JENIS SUARA PADA FILM FIKSI

JENIS & FUNGSI SUARA DALAM FILM FIKSI

Pada dasarnya ada 3 jenis suara dalam film fiksi, yaitu pembicaraan (speech), musik dan
efek suara. Suara pembicaraan sering juga disebut dengan dialog. Pada beberapa kasus,
kategori ini bisa saling overlap (menumpuk). Sebuah teriakan tergolong dalam pembicaraan
atau efek suara, musik elektronik tergolong musik atau efek suara. Dalam penerapannya ke
film fiksi, ketiga kategori tersebut secara spesifik bisa lebih diperinci berdasarkan sifat
hubungan fisiknya dengan gambar:

Pembicaran, terdiri dari :
1. Dialog, pembicaraan antara 2 orang atau lebih dimana sumber suara atau
pembicaranya muncul dalam frame atau berada dalam ruang kejadian film.
2. Monolog, pembicaraan 1 orang dimana tokohnya bisa kelihatan berbicara didalam
frame, atau tokohnya tidak berbicara tapi suaranya terdengar. Yang terakhir ini sering
disebut monolog interior.
3. Narasi, pembicaraan dimana sumber suara atau pembicara tidak muncul dalam frame
atau tidak berada dalam ruang kejadian film.
4. Direct Address, pembicaraan dimana sumber suara atau pembicara muncul dalam
frame dan mengarahkan pandangannya langsung kearah kamera, yang berarti kearah
penonton.


Musik, terdiri dari :

Musik fungsional, yaitu musik yang sumber suaranya tidak nampak pada gambar tetapi
mempunyai hubungan fungsional dengan gambar. Contoh dari hubungan fungsional tersebut
misalnya :










Musik untuk membentuk suasana
Musik untuk menggambarkan perasaan tokoh dalam film/televisi
Musik untuk mengarahkan karakter adegan
Musik leitmotif (memberikan prediksi bahwa sesuatu atau seseorang akan muncul)
Musik untuk menggambarkan jenis film/televisi

Musik untuk memberikan ciri lokal





Musik untuk meningkatkan action
Musik untuk membentuk ritme film/televisi
Musik untuk transisi

Musik realistik, yaitu musik yang sumber suaranya muncul di dalam frame atau berada
dalam ruang kejadian film. Contohnya : adegan band, adegan tarian yang diringi musik
hidup.

Efek Suara, terdiri dari :
1. Efek Suara Realistik, yaitu efek suara yang sumber suaranya muncul pada frame
atau berada dalam ruang kejadian film. Contohnya : ada gambar anjing muncul dalam
frame, kita dengar suara gonggongannya. Suara gonggongan ini adalah efek suara
realistik.
2. Efek Suara Fungsional, yaitu efek suara yang sumber suaranya tidak nampak pada

gambar tetapi mempunyai hubungan fungsional dengan gambar. Disini efek suara
dalam kasus-kasus tertentu mempunyai fungsi yang bisa menggantikan peran musik
fungsional.

HUBUNGAN SUARA DAN GAMBAR DALAM FILM dan TELEVISI

Hubungan Ruang
Dilihat dari runag dalam film, hubungan antara gambar dan suara dibagi antara lain sebagai:

Diegetic Sound
Suara dalam film/televisi yang sumber suaranya secara langsung mempunyai kaitan dengan
ruang adegan film. Dialog tokoh yang nampak pada gambar, efek suara mobil dimana
nampak mobil secara visual dalam frame film, keduanya adalah contoh jelas dari diegetic
sound.

Non Diegetic Sound
Suara dalam film yang sumber suaranya tidak mempunyai kaitan dengan ruang adegan film.
Contoh sederhana adalah musik film, dimana sumber suara musik nya tidak berada dalam

ruang adegan film. Sedangkan suara musik band dimana band yang memainkan musiknya

berada dalam frame film, cenderung digolongkan dalan diegetic sound.

Pembedaan antara diegetic dan non diegetic sound tidak tergantung dari sumber suara nyata
pada saat shooting film. Tetapi pembedaan itu adalah berdasarkan apa yang kita lihat pada
layar dan kita dengar melalui loudspeaker.

Diegetic sound bisa saja onscreen, bisa juga offscreen. Tergantung apakah sumber suara
nampak pada frame atau tidak. Kalau secara langsung nampak pada frame akan menjadi
diegetic sound yang onscreen. Sedangkan kalau sumber suara tidak nampak pada frame,
tetapi penonton masih yakin bahwa sumber suara berada dalam ruang adegan film, akan
menjadi diegetic sound yang offscreen.

Sebuah adegan memperlihatkan seorang tokoh sedang berbicara dan kita mendengar suara
dialognya. Shot berikutnya pada frame ditampilkan pintu yang menutup, kita dengar suara
pintu yg keras. Seseorang nampak sedang memainkan seruling dan kita dengar suara
serulingnya, Dalam ketiga shot tersebut sumber suara ada dalam frame adegan, berarti
diegetic onscreen. Adegan berikutnya seorang tokoh lain nampak pada frame, kita hanya
mendengar seseorang berbicara tetapi tidak nampak dalam frame. Seterusnya kita lihat sang
tokoh berjalan di tangga dan kita dengar suara pintu menutup dengan keras dan kemudian
suara seruling. Dalam kasus ini sumber suara tidak muncul pada frame tetapi penonton

merasakan bahwa sumber suara berada dalam ruang adegan, berarti diegetic offscreen.

Diegetic offscreen sound memberikan sugesti ruang yang lebih luas melampaui setting dan
aksi yang nampak pada frame. Pada film American Graffiti, sebuah film yang sangat
menonjolkan pembedaan menyolok antara musik diegetic dan musik non diegetic, suara
offscreen dari radio memberikan sugesti pada penonton bahwa semua mobil di jalan itu
mendengarkan siaran dari sebuah stasiun radio yang sama. Diegetic offscreen bisa
mengarahkan pada ruang adegan baru. Pada film His Girl Friday, tokoh Hildy pergi ke press
room untuk menulis bagian dari kisahnya yang terakhir. Pada saat ia sedang mengobrol
dengan reporter yang lain, sebuah suara keras diegetic offscreen terdengar. Hildy melirik ke
offscreen kiri frame, dan dengan seketika sebuah ruang baru muncul pada perhatian kita. Ia
berjalan ke jendela dan melihat tiang gantungan sedang disiapkan untuk ekeskusi. Disini
diegetic offscreen memberikan kemunculan ruang adegan yang baru.

Kemungkinan lain dari diegetic sound, sering para pembuat film menggunakan suara untuk
mengungkapkan apa yang dipikirkan oleh tokoh. Kita dengar suara si tokoh berbicara tapi
tidak kita lihat bibirnya bergerak, tokoh lain dalam cerita tidak bisa mendengar apa yang
dipikirkan si tokoh pertama. Disini suara diarahkan pada pencapaian subyektifitas,
memberikan pada kita informasi tentang kondisi mental si tokoh. Pikiran yang “berbicara”
bisa diperbandingkan dengan dengan imaji mental pada ungkapan visual. Tokoh mungkin

ingat kata-kata, cuplikan musik atau peristiwa yang diungkapkan melalui efek suara. Dalam
hal ini teknik seperti ini bisa diperbandingkan dengan flashback.

Penggunaan suara untuk mengungkapkan perasaan tokoh adalah sangat umum. Ada satu
pembedaan lagi, yaitu antara internal dan eksternal diegetic sound. Dalam eksternal diegetic
sound, kita sebagai penonton mendapatkan kesadaran fisik dari adegan. Sedang internal
diegetic sound adalah datang dari “bagian dalam” perasaan atau pikiran si tokoh, sebuah
kondisi subyektif. Non diegetic sound dan internal diegetic sound sering sama-sama disebut
“sound over” (atau voice over) karena tidak berasal dari ruang adegan yang nyata.

Pemanfaatan yang kompleks dari internal diegetic sound bisa kita lihat pada film Wings of
Desire nya Wim Wender. Sekitar selusin manusia membaca di ruang perpustakaan besar.
Saat kamera melintasi mereka, yang merupakan shot subyektif dari malaikat, kita dengar apa
yang mereka pikirkan sebagai gumam dalam berbagai bahasa. Artinya si malaikat (tokoh
dalam film ini) mendengar internal diegetic sound, yaitu gumam yang merupakan pikiran dari
manusia yang ada di perpustakaan tersebut. Teknik ini di variasikan saat kamera bergerak
kearah bagian lain dari ruang perpustakaan, dimana kemudian terdengar musik. Disini
internal diegetic sound memadu dengan suara instrumen musik dan suara nyanyian. Kasus ini
merupakan suatu ungkapan yang tidak biasa karena lazimnya tokoh dalam film tidak ikut
mendengar internal diegetic sound.


Kesimpulan umum : Suara film bisa menjadi diegetic (didalam ruang adegan) atau non
diegetic (diluar ruang adegan). Dalam diegetic sound, bisa saja onscreen atau offscreen, bisa
internal (subyektif) atau eksternal (obyektif)..

Suatu karakter dari diegetic sound adalah kemungkinan untuk memberikan sugesti perspektif
suara. Perspektif suara bisa disugestikan melalui level suara (volume suara). Suara keras

memberikan kesan dekat, suara lemah terasakan sebagai sesuatu yang jauh. Suara kuda
mendatang pada adegan perang film Seven Samurai sebuah contoh bahwa peningkatan level
suara memberikan sugesti jarak yang semakin dekat. Perspektif suara juga bisa diciptakan
melalui timbre dan karakter akustik. Kombinasi dari suara langsung dengan suara pantulan
ruang menciptakan karakter suara yang spesifik, memberikan sugesti adanya jarak. Efek ini
bisa di tandai dengan reverberasi atau echo. Pada film Magnificent Ambersons pembicaraan
di tangga diberikan efek gema, memberikan impresi akan “kebesaran”, dan ruang yang
kosong di lingkungan tokoh-tokoh yang sedang berbicara.

Sistem rekaman dan reproduksi multi channel, memberikan kesempatan lebih luas pada para
pembuat film untuk menciptakan perspektif suara. Pada bioskop yang dilengkapi dengan
sistem multi channel (misalnya Dolby Stereo) 3 buah speaker terletak dibelakang layar.

Speaker tengah digunakan untuk sebagian besar dialog yang diegetic onscreen, atau musik
dan efek suara yang penting. Speaker kiri dan kanan digunakan secara stereo,
memperdengarkan musik, efek suara dan dialog-dialog minor. Kedua channel ini
memberikan sugesti wilayah suara diluar frame atau diegetic offscreen. Channel surround
biasanya memperdengarkan efek suara (dan musik) pendukung. Channel surround biasanya
terletak disamping dan belakang penonton yang dibagi 6 sampai 8 speaker.

Hubungan Waktu

Suara juga memberikan kesempatan kepada para pembuat film untuk “bermain-main dengan
waktu” melalui berbagai cara, karena waktu yang disajikan pada jalur suara film boleh sama
tetapi juga boleh tidak sama dengan gambar.

Kesesuaian dalam waktu antara suara dan gambar di proyektor film menciptakan
synchronous sound. Ketika suara sinkron dengan gambar kita dengar pada saat yang sama
suara dari sumber suara yang kelihatan pada gambar. Dialog diantara tokoh dalam kondisi
normal harus sinkron dengan gerak bibir tokoh-tokoh. Ketika suara tidak sinkron dengan
gerak bibir karena kesalahan teknik, akan membingungkan penonton. Tetapi beberapa
pembuat film berusaha mencapai efek imajinatif melalui ketidak sinkronan antara suara dan
gambar, asynchronous. . Efek kelucuan yang timbul dari situasi ketidaksinkronan ini justru

dimanfaatkan dalam film musikal Singin’ in the Rain, dalam sebuah scene. Pada scene

preview film The Dueling Cavalier (penggambaran era awal perkembangan film bersuara),
saat film diputar kecepatan motor proyektor menurun, tetapi sound track yang terpisah pada
piringan suara putarannya tetap. Akibatnya pada saat tokoh mulai berdialog, suara dialog
tidak sinkron dengan gerak bibir tokoh. Suara dialog tokoh wanita terdengar pada saat tokoh
pria berbicara dan kebalikannya.

Pemanfaatan asynchronous sound juga nampak pada film What’t Up Tiger Lily? karya
Woody Allen. Woody Allen mengambil sebuah film spy dari negara timur dan men-dubnya
dengan jalur suara baru. Tetapii dialog bahasa Inggris tidak diterjemahkan sesuai aslinya. Hal
ini menimbulkan kesan lucu dalam hubungan dengan gambar aslinya.

Apabila suara ditempatkan pada saat yang bersamaan dengan gambar dalam kejadian cerita,
disebut dengan simultaneous sound. Ketika tokoh mulai nampak berbicara di layar, secara
simultan suara dialog juga mulai terdengar. Cara ini yang paling banyak dipergunakan oleh
para pembuat film. Tetapi dimungkinkan juga bagi suara untuk mendahului gambar atau
lebih lambat dari gambar, non-simultaneous sound. Contoh dari kasus ini adalah flashback
dengan suara. Kita melihat tokoh di layar tetapi mendengar suara tokoh yang lain dari scene
sebelumnya. Jadi dengan non-simultaneous sound, film bisa memberi informasi tentang kisah

kejadian tanpa memperlihatkan (secara visual) kejadian itu sendiri (pada saat itu).

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25