Gambaran kemampuan membaca dan pengajaran membaca pada siswa retardasi mental kelas II C dan III C di SLB Negeri 2 Yogyakarta

(1)

GAMBARAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN PENGAJARAN MEMBACA PADA SISWA RETARDASI MENTAL KELAS IIC DAN IIIC

DI SLB NEGERI 2 YOGYAKARTA

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Amanda Ayuningtyas NIM: 079114135

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013


(2)

(3)

(4)

Skripsi ini saya persembahkan untuk Bapak, Ibu, dan Mas Rizki

tersayang yang selalu mendoakan dan mendukung saya sehingga

saya dapat menyelesaikan studi ini.


(5)

(6)

GAMBARAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN PENGAJARAN MEMBACA PADA SISWA RETARDASI MENTAL KELAS IIC DAN IIIC

DI SLB NEGERI 2 YOGYAKARTA

Amanda Ayuningtyas

ABSTRAK

Anak retardasi mengalami hambatan dalam perkembangan fungsi kognitif, sehingga mereka terhambat dalam proses belajar, salah satunya dalam proses belajar membaca yang memiliki kegunaan bagi mereka dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini terkait dengan karakteristik anak yang khas dalam segi fisiologis, sosial dan emosi, belajar. Agar dapat mengetahui kemampuan anak dalam setiap aspek perlu dilakukan pendekatan yang sistematik. Kemampuan membaca mereka tidak lepas dari proses pembelajaran di kelas. Pembelajaran di kelas mencakup cara pengajaran dan materi pengajaran yang diberikan oleh guru kelas. Pengajaran membaca akan menjadi optimal apabila memperhatikan kemampuan anak. Kondisi tersebut melatarbelakangi penelitian yang berfokus pada “bagaimana gambaran kemampuan membaca dan pengajaran membaca pada anak retardasi mental ringan di SLB Negeri 2 Yogyakarta.” Fokus utama dari penelitian ini terdiri dari: (1) bagaimana kemampuan membaca anak retardasi mental; dan (2) bagaimana pengajaran membaca di kelas. Penelitian ini melibatkan dua orang siswa retardasi mental ringan kelas IIC dan IIIC SLB Negeri 2 Yogyakarta. Untuk menggambarkan situasi yang terjadi pada subjek penelitian, maka penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Data penelitian yang dikumpulkan berupa hasil observasi, wawancara, dan data dokumentasi. Dari hasil penelitian tersebut, diketahui bahwa: (1) Kedua subjek memiliki kemampuan membaca pada tahapan membaca kalimat sederhana; (2) pengajaran di kelas tidak optimal karena tidak menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak serta rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) tidak tercapai oleh kedua subjek dan tidak sesuai dengan tujuan membaca untuk anak retardasi mental.


(7)

DESCRIPTION OF READING ABILITY AND TEACHING FOR MENTAL RETARDATION STUDENTS OF CLASS IIC AND IIIC AT SLB

NEGERI 2 YOGYAKARTA

Amanda Ayuningtyas

ABSTRACT

Children with mental retardation may encounter in the development of cognitive function, so they are hampered in the learning process, one of them is in the process of learning to read, which has usefulness for them in everyday life. It is associated with the typical characteristics of children in terms of physiological, social and emotional, and learning. In order to determine the ability of the child in every aspect, there should be a systematic approach. Their reading skills can not be separated from the learning process in the classroom. Includes classroom teaching methods and teaching materials provided by the classroom teacher. Teaching reading would be optimal if the child's ability to pay attention. These conditions is the background research that focuses on "how is the ability to read and teaching reading to children with mild mental retardation at SLB Negeri 2 Yogyakarta." The main focus of the study consisted of: (1) how the reading skills of children with mental retardation, and (2) how the teaching of reading in the classroom. The study involved two students with mild mental retardation grades IIC and IIIC from SLB Negeri 2 Yogyakarta. To illustrate the situation on the subject of research, this study used a qualitative descriptive approach. The research data were collected in the form of observations, interviews, and data documentation. From this research, it is known that: (1) Both subjects have the ability to read on stage to read a simple sentence, (2) teaching in the classroom is not optimal because it does not use teaching methods appropriate to the characteristics of the child and the lesson plan (RPP) is not reached by both subjects and not in accordance with the purpose of reading to children with mental retardation.


(8)

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat serta hidayah – Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana, pada Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma.

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada:

1. Ibu Sylvia Carolina M. Y. M., S.Psi., M.Si. sebagai pembimbing yang selalu sabar dalam menuntun penulis untuk menyelesaikan penelitian dan selalu memberikan pengetahuan kepada penulis.

2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si. sebagai Kaprodi Fakultas Psikologi dan dosen Penguji, terima kasih atas kritik, saran dan kemudahan dalam penyelesaian karya ini.

3. Bapak Didik Suryo Hartoko, M.Si. sebagai dosen pembimbing akademik dan dosen penguji, terima kasih atas kritik, saran dan kemudahan dalam penyelesaian karya ini.

4. Ibu M. Tri Wantini, S.Pd selaku Kepala Sekolah SLB Negeri 2 Yogyakarta, serta Ibu Tuti Maherani, S.Pd dan Bapak Agus Winarto, S.Pd selaku wali kelas (IIC dan IIC) yang telah memberikan ijin dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian.

5. Danang dan Rizki yang telah bersedia menjadi subjek penelitian.

6. Orangtuaku, Bapak Bambang dan Ibu Henny yang selalu mendoakan dan mendukung penulis, terutama dukungan moral dan finansial.


(10)

7. Mas Rizki, Teh Fika, Kaka Pito yang selalu mendukung si bungsu ini untuk menyelesaikan skripsi ini

8. Eyang, Om Anto, Bulek Ratna, Alip, Bude Mien, Pakde Doko dan semua keluarga yang juga mendoakan penulis untuk segera menyelesaikan penulisan skripsi.

9. Achmad Fajar Binardo yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.

10.Ayutyastuti Sutijab yang selalu sabar dan setia bermain, mengantar, dan menemani peneliti selama masa kuliah.

11.Sahabat-sahabatku : Mia, Sandur, Sodok, Cika, Birjam, Dodi, Yuyun, Nagin, dan Anin yang selalu menanyakan kapan ujian dan kapan pulang. 12.Teman-teman psiologi 2007: Halida “mami” Elkhusna, Heni Martini, V.

Lily Hertati, Wini Kis Atalya, Fransiska Maharani, Brigitha Santa, Nia Kurniati, serta nama – nama yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang selalu perhatian saat suka dan duka.

13.Teman- teman psynema : Mas Ignatius Hernu “Adip” Pradiptama , Mas Sasmito Adi “baka” Singowidjojo, Listia “tya” Janwari, Reno “eek” Barto, Yohanes Dody “ndut” Nugroho yang selalu bisa menghibur dalam setiap percakapan.

14.Bapak dan Ibunya Ayu, Bapak dan Ibunya Heni, Ibunya Halida, serta Mas Sur dan Mbak Retno yang menjadi pengganti orangtua selama di jogja dan atas makanan – makanan bergizi yang diberikan.


(11)

15.Berbagai pihak yang turut mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

16.Semoga skripsi ini dapat berguna bagi pengembangan Ilmu Psikologi, terutama studi tentang anak luar biasa, khususnya anak retardasi mental.

Yogyakarta, 20 Mei 2013


(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... . ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... . v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ………. ... . 1

A. LATAR BELAKANG MASALAH ... 1

B. RUMUSAN MASALAH ... 5

C. TUJUAN PENELITIAN ... 5

D. MANFAAT PENELITIAN ... 5

1. Manfaat Teoritis ... 5

2. Manfaat Praktis ... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... 7


(13)

2. Klasifikasi Anak Retardasi Mental.………... 8

3. Karakteristik Anak Retardasi Mental..……… 11

4. Pendidikan pada Anak Retardasi Mental.……… 15

B. MEMBACA... ... 21

1. Pengertian Membaca.……… 21

2. Belajar Membaca ... 22

C. MEMBACA PADA RETARDASI MENTAL... 22

1. Tujuan Membaca pada Retardasi Mental ... 22

2. Assessmen Membaca pada Retardasi Mental ... 23

D. DINAMIKA KEMAMPUAN MEMBACA DAN PENGAJARAN PADA ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB NEGERI 2 YOGYAKARTA ... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

A. PENDEKATAN PENELITIAN ... 28

B. BATASAN ISTILAH ... 28

1. Retardasi Mental... 28

2. Karakteristik Anak Retardasi Mental ... 29

3. Membaca pada Retardasi Mental ... 29

C. SUBJEK PENELITIAN ... 30

D. METODE PENGUMPULAN DATA ... 31

1. Observasi... 31

2. Wawancara ... 31


(14)

E. METODE ANALISIS DATA ... 32

1. Menelaah Data... 32

2. Reduksi Data ... 33

3. Kategorisasi/Koding ... 33

F. PEMERIKSAAN KEABSAHAN DATA ... 33

1. Kepercayaan (credibility)... 33

2. Keteralihan (transferability) ... 34

3. Kebergantungan (dependability) ... 34

4. Kepastian (confirmability) ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36

A. HASIL PENELITIAN ... 36

1. Orientasi Kancah ... 36

2. Subjek Penelitian ... 37

3. Pelaksanaan Penelitian ... 39

4. Hasil Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Laporan Hasil Belajar Siswa Kelas IIC dan IIIC SLB Negeri 2 Yogyakarta ... 40

5. Hasil Pengajaran Membaca pada Siswa Kelas IIC dan IIIC SLB Negeri 2 Yogyakarta ... 45

6. Hasil Kemampuan Membaca Anak Retardasi Mental ... 48

7. Hasil Karakteristik Anak Retardasi Mental ... 55


(15)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 69

A. KESIMPULAN ... 69

B. SARAN ... 70

1. Saran untuk Sekolah ... 70

2. Saran untuk Peneliti Lain ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Profil Subjek ... 38

Tabel 2. Pelaksanaan Observasi Kelas ... 39

Tabel 3. Pelaksanaan Assessmen Membaca ... 40

Tabel 4. Hasil Kompetensi Analisis Kata ... 49


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Komunikasi merupakan hal yang penting bagi individu. Tanpa adanya komunikasi, individu akan mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan individu lain. Komunikasi adalah proses penyampaian pemikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain, yang biasanya proses penyampaiannya menggunakan bahasa (Hurlock, 1995). Bahasa dapat berupa sistem bunyi, lambang, maupun isyarat yang dipakai individu untuk menggambarkan pikiran atau perasaannya.

Kemampuan berbahasa individu berkembang seiring dengan pertambahan usia dan perkembangan lingkungannya. Kemampuan berbahasa meliputi bahasa ujaran, membaca, dan menulis. Membaca sebagai salah satu bagian penting dari bahasa. Alimin (2008) menyatakan bahwa belajar membaca sendiri terbagi dalam dua tahapan, yakni membaca permulaan dan membaca pemahaman. Permulaan belajar membaca biasanya dimulai sejak masa kanak-kanak, yakni pada saat anak masuk kelas satu sekolah dasar. Membaca tidak hanya mengucapkan bahasa tulisan atau lambang bunyi bahasa, melainkan juga menanggapi dan memahami isi bahasa tulisan, terdapat aktivitas kompleks yang mencakup fisik dan mental yang terkait dengan kematangan gerak motorik serta tahap perkembangan kognitif individu (Abdurrahman, 2009).


(18)

Proses belajar membaca pada anak normal berbeda dengan proses belajar membaca pada anak dengan retardasi mental. Anak retardasi mental biasanya berada di belakang level prestasi (pencapaian) yang seharusya dapat diraih pada usia mental mereka (Kirk; dalam Payne, 1981). Hal ini dikarenakan, mereka memiliki hambatan dalam perkembangan fungsi kognitif, sehingga mereka terhambat dalam proses belajar, salah satunya dalam proses belajar membaca.

Retardasi mental adalah sebuah kondisi kemampuan mental yang terbatas dimana individu memiliki IQ yang rendah, biasanya dibawah 70 dalam tes kecerdasan, memiliki kesulitan beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari, dan menunjukkan karakteristik-karakteristik tersebut di usia 18 tahun (Santrock, 2002). Payne dan Patton (1980) menyatakan pada dasarnya anak retardasi mental memiliki kebutuhan yang sama secara fisiologis, sosial dan emosional dasar dengan anak normal. Dilihat dari segi fisik anak retardasi mental ringan tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan anak pada umumnya, namun dalam tingkat pertumbuhan umumnya anak retardasi mental kurang dalam tinggi dan berat badan dibandingkan anak normal. Pada anak dengan retardasi mental yang lebih berat memiliki kemungkinan lebih besar disertai dengan satu atau lebih cacat tambahan. Segi sosial dan emosi anak retardasi mental kurang mampu mengatasi dan menghadapi lingkungan sehingga mereka sering mengembangkan pola perilaku yang kontraproduktif untuk


(19)

mental memiliki tingkat kecerdasan di bawah rata-rata anak normal dan terhambat dalam perkembangan kognitif dan motivasi sehingga dicirikan sebagai siswa yang lambat dan tidak efisien.

Hal ini pula yang mempengaruhi kemampuan bahasa anak retardasi mental. Kemampuan bahasa anak retardasi mental sangat terbatas dalam perbendaharaaan kata terutama kata yang abstrak. Pada anak retardasi mental yang lebih berat banyak yang mengalami gangguan bicara disebabkan cacat artikulasi dan masalah dalam pembentukan bunyi. Mereka juga sulit mencapai bidang akademis membaca dan kemampuan menghitung.

Anak retardasi mental kurang memahami bahasa yang bersifat abstrak. Oleh karena itu, anak retardasi mental membutuhkan contoh yang bersifat konkrit dalam belajar membaca. Ormrod (2002) menambahkan bahwa salah satu karakteristik umum siswa yang mengalami keterbelakangan mental adalah memiliki keterampilan membaca dan berbahasa yang buruk. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang Guru di SLB Negeri 2 Yogyakarta (2011), yang menyatakan bahwa anak retardasi mental juga melihat sebuah huruf seperti melihat sebuah gambar, sehingga biasanya mereka mengalami kesulitan mengenali saat huruf-huruf digabungkan menjadi sebuah kata atau kalimat.

Walaupun anak retardasi mental memiliki hambatan dalam menyerap pelajaran, namun belajar membaca memiliki kegunaan bagi mereka yang bertujuan untuk membantu kehidupan sehari-hari. Menurut


(20)

Kirk dan Monroe (dalam Payne, 1981) tujuan membaca untuk anak yang terhambat dalam belajar, yakni untuk informasi dan petunjuk seperti membaca lowongan pekerjaan, iklan di koran, buku telepon, dan lain - lain. Tujuan kedua adalah untuk kesenangan yang mungkin hanya dapat menjadi realistis pada anak remaja dengan retardasi mental sangat ringan. Agar dapat mengetahui kemampuan anak dalam setiap aspek perlu dilakukan pendekatan yang sistematik. Tujuan membaca tersebut dapat menghasilkan kemajuan yang pasti jika anak mendapatkan pengajaran yang optimal.

Pengajaran yang optimal tidak lepas dari kemampuan belajar anak retardasi mental yang memiliki karakteristik yang khas. Penggunaan benda – benda visual dapat digunkan guru sebagai media pengajaran disamping melakukan pengulangan, penamaan, klasifikasi, asosiasi, dan penggambaran (Alimin, 2008). Disisi lain, Zigler (dalam Payne, 1981) menyatakan bahwa sejarah kegagalan dalam sekolah merupakan salah satu faktor rendahnya motivasi anak retardasi mental, sehingga mereka lebih termotivasi untuk menghindari kesalahan daripada meraih keberhasilan. Untuk mengatasi hal ini, guru diharapkan memberi mereka penguatan (reward) brupa pujian dan rasa sayang ketika mereka mendapatkan keberhasilan. Berdasarkan pemaparan di atas perlu dilakukan penelitian mengenai gambaran kemampuan membaca dan proses pengajaran di sekolah luar biasa (SLB) pada anak retardasi mental ringan.


(21)

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana gambaran kemampuan membaca dan gambaran pengajaran membaca pada anak retardasi mental kelas IIC dan IIIC di SLB negeri 2 Yogyakarta ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kemampuan membaca dan pengajaran pada anak retardasi mental ringan kelas II dan III di SLB Negeri 2 Yogyakarta.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah pengetahuan dan wawasan dalam pengembangan ilmu Psikologi yang berkaitan dengan pengajaran serta kemampuan membaca pada anak retardasi mental

b. Sebagai salah satu bahan referensi yang dapat memberikan informasi yang bermanfaat pada penelitian selanjutnya

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian dapat memberikan informasi mengenai gambaran pengajaran serta kemampuan membaca pada anak retardasi mental b. Dapat menjadi acuan untuk membuat program pembelajaran yang

sesuai bagi anak retardasi mental usia sekolah khususnya dalam pelajaran Bahasa Indonesia.


(22)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. RETARDASI MENTAL

1. Definisi Retardasi Mental

Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Ganggiuan Jiwa (PPDGJ) edisi ke III retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai dengan hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensi, yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorikm, dan sosial (Maslim, 2003)

AAMR (American Association on Mental Retardation) menjelaskan bahwa keterbelakangan mental merujuk pada adanya keterbatasan dalam fungsi, yang mencakup fungsi intelektual di bawah rata-rata, berkaitan dengan keterbatasan pada dua atau lebih dari keterampilan adaptif seperti komunikasi, merawat diri sendiri, keterampilan sosial, kesehatan dan keamanan, fungsi akademis, waktu luang, dan lain-lain. Keadaan ini tampak sebelum usia 18 tahun (Hallahan & Kauffman; dalam Mangunsong, 2009).

Santrock (2002) menyatakan bahwa retardasi mental adalah sebuah kondisi kemampuan mental yang terbatas dimana individu memiliki IQ yang rendah, biasanya dibawah 70 dalam tes kecerdasan,


(23)

memiliki kesulitan beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari, dan menunjukkan karakteristik-karakteristik tersebut di usia 18 tahun.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa retardasi mental merupakan gangguan perkembangan pada ranah kognitif yang secara bermakna ditandai dengan skor IQ sekitar 70 atau di bawahnya dan terjadi sebelum usia 18 tahun. Gangguan tersebut menyebabkan defisitnya keterampilan adaptif, seperti: fungsi akademis, komunikasi, merawat diri, dan keterampilan sosial.

2. Klasifikasi Anak Retardasi mental

Klasifikasi retardasi mental menurut Payne dan Patton (1980) adalah sebagai berikut :

a. Retardasi Mental Sangat Berat (Profound mental retarded)

Retardasi mental sangat berat atau profound mental retardation (IQ di bawah 20 atau 25) akan menunjukkan

kelemahan pada seluruh area perkembangan dan membutuhkan perawatan diri secara total. Mereka akan menunjukkan respon yang kurang pada semua stimulasi lingkungan. Anak dengan retardasi mental sangat berat memiliki perkembangan motorik yang sangat terbatas. Program bagi individu retardasi mental sangat berat didesain agar mampu berkomunikasi pada level yang sangat dasar, mengenali wajah yang sering dilihat, dan merespon pada perintah sederhana.


(24)

b. Retardasi Mental Berat (Severe mental retarded)

Retardasi mental berat atau severe mental retardation (IQ antara 25-49) dapat diidentifikasikan ketika individu tersebut lahir ataupun saat umur awal kehidupan. Tanpa intervensi, selama masa sekolah dini anak dengan retardasi mental berat biasanya menunjukkan kelemahan koordinasi motorik dan beberapa pasif dalam berbicara. Interaksi yang terjalin antara anak retardasi mental berat dengan lingkungannya sangat minimal, dan mereka akan bergantung pada orang lain dalam hal perawatan fisik.

Anak dengan retardasi mental berat yang berada di usia sekolah umumnya mengembangkan beberapa kemampuan berkomunikasi dan memiliki kemungkinan untuk berinteraksi dengan lingkungan. Program bagi individu retardasi mental berat didesain untuk meningkatkan kemampuan bahasa dan mengajarkan kemampuan bantu diri seperti, semua kemampuan berkaitan dengan kamar mandi, berpakaian, makan, dan kebersihan.

c. Retardasi Mental Sedang (Moderate mental retarded)

Retardasi mental sedang atau moderate mental retardation (IQ antara 50-54) adalah individu yang memiliki ketidakmampuan lebih berat dibandingkan individu dengan retardasi mental ringan dan biasanya, diketahui pada masa prasekolah saat mereka menunjukkan keterlambatan perkembangan. Anak dengan retardasi


(25)

pada beberapa kemampuan seperti, duduk, merangkak, berjalan, dan berbahasa.

Anak dengan retardasi mental sedang tergolong dalam trainable mentally retarded, dimana lebih menekankan pada aspek

pelatihan pada pembelajaran mereka. Beberapa bagian penting diantaranya kemampuan bantu diri seperti makan sendiri, memakai baju sendiri, kebersihan, perawatan diri, dan aspek lain dalam kehidupan sehari-hari.

d. Retardasi Mental Ringan (Mild retarded)

Retardasi mental ringan atau mild mental retardation (IQ antara 55-70) menunjukkan perilaku adaptif dan fungsi intelektual yang sedikit menyimpang dari anak pada umumnya. Kategori ini merupakan jumlah terbanyak pada populasi retardasi mental. Keterlambatan perkembangan anak retardasi mental ringan dalam kemampuan motorik, sosial, dan berbahasa berbeda dibanding pada kategori lainnya.

Keterlambatan mereka seringkali tidak teridentifikasi hingga anak tersebut memasuki dunia sekolah. Anak dengan retardasi mental ringan tergolong dalam educable mentally retarded dimana mereka memiliki kemampuan untuk mempelajari

hal akademik. Anak tersebut dapat belajar di ruang kelas reguler dengan menggunakan materi dan metode yang efektif bagi siswa retardasi.


(26)

3. Karakteristik Anak Retardasi Mental

Karakteristik secara umum menurut Payne dan Patton (1980) dicirikan dalam hal berikut :

a. Karakteristik Fisik dan Kesehatan

Secara fisik anak retardasi mental ringan tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan anak normal pada umumnya. Berdasarkan tingkat pertumbuhan umumnya anak retardasi mental kurang dalam tinggi dan berat badan dibandingkan anak normal. Pada anak dengan retardasi mental yang lebih berat memiliki kemungkinan lebih besar disertai dengan satu atau lebih cacat tambahan.

b. Karakteristik Sosial dan Emosi

Anak retardasi mental memiliki dasar fisiologis, sosial, dan emosional yang sama dengan anak normal. Tetapi, karena anak retardasi mental kurang mampu mengatasi dan menghadapi lingkungan sehingga mereka sering mengembangkan pola perilaku yang kontraproduktif untuk mewujudkan potensi mereka sepenuhnya

c. Karakteristik Belajar

Payne (1981) mengungkapkan karakteristik belajar orang berkebutuhan khusus dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut :


(27)

1) Perkembangan Kognitif (Cognitive Development)

Payne (1981) menyatakan bahwa teori Piaget memberikan gambaran akan fungsi untuk meninjau perkembangan kognitif dari individu retardasi mental. Inhelder (dalam Payne 1981) menawarkan perbandingan tingkatan Piaget dalam tingkat keretardasian, yakni periode sensorimotor (0-2 tahun) merupakan tahapan daya pikir dan aktifitas fisik, di mana individu belajar untuk memahami dunianya. Tahapan ini terjadi pula pada individu retardasi mental. Pada kondisi retardasi yang cukup berat rentang pencapaian berada pada periode ini. Periode preoperational (2-7 tahun) merupakan periode kaya akan imajinasi, ditandai dengan meningkatnya penggunaan bahasa. Kemampuan berfikir secara imajinatif juga menjadi hambatan pada individu retardasi mental. Individu dengan retardasi mental sedang berada pada periode ini.

Pada periode concrete operation (7-12 tahun) merupakan tahapan individu bisa memecahkan masalah yang berada di depan mereka. Dalam beberapa hal kemampuan itu dicapai pula pada individu retardasi mental ringan, namun dari banyak fakta ternyata pada individu retardasi mental lebih banyak melakukan kegagalannya dibandingkan dengan pencapaian tugas yang diselesaikan sekalipun kita


(28)

menggunakan kesetaraan MA (Alimin, 2008). Terakhir, periode formal operation (12 tahun keatas) yang merupakan tahapan individu sudah mampu berpikir secara abstrak, yang ditandai dengan mampu memecahkan masalah dan mencari kemungkinan solusi. Tahapan oprasional formal ini mungkin satu tahapan yang tidak akan dapat dicapai oleh individu retardasi mental, sebab tahapan ini merupakan perkembangan kognitif dengan menggunakan cara berpikir abstrak dan tinggi (Alimin, 2008).

Perkembangan kognitif meliputi kemampuan kognisi, memori, dan perhatian. Sutjihati (2006) mengungkapkan bahwa kognisi meliputi proses dimana pengetahuan itu diperoleh, disimpan, dan dimanfaatkan. Pada dasarnya proses kognitif selalu didahului oleh aktivitas belajar (pengalaman) yang dilalui melalui modalitas sensori dan persepsi. Alimin (2008) menjelaskan setiap stimulus yang diakses melalui salah satu atau lebih penginderaan dan persepsi akan masuk pada proses yang kedua yaitu proses menafsirkan obyek yang akan masuk keingatan jangka pendek, pada proses ini peranan perhatian (attention) menjadi sangat penting, karena apabila tidak ada usaha untuk memfokuskan perhatian informasi tidak akan masuk kedalam memori jangka pendek (diabaikan).


(29)

Proses selanjutnya informasi yang telah berada pada memori jangka pendek akan masuk ke memori jangka panjang.

Menurut Beirne Smith, Richard F, James R. Patton (Alimin, 2008), tingkat keparahan retardasi mental berkorelasi dengan kemampuan mengingat (memori). Semakin berat retardasi, semakin rendah kemampuan untuk mengingat. Anak retardasi mental mengalami masalah ingatan jangka pendek (STM) yakni kemampuan menyimpan beberapa informasi tertentu dalam waktu yang sama (Ellis; Payne & Patton, 1980). Anak retardasi mental juga memiliki hambatan dalam memusatkan perhatian. Anak retardasi mental tidak bisa menunjukkan konsistensi pilihan akan perhatian secara signifikan saat dibandingkan dengan individu yang memiliki usia mental sama (Hallahan & Kauffman 1973; dalam Payne, 1981).

2) Motivasi

Anak retardasi mental cenderung mengalami kegagalan sehingga mereka lebih termotivasi untuk menghindari kesalahan daripada meraih keberhasilan dan mereka juga lebih memilih tingkat yang lebih rendah dalam kesuksesan (Zigler; dalam Payne 1981).

Maka, yang membedakan individu retardasi mental dengan yang tidak berdasarkan karakteristik, yakni atas dasar fisik dan


(30)

kesehatan, sosial dan emosi, serta belajar. Segi fisik dan kesehatan anak retardasi mental ringan tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan anak pada umumnya, namun dalam tingkat pertumbuhan umumnya anak retardasi mental kurang dalam tinggi dan berat badan dibandingkan anak normal. Pada anak dengan retardasi mental yang lebih berat memiliki kemungkinan lebih besar disertai dengan satu atau lebih cacat tambahan. Segi sosial dan emosi anak retardasi mental kurang mampu mengatasi dan menghadapi lingkungan sehingga mereka sering mengembangkan pola perilaku yang kontraproduktif untuk mewujudkan potensi mereka sepenuhnya. Segi belajar anak retardasi mental memiliki tingkat kecerdasan di bawah rata-rata anak normal dan terhambat dalam perkembangan kognitif dan motivasi sehingga dicirikan sebagai siswa yang lambat dan tidak efisien.

4. Pendidikan Bagi Anak Retardasi Mental

Pendidikan bagi retardasi mental masuk dalam kategori pendidikan khusus yang dikelompokan menjadi dua, yaitu retardasi mental ringan (C) dan retardasi mental sedang (C1). Di dalam pendidikan terdapat proses pembelajaran. Proses pembelajaran mencakup materi pengajaran yang terdapat dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan proses pengajaran yang terjadi di dalam kelas, yang dapat dijelaskan sebagai berikut :


(31)

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas IIC dan IIIC SLB Negeri 2 Yogyakarta

Kompetensi membaca merupakan salah satu ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia. Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikeluarkan Dinas Pendidikan Pemerintah Propinsi D.I.Yogyakarta kompetensi membaca adalah sebagai berikut :

Kelas I, semester 1 : Standar Kompetensi

1) Membaca nyaring suku kata, kata, dan kalimat sederhana Kompetensi Dasar

1) Membaca nyaring suku kata dan kata

2) Membaca nyaring kalimat sederhana dengan lafal dan intonasi yang tepat

Kelas I, semester 2 : Standar Kompetensi

1) Membaca lancar dan membaca puisi anak Kompetensi Dasar

1) Membaca lancar beberapa kalimat sederhana yang terdiri dari 3-5 kata

2) Menjawab pertanyaan sederhana

3) Membaca puisi anak sederhana yang terdiri atas 2-4 baris dengan lafal dan intonasi yang tepat


(32)

Kelas II, semester 1 : Standar Kompetensi

1) Memahami bacaan dan puisi anak sederhana Kompetensi Dasar

2) Membaca lancar teks pendek (3-5 kalimat) 3) Membaca dan menceritakan isi teks

4) Membaca puisi anak sederhana

5) Menjawab pertanyaan tentang isi puisi Kelas II, semester 2 :

Standar Kompetensi

1) Membaca teks dengan nyaring Kompetensu Dasar

1) Mendeskripsikan tumbuhan disekitar sesuai ciri-cirinya dengan kalimat yang mudah dipahami oranglain

2) Mendeskripsikan binatang disekitar sesuai ciri-cirinya dengan kalimat yang mudah dipahami oranglain

3) Menyebutkan nama binatang atau tumbuhan sesuai dengan deskripsi yang diberikan

Kelas III, semester 1 ; Standar Kompetensi

1) Memahami cara membaca kalimat dan teks lagu sederhana Kompetensi Dasar


(33)

2) Membaca teks lagu sederhana Kelas III, semester 2 :

Standar Kompetensi

1) Menemukan teknik membaca intensif teks sederhana Kompetensi Dasar

1) Membaca intensif teks agak panjang (sekitar 15-20 kata) 2) Menjawab atau mengajukan pertanyaan

Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar membaca yang dikeluarkan oleh Guru Kelas IIC dan IIIC adalah sebagai berikut :

Kelas II, semester 1 : Standar Kompetensi

1) Memahami bacaan dan puisi sederhana Kompetensi Dasar

1) Membaca lancar kalimat sederhana (3-5 kalimat) dengan intonasi yang tepat

2) Mengerjakan soal sesuai dengan isi bacaan

3) Membaca puisi yang terdiri dari 2-4 baris dengan lafal dan intonasi yang tepat

Kegiatan Pembelajaran:

1) Siswa membaca bacaan tentang “kegemaran main gundu” a) Guru melakukan tanya jawab sesuai bacaan b) Guru meminta siswa menceritakan isi teks


(34)

c) Guru meminta siswa mengerjakan soal sesuai bacaan 2) Siswa satu persatu membaca puisi

a) Guru meminta siswa menjawab pertanyaan isi puisi b) Guru meminta siswa menjawab pertanyaan isi puisi c) Guru meminta siswa menyalin puisi dengan huruf

lepas Kelas III, semester 1: Kompetensi Dasar

1) Memahami cara membaca kalimat dan teks lagu sederhana Standar Kompetensi

1) Membaca kalimat sederhana dengan lafal dan intonasi yang jelas

2) Membaca teks lagu sederhana Kegiatan Pembelajaran

1) Siswa membaca kalimat sederhana dengan lafal dan intonasi yang jelas

2) Siswa membaca teks lagu dengan lafal dan intonasi yang jelas

3) Siswa menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan teks lagu b. Pengajaran pada Anak Retardasi Mental

Pada retardasi mental sedang (C1) program pembelajaran lebih menekankan pada aspek kerampilan dibandingkan aspek


(35)

sendiri, memakai baju sendiri, kebersihan, perawatan diri, dan aspek lain dalam kehidupan sehari-hari. Pada retardasi mental ringan (C) aspek akademis yang lebih ditekankan pada program pembelajaran dibandingkan aspek bina diri.

Rochyadi dan Zaenal (2003) mengemukakan bahwa tindak pembelajaran anak retardasi mental tidak semata-mata didasarkan pada angka intelligensi tetapi pada pertimbangan kemampuan, dan kebutuhan nyata yang dihadapi anak. Hal ini berkaitan dengan karakteristik anak retardasi mental yang memiliki kekhasan, sehingga perlu adanya program pengajaran khusus.

Kecekatan motorik anak retardasi mental dapat mempelajari sesuatu dengan melakukannya agar dapat melatih motorik anak terutama untuk gerakan yang kurang mereka kuasai (Rochyadi, 2009). Payne (1981) mengungkapkan bahwa program pengajaran akademis bagi anak retardasi mental khususnya bagi retardasi mental ringan lebih menekankan pada penggunaan benda-benda visual seperti kartu, lembar kerja, permainan, hafalan lisan, dan cerita mampu menyederhanakan kemampuan individu untuk bisa membedakan stimulus yang banyak. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan anak retardasi mental dalam cara berpikir abstrak dan kemampuan perhatian. Selain itu, berdasarkan kemampuan memori anak retardasi mental yang


(36)

mudah lupa, maka dalam mengajar mereka membutuhkan pengulangan-pengulangan disertai contoh yang bervariasi (Rochyadi, 2009).

Sejarah kegagalan dalam sekolah juga mempengaruhi motivasi anak retardasi mental dalam belajar, sehingga guru diharapkan dapat memperkuat “reward” dan memberikan kesempatan anak untuk mengalami keberhasilan, seperti memberikan pujian dan hadiah saat anak berhasil menyelesaikan tugas (Payne, 1981).

B. MEMBACA

1. Pengertian Membaca

Bond mendefinisikan membaca (dalam Abdurrahman, 2009) adalah pengenalan simbol-simbol bahasa tulis yang merupakan stimulus yang membantu proses mengingat tentang apa yang dibaca, untuk membangun suatu pengertian melalui pengalaman yang telah dimiliki. Membaca menurut Soedarso (dalam Abdurrahman, 2009) adalah suatu aktivitas kompleks yang memerlukan sejumlah besar tindakan yang terpisah, mencakup penggunaan pengertian, khayalan, pengamatan, dan ingatan. Oleh karena itu, belajar membaca merupakan aktivitas kompleks yang membutuhkan proses mengingat dan pengalaman untuk memahami bacaan.


(37)

2. Belajar Membaca

Alimin (2008) menyatakan bahwa ada dua tahapan dalam belajar membaca, yakni membaca permulaan dan membaca pemahaman. Membaca permulaan pada dasarnya merupakan upaya di dalam menghantarkan seseorang untuk dapat belajar membaca lanjut atau membaca pemahaman. Oleh karena itu, sasaran utama dalam keterampilan membaca permulaan merupakan upaya di dalam mengenal simbol-simbol atau tanda-tanda baca. Dengan demikian tujuan utama dari belajar membaca permulaan, individu belum dituntut untuk memahami isi dari suatu teks. Sedikitnya ada empat aspek yang harus dipenuhi dalam membaca permulaan, yakni (a) mengenal huruf (Letter indintification), (b) peleburan bunyi (Sound blanding), (c) membaca kata (Word attack), dan (d) membaca kalimat (Understanding). Sedangkan, membaca pemahaman merupakan upaya untuk memahami dan menafsirkan pikiran serta kehendak yang tertulis. Oleh karena itu, yang menjadi sasaran dalam membaca membaca pemahaman bukan lagi menuntut individu untuk mengenal tanda baca melainkan mempergunakannya.

C. MEMBACA PADA RETARDASI MENTAL

1. Tujuan Membaca pada Retardasi Mental

Individu dengan retardasi mental biasanya terhambat dibelakang level pencapaian (prestasi) yang seharusnya diraih pada


(38)

usia kronologis mereka pada saat itu. Belajar membaca memiliki kegunaan bagi mereka yakni untuk membantu kehidupan sehari-hari.

Menurut Kirk dan Monroe (dalam Payne, 1981) tujuan membaca untuk individu retardasi mental adalah agar individu retardasi mental dapat membaca untuk informasi dan petunjuk suatu lowongan pekerjaan, iklan di koran, penggunaan buku telepon, dll. Membaca informasi berguna untuk keamanan dan bertahan hidup sehari-hari. Tujuan kedua adalah membaca untuk kesenangan. Tujuan ketiga ini mungkin dapat menjadi realistis pada individu remaja dengan retardasi mental ringan.

Tujuan membaca tersebut dapat menghasilkan kemajuan yang pasti jika individu mendapatkan pengajaran yang baik. Pengajaran akan menjadi baik apabila pengajar mengetahui kemampuan anak dalam setiap aspek, sehingga perlu dilakukan pendekatan yang sistematik.

2. Assessmen Membaca pada Retardasi Mental

Assessmen digunakan untuk mengetahui kemampuan dasar anak khususnya dalam kemampuan membaca. Adapun panduan umum dalam menyusun assesmen membaca pada individu retardasi mental berdasarkan Payne (1981) yang telah disesuaikan dengan materi pelajaran subjek yang diberikan guru di kelas, sebagai berikut :


(39)

2) Verbalisasi suara fonetik a) membaca huruf vocal b) membaca huruf konsonan

c) membaca huruf yang memiliki kesamaan bunyi atau bentuk

3) Membaca kata 4) Membaca kalimat 5) Memahami arti kata b. Kompetensi Pemahaman

1) Pemahaman cerita sederhana a) Membaca cerita

b) Mengurutkan kejadian dalam cerita c) Menjawab pertanyaan

d) Menulis jawaban 2) Pemahaman cerita anak

a) Mendengarkan cerita

b) Membuat kesimpulan dari cerita

c) Mampu memahami sebab akibat dari cerita 3) Mengenali Keabstrakan


(40)

D. DINAMIKA KEMAMPUAN MEMBACA DAN PENGAJARAN

MEMBACA PADA ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB

NEGERI 2 YOGYAKARTA

Anak retardasi mental mengalami hambatan dalam perkembangan fungsi kognitif, sehingga mereka terhambat dalam proses belajar, salah satunya dalam proses belajar membaca. Hal ini terkait dengan karakteristik anak retardasi mental yang memiliki kekhasan, baik dalam fisiologis, sosial dan emosi, maupun dalam belajar (Payne & Patton, 1980). Omrod (2002) menambahkan bahwa salah satu karakteristik umum siswa yang mengalami keterbelakangan mental adalah memiliki keterampilan membaca dan berbahasa yang buruk. Walaupun anak retardasi mental memiliki hambatan dalam menyerap pelajaran, belajar membaca memiliki kegunaan bagi mereka dalam kehidupan sehari-hari. Agar dapat mengetahui kemampuan membaca anak retardasi mental dalam setiap aspek perlu dilakukan pendekatan yang sistematik.

Kemampuan membaca mereka tidak lepas dari proses pembelajaran di kelas, yang mencakup cara pengajaran dan materi pengajaran yang diberikan oleh guru kelas. Pengajaran pada anak retardasi mental ringan lebih menekankan pada penggunaan benda-benda visual seperti kartu, lembar kerja, permainan, hapalan lisan, dan cerita yang mampu membedakan stimulus menjadi lebih sederhana. Metode pengulangan yang disertai contoh yang bervariasi juga membantu anak


(41)

penguatan berupa pujian ataupun reward agar anak lebih termotivasi dalam belajar, khususnya belajar membaca.


(42)

Skema Dinamika kemampuan membaca dan pengajaran membaca

pada anak retardasi mental

Retardasi Mental

- Fungsi intelektual di bawah rata-rata - Perilaku adaptif rendah

Kemampuan Membaca Anak Retardasi mental

Kemampuan membaca sebatas pada hal konkret untuk membantu kehidupan sehari-hari seperti membaca petunjuk dan informasi

Proses Membaca pada Anak Retardasi Mental

Meliputi :

- Hasil assesmen

- Hasil laporan belajar di kelas

Intervensi

Karakteristik Anak Retardasi Mental

Meliputi :

- Karakteristik fisik/kesehatan, - Karakteristik sosial dan emosi, - K arakteristik belajar (perkembangan

kognitif dan motivasi)

Proses Pembelajaran Membaca di Kelas

Meliputi :

- Cara pengajaran guru kelas

- Rencana Pelaksanaan Pembelajaran


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. PENDEKATAN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Bogdan dan Taylor (Moleong, 2008) yang menyatakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan kata lain, penelitian ini disebut penelitian kualitatif karena merupakan penelitian yang tidak mengadakan perhitungan. Format deskriptif bertujuan untuk menjelaskan, meringkas berbagai konsisi, situasi, atau variabel yang timbul dari masyarakat yang menjadi objek penelitian berdasarkan apa yang terjadi (Bungin, 2007). Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif karena peneliti mendeskripsikan kemampuan membaca dan pengajaran membaca di kelas.

B. BATASAN ISTILAH

1. Retardasi Mental

Retardasi mental adalah sebuah kondisi kemampuan mental yang terbatas, dimana individu memiliki IQ (Intellegency Quote) yang rendah (biasanya dibawah 70 dalam tes intelegensi), kesulitan beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga dapat disimpulkan bahwa retardasi mental merupakan kondisi kemampuan mental


(44)

dibawah rata-rata yang memiliki kinerja intelektual dan adaptasi sosial yang rendah.

2. Karakteristik Anak Retardasi Mental

Payne dan Patton (1980) menggambarkan karakteristi anak retardasi mental dari segi fisik, sosial dan emosional, serta dari segi belajar. Karakteristik fisik anak retardasi mental berdasarkan tingkat pertumbuhan umumnya kurang dalam tinggi dan berat badan dibandingkan anak normal. Pada anak dengan retardasi mental yang lebih berat memiliki kemungkinan lebih besar disertai dengan satu atau lebih cacat tambahan. Karakteristik sosial dan emosional anak retardasi mental sering mengembangkan pola perilaku yang kontraproduktif untuk mewujudkan potensi mereka sepenuhnya karena anak retardasi mental kurang mampu mengatasi dan menghadapi lingkungan sehingga mereka. Terakhir karakteristik belajar, anak retardasi mental memiliki memiliki hambatan semua bidang akademis, yakni pada perkembangan koginitif dan motivasinya (Payne, 1981).

3. Membaca pada Anak Retardasi Mental

Tujuan membaca untuk anak dengan retardasi mental, yakni untuk informasi dan petunjuk yang berguna untuk keamanan dan kemampuan bertahan hidup sehari-hari, serta untuk kesenangan. Tujuan membaca tersebut dapat menghasilkan kemajuan yang pasti


(45)

mengetahui kemampuan anak dalam setiap aspek perlu dilakukan pendekatan yang sistematik melalui assessmen. Assessmen terdiri dari kompetensi analisis kata dan kompetensi pemahaman. Kemampuan membaca mereka tidak lepas dari proses pembelajaran di kelas, yang mencakup cara pengajaran dan materi pengajaran yang diberikan oleh guru kelas. Pengajaran pada anak retardasi mental harus mempertimbangkan kemampuan dan kebutuhan nyata yang berkaitan dengan kharakteristik anak yang khas dari segi fisiologis, sosial dan emosi, maupun dalam karakteristik belajar (Payne & Patton, 1980). Materi yang diberikan di kelas disusun dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dari dinas pendidikan dan disesuaikan oleh guru kelas. Penelitian ini mengamati RPP kelas IIC dan IIIC semester 1.

C. SUBJEK PENELITIAN

Subjek penelitian adalah siswa kelas IIC dan IIIC SLB Negeri 2 Yogyakarta yang masuk dalam klasifikasi retardasi mental ringan (mampu didik). Jumlah subjek yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah sebanyak dua orang. Pemilihan subjek pada rentang kelas kecil dikarenakan pada umumnya diajarkan permulaan membaca. Penelitian ini menggunakan non-probability sampling technique, yaitu purposive sampling. Peneliti memilih subjek penelitian berdasarkan kriteria - kriteria


(46)

D. METODE PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti ada 3 macam, antara lain:

1. Observasi

Moleong (2008) menyatakan bahwa teknik observasi didasarkan atas pengalaman secara langsung. Teknik observasi juga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan yang sebenarnya. Peneliti melakukan observasi terhadap aktivitas-aktivitas belajar membaca di kelas serta pada saat assessmen membaca.

Observasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah observasi pastisipatif (pengamatan terlibat), yakni peneliti terlibat langsung dalam aktivitas kelas dengan mengamati perilaku siswa di dalam kelas selama proses belajar mengajar dan pada saat melaksanakan assessmen. Observasi kelas bertujuan untuk melihat karakteristik belajar anak retardasi mental dan proses pembelajaran membaca di kelas.

2. Wawancara

Moleong (2008) menyatakan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakikam oleh dua pihak,yaitu pewawancara (interviewer) dan terwawancara (interviewee). Wawancara yang dilakukan pada penelitian ini adalah


(47)

wawancara semi terstruktur pada subjek saat assesmen dan terhadap guru kelas yang bertujuan untuk melengkapi data observasi.

3. Penggunaan Dokumen

Studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan pada subjek penelitian, tetapi melalui dokumen. Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa rekaman video selama proses belajar mengajar dan assessmen berlangsung. Hal tersebut dilakukan untuk mengamati kesesuaian dengan hasil observasi. Selain itu, dokumentasi juga berupa arsip diperoleh dari pihak sekolah, seperti rapor dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).

E. METODE ANALISIS DATA

Analisis data menurut Bogdan dan Biklen (dalam Moleong, 2008) yang dilakukan oleh peneliti dimulai dengan menelaah seluruh data, mereduksi data, dan katagorisasi/koding. Adapun penjelasannya sebagai berikut :

1. Menelaah Data

Data yang telah diperoleh berupa hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi, selanjutnya dibaca, dipelajari, dan ditelaah. Data yang telah diperoleh kemudian disusun secara sistematis, rapi, dan selengkap mungkin agar memperoleh data yang berkualitas baik.


(48)

2. Reduksi Data

Data observasi dan wawancara yang diperoleh kemudian dirangkum agar mendapatkan data-data yang berkaitan dengan kemampuan membaca dan pembelajaran membaca kedua subjek penelitian.

3. Kategorisasi/Koding

Katagorisasi data dimaksudkan untuk membantu peneliti dalam mengorganisasi data yang telah didapat. Data yang telah terorganisir kemudian diberikan kode, tabel, atau bagan dan disajikan sesuai dengan pokok permasalahan sehingga memunculkan gambaran yang diteliti.

F. PEMERIKSAAN KEABSAHAN DATA

Keabsahan data menurut Moleong (2008) yaitu bahwa setiap keadaan harus mendemonstrasikan nilai yang benar, menyediakan dasar agar dapat diterapkan, dan konsistensi dari prosedur dan kenetralan dari temuan dan keputusan-keputusannya. Keabsahan data dapat ditetapkan dalam teknik pemeriksaan data yang dilakukan atas empat kriteria, yaitu:

1. Kepercayaan (credibility)

Kepercayaan berfungsi untuk membuktikan kesesuaian antara hasil – hasil penemuan dengan kenyataan yang sedang diteliti. Oleh karena itu, peneliti melakukan teknik triangulasi yaitu dengan


(49)

dalam penelitian ini adalah triangulasi data dan triangulasi metode. Triangulasi data yakni menggunakan sumber data yang berbeda – beda, misalnya menggunakan hasil observasi, catatan lapangan, wawancara dengan guru, dan dokumentasi. Sedangkan, triangulasi metode dengan menggunakan pengumpulan metode yang berbeda, seperti observasi, wawancara, dan dokumentasi.

2. Keteralihan (transferability)

Keteralihan berfungsi untuk menggeneralisasi menyamakan konteks antara pengirim dan penerima pada suatu bentuk persoalan empiris, sehingga peneliti bertanggung jawab untuk menyediakan data deskriptif secukupnya. Oleh karena itu, peneliti melakukan observasi dan wawancara lalu memaparkan hasil dengan membuat hasil catatan lapangan observasi, hasil catatan lapangan assessmen dan hasil wawancara dengan guru mengenai kemampuan membaca dan pencapaian belajar siswa dalam menerima pelajaran di kelas.

3. Kebergantungan (dependability)

Kebergantungan berfungsi untuk menghindari kesalahan dalam mengolah data hasil penelitian. Oleh karena itu, pentingnya mengulang pengambilan data dalam suatu kondisi yang sama. Peneliti melakukan observasi dan wawancara bebereapa kali.

4. Kepastian (confirmability)

Kepastian berfungsi untuk menekankan penelitian ilmiah bukan pada kesepakatan atau pendapat orang seorang, melainkan pada


(50)

data dari hasil penelitian. Maka, peneliti melakukan penelitian berdasarkan hasil observasi di kelas yang didukung dengan hasil assesmen, wawancara dengan guru, serta data dokumentasi.


(51)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Orientasi Kancah

SLBC Negeri 2 Yogyakarta didirikan oleh FIP IKIP Negeri Yogyakarta pada tahun 1968 sebagai sekolah percobaan (SPLB) dan dijadikan tempat penelitian anak-anak slow-learners, yang diketuai oleh Drs. Dirto Hadisusanto dosen FIP IKIP Negeri Yogyakarta, untuk jangka waktu lima tahun. Pada mulanya sekolah ini menempati sebuah ruang kelas SMP 1 Percobaan IKIP Yogyakarta. Sekolah Pendidikan Luar Biasa (SPLB) ini merupakan sekolah percobaan di bawah pembinaan Balai Penelitian Pendidikan (BPP) IKIP Yogyakarta. Pada Tahun 1975 s.d 1986 terjadi perubahan dari BPP FIP IKIP Yogyakarta menjadi dibawah pembinaan Pusat Penelitian Pendidikan (P3). Lalu pada Tahun 1986 dengan SK Mendikbud nomor 0706/O/1986, tanggal 10 Oktober 1886 SPLB berubah menjadi SLB Bagian C Negeri 2 Yogyakarta. Mulai tahun pelajaran 1998/1999 lokasi sekolah berpindah dari kompleks Sekolah Pujokusuman Jalan Kolonel Sugiyono 9 Yogyakarta ke jalan Senopati 46 Yogyakarta menempati gedung bekas SMU 12 Yogyakarta.

Setelah otonomi daerah dengan SK Gubernur DIY Nomor 126 Tahun 2003 tanggal 1 Oktober 2003 akhirnya sekolah berubah nama


(52)

menjadi SLB Negeri 2 Yogyakarta dan berada dibawah pembinaan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi DIY Yogyakarta). saat ini, SLB Negeri 2 Yogyakarta terletak di jalan Panembahan Senopati 46A Yogyakarta. Sekolah ini memberikan layanan pendidikan mulai dari jenjang Taman kanak-kanak (TK) hingga menengah bagian atas (SMA).

Berdasarkan hasil observasi Pembagian Guru dan kelas di SLB Negeri 2 Yogyakarta tidak memiliki standar khusus. Satu orang guru dapat membimbing siswa antara satu hingga lima orang siswa baik dari jenjang pendidikan yang sama maupun berbeda. Ruang kelas juga dapat diisi oleh satu atau beberapa kelas dengan tingkatan pendidikan yang berbeda. Hal ini membuat guru tidak dapat memberikan perhatian yang optimal kepada peserta didik sehingga mencerminkan pengajaran yang kurang ideal untuk anak retardasi mental.

2. Subjek Penelitian

a. Subjek 1

DAS adalah siswa SLB-C Negeri 2 Yogyakarta kelas IIC. DAS berusia 10 tahun. DAS merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Orangtua DAS, baik ayah maupun ibunya sehari-harinya bekerja sebagai wirausaha. DAS berangkat sekolah dengan diantar jemput oleh ibunya. DAS memiliki satu orang adik laki-laki


(53)

menghabiskan waktunya di rumah dengan menonton televisi. Sebelum masuk ke SLB-C, DAS pernah bersekolah di Sekolah Dasar, namun ia tidak naik kelas sebanyak dua kali. DAS memiliki hambatan dalam perhatian.

b. Subjek 2

RK adalah siswa SLB-C Negeri 2 Yogyakarta kelas IIIC. RK berusia 11 tahun. RK merupakan anak keempat dari lima bersaudara. Ayah RK adalah wiraswasta, sedangkan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga. RK berangkat sekolah dengan diantar jemput oleh salah seorang kakaknya. Sebelum masuk ke SLB-C, RK pernah bersekolah di SDN Langensari, namun ia tidak naik kelas sebanyak dua kali.

Tabel 1. Profil Subjek

Keterangan Subjek 1 Subjek 2

Kelas II III

Nama DAS RK

Tempat,Tanggal Lahir

Yogyakarta, 2 Maret 2001

Yogyakarta, 23 April 2000

Usia 10 11

Anak ke- 1 dari 2 bersaudara 4 dari 5 bersaudara Diterima di SDLB Di kelas 1C di kelas 2 C

Pendidikan sebelumnya


(54)

3. Pelaksanaan Penelitian

Izin penelitian ke pihak sekolah dilakukan pada: Tanggal : 18 Agustus 2011

Pengambilan data observasi kelas dilakukan pada :

Tabel 2. Pelaksanaan Observasi Kelas

Obs. ke-

Subjek 1 Subjek 2 Keterangan

1.

Tanggal : 10 Oktober 2011

Waktu : 08.00-09.00 WIB

Tanggal : 24 Oktober 2011

Waktu : 08.00-09.00 WIB

Observasi kelas

2.

Tanggal : 17 Oktober 2011

Waktu : 08.00-09.00 WIB

Tanggal : 31 Oktober 2011

Waktu : 08.00-09.00 WIB

Observasi kelas

3.

Tanggal : 14 November 2011

Waktu : 08.00-09.00 WIB

Tanggal : 21 November 2011

Waktu : 08.00-09.00 WIB

Observasi kelas

4.

Tanggal : 5 Desember 2011

Waktu : 08.00-09.00

Tanggal : 5 Desember 2011

Waktu : 09.15-10.00

THB (Ujian Tengah


(55)

Pelaksanaan Assemen dilakukan pada :

Tabel 3. Pelaksanaan Assessmen Membaca

No Subjek 1 Subjek 2 Keterangan

1.

Tanggal : 30, 31 Januari – 1, 6, 8, 21, 27 Februari 2012 Waktu : 08.00-10.00 WIB

Tanggal : 13, 14, 20, dan 28 Februari 2012 Waktu : 08.00-09.00 WIB

Assesmen membaca

Pelaksanaan wawancara : Wawancara I

Tanggal : 18 Agustus 2011 Waktu : 09.00 - 09.30 WIB Wawancara II

Tanggal : 3 Agustus 2012 Waktu : 09.00 – 09.30 WIB

4. Hasil Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Laporan

Hasil Belajar Siswa Kelas IIC dan IIIC SLB Negeri 2 Yogyakarta

Berdasaran hasil dokumentasi dan observasi kelas (OBS.1-4.SUB-1; OBS.1-4.SUB-2), diketahui pembelajaran siswa yang telah dicapai sebagai berikut :


(56)

a. Subjek DAS:

1) Silabus kelas II, semester 1 :

a) Siswa dapat membaca lancar kalimat sederhana (3-5 kalimat) dengan intonasi yang tepat

b) Siswa dapat mengerjakan soal sesuai dengan isi bacaan

c) Siswa dapat membaca puisi yang terdiri dari 2-4 baris dengan lafal dan intonasi yang tepat

2) Materi yang diajarkan di kelas :

a) Kalimat sederhana terdiri dari 2 kata, adapun kalimatnya adalah sebagai berikut :

1. bapak danang 2. ibu dani 3. bibi nani 4. papa dodi 5. mama teti

b) Mencari kata dan menuliskannya, seperti: 1. bibi 6. nani

2. ibu 7. dodi 3. bapak 8. dani 4. mama 9. teti 5. papa 10. Danang


(57)

c) Kalimat sederhana yang terdiri dari 3 kata. 1. Danang belajar membaca

2. Adik makan nasi 3. Didi minum susu 4. Kakak main bola 5. Ibu memasak sayur d) Melengkapi kalimat :

1. paman memotong … (kayu) 2. didi sedang …(mandi) 3. tata main … (bola) 4. danang minum …(susu) 5. Nomo makan …(roti) 3) Laporan Hasil Belajar

1. Siswa dapat membaca kata-kata sederhana dengan mengeja

2. Siswa dapat membaca kalimat sederhana dengan bimbingan guru

3. Siswa dapat menjawab pertanyaan pertanyaan bacaan sederhana

4. Siswa dapat menuls kata dan kalimat sederhana yang didiktekan guru


(58)

6. Siswa dapat membaca bacaan sederhana dengan bimbingan

b. Subjek RK

1) Silabus kelas III, semester 1:

a) Siswa dapat membaca kalimat sederhana dengan lafal dan intonasi yang jelas

b) Siswa dapat membaca petunjuk kerja

c) Siswa dapat membaca teks lagu dengan lafal dan intonasi yang tepat

d) Siswa dapat menulis pengalaman pribadi 2) Materi yang diajarkan di kelas :

a) Kata berimbuhan, yakni imbuhan awalan-akhiran, contoh :

1. Memotong 2. Menyapu 3. Mencangkul 4. Memberi 5. Mencuci

b) Melengkapi kalimat :

1. Pak tani (potong) rumput 2. Ibu (sapu) halaman 3. Novita (cuci) sepatu


(59)

5. Risky (beri) makan ayam c) Lawan kata :

1. Gemuk 6. Kanan 2. Rajin 7. Naik 3. Kaya 8. Kasar 4. Tua 9. Pagi 5. Bagus

d) Menyebutkan bagian-bagian dari tumbuhan, seperti : 1. Akar

2. Batang 3. Daun

e) Teks “Sumpah Pemuda” dan “Surat Undangan Orangtua Siswa”

3) Laporan Hasil Belajar

1. Dengan bimbingan guru siswa dapat membaca kalimat dengan nyaring

2. Siswa dapat memberikan tanggapan dan saran kepada teman mengenai materi kalimat sederhana

3. Siswa dapat menulis beberapa kalimat sederhana

Materi pelajaran membaca kedua subjek di kelas tidak sesuai dengan standar rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Standar RPP yang harus dicapai DAS adalah dapat membaca lancar kalimat sederhana (3-5 kalimat) dengan intonasi yang tepat, dapat


(60)

mengerjakan soal sesuai dengan isi bacaan, serta dapat membaca puisi yang terdiri dari 2-4 baris dengan lafal dan intonasi yang tepat, sedangkan materi yang di dapat di kelas adalah membaca kalimat sederhana yang terdiri dari 2-3 kata sederhana, mencari dan menuliskan kata, serta melengkapi kalimat sederhana. Standar RPP yang harus dicapai RK adalah dapat membaca kalimat sederhana dengan lafal dan intonasi yang jelas, dapat membaca petunjuk kerja, dapat membaca teks lagu dengan lafal dan intonasi yang tepat, serta dapat menulis pengalaman pribadi. Materi RK di kelas membahas mengenai kata berimbuhan, melengkapi kalimat, dan lawan kata. Berdasarkan hasil laporan belajar, subjek DAS telah mampu mengeja kata sederhana, membaca kalimat sederhana dengan bimbingan guru, menjawab pertanyaan bacaan, menulis atau menyalin kata , serta membaca bacaan sederhana dengan bimbingan guru kelas. Sedangkan subjek RK telah mampu membaca kalimat dengan nyaring dan menuliskan kalimat sederhana.

5. Hasil Pengajaran Membaca pada Siswa Kelas IIC dan IIIC SLB

Negeri 2 Yogyakarta

Berdasaran hasil Observasi kelas (4.SUB-1; OBS.1-4.SUB-2), diketahui pengajaran membaca adalah sebagai berikut :


(61)

a. Kelas II :

1) Guru meminta siswa duduk yang rapih dan berdoa sebelum memulai pelajaran

2) Guru melakukan pengulangan materi pelajaran dan seputar kegiatan sehari-hari.

3) Guru memberikan materi pelajaran seperti menuliskan kalimat sederhana di papan tulis maupun di buku tulis, dan meminta DAS untuk membacanya satu persatu.

4) Guru membantu DAS dalam merangkai kalimat dengan memberikan pertanyaan seperti “bapak siapa nang?”, ibu siapa tadi?””mama siapa?”. Guru membantu DAS dalam

membaca huruf dengan memberikan pertanyaan seperti “yang kakinya dua” “yang kakinya tiga”

5) Guru melakukan pengulangan materi apabila DAS tidak melaksanakan perintah.

6) Guru memberi motivasi kepada DAS, seperti “ dua nomer lagi, abis itu istirahat ya”, “ nomer enam..tata”, “mana

tata..nomer enam mana”.

7) Guru melakukan kontak fisik seperti membenarkan posisi duduk dan mengarahkan kepala DAS kearah buku tulis ketika DAS kehilangan konsentrasi terhada materi.


(62)

8) Guru meminta DAS merapihkan buku-buku dan memasukkannya ke dalam tas sebelum keluar kelas untuk istirahat.

b. Kelas III :

1) Guru meminta para siswa berdoa sebelum memulai pelajaran 2) Guru menangani beberapa siswa dengan kelas yang berbeda, sehingga guru memberikan beberapa materi bahasa Indonesia yang berbeda pada setiap siswa sesuai dengan tingkatannya. 3) Guru memberikan materi dengan menuliskan kata, kalimat

atau gambar di papan tulis maupun di sebuah kertas dan kemudian siswa diminta untuk menyalin, menirukan maupun membacanya.

4) Guru mengajarkan RK dengan memberikan penjelasan soal pertama sebagai contoh.

5) Guru memberikan hanya sedikit bimbingan kepada siswa saat membaca

6) Guru kesulitan membagi perhatian kepada setiap siswa. 7) Guru meninggalkan kelas saat jam pelajaran, sehingga siswa

harus belajar sendiri

Guru tidak memiliki standar yang sama dalam memberikan pengajaran kepada siswa. Pembagian siswa yang ditangani setiap guru juga tidak merata. Hal ini tampak pada guru kelas RK yang harus


(63)

sedangkan guru kelas DAS hanya menangani satu siswa. Pengajaran di kelas II (DAS) tampak lebih fokus dan terarah dalam pemberian materi dibandingkan dengan kelas III (RK).

Selama proses mengajar Guru kelas II (DAS) melakukan recall materi pelajaran maupun tanya jawab seputar kegiatan sehari-hari sebelum pelajaran di mulai serta merapikan meja saat pelajaran selesai. Guru juga membantu DAS dalam membaca huruf maupun merangkai kalimat dengan memberikan pertanyaan bantuan. Saat DAS tidak melaksanakan perintah, guru melakukan pengulangan materi dan memberikan pengutan motivasi kepada DAS, selain itu Guru juga melakukan kontak fisik seperti membenarkan posisi duduk dan mengarahkan kepala DAS kearah buku tulis ketika DAS kehilangan konsentrasi terhada materi. Guru kelas III (RK) kesulitan membagi perhatian kepada setiap siswa dikarenakan jumlah kelas yang dipegang. Guru juga tampak meninggalkan kelas saat jam pelajaran, sehingga siswa harus belajar sendiri. Kedua guru juga cenderung menggunakan metode dan materi yang tidak variatif. Hal ini tampak dari penggunaan materi yang hanya menggunakan papan tulis dan buku-buku teks, metode pengajaran pun cenderung mendikte.

6. Hasil Kemampuan Membaca Anak Retardasi Mental

Berdasarkan hasil assesmen membaca (1, ASS.SUB-2) dengan keterangan yakni jika (1)subjek tidak mampu mengerjakan


(64)

walaupun dengan bantuan, (2)subjek mampu mengerjakan dengan bantuan penuh, (3)subjek mampu mengerjakan dengan sedikit bantuan, dan (4)subjek mampu mengerjakan tanpa bantuan. Bantuan dapat berupa peringatan apabila ada kesalahan dalam membaca dan bimbingan dalam mengeja. Pengkategorian tersebut dibuat oleh peneliti. Maka, dapat diketahui kemampuan membaca pada kedua subjek anak retardasi mental sebagai berikut :

a. Kompetensi Analisis Kata (word analysis competencies)

Tabel 4. Hasil Kompetensi Analisis Kata

Indikator Aspek Standar

Subjek

DAS RK

1 2 3 4 1 2 3 4

Kompetensi Analisis Kata Mengenali huruf alphabet Melafalkan

huruf alphabet X X

Verbalisasi bahasa fonetik

Melafalkan

huruf vocal X X

Membaca huruf konsonan

X X

Membaca huruf yang memiliki kesamaan bentuk/bunyi


(65)

Membaca Kata

Membaca kata

dasar X X

Membaca kata

berimbuhan X X

Membaca Kalimat

Membaca kalimat 2 kata (S-P)

X X

Membaca kalimat 3 kata (S-P-O/S-P-K)

X X

Membaca kalimat kompleks (S-P-O-K)

X X

Memahami Arti Kata

Mencocokan kata dengan gambar (kata benda)


(66)

Kedua subjek memiliki kompetensi kemampuan kata sampai membaca kalimat sederhana yang terdiri dari dua hingga tiga kata sederhana. Kemampuan menyebutkan huruf alphabet RK lebih baik dibandingkan dengan DAS. RK mampu menyebutkan huruf alphabet secara berurutan dengan benar, sedangkan DAS tidak.

Kedua subjek juga memiliki kemampuan membaca huruf-huruf vocal dengan benar. Keduanya masih memiliki hambatan dalam membaca huruf-huruf konsonan. DAS memiliki hambatan yang cukup banyak saat membaca huruf-huruf konsonan maupun huruf yang memiliki kesamaan bunyi atau bentuk, sedangkan RK hanya mengalami kesulitan saat melafalkan huruf f dan v.

Kemampuan membaca kata RK berada diatas DAS. RK mampu membaca secara mandiri tanpa bimbingan pada kata-kata sederhana yang terdiri dari dua suku kata. RK masih membutuhkan bimbingan saat membaca kata yang lebih kompleks (lebih dari dua suku kata). Sedangkan, DAS dalam membaca kata memerlukan bimbingan dalam mengeja maupun dalam menggabungkan ejaan. DAS juga kesulitan membaca kata yang diakhiri huruf mati (konsonan). Baik DAS maupun RK juga memiliki hambatan dalam membaca kata yang diawali dengan huruf vocal.


(67)

Kemampuan membaca kalimat RK juga berada diatas DAS. RK mampu membaca kalimat dengan mandiri. Ia juga mampu memperbaiki kesalahan dalam membaca secara mandiri. RK masih mengalami kesulitan saat membaca kalimat yang terdapat kata berimbuhan dan kalimat yang memiliki subjek majemuk. Ia juga cenderung menghilangkan kata sambung dalam kalimat, seperti di, ke, sedang, dll. Berbeda dengan RK, DAS lebih banyak membutuhkan bimbingan dalam membaca kata dan dalam menyusun kalimat. Ia juga membutuhkan bantuan pertanyaan dalam menyusun kalimat seperti “siapa yang makan?jadi dina ngapain?; siapa yang tidur?; ibu ngapain?”.

Disisi lain, DAS dan RK memiliki kemampuan dalam memahami arti kata benda dengan baik. Keduanya tampak tertarik ketika pembelajaran menggunakan media gambar.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru (WWC II), dapat disimpulkan bahwa kedua subjek memiliki kemampuan membaca sebatas pada membaca kata dan kalimat sederhana. mereka juga masih kesulitan membaca kata yang terdiri dari lebih tiga suku kata, kata yang berakhiran huruf mati, diftong, serta membaca kalimat yang lebih kompleks.


(68)

b. Kemampuan Pemahaman

Tabel 5. Hasil Kemampuan Pemahaman

Indikator Aspek Standar

Subjek

DAS RK

1 2 3 4 1 2 3 4

Kemampuan Pemahaman Pemahaman Cerita Sederhana (Pagi Hari) Membaca cerita

sederhana X X

Mengurutkan kejadian dalam cerita

sederhana

X X

Menjawab pertanyaan cerita sederhana

X X

Menulis jawaban dari pertanyaan cerita sederhana

X X

Pemahaman Cerita Anak (Kera Pemalas)

Mendengarkan

cerita anak X X

Mengikuti kasus

sederhana dan menentukan sebab akibat

X X

Membuat


(69)

Keabstrakan arti kata abstrak Mengenali

Fakta dan Fiksi

Membedakan materi fakta dan fiksi

X X

Kedua subjek tidak memiliki kemampuan pemahaman. Kemampuan pemahaman pada cerita sederhana RK lebih baik dibandingkan DAS. RK mampu membaca cerita sederhana dengan sedikit bimbingan, sedangkan DAS membutuhkan bimbingan baik dalam mengeja maupun menyusun kalimat. RK juga mampu membaca dan menjawab pertanyaan secara mandiri dibandingkan DAS yang membutuhkan bimbingan. Pada sesi menjawab pertanyaan keduanya harus kembali mengulang membaca cerita. Hal ini dikarenakan keduanya tidak mampu untuk mengingat cerita yang telah dibaca.

Disisi lain, dalam menyusun kejadian dan menulis keduanya memiliki kemampuan yang setara. DAS dan RK membutuhkan bimbingan dalam menyusun kejadian yang ada dalam cerita. Mereka tidak mampu mengeja kata yang akan ia tulis, dan hanya mampu meniru tulisan. DAS dan RK juga tidak mampu memberikan feedback dari sebuah cerita anak. Kedua subjek mampu mendengarkan cerita dengan baik, namun mereka tidak mampu memaknai cerita yang mereka dengar. RK juga berusaha menjawab pertanyaan peneliti.


(70)

DAS dan RK tidak memiliki kemampuan memahami keabstrakan. Hal ini terlihat dari kedua subjek yang tidak mampu menjawab pertanyaan dengan benar, namun berusaha untuk memberikan jawaban. RK memiliki kemampuan untuk membedakan fakta dan fiksi, sedangkan DAS tidak. DAS memiliki pemahaman jika semua materi itu nyata.

Berdasarkan hasil wawancara (WWC II) dengan guru kelas, dapat disimpulkan bahwa kedua subjek memiliki hambatan dalam membaca pemahaman. Kedua subjek mampu memahami sebuah alur cerita dengan menggunakan metode dibacakan, tanya jawab, dan pengulangan dibandingkan harus membaca dan menyalin secara mandiri. kedua subjek juga kesulitan memahami suatu kata yang abstrak.

7. Hasil Karakteristik Anak Retardasi Mental

Berdasarkan hasil observasi kelas dan observasi assesmen (OBS.1-4.SUB-1; OBS.1-4.SUB-2; ASS.1-7.SUB-1; ASS.1-4.SUB-2), diketahui beberapa karakteristik pembelajaran anak retardasi mental yang terlihat di kelas sebagai berikut :

a. Karakteristik Fisik dan Kesehatan

Kedua subjek tidak memiliki masalah kesehatan selama proses belajar mengajar berlangsung. Kedua subjek tidak memiliki cacat


(71)

fisik, namun tinggi badan mereka tampak lebih kecil dari anak seusianya.

b. Karakteristik Sosial dan Emosi

Aspek sosial dan emosi kedua subjek adalah sebagai berikut : 1) Subjek DAS

i. Subjek bergantung pada orang lain (guru dan peneliti) dalam menyelesaikan tugas.

ii. Subjek tampak malu-malu karena kehadiran peneliti iii. Subjek mendorong buku, mengetuk meja, mencorat- coret

kertas/meja saat mengerjakan tugas membaca

iv. Subjek tertawa, tersenyum, menyeringai saat mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas membaca

v. Subjek terdiam saat diberi perintah untuk mengerjakan tugas membaca

vi. Subjek bermalas-malasan saat mengerjakan tugas membaca

2) Subjek RK

i. Subjek bergantung pada orang lain (guru, teman dan peneliti) dalam menyelesaikan tugas.

ii. Subjek memulai interaksi dengan guru, teman di kelas. iii. Subjek bermain dengan teman di kelas.


(72)

Aspek sosial kedua subjek cenderung bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas di kelas. Subjek DAS lebih banyak membutuhkan bimbingan dibandingkan RK pada saat mengerjakan tugas baik tugas di sekolah maupun pada saat assessmen. RK mampu memulai interaksi dengan lingkungan kelas, sedangkan DAS cenderung lebih pasif di dalam kelas. Aspek emosi RK lebih baik dibandingkan DAS. Hal ini tampak pada RK yang tersenyum pada saat merasakan senang, sedangkan DAS yang beberapa kali memberikan respon emosi seperti tertawa, tersenyum, dan menyeringai pada saat kesulitan mengerjakan tugas. Kesimpulan dari aspek sosial dan emosi kedua subjek menunjukkan bahwa RK memiliki kemampuan sosial dan emosi lebih baik daripada DAS.

c. Karakteristik Belajar

Karakteristik belajar dapat dilihat dari perkembangan kognitif dan motivasi yang dipaparkan sebagai berikut :

1) Perkembangan kognitif

Perkembangan kognitif meliputi sensori dan persepsi, memori, dan perhatian, dapat dijelaskan sebagai berikut :

i. Sensori dan Persepsi

Pemahaman sesuatu konsep pada diri individu diperoleh melalui proses yaitu proses sensoris dan


(73)

persepsi. Aspek sensori dan persepsi kedua subjek adalah sebagai berikut:

(1) Subjek DAS

1. Subjek kesulitan membedakan huruf saat membaca

2. Subjek salah membaca huruf 3. Subjek salah membaca suku kata

4. Subjek salah membaca kata/mengganti kata 5. Subjek salah menuliskan huruf

6. Subjek menghilangkan huruf atau kata saat membaca

(2) Subjek RK

(a) Subjek kesulitan membaca huruf (b) Subjek salah membaca huruf

(c) Subjek salah membaca kata/ mengganti kata (d) Subjek menghilangkan huruf atau kata saat

membaca

Kemampuan sensori dan persepsi DAS dan RK tampak tidak terlalu berbeda. Kedua subjek memiliki kesalahan dalam sensori dan persepsi pada hal-hal yang hampir serupa baik saat observasi kelas maupun saat assessmen, seperti kesulitan mengenali huruf, salah


(74)

membaca huruf, suku kata, ataupun kata, serta menghilangkan huruf atau kata dalam membaca.

ii. Memori

Aspek memori dalam belajar membaca kedua subjek adalah sebagai berikut :

(1) Subjek DAS

1. Subjek melupakan kata pertama dalam membaca kalimat sederhana.

2. Subjek kesulitan mengeja kata yang sama walaupun sudah menuliskan dan membaca kata-kata tersebut.

3. Subjek kesulitan merangkai kalimat walaupun subjek mampu membaca kata per kata.

4. Subjek mengandalkan ingatan saat diminta mengulang membaca kalimat.

5. Subjek melupakan urutan huruf alphabet 6. Subjek tidak mampu mengingat alur cerita (2) Subjek RK

(a) Subjek menebak - nebak kata yang ia baca. (b) Subjek kesulitan dalam mengurutkan kejadian (c) Mengandalkan ingatan masa lalu saat diminta


(75)

Kemampuan memori RK lebih baik dibandingkan DAS. Kedua subjek memiliki kecenderungan mengandalkan ingatan pada saat membaca. Disisi lain, DAS juga melupakan urutan huruf alphabet, tidak mampu mengingat sebuah kejadian dalam cerita, serta melupakan kata sehingga kesulitan dalam merangkai kalimat. Sedangkan, RK juga mengalami kesulitan dalam mengurutkan kejadian dalam sebuah cerita.

d) Perhatian

Perhatian kedua subjek dalam belajar membaca dapat dijelaskan sebagai berikut :

(1) Subjek DAS

(a) Subjek mengabaikan perintah dengan terdiam, tidak merespon

(b) Subjek mengalihkan pandangan

(c) mengabaikan perintah dengan memainkan alat tulis atau bermain

(d) Subjek memfokuskan perhatian dengan bantuan dari guru seperti mengulang perintah dan membenarkan posisi duduk


(76)

(2) Subjek RK

(a) Subjek terburu-buru dalam mengeja kata. Sehingga ia seringkali melakukan kesalahan dalam menyimpulkan ejaan.

(b) Subjek mampu mengerjakan tugas yang diberikan. (c) Subjek mengabaikan tugas dan mengobrol

(d) Keadaan kelas yang tidak kondusif (berisik) membuat siswa tidak fokus dalam mengerjakan tugas.

(e) Mengabaikan perintah dengan bermain

Kemampuan perhatian DAS cukup berbeda dengan RK. Berdasarkan hasil observasi kelas dan assessmen, DAS termasuk anak yang mudah mengalihkan perhatian, tidak jarang pula ia tidak merespon peritah guru dengan mengalihkan pandangan, terdiam, ataupun dengan memainkan alat tulis. Hal ini juga membuat subjek harus mendapatkan bantuan guru untuk memfokuskan perhatian saat menerima pelajaran di kelas. Sedangkan, RK tidak mengalami hambatan perhatian seperti DAS. Namun, keadaan kelas yang tidak kondusif (berisik) membuat siswa tidak fokus dalam mengerjakan tugas. Hal ini tampak pada beberapa siswa yang mengabaikan tugas dan


(77)

tugas-tugas yang diberikan dengan baik walaupun terkadang RK cenderung terburu-buru dalam menyelesaikannya.

2) Motivasi

Motivasi kedua subjek yang tergambar dalam kegiatan kelas dapat dijelaskan sebagai berikut :

i. Subjek DAS

(1) Subjek merasa tidak mampu, mengeluh saat mengerjakan tugas

(2) Subjek diberikan motivasi oleh guru saat mengerjakan tugas

(3) Subjek tidak mengerjakan tugas pekerjaan rumah (PR)

ii. Subjek RK

(1) Subjek aktif bertanya saat tidak mengerti materi di kelas.

(2) Subjek merasa tidak mampu, mengeluh saat mengerjakan tugas

Motivasi DAS dan RK tampak berbeda. Di kelas DAS merupakan anak yang pasif, sedangkan RK termasuk anak yang aktif baik saat observasi kelas maupun saat assessmen. RK bertanya jika ada hal yang tidak ia dimengerti. Akan tetapi, guru kelas RK kesulitan memberikan respon sedangkan guru


(78)

kelas DAS memberi banyak penguatan dalam membimbing DAS saat belajar di kelas. Kedua subjek cenderung memiliki sikap mudah merasa tidak mampu saat diberikan tugas yang sulit. Hal ini tampak pada kecenderungan mereka untuk mengeluhkan tugas yang diberikan. Pada DAS juga tampak pada keseharian subjek yang suka tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR) yang diberikan oleh guru.

B. PEMBAHASAN

Kedua subjek merupakan murid kelas IIC dan IIIC di SLB Negeri 2 Yogyakarta, berdasarkan hal tersebut kedua subjek termasuk dalam klasifikasi retardasi mental ringan. Anak retardasi mental ringan menunjukkan hambatan dalam perkembangan fungsi kognitif, sehingga mereka terhambat dalam proses belajar, salah satunya dalam proses belajar membaca. Hal ini terkait dengan karakteristik anak retardasi mental yang memiliki kekhasan, baik dalam fisiologis, sosial dan emosi, maupun dalam belajar (Payne & Patton, 1980). Dilihat dari segi fisik kedua subjek tampak seperti halnya anak normal pada umumnya. Mereka tidak memiliki cacat fisik, namun tinggi badan mereka tampak lebih kecil dari anak seusianya. Segi sosial kedua subjek cenderung bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas di kelas, terutama pada subjek DAS. Aspek emosi RK lebih baik dibandingkan DAS. Hal ini tampak pada RK yang


(79)

kali memberikan respon emosi seperti tertawa, tersenyum, dan menyeringai pada saat kesulitan mengerjakan tugas.

Segi belajar berdasarkan perkembangan kognitif, kedua subjek memiliki masalah sensori dan persepsi yakni cenderung melakukan kesalahan seperti kesulitan mengenali huruf, salah membaca huruf, suku kata, ataupun kata, serta menghilangkan huruf atau kata dalam membaca. Selain itu, kedua subjek memiliki kecenderungan untuk “lupa” seperti tidak mengingat urutan huruf alphabet, tidak mampu mengingat sebuah kejadian dalam cerita, serta melupakan kata sehingga kesulitan dalam merangkai kalimat. Hal ini didukung oleh Ellis (dalam Payne & Patton, 1980) yang menyatakan bahwa anak retardasi memiliki masalah pada ingatan jangka pendek (STM) dimana anak tidak memiliki kemampuan dalam hal menyimpan beberapa informasi tertentu dalam waktu yang sama.

Mudahnya mengalihkan perhatian juga menjadi masalah pokok yang dialami kedua subjek. Tidak jarang pula kedua subjek tidak merespon peritah guru, terdiam, ataupun dengan bermain. Keadaan kelas yang tidak kondusif (berisik) juga menjadi salah satu penyebab kedua subjek menjadi tidak fokus dalam mengerjakan tugas seperti gangguan dari siswa lain, suara-suara di luar kelas. Sehingga mereka cenderung terburu-buru dalam menyelesaikan tugas. Perhatian meliputi jangka waktu subjek dalam menyelesaikan pekerjaan serta fokus sebagai hambatan dari pengalihan atau stimulus (Payne, 1981). Berdasarkan teori Piaget (Payne,


(1)

172

Badak batuk besok Tajam tiram tanam

Kata berimbuhan

Memotong Menyapu

Mencangkul Memberi

Mencuci Minuman

Makanan Potongan

Tulisan Jalanan

Mengucapkan kalimat

Dina makan Ibu masak

Adik mandi Bapak minum

Dodi tidur

Bapak pergi ke kantor Nina makan nasi

Adik sedang tidur Sapi makan rumput

Ibu belanja ke pasar Kakak sedang membaca buku

Tina sedang menari Budi pergi ke sekolah

Ibu memasak sayur di dapur

Kupu-kupu sedang menghisap madu

Ani sedang sakit panas Dani sedang mandi

Ayah sedang minum kopi

Pak tani mencangkul di sawah


(2)

173

Tono dan budi bermain

bola di lapagan Adik naik sepeda

Adik masih tidur Kiki sedang menggosok gigi

Kakak baca buku Doni nonton tivi

Memahami arti kalimat

(mencocokkan kalimat dengan gambar yang sesuai)

mengulang ide/inti dari materi

Pagi Hari

Doni bangun pagi

lalu pergi mandi

dan gosok gigi

habis mandi dan gosok gigi

Doni pergi sekolah naik sepeda

Mengulang urutan kejadian

Bangun tidur-mandi-menggosok gigi-pergi sekolah

Melokalisasikan dan atau

memberikan jawaban dari pertanyaan mendetail dalam materi tertulis

1. Siapa yang bangun pagi?

2. Apa yang dilakukan Doni sehabis bangun pagi?

3. Kemana Doni pergi? 4. Naik apa Doni ke sekolah?


(3)

174 Kemampuan

Pemahaman

petunjuk menulis

Mengikuti kasus sederhana dan menentukan sebab akibat

Kera Pemalas (cerita anak)

Membuat kesimpulan terhadap materi

Kera Pemalas

Mengenali keabstrakan

Belas kasih

Duka

Keingintahuan

Mengagumkan

Hubungan

Patuh

Perbandingan

Pembalasan

Menaklukan

Kemurahan hati

Iri

Keadilan

Merdeka


(4)

175 Mengenali materi fakta vs fiksi

Putrid duyung Ikan duyung

Sikomo Komodo/kadal

Doraemon Kucing

Naruto Manusia


(5)

176

Hasil Wawancara WWC 1

Tanggal : 18 Agustus 2011

Waktu : 09.00 - 09.30 WIB

1. T : Bagaimana cara penerimaan siswa?

J : Disini biasanya diobservasi dulu, buat nentuin masuk kelas C apa C1, biasanya klo yang C pindahan dari sekolah biasa (regular).

2. T : Gak pake tes IQ?

J : biasanya kalo yang murid pindahan, ada hasil IQ maksimal 70-75

3. T : Bagaimana metode penagajaran membaca pada anak retardasi mental di sekolah ini?

J : mengikuti anak, guru juga mencari metode, guru juga sebelumnya gak tau keadaan anak. Biasanya latihan menulis dulu baru membaca, mereka biasanya kalo suruh membaca males.

4. T : Kendala apa saja yang dialami siswa maupun pengajar saat belajar membaca?

J : kalo baca udah karakter anak, anak MR (retardasi mental) melihat tulisa seperti gambar, jadi kalo huruf-hurufnya udah digabungin susah, harus pake benda nyata


(6)

177

Hasil Wawancara WWC 2

Tanggal : 3 Agustus 2012

Waktu : jam 09.00 – 09.30

Wawancara dengan guru kelas :

1. T : Menurut bapak/ibu bagaimana kemampuan membaca anak?

Tik : dia bisa kata sederhana, dia juga bisa kalimat-kalimat yang sederhana tapi ya dibimbing satu – satu.

Ags : waktu masuk hampir sama sekali ga bisa, tapi dia punya kemampuan sama kemauan, kalo membaca dia bisa baca dua suku kata, tiga suku kata, tapi kalo akhiranya huruf mati, diftong masih belum bisa, masih susah bedain huruf ng, ny, sering lupa.

2. T : Kemampuan belajar anak di kelas sejauh apa?

Tik : Kalo DAS itu kan agak sulit konsen ya mbak, jadinya dia semua perlu bimbingan. Kalo kata yang sederhana mungkin bisa, tapi guru juga membantu untuk memberi jawaban

Ags : kalo belajar di kelas harus diulang-ulang, di refresh biar ga lupa 3. T : Kemampuan pemahamannya seperti apa?

Tik : Kalo konsep pemahaman DAS bisa diterima di cerita, tanya jawab, dibandingkan, menyalin atau membaca. DAS itu bisa menyebutkan kendaraan-kendaraan, menyebutkan yang mengemudikan, benda-benda langit, musim. Dia harus ada gambar atau bendanya, kalo yang abstrak-abstrak ga bisa.

Ags : RK tuh kalo baca langsung lupa, kalo ditanya suka lupa, tapi kalo dibacain dia ingat, harus diulang-ulang baru bisa. Tapi kalo baca sendiri malah bingung