berat Semua Partikel Sebuah Benda dapat di ganti oleh Berat Total W Benda yang Bekerja pada Pusat Berat ... 34

Gambar 2.9. Keseimbangan Stabil ... 35

Gambar 2.10. Keseimbangan Labil ... 36

Gambar 2.11. Keseimbangan Netral ... 36

Gambar 3.1. Alur Penelitian ... 41

Gambar 3.2. Kriteria Uji Hipotesis ... 52

Gambar 4.1. Diagram Batang Perbandingan N-Gain Pemahaman Konsep untuk setiap Label Konsep antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 57

Gambar 4.2. Diagram Batang Perbandingan N-Gain Pemahaman Keterampilan Generik Sains untuk setiap Indikator antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 61


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A : Perangkat Pembelajaran ... 88

Lampiran B : Instrumen Penelitian ... 121

Lampiran C : Hasil Uji Coba Instrumen ... 159

Lampiran D : Data Tes Awal, Tes Akhir, N-Gain dan Angket... 173

Lampiran E : Pengolahan Data ... 191


(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini berkembang sangat cepat, hal ini tentunya memerlukan daya dukung sumber daya manusia yang berkualitas agar dihasilkan tenaga-tenaga yang mampu menjawab semua tantangan dan mampu mengembangkan teknologi untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara serta menguasai ilmu pengetahuan. Untuk itu diperlukan peningkatan dan penyempurnaan penyelenggaran pendidikan nasional yang sesuai dengan perkembangan ilmu dan pengetahuan tersebut.

Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia ditempuh melalui jalur pendidikan, baik itu pendidikan formal maupun pendidikan nonformal. Melalui pendidikan formal pemerintah telah berusaha untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia yaitu dengan diterapkannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai penyempurnaan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dalam prinsip KTSP kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa, dan siswa diharapkan belajar mandiri dan belajar bekerjasama.

Beberapa ciri terpenting KTSP adalah sebagai berikut: Pertama, KTSP menganut prinsip fleksibilitas yang harus diimbangi dengan potensi sekolah masing-masing dengan tetap pemenuhan standar isi seperti digariskan Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP); Kedua, KTSP membutuhkan


(7)

pemahaman dan keinginan sekolah untuk mengurus sendiri tidak hanya untuk manajemen sekolah, tetapi juga rutinitas akademis; Ketiga, guru kreatif dan siswa aktif; Keempat, KTSP dikembangkan dengan menganut prinsip diversifikasi. Artinya, dalam kurikulum ini standar isi dan standar kompetensi lulusan yang dibuat BSNP itu dijabarkan dengan memasukkan muatan lokal, yakni lokal provinsi, lokal kabupaten/kota, dan lokal sekolah; Kelima, KTSP sejalan dengan konsep desentralisasi pendidikan dan manajemen berbasis sekolah (school-based management); Keenam, KTSP tanggap terhadap perkembangan iptek dan seni. Inilah tantangan abad sekarang ini; Ketujuh, KTSP beragam dan terpadu. Walaupun akhirnya ada ujian nasional (UN) yang sangat berguna demi pemetaan kemampuan, bukan penentu kelulusan siswa. Biarkan sekolah menentukan kriteria kelulusan masing-masing, yakni dengan menggabungkan hasil UN dengan ujian sekolah masing-masing (Alwasilah, 2008).

Menghadapi perkembangan dunia yang semakin maju masyarakat harus tanggap IPA, karena dewasa ini banyak sekali lapangan pekerjaan yang membutuhkan berbagai keterampilan tingkat tinggi, menuntut kemampuan untuk selalu dapat belajar dalam setiap perubahan, bernalar, berpikir kreatif, membuat keputusan, dan kemampuan untuk memecahkan masalah (Klausner, 1996). Oleh karena itu peningkatan mutu pemahaman IPA (fisika) di semua jenjang pendidikan harus selalu diupayakan. Menghadapi masa depan yang penuh tantangan tersebut, dibutuhkan suatu proses pembelajaran yang tidak hanya memandang proses sains berupa konsep semata, tetapi juga mengajarkan bagaimana siswa menggunakan/menerapkan konsep tersebut dalam kehidupan


(8)

sehari-hari. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti di tempat pelaksanaan penelitian (Taufiq, 2008) kenyataan di lapangan menunjukkan model pembelajaran yang digunakan guru hanya model ceramah dan guru sebagai pusat informasi, siswa duduk menerima secara pasif informasi pengetahuan dan keterampilan. Hal ini menyebabkan kemampuan bernalar siswa juga kurang berkembang karena tidak ada kebebasan siswa untuk mengungkapkan pendapatnya sehingga siswa-siswa cenderung diam dan kurang berani menyatakan gagasannya. Situasi ini bertentangan dengan prinsip kurikulum tingkat satuan (KTSP), yang menghendaki guru inovatif dan siswa kreatif.

Sehubungan dengan fakta-fakta di atas, maka dipandang perlu untuk menerapkan suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses pembelajarannya. Siswa dapat terlibat langsung dalam proses pembelajaran, sehingga diharapkan dapat memahami konsep dan dapat meningkatkan keterampilan generik sains. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung dalam pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model siklus belajar hipotetikal deduktif. Model pembelajaran ini diharapkan agar dapat membantu siswa dalam meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan generik sains.

Model pembelajaran siklus belajar (learning cycle) adalah salah satu strategi mengajar yang menggunakan pandangan konstruktivisme. Siklus belajar (learning cycle) dikelompokkan dalam tiga tipe, yaitu deskriptif (descriptive), hipotetik deduktif (empirical-abductive), dan hipotetik deduktif


(9)

(hypothetical-deductive). Perbedaan penting yang ada di antara ketiganya hanya pada tingkat usaha siswa untuk mendeskripsikan sifat—sifat atau menggeneralisasikan secara eksplisit dan menguji hipotesis alternatif (Lawson, 1988).

Model pembelajaran siklus belajar hipotetik deduktif, menuntun siswa memulai proses pembelajaran dengan pertanyaan ”mengapa”. Selanjutnya siswa diminta untuk merumuskan kemungkinan jawaban (hipotesis) atas pernyataan tersebut. Kemudian siswa diminta untuk menurunkan konsekuensi-konsekuensi logis dari hipotesis dan merencanakan serta melakukan eksperimen (eksplorasi). Analisis hasil eksperimen menyebabkan beberapa hipotesis ditolak, sedang yang lainnya diterima (fase pengenalan konsep), sehingga akhirnya konsep-konsep yang relevan dan pola-pola penalaran yang terlibat didiskusikan, dan dapat diterapkan pada situasi yang lain di kemudian hari (aplikasi konsep).

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 materi Keseimbangan benda tegar diajarkan di kelas 2 semester pertama. Alasan pemilihan materi ini karena masalah Keseimbangan benda tegar banyak sekali dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, namun pada kenyataannya masih sulit dipahami oleh siswa karena masih ada kesalahan memahami konsep sejak awal. Dengan demikian agar siswa dapat memahami konsep-konsep dan hukum-hukum fisika khususnya Keseimbangan benda tegar, maka perlu diadakan penelitian untuk mencari model pembelajaran yang sesuai sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa. Salah satu upaya yang dilakukan adalah menerapkan pembelajaran model siklus belajar hipotetik deduktif agar lebih dapat meningkatkan keterampilan generik sains dan pemahaman konsep siswa.


(10)

Penelitian terhadap pembelajaran model siklus belajar, untuk mengetahui perubahan konseptual IPA yang didasarkan pada pendekatan konstruktivisme telah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, diantaranya oleh Hulya Yilmaz , Pinar Huyuguzel Cavas (2004), melaporkan hasil penelitiannya bahwa penerapan metode siklus belajar 4-E (exploration, explanation, expansion, evaluation) lebih berhasil dibanding siswa yang diajarkan dengan pendekatan tradisional dan ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok mengenai sikap mereka terhadap sains setelah perlakuan. Metode siklus belajar sains menghasilkan sikap-sikap yang lebih positif terhadap sains dibandingkan dengan metode tradisional. Selanjutnya Salih Ates (2005), melaporkan hasil penelitiannya bahwa metode siklus belajar (exploration, term introduction, and concept aplication) terbukti secara statistik signifikan untuk mengajarkan banyak konsep dan beberapa aspek yang menyangkut rangkaian hambatan dalam rangkaian DC tetapi bukan untuk mengajarkan konservasi arus dan menjelaskan aspek-aspek mikroskopis dari arus yang mengalir dalam suatu rangkaian. Pada tahun 2007, Paul Williams mempublikasikan hasil penelitiannya bahwa memasukan siklus belajar kedalam petunjuk mengajar telah terbukti menjadi model yang efektif untuk merubah konsepsi fisik siswa pada pokok bahasan hukum Newton. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Tatang (2005), tentang penerapan model siklus belajar pada konsep getaran dan gelombang, menunjukkan model siklus belajar dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Fisika merupakan ilmu tentang gejala dan prilaku alam sepanjang dapat diamati oleh manusia. Untuk dapat memahami gejala dan prilaku alam tersebut


(11)

diperlukan suatu keterampilan dasar tertentu yang harus dimiliki siswa. Keterampilan dasar ini disebut keterampilan generik sains, yang sangat berguna bagi siswa untuk dapat memecahkan masalah fisika di lingkungan sekitarnya maupun saat proses pembelajaran berlangsung. Menurut Brotosiswoyo (2001) keterampilan generik sains yang didapat dari proses pembelajaran dimulai dengan pengamatan tentang gejala alam (1) pengamatan (langsung maupun tak langsung), (2) kesadaran akan skala besaran (sense of scale), (3) bahasa simbolik, (4) kerangka logika taat azas (logical self-consistency), (5) inferensi logika, (6) hukum sebab akibat (causality), (7) pemodelan matematik, dan (8) membangun konsep. Selanjutnya Brotosiswoyo memberikan contoh jenis keterampilan generik sains yang dapat dikembangkan pada topik mekanika /termasuk didalamnya materi Keseimbangan benda tegar, adalah pengamatan langsung dan tak langsung, bahasa simbolik, kerangka logika taat azas, hukum sebab akibat, pemodelan matematik dan membangun konsep. Semua keterampilan generik sains tersebut dapat digunkan oleh siswa nantinya sebagai bekal untuk memahami konsep fisika pada tingkat yang lebih tinggi.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul ”Penerapan Model Pembelajaran Siklus Belajar Hipotetik Deduktif untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Generik Sains Siswa SMA pada Materi Keseimbangan Benda Tegar”.


(12)

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana model pembelajaran siklus belajar hipotetik deduktif dapat meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan generik sains siswa SMA pada materi keseimbangan benda tegar?”

Rumusan masalah ini dijabarkan menjadi pertanyaan - pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perbandingan peningkatan pemahaman materi keseimbangan benda tegar antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model siklus belajar hipotetik deduktif dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran model konvensional?

2. Konsep apa yang paling tinggi dan paling rendah pada materi keseimbangan benda tegar dengan penerapan model pembelajaran siklus belajar hipotetik deduktif?

3. Bagaimanakah perbandingan peningkatan keterampilan generik sains siswa pada materi keseimbangan benda tegar antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model siklus belajar hipotetik deduktif dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran model konvensional?

4. Indikator keterampilan generik sains apa yang paling tinggi dan paling rendah pada materi keseimbangan benda tegar dengan menggunakan model pembelajaran siklus belajar hipotetik deduktif?


(13)

5. Bagaimana tanggapan guru dan siswa terhadap penggunaan model siklus belajar hipotetik deduktif dalam pembelajaran konsep keseimbangan benda tegar?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menjajagi penggunaan model silkus belajar hipotetik deduktif dalam pembelajaran materi keseimbangan benda tegar untuk mendapatkan gambaran efektivitasnya dalam meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan generik sains siswa SMA. Tujuan lain dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang tanggapan siswa dan guru setelah pembelajaran materi keseimbangan benda tegar dengan model siklus belajar hipotetik deduktif.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bukti empiris tentang keefektifan model pembelajaran siklus belajar hipotetik deduktif dalam meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan keterampilan generik sains, yang nantinya dapat digunakan oleh berbagai pihak yang terkait atau yang berkepentingan dengan hasil-hasil penelitian ini.

F. Definisi Operasional

Untuk memberikan konsep yang sama dan menghindari kesalahan penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan definisi operasional sebagai berikut ini:


(14)

1. Model siklus belajar hipotetik deduktif diartikan sebagai proses pembelajaran yang melalui fase eksplorasi, pengenalan konsep dan aplikasi konsep. Siklus belajar hipotetik deduktif menuntun siswa belajar mulai dengan pertanyaan”mengapa?”, merumuskan kemungkinan jawaban (hipotesis) atas pernyataan tersebut. Perumusan secara eksplisit dan pengujian hipotesis melalui perbandingan deduksi logis dengan hasil empiris merupakan hal yang diperlukan dalam pemikiran hipotesis deduktif. Untuk melihat keterlaksanaan model pembelajaran siklus belajar hipotetik deduktif dalam pembelajaran materi keseimbangan benda tegar dilakukan observasi

2. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang berpusat pada guru yang didominasi metode ceramah, dimana guru cenderung sebagai sumber informasi bagi siswa dan siswa cenderung pasif dalam menerima pelajaran. Langkah-langkah pembelajaran konvensional diawali guru memberi informasi didepan kelas, menerangkan suatu konsep, siswa mendengarkan penjelasan guru, siswa mencatat dan sedikitnya bertanya ketika ada penjelasan guru yang kurang dipahami, serta latihan-latihan soal. Akhir pembelajaran guru memberikan soal-soal pekerjaan rumah. 3. Pemahaman konsep didefenisikan sebagai kemampuan siswa dalam

memaknai konsep-konsep keseimbangan benda tegar. Indikator pemahaman konsep pada penelitian ini didasarkan pada tingkat kognitif Bloom (C2). Pemahaman konsep diukur dengan menggunakan tes pemahaman konsep dalam bentuk pilihan ganda.


(15)

4. Keterampilan generik sains fisika adalah kemampuan dasar (generik sains) yang dapat ditumbuhkan ketika siswa menjalani proses belajar ilmu fisika yang bermanfaat sebagai bekal meniti karir dalam bidang yang lebih luas. Keterampilan generik sains pada penelitian ini meliputi: pengamatan langsung, bahasa simbolik, dan inferensi logika. Keterampilan generik sains diukur dengan menggunakan tes keterampilan generik sains dalam bentuk pilihan ganda.


(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperiment dan metode deskriptif. Untuk mendapatkan Gambaran peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan generik sains digunakan metode quasi eksperiment dengan desain “randomized control group pretest-posttest design” (Fraenkel, 1993). Metode deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan tanggapan siswa dan guru terhadap penggunaan model siklus belajar hipotetik deduktif. Dengan desain ini sampel dibagi dalam dua kelompok yaitu satu kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol. Kelompok eksperimen mendapatkan pembelajaran dengan model siklus belajar hipotetik deduktif sedangkan kelompok kontrol mendapatkan pembelajaran dengan model konvensional. Terhadap dua kelompok dilakukan pretest dan posttest untuk melihat peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan generik sains sebelum dan setelah pembelajaran. Desain penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Desain Penelitian

Kelas Pretest Perlakuan Posttest

Eksperimen O X1 O

Kontrol O X2 O

Keterangan:

X1 : perlakuan model pembelajaran siklus belajar hipotetik deduktif

X2 : perlakuan berupa model pembelajaran konvensional


(17)

B. Populasi dan Sampel Penelitan

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI pada sebuah SMA Negeri di Kota Palembang, yang terdiri dari 3 kelas dengan jumlah siswa 127 orang. Sampel penelitian diambil dua kelas yang dipilih secara acak kelas sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil pemilihan secara acak didapatkan kelas XI IPA 3 sebagai kelompok eksperimen yang berjumlah 45 orang siswa dan kelas XI IPA 3 sebagai kelompok kontrol dengan jumlah 43 orang siswa. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2008/2009.

C. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Tahap persiapan

Persiapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi:

a. Melakukan studi pendahuluan yang meliputi kajian teori tentang model pembelajaran siklus belajar hipotetik deduktif, pemahaman konsep, keterampilan generik sains, dan konsep keseimbangan benda tegar.

b. Menyusun perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian. c. Melakukan validasi instrumen.

d. Melakukan uji coba dan analisis tes. 2. Pelaksanaan

1. Memperkenalkan pembelajaran model siklus belajar hipotetik deduktif dan memberikan pelatihan pada guru yang bersangkutan.


(18)

2. Melakukan uji coba tes, mengadakan pretest pada kelompok eksperimen dan kontrol untuk mengetahui pemahaman konsep awal siswa tentang materi keseimbangan benda tegar.

3. Menerapkan pembelajaran model siklus belajar hipotetik deduktif pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. 4. Mmelakukan observasi keterlaksanaan model.

5. Memberikan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui pemahaman konsep dan keterampilan generik sains siswa setelah mendapat perlakuan.

6. Menyebarkan angket tanggapan siswa dan guru terhadap penggunaan model siklus belajar hipotetik deduktif. Jadwal pelaksanaan penelitian terlihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Jadwal Kegiatan Penelitian

No Hari/ Tanggal Kegiatan Keterangan

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Senin, 18 mei 2009 Selasa, 19 mei 2009 Selasa, 19 mei 2009 Rabu, 20 mei 2009

Rabu, 20 Mei 2009

Jum,at, 22 Mei 2009

Jum’at, 22 mei 2009

Uji coba - Tes awal - Tes awal - Pelaksanaan

pembelajaran model konvensional.(1)

- Pelaksanaan

pembelajaran Model siklus belajar hipotetik deduktif (LKS 1) - Pelaksanaan

pembelajaran model konvensional.(2)

- Pelaksanaan

Pembelajaran Model siklus belajar hipotetik deduktif (LKS 2)

Kelas XI IPA 5

Kelas Kontrol XI IPA 2 Kelas Eksperimen XI IPA 3 Kelas kontrol XI IPA 2

Kelas Eksperimen XI IPA 3

Kelas Kontrol XI IPA 2


(19)

Sambungan Tabel 3.2. Jadwal Kegiatan Penelitian

No Hari/ Tanggal Kegiatan Keterangan

7.

8.

9. 10.

Rabu, 27 Mei 2009

Rabu, 27 Mei 2009

Jum’at, 29 Mei 2009 Jum’at, 29 Mei 2009

- Pelaksanaan

pembelajaran model konvensional.(3)

- Pelaksanaan

pembelajaran Model siklus belajar hipotetik deduktif (LKS 3) - Tes akhir

- Tes akhir - Angket siswa - Angket guru

Kelas Kontrol XI IPA 2

Kelas Eksperimen XI IPA 3

Kelas Kontrol XI IPA 2 Kelas Eksperimen XI IPA 3

3. Pengolahan dan analisa data

Menghitung gain yang dinormalisasi pemahaman konsep dan kemampuan pemecahan masalah untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol, melakukan uji normalitas data gain yang dinormalisasi, melakukan uji homogenitas varians, melakukan uji kesamaan dua rata-rata, serta melakukan analisis data angket dan observasi.


(20)

D. Alur Penelitian

Alur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Alur Penelitian Penyusunan Instrumen

1. Soal tes Pemahaman Konsep dan Keterampilan generik Sains

2. Angket siswa dan guru 3. Pedoman observasi

Studi Pendahuluan

Studi Literatur : Model Siklus Belajar Hipotetik Deduktif, dan Keterampilan Generik Sains.

Penyusunan Rencana Pembelajaran model siklus belajar Hypothetical deductive materi kesetimbangan benda tegar Model Pembelajaran konvensional Kelompok Kontrol Analisis Data Tes Akhir (Postest) Model Pembelajaran Siklus Belajar Hipotetik Deduktif Kelompok Eksperimen Tes Awal (Pretest) Wawancara & angket Kesimpulan Temuan Observasi Validasi, Uji coba,

Revisi


(21)

E. Instrumen Penelitian

Untuk mendapatkan data yang mendukung penelitian, , peneliti menyusun dan menyiapkan beberapa instrumen untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu: 1. Tes Pemahaman Konsep dan Keterampilan Generik Sains

Tes ini digunakan untuk mengukur pemahaman konsep dan keterampilan generik sains siswa terhadap konsep yang diajarkan dalam bentuk pilihan ganda dengan lima pilihan yang terdiri dari 11 butir soal pemahaman konsep dan 11 butir soal keterampilan generik sains. Untuk mengukur pemahaman konsep dan keterampilan generik sains siswa sebelum mendapat perlakuan pembelajaran siklus belajar hipotetik deduktif dan pembelajaran konvensional dilakukan pretest sedangkan untuk mengukur pemahaman konsep dan keterampilan generik sains siswa setelah mendapatkan perlakuan dilakukan posttest. Butir soal tes pemahaman konsep dan keterampilan generik sains dikonsultasikan dengan dosen pembimbing, diperiksa oleh pakar, dan diujicobakan.

2. Angket Tanggapan siswa dan Guru

Angket digunakan untuk memperoleh informasi tentang tanggapan siswa dan guru terhadap penggunaan model pembelajaran siklus belajar hipotetik deduktif dalam pembelajaran konsep keseimbangan benda tegar. Angket yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala likert, dengan empat kategori tanggapan yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).


(22)

3. Lembar observasi

Lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran digunakan untuk mengamati sejauh mana tahapan model pembelajaran siklus belajar hipotetik deduktif yang telah direncanakan terlaksana dalam proses belajar mengajar. Observasi yang dilakukan adalah observasi terstruktur dengan menggunakan lembaran daftar cek.

F. Analisis Tes

Analisis tes meliputi pengujian validitas butir soal, reliabilitas tes, tingkat kemudahan dan daya pembeda soal yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakanbantuan software program AnatesV4. Ketentuan-ketentuan yang digunakan bagi keperluan pengujian kesahihan tes di atas adalah:

1. Validitas Butir Soal

Sebuah alat tes disebut valid apabila mampu mengukur apa yang hendak diukur, sehingga perlu diuji validitasnya untuk mengetahui kesahihan alat tes tersebut. Validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir soal terhadap skor total. Untuk menguji validitas setiap butir soal, skor-skor yang ada pada butir soal yang dimaksud dikorelasikan dengan skor total. Sebuah soal akan memiliki validitas yang tinggi jika skor soal tersebut memiliki dukungan yang besar terhadap skor total. Dukungan setiap butir soal dinyatakan dalam bentuk korelasi, sehingga untuk mendapatkan validitas suatu butir soal digunakan rumus korelasi.


(23)

Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment Pearson: (Arikunto, 2008).

=

Keterangan:

= koefesien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel yang dikorelasikan.

X = skor item Y = skor total N = jumlah siswa

Koefisien korelasi selalu terdapat antara –1,00 sampai +1,00. Namun karena dalam menghitung sering dilakukan pembulatan angka-angka, sangat mungkin diperoleh koefisien lebih dari 1,00. Koefisien negatif menunjukkan adanya hubungan kebalikan antara dua variabel sedangkan koefisien positif menunjukkan adanya hubungan sejajar antara dua variabel (Arikunto, 2008). Untuk kriteria validitas item butir soal ditunjukkan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Kriteria Validitas Butir Soal (Arikunto, 2008)

Batasan Kategori

0,80 < rxy ≤ 1,00 Sangat tinggi

0,60 < rxy ≤ 0,80 Tinggi

0,40 < rxy ≤ 0,60 Cukup

0,20 < rxy ≤ 0,40 Rendah

0,00 < rxy ≤ 0,20 Sangat rendah

rxy < 0,00 Menunjukkan korelasi kebalikan antara 2 variabel

2. Reliabilitas Tes

Reliabilitas alat tes adalah ketepatan atau keajegan alat tersebut dalam menilai apa yang dinilainya. Artinya, kapanpun alat penilaian tersebut


(24)

digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama. Tes hasil belajar dikatakan ajeg apabila hasil pengukurannya menunjukkan kesamaan hasil pada saat yang berlainan waktunya terhadap siswa yang sama. Dengan kata lain suatu tes memiliki taraf reliabililas yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap dan dihitung dengan koefesien reliabilitas. Dalam penelitian ini untuk menghitung reliabilitas tes berbentuk pilihan ganda digunakan rumus Spearman Brown: (Arikunto, 2008).

r11=

2r1212

1+r1212

Keterangan:

= koefisien reliabilitas yang telah disesuaikan

= koefisien korelasi antara skor-skor setiap belahan tes

Harga dari dapat ditentukan dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment Pearson: (Arikunto, 2008).

r

xy

=

N ∑ XY- ∑ X ∑Y

!N ∑ X2- ∑X 2"!N ∑ Y2- ∑ Y 2"

Keterangan:

= koefesien korelasi antara variabel X dan variabel Y X = skor item ganjil

Y = skor item genap N = jumlah sampel

Interpretasi derajat reliabilitas suatu tes menurut Arikunto (2008) adalah sebagai berikut:


(25)

Tabel 3.4. Kriteria Reliabilitas Soal (Arikunto, 2008) Indeks Reliabilitas Kriteria

0,800 < ≤ 1,000 Sangat Tinggi

0,600 < ≤ 0,800 Tinggi

0,400 < ≤ 0,600 Cukup

0,200 < ≤ 0,400 Rendah

0,00 < ≤ 0,200 Sangat Rendah

3. Tingkat Kemudahan

Uji tingkat kemudahan ini digunakan untuk mengetahui apakah butir soal tergolong sukar, sedang, atau mudah, dengan menggunakan rumus (Arikunto, 2008):

* =,-+

Keterangan:

P = indeks kemudahan

B = jumlah skor yang diperoleh seluruh siswa pada satu butir soal JS = jumlah skor ideal/maksimum pada butir

Kategori untuk tingkat kesukaran soal dapat dilihat pada Tabel 3.5. Tabel 3.5. Kategori Tingkat Kemudahan Soal (Arikunto, 2008)

P Kategori

0,00 < * ≤ 0,30 Soal Sukar

0,30 < * ≤ 0,70 Soal Sedang

0,70 < * ≤ 1,00 Soal Mudah

4. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi (D). Untuk menentukan indeks diskriminasi soal bentuk pilihan ganda digunakan persamaan: (Arikunto, 2008).


(26)

0 =132

2 −

1+

3+ = *2− *+

Keterangan:

J = jumlah peserta tes

JA = banyak peserta kelompok atas

JB = banyak peserta kelompok bawah

BA = banyak kelompok atas yang menjawab benar

BB = banyak kelompok bawah yang menjawab benar

PA = proporsi kelompok atas yang menjawab benar

PB = proporsi kelompok bawah yang menjawab benar

Kriteria daya pembeda soal dapat dilihat pada tabel 3.6.

Tabel 3.6. Kriteria Daya Pembeda Butir Soal (Arikunto, 2008)

No D Kriteria

1 Negatif Sangat jelek, Harus dibuang

2 0,00 – 0,20 Jelek

3 0,21 – 0,40 Cukup

4 0,41 – 0,70 Baik

5 0,71 – 1,00 Baik sekali

G. Teknik Pengumpulan Data

1. Data Pemahaman Konsep dan Keterampilan Generik Sains

Untuk mengumpulkan data berupa skor pemahaman konsep siswa digunakan tes dalam bentuk pilihan ganda sebanyak 11 butir soal dengan 5 pilihan jawaban yang diberikan sebelum dan sesudah penerapan model pembelajaran. Sedang data skor keterampilan generik sains siswa diukur dengan menggunakan tes dalam bentuk pilihan ganda sebanyak 11 butir soal yang terdiri atas 5 butir soal pengamatan langsung (soal nomor 9, 14, 18, 19, 21), 3 butir soal bahasa simbolik ( soal nomor 3, 4, 6), dan 3 butir soal inferensi


(27)

logika (soal nomor 7, 11, 12) dengan 5 pilihan jawaban yang diberikan sebelum dan sesudah penerapan model pembelajaran

2. Data Tanggapan Siswa dan Guru

Data tentang tanggapan siswa dan guru terhadap penerapan model pembelajaran siklus belajar hipotetik deduktif dikumpulkan melalui angket. Lingkup pernyataan dalam angket guru meliputi pemahaman guru terhadap fase-fase model pembelajaran, memfasilitasi dan memudahkan guru dalam pembelajaran, memotivasi siswa untuk mengeluarkan gagasan. Sedangkan pernyataan dalam angket siswa meliputi tanggapan siswa terhadap model pembelajaran siklus belajar hipotetik deduktif, memfasilitasi, memudahkan dan memotivasi siswa. Siswa dan guru memberikan pendapat dengan membubuhkan tanda ceklis pada kolom yang sesuai dengan pilihannya. 3. Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran

Observasi dilakukan dalam kelas/laboratorium pada saat proses belajar mengajar dengan model siklus belajar hipotetik deduktif dilaksanakan guru. Observer memberikan ceklis untuk memastikan setiap kegiatan yang direncanakan pada setiap fase dilaksanakan guru.

H. Teknik Analisis Data

1. Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu : pemahaman konsep, keterampilan generik sains, format observasi keterlaksanan model pembelajaran, dan angket. Analisis data diperlukan untuk membuat penafsiran


(28)

terhadap data yang didapatkan dari hasil penelitian. Data yang dianalisis digunakan untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep, peningkatan keterampilan generik sains, efektivitas penggunaan model siklus belajar hipotetik deduktif dan respon siswa dan guru terhadap penerapan model siklus belajar hipotetik deduktif. Data yang diperoleh dari angket dan observasi dianalisis secara deskriptip untuk mengetahui tanggapan siswa dan guru terhadap model pembelajaran dan untuk melihat keterlaksanaan model serta aktivitas siswa dalam pembelajaran. Data perbandingan peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan generik sains dianalisis dengan uji statistik. Analisis statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah software program SPSS for Windows versi 14.0, berupa uji normalitas, homogenitas varians, peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan generik sains siswa.

2. Pengolahan Data

Analisis peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan generik sains siswa menggunakan skor gain yang dinormalisasi. Hal ini dilakukan untuk menafsirkan perolehan gain masing-masing siswa. Gain yang dinormalisasi dapat dihitung menggunakan rumus gain score ternormalisasi dengan rumus :

N-gain =

pre maks

pre post

S S

S S

− −

Keterangan:

Spos = skor posttest

Spre = skor pretest


(29)

Tabel 3.7. Kategori N-gain (Hake, RR.dalam Oberem,G.E dan Jasien, P.G, 2004)

Kategori N-gain

Tinggi 0,7 ≤ N-gain ≤ 1 Sedang 0,3 ≤ N-gain < 0,7 Rendah N-gain < 0,3

Sedangkan efektivitas penggunaan model pembelajaran siklus belajar hipotetik deduktif dapat dilihat dari perbandingan nilai N-Gain kelas eksperimen yang menggunakan model siklus belajar hipotetik deduktif dan kelas kontrol yang menggunakan model konvensional. Suatu pembelajaran dikatakan lebih efektif jika menghasilkan N-Gain lebih tinggi dibanding pembelajaran lainnya (Margendoller, 2006).

Data dalam penelitian ini berupa skor-skor yang diperoleh siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol pada tes awal dan tes akhir. Setelah didapatkan N-gain, maka selanjutnya dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Uji normalitas

Uji normalitas distribusi data dengan menggunakan One Sample Kolmogorov Smirnov Test.

2. Uji Homogenitas

Uji ini dilakukan untuk melihat sama tidaknya varians-varians dua buah peubah bebas dengan Levene Test (Uyanto, 2009).

3. Uji Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

a. Penggunaan model pembelajaran siklus belajar hipotetik deduktif pada materi keseimbangan benda tegar secara signifikan dapat lebih


(30)

meningkatkan pemahaman konsep siswa dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran konvensional ( H6: μ6 > μ6 ).

b. Penggunaan model pembelajaran siklus belajar hipotetik deduktif pada materi keseimbangan benda tegar secara signifikan dapat lebih meningkatkan keterampilan generik sains siswa dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran konvensional ( H6: μ: > μ: ).

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji-t satu ekor (one tile) dengan taraf signifikan α = 0,05. Berdasarkan hasil penelitian data N-Gain siswa yang didapat berdistribusi normal, maka digunakan uji statistik dengan rumus: (Uyanto, 2009).

; = <̅ − <̅

>? @ − 1 A + @ − 1 A@ + @ − 2 B 1@ +@1 Keterangan:

<̅ = rata-rata gain kelompok eksperimen. <̅ = rata-rata gain kelompok kontrol n1 = jumlah anggota kelompok eksperimen

n2 = jumlah anggota kelompok kontrol

S1 = varians kelompok eksperimen

S2 = varians kelompok kontrol

Kriteria pengujian: Kriteria pengujian: jika tHitung > tTabel maka HA diterima

pada taraf signifikansi (α = 0,05) dan derajat kebebasan dk = (n1 + n2 - 2).

4. Menghitung persentase hasil angket tanggapan siswa menggunakan rumus:


(31)

5. Analisis tanggapan siswa terhadap penggunaan model pembelajaran yang disajikan dilakukan dengan melihat jawaban setiap siswa terhadap pertanyaan-pertanyaan kuesioner yang diberikan.

6. Analisis data hasil observasi proses pembelajaran model siklus belajar hipotetik deduktif yang dilakukan oleh guru selama proses pembelajaran.

I. Hasil Uji Coba Instrumen

Ujicoba tes dilakukan pada siswa kelas IX IPA 5 di salah satu sekolah di Kota Palembang (bukan di tempat penelitian) pada hari senin tanggal 18 mei 2009. Soal tes pemahaman konsep dan keterampilan generik sains yang diujicobakan berjumlah 25 butir soal bentuk pilihan ganda. Analisis instrumen dilakukan dengan menggunakan software program Anates V4 untuk menguji validitas, reliabilitas, tingkat kemudahan dan daya pembeda soal. Hasil uji coba secara terperinci terdapat pada lampiran C.

Berdasarkan hasil perhitungan validitas soal pemahaman konsep yang berjumlah 14 butir soal dengan bentuk pilihan ganda diperoleh 11 butir soal valid dan 3 butir soal tidak valid yaitu soal nomor 10, 11 dan 15 (dibuang). Sedangkan soal tes keterampilan generik sains berjumlah 11 butir soal dengan bentuk pilihan ganda diperoleh semua butir soal valid. Perhitungan validitas butir soal secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran C.

Hasil perhitungan reliabilitas tes pemahaman konsep diperoleh indeks reliabilitas sebesar 0,83 yang termasuk kategori sangat tinggi (sangat baik). Perhitungan tingkat kemudahan soal pemahaman konsep yang berjumlah 14 butir


(32)

soal diperoleh 7 butir soal dengan kategori sedang yaitu soal nomor: 1, 8, 12, 16, 18, 19, 20, dan 25. Soal-soal dengan kategori mudah butir soal soal nomor 23, Soal nomor 2 dan 5 tingkat kemudahan soal dikategorikan sukar. Perhitungan tingkat kemudahan soal secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran C. Sedangkan hasil perhitungan daya pembeda soal pemahaman konsep dan keterampilan generik sains yang berjumlah 14 butir soal diperoleh 9 butir soal dikategorikan baik sekali yaitu soal nomor 1, 2, 5, 8, 16, 18, 19, 20, dan 25 sedangkan butir soal nomor 23 dan 12 termasuk kategori baik dan cukup.

Perhitungan reliabilitas tes keterampilan generik sains diperoleh indeks reliabilitas sebesar 0,79 termasuk kategori tinggi. Berdasarkan tingkat kemudahannya 10 butir soal termasuk kategori sedang yaitu soal nomor 3, 4, 6, 7, 9, 13, 14, 17, 21, dan 24 serta soal nomor 23 termasuk kategori mudah. Sedangkan validitas butir soal keterampilan generik sains yang berjumlah 11 butir soal semuanya valid. Untuk kriteria daya pembeda 7 soal termasuk kategori baik sekali yaitu soal nomor 3, 4, 6, 7, 9, 14, 21, 24 dan soal nomor 4, 13, 22 termasuk kategori baik. Perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran C.


(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang penerapan model pembelajaran siklus belajar hipotetik deduktif untuk meningkatkan pemahaman konsep, dan keterampilan generik sains siswa SMA pada materi keseimbangan benda tegar dapat disimpulkan bahwa :

1. Penggunaan model siklus belajar hipotetik deduktif secara signifikan dapat lebih meningkatkan pemahaman konsep dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran konvensional. Dengan kata lain penggunaan model siklus belajar hipotetik deduktif lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan model konvensional dalam meningkatkan pemahaman konsep.

2. Konsep yang paling tinggi dengan model siklus belajar hipotetik deduktif adalah keseimbangan benda tegar (2 dimensi) dan keseimbangan labil, sedangkan yang paling rendah adalah konsep lengan momen.

3. Penggunaan model siklus belajar hipotetik deduktif secara signifikan dapat lebih meningkatkan keterampilan generik sains siswa dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran konvensional. Dengan kata lain penggunaan model siklus belajar hipotetik deduktif lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan model konvensional dalam meningkatkan keterampilan generik sains siswa.


(34)

4. Indikator keterampilan generik sains pada materi keseimbangan benda tegar dengan menggunakan model pembelajaran siklus belajar hipotetik deduktif yang paling tinggi adalah pengamatan langsung dan paling rendah adalah bahasa simbolik.

5. Guru dan siswa memberikan tanggapan positif terhadap pembelajaran yang menggunakan model siklus belajar hipotetik deduktif.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang penerapan model pembelajaran siklus belajar hipotetik deduktif untuk meningkatkan pemahaman konsep, dan keterampilan generik sains siswa SMA pada materi keseimbangan benda tegar peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut :

1. Untuk menghadapi kendala pada fase eksplorasi, guru membimbing siswa dengan cara memberikan pertanyaan singkat yang memfokuskan pada peristiwa, objek, fakta, yang menimbulkan pertanyaan penyebab dari fenomena teramati.

2. Agar siswa terbiasa mengenali konsep formal yang mendasari peristiwa suatu objek atau fenomena yang diamatinya pada fase pengenalan konsep, sebainya guru memberikan contoh yang dapat dipahami siswa.

3. Agar fase aplikasi konsep dapat lebih meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan generik sains, guru sebaiknya memberikan kesempatan untuk semua kelompok menunjukkan pembuktian hipotesis yang telah dibuatnya diawal.


(35)

4. Agar siswa memahami konsep lengan momen, dalam proses pembelajaran sebaiknya guru menekankan bahwa panjangnya vektor gaya menunjukkan besarnya gaya, dan cara menentukan jarak tegak lurus gaya pada sebuah batang homogen.

5. Agar praktikum pada penerapan model siklus belajar hipotetik deduktif terlaksana dengan baik, guru dapat memberikan tugas membuat rancangan alat sederhana untuk pembelajaran dikelas, sehingga tidak tergantung dengan alat yang tersedia dilaboratorium.

6. Agar hasil evaluasi pembelajaran dengan menggunakan model siklus belajar hipotetik deduktif lebih baik lagi, sebaiknya guru menggunkan soal tes yang mengukur keefektifan peningkatan pemahaman konsep (baik perlabel konsep maupun setiap komponen pemahaman) dan keterampilan generik sains lebih dari dua soal dan diusahakan setara agar lebih refresentatif.

7. Untuk penelitian lebih lanjut sebaiknya model siklus belajar hipotetik deduktif diterapkan untuk meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah siswa yang lebih dititik beratkan pada aplikasi, karena banyak sekali contoh aplikasi konsep keseimbangan benda tegar dalam kehidupan sehari-hari.


(36)

DAFTAR PUSTAKA

Ajisukmo, C RP (1992). Teori Perkembangan Kognitif menurut Piaget dan Aplikasinya dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Pusat Penelitian Atmajaya.

Arikunto, S. (2002). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka cipta.

Arikunto, S. (2008). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Best, J.W. (1978). Research in Education Third Edition. New Delhi: Prentice-Hall of India Private Limited.

Bloom, B.S. (1979). Taxonomy of Educational Objectives, The Classification of Educational Goals, Hand Book 1: Cognitive Domain. USA : Longman Inc. Brotosiswoyo, B.S. (2001). Hakikat Pembelajaran Fisika di Perguruan Tinggi,

Dalam Hakikat Pembelajaran MIPA dan Kiat Pembelajaran Fisika di Perguruan Tinggi, disusun oleh TIM Penulis Pekerti MIPA. Jakarta: Proyek Pengembangan Universitas Terbuka, Depdiknas.

Chaedar. (2008). Tafsir Konstruktif atas KTSP. [Online]. Tersedia: http://suciptoardi.wordpress.com/ [2 september 2008]

Cheng, K.K., Thacker, A.B., and Cardenas, R.L.. (2004). “Using Online Homework System Enhances Student Learning of Physics Concepts in an Introductory Physics Course”. American Journal of Physics. 72, (11), 1447-1453.

Dahar, R.W (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta Erlangga

Dahlan, M.D. (1990). Model-Model Mengajar. Bandung: Diponegoro.

Fraenkel, J. R. dan Wallen, N. E. (1993). How to Design and Evaluate Research in Education (second ed.). New York: McGraw-Hill Book Co.

Haliday & Resnick. (1977). Fisika Jilid 2. Jakarta. Erlangga.

Hake, R. R. (2002). Lessons from the physics education reform ovement,”Ecology and Society. [ Online]. Tersedia: www.consecol.org/vol5/iss2/art28/

Hulya Yilmaz, Pinar Huyuguzel Cavas (2004). The Effect of The 4-E Learning Cycle Methode on Students’ Understanding of Electricity. University Faculty of Education, Departement of Primary Education , Bornova-Izmir Journal of Turkish Science Education, Vol 3, No.1.


(37)

Johnson, E. (2002). Contextual Teaching & Learning. Bandung. Mlc.

Joyce, B., W. M. and Weil. (1992). Models of Teaching (fourth Edition). Boston: Allyn and Bacon.

Kaplan, A. (1963). The Conduct of Inquiry : Methodology for Behavioral Science. California ; Chandler Publishing Company.

Karplus, R. (1980). Teaching for the Development of Reasoning. dalam Science Education Information Report. The Ohio State University.

Klausner, R.D. (Cahir). (1996). National Science Education Standard. Washington DC : National Academy Press.

Lawson, A. E. (1979). “Science Education Information Report”. The Ohio State University College of Education 1200 Chamber Road, 3rd Flr. Columbus, ohio 43212.

Lawson, A. E. Lawson, C.A. (1980). “Theory of Teaching for Conceptual Understanding of Rational Thought and Creativity”. In Lawson, A.E. 1980 AETS Yearbook : The Pshycology of Teaching for Thinking and Creativity Colombus< Ohio. ERIC Clearinghouse for Science, Mathematical and Environmental Education.104-106.

Lawson, A. E. (1988). “Three Types of Learning Cycles : A Better way to Teach Science”, Paper Presented at The Annual Convention of The National Assosiation for Research in Science Teaching, Lake Ozark. MO.

Lawson, A. E. (1989). “Research on Advanced Reasoning, Concept Acquisition and a Theory Instruction” In Philip., A. et.al. Adolescent Development and School Science. The Falmer Press. 11-32.

Lawson, A. E. (1995). Science Teaching and The Development of Thinking. Wadsworth Publishing Company.

Liliasari. (1997). Pengembangan Model Pembelajaran Materi Subjek untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Konseptual Tingkat Tinggi Mahasiswa Calon Guru IPA. Laporan Penelitian. IKIP Bandung : Tidak diterbitkan.

Liliasari. (2002). Pengembangan model Pembelajaran Kimia untuk Meningkatkan Strategi Kognitif Mahasiswa Calon Guru dalam Menerapkan Berpikir Konseptual Tingkat Tinggi. Laporan Penelitian Hibah Bersaing IX Perguruan Tinggi Tahun Ajaran 2001-2002. Bandung : FPMIPA UPI.


(38)

Liliasari. (2005). Membangun Keterampilan Berpikir Manusia Indonesia Melalui Pendidikan Sains. Naskah Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Pendidikan IPA pada Fakultas PMIPA UPI : Bandung.

Margendoller, J.R, Maxwell, N.L, dan Bellisimo, Y. (2006). The Effectivenes of Problem-Based Instruction: A Comperative Study of Instructional Methods and Student Charactheristics. The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning, Volume 1 No 2.

Paul Williams. (2007). Implementing Interactive Lecture Demonstrations (ILDs) With a Classroom Response System. Department of Physics, Austin Community College Physics Workshop for The 21st Century Project.

Poedjiadi, A. (2003). Interaksi dalam Pembelajaran Menggunakan Model Sains Teknologi Masyarakat. Makalah. Bandung: tidak diterbitkan.

Ruseffendi, ET (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito.

Ruseffendi, H.E.T. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Andira.

Salih Ates, Universitas Izzet Baysal, Golkoy- Bolu. (2005). The Effect of Learning Cycle on College Studens’ Understanding of Different Aspects in Resistive DC Circuits. Turkey Eletronic Journal of Science Education, Vol 9, No. 4

Santoso S, (2009). Panduan Lengkap Menguasai Statistik dengan SPSS 17. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Sudjana.(1989). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Sumarna Supranata. (2005). Panduan Tes Tertulis . Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Suparno, P (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Jakarta : Kanisius.

Surya, Y. (1996). Olimpiade Fisika. Jakarta : Primatika Ilmu.

Syah, M. (1999). Psikologi Pendidikan suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya


(39)

Tatang. (2005). Penerapan Model Learning Cycle untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa Kelas II SMA pada Pokok Bahasan Getaran dan Gelombang. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Taufiq. (2008). Implementasi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk Melihat Ketercapaian Indikator Pembelajaran Fisika di SMA X Kota Palembang. Studi Lapangan SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan

Tipler, Paul A. (2001). Physics for Scientists and Engineers. Alih bahasa: Bambang Soegijono. Fisika untuk Sains dan Teknik. Edisi ketiga, Jilid I. Jakarta: Erlangga.

Uyanto Stanislaus, S. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Wayne & Robert. (1965). Physics. USA: Addison-Wisely Publishing Company Winkel, W. S. (1999). Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT Grasindo.

Yore, L.D (1993). Commen On : Hypothetico-Deductive Reasoning Skill and Concept Acquisition: Testing A constructivist Hypothesis, Journal of Research in Science Teaching. 30 (6). 607-611


(1)

4. Indikator keterampilan generik sains pada materi keseimbangan benda tegar dengan menggunakan model pembelajaran siklus belajar hipotetik deduktif yang paling tinggi adalah pengamatan langsung dan paling rendah adalah bahasa simbolik.

5. Guru dan siswa memberikan tanggapan positif terhadap pembelajaran yang menggunakan model siklus belajar hipotetik deduktif.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang penerapan model pembelajaran siklus belajar hipotetik deduktif untuk meningkatkan pemahaman konsep, dan keterampilan generik sains siswa SMA pada materi keseimbangan benda tegar peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut :

1. Untuk menghadapi kendala pada fase eksplorasi, guru membimbing siswa dengan cara memberikan pertanyaan singkat yang memfokuskan pada peristiwa, objek, fakta, yang menimbulkan pertanyaan penyebab dari fenomena teramati.

2. Agar siswa terbiasa mengenali konsep formal yang mendasari peristiwa suatu objek atau fenomena yang diamatinya pada fase pengenalan konsep, sebainya guru memberikan contoh yang dapat dipahami siswa.

3. Agar fase aplikasi konsep dapat lebih meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan generik sains, guru sebaiknya memberikan kesempatan untuk semua kelompok menunjukkan pembuktian hipotesis yang telah dibuatnya diawal.


(2)

4. Agar siswa memahami konsep lengan momen, dalam proses pembelajaran sebaiknya guru menekankan bahwa panjangnya vektor gaya menunjukkan besarnya gaya, dan cara menentukan jarak tegak lurus gaya pada sebuah batang homogen.

5. Agar praktikum pada penerapan model siklus belajar hipotetik deduktif terlaksana dengan baik, guru dapat memberikan tugas membuat rancangan alat sederhana untuk pembelajaran dikelas, sehingga tidak tergantung dengan alat yang tersedia dilaboratorium.

6. Agar hasil evaluasi pembelajaran dengan menggunakan model siklus belajar hipotetik deduktif lebih baik lagi, sebaiknya guru menggunkan soal tes yang mengukur keefektifan peningkatan pemahaman konsep (baik perlabel konsep maupun setiap komponen pemahaman) dan keterampilan generik sains lebih dari dua soal dan diusahakan setara agar lebih refresentatif.

7. Untuk penelitian lebih lanjut sebaiknya model siklus belajar hipotetik deduktif diterapkan untuk meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah siswa yang lebih dititik beratkan pada aplikasi, karena banyak sekali contoh aplikasi konsep keseimbangan benda tegar dalam kehidupan sehari-hari.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ajisukmo, C RP (1992). Teori Perkembangan Kognitif menurut Piaget dan Aplikasinya dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Pusat Penelitian Atmajaya.

Arikunto, S. (2002). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka cipta.

Arikunto, S. (2008). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Best, J.W. (1978). Research in Education Third Edition. New Delhi: Prentice-Hall of India Private Limited.

Bloom, B.S. (1979). Taxonomy of Educational Objectives, The Classification of Educational Goals, Hand Book 1: Cognitive Domain. USA : Longman Inc. Brotosiswoyo, B.S. (2001). Hakikat Pembelajaran Fisika di Perguruan Tinggi,

Dalam Hakikat Pembelajaran MIPA dan Kiat Pembelajaran Fisika di Perguruan Tinggi, disusun oleh TIM Penulis Pekerti MIPA. Jakarta: Proyek Pengembangan Universitas Terbuka, Depdiknas.

Chaedar. (2008). Tafsir Konstruktif atas KTSP. [Online]. Tersedia: http://suciptoardi.wordpress.com/ [2 september 2008]

Cheng, K.K., Thacker, A.B., and Cardenas, R.L.. (2004). “Using Online Homework System Enhances Student Learning of Physics Concepts in an Introductory Physics Course”. American Journal of Physics. 72, (11), 1447-1453.

Dahar, R.W (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta Erlangga

Dahlan, M.D. (1990). Model-Model Mengajar. Bandung: Diponegoro.

Fraenkel, J. R. dan Wallen, N. E. (1993). How to Design and Evaluate Research in Education (second ed.). New York: McGraw-Hill Book Co.

Haliday & Resnick. (1977). Fisika Jilid 2. Jakarta. Erlangga.

Hake, R. R. (2002). Lessons from the physics education reform ovement,”Ecology and Society. [ Online]. Tersedia: www.consecol.org/vol5/iss2/art28/

Hulya Yilmaz, Pinar Huyuguzel Cavas (2004). The Effect of The 4-E Learning Cycle Methode on Students’ Understanding of Electricity. University Faculty of Education, Departement of Primary Education , Bornova-Izmir Journal of Turkish Science Education, Vol 3, No.1.


(4)

Johnson, E. (2002). Contextual Teaching & Learning. Bandung. Mlc.

Joyce, B., W. M. and Weil. (1992). Models of Teaching (fourth Edition). Boston: Allyn and Bacon.

Kaplan, A. (1963). The Conduct of Inquiry : Methodology for Behavioral Science. California ; Chandler Publishing Company.

Karplus, R. (1980). Teaching for the Development of Reasoning. dalam Science Education Information Report. The Ohio State University.

Klausner, R.D. (Cahir). (1996). National Science Education Standard. Washington DC : National Academy Press.

Lawson, A. E. (1979). “Science Education Information Report”. The Ohio State University College of Education 1200 Chamber Road, 3rd Flr. Columbus, ohio 43212.

Lawson, A. E. Lawson, C.A. (1980). “Theory of Teaching for Conceptual Understanding of Rational Thought and Creativity”. In Lawson, A.E. 1980 AETS Yearbook : The Pshycology of Teaching for Thinking and Creativity Colombus< Ohio. ERIC Clearinghouse for Science, Mathematical and Environmental Education.104-106.

Lawson, A. E. (1988). “Three Types of Learning Cycles : A Better way to Teach Science”, Paper Presented at The Annual Convention of The National Assosiation for Research in Science Teaching, Lake Ozark. MO.

Lawson, A. E. (1989). “Research on Advanced Reasoning, Concept Acquisition and a Theory Instruction” In Philip., A. et.al. Adolescent Development and School Science. The Falmer Press. 11-32.

Lawson, A. E. (1995). Science Teaching and The Development of Thinking. Wadsworth Publishing Company.

Liliasari. (1997). Pengembangan Model Pembelajaran Materi Subjek untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Konseptual Tingkat Tinggi Mahasiswa Calon Guru IPA. Laporan Penelitian. IKIP Bandung : Tidak diterbitkan.

Liliasari. (2002). Pengembangan model Pembelajaran Kimia untuk Meningkatkan Strategi Kognitif Mahasiswa Calon Guru dalam Menerapkan Berpikir Konseptual Tingkat Tinggi. Laporan Penelitian Hibah Bersaing IX Perguruan Tinggi Tahun Ajaran 2001-2002. Bandung : FPMIPA UPI.


(5)

Liliasari. (2005). Membangun Keterampilan Berpikir Manusia Indonesia Melalui Pendidikan Sains. Naskah Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Pendidikan IPA pada Fakultas PMIPA UPI : Bandung.

Margendoller, J.R, Maxwell, N.L, dan Bellisimo, Y. (2006). The Effectivenes of Problem-Based Instruction: A Comperative Study of Instructional Methods and Student Charactheristics. The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning, Volume 1 No 2.

Paul Williams. (2007). Implementing Interactive Lecture Demonstrations (ILDs) With a Classroom Response System. Department of Physics, Austin Community College Physics Workshop for The 21st Century Project.

Poedjiadi, A. (2003). Interaksi dalam Pembelajaran Menggunakan Model Sains Teknologi Masyarakat. Makalah. Bandung: tidak diterbitkan.

Ruseffendi, ET (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito.

Ruseffendi, H.E.T. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Andira.

Salih Ates, Universitas Izzet Baysal, Golkoy- Bolu. (2005). The Effect of Learning Cycle on College Studens’ Understanding of Different Aspects in Resistive DC Circuits. Turkey Eletronic Journal of Science Education, Vol 9, No. 4

Santoso S, (2009). Panduan Lengkap Menguasai Statistik dengan SPSS 17. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Sudjana.(1989). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Sumarna Supranata. (2005). Panduan Tes Tertulis . Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Suparno, P (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Jakarta : Kanisius.

Surya, Y. (1996). Olimpiade Fisika. Jakarta : Primatika Ilmu.

Syah, M. (1999). Psikologi Pendidikan suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya


(6)

Tatang. (2005). Penerapan Model Learning Cycle untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa Kelas II SMA pada Pokok Bahasan Getaran dan Gelombang. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Taufiq. (2008). Implementasi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk Melihat Ketercapaian Indikator Pembelajaran Fisika di SMA X Kota Palembang. Studi Lapangan SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan

Tipler, Paul A. (2001). Physics for Scientists and Engineers. Alih bahasa: Bambang Soegijono. Fisika untuk Sains dan Teknik. Edisi ketiga, Jilid I. Jakarta: Erlangga.

Uyanto Stanislaus, S. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Wayne & Robert. (1965). Physics. USA: Addison-Wisely Publishing Company Winkel, W. S. (1999). Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT Grasindo.

Yore, L.D (1993). Commen On : Hypothetico-Deductive Reasoning Skill and Concept Acquisition: Testing A constructivist Hypothesis, Journal of Research in Science Teaching. 30 (6). 607-611