Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong T2 902009102 BAB II

BAB 2
TEORI PEMBANGUNAN PENDIDIKAN
Pembangunan Masyarakat
Secara alami, manusia terus mengalami perubahan-perubahan.
Perubahan tersebut adakalanya menuju pada kemunduran, namun
adakalanya perubahan menuju pada kemajuan. Agar perubahan
menghasilkan kemajuan, maka diperlukan adanya pembangunan.
Menurut Siagian (1987:2) suatu usaha atau rangkaian usaha
pertumbuhan dan perubahan pembangunan adalah terencana yang
dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah,
menuju modernitas dalam rangka pembangunan bangsa/ nation
building. Sementara Riyono Pratikno (1979:119) mendefinisikan
pembangunan sebagai suatu jenis perubahan sosial dimana
diperkenalkan berbagai gagasan baru ke dalam sistem sosial untuk
meningkatkan penghasilan perkapita serta standard hidup. Lebih lanjut
Bintarto (l983:59) menyebutkan bahwa pembangunan merupakan
proses tanpa ada akhir, suatu kontinuitas perjuangan untuk
mewujudkan ide dan realitas yang akan terus berlangsung sepanjang
kurun sejarah. Sedangkan rumusan PBB tentang Pembangunan
Masyarakat/Pembangunan Komunitas yaitu: suatu proses melalui usaha
dan prakarsa masyarakat sendiri maupun kegiatan pemerintahan dalam

rangka memperbaiki kondisi ekonomi, sosial dan budaya.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas, dapat dikatakan
bahwa pembangunan masyarakat merupakan suatu proses, baik ikhtiar
masyarakat yang bersangkutan yang diambil berdasarkan prakarsa
sendiri, maupun kegiatan pemerintah, dalam rangka untuk
memperbaiki kondisi ekonomi sosial dan kebudayaan masyarakat
(komunitas). Proses tersebut meliputi elemen dasar: pertama,
partisipasi masyarakat itu sendiri dalam rangka usaha mereka untuk
memperbaiki tarap hidup mereka, sedapat-dapatnya berdasarkan
35

Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama
Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

kekuatan dan prakarsa sendiri. Kedua, bantuan dan pelayanan teknik
yang bermaksud membangkitkan prakarsa, tekad untuk menolong diri
sendiri dan kesediaan untuk menolong orang lain, dari pemerintah.
Proses tersebut dinyatakan dalam berbagai program yang dirancang
untuk perbaikan proyek khusus terhadap proyek khusus (Ndraha,1990:
34).

Tujuan pembangunan masyarakat adalah untuk menciptakan
kondisi-kondisi bagi tumbuhnya suatu masyarakat yang berkembang
secara berswadaya, dalam hal ini khususnya masyarakat miskin,
sehingga masyarakat mampu menetralisir belenggu-belenggu sosial
yang dapat menahan laju perkembangan masyarakat (adat, tradisi,
kebiasaan, cara dan sikap hidup yang dapat menjadi hambatan
pembangunan). Sementara itu, Malcolm Brownlee (2004: 128)
menyebutkan bahwa tujuan pembangunan masyarakat adalah
menjadikan manusia dan masyarakat lebih manusiawi. Mengutip
pernyataan Paus Paulus VI dalam Populorum Progressio, Brownlee
menulis bahwa pembangunan tidak terbatas pada pertumbuhan
ekonomi saja, tapi pembangunan sejati harus menyeluruh. Artinya
harus memajukan manusia seutuhnya dan umat manusia seluruhnya.
Pengembangan
SDM
umumnya
dikaitkan
dengan
pembangunan ekonomi. Pengertiannya: semakin berkualitas SDM,
semakin tinggi sumbangannya terhadap pertumbuhan ekonomi, dan

semakin besar pula pendapatan masyarakat. Namun demikian,
pengembangan SDM bisa juga dikaitkan dengan pembangunan sosial
yang menawarkan respon terhadap masalah pembangunan yang
terdistorsi (distorted development), yaitu suatu fenomena dimana
“economic development has not been accompanied by an attendant
degree of social progress” (Midgley, 1995: 3). Pembangunan terdistorsi
ini terjadi pada masyarakat dimana pembangunan ekonomi belum
diiringi dengan hadirnya kemajuan sosial atau pembangunan ekonomi
tidak sejalan dengan pembangunan sosial. Pembangunan terdistorsi ini
tidak hanya terjadi dalam bentuk kemiskinan, rendahnya tingkat
kesehatan dan pemukiman yang tidak layak, tetapi juga pada
ketidakterlibatan masyarakat dalam pembangunan, termasuk ketidak36

Teori Pembangunan Pendidikan

pedulian masyarakat terhadap masalah-masalah yang mengancam
kehidupan mereka seperti dalam penyelenggaraan pendidikan.
Dalam kerangka itu, UNDP mengajukan konsep pembangunan
manusia yang mencakup jangkauan yang lebih luas mulai dari produksi
dan distribusi komoditi, dan perluasan pemanfaatan kemampuan

manusia. Selain itu pembangunan ini mencakup berbagai aspek dalam
masyarakat baik pertumbuhan ekonomi, perdagangan, kesempatan
kerja, kebebasan berpolitik sampai dengan nilai-nilai kultural.
Pembangunan manusia juga mencakup unsur gender dan
pembangunan. Empat unsur utama dari pembangunan manusia adalah
produktivitas, pemerataan, kesinambungan (sustainability) dan
pemberdayaan (empowerment). Pengertian produktivitas adalah
masyarakat harus dapat meningkatkan produktivitasnya untuk
berandil sepenuhnya dalam proses peningkatan pendapatan dan
kesempatan kerja produktif. Karena itu pertumbuhan ekonomi
merupakan bagian dari pembangunan manusia. Pemerataan
mempunyai pengertian seluruh masyarakat mempunyai kesempatan
yang sama. Seluruh hambatan terhadap kesempatan ekonomi dan
politik harus dihapuskan sehingga masyarakat dapat berperan serta dan
mendapatkan keuntungan. Kesinambungan mempunyai pengertian
bahwa akses pada kesempatan haruslah dijamin tidak saja bagi generasi
sekarang, tetapi juga bagi generasi yang akan datang. Seluruh bentuk
modal, fisik, manusia dan lingkungan, harus dijaga kesinambungannya.
Sedangkan
pemberdayaan

mempunyai
pengertian
bahwa
pembangunan haruslah dilakukan oleh rakyat dan untuk rakyat.
Rakyat harus berperan serta sepenuhnya dalam keputusan dan proses
yang menentukan kehidupannya. Pengembangan SDM terutama
dilakukan melalui pendidikan (Juoro, 1995: 8).

Pendidikan dalam Perspektif Teori Pembangunan
Istilah pembangunan umumnya digunakan untuk menjelaskan
proses dan usaha untuk meningkatkan kehidupan ekonomi, politik,
budaya, infrastruktur masyarakat dan sebagainya (Fakih, 2001). Dari
37

Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama
Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

definisi tersebut, pengertian pembangunan disejajarkan dengan kata
„perubahan sosial‟, suatu usaha untuk memajukan kehidupan ekonomi,
politik, serta sarana dan prasarana untuk mempermudah kehidupan

bermasyarakat. Pembangunan sebagai salah satu teori perubahan sosial
adalah fenomena yang luar biasa, karena gagasan dan teori ini begitu
mendominasi dan mempengaruhi pikiran umat manusia secara global,
terutama di bagian dunia yang disebut sebagai „dunia ke tiga‟.
Menurut Galtung (2007), pembangunan merupakan upaya
untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, baik secara individual
maupun kelompok, dengan cara-cara yang tidak menimbulkan
kerusakan, baik terhadap kehidupan sosial maupun lingkungan alam.
Di sini pembangunan disadari sebagai sebuah upaya pemenuhan
kebutuhan manusia. Pembangunan disediakan oleh pemerintah untuk
menjamin kesejahteraan rakyatnya. Dalam melaksanakan proses
pembangunan pemerintah harus mempertimbangkan konsekuensi
yang akan didapat, sehingga proses pembangunan tersebut tidak
menimbulkan kerusakan, baik kerusakan sosial maupun kerusakan
alam.
Pembangunan nasional di negara baru berkembang merupakan
suatu proses perubahan sosial berencana, karena meliputi berbagai
dimensi untuk mengusahakan kemajuan dalam kesejahteraan ekonomi,
modernisasi, pembangunan bangsa, wawasan lingkungan dan bahkan
peningkatan kualitas manusia untuk memperbaiki kualitas hidupnya

(Joseph, 1986). Jadi, pembangunan merupakan perubahan yang
terencana yang dibuat untuk menyelesaikan berbagai masalah yang ada
di masyarakat seperti ekonomi, modernisasi, pembangunan bangsa,
lingkungan, dan peningkatan kualitas hidup manusia. Adanya
pembangunan yang direncanakan ini, akan dapat diselesaikan
permasalahan-permasalahan di atas.
Berdasarkan
teori
Dependensia
(ketergantungan),
pembangunan tidak cocok dengan ketergantungan (Fakih, 2001:135).
Menurut teori ini, pembangunan itu dikatakan berhasil, jika sudah bisa
terlepas dari sifat ketergantungan dengan negara lain, seperti
38

Teori Pembangunan Pendidikan

ketergantungan negara berkembang dengan negara maju. Hal ini bisa
dilihat dari segi teknologi dan industri. Negara-negara berkembang
seperti Indonesia masih mendatangkan barang-barang canggih yang

diimpor langsung dari negara-negara Eropa, Jepang, dan Amerika
Serikat. Dari segi industri, negara-negara berkembang memang
dianggap cukup sumber daya manusia (SDM), tapi masih kekurangan
pada sumber daya manusia yang berkualitas. Karena itu masih
dibutuhkan tenaga-tenaga ahli dari luar untuk mengola sumber daya
alam yang dimiliki.
Pembangunan sejatinya merupakan sebuah alat, suatu
pendirian, atau paham bahkan merupakan suatu ideologi dan teori
tertentu tentang perubahan sosial (Fakih, 2001). Dengan demikian,
pembangunan bukanlah teori yang netral karena pembangunan lebih
merupakan sebuah “aliran” dan keyakinan ideologis dan teoristis serta
praktek mengenai perubahan sosial. Bersamaan dengan teori
pembangunan terdapat teori-teori perubahan sosial lainnya, seperti
Sosialisme, Dependensi, ataupun teori lain. Oleh sebab itu banyak
orang menamakan pembangunan sebagai pembangunanisme
(developmentalism).
Gagasan dan teori pembangunan bagi banyak orang bahkan
mirip „agama baru‟ yakni menjanjikan harapan baru untuk
memecahkan masalah-masalah kemiskinan dan keterbelakangan bagi
berjuta-juta rakyat di „dunia ketiga‟ (Fakih, 2001). Sebagai suatu

keyakinan, hal tersebut misalnya telah teradaptasi dengan baik di
dunia ke tiga, dimana pembangunan menjadi semacam penyelamat;
seperti Indonesia yang sedang dilanda berbagai permasalahan yang
kompleks. Pembangunan hadir dengan membawa harapan baru untuk
menyelesaikan masalah yang ada, dan masalah yang paling mendesak
untuk segera diselesaikan berupa kemiskinan dan keterbelakangan.
Pembangunan juga diartikan sebagai sarana untuk
meningkatkan kualitas hidup manusia, bukan hanya dalam bidang
ekonomi, melainkan juga dalam bidang politik dan budaya. Pada
bidang ekonomi, rakyat dimungkinkan untuk terlepas dari kemiskinan,
39

Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama
Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

dan perekonomian mereka meningkat secara riil. Pada bidang politik,
pemerintah harus menjamin kebebasan rakyatnya untuk melakukan
kegiatan politik, tanpa adanya tekanan ataupun intimidasi. Pada bidang
pendidikan, pembangunan diupayakan menjadi solusi atas
ketidakberdayaan seseorang dalam mengakses sumber daya.

Dalam tujuan pembangunan, pendidikan merupakan sesuatu
yang mendasar terutama pada pembentukan kualitas sumber daya
manusia. Menurut Herbison dan Myers (dalam Fadjri, 2000: 36)
“pembangunan sumber daya manusia berarti perlunya peningkatan
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan semua orang dalam suatu
masyarakat”. Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai
yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Melalui
pendidikan selain dapat diberikan bekal berbagai pengetahuan,
kemampuan dan sikap, juga dapat dikembangkan berbagai kemampuan
yang dibutuhkan oleh setiap anggota masyarakat sehingga dapat
berpartisipasi dalam pembangunan.
Tilaar (2002: 435) menyatakan bahwa “hakikat pendidikan
adalah memanusiakan manusia, yaitu suatu proses yang melihat
manusia sebagai suatu keseluruhan di dalam eksistensinya”.
Mencermati pernyataan dari Tilaar tersebut dapat diperoleh gambaran
bahwa dalam proses pendidikan, ada proses belajar dan pembelajaran,
sehingga dalam pendidikan jelas terjadi proses pembentukan manusia
yang lebih manusiawi. Proses mendidik dan dididik merupakan
perbuatan yang bersifat mendasar (fundamental), karena di dalamnya
terjadi proses dan perbuatan yang mengubah serta menentukan jalan

hidup manusia.
Di Indonesia, pembangunan pendidikan tercermin dalam UUD
1945, yang mengamanatkan bahwa pendidikan merupakan hak setiap
warga negara yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini
kemudian dirumuskan dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 yang menyebutkan
bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
40

Teori Pembangunan Pendidikan

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia,
berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab”.
Mencermati tujuan pendidikan yang disebutkan dalam
Undang-Undang Sisdiknas tersebut dapat dikemukakan bahwa
pendidikan merupakan wahana terbentuknya masyarakat madani yang
dapat membangun dan meningkatkan martabat bangsa. Pendidikan
juga merupakan salah satu bentuk investasi manusia yang dapat
meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat. Kyridis, et al. (2011:
3) mengungkapkan bahwa “for many years the belief that education

can increase social equality and promote social justice, has been
predominant”. Hal senada dikemukakan oleh Herera (Muhadjir, 2010:
271) bahwa “melalui pendidikan, transformasi kehidupan sosial dan
ekonomi akan membaik, dengan asumsi bahwa melalui pendidikan,
maka pekerjaan yang layak lebih mudah didapatkan”. Dalam
pandangan ini tersirat bahwa pendidikan merupakan salah satu
kebutuhan dasar yang sangat penting dalam mencapai kesejahteraan
hidup.
Todaro & Smith (2003: 404) menyatakan bahwa “pendidikan
memainkan peran kunci dalam membentuk kemampuan manusia
untuk menyerap teknologi modern, dan untuk mengembangkan
kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang
berkelanjutan.” Jadi, pendidikan dapat digunakan untuk menggapai
kehidupan yang memuaskan dan berharga. Dengan pendidikan akan
terbentuk kapabilitas manusia yang lebih luas yang berada pada inti
makna pembangunan. Hal senada juga diungkapkan oleh Burns (2003:
1) bahwa:
Education is fundamental for the construction of globally
competitive economies and democratic societies. Education
is key to creating, applying, and spreading new ideas and
technologies which in turn are critical for sustained growth;
41

Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama
Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

it augments cognitive and other skills, which in turn increase
labor productivity.

Berdasarkan penjelasan di atas tampak bahwa pendidikan
menjadi dasar bagi pembangunan ekonomi dan masyarakat.
Pendidikan merupakan kunci untuk menciptakan ide-ide baru dan
teknologi yang sangat penting dalam keberlanjutan pembangunan,
bahkan berkat pendidikan pula produktivitas tenaga kerja dapat
meningkat. Dari berbagai tujuan pendidikan yang telah dikemukakan
dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa tujuan pendidikan adalah
membentuk sumber daya manusia yang handal dan memiliki
kemampuan mengembangkan diri untuk mencapai kehidupan yang
lebih baik. Hal ini berarti, pendidikan anak memberi bekal
kemampuan dasar untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi,
anggota masyarakat, warga negara ataupun sebagai bagian dari anggota
masyarakat dunia. Pendidikan memungkinkan seseorang memiliki
kesempatan untuk dapat meningkatkan taraf kehidupannya menjadi
lebih baik dan sejahtera.
Pendidikan merupakan salah satu indikator utama
pembangunan dan kualitas sumber daya manusia, sehingga kualitas
sumber daya manusia sangat tergantung dari kualitas pendidikan.
Pendidikan merupakan bidang yang sangat penting dan strategis dalam
pembangunan nasional, karena merupakan salah satu penentu
kemajuan suatu bangsa. Pendidikan bahkan merupakan sarana paling
efektif untuk meningkatkan kualitas hidup dan derajat kesejahteraan
masyarakat, serta yang dapat mengantarkan bangsa mencapai
kemakmuran.

Modal Sosial
Modal sosial adalah sebagai serangkaian nilai dan norma
informal yang dimilki bersama di antara para anggota suatu kelompok
masyarakat yang memungkinkan terjadinya kerjasama di antara
mereka (Fukuyama, 2002: xii). Secara sederhana modal sosial
42

Teori Pembangunan Pendidikan

merupakan kepercayaan yang mengakar dalam faktor kultural seperti
etika dan moral sebagai jalan untuk menciptakan pengharapan umum
dan kejujuran. Umumnya, istilah modal sosial merujuk pada aspek
struktur sosial yang memudahkan anggotanya memperoleh barang
kebutuhannya (Randy & Nugroho, 2007: 112).
Tiga unsur utama dalam modal sosial adalah trust
(kepercayaan), reciprocal (timbal balik), dan interaksi sosial. Trust
(kepercayaan) dapat mendorong seseorang untuk bekerjasama dengan
orang lain untuk memunculkan aktivitas ataupun tindakan bersama
yang produktif. Trust merupakan produk dari norma-norma sosial
kooperasi yang sangat penting yang kemudian memunculkan modal
sosial.
Menurut Fukuyama (2002), trust sebagai harapan-harapan
terhadap keteraturan, kejujuran, perilaku kooperatif yang muncul dari
dalam sebuah komunitas yang didasarkan pada norma-norma yang
dianut bersama anggota komunitas-komunitas itu. Trust bermanfaat
bagi pencipta ekonomi tunggal karena bisa diandalkan untuk
mengurangi biaya (cost); dengan adanya trust tercipta kesediaan
seseorang untuk menempatkan kepentingan kelompok di atas
kepentingan individu. Adanya high-trust akan melahirkan solidaritas
kuat yang mampu membuat masing-masing individu bersedia
mengikuti aturan, sehingga ikut memperkuat rasa kebersamaan. Bagi
masyarakat low-trust dianggap lebih inferior dalam perilaku ekonomi
kolektifnya. Jika low-trust terjadi dalam suatu masyarakat, maka
campur tangan negara perlu dilakukan guna memberikan bimbingan.
Unsur selanjutnya yakni interaksi sosial. Interaksi yang
semakin meluas akan menjadi semacam jaringan sosial yang lebih
memungkinkan semakin meluasnya lingkup kepercayaan dan lingkup
hubungan timbal balik. Jaringan sosial merupakan bentuk dari modal
sosial. Jaringan sosial yakni sekelompok orang yang dihubungkan oleh
perasaan simpati dan kewajiban serta oleh norma pertukaran dan civic
engagement. Jaringan ini bisa dibentuk karena berasal dari daerah yang
sama, kesamaan kepercayaan politik atau agama, hubungan genealogis,
43

Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama
Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

dan lain-lain. Jaringan sosial tersebut diorganisasikan menjadi sebuah
institusi yang memberikan perlakuan khusus terhadap mereka yang
dibentuk oleh jaringan untuk mendapatkan modal sosial dari jaringan
tersebut. Melalui pemahaman ini dapat dijelaskan bahwa modal sosial
dapat bermanfaat bukan hanya dalam aspek sosial melainkan juga
dalam peningkatan kemampuan siswa (Pratikno, 1979: 88).
Ketiga unsur utama modal sosial dapat dilihat secara aktual
dalam berbagai bentuk kehidupan bersama. Dalam pandangan Uphoff
(Soetomo, 2006: 90), modal sosial dapat dilihat dalam dua kategori,
fenomena struktural dan kognitif. Kategori struktural merupakan
modal sosial yang terkait dengan beberapa bentuk organisasi sosial
khususnya peranan, aturan, precedent dan prosedur yang dapat
membentuk jaringan yang luas bagi kerjasama dalam bentuk tindakan
bersama yang saling menguntungkan. Modal sosial dalam kategori
kognitif diderivasi dari proses mental dan hasil pemikiran yang
diperkuat oleh budaya dan ideologi, khususnya norma, nilai, sikap,
kepercayaan yang memberikan kontribusi bagi tumbuhnya kerjasama
khususnya dalam bentuk tindakan bersama yang saling
menguntungkan. Bentuk-bentuk aktualisasi modal sosial dalam
fenomena struktural maupun kognitif itulah yang perlu digali dari
dalam kehidupan masyarakat untuk selanjutnya dikembangkan dalam
usaha peningkatan taraf kemampuan siswa dalam proses pendidikan
maupun pembinaan yang diterapkan di dalam kehidupan asrama.
Pada level mekanisme modal sosial dapat mengambil bentuk
kerjasama. Kerjasama sendiri merupakan upaya penyesuaian dan
koordinasi tingkah laku yang diperlukan untuk mengatasi konflik
ketika tingkah laku seseorang atau kelompok dianggap menjadi
hambatan oleh seseorang atau kelompok lain. Akhirnya tingkah laku
mereka menjadi cocok satu sama lain. Perlu ditegaskan bahwa ciri
penting modal sosial sebagai sebuah capital dibandingkan dengan
bentuk capital lainnya adalah asal-usulnya yang bersifat sosial. Relasi
sosial bisa berdampak negatif ataupun positif terhadap pembentukan
modal sosial, tergantung apakah relasi sosial itu dianggap sinergis atau
kompetitif dimana kemenangan seseorang hanya dapat dicapai di atas
44

Teori Pembangunan Pendidikan

kekalahan orang lain (zero-sum game). Komponen modal sosial dapat
digambarkan secara ringkas sebagai berikut:

Nilai, Kultur, Persepsi

Institusi

Mekanisme

Gambar 2.1. Komponen Modal Sosial

Gambar 2.1. di atas menjelaskan bahwa pada level nilai, kultur,
kepercayaan, dan persepsi modal sosial bisa berbentuk simpati, rasa
berkewajiban, rasa percaya, resiprositas, dan pengakuan timbal balik.
Pada level institusi bisa terbentuk keterlibatan umum sebagai warga
negara (civil engagement), asosiasi, jaringan. Pada level mekanisme,
modal sosial berbentuk kerjasama, tingkah laku, dan sinergi antar
kelompok.

Ruang Sosial
George Simmel (1858-1918) adalah salah satu tokoh pertama
yang memberikan buah pikir berupa penawaran pengertian yang
penting pada konstruksi tentang “ruang sosial”. Banyak tulisan Simmel
tentang ruang sosial, akan tetapi yang paling terkenal hanya dua
artikel, lebih dulu diterbitkan pada tahun 1903, yaitu 'The Sociology of
Space' and 'On the Spatial Projections of Social Forms'. Selanjutnya ia
meninjau kembali dan memperluas artikel tersebut pada buku,
Soziologie, yang diterbitkan pada tahun 1908, kemudian
menambahkan tiga esei penting yakni "The Social Boundary', 'The
Sociology of the Senses' dan 'The Stranger' (Fearon, 2007). Simmel
mencoba memberikan gambaran tentang ruang sosial tersebut dengan
45

Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama
Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

mengatakan bahwa, sesungguhnya tidak ada dua badan dapat
menduduki ruang yang sama. Ruang sosial dikonstruksi oleh wujud
dan eksklusivitas, dimana kelompok itu menempatinya. Ruang
merupakan subbagian (subdivided) untuk maksud sosial dan yang
dibingkai dalam batasan-batasan atau sekat-sekat (boundaries). Ruang
sosial adalah bukan ruang dalam arti fisik dengan konsekuensi
sosiologis, melainkan sebuah fakta sosiologis yang membentuk ruang.
Artinya batas yang dimaksud adalah tersedianya bentuk khusus untuk
pengalaman dan interaksi. Pemusatan atau pencampuran interaksi
sosial dalam ruang juga mempengaruhi formasi sosial dan karena itu
semua interaksi sosial bisa ditandai oleh tingkat jauh dekatnya antar
individu dan kelompok.
Melalui pandangan Simmel di atas, dapat dilakukan pendekatan
konsep ruang sosial melalui dua kategori. Pertama; ruang sosial
dikembangkan dari asumsi dasar interaksi non fisik dalam arti interaksi
menggunakan simbol-simbol tertentu dalam dominasi kepentingan
untuk mencapai tujuan. Kepentingan menjadi salah satu elemen
penting yang berfungsi sebagai sekat yang membatasi ruang satu
dengan lainnya. Tentunya meskipun dibatasi oleh sekat, interaksi dapat
berlangsung karena adanya kesamaan unsur-unsur yang dipergunakan
sebagai pengait untuk mengatakan sebagai suatu kepentingan yang
sama. Kedua; model interaksi tersebut merupakan bentuk interaksi
“alternatif” dari bentuk normatifnya karena adanya perilaku
konformitas atas sebuah situasi tertentu, yang terpaksa masyarakat
harus meresponsnya ke dalam bentuk-bentuk konformitas. Ketiga;
sebagaimana kelanjutan poin pertama dan kedua maka dimensi ruang
membentuk pengelompokan berdasarkan pada atribut-atribut tertentu
berskala horizontal maupun vertikal.
Sosiologi spasial dibahas juga dalam artikel “The Sociology of
Space: A Use-Centered View”, oleh Herbert J. Gans (dalam Gieryn,
2000: 329-339) yang membenarkan eksplorasi baru dari berbagai
koneksi antara "ruang" dan "masyarakat." Perhatian diberikan pada
hubungan kausal antara ruang dan masyarakat: di mana cara ruang
alam mempengaruhi kehidupan sosial dan kolektivitas; dan tentang
46

Teori Pembangunan Pendidikan

cara-cara di mana kolektivitas ini mengubah ruang alam menjadi ruang
sosial dan bentuk penggunaannya. Ruang alam menjadi fenomena
sosial atau ruang sosial, begitu orang mulai menggunakannya, dan
batas-batas serta pemaknaan diletakkan di atasnya. Maka dalam
Sosiologi spasial ini dapat dipelajari bagaimana masyarakat, yaitu,
individu dan kolektivitas, mengubah alam menjadi ruang sosial,
bagaimana mereka menggunakan dan apa yang disebut pertukaran,
sosial, ekonomi, dan lainnya dan bagaimana kedua jenis ruang
mempengaruhi individu, kolektivitas, dan proses sosial dan
kekuatannya. Demikian juga dapat digambarkan penerapan Sosiologi
spasial (ruang sosial) dalam beberapa konsep dan isu yang relevan di
lapangan, termasuk penggunaan lahan, lokasi, kepadatan, kedekatan,
ruang publik, lingkungan, masyarakat, dan ekonomi politik.
Memperhatikan pandangan di atas tentang ruang sosial, maka
asrama SM Petrus van Diepen dapat dipandang sebagai suatu ruang
sosial yang unik, karena terdapat batasan ruang dimana para siswa
berinteraksi satu sama lain dalam konteks hidup harian. Dan apa yang
terjadi di dalam keberasramaan di Asrama Petrus van Diepen dengan
sendirinya mempunyai arti secara sosial. Keberasramaan yang terjadi
dalam ruang sosial ini menghadirkan konformitas lewat adanya
peraturan hidup bersama, adanya pendamping-pembina-formator yang
menata hidup bersama dan inilah yang menjadi kekuatan dalam
kehidupan berasrama. Perubahan dan penyesuaian yang terjadi
menghasilkan nilai unggul dan ini dapat terjadi dalam keberasramaan
yang dapat bersifat ”asosiatif” dan ”disosiatif” dalam proses dialektis
yang mempertemukan antara individu-individu yang berlatarbelakang
sifat dan budaya yang berbeda-beda dengan struktur pengikat, yaitu
peraturan hidup bersama harian tanpa menimbulkan kesenjangan
kultural karena konformitas; bahkan interaksi social inilah yang justeru
menciptakan nilai unggul dalam keberasramaan bagi berlangsungnya
kehidupan sosial di asrama Petrus van Diepen. Hal ini tidak akan
terjadi tanpa pembinaan hidup dalam asrama. Justru dalam kehidupan
keberasramaan terjadilah pertemuan-pertemuan berbagai elemen yang
membangun dan memberikan nilai unggulnya.
47

Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama
Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

Fenomenologi
Untuk menelusuri modal sosial dan ruang sosial ini dipakai
pendekatan fenomenologis dengan sederet asumsi subyektivis tentang
hakikat pengalaman nyata dan tatanan sosial, sebagaimana upaya
Alfred Schulz dalam membangun fenomenologi sosial yang
mengaitkan sosiologi dengan fenomenologi filsafati Edmund Husserl.
Yang utama dari pemikiran Husserl adalah bahwa ilmu pengetahuan
selalu berpijak pada „yang eksperiensial‟. Selanjutnya Schulz
melanjutkan pendapat ini, yakni mengkaji cara-cara anggota
masyarakat menyusun dan membentuk ulang alam kehidupan seharihari, dan kumpulan pengetahuan ini menciptakan dunia yang familiar;
dunia yang terlihat „akrab‟ di mata setiap anggota; ribuan fenomena
dalam kehidupan sehari-hari dirangkum ke dalam konstruk dan
kategori yang terbatas; yaitu panduan yang umum dan fleksibel untuk
memahami atau menginterpretasi pengalaman. Tipifikasi (atau
pemolaan) memudahkan setiap individu untuk mengkaji pengalaman,
mengenali dan menentukan apakah benda dan peristiwa dapat
dipandang sebagai bagian atau masuk jenis realita khusus atau tidak
(Bdk. Holstein & Gubrium, 2009: 336).
Pendekatan fenomenologis Schulz ini dikembangkan oleh
Peter L. Berger & Thomas Luckmann (1990) dengan penjelasan tentang
paham habitus (kebiasaan) dan proses habitualisasi (pembiasaan), yaitu
pemikiran, perasaan, dan tindakan yang selalu terjadi berulang-ulang
dalam pengalaman harian yang dialihkan dan dipelajari oleh masingmasing anggota masyarakat secara berulang kali sehingga terbentuklah
pola cita, pola rasa dan pola tindak yang di-share oleh setiap anggota
kelompok/masyarakat. Justru pendidikan di sekolah dan asrama
menjadi sarana proses pembiasaan (habitualisasi) tiap anggota untuk
memasuki universum pengetahuan dari masyarakatnya; inilah proses
sosialisasi sekunder, menurut Berger & Luckmann (1990: 194, 210,
216), sesudah pengalaman sosialisasi primer di tengah keluarga, yang
dikenal sebagai pendidikan informal/non-formal bagi anak.

48

Teori Pembangunan Pendidikan

Pendidikan Sebagai Modal Sosial Masyarakat
Salah satu bidang yang diharapkan memberikan kontribusi bagi
penguatan modal sosial adalah bidang pendidikan. Pendidikan tidak
hanya mencakup pendidikan formal atau sekolah saja, tetapi juga
mencakup arti pendidikan secara luas. Sekolah dan/ataupun perguruan
tinggi hanya merupakan salah satu agen sosialisasi bagi tumbuhkembangnya modal sosial, di samping agen-agen penting lainnya
seperti keluarga dan media massa. Dukungan secara luas dari semua
agen ini akan memberikan efek yang lebih luas dalam menumbuhkembangkan sekaligus menguatkan modal sosial bangsa.
Pembangunan di dalam masyarakat harus diawali dari
perubahan cara berpikir di dalam keluarga, para pendidik, dan elemen
pendukung lainnya tentang pentingnya menguatkan modal sosial.
Perubahan cara berpikir yang nantinya berakibat pada perubahan sikap
mental merupakan tahapan yang paling kritis dan paling sulit dalam
proses transformasi sosial, karena hal tersebut menyangkut perubahan
nilai, kebiasaan, bahkan keyakinan. Kesediaan untuk mengubah diri
secara individual harus dibarengi pula dengan merekonstruksi sistem
pendidikan agar lebih kondusif, seperti pengenalan muatan konsep
maupun praktek modal sosial di dalam kurikulum sekolah mulai dari
tingkat pendidikan sekolah dasar.
Penguatan modal sosial melalui pendidikan dilakukan melalui
tiga komponen: jaringan kerja sosial, norma sosial, dan sanksi. Dalam
jaringan kerja sosial, akses peserta didik terhadap informasi dikuatkan.
Dalam norma sosial, aturan-aturan yang berlaku dikuatkan agar menghasilkan hubungan timbal balik yang positif, munculnya harapan bagi
kerjasama, kepercayaan, dan perilaku positif. Adapun dalam sanksi,
anak didik mentaati hukuman bagi pelanggaran dan penghargaan bagi
kepatuhan.
Tumbuhkembangnya modal sosial di dalam keluarga, sekolah
maupun masyarakat akan menentukan seberapa besar kepercayaan
masyarakat pada aktor-aktor atau lembaga-lembaga yang menyandang
atribut kekuasaan, pada proses sosial-politik, dan pada kebijakan yang
49

Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama
Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

dihasilkan negara. Modal kepercayaan yang tinggi akan mendorong
terjadinya aksi sosial (social action) untuk mengatasi berbagai
permasalahan bangsa (Rohman, 2009: 85, Safaruddin, 2008: 1-5).
Jika melihat kondisi pendidikan di Indonesia, sepertinya tujuan
pendidikan nasional masih belum dapat menjadi solusi dalam persoalan
kemanusiaan (Freire, 2007:82-84). Sistem pendidikan yang ada demi
memanusiakan manusia ini, kenyataannya masih belum terwujud,
karena ketimpangan dalam proses akibat kesalahan sistem yang diterapkan. Akhirnya pendidikan ini menghasilkan proses sosialisasi yang
tidak sempurna. Darmaningtyas (2004:5) dalam kata pengantarnya,
mengatakan bahwa sistem pendidikan di Indonesia belum mendukung
terwujudnya tujuan pendidikan yaitu memanusiakan manusia. Sistem
pendidikan nasional tidak dapat lepas dari kepentingan-kepentingan
politik baik birokrasi, partai politik, maupun kelompok masyarakat
lainnya. Kebijakan pendidikan yang dipraktekkan sampai kini lebih
mengakomodir kepentingan-kepentingan penguasa ketimbang
kepentingan manusia itu sendiri. Akibatnya negara gagal menciptakan
pendidikan yang dapat menjadi modal sosial (Sirozi, 2005).
Selain itu, model evaluasi yang diterapkan dalam pendidikan
kita masih menggunakan penilaian kuantitatif, seperti diungkapkan
oleh H.A.R Tilaar dan Nugroho (2009:182). Proses pendidikan yang
sukses tidak saja hanya diukur dengan ukuran-ukuran kuantitatif,
tetapi proses pendidikan ditentukan oleh kualitas. Tilaar dan Nugroho
menyebutkan bahwa rambu-rambu pendidikan berkualitas ditandai
dengan sejauh mana kurikulum pendidikan dapat menjawab kebutuhan masyarakat serta sejauh mana sumbangsih pendidikan terhadap
pemenuhan keterampilan peserta didiknya sehingga dapat meningkatkan taraf hidupnya kelak di tengah masyarakat (modal sosial).

Kebijakan Pembangunan Pendidikan di Indonesia
Pendidikan telah lama menjadi agenda di dalam setiap fase
pembangunan Indonesia. Hal tersebut terjadi sebelum memasuki abad
50

Teori Pembangunan Pendidikan

21 seperti diuraikan oleh Djojonegoro (1998:11). Pemerintah
memberikan perhatian cukup besar di bidang peningkatan kualitas
SDM. Dalam GBHN 1993 dijelaskan tentang perhatian pemerintah di
bidang pendidikan ini yaitu sebagai berikut:
“Titik berat Pembangunan Jangka Panjang Kedua diletakkan
pada bidang ekonomi, yang merupakan penggerak utama
pembangunan, seiring dengan kualitas sumber daya manusia;
dan didorong saling memperkuat, saling terkait dan terpadu
dengan pembangunan bidang-bidang lainnya yang
dilaksanakan seirama, selaras, dan serasi dengan keberhasilan
pembangunan bidang ekonomi dalam rangka mancapai
tujuan dan sasaran pembangunan nasional”.

Dalam mensukseskan pembangunan nasional yang bersifat
berkesinambungan (suistainable), dan untuk mencapai masyarakat adil
makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, maka kiranya perlu
mengkaji dan melihat pendidikan dari perspektif ekonomi politik.
Dalam pembangunan, ekonomi dan pendidikan merupakan dua
komponen yang saling memberikan pengaruh timbal balik. Menurut
Kartono (1992 : 309), pendidikan merupakan komponen ekonomi yang
penting, karena dapat memproduksi tenaga kerja terampil yang dapat
memasuki pasaran kerja, di samping membentuk manusia-manusia
ekonomis untuk pembangunan masyarakat demi kelestarian hidup
bangsa.
Laju pertumbuhan ekonomi ternyata baru dapat memberikan
keuntungan minimal kepada manusia yang berada pada strata sosial
paling miskin, baik yang ada di daerah pedesaan maupun di daerahdaerah kumuh di pinggiran kota. Keuntungan di sektor industri,
pertambangan, perkebunan belum didistribusikan secara merata
sampai ke lapisan bawah. Akibatnya, strata sosial marginal dan paling
miskin (kurang mampu) tadi juga mendapatkan porsi pendidikan
formal (sekolah) paling sedikit atau minimal.
Sektor primer modern belum mampu menampung serta
memanfaatkan sumber-sumber daya manusia desa, yang merupakan
bagian terbesar penduduk di Indonesia. Padahal pengelolaan tenaga
51

Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama
Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

manusia melalui pendidikan (edukasi) sehingga menjadi produktif
merupakan tujuan ekonomis dan tujuan sosial dengan laju
pertumbuhan dari domestik bruto di atas rata-rata. Kemudian Baswir
(1999: 23) menambahkan, struktur perekonomian Indonesia masih
ditandai dengan terjadinya dualisme ekonomi, yaitu ekonomi modern
yang berorientasi kepada pengakumulasian kapital, dan perekonomian
yang masih tradisional dan bersifat subsisten. Tenaga kerja Indonesia
sekitar 70 % tamatan Sekolah Dasar, dan hanya 3 % yang memperoleh
kesempatan pemerataan pendidikan tinggi. Oleh sebab itu perlu
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Strategi pembangunan nasional harus dapat berorientasi kepada
pengembangan sektor pertanian tradisional untuk digeser menjadi
pertanian modern mengarah pada agro–bisnis dan agro-industri
dengan difokuskan kepada usaha memberantas kemiskinan, juga
peningkatan penghasilan untuk bisa hidup layak.
b. Mengaplikasikan kebijakan pendidikan tinggi yang bertolak dari
realitas nyata, yaitu upaya peningkatan ekonomi mayoritas
masyarakat pada umumnya, dari keterbelakangan untuk
dikembangkan kepada produktivitas, efektivitas, serta mobilitas
ekonominya.
c. Khususnya bagi suatu daerah di pedesaan atau periferi, kedua
macam usaha tersebut harus memperoleh dukungan dari kebijakan
pendidikan dan aktivitas pendidikan yang berorientasi kepada
kemiskinan atau ketidakmampuan; jadi harus ada “a poverty
oriented policy”, sebab di sini terdapat keterbelakangan di berbagai
sektor kehidupan dalam masyarakat. Maka wajar jika pendidikan
ingin memberikan kontribusi positif kepada pengembangan negara
dan bangsa; pendidikan harus dapat mengadaptasi diri pada
kebutuhan masyarakat dimana mayoritas rakyat Indonesia dalam
kondisi ekonomi yang masih sangat lemah dan pada kondisi
wilayah tanah air yang pasca-agraris.

52

Teori Pembangunan Pendidikan

Dalam keadaan dan situasi perekonomian sebagaimana saat ini,
kiranya perlu untuk mengimplementasikan suatu kebijakan pendidikan
yang berpihak pada kemiskinan dan keterbelakangan yang terdiri dari:
a. Pendidikan untuk masyarakat kurang mampu, yang jumlahnya
masih cukup besar; ini dapat menjadi lebih ekonomis, sebab dapat
digunakan untuk membangun angkatan kerja yang terdidik atau
terlatih secara teknis;
b. Menjadi kebutuhan sosial untuk merangsang dinamika serta
pengembangan, yang sesuai dengan sila “Kemanusiaan yang adil
dan beradab”; juga asas demokrasi Pancasila.
Selanjutnya, pembangunan dan modernisasi di suatu negara
hanya bisa dilakukan melalui perbaikan dan perluasan bidang
pendidikan
dengan
tujuan
untuk
membangkitkan
serta
mengembangkan individualitas–sosialitas-moralitas manusianya serta
kemampuan ekonominya (Kartono, 1997:98). Sebab itu pendidikan
menjadi kebutuhan mutlak suatu negara yang berkeinginan dan
berupaya untuk maju, serta berkemauan besar mencapai kemakmuran
masyarakatnya. Agar tercapai tujuan hidup yang lebih baik, maka
faktor politis, ekonomis, sosial, kultural dan keamanan sangat
diperlukan oleh para tenaga terdidik.
Lewat beberapa argumentasi tersebut, maka pendidikan dalam
perspektif ekonomi, kiranya dapat dijelaskan dengan mengutip
pendapat dari Kartono (1997: l0l) antara lain:
a. Mampu menyiapkan tenaga kerja yang handal, baik (bermutu);
b. ikut mempersiapkan dibukanya lahan-lahan kerja baru;
c. bisa meningkatkan kualitas hidup masyarakat pada umumnya,
serta untuk pemerataan keadilan dan kesejahteraan pada
khususnya.
Sedangkan pada perspektif politik, pendidikan merupakan
proses sosial dan proses sosialisasi manusia. Proses sosial menjadi
dimensi utama dari filsafat pendidikan. Maka relasi sosial yang berbeda
53

Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama
Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

dalam wadah suatu negara, yang bergantung pada renggang-dekatnya
relasi sosial antara individu dengan individu lain, menyebabkan
munculnya praktek pendidikan yang berbeda. Di negara demokrasi,
orang menghargai perbedaan, karena itu sistem pendidikan biasanya
disusun atas dasar dari pendapat orang banyak. Tetapi pendidikan
terasa dipaksakan bilamana dilaksanakan di negara totaliter; negara
membatasi kebebasan individu, dengan cara memberikan pendidikan
dengan pola yang uniform, ketat dan keras. Sistem pendidikannya
hanya satu, berdasarkan satu macam filsafat pendidikan. Guru-guru,
termasuk juga dosen bersikap otokratis dan mutlak, bila berkuasa atau
memerintah (mengajar) memakai tangan besi, karena para guru dengan
ketat akan melakukan dan meneruskan semua perintah dari kekuasaan
politik (pendidikan) yang juga otoriter sifatnya. Bagi negara totaliter,
edukasi dipandang sebagai kekuatan (force), minimal paling tidak
dijadikan kekuatan politik. Sebab itu pendidikan harus menjadi
tanggung jawab negara, dan negara secara mutlak (absolut) mengatur
pendidikan dengan cermat.

Manajemen Pendidikan Sebagai Suatu Sistem
Manajemen kerapkali dipandang sebagai ilmu, dan sebagai
strategi. Manajemen dikatakan sebagai ilmu oleh karena dipandang
sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara sistematik berusaha
memahami mengapa dan bagaimana mencapai sasaran melalui caracara dengan mengatur orang lain menjalankan dalam tugas. Sedangkan
sebagai strategi, karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus
untuk mencapai suatu prestasi manajer dan para profesional yang
dituntun oleh suatu kode etik.
Manajemen memiliki empat fungsi yaitu fungsi: Perencanaan
(Planning), Pengorganisasian (Organizing), Pemimpinan (Leading), dan
Pengawasan (Controlling). Oleh karena itu, manajemen diartikan
sebagai proses merencana, mengorganisasi, memimpin dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi
tercapai secara efektif dan efisien. Aspek perencanaan berfungsi untuk
54

Teori Pembangunan Pendidikan

menentukan tujuan atau kerangka tindakan yang diperlukan untuk
pencapaian tujuan tertentu. Ini dilakukan dengan mengkaji kekuatan
dan kelemahan organisasi, menentukan kesempatan dan ancaman,
menentukan strategi, kebijakan, taktik dan program.
Proses pengambilan keputusan tersebut dilakukan secara
ilmiah. Aspek pengorganisasian meliputi penentuan fungsi, hubungan
dan struktur. Fungsi berupa tugas-tugas yang dibagi ke dalam fungsi
garis, staf, dan fungsional. Hubungan terdiri atas tanggung jawab dan
wewenang, dengan struktur horizontal dan vertikal. Aspek pemimpin
menggambarkan bagaimana manajer mengarahkan dan mempengaruhi
para bawahan, bagaimana orang lain melaksanakan tugas yang esensial
dengan menciptakan suasana yang menyenangkan untuk bekerja sama.
Sedangkan aspek pengawasan meliputi penentuan standar, supervisi
dan mengukur penampilan/pelaksanaan terhadap standar dan
memberikan keyakinan bahwa tujuan organisasi tercapai. Produk dari
aspek pengawasan ini sangat erat kaitannya dengan perencanaan, oleh
karena melalui pengawasan efektivitas manajemen dapat diukur.
Manajemen itu, seperti yang dikemukakan oleh Stoner
(2006:15), bagaikan seni untuk melaksanakan pekerjaan melalui orangorang, sebagai ”the art of getting things done through people”. Definisi
ini perlu mendapat perhatian karena berdasarkan kenyataan,
manajemen mencapai tujuan organisasi dengan cara mengatur orang
lain. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Botinger (2005:23);
manajemen sebagai suatu seni membutuhkan tiga unsur, yaitu:
pandangan, pengetahuan teknis, dan komunikasi. Ketiga unsur tersebut
terkandung dalam manajemen. Oleh karena itu, keterampilan perlu
dikembangkan melalui pelatihan manajemen, seperti halnya melatih
seniman. Pada masa yang akan datang ada kemungkinan bidang
manajemen akan lebih banyak menyerupai seni daripada ilmu.
Semakin banyak belajar tentang manajemen, dalam banyak hal dapat
memperoleh informasi tentang seperangkat tindakan.
Demikian pula hubungan antar manusia, struktur sosial, dan
organisasi menuntut seorang manajer untuk memahami ilmu perilaku
55

Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama
Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

yang mendasari manajemen. Akan tetapi, sebelum pengetahuan
tersebut dikuasai, manajer harus bergantung pada intuisinya sendiri
(karena informasi tidak memadai) dan melakukan penilaian sendiri.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa meskipun banyak aspek
manajemen telah menjadi ilmiah, tetapi masih banyak unsur-unsur
manajemen yang tetap merupakan kiat tersendiri seorang manajer.
Prinsip-prinsip umum dalam manajemen terdiri dari (1)
pembagian kerja sesuai dengan kemampuan dan keahlian, (2)
wewenang dan tanggung jawab pekerjaan yang diikuti
pertanggungjawaban, (3) disiplin yang berupa ketaatan dan kepatuhan
terhadap pekerjaan yang menjadi tanggung jawab, (4) kesatuan
perintah dalam melaksanakan pekerjaan, (5) kesatuan pengarahan
menuju sasaran, (6) mengutamakan organisasi di atas kepentingan
sendiri, (7) penggajian pegawai yang menumbuhkan kedisiplinan dan
kegairahan kerja, (8) pemusatan wewenang menuju pemusatan
tanggung jawab, (9) hirarki puncak dan bawahan, (10) ketertiban
dalam melaksanakan tugas, (11) keadilan dan kejujuran moral
karyawan, (12) stabilitas kondisi karyawan, (13) prakarsa mewujudkan
suatu yang berguna bagi penyelesaian pekerjaan dengan baik, dan (14)
semangat kesatuan.
Dengan menggunakan prinsip-prinsip manajemen tersebut
seorang manajer akan melakukan seluruh kegiatannya dengan berpijak
pada tahapan-tahapan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengendalian (Terry dalam Handoko, 1998:78). Fungsi manajemen
yang meliputi tahap-tahap tersebut akan selalu dijadikan acuan oleh
manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan.
Pencapaian suatu tujuan pada sebuah organisasi atau lembaga
memerlukan anasir manajemen, yang memerlukan pemberdayaannya
secara simultan. Anasir manajemen tersebut dikenal dengan 6M yaitu
men, money, materials, machines, methods, dan market.
Dari seluruh anasir manajemen, pada akhirnya unsur manusia
yang menjadi core dari proses-proses manajemen. Begitu juga dalam
konteks manajemen pendidikan, anasir manusia menjadi pusat dari
56

Teori Pembangunan Pendidikan

seluruh kegiatan manajemen pendidikan. Hal ini disebabkan karena
manusia adalah salah satu bidang garapan manajemen, dan sekaligus
juga menjadi sasaran bidang pendidikan. Oleh karena itu, di dalam
proses pendidikan manusialah yang menjadi fokus garapannya guna
mengembangkan segala potensi yang dimilikinya.
Menurut Mulyasa (2004:48) manajemen pendidikan adalah
suatu proses pengembangan kegiatan kerja sama sekelompok orang
untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Proses
pengembangan
kegiatan
tersebut
mencakup
perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, pengawasan; sebagai suatu proses
untuk mewujudkan visi menjadi aksi. Oleh karena itu kerangka kerja
manajemen secara umum diterapkan juga dalam manajemen
pendidikan, baik anasir maupun fungsi-fungsinya.
Oleh karena manajemen merupakan serangkaian kegiatan
dalam merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, mengendalikan, dan mengembangkan segala upaya untuk mengatur dan
mendayagunakan sumber daya manusia, sarana dan prasarana secara
efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan (Sugiyono, 2002; Sudjana, 2004), maka begitu juga halnya
dengan manajemen pendidikan. Manajemen pendidikan merupakan
penataan, pengelolaan, pengaturan, dan kegiatan-kegiatan lain
sejenisnya yang berkenaan dengan lembaga pendidikan beserta segala
komponennya dan dalam kaitannya dengan pranata dan lembaga lain
(Sudjana, 2004:137). Dengan demikian, manajemen pendidikan adalah
proses untuk mencapai tujuan pendidikan yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pemantauan, dan penilaian.
Menurut Hamalik (2007:80) secara umum tujuan manajemen
pendidikan dalam proses pembelajaran adalah untuk menyusun suatu
sistem pengelolaan yang meliputi: 1) Administrasi dan organisasi
kurikulum; 2) Pengelolaan dan ketenagaan; 3) Pengelolaan sarana dan
prasarana; 4) Pengelolaan pembiayaan; 5) Pengelolaan media
pendidikan; 6) Pengelolaan hubungan dengan masyarakat, yang
57

Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama
Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

manajemen keterlaksanaan proses pembelajaran yang relevan, efektif
dan efisien yang menunjang tercapainya tujuan pendidikan.
Kemudian, jika dilihat secara lebih khusus, tujuan dari
pelaksanaan manajemen pendidikan adalah terciptanya sistem
pengelolaan yang relevan, efektif dan efisien yang dapat dilaksanakan
dengan mencapai sasaran dengan suatu pola struktur organisasi
pembagian tugas dan tanggungjawab yang jelas antara pemimpin
program, tenaga pelatih fasilitator, tenaga perpustakaan, tenaga teknis
lain, tenaga tata usaha dan tenaga pembina. Selain itu manajemen
pendidikan bertujuan untuk memperlancar pengelolaan program
pendidikan dan keterlaksanaan proses pembelajaran.
Manajemen pendidikan, lanjut Hamalik (2007:81), memiliki
fungsi terpadu dengan proses pendidikan khususnya dengan
pengelolaan proses pembelajaran. Dalam hubungan ini, terdapat
beberapa fungsi manajemen pendidikan, yaitu:
1) Fungsi Perencanaan, mencakup berbagai kegiatan menentukan
kebutuhan, penentuan strategi pencapaian tujuan, menentukan isi
program pendidikan dan lain-lain. Dalam rangka pengelolaan perlu
dilakukan kegiatan penyusunan rencana, yang menjangkau ke
depan untuk memperbaiki keadaan dan memenuhi kebutuhan di
kemudian hari, menentukan tujuan yang hendak ditempuh,
menyusun program yang meliputi pendekatan, jenis dan urutan
kegiatan, menetapkan rencana biaya yang diperlukan, serta
menentukan jadwal dan proses kerja.
2) Fungsi Organisasi, meliputi pengelolaan ketenagaan, sarana dan
prasarana, distribusi tugas dan tanggung jawab, dalam pengelolaan
secara integral. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan, seperti:
mengidentifikasi jenis dan tugas tanggungjawab dan wewenang,
merumuskan aturan hubungan kerja.
3) Fungsi Koordinasi, yang berupaya menstabilisasi antara berbagai
tugas, tanggung jawab dan kewenangan untuk menjamin
pelaksanaan dan keberhasilan program pendidikan.
58

Teori Pembangunan Pendidikan

4) Fungi Motivasi, yang dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi
proses dan keberhasilan program pelatihan. Hal ini diperlukan
sehubungan dengan adanya pembagian tugas dan tanggung jawab
serta kewenangan, sehingga terjadi peningkatan kegiatan personal,
yang pada gilirannya diharapkan meningkatkan keberhasilan
program.
5) Fungsi Kontrol, yang berupaya melakukan pengawasan, penilaian,
monitoring, perbaikan terhadap kelemahan dalam sistem
manajemen pendidikan tersebut.

Sekolah Asrama (Boarding School)
Sekolah Asrama dalam Sistem Pendidikan Nasional
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
sejak tahun 2008 menggalakkan program sekolah berbasis-berpola
asrama sebagai salah satu upaya untuk mencerdaskan sekaligus
mencerahkan anak bangsa. Keseimbangan antara kecerdasan
intelektual dan kecerdasan spiritual anak bangsa mutlak dibutuhkan
demi keberlangsungan masa depan bangsa ini. Kecerdasan intelektual
tanpa disertai dengan kecerdasan spiritual akan membuat bangsa
Indonesia menjadi bangsa yang kehilangan karakter dan jati dirinya.
Sistem pendidikan yang dinilai tepat untuk mewujudkan citacita tersebut adalah sistem pendidikan unggulan yang merupakan
perpaduan antara dua sistem pendidikan yang telah dimiliki oleh
Indonesia saat ini, yaitu sistem pendidikan formal dan sistem
pendidikan berpola asrama. Sistem pendidikan formal, dalam konteks
penelitian ini adalah SMP dan SMA, mewakili keunggulan akademik.
Sistem pendidikan berpola asrama merupakan cerminan dari
keunggulan spiritual. Apabila proses pembelajaran pada pendidikan
formal rata-rata membutuhkan waktu selama 12 jam sehari, maka tidak
dengan berpola asrama, pen

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong T2 902009102 BAB I

0 0 34

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong T2 902009102 BAB IV

0 0 71

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong T2 902009102 BAB V

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

0 1 92

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Bersaing Sekolah Menengah Atas Kristen 1 Salatiga T2 942012004 BAB II

0 0 20

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Peningkatan Mutu dan Citra (Image) Sekolah T2 BAB II

0 0 15

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Supervisi Akademik Di SMP Negeri ebonagung Kabupaten Demak T2 BAB II

0 1 24

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Sekolah Di Sekolah Dasar Negeri Kedongori ecamatan Dempet Demak T2 BAB II

0 0 18

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Pelaksanaan Program Sertifikasi Guru Sekolah Dasar Kabupaten Wonosobo T2 BAB II

0 1 27