Bentuk Barbarian Baru dalam Globalisasi

Pengantar Globalisasi_Kelompok 16_Week 12_Selasa, 26 Mei 2015
Anggota Kelompok 16 Pengantar Globalisasi :
1. Florentina Yasinta Jehanu

071411231005

2. Nazelia A.P.

071411231028

3. Skolastika L.K.

071411231051

4. Ruth Merry L.S.

071411231075

5. Arya Agung Ayu A.P.

071411233024

Bentuk Barbarian Baru dalam Globalisasi

Seperti pada umumnya, suatu hal yang ada di dunia tentu memiliki kelebihan dan
kekurangan, begitu pula dengan fenomena globalisasi. Globalisasi membuat seluruh
masyarakat di dunia untuk berpikir maju dan meluas. Globalisasi adalah fenomena yang
membuat apa yang tidak mungkin menjadi mungkin, dan yang semula terbatas menjadi tak
terbatas. Bagi masyarakat yang mampu untuk mengikuti arus globalisasi yang dari waktu ke
waktu arusnya semakin deras dan tak terprediksi, mengikuti arusnya bukanlah suatu hal yang
sulit. Namun, di balik dampak positif globalisasi, ada pula masyarakat yang menganggap
bahwa globalisasi membawa dampak negatif. Globalisasi zaman ini seringkali dianggap
sebagai bentuk dari New Barbarian oleh sebagian masyarakat. Mungkin sebagian besar
masyarakat belum mengenal istilah “Barbarian”. Barbarian sendiri menurut beberapa sumber,
lebih identik dengan sekelompok masyarakat yang melakukan sesuatu yang dianggap tidak
beradab, atau melakukan sesuatu yang brutal. Maksud dari Barbarian yang dikaitkan dengan
globalisasi ini yaitu, sebagian masyarakat menganggap bahwa globalisasi membawa dampak
buruk yang identik dengan kekerasan atau kekacauan yang akan merusak tatanan dunia yang
telah ada. Masyarakat yang kurang mampu mengahadapi arus globalisasi akan merasa bahwa
globalisasi merupakan sebuah cambukan atau paksaan, yang menjadi sumber kekerasan yang
sering berbentuk kriminalitas sebagi upaya untuk bertahan hidup dalam arus globalisasi yang
tak menentu. Secara tidak langsung, globalisasi membuka mata seluruh masyarakat di dunia

hingga tanpa disadari mereka telah memiliki pemikiran baru yang mana seluruh hal yang
dibawa oleh globalisasi adalah hal yang baik untuk mereka dan hal - hal tradisional adalah
hal - hal yang mereka anggap kuno (Giddens, 2002: 39).
Berakhirnya Perang Dingin membawa perubahan penting bagi popularitas akademik
internasional imajiner. Beberapa pers yang populer berani mendiagnosa bahwa ada
kecenderungan munculnya Tatanan Dunia Baru. Francis Fukuyama menganggap bahwa

Pengantar Globalisasi_Kelompok 16_Week 12_Selasa, 26 Mei 2015
adanya Tatanan Dunia Baru ini sebagai akhir dari sejarah Hegelian, sekaligus tanda
kemenangan bagi liberalisme dan kapitalisme pasar. Gagasan George W. Bush mengenai New
World Order yang digemborkan menjadi era kebajikan unipolar, nyatanya menghadapi
banyak kegagalan. Pelaksanaan sistem ini tidak sesempurna yang diharapkan karena masih
nyatanya terdapat beberapa kesalahan pada ide dasarnya (Salter, 2002: 128). Terdapat dua hal
dasar yang berubah di bawah pengaruh globalisasi. Bayangan akan tradisi semakin memudar.
Masyarakat dunia yang hidup tradisional kini menjadi ter-detradisionalisasi (Giddens, 2002:
43). Dengan kata lain, masyarakat di belahan dunia lain dalam kehidupannya mulai
menanggalkan nilai-nilai tradisi leluhurnya. Modernitas terasa semakin mengglobal ketika
dunia kini tidak lagi terbatas. Ini merupakan konsekuensi atas adanya tradisi.
Akhir dari Perang Dingin menyebabkan krisis identitas dan menjadikan Amerika Serikat
negara super power dan mendominasi berbagai bidang kehidupan. Salah satunya di dunia

pertelevisian dimana paska perang dingin, tayangan televisi dari Amerika Serikat merajai
pertelevisian-pertelevisian di berbagai negara, kendati bukan tayangan dari Amerika Serikat,
namun perfilman-perfilman yang ada mencerminkan budaya perfilman Barat yang identik
dengan seks, kekerasan, dan uang (Salter, 2002: 147). Contoh lainnya adalah Amerika Serikat
yang mengontrol 80 % perdagangan Eropa. Globalisasi tersebut melahirkan gerakan-gerakan
yang saling terhubung dan mendasar, seperti Jihad dan Mcworld yang menjadi tren
globalisasi (Salter, 2002: 145) . Jihad merupakan bagian dari gerakan non nasional, pola
spasial bebas keterasingan, dan dapat dimengerti sebagai reaksi atas globalisasi bagi ‘kita’
dan ‘mereka’ (Salter, 2002: 149). ‘Kita’ dalam hal ini didominasi oleh negara-negara non
Barat atau negara dunia ketiga dan muslim sedangkan ‘mereka’ adalah negara-negara Barat
terutama Amerika Serikat. Jihad merupakan bahasa penentuan diri (self-determination)
namun memutuskan kemerdekaan kolektif dan kebebasan aktif warga negara sebagai
individu (Benjamin, 2003: 222). Nilai-nilai Barat dan budaya-budaya Barat yang modern
melahirkan reaksi ketidakpercayaan dari fundamentalis Islam yang anti-modernis dan antikolonialis, seperti retoris Hassan Al-Banna pendiri persaudaraan Islam yang resmi
mengumumkan anti fundamentalisme Barat pada tahun 1920an (Salter, 2002: 149). Selain itu
juga ada gerakan perlawanan multikulturalis dan feminis yang menjadi ‘lawan’ Amerika
Serikat (Salter, 2002 : 154). Gerakan agama, etnis, dan nasionalis merupakan perlawanan atas
nilai-nilai kosmopolitan (Giddens, 2002: 50).

Pengantar Globalisasi_Kelompok 16_Week 12_Selasa, 26 Mei 2015

Dari semua tulisan di atas, kelompok penulis dapat menyimpulkan bahwa, sejatinya
globalisasi sama dengan hal lain yang memiliki sisi positif dan sisi negatif. Sisi positifnya,
globalisasi membuat masyarakat dunia dapat berpikir maju dan luas. Namun, sisi negatifnya,
bagi sebagian masyarakat yang kurang bisa mengikuti arus globalisasi, globalisasi dianggap
sebagai New Barbarian, yang memicu munculnya kekerasan yang berpengaruh terhadap
tatanan dunia baru. Kekerasan dalam globalisasi ini lebih banyak muncul karena sebagian
masyarakat lebih memilih ‘jalan pintas’ untuk memenuhi kebutuhan mereka menghadapi arus
globalisasi yang tidak menentu. Globalisasi kini memainkan peran hebat dalam peradaban
terutama dalam konsep global culture yang menyebabkan hadirnya kaum radikal yang
melakukan perlawanan sebagai bentuk self-determination dalam globalisasi. Globalisasi
meningkatkan radikalisasi akibat keinginan kelompok tertentu yang tergolong atas pihak
oposisi Amerika Serikat untuk merubah hegemoni dan dominasi Amerika Serikat dengan
nilai-nilai Baratnya, yang dalam beberapa hal tidak sesuai dengan nilai-nilai agama dan
budaya negara-negara Dunia Ketiga. Radikalisasi yang muncul ini, menginginkan adanya
perubahan dan pembaharuan sosial terutama dalam bidang politik. Radikalisasi yang muncul
dalam globalisasi dewasa ini muncul dalam bentuk yang berbeda yaitu, tidak lagi hadir dalam
perang dan kekerasan; namun cenderung membentuk sebuah budaya baru. Negara kuat
seolah-olah menjadi pengendara; sementara itu negara berkembang menjadi penumpangnya.
Negara kuat menuntun negara berkembang menuju pada era global yang diharapkan dengan
doktrin-doktrinnya. Di sisi lain, negara berkembang banyak yang pada akhirnya terus terjun

ke dalam lubang keterbelakangan.

Referensi :
Benjamin R. Barber. “Jihad and McWorld in the New World Disorder”, dalam Jihad vs
McWorld: Terrorism’s Challenge to Democracy. London: Corgi Book, 2003, pp. 219235.
Giddens, Anthony. 2002. “Tradition”, dalam Runaway World: How Globalisation is
Reshaping Our Lives. London: Profile Books, pp. 36-50.
Salter, Mark B., 2002. “New Barbarians, Old Barbarians: Post-Cold War IR
Theory.‘Everything Old is New Again’”, dalam Barbarian & Civilization in
International Relations. London: Pluto Press, pp. 128-155.

Pengantar Globalisasi_Kelompok 16_Week 12_Selasa, 26 Mei 2015
TTD Anggota Kelompok 16 :
Florentina Y.J.

Nazelia A.P.

Skolastika L.K.

Ruth Merry L.S.


Arya Agung A. A.P.

071411231005

071411231028

071411231051

071411231075

071411233024