Isi laporan Sifat Sifat Dasar Kayu Benua

1

I.
1.1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki area hutan yang cukup

banyak di setiap daerah. Hutan berisikan ratusan spesies tanaman yang
didalamnya dapan dikategorikan menjadi bernagi mancam kelas. Hutan selain
berfungsi sebagai sumber produksi gas oksigen (O2) juga memberikan segudang
manfaat lain yang sangan menjanjikan. Adapun mengingat begitu banyak nya
manfaat hutan yang menghiasi bumi Indonesia ini, namun pemanfaatan yang tepat
dan sesuai aturan belum sepenuhnya terjalin akan adanya hutan tersebut.
Sumber daya alam dapat diartikan sebagai unsur-unsur lingkungan baik
fisik maupun hayati yang diperlukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup
dan meningkatan kesejahterannya. Salah satu sumber daya alam adalah hutan.
Hutan merupakan sumber daya alam yang dapat mempengaruhi siklus kehidupan
makhluk hidup, sehingga keberadannya harus tetap dipertahankan. Hutan adalah

suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati
yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu
dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU No. 41/ 1999 : Kehutanan).
Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat diperbaharui
serta dapat memberikan beraneka ragam manfaat bagi kehidupan manusia. Untuk
menjaga kelestarian hutan perlu diketahui mengenai karakteristik lahan serta
mengetahui karasteristik tanaman yang

ada didalamnya yaitu pohon yang akan

dirubah menjadi sebuah potongan kayu yang mempunyai banyak manfaat
diantaranya memperbaiki ekologi yang telah ada. Kayu adalah bahan

2

lignoselulosa yang dihasilkan oleh tumbuhan berkayu yang mempunyai tinggi
minimal 7 m (pohon).
Hasil hutan kayu merupakan komoditas yang tetap menjanjikan untuk
dikembangkan pada sektor kehutanan mengingat masih tetap memberikan
sumbangan devisa yang cukup besar bagi negara.


Peranan hasil hutan kayu

selama ini dianggap masih sangat penting (primer) pada pengusahaan sektor
kehutanan, tetapi tetap masih dirasakan adanya kelemahan dari berbagai
kebijakan yang menyangkut tataniaga maupun pengelolaan sumberdayanya.
Kayu merupakan hasil hutan dari kekayaan alam, merupakan bahan
mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan teknologi.
Kayu memiliki beberapa sifat sekaligus, yang tidak

dapat ditiru oleh bahan -

bahan lain. Pengertian kayu disini ialah sesuatu bahan, yang diperoleh dari hasil
pemungutan pohon - pohon di hutan, yang merupakan bagian dari pohon tersebut,
setelah diperhitungkan bagian-bagian mana yang lebih banyak dimanfaatkan
untuk sesuatu tujuan penggunaan. Baik

berbentuk kayu pertukangan, kayu

industri maupun kayu bakar. (Dumanauw.J.F, 1990).

Kayu telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan oleh manusia sejak
zaman dahulu. Dengan berbagai kegunaannya, kayu tetap eksis sampai saat ini.
Penggunaan kayu tidak terbatas untuk peralatan rumah tangga (interior) saja,
tetapi digunakan juga untuk keperluan eksterior, misalnya untuk pembuatan
jembatan. Sedangkan dengan warna dan coraknya yang dekoratif, beberapa jenis
kayu digunakan untuk membuat benda-benda yang bernilai seni tinggi. Mengenal
suatu bahan kayu dengan tujuan digunakan, merupakan hal yang penting, baik

3

bagi para usahawan yang bergerak dalam industri kayu, maupun para pemakai
kayu lainnya. Setiap macam penggunaan kayu membutuhkan beberapa faktor
persyaratan tertentu.
Ketepatan pemilihan

jenis

kayu

untuk


sesuatu

pemakaian

memerlukan pengetahuan tentang sifat dasarnya. Sifat dasar tersebut, diantaranya
berat jenis, kekuatan dan stabilitas dimensi. Faktor ini diengaruhi oleh sifat
anatomi kayu. Sebagai contoh pohon yang membentuk kayu dengan berat jenis
tinggi dipengaruhi antara lain oleh dinding sel yang tebal dan zat ekstaktif
akan paling bernilai bagi pengolah produk-produk kayu gergajian struktural.
Sedangkan jenis pohon yang menghasilkan kayu dengan berat jenis rendah
dipengaruhi oleh rongga sel yang besar, jumlah dan ukuran pori, jenis ini cocok
sebagai bahan baku pembuatan pulp dan kertas.
Kecenderungan pemakaian kayu sebagai bahan bangunan pada saat ini
dan

masa yang akan datang

terus meningkat, terutama untuk


keperluan

bangunan rumah tinggal dan konstruksi ringan seperti BTN dan Perumnas. Hal
ini perlu diimbangi dengan umur bangunan yang memadai. Bertambah panjang
umur bangunan terutama

dari aspek penggunaan kayunya, berarti akan

mengurangi kebutuhan kayu. Selanjutnya akan mempengaruhi keselamatan
lingkungan dengan menekan penebangan kayu di hutan. Peranan pengawetan
kayu akan terasa lebih penting lagi karena dikhawatirkan produksi kayu awet
dalam waktu mendatang tidak dapat memenuhi kebutuhan. Maka jenis kayu
yang mempunyai kelas awet rendah perlu diawetkan sebelumnya sehingga umur
pakainya

akan menjadi lebih panjang. Oleh karena itu jenis kayu yang

4

mempunyai kelas awet rendah tersebut tentunya akan dapat dipergunakan sebagai

pengganti dan mendapat pasaran yang layak.
Perlu diketahui bahwa Indonesia memiliki sumber potensi hutan yang
tidak sedikit, sekitar 4000 jenis kayu. Dari jumlah tersebut hanya sebagian kecil
saja yang telah diketahui sifat serta kegunaanya dan jumlah ini pun masih juga
belum memenuhi sasaran tujuan pemakaian. Sebagian besar masyarakat masih
cenderung menggunakan jenis kayu tertentu. Misalnya di pulau Jawa, orang lebih
menyukai kayu Jati daripada kayu lainnya. Demikian pula orang-orang di
Kalimantan lebih menyukai memakai kayu Ulin dan seterusnya. Akibatnya, jenis
kayu lainnya yang justru memiliki potensi lebih besar tidak mendapat tempat
dihati masyarakat pemakai kayu. Hal ini perlu dipecahkan, agar semua jenis kayu
yang telah diketahui sifat-sifatnya dapat dimanfaatkan secara menyeluruh dan
terpadu. Jadi, sifat dasar kayu ini penting dipahami agar didalam proses
pengolahan, pengangkutan, maupun penggunaannya dapat

dilakukan

secara

saksama sehingga tidak terjadi pengorbanan bahan, waktu, tenaga maupun biaya
yang sia-sia (Hidayat, 2010).

1.2.

Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum ini dilaksanakan yaitu :

1.2.1

Kadar Air Kayu

a) Mengetahui kadar air kayu kering udara dengan perlakuan perendaman
dingin adan perendaman panas , sebagai berikut :
Kelompok 1- 3 : selama 1 jam, 2 jam, 3 jam
Kelompok 4- 6 : selama 4 jam, 5 jam, 6 jam

5

Kelompok 7-10 : selama 7 jam, 8 jam, 9 jam
b) Memahami cara pengukuran kadar air kayu kering udara menggunakan
oven dan moisture meter.
1.2.2


Berat Jenis dan Kerapatan

a) Memahami cara pengukuran kerapatan
b) Menentukan besarnya kerapatan contoh uji pada volume kering udara dan
volume kering tanur.
1.2.3

Perubahan Dimensi Kayu (Penyusutan dan Pengembangan)

a) Memahami cara pengukuran dan mengukur besarnya penyusutan pada
arah longitudinal dari kondisi kering udara ke kering tanur dan
pengembangan dari kondisi kering tanur ke kering basah.
b) Mengetahui

faktor-faktor

yang

mempengaruhi


penyusutan

dan

pengembangan.
c) Memahami hal- hal yang menyebabkan perbedaan penyusutan pada ketiga
arah tersebut.
d) Memahami hubungan kadar air dengan penyusutan (buat grafik ) dan
hubungan berat jenis dengan penyusutan.
1.2.4

Kandungan Kimia Kayu ( Kandungan Ekstraktif)
Menentukan besar kandungan kadar air kayu (serbuk), ekstraktif kayu

yang larut dalam pelarut air panas, dan larut dalm pelarut air dingin. Contoh uji
terlebih dahulu diberi perlakuan rendaman dingin dan panas berdasarkan lama
waktu perendaman sebagai berikut :
Kelompok 1- 3 : selama 1 jam, 2 jam, 3 jam


6

Kelompok 4- 6 : selama 4 jam, 5 jam, 6 jam
Kelompok 7-10 : selama 7 jam, 8 jam, 9 jam

7

II.
2.1

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Kayu Benuas
Berikut ini adalah taksonomi kayu Benuas.

Kingdom

Plantae

Divisi


Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas

Magnoliopsida ( Berkeping dua/dikotil)

Ordo

Theales

Famili

Dipterocarpaceae

Genus

Shorea

Spesies

Shorea leavifolia Endert

2.2

Kadar Air Kayu
Kadar air kayu adalah jumlah air yang terdapat didalam kayu yang

dinyatakan sebagai persentase berat kayu kering tanur (Soenardi, 1976).
Dumanauw (2001) menyatakan bahwa kadar air kayu adalah banyaknya air yang
terkandung pada sepotong kayu. Besarnya kadar air kayu bervariasi menurut jenis
kayu, letak didalam batang, perbedaan umur dan sebagainya (Kasmudjo, 1995).
Kayu adalah zat yang higroskopis, artinya kayu mudah menyerap ataupun
melepaskan air baik dalam bentuk uap maupun cairan. Sifat ini diakibatkan oleh
kelompok hidroksil yang ada dalam selulosa maupun hemiselulosa kayu yang
menarik molekul air melalui ikatan hidrogen. Kemampuan kayu untuk
mengabsorpsi (menyerap) atau kehilangan air/uap (desorpsi) tergantung pada
suhu dan kelembaban atmosfir yang melingkupinya sehingga banyaknya air
dalam kayu berubah menurut keadaan atmosfer disekelilingnya. Banyaknya air

8

yang diabsorpsi dan didesorpsi oleh kayu tergantung pada luas permukaan kayu
yang dipergunakan untuk sorpsi; tekanan uap nisbi zat yang disorpsi, suhu,
susunan kimia kayu (Soenardi, 1978).
Letak air dalam kayu terdapat didalam dinding sel sebagai air terikat dan
didalam rongga sel sebagai air bebas (Brown et al, 1949; Panshin dan de Zeeuw,
1980). Air bebas terlebih dahulu keluar apabila kayu dikeringkan setelah itu baru
air terikat (Bound water). Kadar air pada saat air bebas telah menguap dan dinding
sel masih jenuh dengan air disebut titik jenuh serat (Fiber Saturation Point).
Umumnya kadar air kayunya berkisar antara 25-30%. Titik jenuh serat ini
bervariasi opada setiap jenis kayu yang disebabkan oleh variasi susunan kimia.
Kayu yang memiliki zat ekstrakif tinggi pada umumnya memiliki titik jenuh serat
relatif rendah (Bodig dan Jayne, 1982). Diatmosfer terbuka, kadar air kayu akan
mencapai titik tertentu, dimana pada keadaan ini kadar air kayu telah seimbang
dengan kelembaban udara disekitarnya, kadar air ini disebut kadar air kering
udara (Equilibrium Moisture Content) berkisar antara 12-20 % (Soenardi, 1976a).
Air adalah unsur alami semua bagian suatu pohon yang hidup. Dalam
bagian xylem, air (lengas) umumnya berjumlah lebih dari separuh berat total;
artinya berat air dalam kayu segar umumnya sama atau lebih besar daripada berat
kayu kering. Sejumlah air akan segera hilang apabila pohon mati atau suatu kayu
gelondongan diolah menjadi kayu gergajian, finir atau serpih kayu. Keadaan yang
demikian bila berlangsung cukup lama akan mempengaruhi dimensi dan sifat-sifat
kayu tersebut.

9

Kadar air kayu siap pakai di Indonesia untuk penggunaan kayu (produk
kayu) di dalam ruangan sebaiknya kurang dari 15% dan di luar ruangan bias
sampai 18%, sedangkan di dalam ruangan (AC, pemanas/heater) harus lebih
rendah lagi. Apabila kayu atau produk kayu digunakan di daerah sub tropis
(jepang, eropa, amerika), kadar air di dalam ruangan berkisar 6-10% dan di luar
ruangan di atas 18%. Di ruangan ber AC atau pemanas/heater kadar air
kayu/produk kayu harus di bawah 10%.
Penggunaan kayu sebagai bahan baku kayu lapis, pulp dan kertas, maupun
sebagai bahan bangunan/konstruksi tidak terlepas dari persyaratan sifat-sifat fisik
dan mekanik kayu yang kesemuaanya dipengaruhi oleh kadar air kayu.
Tabel 1. Hubungan berat jenis kayu kering udara dan kadar air kayu yang baru
ditebang.
Berat jenis kayu kering udara

Kadar air kayu yang baru di tebang

< 0,32
0,32-0,48
0,48-0,64
0,64-0,80
0,80-0,90
0,96-1,12
>1,12

>200
140-120
140-80
110-60
80-50
60-40
45-30

Sumber : Oey Djoen Seng, 1990.
Ada lima cara dalam menghitung kadar air menurut Sharai Rad, 1994
yaitu sebagai berikut :
a) Pengeringan dengan oven (oven-drying).
b) Destilasi.
c) Titrasi.
d) Menggunakan elemen higroskopis.

10

e) Menghitung dengan sifat-sifat elektrik.
Kayu mengalami kondisi kritis untuk stabilitas dimensinya adalah pada
kisaran 25-30%, yang biasa disebut titik jenuh serat (TJS). Yaitu, titik dimana
keadaan semua air cair di dalam rongga sek telah dikeluarkan tetapi dinding sel
masih jenuh. Keadaan kayu dapat terganggu oleh perubahan-perubahan dalam
besarnya fluktuasi kandungan air. Banyaknya air yang terdapat di dalam kayu
apabila digunakan di dalam kondisi lingkungan yang tidak berhubungan langsung
dengan air akan selalu lebih daripada TJS. Kadar air kayu ini sebetulnya bisa kita
atur dan kita hitung, melalui teknik pengeringan yang tepat tentunya.
Kollmann dan Cote (1968) menyatakan bahwa biasanya kayu akan
bertambah kuat apabila terjadi penurunan kadar air, terutama bila terjadi dibawah
titik jenuh serat. Berat, penyusutan, kekuatan dan sifat lainnya tergantung pada
kadar air kayu.
2.3

Berat Jenis dan Kerapatan
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kayu-kayu yang terberat juga

merupakan kayu-kayu yang terkuat,bahwa keteguhan kayu, kekerasan kayu dan
hampir semua sifat-sifat teknis lainnya berbanding lurus dengan berat jenis. Tetapi
perbandingan ini tidak berlaku seluruhnya, sebab struktur dan susunan kayu
menunjukan penyimpangan-penyimpangan. Berat jenis yang tinggi antara lain
dapat disebabkan oleh kadar zat ekstraktif yang tinggi diantara serabut-serabut
kayu. Pertambahan berat dari kayu yang disebabkan zat ekstraktif tidak
menambahkan kekuatan mekanik kayu tetapi umumnya menaikkan berat jenis
kayu (Oey Djoen Seng, 1990).

11

Menurut Soneardi (1978) berat jenis kayu adalah perbandingan berat
benda terhadap berat suatu volume air yang sama dengan volume benda itu. Pada
kayu digunakan berat kering tanur sebagai dasar, sedangkan pembandingnya
adalah volume air yang didesak. Berat jenis adalah rasio antara kerapatan suatu
bahan dengan kerapatan air. Berat jenis disebut juga kerapatan relatif (Tsoumis ,
1991).
Berdasarkan berat jenisnya, kayu dikelompokan menjadi tiga yaitu;
a) Kayu ringan, dengan berat jenis kurang dari 0,36
b) Kayu dengan berat sedang, berat jenis 0,36 - 0,58
c) Kayu berat, dengan berat jenis tinggi yaitu > 0,58
Perubahan-perubahan berat jenis kayu dalam arah radial kayu dewasa dari
hati ke kulit diklasifikasikan ke dalam tiga tipe (Panshin dan de Zeeuw, 1980):
a) Rata-rata berat jenis meningkat dari hati ke kulit
b) Rata-rata berat jenis menurun dari hati ke luar dan meningkat hingga ke
kulit
c) Rata-rata berat jenis menurun dari hati ke kulit.
Perubahan berat jenis pada arah aksial kayu daun jarum umumnya
menurun dari pangkal ke ujung pohon. Modifikasi variasi ini disebabkan
kehadiran mata kayu yang dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan. Variasi berat
jenis untuk kayu daun lebar pada arah aksial sedikit konsisten dan secara
keseluruhan tidak memiliki satu pola.
Kerapatan kayu adalah perbandingan antara masa atau berat kayu terhadap
volumenya, sedangkan berat jenis kayu adalah perbandingan antara kerapatan

12

kayu dengan kerapatan benda standar yaitu kerapatan air pada suhu 4 0C
(Haygreen dan Bowyer, 1989). Berat jenis adalah rasio antara kerapatan suatu
bahan dengan kerapatan air. Berat jenis disebut juga kerapatan relatif (Tsoumis,
1991).
Kerapatan suatu benda yang homogen adalah massa atau berat persatuan
volume, sehingga kerapatan selalu dinyatakan dengan satuan gram/cm3 atau
kg/m3. Massa atau berat dan volume pada perhitungan kerapatan kayu dapat
menggunakan berbagai macam kondisi kayu (kondisi segar/basah, kering udara,
kadar air tertentu dan kering tanur). Kerapatan kayu di dalam suatu spesies
ditemukan bervariasi dengan sejumlah faktor yang meliputi letaknya di dalam
pohon, letak dalam kisaran spesies tersebut, kondisi tempat tumbuh, dan sumber
sumber genetik. Beberapa pola variasi berat jenis yang telah dilaporkan oleh
dalam berbagai posisi batang yaitu pada arah radial (dari empulur/hati ke arah
kulit) (Panshin dan de Zeeuw 1980).
Klasifikasi kayu menurut Damanauw (2001) yang di sajikan pada tabel 2
sebagai berikut:
Tabel 2. Klasifikasi kayu Indonesia ( Indonesia Wood Classification)
Kelas Kuat

Kerapatan (g/cm2)

I
II

> 0,90
0,60 – 0,90

III

0,40 – 0,60

IV

0,30 – 0,40

V

< 0,30

Kerapatan merupakan sifat terpenting dari kayu, karena kualitas kayu
sebagai bahan bangunan terutama tergantung pada kerapatannya. Pada kenyataan

13

terdapat hubungan yang erat terhadap sifat-sifat mekanika, kekerasan, ketahanan
terrhadap kikisan dengan kerapatan kayu dipihak lain (Scharai Rad, 1994).
Kerapatan mempunyai hubungan positif linier dengan sifat makanika kayu, yaitu
semakin tinggi nilai kerapatan maka akan semakin tinggi pula sifat mekanikanya
(Kollmann dan Cote, 1968).
Pada umumnya kerapatan kayu tergantung pada besarnya sel, tebal
dinding sel dan hubungan antara jumlah sel yang bermacam-macam. Mengenai
besar dan tebalnya dinding sel, jika sel serat berdinding tipis dan berongga lebar
atau keduanya, maka kerapatan akan rendah. Sebaliknya sel serat berdinding tebal
dan berongga sempit, maka kerapatan akan tinggi (Brown et al, 1949).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kerapatan atau berat jenis kayu
adalah sebagai berikut :
a) Umur pohon.
b) Kecepatan tumbuh.
c) Perbedaan letak tinggi pada batang.
d) Adanya pertumbuhan eksentrik.
e) Adanya kayu cabang dan terjadinya kayu teras.
Dikatakan juga bahwa variasi yang besar dari kerapatan atau berat jenis
kayu tidak saja dapat terjadi di antara pohon-pohon dan dari jenis yang sama
(variasi individual), tetapi juga antara bagian-bagian pohon dari pohon yang sama
(variasi sebagian/parsial) (Oey Djoen Seng, 1990). Kemudian, variasi pada jenis
kayu daun pada arah aksial sedikit konsisten dan secara keseluruhan tidak
memiliki satu pola.

14

Berat jenis suatu kayu bergantung dari jumlah zat kayu yang tersusun di
dalamnya, rongga-rongga sel atau jumlah pori-pori, kadar air yang dikandung dan
zat ekstraktif di dalamnya. Berat suatu jenis kayu ditunjukkan dengan besarnya
berat jenis kayu yang bersangkutan, dan dipakai sebagai patokan berat kayu.
Faktor tempat tumbuh dan iklim, letak geografis dan spesies dapat berpengaruh
terhadap berat jenis, demikian pula letak bagian kayunya berpengaruh terhadap
berat jenis kayu. Klasifikasi yang ada terdiri dari :
a) Kayu dengan berat ringan, bila BJ kayu < 0,3.
b) Kayu dengan berat sedang, bila BJ kayu 0,36-0,56.
c) Kayu dengan berat berat, bila BJ kayu > 0,56
2.4

Perubahan Dimensi Kayu (Penyusutan dan Pengembangan)
Perubahan dimensi kayu yaitu pengembang dan penyusutan sama

pentingnya dalam fisika kayu, tetapi umumnya perhatian lebih besar ditujukan
terhadap penyusutan. Penyusutan kayu lebih penting diketahui sebab dapat
menyebabkan kayu menjadi retak, pecah, melengkung, bergelombang, memuntur
dan lain-lain. Penyusutan kayu dinyatakan sebagai persen dimensi sebelum
perubahan yang terjadi. Pada dasarnya perubahan dimensi dipengaruhi oleh :
a) Perbedaan spesies dan kerapatan kayu.
b) Perbedaan ukuran dan bentu kayu.
c) Perbedaan pengeringan.
Perubahan dimensi kayu biasanya dinyatakan dalam persen dari dimensi
maksimum. Dimensi maksimum ialah dimensi sebelum mengalami penyusutan
atau dimensi basah yanitu pada kadar air sama atau diatas titik jenuh serat.

15

Penyusutan arah longitudinal adalah 0,1-0,2%, arah radial 2,1-8,5%, dan arah
tangensial 4,3-14% dari kondisi segar kekondisi kering tanur.
Perubahan kadar air juga diikuti oleh perubahan dimensi kayu. Dalam
proses pengeringan kayu akan terjadi perubahan dimensi yang disebut dengan
penyusutan (shrinkage), dimana penyusutan arah radial (lebar) lebih besar
daripada penyusutan longitudinal (panjang).
Menurut Panshin dan de Zeeuw (1980), perbedaan penyusutan arah radial
dan tangensial adalah:
a) Arah jari-jari yang tegak lurus pada sumbu pohon menyebabkan
pengurangan pengembangan dan penyusutan searah radial karena
pengurangan yang dilakukan oleh jari-jari yang terletak memanjang pada
arah radial.
b) Perbedaan kandungan lignin antara dinding radial dan dinding tangensial
karena penyusutan akan menurun dengan bertambahnya lignin.
c) Perbedaan struktur dinding sel, letak sel dan susunan dalam zona-zona
kayu awal dan kayu akhir, karena persentase kayu awal lebih besar dari
pada kayu akhir, sedangkan kayu awal penyusutannya kecil maka
perubahan dimensi dalam arah radial lebih kecil dari pada arah tangensial.
Burgess (1966) membuat klasifikasi tingkat penyusutan kayu didasarkan
pada perbandingan penyusutan tangensial dan penyusutan radial (T/R) antara
lain :
a) Jika (T/R) bernilai 0-0,9 (sangat rendah).
b) Jika (T/R) bernilai 1-1,5 (rendah).

16

c) Jika (T/R) bernilai 1,6-2 (sedang).
d) Jika (T/R) bernilai 2,1-2,5 (tinggi).
e) Jika (T/R) bernilai >2,6 (sangat tinggi).
2.5

Kandungan Kimia Kayu (Kandungan Ekstraktif)
Zat ekstraktif kayu adalah zat-zat yang mengisi rongga-rongga mikro

dalam dinding sel dan rongga lain, Zat ektraktif merupakan hal penting yang
dipertimbangkan oleh pengolahan kayu karena bahan ini sering kali mengganggu
proses perekatan (Soenardi, 1976). Kadar zat ekstraktif dalam kayu umumnya
rendah antara 1-10%. Ekstraktif dalam kayu lebar berkisar antara 2-8%.
Zat ektraktif yang larut dalam air yaitu karbohidrat (protein dan alkaloid),
monosakarida (pati dan bahan pectin), arabinosa, galaktosa, rafinosa, bahan
organic, kation (anion), dan unsure-unsur seperti Ca, K, Mg, Na dan Fe. Untuk
menentukan kandungan ektraktif larut air panas dapat di gunakan metode ASTM
D 1110-56 (1968).
Zat ekstraktif umumnya adalah zat yang mudah larut dalam pelarut seperti
eter, alkohol, bensin dan air. Banyaknya rata- rata 3-8% dari berat kayu kering
tanur. Termasuk di dalamnya minyak - minyakan, resin, lilin, lemak, tannin, gula,
pati, dan zat warna. Zat ekstraktif memiliki arti yang penting dalam kayu karena :
a) Dapat mempengaruhi sifat keawetan, warna, bau, dan rasa suatu jenis
kayu.
b) Dapat digunakan untuk mengenal suatu jenis kayu (Dumanauw.J.F, 2001).
Kandungan dan komposisi ekstraktif berubah- ubah di antara spesies kayu.
Tetapi juga terdapat variasi yang tergantung pada tapak geografi dan musim. Pada

17

sisi lain, komposisi ekstraktif dapat digunakan untuk determinasi kayu- kayu
tertentu yang sukar dibedakan secara anatomi. Komposisi ekstraktif dapat berubah
selama pengeringan kayu, terutama senyawa - senyawa tak jenuh, lemak dan asam
lemak terdegradasi. Fakta ini

penting untuk produksi pulp karena ekstraktif

tertentu dalam kayu segar mungkin menyebabkan noda kuning (gangguan getah)
atau penguningan pulp. Ekstraktif dapat juga mempengaruhi kekuatan pulp,
perekatan dan pengerjaan akhir kayu maupun sifat - sifat pengeri ngan (Fengel.D,
1995).
Kadar zat ektraktif kayu umumnya rendah, berkisar antara 1-10 %, dan
berbeda antar jenis kayu, juga berbeda antara kau gubal dan kayu teras yang
terakhir ini tampak pada warna kayu teras yang umumnya lebih gelap daripada
kayu gubal (Soenardi, 1978).
Perbedaan iklim juga mempengaruhi kadar ektraktif kayu. Umumnya kayu
daerah tropika mengandung lebih banyak ektraktif daripada kayu daerah iklim
sedang. Jenis kayu dengan kadar ektraktif tinggi lebih sering di jumpai di daerah
tropika. Secara umum dapat dikatakan bahwa kadar zat ektraktif kayu tropika
rata-rata sekitar 10%, sedangkan kayu daerah iklim sedang kadar zat ektraktifnya
berkisar 5 % (Soenardi, 1997).
Menurut Mahali (2001), kadar zat ekstraktif atau bahan organic dalam
kayu berkisar 0,3-11,6% tergantung pada cara mengekstrak dan zat pengekstrak
yang digunakan, misalnya :
a) Kadar Ekstraktif yang larut dalam air dingin 0,3-4,4%.
b) Kadar Ekstraktif yang larut dalam air panas 1,2-11,6%.

18

c) Kadar Ekstraktif yang larut dalam alcohol benzena 1,1-7,1%.
Untuk menentukan kandungan ekstraktif larut air panas dan dingin
digunakan metode TAPPI T 207 om-88 dengan rumus berikut:
Zat Ekstraktif (%)

=

A−B
x 100
A

Keterangan:
A = Berat serbuk kayu mula-mula
B = Berat serbuk kayu setelah diekstraksis
Komponen kimia kayu bervariasi karena dipengaruhi oleh factor tempat
tumbuh, iklim dan letak batang. Faktor kelembaban merupakan komponen kima
yang mempengaruhi penyerapan air pada kayu dan kandungan air yang berada
dalam kayu (Kirana,1976).

19

III.
3.1

METODE PRATIKUM

Tempat dan Waktu
Praktikum dilaksanakan di laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Jurusan

kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Palangkaraya yang di mulai pada 05
Mei hingga 18 Mei 2015.
3.2.

Bahan dan Alat

3.2.1

Kadar Air Kayu
Bahan yang digunakan sebagai contoh uji berukuran 2cm x 2cm x 2cm

(DIN Standar,1994) sebanyak tiga buah.
3.2.2

Kerapatan
Bahan yang digunakan sebagai contoh uji berukuran 2cm x 2cm x 2cm

(DIN Standar, 1994) sebanyak 3 buah. Sedangkan alat yang digunakan dalam
praktikum ini adalah califer, timbangan analitik, oven, desikator dan penjepit.
3.2.3

Perubahan Dimensi Kayu (Penyusutan dan Pengembangan Kayu)
Bahan yang digunakan sebagai contoh uji berukuran 2cm x 2cm x 10cm

(DIN 52184). Masing-masing bagian kayu pada arah aksial dibedakan 3 buah
contoh uji dan diberi kode untuk penyusutan. Selanjutnya contoh uji tersebut
digunakan juga untuk pengukuran pengembangan. Bahan lain yang digunakan
adalah aquades.
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah califer, gelas plastik,
timbangan analitik, baskom, oven, desikator dan penjepit.
3.2.4

Kandungan Ekstraktif

20

Bahan yang digunakan dalam contoh uji adalah serbuk kayu yang
berukuran + 40 mesh – 60 mesh sebanyak 6 gram (3 ulangan) pada keadaan
kering udara. Serbuk yang digunakan adalah serbuk yang lolos 40 mesh dan
tertahan 60 mesh.
Alat yang diperlukan dalam praktikum ini adalah ayakan, oven, desikator,
penjepit labu Erlenmeyer, timbangan analitik, corong dan hot plate.
3.3.

Cara Kerja

3.3.1

Kadar Air Kayu
Pengukuran kadar air pada kondisi kering udara berdasarkan berat kering

tanur dan menggunakan moisture meter , sebagai berikut :
a) Contoh uji diberi nomor dibuat garis tanda tambah penampang melintang
(2 titik ), radial (2 titik), dan tangensial ( 2 titik ) dan tangensial (2 titik )
b) Perendaman dingin dan panas
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)
k)
l)

21

m)
n)
o)
p)
q)
r)
s)
t)
u)
v)
w)
x)
y)
z)
aa)
bb)
cc)
dd)
ee)
ff)
gg)
hh)
ii)

22

jj)
kk)
ll)
mm)
nn)
oo)
pp)
qq)
rr)
ss)
tt)
uu)
vv)

\\\uji untuk masing- masing perlakuan berjumlah 3 buah . adapun

perlakuan sesuai pembagian kelompok sbb:
Kelompok 1- 3 : selama 1 jam, 2 jam, 3 jam
Kelompok 4- 6 : selama 4 jam, 5 jam, 6 jam
Kelompok 7-10 : selama 7 jam, 8 jam, 9 jam
ww)

Selanjutnya contoh uji ditiriskan sampai tidak ada lagi air yang

menetas dan ditimbang beratnya. Penimbangan dilakukan setiap hari
sampai tidak ada pengurangan berat lagi. Hasil penimbangan ini disebut
berat contoh uji basah ( mμ).
xx)

Untuk penggunaan moisture meter , kondisi contoh uji yang stabil

pada kondisi kering udara menunjukkan angka kadar air kering udara cara

23

untuk memperoleh besar kadar air kering udara hanya dengan
menancapkan alat moisture meter pada titik- titik ditiga penampang.
Seluruh pengukuran pada ketiga penampang kayu dirata-ratakan.
yy)

Untuk pengukuran contoh uji yang dikeringkan dalam oven, suhu

awal oven dibuat 500C agar uji contoh tidak cacat. Suhu dinaikan setiap 2
jam hingga mencapai 103±20C sampai berat konstan. Contoh uji dianggap
konstan apabila antara 2 pengukuran tidak lebih dari 0.1 %.
zz)Pengukuran berat contoh uji dilakukan setiap 2 jam untuk mendapatkan
grafik tentang hubungan pengurangan air dan waktu selam proses
pengovenan. Setelah 2 jam dikeluarkan contoh uji contoh dari dalam oven
dan dimasukan dalam desikator sampai dingin selama ± 15 menit dan
setelah itu dilakukan penimbangan dan cacat hasil dalam kolom
pengamatan.
aaa)

Setelah diperoleh berta konstan. Hasil penimbangan ditetapkan

sebagai berat kering tanur (m0). Selanjutnya besar kadar air kering udara
dihitung seperti teori.
3.3.2

Berat Jenis dan Kerapatan

1. Pengukuran berat jenis pada volume kering udara
a) Contoh uji yang sudah diberi kode, direndam sesuai perlakuan yang
dibuat.
Perendaman dingin dan panas untuk contoh uji dilakukan sesuai perlakukan
yang dibuat.Jumlah contoh uji untuk masing- masing perlakuan berjumlah 3
buah. Adapun perlakuan sesuai pembagian kelompok sbb:

24

Kelompok 1- 3 : selama 1 jam, 2 jam, 3 jam
Kelompok 4- 6 : selama 4 jam, 5 jam, 6 jam
Kelompok 7-10 : selama 7 jam, 8 jam, 9 jam
b) Selanjutnya contoh uji ditiriskan sampai tidak ada lagi air yang menetas
dan ditimbang. Penimbangan dilakukan setiap hari sampai tidak ada
penguranag

berat lagi. Berat dikatakan konstan apabila selisih

penimbangan tidak lebih dari 1 %. Jarak antara 2 penimbangan
sebelumnya harus 24 jam. Hasil penimbangan ini disebut berat contoh uji
basah (mμ).
c) Siapkan gelas plastik berisi air kemudian ditimbang. Hasil penimbangan
ditetapkan sebagai A.
d) Contoh uji dimasukkan kedalam gelas plastik hingga terendam semuanya
menggunakan bantuan jarum. Usahakan contoh uji terendam air dan tidak
menyentuh dinding gelas plastik serat dilakukan secepat mungkin. Untuk
mendapatkan hasil timbangan yang tidak berubah0ubah gunakan statif
untuk menyangga tangan.
e) Contoh uji dan gelas yang berisi air ditimbang, hasilnya dinyatakan
sebagai B.
f) Berat volume contoh uji kondisi kering udara (Bvku) diperoleh dengan
mengurangaknhsil B dan A.
g) Contoh uji tersebut kemudian dikeringkan pada suhu 103 ± 20C dalam
oven hingga beratnya konstan. Hasil penimbangan contoh uji yang sudah
konstan dinyatakan sebagai C (Bkt).

25

h) Hitung berat jenis dengan rumus yang telah ditentukan.
2. Pengukuran berat jenis pada volume kering tanur.
a) Bila bahan terbatas , bisa digunakan contoh uji untuk pengukuran berat
jenis pada kondisi kering udara. Tetapi bial bahan berlebih kerjakan berat
jenis pada kondisi kering udara dan kering tanur pada contoh uji yang
berbeda.
b) Contoh uji yang sudah diberi kode dikeringkan dalam oven pada suhu 103
± 20C hingga tidak ada penambahan berat lagi. Hasilnya ditentukan
sebagai Bkt.
c) Siapkan paraffin cair dan celupkan contoh uji hingga menutupi seluruh
permukaan.
d) Siapkan gelas berisi air kemudian ditimbang. Hasil penimbangan
ditetapkan sebagai A.
e) Contoh uji dimasukkan kedalam gelas palstik hingga terendam semuanya
menggunakan bantuan jarum. Uasahakan contoh uji terendam air dan
tidakn menyentuh dinding gelas plastik. Untuk mendapatkan hasil
timbangan yang tidak berubah-ubah gunakan statif untuk menyanggah
tangan.
f) Contoh uji dan gelas yang berisi air ditimbang, hasilnya dinyatakan
sebagai B.
g) Berat volume contoh uji pada kondisi kering tanur (Bvkt) diperoleh
dengan mengurungkan hasil A dan B.
h) Hitung berat jenis dengan rumus yang telah ditentukan.

26

3. Kerapatan pada volume kering udara
a) Contoh uji 1b yang mencapa berat konstan dinyatakan disimpan diruang
konstan/ruang denng kondisi kering udara sampai tidak ada penambahan
berat dan konstan.
b) Setelah uji contoh mencapai berat konstan (Mn), ukur dimensi/volume
(panjang x lebar x tebal) contoh uji (Vn) lalu dihitung menggunakan rumus
kerapatan kering udara.
4. Kerapatan pada volume kering tanur.
a) Contoh uji yang telah mencapai berat konstan pada kerapatan kering udara
lalu dikeringkan n dalam oven pengeringan pada suhu 103 ± 2 0C hingga
tidak ada penambahan berat lagi/konstan (M0).
b) Contoh uji dimasukkan dalam desikator selama kurang lebih 15 menit
kemudian ditimbang.
c) Contoh uji diukur dimensi/volume (panjang x tebal x lebar ) pada keadaan
kering tanur (V0).
d) Masukkan data hasil pengamatan kedalam rumus kerapatan kering tanur.
3.3.3

Perubahan Dimensi Kayu (Penyusutan dan pengembangan)

1. Penyusutan kayu
a) Contoh uji diberi kode dan tanda terlebih dahulu menggunakan pensil atau
pulpen yang tidak lunturbial terkena air pada arah longitudinal. Radial, dan
tangensial, agar pada saat mengukur penyusutan letaknya tidak berubah.
b) Contoh uji direndam sesuai perlakuan yang dibuat. Perendaman dingin dan
panas untuk contoh uji dilakukan sesuai perlakukan yang dibuat. Jumlah

27

contoh uji untuk masing- masing perlakuan berjumlah 3 buah. Adapun
perlakuan sesuai pembagian kelompok sbb:
Kelompok 1- 3 : selama 1 jam, 2 jam, 3 jam
Kelompok 4- 6 : selama 4 jam, 5 jam, 6 jam
Kelompok 7-10 : selama 7 jam, 8 jam, 9 jam.
c) Contoh uji diangkat hingga air tidak menetes lagi. Dimensi contoh uji
diukur , dinyatakan sebagai Dlb, Drb, Dtb.
d) Contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 103 ± 2 0C hingga beratnya
konstan .gunakandesikator untuk mendinginkan suhu sampel.
e) Berat konstan dicapai jika perbedaan antara dua pengukuran terahkir tidak
lebih dari 0.1 %, selisih antara 2 pengukuran selama 2 jam. Setelah
konstan ,ukurlah dimensi dan nyatakan sebagai Dlk, Drk, dan Dtk.
f) Hitung besarnya penyusutan kayu pada ke tiga arah amenggnakan rumus
yang telah ditentukan dalam satuan persen.
2. Pengembangan Kayu
a) Gunakan hasil pengukuran penyusutan nilai Dlk, Drk, dan Dtk .
b) Contoh uji hasil pengukuran penyusutan tersebut letakkan dalam ruang
kurang lebih 10 hari. Contoh uji masukkan dalam bak, tetapi hanya satu
bidang penampang melintang yang menyentuh air, sehingga air meresap
melalui penampang ini sementara udara akan meninggalkan kayu melalui
penampang melintang bagian atas basah, contoh uji dibenamkan kedalam
air pengembangan maksimum tercapai . penyimpanan contoh uji dalam air
paling banyak 14 hari.

28

c) Pengembangan maksimum tercapai jiak perbedaan dimensi antara dua
pengukuran terahkir tidak lebih dari 0.01 mm. Jarak waktu antara dua
pengukuran terahkir harus 24 jam untuk contoh uji kecil.
d) Angkat dan tiriskan contoh uji hingga tidak ada lagi air yang menetes.
Segera ukur dimensi contoh uji, dinyatakan sebagai Dlb, Drb, dan Dtb.
e) Hitung besarnya pengembangan kayu paa ketiga arah menggunakan rumus
yang telah ditentukan dalam satuan persen.
3.3.4

Kandungan Kimia Kayu (Kanndungan Ekstraktif)

1) Kadar Air Kayu (Serbuk)
a) Cucilah 2 botol timbang dan keringkan dalam oven , setelah itu ditimbang
(a). Waktu mengeringkan , botol harus terbuka dan ditutup kembali waktu
mengeluarkan dari oven.
b) Masukkan 2 g serbuk kayu ke dalam botol (b) dan berat botol sekarang
adalah penjumlahan a dan b.
c) Keringkan dalam oven selama ± 2 jam, setelah itu dikeluarkan gelas piala
dan masukkan dalam desikator. Setelah ± 15 menit timbang sampel.
Pekerjaan ini diulang berkali-kali hingga berat serbuk kayu konstan.
d) Hitunglah kadar air serbuk kayu sama seperti pada sifat fisika kayu dan
rata-rata data ini dipakai sebagai kadar air contoh uji pada percobaanpercobaan selanjutnya.
2) Kadar ekstraktif larut air panas
a) Timbanglah berat cawan saring/kertas saring dan serbuk kayu sebanyak 2
garm(ulangan pertama).

29

b) Cernakan serbuk kayu denagn 100 ml aquades dalam sebuah gelas
Erlenmeyer 300 ml.
c) Isi penangas air dengan air biasa. Masukkan gelasErlenmeyer( point 2)
dalapenangas air dan usahakan agar permukaan air lebih tinggi dari
permukaan dalam gelas erlenmeyer. Atur suhu pada 1000 C.
d) Setelah dipanaskan selama 3 jam, isi gelas Erlenmeyer dipindahkan ke
dalam cawan saring atau disaring menggunakan kertas saring (point 1).
e) Cucilah serbuk kayu dalam cawan saring atau kertas saring dengan air
pans dan keringkan dalam oven hingga beratnya konstan.
f) Hitunglah kandungan ekstraktif larut air pans menggunakan rumus seperti
pada teori.
3. Kadar ekstraktif larut air dingin
a) Timbangan berat cawan saring/kertas saring dan serbuk kayu sebanyak 2
gram.
b) Masukkan serbuk kayu tersebut kedalam gelas piala 400 ml dan
tambahkan aquades sebanyak 300 ml.
c) Biarkan campuran tersebut mencerna (digest) selama 48 jam dalam suhu
kamar dengan setiap kali diaduk.
d) Pindahkan campuran tersebut ke dalam cawan saring atau kertas saring
pada corong. Cucilah serbuk kayu dalam cawan saring atau kertas saring
dengan aquades dingin dan keringkan dalam oven hingga beratnya
konstan.

30

e) Hitunglah

berkurangnya

kandungan

ekstraktif

larut

air

dingin

menggunakan rumus sama seperti kandungan ekstraktif larut air panas.

IV.
4.1

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Fisika Kayu Benuas ( Shorea leavis)
Adapun hasil pada praktikum sifat fisika kayu seperti pada tabel berikut.

Tabel 3. Hasil perhitungan rata – rata sifat fisika kayu
No

Sifat fisika Kayu
Benuas
( Shorea leavis)

Perlakuan contoh uji
K

D

P

31

1
2

3

4

5

4.1.1

Kadar Air
(%)
Kerapatan
(gr/cm3)

Berat jenis
dan
Kerapatan

Penyusutan
(%)

Pengembang
an (%)

1 jam

2 jam

3 jam

1 jam

2 jam

3 jam

KU

17.86

17.51

17.56

17.99

16.98

16.57

16.82

KU

0.96

0.92

0.96

0.96

0.91

1.00

0.98

KT

0.91

0.86

0.95

0.94

0.86

0.96

0.94

KU

0.97

0.96

0.98

1.01

0.97

0.99

0.98

KT

0.86

0.85

0.96

0.89

0.88

0.93

0.94

KU

0.96

0.92

0.96

0.96

0.91

1.00

0.98

KT

0.91

0.89

0.95

0.94

0.89

0.96

0.94

R

6.22

6.20

5.61

4.29

6.10

5.95

5.47

L

0.75

0.08

0.08

3.11

1.48

0.33

0.25

T

8.78

8.44

7.13

6.12

7.20

6.76

7.47

R

5.91

0.59

9.61

4.65

6.70

0.25

7.80

L

0.59

0.08

0.08

0.25

0.25

7.80

0.50

T

9.61

7.78

7.85

6.52

7.80

9.34

10.46

Kadar Air (%)
Adapun hasil perhitungan kadar air kering udara (%) kayu Benuas seperti

disajikan pada gambar terdapat perbedaan pada masing-masing perlakuan yaitu
perlakuan perendaman panas dan dingin.

32

18

17.99

17.86
17.56

1 jam
2 jam

17.51

3 jam

17.5
16.82

17

16.98

16.57
16.5
16
15.5

Kontrol

Dingin

Panas

Gambar 1. Grafik Kadar air kering udar kayu Benuas (%).
Berdasarkan nilai hasil perhitungan diatas dapat diketahui bahwa nilai
kadar air kering udara tertinggi adalah pada perlakuan dingin yaitu perendaman 3
jam 17.99%, kemudian menurun pada waktu perendaman 2 jam 17.56%, dan
diikuti pada waktu perendaman 3 jam 17.51%. Sementara pada perlakuan panas
perendaman 1 jam yaitu 1 jam 16.98%, waktu perendaman 3 jam 16.82%, waktu
perendaman 2 jam 16.57%. Adanya variasi kadar air kering udara pada perlakuan
dan lamanya waktu perendaman diduga disebabkan oleh komposisi kimia dan
perubahan suhu dilingkungannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Soenardi (1978)
bahwa adanya perubahan temperatur atau kelembaban udara sekitar kayu
menyebabkan perubahan jumlah air didalam kayu dalam keadaan tersebut.
Diperkuat oleh Brown, dkk (1949) yang menyatakan bahwa jumlah air yang
diserap atau dikeluarkan oleh kayu sekurang-kurangnya dipengaruhi oleh keadaan
serat, tekanan uap, temperatur dan komposisi kimia dari kayu. Kemampuan kayu

33

untuk mengabsorpsi atau kehilangan air ini tergantung pada suhu dan kelembapan
atsmofer yang melingkunginya, akibatnya banyak air dalam kayu berubah-ubah.
Hasil kadar air kering udara tersebut sesuai dengan pendapat Soenardi
(1976a) yang menyatakan bahwa d iatmosfer terbuka, kadar air kayu akan
mencapai titik tertentu, dimana pada keadaan ini kadar air kayu telah seimbang
dengan kelembaban udara disekitarnya, kadar air ini disebut kadar air kering
udara (Equilibrium Moisture Content) berkisar antara 12-20 %.
Tabel 4. Analisis kadar air kering udara.
Analisa Kadar Air Kering Udara
Sumber
DB
JK
KT
F.hitung
Keragaman
Perlakuan
5
4.29764
0.85953
3.75716*
Faktor A
1
3.63207
3.63207
15.87645**
Faktor B
2
0.33562
0.16781
0.73353 tn
Interaksi AB
2
0.32995
0.16497
0.72113 tn
Galat
12
2.74525
0.22877
Total
17
7.04289
0.41429
Ket :
* = Berpengaruh nyata pada taraf 5%

F.Tabel
5%
3.106
4.747
3.885
3.885

1%
5.064
9.330
6.927
6.927

** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf 1 %
tn = Tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% (F hitung 0.58. Hal ini
sesuai dengan pendapat Dumanaw (2001) yang mengelompokkan kayu
berdasarkan besar berat jenisnya. Yaitu kayu ringan yaitu berat jenis kurang dari
0,36, kayu dengan berat sedang yaitu berat jenis 0,36 - 0,58, kayu dengan berat
jenis tinggi yaitu > 0,58. Berat jenis juga tergantung dari tebal dinding sel,
kecilnya rongga sel yang membentuk pori pori. Dalam hal ini pohon benuas
memiliki dinding sel yang tebal dan pori-pori yang kecil.
Tabel 5. Analisa Berat Jenis Kering Udara
Analisa Berat Jenis Kering Udara
Sumber
Keragaman

DB

JK

KT

F.hitung

Perlakuan
Faktor A
Faktor B
Interaksi AB
Galat

5
1
2
2
12

0.00571
0.00010
0.00326
0.00235
0.02986

0.00114
0.00010
0.00163
0.00117
0.00249

11.62161 **
0.06022 tn
1.38960 tn
0.47199 tn

Total

17

0.03557

F.Tabel
5%
3.106
4.747
3.885
3.885

1%
5.064
9.330
6.927
6.927

Ket
** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf 5%
tn = Tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% (F hitung