PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE INVESTIGASI KELOMPOK PADA MATERI KALOR UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SMA.

(1)

PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Asumsi Penelitian ... 7

1.5. Hipotesis Penelitian ... 7

1.6. Metode Penelitian ... 8

1.7. Lokasi dan Sampel Penelitian ... 8

BAB II. MENINGKATKAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS DAN PEMAHAMAN KONSEP MATERI KALOR MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF INVESTIGASI KELOMPOK MENGGUNAKAN PENILAIAN DIRI ……….……… 9

2.1. Pembelajaran Kooperatif ... 9

2.2. Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi Kelompok ... 11

2.3. Penilaian Diri ... 13

2.4. Pembelajaran Konvensional ... 17

2.5. Keterampilan Generik Sains ... 18

2.6. Pemahaman Konsep ... 23

2.7. Ruang Lingkup Materi Kalor ... 27

2.8. Penelitian Lain yang Relevan ... 36

BAB III. METODE PENELITIAN ... 38

3.1. Desain, Lokasi dan Subyek Penelitian ... 38

3.2. Definisi Operasional ... 39

3.3. Instrumen Penelitian ... 41

3.4. Proses Pengembangan Instrumen ... 43

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 50

3.6. Prosedur dan Tahap-tahap Penelitian ... 50

3.7. Analisis Data dan Penyajiannya ... 54

3.8. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 58

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59

4.1. Hasil Penelitian ... 59


(2)

4.1.2. Analisis Statistik Data Keterampilan Generik Sains ... 60

4.1.3. Deskripsi Data Keterampilan Generik Sains Setiap Indikator 62

4.1.4. Deskripsi Data Pemahaman Konsep ... 63

4.1.5. Analisis Statistik Data Pemahaman Konsep ... 64

4.1.6. Deskripsi Data Pemahaman Konsep Setiap Indikator ... 66

4.1.7. Skor Penilaian DiridanPenilaian Sesama Siswa ... 67

4.1.8. Tanggapan Siswa Terhadap Pembelajaran ... 68

4.1.9. Tanggapan Guru Terhadap Pembelajaran ... 69

4.1.10. Hasil Observasi Pembelajaran Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 70

4.2. Pembahasan ... 78

4.2.1. Keterampilan Generik Sains ... 79

4.2.2. Pemahaman Konsep ... 82

4.2.3. Korelasi Keterampilan Generik Sains dan Pemahaman Konsep 86

4.2.4. Tanggapan Siswa ... 87

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

5.1. Kesimpulan ... 89

5.2. Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 91


(3)

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masalah serius dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Masalah itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang. Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat

pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918

SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori

The Diploma Program (DP).

Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas

pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi

Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic

Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Masih menurut survei dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai pengikut bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.


(5)

Melihat kondisi tersebut pemerintah Indonesia terus berupaya dengan berbagai cara misalnya pengembangan kurikulum, meningkatkan kualifikasi guru, meningkatkan kualitas proses belajar, meningkatkan fasilitas sekolah dan sebagainya, dengan harapan meningkatnya mutu pendidikan. Dengan peningkatan mutu pendidikan pemerintah juga mengharapkan dampak iringan yaitu peningkatan kemampuan akademik dan profesionalisme guru sehingga mampu berfungsi secara optimal dalam proses pembelajaran peserta didik.

Namun dari realita yang ada salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi, proses pembelajaran fisika di salah satu SMA di Kabupaten Poso, ditemukan bahwa proses pembelajaran masih didominasi guru dengan metode ceramah diikuti tanya jawab. Pembelajaran fisika masih difokuskan pada pelatihan rumus, pelatihan hitungan, dan menghafal konsep. Pembelajaran hanya berorientasi pada produk pengetahuan yang mengacu pada buku ajar guru tanpa ada penyesuaian dengan karakteristik siswa. Berkenaan dengan hal tersebut Liliasari (2007) mengatakan bahwa dalam pembelajaran sains di Indonesia umumnya masih menggunakan pendekatan tradisional, yaitu siswa dituntut lebih banyak untuk mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip sains secara verbal. Akibatnya pada pola fikir siswa yang inovatif dan kreatif dengan pola fikir tingkat tinggi serta kemampuan bekerja sama dengan orang lain secara efektif tidak dapat terbentuk.

Secara definisi, pembelajaran merupakan proses komunikasi transaksional timbal balik antar siswa dengan guru, siswa dengan siswa, siswa dengan sumber


(6)

belajar, siswa pada lingkungan belajar tertentu untuk sasaran tertentu. Berdasarkan salah satu dari beberapa prinsip penyelanggaraan pendidikan yaitu pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran serta berbagai kecakapan hidup (Depdiknas, 2007).

Karena itu untuk meningkatkan proses pembelajaran sebaiknya siswa lebih ditekankan pada pembelajaran aktif dan bermakna dimana siswa belajar mencari dengan berorientasi pada lingkungannya (Syaodih, 2006). Dalam pembelajaran siswa sebaiknya dilibatkan dalam memahami proses terjadinya fenomena fisis dengan mengamati peristiwa yang terjadi melalui eksperimen, mencatat data dan kecenderungan yang muncul dari fenomena tersebut. Dengan demikian, proses pembelajaran menjadi lebih menarik sebab siswa memperoleh pengalaman langsung dan siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan dan ide-ide kreatif yang didapatnya dari hasil pengamatan dan diskusi, sehingga perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada aspek pengetahuan saja tetapi juga dapat terjadi pada aspek afektif dan psikomotor.

Tidak hanya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, peran penilaian dalam proses pembelajaran juga menentukan keefektifan suatu proses pembelajaran. Furqon (1999) menyatakan bahwa penilaian sebagai salah satu komponen utama proses pembelajaran harus dipahami, direncanakan dan dilaksanakan dalam upaya mendukung keberhasilan peningkatan mutu proses pembelajaran. Mengingat hal tersebut, perlu dilakukan penilaian dalam proses


(7)

pembelajaran secara terus-menerus dan berkesinambungan sebagai alat pemantau tentang keefektifan proses belajar serta kemampuan siswa belajar.

Salah satu diantara beberapa pembelajaran yang dapat menjembatani permasalahan tersebut adalah pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok. Secara substansial, hal yang ditawarkan dalam metode ini adalah suatu bentuk proses belajar mengajar dengan melibatkan siswa sejak awal pembelajaran dengan pemberian masalah, menjawab permasalahan melalui investigasi, memaparkan hasil investigasi dan penilaian pada akhir pembelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif investigasi kelompok dimungkinkan siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran dan penilaian, sehingga memberi dampak positif terhadap berbagai interaksi dan komunikasi timbal balik antara guru dengan siswa, siswa dengan sesamanya dan lingkungan belajarnya. Menurut Brotosiswoyo (2001) kemampuan berpikir yang bersifat generik dapat ditumbuhkan melalui belajar fisika yang lebih aktif. Pembelajaran kooperatif investigasi kelompok memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, menyampaikan ide-ide kreatif yang didapatnya dari hasil pengamatan dan diskusi, sehingga siswa dapat memahami konsep yang diajarkan. Dengan demikian keterampilan generik sains siswa lebih meningkat.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan berpikir sains dan pemahaman konsep hukum gas (Sopiah dan Adilah, 2008). Pembelajaran kooperatif investigasi kelompok memberikan pengaruh signifikan terhadap prestasi akademik dan pemahaman konsep


(8)

termokimia dari pada pembelajaran kooperatif jigsaw (Kemal dkk., 2009). Model perubahan konseptual bersetting investigasi kelompok meningkatkan pemahaman konsep dan pemecahan masalah dari pada model perubahan konseptual bersetting STAD ataupun model linear bersetting investigasi kelompok dan bersetting STAD (Santyasa, 2008). Berdasarkan hasil penelitian tersebut peneliti ingin ikut ambil bagian dengan menyelidiki penerapan pembelajaran kooperatif investigasi kelompok dengan menambahkan sistem penilaian pada tahap akhir pembelajaran

yaitu penilaian diri untuk meningkatkan keterampilan generik sains dan

pemahaman konsep pada materi kalor.

Kalor merupakan salah satu materi fisika yang harus dikuasai oleh siswa dalam pembelajaran di kelas X SMA. Materi ini dirasakan sangat akrab dengan kehidupan sehari-hari. Dengan demikian penting untuk dapat memahami konsep kalor dan penerapannya. Namun pada kenyataannya siswa masih kesulitan dalam memahami konsep kalor dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari dan masih terjadi kesalahan konsep sebagaimana pada penelitian Gusrial (2009) pada kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional menunjukkan bahwa pemahaman konsep kalor pada pada tiga aspek pemahaman konsep yaitu translasi, interpretasi dan ekstrapolasi masing-masing 38%, 8% dan 36% yang memahami konsep. Hal ini disebabkan karena model pembelajaran yang dipergunakan dalam proses pembelajaran kalor masih menekankan pada penyampaian informasi oleh guru, siswa hanya diajarkan menghafal konsep, prinsip, hukum, berhitung, dan lain-lain.


(9)

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok menggunakan penilaian diri pada materi kalor dapat lebih meningkatkan keterampilan generik sains dan pemahaman konsep siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional?”.

Dari rumusan masalah tersebut, dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah peningkatan keterampilan generik sains siswa pada materi

kalor setelah mendapatkan pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok

yang menggunakan penilaian diri dibandingkan dengan pembelajaran

konvensional?

2. Bagaimanakah peningkatan pemahaman konsep siswa pada materi kalor

setelah mendapatkan pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok yang

menggunakan penilaian diri dibandingkan dengan pembelajaran

konvensional?

3. Bagaimanakah tanggapan siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe

investigasi kelompok yang menggunakan penilaian diri pada materi kalor?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menyelidiki dan menganalisis pengaruh penerapan pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok yang menggunakan penilaian diri terhadap peningkatan keterampilan generik sains dan pemahaman konsep siswa. Selain itu penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran


(10)

mengenai tanggapan siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok yang menggunakan penilaian diri pada konsep kalor.

1.4 Asumsi Penelitian

Pembelajaran kooperatif investigasi kelompok menggunakan penilaian diri dapat meningkatkan keterampilan generik sains dan pemahaman konsep serta dapat menggali proses siswa untuk memecahkan masalah dengan pendekatan eksperimen untuk menemukan konsep, mengemukakan gagasan, mendiskusikan hasil-hasil pengamatan dan percobaan. Dengan cara demikian, proses pembelajaran dalam upaya meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan generik sains siswa dapat berjalan lebih efektif.

1.5 Hipotesis Penelitian

1. Pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok yang menggunakan

penilaian diri pada konsep kalor secara signifikan dapat lebih meningkatkan keterampilan generik sains siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional (H1: µA1 > µA2).

2. Pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok yang menggunakan

penilaian diri pada konsep kalor secara signifikan dapat lebih meningkatkan pemahaman konsep siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional (H2: µA1 > µA2).

3. Tanggapan siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok yang menggunakan penilaian diri pada konsep kalor adalah positif (H3: µA ≥ 70%)


(11)

1.6 Metode Penelitian

Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, penelitian ini dilaksanakan

menggunakan metode eksperimen semu, dengan desain penelitian pretest-posttest

equivalent groups design. Instrumen penelitian yang digunakan untuk menjaring data adalah tes tertulis berbentuk tes obyektif yang diberikan sebelum dan setelah pembelajaran.

1.7 Lokasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMA di Kabupaten Poso. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas X yang terdaftar pada semester genap Tahun Ajaran 2009/2010. Pemilihan lokasi dan sampel di sekolah ini karena lemahnya proses pembelajaran yang masih menggunakan metode konvensional.


(12)

38

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain, Lokasi dan Subyek Penelitian

Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode eksperimen semu, dengan desain penelitian yang dilaksanakan adalah pretest-posttest equivalent groups design. Kedua kelompok diberikan pretest dan posttest, Kelompok pertama yang diberikan perlakuan berupa pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok yang menggunakan penilaian diri yang selanjutnya disebut kelas eksperimen, kelompok kedua sebagai pembanding diberikan perlakuan berupa model pembelajaran konvensional yang selanjutnya disebut kelas kontrol. Desain penelitian pelaksanaan eksperimen adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1. Desain penelitian

Kelompok Pretest Perlakuan Posttest

Eksperimen O X O

Kontrol O Y O

X (Eksperimen): siswa diberikan materi menggunakan pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok menggunakan penilaian diri.

Y (Kontrol): siswa diberikan materi menggunakan pembelajaran

konvensional.

Penelitian ini dilaksanakan di kelas X pada salah satu SMA di Kabupaten Poso yang terdaftar pada semester genap Tahun Ajaran 2009/2010. Dengan

metode penarikan sampel pada penelitian ini menggunakan metode Cluster


(13)

Random Sampling. Sampel diambil dengan teknik pengembalian kembali dan dipilih dua kelas secara acak yang akan diperlakukan sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada penelitian ini terpilih kelas XA sebagai kelas eksperimen

dan kelas XB sebagai kelas kontrol. Berdasarkan studi pendahuluan kelas XB

memiliki minat belajar yang lebih baik dari kelas XA.

3.2. Definisi Operasional

1. Pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok merupakan suatu cara pembelajaran yang secara substansial menawarkan suatu bentuk proses belajar mengajar dengan melibatkan siswa sejak awal pembelajaran hingga penilaian pada akhir pembelajaran. Langkah-langkah pembelajaran yaitu 1) Pada awal pembelajaran siswa akan diberikan beberapa permasalahan yang berbeda kemudian setiap kelompok memilih permasalahan tersebut. 2) Merencanakan penyelidikan untuk menjawab permasalahan dengan berbagai pendekatan misalnya eksperimen dan alokasi waktu melakukan penyelidikan. 3) Melakukan penyelidikan. 4) Merencanakan presentasi hasil penyelidikan. 5) Melakukan presentasi hasil penyelidikan. 6) Penilaian proses pembelajaran dalam penelitian ini dilakukan penilaian mengenai pengalaman siswa secara individu dalam proses penyelidikan (penilaian diri). Keterlaksanaan pembelajaran ini dilakukan menggunakan teknik observasi.

2. Penilaian diri merupakan suatu teknik menilai diri siswa dalam proses

pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok yang dilakukan

berdasarkan rubrik dari item yang dirasakan oleh siswa. Penilaian ini dilakukan pada tahap akhir pada pembelajaran kooperatif tipe investigasi


(14)

kelompok. Kategori yang dinilai yaitu fokus pada tugas, pertimbangan dari orang lain, bertanya dan berdiskusi, mengumpulkan informasi, kerja kelompok dalam tim dan pemecahan masalah

3. Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran biasa yang digunakan oleh guru di sekolah. Pada pembelajaran ini guru memberikan penjelasan atau penuturan secara verbal kepada siswa dengan media papan tulis, baik konsep maupun persamaan matematis. Keterlaksanaan pembelajaran ini dilakukan menggunakan teknik observasi.

4. Keterampilan generik sains adalah kemampuan dasar (generik sains) yang dapat ditumbuhkan ketika siswa menjalani proses belajar ilmu fisika. Keterampilan generik sains fisika dalam penelitian ini mencakup: pengamatan tidak langsung, bahasa simbolik, inferensi logika, hukum sebab akibat. Keterampilan ini diukur menggunakan tes keterampilan generik sains dalam bentuk tes obyektif.

5. Pemahaman konsep didefinisikan sebagai kemampuan siswa dalam memahami suatu abstraksi yang menggambarkan suatu konsep baik secara teoritis maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Pemahaman konsep dalam penelitian ini mencakup tiga tingkatan yaitu: translasi, interpretasi, dan ekstrapolasi. Pengukuran pemahaman konsep diukur menggunakan tes pemahaman konsep berbentuk tes obyektif.

6. Tanggapan siswa adalah respon siswa terhadap suatu rangsangan yang datang kepada diri siswa. Rangsangan tersebut berupa pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok.


(15)

7. Konsep kalor merupakan salah satu kajian fisika pada siswa kelas X SMA pada semester genap yang mencakup tentang kalor, azas Black, perubahan wujud zat, dan perpindahan kalor.

3.3. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk menjaring data pada penelitian ini yaitu: 1. Tes Keterampilan Generik Sains

Tes keterampilan generik sains digunakan untuk mengevaluasi keterampilan generik sains siswa. Tes ini dilakukan sebanyak dua kali, yaitu diawal sebelum perlakuan sebagai pretest dan diakhir perlakuan sebagai posttest. Tes ini diberikan pada kelompok eksperimen dan kontrol. Hasil kedua tes ini

selanjutnya digunakan untuk menghitung gain yang dinormalisasi, yang

menunjukkan peningkatan keterampilan generik sains siswa. Tes keterampilan generik sains berbentuk tes obyektif.

2. Tes Pemahaman Konsep

Tes pemahaman konsep digunakan untuk mengevaluasi pemahaman konsep siswa. Tes ini dilakukan sebanyak dua kali, yaitu diawal sebelum perlakuan sebagai pretest dan diakhir perlakuan sebagai posttest. Tes ini diberikan pada dua kelompok eksperimen. Hasil kedua tes ini selanjutnya digunakan untuk

menghitung gain yang dinormalisasi, yang menunjukkan peningkatan pemahaman

konsep siswa. Tes pemahaman konsep berbentuk tes obyektif. 3. Rubrik Penilaian Diri

Penilaian proses pembelajaran dalam penelitian ini dilakukan penilaian mengenai pengalaman siswa secara individu dalam proses penyelidikan. Penilaian


(16)

yang digunakan adalah penilaan diri. Untuk melakukan penilaian diri digunakan salah satu teknik dalam menilai yaitu menggunakan rubrik. Rubrik merupakan panduan yang membantu, khususnya dalam pengaksesan aspek multidimensional dari suatu asesmen.

4. Angket Skala Likert

Penggunaan angket dalam penjaringan data pada penelitian ini untuk memperoleh informasi mengenai respon siswa dan guru terhadap penggunaan pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok. Guru dan siswa diminta untuk melakukan persetujuan terhadap setiap pernyataan yang diberikan sesuai dengan yang mereka alami, rasakan, dan lakukan dengan cara memberi tanda ceklist pada setiap pernyataan. Bentuk pertanyaan dan pernyataan yang terdapat pada angket berupa pilihan jawaban yang berjumlah sesuai dengan aspek yang akan diukur. Angket yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala likert, dengan empat kategori tanggapan yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).

Pernyataan-pernyataan yang disajikan dalam angket adalah seputar pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok dan penilaian diri, implementasinya, peranannya dalam pelatihan pemahaman konsep dan keterampilan generik sains, kelebihan dan kekurangannya. Pemberian angket dilakukan setelah pelaksanaan pembelajaran.

5. Lembar Observasi Aktivitas Siswa dan Guru

Observasi dilakukan untuk mengetahui bagaimana keterlaksanaan pembelajaran melalui observasi aktivitas siswa dan guru selama kegiatan


(17)

pembelajaran berlangsung. Pelaksanaan observasi dilakukan oleh pengamat dengan cara mengisi lembar observasi yang telah disiapkan oleh peneliti. Observasi dilakukan pada kelompok eksperimen dan kontrol untuk mengetahui bagaimana aktivitas siswa dan guru selama kegiatan pembelajaran. Observer melakukan pengamatan dan memberi penilaian sesuai rambu-rambu yang telah digariskan dalam lembar observasi, berupa memberi tanda ceklist pada kolom Ya atau Tidak yang menandakan kegiatan pada setiap fase pembelajaran dapat terlaksana atau tidak berdasarkan pengamatan observer.

3.4 Proses Pengembangan Instrumen Penelitian

Instrumen tes yang digunakan yaitu tes keterampilan generik sains dan tes pemahaman konsep. Ujicoba instrumen penelitian dilakukan pada siswa kelas XI IPA di salah satu SMAN di Kabupaten Poso. Adapun distribusi hasil analisis ujicoba tes keterampilan generik sains yang terdiri atas indikator pengamatan tidak langsung, bahasa simbolik, inferensi logika dan hukum sebab akibat ditunjukkan oleh Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Distribusi Tes Keterampilan Generik Sains

No Indikator Generik Sains Nomor Soal Jumlah

1 Pengamatan tidak langsung 7, 8, 17 3

2 Bahasa simbolik 1, 2, 3, 4, 12 5

3 Inferensi logika 5, 9, 13, 16 4

4 Hukum Sebab Akibat 6, 10, 11, 14, 15 5

Jumlah 17

Tes pemahaman konsep terdiri atas kemampuan translasi, interpretasi dan ekstrapolasi. Distribusi tes pemahaman konsep ditunjukkan oleh Tabel 3.3.


(18)

Tabel 3.3. Distribusi Tes Pemahaman Konsep

No Kemampuan

Pemahaman Konsep Nomor Soal Jumlah

1 Translasi 2, 3, 5, 8, 9, 11, 6

2 Interpretasi 1, 4, 14, 12, 13, 15, 18 7

3 Ekstrapolasi 6, 7, 10, 16, 17, 19, 20 7

Jumlah 20

Pada proses pengembangan instrumen dilakukan pengujian instrumen yang mencakup validitas butir soal, reliabilitas tes, tingkat kesukaran butir soal dan daya pembeda tes. Berikut dipaparkan proses pengujian dan hasil dari pengujian instrumen tes keterampilan generik sains dan tes pemahaman konsep. 1. Validitas butir soal

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Untuk menguji validitas setiap butir soal, skor untuk setiap butir soal dikorelasikan dengan skor total tes. Sebuah soal dikatakan memiliki validitas yang tinggi jika skor soal tersebut memiliki dukungan yang besar terhadap skor total. Dukungan setiap butir soal dinyatakan dalam bentuk korelasi, sehingga untuk mendapatkan validitas suatu butir soal digunakan rumus korelasi. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus:

rbis

q p S

M M

t t P

-= (Arikunto, 2002)

Keterangan:

rbis : Koofisien korelasi biserial point

MP : Rata-rata dari subjek yang menjawab benar

Mt : Rata-rata dari skor total


(19)

P =

siswa seluruh Jumlah

benar menjawab yang

siswa Banyaknya

q : Proporsi siswa yang menjawab salah (q = 1 – p) St : Standar deviasi (simpangan baku) skor total

Tabel 3.4. Kriteria Validitas Butir Soal

Batasan Interpretasi

0,81 ≤ rbis≤ 1,00 Sangat Tinggi

0,61 ≤ rbis≤ 0,80 Tinggi

0,41 ≤ rbis≤ 0,60 Sedang

0,21 ≤ rbis≤ 0,40 Rendah

0,00 ≤ rbis ≤ 0,20 Sangat rendah

Kriteria butir tes dikatakan valid jika 0,21 ≤ rbis ≤ 1,00

Berikut adalah Tabel 3.5 hasil uji validitas butir soal tes keterampilan generik sains dan Tabel 3.6 hasil uji validitas tes pemahaman konsep siswa

Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas Tes Keterampilan Generik Sains

No Interpretasi Nomor Soal Jumlah

1 Sangat Tinggi - 0

2 Tinggi 8 1

3 Sedang 3,4,5,7,9,10 6

4 Rendah 1,2,11,12,13,14,15,17 8

5 Sangat Rendah 6,16 2

Dari hasil uji validitas butir soal diperoleh tes keterampilan generik sains yang valid sebanyak 15 soal dan tidak valid sebanyak 2 soal

Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Tes Pemahaman Konsep

No Interpretasi Nomor Soal Jumlah

1 Sangat Tinggi - 0

2 Tinggi 8,10,17 3

3 Sedang 1,2,3,11,15,19 6

4 Rendah 4,5,7,9,12,13,16,20 8

5 Sangat Rendah 6,14,18 3

Dari hasil uji validitas butir soal diperoleh tes pemahaman konsep yang valid sebanyak 17 soal dan tidak valid sebanyak 3 soal.


(20)

2. Reliabilitas Tes

Reliabilitas adalah kestabilan skor yang diperoleh ketika diuji ulang dengan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau dan satu pengukuran ke pengukuran lainnya. Suatu tes dapat dikatakan memiliki taraf reliabilitas yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil tetap yang dihitung dengan koefisien reliabilitas.

Menghitung reliabilitas soal dengan rumus:

              −

=

2

2 11 S q p S 1 n n

r . (Arikunto, 2002)

Keterangan:

r11 : Reliabilitas tes secara keseluruhan

n : Banyaknya item

Σp.q : Jumlah hasil perkalian antara p dan q

p : Proporsi subyek yang menjawab item dengan benar

q : Proporsi subyek yang menjawab item dengan salah (q = 1 – p) S : Standar deviasi

Tabel 3.7. Kriteria Reliabilitas Tes

Koefisien reliabilitas Kriteria

0.00 – 0.20 Sangat Rendah

0.21 – 0.40 Rendah

0.41 – 0.60 Sedang

0.61 – 0.80 Tinggi

0.81 – 1.00 Sangat Tinggi

Kriteria pengujian jika r11 > 0,41 maka tes dinyatakan reliabel

Dari hasil analisis pengujian reliabilitas tes diperoleh skor relibilitas tes keterampialn generik sains sebesar 0,58 atau dikategorikan sedang dan skor


(21)

reliabilitas tes pemahaman konsep sebesar 0,61 atau dikategorikan tinggi, dan berdasarkan kriteria pengujian maka kedua tes tersebut dinyatakan reliabel.

3. Tingkat Kesukaran Butir Soal

Untuk tingkat kesukaran dilakukan untuk mengetahui apakah butir soal tergolong sukar, sedang, atau mudah dengan menggunakan rumus:

JS B

P= (Arikunto, 2002)

Keterangan :

P : Indeks tingkat kesukaran

B : Jumlah subjek yang menjawab benar

JS : Jumlah seluruh peserta test

Kriteria tingkat kesukaran disajikan pada tabel berikut:

Tabel 3.8. Kriteria Tingkat Kesukaran Soal

Indeks tingkat kesukaran Kriteria

0.00 – 0.20 Sangat Sukar

0.21 – 0.40 Sukar

0.41 – 0.60 Sedang

0.61 – 0.80 Mudah

0.81 – 1.00 Sangat Mudah

Kriteria penerimaan item adalah memenuhi jika : 0,21 ≤ P ≤ 0,80

Berikut adalah Tabel 3.9 hasil uji tingkat kesukaran butir soal tes keterampilan generik sains dan Tabel 3.10 hasil uji tingkat kesukaran tes pemahaman konsep siswa

Tabel 3.9 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Tes Keterampilan Generik Sains

No Interpretasi Nomor Soal Jumlah

1 Sangat Sukar - 0

2 Sukar 3,9,10 3

3 Sedang 5,7,15,17 4

4 Mudah 1,4,8,11,12,13,14 7


(22)

Dari hasil uji tingkat kesukaran butir soal diperoleh tes keterampilan generik sains yang memenuhi kriteria penerimaan sebanyak 14 soal.

Tabel 3.10 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Tes Pemahaman Konsep

No Interpretasi Nomor Soal Jumlah

1 Sangat Sukar - 0

2 Sukar 2,3,8,11,15,18,19 7

3 Sedang 10,12,17 3

4 Mudah 1,6,7,9,13,20 6

5 Sangat Mudah 4,5,14,16 4

Dari hasil uji tingkat kesukaran butir soal diperoleh tes pemahaman konsep yang memenuhi kriteria penerimaan sebanyak 16 soal.

4. Daya Pembeda Tes

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah (Arikunto, 2002). Daya pembeda butir soal dihitung dengan menggunakan persamaan:

B B A A

J B J B

D= − (Arikunto, 2002)

Keterangan:

D : indeks daya pembeda,

BA : banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar

BB : banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar

JA : banyaknya peserta kelompok atas, JB : banyaknya peserta kelompok bawah


(23)

Tabel 3.11. Kriteria Daya Pembeda

Daya pembeda Kriteria

≤ 0.20 Kurang Baik

0.21 – 0.40 Cukup

0.41 – 0.70 Sedang

0.71 – 1.00 Sangat Baik

Kriteria yang memenuhi jika : 0,21 ≤ D ≤ 1,00

Berikut adalah Tabel 3.12 hasil uji tingkat kesukaran butir soal tes keterampilan generik sains dan Tabel 3.13 hasil uji tingkat kesukaran tes pemahaman konsep siswa

Tabel 3.12 Hasil Uji Daya Pembeda Tes Keterampilan Generik Sains

No Interpretasi Nomor Soal Jumlah

1 Kurang Baik 6,16 2

2 Cukup 1,2,4,9,10,11,12,13,14,15 10

3 Sedang 3,5,7,8,15 5

4 Sangat Baik - 0

Dari hasil uji tingkat kesukaran butir soal diperoleh tes keterampilan generik sains yang memenuhi kriteria peneriman sebanyak 15 soal.

Tabel 3.13 Hasil Uji Daya PembedaTes Pemahaman Konsep

No Interpretasi Nomor Soal Jumlah

1 Kurang Baik 2,6,9,14,18 5

2 Cukup 3,4,5,11,12,13,15,16,19,20 10

3 Sedang 1,7,8,10,17 5

4 Sangat Baik - 0

Dari hasil uji tingkat kesukaran butir soal diperoleh tes pemahaman konsep yang memenuhi kriteria penerimaan sebanyak 15 soal.

Dari analisis butir soal tes berdasarkan validitas tes, reliabilitas tes, daya pembeda dan tingkat kesukaran soal, instrumen tes keterampilan generik sains diperoleh 15 soal yang dipakai dan 2 soal yang dibuang, dan instrumen tes pemahaman konsep diperoleh 17 soal yang dipakai dan 3 soal yang dibuang.


(24)

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data ditempuh dengan tiga cara, yaitu :

1. Tes tertulis, untuk mengetahui keterampilan generik sains dan pemahaman konsep siswa sebelum dan setelah pembelajaran.

2. Observasi, dilakukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Pelaksanaan observasi dilakukan untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran dengan cara mengisi lembar observasi yang telah disiapkan oleh peneliti.

3. Angket, untuk menelusuri bagaiaman tanggapan siswa dan guru selama kegiatan pembelajaran dilaksanakan.

3.6 Prosedur dan Tahap-tahap Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahap, yaitu melakukan studi pendahuluan, studi literatur, tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap akhir, dengan rincian sebagai berikut:

1. Melakukan studi pendahuluan

Studi pendahuluan dilakukan untuk mengkaji beberapa permasalahan dan temuan-temuan penelitian sebelumnya mengenai pembelajaran kooperatif tipe

investigasi kelompok dan penilaian diri dalam kaitannya dengan pemahaman

konsep dan keterampilan generik sains. 2. Studi literatur

Studi ini juga dilakukan untuk mencari teori-teori yang berkaitan dengan indikator pemahaman konsep dan keterampilan generik sains sesuai dengan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) pada kurikulum. Keterampilan generik sains siswa dalam proses pembelajaran juga dijabarkan


(25)

dalam kriteria-kriteria penilaian. Hasil studi literatur digunakan sebagai landasan penerapan pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok dan penilaian diridi kelas.

3. Tahap persiapan

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah :

1) Membuat instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian Rancangan draft instrumen dan perangkat pembelajaran kooperatif investigasi kelompok dibuat berdasarkan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada konsep kalor. Selanjutnya dibuat RPP sebagai panduan guru dan LKS sebagai panduan siswa dalam pembelajaran yang isinya mengacu pada pencapaian indikator-indikator pemahaman konsep dan keterampilan generik sains yang diharapkan muncul setelah pembelajaran dilaksanakan. Selain itu dibuat instrumen penelitian berupa tes pemahaman konsep kalor dan tes keterampilan generik sains berbentuk tes obyektif. Panduan observasi dibuat untuk mengetahui aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran. Sebagai pelengkap dibuat angket untuk siswa dan guru yang bertujuan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok dan penilaian diri

2) Instrumen yang telah dibuat selanjutnya diujicoba untuk mengetahui

validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda soal tes.


(26)

4) Bertemu dengan guru mitra untuk membicarakan mengenai teknis pelaksanaan penelitian dan penentuan subyek penelitian.

5) Memberikan pelatihan kepada guru mitra yang berperan sebagai observer

pada pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok, dengan tujuan menyatukan persepsi mengenai fase-fase setiap pelaksanaan pembelajaran. Guru mitra yang bersedia menjadi observer sebanyak tiga orang.

6) Melakukan ujicoba pada kelas selain subyek penelitian dan materi yang akan diberikan pada pelaksanaan penelitian.

4. Tahap pelaksanaan

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah:

1) Pemberian pretest bagi kelas eksperimen dan kelas kontrol (1x60 menit). 2) Memberikan perlakuan kepada sampel kelas eksperimen dan kontrol dan

observasi keterlaksanaan proses pembelajaran.

3) Pemberian angket mengenai taggapan siswa mengenai keterlaksanaan

pembelajaran

4) Pemberian posttest bagi kelas eksperimen dan kelas kontrol (1x60 menit) 5. Tahap Akhir

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah tabulasi data, mengolah dan menganalisis data sampel, menganalisis temuan untuk dilaporkan sebagai hasil penelitian.Adapun langkah-langkah penelitian tersebut ditunjukkan pada gambar 3.1 berikut:


(27)

Perumusan Masalah

Studi Literatur: Pembelajaran Kooperatif, Investigasi Kelompok, Penilaian Diri,

Keterampilan Generik Sains, Pemahaman Konsep dan Materi Kalor Studi Pendahuluan

Penyusunan Instrumen

1. Tes keterampilan generik sains 2. Tes pemahaman konsep 3. Rubrik penilaian diri 4. Angket siswa dan guru 5. Lembar observasi

Penyusunan Rencana Pembelajaran Lembar Kerja Siswa

Uji Coba Tes, Revisi, Validasi Instrumen

Angket Tanggapan Siswa dan Guru Pelaksanaan Pembelajaran

Kooperatif Group Investigation

Pelaksanaan Pembelajaran Konvensional

Posttest Pretest

Gambar 3.1. Alur Penelitian Pengolahan dan

Analisis Data Temuan-temuan

Penarikan Kesimpulan


(28)

3.7 Analisis Data dan Penyajiannya

Pengolahan dan analisis data secara garis besar dilakukan dengan menggunakan pendekatan statistik. Pengolahan dan analisis data dilakukan menggunakan uji statistik dengan tahapan sebagai berikut:

1. Skor Gain yang Dinormalisasi

Peningkatan yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan

rumus N-gain yang dikembangkan oleh Hake dengan rumus:

pre maks pre post S S S S g − −

= (Hake, 1999)

Keterangan:

Spost = skor tes akhir

Spre = skor tes awal

Smaks = skor maksimum ideal

Kriteria N-gain disajikan pada Tabel 3.14.

Tabel 3.14 Kriteria N-gain

N-gain Kriteria

0.00 – 0.30 Rendah

0.31 – 0.70 Sedang

0.71 – 1.00 Tinggi

2. Uji Normalitas Data

Uji normalitas distribusi data dilakukan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal. Uji normalitas data menggunakan rumus:

(

)

= − = k i i i i E E O x 1 2 (Sudjana, 2005)


(29)

Keterangan: 2

χ : Uji normalitas Chi-kuadrat

Oi : Frekunesi hasil pengamatan

Ei : Frekuensi hasil yang diharapkan

Kriteria penerimaan dari tabel distribusi frekuensi dengan dk = k – 1 dan taraf nyata α = 0,05. Data berditribusi normal jika x2hitung < x2tabel

3. Uji Homogenitas Varians

Uji homogenitas varians digunakan untuk menguji apakah kedua varian data kedua kelompok homogen. Rumus yang digunakan adalah:

2 2

terkecil terbesar S S

F = (Sudjana, 2005)

Kriteria pengujian adalah data dikatakan homogen jika: Fhitung < ( , )

2 1 v1v2 F α ,

dengan

) , ( 2 1 v1v2

F α diperoleh dari daftar distribusi F dengan peluang α

2 1 ,

sedangkan derajat kebebasan v1 dan v2 masing-masing sesuai dengan dk

pembilang dan penyebut. 4. Uji Hipotesis

Untuk melihat seberapa jauh hipotesis yang telah dirumuskan didukung oleh data yang dikumpulkan, maka hipotesis tersebut harus diuji. Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan (uji dua pihak) dengan pasangan hipotesis adalah:


(30)

• Ho : o = 1 : tidak terdapat perbedaan peningkatan keterampilan

generik sains dan pemahaman konsep antara kedua kelompok

• H1 : o

1 : terdapat perbedaan peningkatan keterampilan generik

sains dan pemahaman konsep antara kedua kelompok. Rumus yang digunakan untuk uji kesamaan dua rata-rata adalah sebagai berikut:

2 1 1 1 2 1 n n hit S X X t + −

= (Sudjana, 2005)

dimana

(

)

(

)

2 n n S 1 n S 1 n S 2 1 2 2 2 2 1 1 − + − + − = Keterangan : 1

X : Skor rata-rata kelompok eksperimen

2

X : Skor rata-rata kelompok kontrol

n1 : Jumlah siswa kelompok eksperimen

n2 : Jumlah siswa kelompok kontrol

S : Simpangan baku

Dengan kriteria pengujian yakni terima H0 jika -t(1-0.5

α

) < t < t(1-0.5

α

) pada n taraf

nyata

α

= 0,05 dan dk = n1 + n2 – 2 serta untuk harga t lainnya H0 di tolak.

5. Analisis Data Penilaian Diri dan Penilaian Sesama Siswa

Untuk teknik analisis data penilaian diri dan penilaian sesama siswa digunakan teknik pengelompokan (kategorisasi) dengan skala lima berdasarkan teknik kategorisasi standar (Depdiknas, 2003) seperti pada Tabel 3.15 sebagai berikut :


(31)

Tabel 3.15. Kategorisasi Skor Penilaian Diri dan Penilaian Sesama Siswa

Skor Kategori

0 – 20 Sangat Kurang

21 – 40 Kurang

41 – 60 Cukup

61 – 80 Baik

81 – 100 Sangat Baik

6. Analisis Data Angket Skala Likert

Data yang diperoleh melalui angket dalam bentuk skala kualitatif dikonversi menjadi skala kuantitatif. Untuk pernyataan bersifat positif diberi skor tertinggi 4 yang menyatakan Sangat Setuju (SS), skor 3 yang menyatakan Setuju (S), skor 2 yang menyatakan Tidak Setuju (TS) dan skor 1 yang menyatakan Sangat Tidak Setuju (STS), dan sebaliknya jika digunakan pernyataan negatif pada daftar penyataan pada angket. Data yang terkumpul selanjutnya dijumlahkan dari masing-masing pilihan. Untuk menghitung persentase hasil angket respon siswa dan guru dengan rumus:

Rata-rata skor angket =

Sampel Jumlah

Angket Jawaban

Alternatif Skor

Jumlah

Tabel 3.16. Kriteria Analisis Angket

Skor Angket Kriteria

3.40 - 4.00 Sangat Baik

2.80 - 3.39 Baik

2.20 - 2.79 Sedang

1.60 - 2.19 Kurang

1.00 - 1.59 Sangat Kurang


(32)

3.9. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok dengan penilaian diri pada materi kalor dilaksanakan sesuai jadwal pelajaran fisika di SMA tempat penelitian. Mata pelajaran fisika untuk kelas X diberikan 2 jam dalam satu minggu. Terkait pelaksanaan pembelajaran untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.17.

Tabel 3.17 Jadwal Pelaksanaan Pembelajaran

No Waktu Pelaksanaan Kegiatan

1 Senin, 19 April 2010

Administrasi disekolah, bertemu

dengan guru mitra, dan penentuan kelas eksperimen dan keas kontrol

2 Selasa, 20 April 2010

Memberikan pelatihan mengenai

petunjuk observasi pembelajaran

kooperatif tipe investigasi kelompok

3 Rabu, 21 April 2010

Uji coba pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok diluar kelas eksperimen dan kontrol

4 Kamis, 22 April 2010 Pemberian pretest kelas eksperimen dan

kelas kontrol

5 Sabtu, 24 April 2010 Pembelajaran RPP 1 kelas eksperimen

6 Senin, 26 April 2010 Observasi pembelajaran kelas kontrol

7 Kamis, 28 April 2010 Pembelajaran RPP 2 kelas eksperimen

Observasi pembelajaran kelas kontrol

8 Sabtu, 1 Mei 2010 Pembelajaran RPP 3 kelas eksperimen

9 Senin, 3 Mei 2010 Observasi pembelajaran kelas kontrol

10 Kamis, 6 Mei 2010

Pemberian pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol

Penyebaran angket kelas eksperimen Pemberian angket tanggapan guru


(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok yang menggunakan

penilaian diri dapat meningkatkan keterampilan generik sains siswa pada kategori sedang dan secara signifikan lebih baik dari pada pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan keterampilan generik sains terjadi pada indikator pengamatan

tidak langsung dengan N-gain 50% termasuk kategori sedang, bahasa simbolik

dengan N-gain 62% termasuk kategori sedang, inferensi logika dengan N-gain

42% termasuk kategori sedang dan hukum sebab akibat dengan N-gain 39% termasuk kategori sedang.

3. Pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok yang menggunakan

penilaian diri dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa pada kategori sedang dan secara signifikan lebih baik dari pada pembelajaran konvensional. 4. Peningkatan pemahaman konsep terjadi pada indikator translasi dengan N-gain 45% termasuk kategori sedang, interpretasi dengan N-gain 48% termasuk kategori sedang, ekstrapolasi dengan N-gain 50% termasuk kategori sedang

5. Secara umum siswa memberikan tanggapan positif bahwa pembelajaran

kooperatif tipe investigasi kelompok menggunakan penilaian diri sangat


(34)

menarik dapat membantu memahami konsep yang diajarkan, perlu dilakukan kembali pada pokok bahasan lainnya.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Pembelajaran kooperatif investigasi kelompok dan penilaian diri dapat

diterapkan pada pokok bahasan lainnya, karena siswa lebih termotivasi belajar, dan dapat mempermudah siswa memahami konsep.

2. Model pembelajaran yang dikembangkan hanya melibatkan beberapa

indikator keterampilan generik sains, karena itu harus dilakukan upaya pengembangan indikator lainnya, pada penerapan berbagai konsep.

3. Sebaiknya dilakukan penelitian tentang penerapan pembelajaran kooperatif investigasi kelompok dengan penilaian diri pada subyek yang lebih luas, untuk mendapatkan masukan yang lebih lengkap agar pengaruh pebelajaran ini jelas teramati.

4. Perlu perencanaan waktu yang ketat dalam merancang dan melaksanakan

pembelajaran kooperatif investigasi kelompok dengan penilaian diri.

5. Pada sistem penilaian diri sebaiknya melibatkan juga penilaian guru sehingga

hasil yang diperoleh bisa lebih obyektif karena kedewasaan siswa dalam menilai diri sendiri belum memungkinkan karena siswa kurang percaya diri.

6. Perlu dipertimbangkan penggunaan media yang lebih kompleks untuk

memfasilitasi pemaparan konsep yang riil tetapi sifatnya abstrak agar kemampuan generik yang terkait hukum sebab akibat dapat maksimal.


(35)

DAFTAR PUSTAKA

Angela, S. (1999). Coperative Learning Strategies. University of Iowa School

Psychology Program. New York: Addison-Wesley Publishing

Company.Tersedia

www.education.uiowa.edu/schpsych/handouts/cooperative%20learning.pdf [10 Oktober 2009]

Arikunto, S. (2002). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara

Baharudin. (1982). Peranan Dasar Intelektual Sikap dan Pemahaman Dalam

Fisika terhadap Kemampuan Siswa di Sulawesi Selatan Membangun Model Mental. Disertasi Doktor FPS IKIP Bandung: Tidak diterbitkan

Bloom, B.S. (1979). Taxonomy of Educational Objectives, The Classification of

Educational Goals, Hand Book 1: Cognitive Domain. USA : Longman Inc. Bostock, S. (2004). Student Peer Assessment, Learning Technology, dari

http://www.keele.ac.uk/depts/aa/landt/lt/docs/bostock_peer_assessment.htm. [Desember 29, 2009],

Brotosiswoyo, (2001). Hakikat Pembelajaran MIPA Fisika Di Perguruan Tinggi.

Jakarta: Pusat Antar Universitas Departemen Pendidikan Nasional

Clark. In R. E. (1990). Handling Complexity inLearning Environments: Research and Theory. London: Elsevier. 283-295

Dahar, R. W. (1996). Teori-teori belajar. Erlangga: Jakarta

Depdiknas. (2003). Asesmen Alternatif SMA. Bahan ajar diklat berjenjang berbasis kompetensi.

Depdiknas. (2004). Asesmen Alternatif SMA. Buku Bahan Ajar. Jakarta: LPMP

Depdiknas (2007). Materi Sosialisasi dan Pelatihan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMA, Jakarta

Djajadisastra, J. (1994). Metodologi Pengajaran Nasional. Jakarta: Bumi Aksara Elliott, S.N. et al. (2000). Educational Psychology: Effective Teaching, Effective

Learning. Boston: Mc.Graw Hill.

Furqon. (1999). “Sistem Penilaian Kelas Untuk Meningkatkan Mutu KBM”.


(36)

Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf [29 November 2008]

Ibrahim, M., Rachmadiarti, F., Nur, M., Ismono. (2000). Pembelajaran

Kooperatif. Surabaya: University press

Joyce, & Weil, (1999). On the Free-Rider Problem in Cooperative Learning. Journal of Education for Business, 74 (5): 271-274

Johnson & Johnson. (1994). Cooperative Learning in the Classroom. Virginia, Association for Supervision and Curriculum Development.

Kanginan, M. (2002). Fisika. Jakarta: Erlangga

Kemal, D. dkk. (2009). Effects of Two Cooperative Learning Strategies on

Teaching and Learning Topics of Thermocemistry. World Applied Sciences

Journal 7 (1): 34 -42

Klause, S. D. (2000). Exploring the effectiveness of self-assessment strategies in ESL placement. In G. Ekbatani & H. Pierson (Eds.), Learner-directed assessment in ESL (pp.49-73). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Lie, A. (2002). Cooperatif Learning : Mempraktekkan Komparatif Learning

diLuar Kelas. Jakarta : Grassindo.

Liliasari, (2002). Pengembangan Model Pembelajaran Kimia untuk Meningkatkan

Strategi Kognitif Mahasiswa Calon Guru dalam menerapkan Berpikir Konseptual Tingkat Tinggi (Studi Pengembangan Berpikir Kritis dan Kreatif). Laporan Penelitian Hibah Bersaing IX Perguruan Tinggi. UPI Bandung

Liliasari., (2007). Scientific Concepts and Generic Science Skills Relationship In The 21st Century Science Education. Seminar Proceeding of The First International Seminar of Science Education., 27 October 2007. Bandung. 13 – 18.

Lourdusamy, A & Divaharan. S (2000). Peer assessment in higher education: students’ perceptions and its reliability. Journal of Applied Research in Education, vol 4, no 1, pp 81-93.

McMillan, J. H. (2001). Secondary Teachers Classroom Assessment and Grading


(37)

Nasution, S. (1982). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Edisi Pertama. Jakarta: Bina Aksara.

Novak, J. & Cañas, A. (2006). The Theory Underlying Concept Maps and How to Construct and Use Them (Technical report IHMC CmapTools 2006, Tersedia:

http://cmap.ihmc.us/Publications/ResearchPapers/TheoryUnderlyingConcept Maps.pdf. [14 maret 2009]

Norris, S. P. (1985). Synthesis of research on critical thinking. Educational Leadership, 42, 40-45. EJ 319-814.

Nur, M. (2001). Pembelajaran Kooperatif dalam Kelas IPA. Surabaya: UNESA

Padmadewi, N. N., (2007). Strategi Pembelajaran: Pengantar dan Aplikasinya di dalam Proses Belajar Mengajar. Makalah disampaikan pada Penataran dan Pelatihan Pekerti Untuk Staf Dosen Jurusan Karawitan ISI Denpasar Tanggal 28 Februari 2007

Purchase, HC (2000) Learning about interface design through peer assessment. Assessment and Evaluation in Higher Education, vol 25, no 4, pp 341-352. Sanjaya, W. (2008). Strategi Pembelajaran Jakarta: Kencana Prenada Media

Group.

Santyasa, W. (2008). Pengembangan Pemahaman Konsep dan Kemampuan

Pemecahan Masalah Fisika Bagi Siswa SMA dengan Pemberdayaan Model Perubahan Konseptual Berseting Investigasi Kelompok. Laporan Penelitian Fundamental. Undiksha Singaraja

Sharan, Y. & Sharan, S. (1992). Expanding Cooperative Learning Through Group Investigation. New York: Teachers College Press, Columbia University Slavin, R.E. (1995). Cooperative laerning: Theory, research, and practice.

Second edition. Boston: Allyn and Bacon.

Slavin, R.E. (2008). Cooperative Learning; Teori riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.

Sopiah, A. & Adilah S. (2008). The Effects of Inquiry-Based Computer Simulation with Cooperative Learning on Scientifc Thinking and Conceptual Understanding of Gas Laws. Eurasia Journal of Mathematics & Technology Education, (4), 387 - 398

Stiggins, R. J. (1994). Student-centered classroom assessment. New York: Macmillan.


(38)

Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung:Tarsito

Sudjana, N. (2005). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Suherman, E dkk (2001) Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.

Bandung: JICA –UPI

Sumarsono, J. (2009). Fisika. Jakarta: Depdiknas Pusat Perbukuan

Syaodih, N.S. (2006). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tan, I. G., Sharan, S. Christin K. (2006). Group investigation and student learning: an experiment in Singapore Schools. Marshall Cavendish Academic (Sharan, 2000).

Tipler. (2002). Fisika. Jakarta: Erlangga

Winaputra. (2001). Model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Universitas Terbuka. Cet. Ke-1.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok yang menggunakan penilaian diri dapat meningkatkan keterampilan generik sains siswa pada kategori sedang dan secara signifikan lebih baik dari pada pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan keterampilan generik sains terjadi pada indikator pengamatan tidak langsung dengan N-gain 50% termasuk kategori sedang, bahasa simbolik dengan N-gain 62% termasuk kategori sedang, inferensi logika dengan N-gain

42% termasuk kategori sedang dan hukum sebab akibat dengan N-gain 39% termasuk kategori sedang.

3. Pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok yang menggunakan penilaian diri dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa pada kategori sedang dan secara signifikan lebih baik dari pada pembelajaran konvensional. 4. Peningkatan pemahaman konsep terjadi pada indikator translasi dengan

N-gain 45% termasuk kategori sedang, interpretasi dengan N-gain 48% termasuk

kategori sedang, ekstrapolasi dengan N-gain 50% termasuk kategori sedang 5. Secara umum siswa memberikan tanggapan positif bahwa pembelajaran

kooperatif tipe investigasi kelompok menggunakan penilaian diri sangat


(2)

menarik dapat membantu memahami konsep yang diajarkan, perlu dilakukan kembali pada pokok bahasan lainnya.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Pembelajaran kooperatif investigasi kelompok dan penilaian diri dapat diterapkan pada pokok bahasan lainnya, karena siswa lebih termotivasi belajar, dan dapat mempermudah siswa memahami konsep.

2. Model pembelajaran yang dikembangkan hanya melibatkan beberapa indikator keterampilan generik sains, karena itu harus dilakukan upaya pengembangan indikator lainnya, pada penerapan berbagai konsep.

3. Sebaiknya dilakukan penelitian tentang penerapan pembelajaran kooperatif investigasi kelompok dengan penilaian diri pada subyek yang lebih luas, untuk mendapatkan masukan yang lebih lengkap agar pengaruh pebelajaran ini jelas teramati.

4. Perlu perencanaan waktu yang ketat dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran kooperatif investigasi kelompok dengan penilaian diri.

5. Pada sistem penilaian diri sebaiknya melibatkan juga penilaian guru sehingga hasil yang diperoleh bisa lebih obyektif karena kedewasaan siswa dalam menilai diri sendiri belum memungkinkan karena siswa kurang percaya diri. 6. Perlu dipertimbangkan penggunaan media yang lebih kompleks untuk

memfasilitasi pemaparan konsep yang riil tetapi sifatnya abstrak agar kemampuan generik yang terkait hukum sebab akibat dapat maksimal.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Angela, S. (1999). Coperative Learning Strategies. University of Iowa School Psychology Program. New York: Addison-Wesley Publishing Company.Tersedia

www.education.uiowa.edu/schpsych/handouts/cooperative%20learning.pdf [10 Oktober 2009]

Arikunto, S. (2002). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara Baharudin. (1982). Peranan Dasar Intelektual Sikap dan Pemahaman Dalam

Fisika terhadap Kemampuan Siswa di Sulawesi Selatan Membangun Model

Mental. Disertasi Doktor FPS IKIP Bandung: Tidak diterbitkan

Bloom, B.S. (1979). Taxonomy of Educational Objectives, The Classification of

Educational Goals, Hand Book 1: Cognitive Domain. USA : Longman Inc.

Bostock, S. (2004). Student Peer Assessment, Learning Technology, dari

http://www.keele.ac.uk/depts/aa/landt/lt/docs/bostock_peer_assessment.htm. [Desember 29, 2009],

Brotosiswoyo, (2001). Hakikat Pembelajaran MIPA Fisika Di Perguruan Tinggi. Jakarta: Pusat Antar Universitas Departemen Pendidikan Nasional

Clark. In R. E. (1990). Handling Complexity inLearning Environments: Research and Theory. London: Elsevier. 283-295

Dahar, R. W. (1996). Teori-teori belajar. Erlangga: Jakarta

Depdiknas. (2003). Asesmen Alternatif SMA. Bahan ajar diklat berjenjang berbasis kompetensi.

Depdiknas. (2004). Asesmen Alternatif SMA. Buku Bahan Ajar. Jakarta: LPMP Depdiknas (2007). Materi Sosialisasi dan Pelatihan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) SMA, Jakarta

Djajadisastra, J. (1994). Metodologi Pengajaran Nasional. Jakarta: Bumi Aksara Elliott, S.N. et al. (2000). Educational Psychology: Effective Teaching, Effective

Learning. Boston: Mc.Graw Hill.

Furqon. (1999). “Sistem Penilaian Kelas Untuk Meningkatkan Mutu KBM”. Buletin pengujian dan penilaian pendidikan. Maret. (6 - 11).


(4)

Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf [29 November 2008]

Ibrahim, M., Rachmadiarti, F., Nur, M., Ismono. (2000). Pembelajaran

Kooperatif. Surabaya: University press

Joyce, & Weil, (1999). On the Free-Rider Problem in Cooperative Learning. Journal of Education for Business, 74 (5): 271-274

Johnson & Johnson. (1994). Cooperative Learning in the Classroom. Virginia, Association for Supervision and Curriculum Development.

Kanginan, M. (2002). Fisika. Jakarta: Erlangga

Kemal, D. dkk. (2009). Effects of Two Cooperative Learning Strategies on Teaching and Learning Topics of Thermocemistry. World Applied Sciences

Journal 7 (1): 34 -42

Klause, S. D. (2000). Exploring the effectiveness of self-assessment strategies in

ESL placement. In G. Ekbatani & H. Pierson (Eds.), Learner-directed

assessment in ESL (pp.49-73). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Lie, A. (2002). Cooperatif Learning : Mempraktekkan Komparatif Learning

diLuar Kelas. Jakarta : Grassindo.

Liliasari, (2002). Pengembangan Model Pembelajaran Kimia untuk Meningkatkan Strategi Kognitif Mahasiswa Calon Guru dalam menerapkan Berpikir Konseptual Tingkat Tinggi (Studi Pengembangan Berpikir Kritis dan

Kreatif). Laporan Penelitian Hibah Bersaing IX Perguruan Tinggi. UPI

Bandung

Liliasari., (2007). Scientific Concepts and Generic Science Skills Relationship In

The 21st Century Science Education. Seminar Proceeding of The First

International Seminar of Science Education., 27 October 2007. Bandung. 13 – 18.

Lourdusamy, A & Divaharan. S (2000). Peer assessment in higher education: students’ perceptions and its reliability. Journal of Applied Research in

Education, vol 4, no 1, pp 81-93.

McMillan, J. H. (2001). Secondary Teachers Classroom Assessment and Grading


(5)

Nasution, S. (1982). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Edisi Pertama. Jakarta: Bina Aksara.

Novak, J. & Cañas, A. (2006). The Theory Underlying Concept Maps and How to Construct and Use Them (Technical report IHMC CmapTools 2006, Tersedia:

http://cmap.ihmc.us/Publications/ResearchPapers/TheoryUnderlyingConcept Maps.pdf. [14 maret 2009]

Norris, S. P. (1985). Synthesis of research on critical thinking. Educational Leadership, 42, 40-45. EJ 319-814.

Nur, M. (2001). Pembelajaran Kooperatif dalam Kelas IPA. Surabaya: UNESA Padmadewi, N. N., (2007). Strategi Pembelajaran: Pengantar dan Aplikasinya di

dalam Proses Belajar Mengajar. Makalah disampaikan pada Penataran dan Pelatihan Pekerti Untuk Staf Dosen Jurusan Karawitan ISI Denpasar Tanggal 28 Februari 2007

Purchase, HC (2000) Learning about interface design through peer assessment.

Assessment and Evaluation in Higher Education, vol 25, no 4, pp 341-352.

Sanjaya, W. (2008). Strategi Pembelajaran Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Santyasa, W. (2008). Pengembangan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika Bagi Siswa SMA dengan Pemberdayaan Model

Perubahan Konseptual Berseting Investigasi Kelompok. Laporan Penelitian

Fundamental. Undiksha Singaraja

Sharan, Y. & Sharan, S. (1992). Expanding Cooperative Learning Through Group

Investigation. New York: Teachers College Press, Columbia University

Slavin, R.E. (1995). Cooperative laerning: Theory, research, and practice. Second edition. Boston: Allyn and Bacon.

Slavin, R.E. (2008). Cooperative Learning; Teori riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.

Sopiah, A. & Adilah S. (2008). The Effects of Inquiry-Based Computer Simulation with Cooperative Learning on Scientifc Thinking and Conceptual Understanding of Gas Laws. Eurasia Journal of Mathematics &

Technology Education, (4), 387 - 398

Stiggins, R. J. (1994). Student-centered classroom assessment. New York: Macmillan.


(6)

Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung:Tarsito

Sudjana, N. (2005). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Suherman, E dkk (2001) Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA –UPI

Sumarsono, J. (2009). Fisika. Jakarta: Depdiknas Pusat Perbukuan

Syaodih, N.S. (2006). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tan, I. G., Sharan, S. Christin K. (2006). Group investigation and student

learning: an experiment in Singapore Schools. Marshall Cavendish

Academic (Sharan, 2000).

Tipler. (2002). Fisika. Jakarta: Erlangga

Winaputra. (2001). Model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Universitas Terbuka. Cet. Ke-1.


Dokumen yang terkait

PENERAPAN MEDIA VISUALISASI PADA PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS DAN HASIL BELAJAR RANAH KOGNITIF SISWA SMP.

1 2 54

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE INVESTIGASI KELOMPOK PADA MATERI KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP.

0 0 91

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME TIPE NOVICK UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP PEMBIASAN CAHAYA DAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS SISWA SMKN.

0 0 43

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INVESTIGASI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA.

0 0 47

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME TIPE NOVICK UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP PEMBIASAN CAHAYA DAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS SISWA SMKN.

0 0 43

PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SMP.

0 0 34

PEMBELAJARAN EKOSISTEM BERBASIS LINGKUNGAN UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS SISWA SMA.

0 1 51

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR HIPOTETIK DEDUKTIF UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS SISWA SMA PADA MATERI KESEIMBANGAN BENDA TEGAR.

0 1 39

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR HIPOTETIK DEDUKTIF UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS SISWA SMA PADA MATERI KESEIMBANGAN BENDA TEGAR.

0 0 39

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi Kelompok untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa SMA Negeri 1 Pemalang.

0 3 245