ANALISIS SOSIOLOGI DAN PSIKOLOGI SASTRA
ANALISIS SOSIOLOGI DAN PSIKOLOGI SASTRA PADA NOVEL
BURUNG-BURUNG MANYAR
KARYA Y. B. MANGUNWIJAYA
Untuk memenuhi tugas UTS
Yang diampu oleh Bapak Muhammad Fatoni Rohman, M.Pd.
Oleh :
Aditya Tri Hari Pamuji
155110700111017
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2016
Abstrak : Novel adalah salah satu bentuk karya sastra. Novel merupakan cerita
fiksi dalam bentuk tulisan dan mempunyai unsur instrinsik dan ekstrinsik. Dalam
sebuah novel, si pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk mengarahkan
pembaca kepada gambaran-gambaran realita kehidupan, nilai nasionalis serta
konflik batin internal melalui cerita yang terkandung dalam novel tersebut. Disini
penulis akan membahas novel “Burung-Burung Manyar”. Novel “BurungBurung Manyar” merupakan novel karya Y.B. Mangunwijaya pada tahun 1981.
Cerita dari novel ini menceritakan tentang seorang “anak kolong” bernama
Setawijaya yang merupakan anak dari seorang Indo-Belanda dari ibunya,
Maurice dan bapak yang menjadi perwira KNIL, Barjabasuki. Karena masa kecil
yang dihabiskannya di lingkungan Belanda, maka perlahan-lahan nilai-nila
nasionalisme pada diri seorang Setawijaya/Teto mulai menghilang.
Kata Kunci : Novel, Burung-Burung Manyar, Belanda,
Pengarang
: Y.B. Mangunwijaya
Judul novel
: Burung-burung Manyar
Pengarang
: Y.B. Mangunwijaya
Tahun terbit
: 1981
Penerbit
: Djambatan
“Untuk anak yang normal, kehidupan brandal anak kolong Inlander jauh
lebih haibat daripada menjadi sinyo Londo1 yang harus pakai sepatu, baju musti
harus putih bersih dan segala macam basa-basi yang membuatnya menjadi
marmut dalam kurungan”. [Burung-Burung Manyar, halaman 4]
Kutipan di atas merupakan narasi yang diucapkan oleh Setadewa atau
dikenal dengan nama panggilan Teto, narator dalam novel Burung-Burung
Manyar karangan Y.B. Mangunwijaya. Burung-Burung Manyar adalah sebuah
roman percintaan berlatar sejarah, yaitu pada masa revolusi Indonesia hingga
masa peralihan saat pendudukan Jepang dan bahkan sampai masa Orde Baru.
Mengangkat tipe cinta yang platonik, adalah dua karakter kuat yang
menggerakkan cerita, yaitu, Setadewa atau dipanggil Teto dengan Den Rara
Larasati atau dipanggil Atik
SINOPSIS
Pada masa pemerintahan KNIL Belanda, kehidupan keluarga Teto
(Setadewa) sangat berkecukupan. Dia dilahirkan dari keluarga terpandang. Segala
kemauannya selalu dituruti oleh kedua orang tuanya. Ayahnya, Letnan
Barjabasuki, adalah salah seorang Letnan tamatan Akademi Militer Breda di
Belanda dan menjabat kepala Garnisun Devisi II di Magelang. Itulah sebabnya,
Teto bebas bergaul dengan orang-orang inlander, anak-anak Belanda ataupun
Indo-Belanda.
Kedua orang tua Teto bukanlah orang biasa. Ayahnya masih keturunan
bangsawan keraton, sedangkan ibunya keturunan Indo-Belanda. Masa kecil Teto
benar-benar berada dalam kejayaan orang tuanya. Itulah sebabnya Teto merasa
sangat bangga pada ayahnya. Dia bercita-cita menjadi tentara KNIL Belanda
seperti ayahnya. Ia beranggapan bahwa dengan bergabung dan mengabdi pada
KNIL Belanda, maka kehidupanya akan menjadi lebih baik. Ia akan disegani,
serta di hormati oleh masyarakat sekitarnya.
Karena masa kecilnya, yaitu zaman tentara KNIL Belanda, Teto hidup
dalam kemewahan, maka ketika Jepang berhasil mengusir tentara KNIL Belanda
dari Indonesia Teto merasa terpukul. Kehidupan keluarganya berubah menjadi
kacau. Ayahnya ditangkap dan disiksa oleh tentara-tentara Jepang. Ia hampir
dibunuh oleh tentara Jepang, kalau saja ibunya tidak menyelamatkanya. Ketika
pimpinan tentara Jepang memberi pilihan pada ibunya untuk menjadi wanita
penghibur pimpinan tentara Jepang atau nyawa suaminya akan melayang, ibu Teto
memutuskan untuk menjadi wanita penghibur demi menyelamatkan nyawa
suaminya. Berkat pengorbanan istrinya itu, Letnan Barjabasuki atau ayah Teto
selamat serta dibebaskan oleh tentara Jepang.
Betapa hancur hati Teto menyaksikan kenyataan itu. Dia merasa gusar dan
sangat dendam kepada tentara Jepang. Perlakuan tentara Jepang terhadap kedua
orang tuanya dan telah menghancurkan rasa gemilang keluarganya melekat terus
dalam hatinya. Dia bertekad untuk membalas semua perlakuan tentara Jepang
tersebut sampai kapanpun.
Tiga tahun kemudian, Jepang hengkang dari Indonesia dan tentara KNIL
dari Belanda datang kembali ke Indonesia dengan berlindung di balik tentara
sekutu. Teto sangat gembira menyambut kedatangan mereka. Dia gembira sebab
cita-citanya menjadi seorang tentara KNIL Belanda dapat menjadi kenyataan. Ia
pun langsung bergabung dengan tentara KNIL. Berkat bantuan seorang mayor
bernama Verbruggen, dia diterima menjadi tentara KNIL.
Betapa bangga hati Teto ketika dia menjadi tentara KNIL Belanda. Dia
bekerja dengan
penuh disiplin. Semua tugas yang dibebankan pimpinannya
kepada pemuda itu selalu dapat diselesaikan dengan baik. Itulah sebabnya ia
sangat di sayang oleh pimpinannya. Hanya dalam waktu dua bulan, dia diangkat
menjadi komandan patroli dengan pangkat Letnan dua.
Lain nasib Teto, lain pula nasib ibunya, Maurice yang mempunyai nasib
yang naas. Kerena tak tahan menanggung penderitaan lahir dan batin, ia
mengalami gangguan jiwa dan menjadi pasien tetap di sebuah rumah sakit jiwa di
Bogor. Sedangkan nasib Letnan Barjabasuki, ayah Teto, tidak jelas. Namun,
menurut informasi Mayor Verbruggen, dia bergabung dengan tentara Republik.
Dengan demikian, dia termasuk buronan tentara KNIL Belanda. Ini berarti bahwa
Letnan Barjabasuki menjadi buronan anaknya sendiri, Letnan dua Teto.
Kejayaan Letnan dua Teto sebagai komandan patroli tentara KNIL
Belanda tidak berjalan lama. Tentara KNIL Belanda makin lama makin lemah.
Perlawanan rakyat Republik Indonesia terhadap gempuran-gempuran mereka
tidak pernah surut. Lama-kelamaan tentara KNIL Belanda menjadi frustasi.
Belanda yang hendak menguasai seluruh wilayah Indonesia akhirnya mengalah
dan memutuskan kembali ke negerinya.
Kekalahan tentara KNIL Belanda membuat hati Teto menjadi ciut. Dia
merasa malu pada dirinya, malu terhadap Larasati wanita yang sangat dicintainya.
Bila Larasati berjuang membela bangsanya sendiri, dia malah membela musuh.
Pada saat itu Larasati mengabdi di depertemen luar negeri. Kerena perasaan
malunya itu, Teto memutuskan untuk keluar dari Indonesia dan berangkat ke
Amerika. Di negara tersebut, dia masuk Universitas Harvard mengambil jurusan
komputer dan mendapat gelar doktor.
Setamat dari Universitas Harvard, Teto bekerja di sebuah perusahaan besar
di Amerika bernama Pacifik Oil Wells Company sebagai tenaga analisis komputer.
Perusahaan Pacifik Oil Wells Company tempat ia bekerja menjalin hubungan
kerja sama dengan pemerintah Indonesia. Selama bekerja di perusahaan itu,
kesejahteraan Teto sangat terjamin. Bahkan, ia kemudian menikah dengan
Barbara, putri salah seorang direktur perusahaan itu. Namun semua itu tidak
membuat hatinya tenang. Dia tidak bahagia hidupnya di negeri orang. Hatinya
terus bergejolak untuk kembali ke tanah air. Dia sangat merindukan orang-orang
yang dicintainya. Dia teringat kepada ibunya. Dia juga rindu pada Larasati,
kekasih yang sangat dicintainya itu. Hasrat Teto kembali ke tanah air semakin
menjadi-jadi ketika dia menemukan kecurangan di perusahaan tempat dia bekerja.
Dia bertekat membuka kecurangan tersebut. Apapun resikonya walaupun harus di
berhentikan dari pekerjaannya.
Akhirnya, Teto benar-benar kembali ke Indonesia setelah ia bercerai
dengan Barbara. Sesampainya di tanah air hatinya gelisah. Perasaannya bergelora
ketika melihat perkembangan Indonesia. Tanah airnya telah mengalami kemajuan
pesat di berbagai bidang. Ia juga mengingat semua kejadian yang pernah
dialaminya. Dia mengingat dirinya yang telah salah langkah dan berjuang
membantu pihak Belanda, dan bukan membantu tanah airnya sendiri. Dia juga
ingat akan kejayaannya semasa ia masih bersama kedua orang tuanya. Dia juga
ingat bagaimana ibunya berkorban demi menyelamatkan nyawa ayahnya.
Dia juga teringat Larasati, kekasih yang sangat dirindukannya. Semua itu
berkecamuk dalam hatinya. Dia merasa malu kepada Larasati dan takut bertemu
dengannya. Namun ia sangat merindukannya. Dua perasaan yang saling
bertentangan berkecamuk dalam dadanya.
Secara diam-diam, Teto menghadiri acara presentasi gelar dokter yang
akan dilakukan Larasati di Jakarta. Selama presentasi tersebut, dia hanya diam dan
bersembunyi di balik orang-orang yang hadir. Setelah selesai membacakan
disertasinya, Larasati mendapat sambutan yang hangat dari semua yang hadir.
Ketika orang-orang berebutan memberi ucapan selamat kepadanya, Teto tidak
berani melakukannya. Padahal, dia sangat ingin menyentuh tangan kekasaihnya
itu. Perasaan malu dan bersalah dalam dirinya semakin memuncak saat dia
mendengar disertasi yang dibacakan Larasati. Disertasi itu membahas tentang
burung-burung manyar dan tingkah lakunya. Dia begitu malu sebab tingkah laku
burung-burung manyar itu persis seperti tingkah laku dirinya.
Walaupun Teto berusaha keras untuk tidak menemui Larasati, namun nasib
berkehendak lain karena keesokan harinya, Larasati dan suaminya datang ke
rumahnya. Betapa terkejutnya Teto melihat kedatangan mereka, hatinya berdebardebar ketika bertatapan mata dengan wanita yang sangat dicintainya itu.
Sebenarnya, Larasati pun memiliki perasaan yang sama. Bagaimanapun dia
pernah menaruh hati kepada Teto ketika mereka masih remaja. Teto menyadari
bahwa ia pun masih mencintai Larasati. Namun, Larasati kini telah menjadi milik
Janakatamsi, anak seorang Direktur Rumah Sakit Jiwa Keramat. Di rumah sakit
itulah, ibunya dirawat sampai akhir hayatnya.
Janakatamsi memahami bahwa antara istrinya dan Teto terdapat kisah
tertentu. Dengan bijaknya, dia menawarkan kepada Teto untuk menjadi kakaknya.
Mendengar ajakan tersebut, hati Teto menjadi terharu dan dia pun menerimanya.
Atas ajakan Janakatamsi, Teto mengunjungi rumah ibu Antana, ibunya
Atik di Bogor. Kedatangan Teto di sambut hangat oleh ibu Antana. Ia memang
sudah mengenalnya sebab sejak kecil keluarga Atik telah bersahabat dengan
keluarga Teto. Kedua keluarga itu sering saling mengunjungi.
Ketika diberi tahukan tentang kecurangan perusahaan tempat Teto bekerja,
Janakatamsi mendukung niat Teto untuk membongkar kasus kecurangan yang
terjadi dalam perusahaan Pacifik Oil Wells Company. Atas bantuannya pula Teto
berhasil membongkar kecurangan keuangan yang dilakukan perusahaan asing
tersebut walaupun kemudian dia diberhentikan dari perusahaan itu.
Belum habis kesedihan Teto akibat pemutusan hubungan kerja tersebut, datang
lagi kesedihan baru. Larasati dan suaminya meninggal dunia karena kecelakaan
pesawat sewaktu berangkat ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Pesawat
mereka jatuh di Colombo. Demi membalas kebaikan yang telah diberikan Atik
dan suaminya, Teto memutuskan untuk mengasuh ketiga anak Atik. Dia berjanji
untuk menjaga dan mendidik mereka menjadi anak yang berbakti pada bangsa dan
negara.
Analisis Struktural
Sebuah karya sastra memiliki struktur yang terdiri atas unsur-unsur yang
saling berhubungan satu dengan yang lain. Unsur-unsur karya sastra tersebut
membentuk suatu keutuhan, kebulatan dan harmoni. Analisis struktural
mengungkapkan hubungan fungsional antar unsur-unsur karya sastra tersebut
dalam membangun totalitas makna. Jadi, bukan hanya sekedar memaparkan unsur
demi unsur yang terlepas-lepas, karena unsur-unsur tersebut merupakan suatu
kesatuan yang bulat dan utuh.
1.
Tema
Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam
pengalaman manusia, sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat.
(Stanton, 2007: 36). Untuk menemukan tema sebuah karya fiksi, harus
disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian
tertentu. Dalam novel “Burung-burung Manyar” ini, tema yang diangkat
mengenai Kisah seorang manusia yang selalu merasa gagal dalam mencapai jati
dirinya sendiri karena trauma sejarah masa lalu yang rumit.
2.
Fakta Cerita
Menurut Stanton (2007) fakta cerita merupakan alur, penokohan, dan latar.
Elemen-elemen ini berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah
cerita.
a.
Alur (Plot)
Alur merupakan rangkain peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Dalam
novel “Burung-burung Manyar” yaitu menggunakan alur maju, dimana setiap
kejadian selalu bergerak maju sesuai dengan perputaran waktu.
1) Tahap Perkenalan
Teto yang sudah terbiasa dalam kehidupan yang berkecukupan, dihormati
bebas bergaul dengan orang-orang Inlander, berhamburan kasih sayang kedua
orang tua. Teto adalah anak tunggal kehidupannya sangat berbahagia dan makmur.
Ayahnya tamatan Akademi di Belanda dan ibunya seorang Indo-Belanda. Ayahnya
Teto adalah seorang kepala Garnisun II dengan pangkat Letnan, keluarga Teto
sangat dihormati dan kemewahan dalam kehidupannya.
2) Tahap Munculnya Konflik
Letnam Barjabuki menjadi buronan Jepang, nasibnya di ujung tanduk.
Nasib ayahnya Teto tergantung pada istrinya yang bernama Muricce, yang oleh
Jepang dipaksa harus memilih sebagai gundik Jepang, maka nyawa suaminya
selamat dan apabila tidak bersedia menjadi gundik tentara Jepang, maka nyawa
suaminya melayang. Letnan Barjabasuki selamat, sebab istrinya memilih menjadi
gundik tentara Kompetai Jepang.
3) Tahap Penyelesaian Konflik
Teto mengalami tekanan batin, dia memutuskan meninggalkan Indonesia
dan berangkat ke Amerika. Teto masuk universitas Harvard jurusan komputer,
Teto lulus dari Harvard sebagai pakar komputer dengan gelar dokter dan bekerja
di perusahaan Pasific Oil Wells Company yang kebetulan bekerjasama dengan
Indonesia. Tak lama kemudian Teto menikah dengan salah seorang Direktur yang
bernama Barbara.
4) Tahap Penyelesaian
Setelah mengalami nasib tragis, yaitu dipecat dari perusahaan Pasific Oil
Wells Company, nasib tragis dan kesedihan bertambah lagi. Ketika Atik dan
suaminya naik haji berkat bantuan dana dari Teto juga. Pesawat yang
ditumpanginya mengalami musibah di Colombo, sehingga Atik dan suaminya
meninggal dunia.
b.
Penokohan
Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang
ditampilkan dalam sebuah cerita. Tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel
“Burung-burung Manyar” ini adalah:
Teto
: Seorang pemuda modern dan berpendidikan tinggi di bidang
komputer tamatan universitas Harvard dengan gelar dokter. Teto nama sebenarnya
Setadewa, yang terlahir dengan penuh kebahagiaan dan kemakmuran materi
karena lahir sebagai anak tunggal seorang letnan yang bernama Barja Basuki yang
bertugas di Garnisun II dimana Pemerintahan KNIL Belanda, ayahnya Teto
tamatan Akademi Breda di Belanda dan ibunya seorang Indo-Belanda.
Larasati
: Seorang perempuan modern yang baik hati dan berpendidikan
luas. Ia adalah teman masa kecil Teto dan sekaligus kekasihnya Teto. Selama
hidupnya dia selalu mengabdi kepada Nusa dan Bangsa Indonesia dengan
berkarier di Direktri Jendral Luar Negeri dan Terakhir sebagai Kepala Direktorat
Pelestarian Alam. Larasati seorang ibu rumah tangga yang baik dan intelektual.
Dia mempunyai tiga orang anak hasil perkawinan dengan seorang pemuda
bernama Janakatamsi.
Janakatamsi : Seorang pemuda modern dan kaya serta berpengetahuan luas pula.
Ia seorang Direktur Rumah Sakit Jiwa Kramat dan dia adalah seorang suami yang
baik, dia suami Larasati.
Banjabasuki : Seorang letnan tamatan Akademik Breda Belanda Gunisum II
semasa Pemerintahan KNIL Belana. Dia seorang Indonesia turunan darah biru
(Keraton) setelah Indonesia merdeka, dia bergabung dengan Tentara Revolusi
(Tentara Republik Indonesia). Dia adalah ayah kandung Teto.
Ibu Teto
: Merupakan istri Banjabasuki, seorang perempuan Indo-Belanda
korban keadaan pahit. Akibat tak sanggup menanggung penderitaan batin dan
pisik akhirnya menjadi gila dan masuk ke dalam perawatan rumah sakit gila.
Verbruggen : Seorang pimpinan tentara Belanda (KNIL) sewaktu agresi II.
Mayor inilah yang menolong Teto untuk bisa masuk ke Batalyon Tentara KNIL
Antana
: Seorang ibu yang baik, dia adalah ibu kandung Atik, nama
panggilan Larasati.
Barbara
: Istri Teto, anak Direktur Pasific Oil Wells Company
Maurice
: Ibu Teto
c.
Latar (Setting)
Latar merupakan lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam
cerita. Semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang
berlangsung. Latar dapat berwujud dekor. Latar juga dapat berwujud waktu-waktu
tertentu.
1) Tempat
Indonesia (Jakarta, Bogor)
2) Waktu
a) Masa Belanda
b) Masa Jepang
c) Masa Kemerdekaan
3) Sosial
Teto membahas segala kebaikan yang telah diberikan oleh keluarga Atik
dan Suaminya itu sekaligus demi cintanya sama Atik serta demi membalas segala
kesalahannya kepada negaranya. Teto dengan penuh ikhlas mengangkat ketiga
orang anak hasil perkawinan Atik dengan Janakatamsi sebagai anaknya sendiri
dan berjanji akan menjaga dan memelihara dengan baik. Supaya menjadi anak
yang berguna bagi nusa dan bangsa.
Sarana Sastra
a.
Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan
pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai
peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.
Cerita pada novel ini berpusat pada Teto, sehingga mayoritas ceritanya berkitarkitar pada kehidupan privat Teto dan pergumulan batinnya. Di beberapa bagian
cerita, Atik memang diceritakan, akan tetapi naratornya bukan orang pertama,
melainkan orang ketiga. Sejak awal cerita, Mangunwijaya langsung mengajak
pembaca untuk berdialog.
Tokoh Teto atau Satadewa dipandang sebagai pemuda yang gagal dalam
hidupnya. Ia dianggap sebagai sosok yang sikapnya sesuai dengan burung-burung
manyar. Ia lebih mengutamakan kepentingan bangsa Belanda dibanding dengan
bangsanya sendiri, bahkan ia ikut serta dalam pemberontakan terhadap tentara
Republik.
Tokoh Larasati adalah seorang wanita yang berpendidikan tinggi. Ia adalah
seorang yang setia terhadap Nusa Bangsanya sendiri. Dalam hidupnya ia
pergunakan untuk mengabdi terhadap Tanah Airnya.
b.
Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Meski
dua orang pengarang memakai alur. Karakter dan latar yang sama, hasil tulisan
keduanya bias sangat berbeda. Perbedaan tersebut secara umum terletak pada
bahasa dan penyebar dalam berbagai aspek seperti kerumitan, ritme, panjangpendek kalimat, detail, humor, kekonkretan, dan banyaknya imaji dan metafora.
Dalam novel “Burung-burung Manyar”, pengarang menggunakan bahasa gaul
atau bukan bahasa baku.
ANALISIS SOSIOLOGI DAN PRIKOLOGI SASTRA DALAM NOVEL
BURUNG-BURUNG MANYAR
1.
Analisis Sosiologi Sastra
Kehidupan yang serba kecukupan dan kasih sayang yang diberikan oleh
kedua orangtua Teto semasa pemerintahan KNIL Belanda. Masa kejayaan Teto
yang kemudian diangkat menjadi seorang komandan yang berdedikasi tinggi,
sehingga disayangi oleh atasan-atasan Belanda.
2.
Analisis Makna Psikologis
Teto harus menerima kenyataan pahit yang menimpa keluarganya, hatinya
penuh dendam terhadap perlakuan Jepang terhadap kedua orang tuanya, karena
masa gemilang yang pernah dinikmati di masa pemerintahan KNIL Belanda maka
dengan penuh rasa dendam sekaligus bangga pada KNIL Teto berusaha keras
hendak masuk KNIL seperti ayahnya dulu.
Teto memang sudah didasari oleh motivasi yang kuat dan sekaligus
kerjanya yang kelas dan disiplin. Sehingga pada waktu dua bulan saja Teto sudah
diangkat menjadi seorang salah seorang komandan yang berdedikasi tinggi.
Ibunya Teto dikabarkan menjadi penghuni tetap sebuah rumah sakit jiwa.
Hal ini disebabkan karena tak sanggup lagi menahan beban batin menjadi gundik
kompetensi di masa pendudukan Jepang demu menyelamatkan nyawa suaminya.
Demi membalas segala kebaikan yang telah diberikan dari keluarga Atik
dan suaminya dan sekaligus demi cintanya sama Atik serta demi cintanya kepada
negaranya. Tetp dengan penuh ikhlas mengangkat ketiga orang anak hasil
perkawinan Atik dengan Janakatamsi sebagai anaknya sendiri dan berjanji akan
menjaga dan memeliharanya dengan baik supaya menjadi anak yang berguna bagi
nusa dan bangsa.
PENUTUP
Novel Burung-Burung Manyar ini lebih menuju ke realitas sosial dan
konflik internal serta pemusatan alur cerita pada diri Sutawijaya dalam
menghadapi trauma masa lalunya.Dengan melakukan analisis sosiologi sastra dan
psikologi sastra pada novel ini, maka dapat ditemukan korelasi dan keterkaitan
antara kehidupan sosial Teto sejak kecil hingga mempengaruhi setiap pilihanpilihan dia di masa mendatang. Tanpa mendiskreditkan sosok sentral pada tokoh
Larasati, tokoh Atik-lah yang perlahan mampu menyadarkan pola fikir Teto
dengan rasa cinta. Novel ini juga merupakan salah satu gebrakan dalam dunia
literasi Indonesia yang dilakukan oleh Romo Mangun, yaitu menghadirkan sebuah
kisah klasik namun dengan akhir cerita yang sangat tidak diduga oleh para
pembaca.
DAFTAR RUJUKAN
Mangunwijaya,Y.B. 2014. Burung-Burung Manyar. Jakarta: Penerbit Kompas.
Teeuw,Andries. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Minderop,Albertine. 2010. Psikologi Sastra: Karya, Metode, Teori, dan Contoh
Kasus. Jakarta: Yayasan Pustaka Jaya
BURUNG-BURUNG MANYAR
KARYA Y. B. MANGUNWIJAYA
Untuk memenuhi tugas UTS
Yang diampu oleh Bapak Muhammad Fatoni Rohman, M.Pd.
Oleh :
Aditya Tri Hari Pamuji
155110700111017
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2016
Abstrak : Novel adalah salah satu bentuk karya sastra. Novel merupakan cerita
fiksi dalam bentuk tulisan dan mempunyai unsur instrinsik dan ekstrinsik. Dalam
sebuah novel, si pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk mengarahkan
pembaca kepada gambaran-gambaran realita kehidupan, nilai nasionalis serta
konflik batin internal melalui cerita yang terkandung dalam novel tersebut. Disini
penulis akan membahas novel “Burung-Burung Manyar”. Novel “BurungBurung Manyar” merupakan novel karya Y.B. Mangunwijaya pada tahun 1981.
Cerita dari novel ini menceritakan tentang seorang “anak kolong” bernama
Setawijaya yang merupakan anak dari seorang Indo-Belanda dari ibunya,
Maurice dan bapak yang menjadi perwira KNIL, Barjabasuki. Karena masa kecil
yang dihabiskannya di lingkungan Belanda, maka perlahan-lahan nilai-nila
nasionalisme pada diri seorang Setawijaya/Teto mulai menghilang.
Kata Kunci : Novel, Burung-Burung Manyar, Belanda,
Pengarang
: Y.B. Mangunwijaya
Judul novel
: Burung-burung Manyar
Pengarang
: Y.B. Mangunwijaya
Tahun terbit
: 1981
Penerbit
: Djambatan
“Untuk anak yang normal, kehidupan brandal anak kolong Inlander jauh
lebih haibat daripada menjadi sinyo Londo1 yang harus pakai sepatu, baju musti
harus putih bersih dan segala macam basa-basi yang membuatnya menjadi
marmut dalam kurungan”. [Burung-Burung Manyar, halaman 4]
Kutipan di atas merupakan narasi yang diucapkan oleh Setadewa atau
dikenal dengan nama panggilan Teto, narator dalam novel Burung-Burung
Manyar karangan Y.B. Mangunwijaya. Burung-Burung Manyar adalah sebuah
roman percintaan berlatar sejarah, yaitu pada masa revolusi Indonesia hingga
masa peralihan saat pendudukan Jepang dan bahkan sampai masa Orde Baru.
Mengangkat tipe cinta yang platonik, adalah dua karakter kuat yang
menggerakkan cerita, yaitu, Setadewa atau dipanggil Teto dengan Den Rara
Larasati atau dipanggil Atik
SINOPSIS
Pada masa pemerintahan KNIL Belanda, kehidupan keluarga Teto
(Setadewa) sangat berkecukupan. Dia dilahirkan dari keluarga terpandang. Segala
kemauannya selalu dituruti oleh kedua orang tuanya. Ayahnya, Letnan
Barjabasuki, adalah salah seorang Letnan tamatan Akademi Militer Breda di
Belanda dan menjabat kepala Garnisun Devisi II di Magelang. Itulah sebabnya,
Teto bebas bergaul dengan orang-orang inlander, anak-anak Belanda ataupun
Indo-Belanda.
Kedua orang tua Teto bukanlah orang biasa. Ayahnya masih keturunan
bangsawan keraton, sedangkan ibunya keturunan Indo-Belanda. Masa kecil Teto
benar-benar berada dalam kejayaan orang tuanya. Itulah sebabnya Teto merasa
sangat bangga pada ayahnya. Dia bercita-cita menjadi tentara KNIL Belanda
seperti ayahnya. Ia beranggapan bahwa dengan bergabung dan mengabdi pada
KNIL Belanda, maka kehidupanya akan menjadi lebih baik. Ia akan disegani,
serta di hormati oleh masyarakat sekitarnya.
Karena masa kecilnya, yaitu zaman tentara KNIL Belanda, Teto hidup
dalam kemewahan, maka ketika Jepang berhasil mengusir tentara KNIL Belanda
dari Indonesia Teto merasa terpukul. Kehidupan keluarganya berubah menjadi
kacau. Ayahnya ditangkap dan disiksa oleh tentara-tentara Jepang. Ia hampir
dibunuh oleh tentara Jepang, kalau saja ibunya tidak menyelamatkanya. Ketika
pimpinan tentara Jepang memberi pilihan pada ibunya untuk menjadi wanita
penghibur pimpinan tentara Jepang atau nyawa suaminya akan melayang, ibu Teto
memutuskan untuk menjadi wanita penghibur demi menyelamatkan nyawa
suaminya. Berkat pengorbanan istrinya itu, Letnan Barjabasuki atau ayah Teto
selamat serta dibebaskan oleh tentara Jepang.
Betapa hancur hati Teto menyaksikan kenyataan itu. Dia merasa gusar dan
sangat dendam kepada tentara Jepang. Perlakuan tentara Jepang terhadap kedua
orang tuanya dan telah menghancurkan rasa gemilang keluarganya melekat terus
dalam hatinya. Dia bertekad untuk membalas semua perlakuan tentara Jepang
tersebut sampai kapanpun.
Tiga tahun kemudian, Jepang hengkang dari Indonesia dan tentara KNIL
dari Belanda datang kembali ke Indonesia dengan berlindung di balik tentara
sekutu. Teto sangat gembira menyambut kedatangan mereka. Dia gembira sebab
cita-citanya menjadi seorang tentara KNIL Belanda dapat menjadi kenyataan. Ia
pun langsung bergabung dengan tentara KNIL. Berkat bantuan seorang mayor
bernama Verbruggen, dia diterima menjadi tentara KNIL.
Betapa bangga hati Teto ketika dia menjadi tentara KNIL Belanda. Dia
bekerja dengan
penuh disiplin. Semua tugas yang dibebankan pimpinannya
kepada pemuda itu selalu dapat diselesaikan dengan baik. Itulah sebabnya ia
sangat di sayang oleh pimpinannya. Hanya dalam waktu dua bulan, dia diangkat
menjadi komandan patroli dengan pangkat Letnan dua.
Lain nasib Teto, lain pula nasib ibunya, Maurice yang mempunyai nasib
yang naas. Kerena tak tahan menanggung penderitaan lahir dan batin, ia
mengalami gangguan jiwa dan menjadi pasien tetap di sebuah rumah sakit jiwa di
Bogor. Sedangkan nasib Letnan Barjabasuki, ayah Teto, tidak jelas. Namun,
menurut informasi Mayor Verbruggen, dia bergabung dengan tentara Republik.
Dengan demikian, dia termasuk buronan tentara KNIL Belanda. Ini berarti bahwa
Letnan Barjabasuki menjadi buronan anaknya sendiri, Letnan dua Teto.
Kejayaan Letnan dua Teto sebagai komandan patroli tentara KNIL
Belanda tidak berjalan lama. Tentara KNIL Belanda makin lama makin lemah.
Perlawanan rakyat Republik Indonesia terhadap gempuran-gempuran mereka
tidak pernah surut. Lama-kelamaan tentara KNIL Belanda menjadi frustasi.
Belanda yang hendak menguasai seluruh wilayah Indonesia akhirnya mengalah
dan memutuskan kembali ke negerinya.
Kekalahan tentara KNIL Belanda membuat hati Teto menjadi ciut. Dia
merasa malu pada dirinya, malu terhadap Larasati wanita yang sangat dicintainya.
Bila Larasati berjuang membela bangsanya sendiri, dia malah membela musuh.
Pada saat itu Larasati mengabdi di depertemen luar negeri. Kerena perasaan
malunya itu, Teto memutuskan untuk keluar dari Indonesia dan berangkat ke
Amerika. Di negara tersebut, dia masuk Universitas Harvard mengambil jurusan
komputer dan mendapat gelar doktor.
Setamat dari Universitas Harvard, Teto bekerja di sebuah perusahaan besar
di Amerika bernama Pacifik Oil Wells Company sebagai tenaga analisis komputer.
Perusahaan Pacifik Oil Wells Company tempat ia bekerja menjalin hubungan
kerja sama dengan pemerintah Indonesia. Selama bekerja di perusahaan itu,
kesejahteraan Teto sangat terjamin. Bahkan, ia kemudian menikah dengan
Barbara, putri salah seorang direktur perusahaan itu. Namun semua itu tidak
membuat hatinya tenang. Dia tidak bahagia hidupnya di negeri orang. Hatinya
terus bergejolak untuk kembali ke tanah air. Dia sangat merindukan orang-orang
yang dicintainya. Dia teringat kepada ibunya. Dia juga rindu pada Larasati,
kekasih yang sangat dicintainya itu. Hasrat Teto kembali ke tanah air semakin
menjadi-jadi ketika dia menemukan kecurangan di perusahaan tempat dia bekerja.
Dia bertekat membuka kecurangan tersebut. Apapun resikonya walaupun harus di
berhentikan dari pekerjaannya.
Akhirnya, Teto benar-benar kembali ke Indonesia setelah ia bercerai
dengan Barbara. Sesampainya di tanah air hatinya gelisah. Perasaannya bergelora
ketika melihat perkembangan Indonesia. Tanah airnya telah mengalami kemajuan
pesat di berbagai bidang. Ia juga mengingat semua kejadian yang pernah
dialaminya. Dia mengingat dirinya yang telah salah langkah dan berjuang
membantu pihak Belanda, dan bukan membantu tanah airnya sendiri. Dia juga
ingat akan kejayaannya semasa ia masih bersama kedua orang tuanya. Dia juga
ingat bagaimana ibunya berkorban demi menyelamatkan nyawa ayahnya.
Dia juga teringat Larasati, kekasih yang sangat dirindukannya. Semua itu
berkecamuk dalam hatinya. Dia merasa malu kepada Larasati dan takut bertemu
dengannya. Namun ia sangat merindukannya. Dua perasaan yang saling
bertentangan berkecamuk dalam dadanya.
Secara diam-diam, Teto menghadiri acara presentasi gelar dokter yang
akan dilakukan Larasati di Jakarta. Selama presentasi tersebut, dia hanya diam dan
bersembunyi di balik orang-orang yang hadir. Setelah selesai membacakan
disertasinya, Larasati mendapat sambutan yang hangat dari semua yang hadir.
Ketika orang-orang berebutan memberi ucapan selamat kepadanya, Teto tidak
berani melakukannya. Padahal, dia sangat ingin menyentuh tangan kekasaihnya
itu. Perasaan malu dan bersalah dalam dirinya semakin memuncak saat dia
mendengar disertasi yang dibacakan Larasati. Disertasi itu membahas tentang
burung-burung manyar dan tingkah lakunya. Dia begitu malu sebab tingkah laku
burung-burung manyar itu persis seperti tingkah laku dirinya.
Walaupun Teto berusaha keras untuk tidak menemui Larasati, namun nasib
berkehendak lain karena keesokan harinya, Larasati dan suaminya datang ke
rumahnya. Betapa terkejutnya Teto melihat kedatangan mereka, hatinya berdebardebar ketika bertatapan mata dengan wanita yang sangat dicintainya itu.
Sebenarnya, Larasati pun memiliki perasaan yang sama. Bagaimanapun dia
pernah menaruh hati kepada Teto ketika mereka masih remaja. Teto menyadari
bahwa ia pun masih mencintai Larasati. Namun, Larasati kini telah menjadi milik
Janakatamsi, anak seorang Direktur Rumah Sakit Jiwa Keramat. Di rumah sakit
itulah, ibunya dirawat sampai akhir hayatnya.
Janakatamsi memahami bahwa antara istrinya dan Teto terdapat kisah
tertentu. Dengan bijaknya, dia menawarkan kepada Teto untuk menjadi kakaknya.
Mendengar ajakan tersebut, hati Teto menjadi terharu dan dia pun menerimanya.
Atas ajakan Janakatamsi, Teto mengunjungi rumah ibu Antana, ibunya
Atik di Bogor. Kedatangan Teto di sambut hangat oleh ibu Antana. Ia memang
sudah mengenalnya sebab sejak kecil keluarga Atik telah bersahabat dengan
keluarga Teto. Kedua keluarga itu sering saling mengunjungi.
Ketika diberi tahukan tentang kecurangan perusahaan tempat Teto bekerja,
Janakatamsi mendukung niat Teto untuk membongkar kasus kecurangan yang
terjadi dalam perusahaan Pacifik Oil Wells Company. Atas bantuannya pula Teto
berhasil membongkar kecurangan keuangan yang dilakukan perusahaan asing
tersebut walaupun kemudian dia diberhentikan dari perusahaan itu.
Belum habis kesedihan Teto akibat pemutusan hubungan kerja tersebut, datang
lagi kesedihan baru. Larasati dan suaminya meninggal dunia karena kecelakaan
pesawat sewaktu berangkat ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Pesawat
mereka jatuh di Colombo. Demi membalas kebaikan yang telah diberikan Atik
dan suaminya, Teto memutuskan untuk mengasuh ketiga anak Atik. Dia berjanji
untuk menjaga dan mendidik mereka menjadi anak yang berbakti pada bangsa dan
negara.
Analisis Struktural
Sebuah karya sastra memiliki struktur yang terdiri atas unsur-unsur yang
saling berhubungan satu dengan yang lain. Unsur-unsur karya sastra tersebut
membentuk suatu keutuhan, kebulatan dan harmoni. Analisis struktural
mengungkapkan hubungan fungsional antar unsur-unsur karya sastra tersebut
dalam membangun totalitas makna. Jadi, bukan hanya sekedar memaparkan unsur
demi unsur yang terlepas-lepas, karena unsur-unsur tersebut merupakan suatu
kesatuan yang bulat dan utuh.
1.
Tema
Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam
pengalaman manusia, sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat.
(Stanton, 2007: 36). Untuk menemukan tema sebuah karya fiksi, harus
disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian
tertentu. Dalam novel “Burung-burung Manyar” ini, tema yang diangkat
mengenai Kisah seorang manusia yang selalu merasa gagal dalam mencapai jati
dirinya sendiri karena trauma sejarah masa lalu yang rumit.
2.
Fakta Cerita
Menurut Stanton (2007) fakta cerita merupakan alur, penokohan, dan latar.
Elemen-elemen ini berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah
cerita.
a.
Alur (Plot)
Alur merupakan rangkain peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Dalam
novel “Burung-burung Manyar” yaitu menggunakan alur maju, dimana setiap
kejadian selalu bergerak maju sesuai dengan perputaran waktu.
1) Tahap Perkenalan
Teto yang sudah terbiasa dalam kehidupan yang berkecukupan, dihormati
bebas bergaul dengan orang-orang Inlander, berhamburan kasih sayang kedua
orang tua. Teto adalah anak tunggal kehidupannya sangat berbahagia dan makmur.
Ayahnya tamatan Akademi di Belanda dan ibunya seorang Indo-Belanda. Ayahnya
Teto adalah seorang kepala Garnisun II dengan pangkat Letnan, keluarga Teto
sangat dihormati dan kemewahan dalam kehidupannya.
2) Tahap Munculnya Konflik
Letnam Barjabuki menjadi buronan Jepang, nasibnya di ujung tanduk.
Nasib ayahnya Teto tergantung pada istrinya yang bernama Muricce, yang oleh
Jepang dipaksa harus memilih sebagai gundik Jepang, maka nyawa suaminya
selamat dan apabila tidak bersedia menjadi gundik tentara Jepang, maka nyawa
suaminya melayang. Letnan Barjabasuki selamat, sebab istrinya memilih menjadi
gundik tentara Kompetai Jepang.
3) Tahap Penyelesaian Konflik
Teto mengalami tekanan batin, dia memutuskan meninggalkan Indonesia
dan berangkat ke Amerika. Teto masuk universitas Harvard jurusan komputer,
Teto lulus dari Harvard sebagai pakar komputer dengan gelar dokter dan bekerja
di perusahaan Pasific Oil Wells Company yang kebetulan bekerjasama dengan
Indonesia. Tak lama kemudian Teto menikah dengan salah seorang Direktur yang
bernama Barbara.
4) Tahap Penyelesaian
Setelah mengalami nasib tragis, yaitu dipecat dari perusahaan Pasific Oil
Wells Company, nasib tragis dan kesedihan bertambah lagi. Ketika Atik dan
suaminya naik haji berkat bantuan dana dari Teto juga. Pesawat yang
ditumpanginya mengalami musibah di Colombo, sehingga Atik dan suaminya
meninggal dunia.
b.
Penokohan
Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang
ditampilkan dalam sebuah cerita. Tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel
“Burung-burung Manyar” ini adalah:
Teto
: Seorang pemuda modern dan berpendidikan tinggi di bidang
komputer tamatan universitas Harvard dengan gelar dokter. Teto nama sebenarnya
Setadewa, yang terlahir dengan penuh kebahagiaan dan kemakmuran materi
karena lahir sebagai anak tunggal seorang letnan yang bernama Barja Basuki yang
bertugas di Garnisun II dimana Pemerintahan KNIL Belanda, ayahnya Teto
tamatan Akademi Breda di Belanda dan ibunya seorang Indo-Belanda.
Larasati
: Seorang perempuan modern yang baik hati dan berpendidikan
luas. Ia adalah teman masa kecil Teto dan sekaligus kekasihnya Teto. Selama
hidupnya dia selalu mengabdi kepada Nusa dan Bangsa Indonesia dengan
berkarier di Direktri Jendral Luar Negeri dan Terakhir sebagai Kepala Direktorat
Pelestarian Alam. Larasati seorang ibu rumah tangga yang baik dan intelektual.
Dia mempunyai tiga orang anak hasil perkawinan dengan seorang pemuda
bernama Janakatamsi.
Janakatamsi : Seorang pemuda modern dan kaya serta berpengetahuan luas pula.
Ia seorang Direktur Rumah Sakit Jiwa Kramat dan dia adalah seorang suami yang
baik, dia suami Larasati.
Banjabasuki : Seorang letnan tamatan Akademik Breda Belanda Gunisum II
semasa Pemerintahan KNIL Belana. Dia seorang Indonesia turunan darah biru
(Keraton) setelah Indonesia merdeka, dia bergabung dengan Tentara Revolusi
(Tentara Republik Indonesia). Dia adalah ayah kandung Teto.
Ibu Teto
: Merupakan istri Banjabasuki, seorang perempuan Indo-Belanda
korban keadaan pahit. Akibat tak sanggup menanggung penderitaan batin dan
pisik akhirnya menjadi gila dan masuk ke dalam perawatan rumah sakit gila.
Verbruggen : Seorang pimpinan tentara Belanda (KNIL) sewaktu agresi II.
Mayor inilah yang menolong Teto untuk bisa masuk ke Batalyon Tentara KNIL
Antana
: Seorang ibu yang baik, dia adalah ibu kandung Atik, nama
panggilan Larasati.
Barbara
: Istri Teto, anak Direktur Pasific Oil Wells Company
Maurice
: Ibu Teto
c.
Latar (Setting)
Latar merupakan lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam
cerita. Semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang
berlangsung. Latar dapat berwujud dekor. Latar juga dapat berwujud waktu-waktu
tertentu.
1) Tempat
Indonesia (Jakarta, Bogor)
2) Waktu
a) Masa Belanda
b) Masa Jepang
c) Masa Kemerdekaan
3) Sosial
Teto membahas segala kebaikan yang telah diberikan oleh keluarga Atik
dan Suaminya itu sekaligus demi cintanya sama Atik serta demi membalas segala
kesalahannya kepada negaranya. Teto dengan penuh ikhlas mengangkat ketiga
orang anak hasil perkawinan Atik dengan Janakatamsi sebagai anaknya sendiri
dan berjanji akan menjaga dan memelihara dengan baik. Supaya menjadi anak
yang berguna bagi nusa dan bangsa.
Sarana Sastra
a.
Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan
pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai
peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.
Cerita pada novel ini berpusat pada Teto, sehingga mayoritas ceritanya berkitarkitar pada kehidupan privat Teto dan pergumulan batinnya. Di beberapa bagian
cerita, Atik memang diceritakan, akan tetapi naratornya bukan orang pertama,
melainkan orang ketiga. Sejak awal cerita, Mangunwijaya langsung mengajak
pembaca untuk berdialog.
Tokoh Teto atau Satadewa dipandang sebagai pemuda yang gagal dalam
hidupnya. Ia dianggap sebagai sosok yang sikapnya sesuai dengan burung-burung
manyar. Ia lebih mengutamakan kepentingan bangsa Belanda dibanding dengan
bangsanya sendiri, bahkan ia ikut serta dalam pemberontakan terhadap tentara
Republik.
Tokoh Larasati adalah seorang wanita yang berpendidikan tinggi. Ia adalah
seorang yang setia terhadap Nusa Bangsanya sendiri. Dalam hidupnya ia
pergunakan untuk mengabdi terhadap Tanah Airnya.
b.
Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Meski
dua orang pengarang memakai alur. Karakter dan latar yang sama, hasil tulisan
keduanya bias sangat berbeda. Perbedaan tersebut secara umum terletak pada
bahasa dan penyebar dalam berbagai aspek seperti kerumitan, ritme, panjangpendek kalimat, detail, humor, kekonkretan, dan banyaknya imaji dan metafora.
Dalam novel “Burung-burung Manyar”, pengarang menggunakan bahasa gaul
atau bukan bahasa baku.
ANALISIS SOSIOLOGI DAN PRIKOLOGI SASTRA DALAM NOVEL
BURUNG-BURUNG MANYAR
1.
Analisis Sosiologi Sastra
Kehidupan yang serba kecukupan dan kasih sayang yang diberikan oleh
kedua orangtua Teto semasa pemerintahan KNIL Belanda. Masa kejayaan Teto
yang kemudian diangkat menjadi seorang komandan yang berdedikasi tinggi,
sehingga disayangi oleh atasan-atasan Belanda.
2.
Analisis Makna Psikologis
Teto harus menerima kenyataan pahit yang menimpa keluarganya, hatinya
penuh dendam terhadap perlakuan Jepang terhadap kedua orang tuanya, karena
masa gemilang yang pernah dinikmati di masa pemerintahan KNIL Belanda maka
dengan penuh rasa dendam sekaligus bangga pada KNIL Teto berusaha keras
hendak masuk KNIL seperti ayahnya dulu.
Teto memang sudah didasari oleh motivasi yang kuat dan sekaligus
kerjanya yang kelas dan disiplin. Sehingga pada waktu dua bulan saja Teto sudah
diangkat menjadi seorang salah seorang komandan yang berdedikasi tinggi.
Ibunya Teto dikabarkan menjadi penghuni tetap sebuah rumah sakit jiwa.
Hal ini disebabkan karena tak sanggup lagi menahan beban batin menjadi gundik
kompetensi di masa pendudukan Jepang demu menyelamatkan nyawa suaminya.
Demi membalas segala kebaikan yang telah diberikan dari keluarga Atik
dan suaminya dan sekaligus demi cintanya sama Atik serta demi cintanya kepada
negaranya. Tetp dengan penuh ikhlas mengangkat ketiga orang anak hasil
perkawinan Atik dengan Janakatamsi sebagai anaknya sendiri dan berjanji akan
menjaga dan memeliharanya dengan baik supaya menjadi anak yang berguna bagi
nusa dan bangsa.
PENUTUP
Novel Burung-Burung Manyar ini lebih menuju ke realitas sosial dan
konflik internal serta pemusatan alur cerita pada diri Sutawijaya dalam
menghadapi trauma masa lalunya.Dengan melakukan analisis sosiologi sastra dan
psikologi sastra pada novel ini, maka dapat ditemukan korelasi dan keterkaitan
antara kehidupan sosial Teto sejak kecil hingga mempengaruhi setiap pilihanpilihan dia di masa mendatang. Tanpa mendiskreditkan sosok sentral pada tokoh
Larasati, tokoh Atik-lah yang perlahan mampu menyadarkan pola fikir Teto
dengan rasa cinta. Novel ini juga merupakan salah satu gebrakan dalam dunia
literasi Indonesia yang dilakukan oleh Romo Mangun, yaitu menghadirkan sebuah
kisah klasik namun dengan akhir cerita yang sangat tidak diduga oleh para
pembaca.
DAFTAR RUJUKAN
Mangunwijaya,Y.B. 2014. Burung-Burung Manyar. Jakarta: Penerbit Kompas.
Teeuw,Andries. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Minderop,Albertine. 2010. Psikologi Sastra: Karya, Metode, Teori, dan Contoh
Kasus. Jakarta: Yayasan Pustaka Jaya