HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DAN MOTIVASI BERPRESTASI SISWA KELAS XI IPA DALAM MATA PELAJARAN KIMIA DI SMA NEGERI 3 PONTIANAK

Vol. 6 No. 2, Agustus 2018

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

ISSN. 2503-4448

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DAN MOTIVASI BERPRESTASI
SISWA KELAS XI IPA DALAM MATA PELAJARAN KIMIA
DI SMA NEGERI 3 PONTIANAK

1)

Bellya Firsty Novanda 1), Tuti Kurniati 1) dan Rizmahardian A.K 1)
Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Muhammadiyah Pontianak
Jalan Ahmad Yani No. 111 Pontianak Kalimantan Barat

email : bellyafirsty14@gmail.com

ABSTRACT
The students’ average score on Chemistry subject has still low. This has caused
not only by the level of the difficulty but also the low of the students’ self-efficacy and

motivation. This study aimed at finding out the students’ self-efficacy, motivation, and
the correlation of self-efficacy and achievement motivation among the ninth grade
Science class students of SMA Negeri 3 Pontianak. Using descriptive correlational
design, as many as 66 students of the ninth grade Science class participated in this
study. The self-efficacy measurement was conducted by using self-efficacy scale which
was adopted from the Bandura scale with a reliability coefficient of 0.86, whereas, the
achievement motivation measurement conducted by using achievement motivation
scale based on The Mehrabian Achieving Tendency from Mehrabian 1993 with a
consistency internal reliability of 0.92. The study reveals that 53,03% of students
obtained medium self-efficacy, and 60,61% of students students had average
achievement motivation. The Pearson Product Moment correlation test indicated that
there was a positive and significant correlation between self-efficacy and achievement
motivation by 0,278 which was considered into low category with sig value (2-tailed) of
0.024.
Keywords: Chemistry, Correlation, Achievement Motivation, Self-efficacy

PENDAHULUAN
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang sangat dekat dengan
keseharian kita. IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara
sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang

berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan. IPA terdiri atas ilmu fisika, ilmu kimia dan ilmu biologi
(Arisworo dan Sutresna, 2006). Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari struktur dan
sifat materi (zat), perubahan materi (zat) dan energi yang menyertai perubahan
tersebut (Sudarmo, 2013). Kimia merupakan ilmu yang logis dengan gagasan dan
aplikasi yang menarik (Chang, 2005). Dua hal yang berkaitan dengan kimia yang tidak
bisa dipisahkan, yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta,
konsep, prinsip, hukum, dan teori) dan kimia sebagai proses yaitu kerja ilmiah
(Mulyasa, 2006).

8

Vol. 6 No. 2, Agustus 2018

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

ISSN. 2503-4448

Jika dibandingkan dengan bidang yang lain, kimia terkesan lebih sulit paling tidak
pada tingkat dasar. Hal ini disebabkan oleh karakteristik dari ilmu kimia, yaitu materi

kimia yang bersifat abstrak. Ilmu kimia tidak sekedar memecahkan soal-soal tetapi juga
harus mempelajari deskripsi seperti fakta-fakta kimia, aturan-aturan kimia, serta beban
materi yang dipelajari juga sangat banyak (Kean and Middlecamp, 1985). Mata
pelajaran kimia perlu diajarkan dengan tujuan yaitu untuk membekali peserta didik
akan pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk
memasuki jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu dan teknologi (BSNP,
2006).
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kimia SMA Negeri 3 Pontianak,
diperoleh informasi bahwa materi kimia kelas XI rata-rata sulit bagi siswa karena
hampir semua adalah hitungan sehingga menyebabkan banyaknya siswa yang tidak
tuntas dalam ulangan karena belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM)
yang telah ditentukan yaitu 80. Siswa yang tidak tuntas itu masih banyak yang kurang
berinisiatif untuk memperbaiki nilai ulangannya.
Hasil wawancara yang dilakukan pada 6 siswa kelas XI IPA SMA Negeri 3
Pontianak, diperoleh kesimpulan bahwa hasil belajar siswa dalam mata pelajaran kimia
yang rata-rata rendah ini disebabkan oleh rendahnya keyakinan akan kemampuan
yang dimiliki. Contohnya dapat dilihat pada cara yang siswa lakukan jika menghadapi
soal yang sulit. Siswa lebih memilih menyerah dan percaya kepada teman daripada
berusaha sendiri untuk memecahkan soal tersebut. Selain itu, juga dapat kita lihat dari
cara yang siswa lakukan untuk memperbaiki nilai. Selain belajar, siswa juga

menyontek mulai dari melirik, melihat internet dan ada pula yang berani untuk melihat
buku catatan. Motivasi instrinsik siswa sudah baik hanya saja motivasi ekstrinsik yaitu
guru kurang mendukung, hal ini juga menyebabkan usaha yang dilakukan untuk
meningkatkan prestasi belajarnya menjadi kurang.
Menurut Wade dan Tavris (2007), keberhasilan seseorang dalam menguasai
suatu materi disebabkan oleh keyakinan yang dimilikinya, karena keyakinan yang akan
menyebabkan orang tersebut berperilaku sedemikian rupa sehingga keyakinan
tersebut akan menjadi kenyataan. Salah satu sumber keyakinan adalah tingkat
kepercayaan diri kita terhadap kemampuan kita sendiri (self-efficacy). Bandura (1997)
menyatakan bahwa self-efficacy adalah keyakinan akan kemampuan diri yang dimiliki
individu untuk menentukan dan melaksanakan berbagai tindakan yang diperlukan
untuk menghasilkan suatu pencapaian. Self-efficacy siswa mempengaruhi pilihan
aktivitas, tujuan, dan usaha serta persistensi siswa dalam aktivitas-aktivitas kelas.
Keyakinan yang timbul dari dalam diri siswa diharapkan bisa menjadi bekal berprestasi
dalam menghadapi hambatan dan tantangan pada pencapaian prestasi akademik.
Prestasi tidak datang begitu saja pada siswa yang hanya mengandalkan kesempatan,
tetapi karena adanya keyakinan dan sikap bersungguh-sungguh dalam melaksanakan
tugas.
Motivasi berprestasi menurut Mangkunegara (2007) dapat diartikan sebagai
suatu dorongan atau keinginan dalam diri seseorang untuk melakukan atau

mengerjakan sesuatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mencapai
prestasi dengan predikat terpuji. Individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi akan
mengerjakan sesuatu secara optimal karena mengharapkan hasil yang lebih baik dari
standar yang ada. Motivasi berprestasi membuat seseorang mengerahkan seluruh

9

Vol. 6 No. 2, Agustus 2018

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

ISSN. 2503-4448

kemampuannya untuk menjalankan semua kegiatan yang sudah menjadi tugas dan
tanggung jawabnya untuk mencapai target-target tertentu yang harus dicapainya pada
setiap satuan waktu. Orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi akan sangat
senang apabila seseorang berhasil memenangkan suatu persaingan. Seseorang
berani menanggung segala resiko sebagai konsekuensi dari usahanya untuk mencapai
tujuan.
Hasil penelitian Wahyuni (2013) menunjukkan bahwa self-efficacy mempunyai

hubungan yang signifikan terhadap motivasi berprestasi siswa yang dinyatakan
dengan koefisien korelasi yang kuat, yaitu sebesar 0,589. Selain itu, penelitian yang
dilakukan oleh Istiqomah dan Hasan (2011) juga menunjukkan bahwa adanya
hubungan yang signifikan antara self-efficacy terhadap motivasi berprestasi yaitu
sebesar 0,629. Hasil penelitian di atas menggambarkan bahwa semakin tinggi
keyakinan self-efficacy yang dimiliki oleh siwa maka akan semakin tinggi pula motivasi
berprestasi yang dimiliki oleh siswa tersebut dan begitu pula sebaliknya. Sehingga
dapat dikatakan self-efficacy dan motivasi berprestasi menjadi faktor yang diduga
paling kuat dapat mempengaruhi prestasi belajar. Jika self-efficacy yang ada di dalam
diri seseorang tinggi maka akan menciptakan suatu motivasi yang baik. Motivasi ini
yaitu berupa adanya keinginan untuk dapat mengerjakan dan menyelesaikan sesuatu
secara optimal yang kemudian mendorong siswa untuk berprilaku aktif dalam upaya
meningkatkan prestasi sehingga diperoleh hasil belajar yang maksimal.
Berdasarkan uraian data di atas, peneliti tertarik untuk melakukan sebuah
penelitian untuk mengetahui bagaimana hubungan antara self-efficacy dengan
motivasi berprestasi dalam mata pelajaran kimia karena baik self-efficacy dan motivasi
berprestasi sangat diperlukan oleh siswa untuk mencapai keberhasilan. Untuk itu,
peneliti akan melakukan penelitian dengan judul “Hubungan antara Self-Efficacy dan
Motivasi Berprestasi Siswa Kelas XI IPA dalam Mata Pelajaran Kimia di SMA Negeri 3
Pontianak”.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Bentuk
penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional yang bertujuan menemukan
ada tidaknya hubungan dan apabila ada, berapa eratnya hubungan serta berarti atau
tidaknya hubungan itu (Arikunto, 2006). Penelitian ini bertujuan menemukan ada
tidaknya atau tinggi rendahnya hubungan antara self-efficacy siswa dengan motivasi
berprestasi siswa SMA Negeri 3 Pontianak dalam mata pelajaran kimia.
Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas XI IPA SMA Negeri 3
Pontianak yang berjumlah 142 orang. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah XI IPA 1 sejumlah 36 orang untuk kategori tinggi dan XI IPA 4 sejumlah 38
orang untuk kategori rendah. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini
adalah purposive sampling.
Pada penelitian ini akan diperoleh data kuantitatif, maka untuk menganalisis data
dilakukan teknik statistik dengan bantuan program SPSS for windows Ver. 22. Uji
normalitas pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik statistik uji
Kolmogorov Smirnov. Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah data
berdistribusi normal atau tidak (Sugiyono, 2010).

10


Vol. 6 No. 2, Agustus 2018

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

ISSN. 2503-4448

Pedoman pengambilan keputusan untuk uji normalitas adalah sebagai
berikut (Sugiyono, 2010): Jika signifikansi > 0,05 maka varians populasinya
adalah identik/terdistribusi secara normal. Jika signifikansi < 0,05 maka varians
populasinya adalah tidak identik / tidak terdistribusi secara normal.
Selanjutnya dilakukan uji hipotesis untuk menguji hipotesis yang telah ditentukan
sebelumnya, yaitu membuktikan bahwa ada hubungan yang positif antara self-efficacy
dan motivasi berprestasi siswa. Uji ini dilakukan dengan uji korelasi dimana
sebelumnya telah dilakukan uji prasyarat terlebih dahulu yaitu uji normalitas.
Uji korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi Pearson
Product Moment karena data berdistribusi normal. Besar kecilnya sumbangan variabel
yang satu terhadap variabel yang lainnya, dapat ditentukan dengan rumus koefisien
determinan sebagai berikut (Riduwan, 2004):
KD = r2 x 100%
Keterangan:

KD
: nilai koefisien determinan
r : nilai koefisien korelasi
Hubungan antara self-efficacy dengan motivasi berprestasi juga dilihat dari nilai
signifikannya dengan pedoman sebgai berikut:
Jika signifikansi > 0,05 maka Ho diterima.
Jika signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Tingkat Self-Efficacy Siswa
Hasil analisis angket yang dilakukan pada sampel yang berjumlah 62 orang
dapat diperjelas oleh piechart berikut ini:

Gambar 1. Pie Chart Persentase Kategori Self-Efficacy Siswa
Gambar 1, menunjukkan hasil analisis angket self-efficacy yang dilakukan pada
sampel yang berjumlah 62 orang siswa kelas XI IPA, bahwa sebagian besar siswa
mempunyai self-efficacy pada kategori sedang dalam belajar kimia. Berdasarkan hasil
wawancara siswa kelas XI IPA SMA Negeri 3 Pontianak, menunjukkan bahwa siswa
belum sepenuhnya mempunyai keyakinan akan kemampuan dirinya dalam
menentukan dan melaksanakan aktifitas belajarnya untuk mencapai apa yang telah
ditargetkan sebelumnya dalam belajar kimia, meskipun kenyataannya sudah ada

beberapa siswa yang mempunyai self-efficacy tinggi dalam mata pelajaran kimia.

11

Vol. 6 No. 2, Agustus 2018

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

ISSN. 2503-4448

Persentase Siswa (%)

Selain itu, terdapat pula siswa yang masih memiliki self-efficacy rendah walaupun
jumlahnya tidak sebanyak kategori lain. Tingkat self-efficacy siswa ditinjau dari 3 aspek
yaitu aspek level (tingkat kesulitan tugas), strength (kekuatan keyakinan), dan
generality (generalitas). Persentase siswa pada tiap aspek ditunjukan pada Gambar 2.
80 64,52
60
35,48
40


70,97

53,23
46,77
29,03

20
0
Level

Strength

Generality

Aspek Self-Efficacy

Gambar 2. Diagram Persentase Kategori Self-Efficacy Siswa pada
Aspek Level, Strength, dan Generality
Gambar 2, dapat menunjukkan bahwa dari ketiga aspek self-efficacy memiliki
tingkat persentase siswa yang berbeda-beda. Aspek generality memiliki persentase
siswa yang lebih tinggi dibandingkan dengan aspek level sedangkan untuk aspek
strength memiliki persentase siswa yang rendah. Hal ini menandakan bahwa siswa
kelas XI IPA SMA Negeri 3 memiliki self-efficacy yang tinggi pada aspek level dan
generality tetapi memiliki self-efficacy yang rendah pada aspek strength.
Menurut Bandura (1997), aspek level berkaitan dengan derajat kesulitan tugas
individu. Jika tugas-tugas yang dibebankan disusun menurut tingkat kesulitannya,
maka perbedaan self-efficacy secara individual mungkin terbatas pada tugas-tugas
yang sederhana, menengah dan tinggi. Individu akan berupaya melakukan tindakan
yang dipersepsikan dapat dilaksanakannya dan individu akan menghindari situasi
serta perilaku yang dipersepsikan di luar batas kemampuan yang dimilikinya.
Berdasarkan hasil wawancara siswa diperoleh informasi bahwa siswa dengan
self-efficacy tinggi pada aspek level yang sudah dikatakan tinggi ini menunjukkan
bahwa siswa sudah mampu untuk mempresepsi dirinya bahwa ia mampu dalam
menyelesaikan tugas-tugas kimia yang sulit sehingga siswa tidak mudah menyerah
saat menghadapi kesulitan dalam memahami materi kimia dan ia bisa menemukan
solusi untuk kesulitan yang dihadapinya. Selain itu, siswa tersebut juga sudah bisa
memilih aktifitas yang akan dilakukannya dengan baik serta dapat meningkatkan
usahanya secara maksimal dalam belajar kimia agar mampu mencapai target dan
tujuan yang diharapkan. Sedangkan siswa dengan self-efficacy yang rendah pada
aspek level akan menyakini bahwa dirinya hanya mampu melakukan tugas-tugas yang
ringan dan tidak merasa tertantang untuk menetapkan suatu tujuan atau target tertentu
dalam melakukan aktifitas karena merasa dirinya tidak mampu dan tidak siap
menerima kegagalan.
Menurut Bandura (1997), aspek strength ini berkaitan dengan tingkat kekuatan
atau kemantapan individu terhadap keyakinannya. Tingkat self-efficacy yang lebih
rendah mudah digoyangkan oleh pengalaman-pengalaman yang memperlemahnya,
sedangkan individu yang memiliki self-efficacy yang kuat akan tekun dalam
meningkatkan usahanya meskipun dijumpai pengalaman yang memperlemahnya.

12

Vol. 6 No. 2, Agustus 2018

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

ISSN. 2503-4448

Berdasarkan hasil wawancara siswa diperoleh informasi bahwa siswa dengan
self-efficacy yang rendah pada aspek strength menandakan bahwa siswa tidak dapat
bertahan ketika menghadapi hambatan atau kegagalan. Selain itu, masih mudahnya
siswa untuk terpengaruh oleh lingkungan yang mempengaruhi kekuatan keyakinan
akan kemampuan dirinya sehingga mereka cenderung ragu-ragu dan menjadi lebih
pesimis serta tidak memiliki keuletan dalam upaya mencapai tujuan dalam belajar
kimia. Siswa dengan self-efficacy yang tinggi pada aspek strength akan meningkatkan
usahanya ketika mengalami kegagalan dan tetap fokus pada aktifitasnya ketika
menemui hambatan.
Menurut Bandura (1997), aspek generality ini berhubungan luas bidang tugas
atau tingkah laku individu merasa yakin terhadap kemampuannya. Beberapa
pengalaman berangsur-angsur menimbulkan penguasaan terhadap pengharapan pada
bidang tugas atau tingkah laku yang khusus sedangkan pengalaman lain
membangkitkan keyakinan yang meliputi berbagai tugas.
Berdasarkan hasil wawancara siswa diperoleh informasi bahwa siswa dengan
self-efficacy yang tinggi pada aspek generality telah yakin akan kemampuan dirinya
serta telah mampu menampilkan aktifitas belajarnya secara luas dan bervariasi, tidak
hanya pada aktifitas belajar kimia tertentu saja melainkan dapat menyebar pada
berbagai aktifitas belajar kimia yang lain serta akan menggunakan pengalaman untuk
menampilkan perilaku yang lebih dan menjadikan pengalaman tersebut sebagai hal
yang berharga untuk mencapai kesuksesan di masa mendatang. Siswa dengan selfefficacy yang rendah pada aspek generality cenderung tidak mampu menggunakan
pengalamannya untuk menampilkan perilaku yang dibutuhkan saat ini bahkan
menjadikan kegagalan sebagai penghambat dirinya untuk meraih kesuksesan.
2.

Tingkat Motivasi Berprestasi Siswa

Gambar 3. Pie Chart Persentase Kategori Motivasi Berprestasi Siswa
Gambar 3, hasil analisis angket motivasi berprestasi yang dilakukan dapat
diindikasikan bahwa hampir sebagian besar dari jumlah siswa kelas XI IPA memiliki
motivasi berprestasi sedang sedangkan sisanya telah memiliki motivasi berprestasi
yang tinggi dalam belajar kimia. Tinggi rendahnya motivasi berprestasi yang dicapai
siswa kelas XI IPA di SMA Negeri 3 Pontianak ini dapat dipengaruhi oleh beberapa
aspek. Menurut Atkinson (dalam Sukadji, 2001), motivasi berprestasi dapat tinggi atau
rendah, didasari pada dua aspek yang terkandung di dalamnya yaitu harapan untuk
sukses atau berhasil (motif of success) dan juga ketakutan akan kegagalan (motive to
avoid failure). Seseorang dengan harapan untuk berhasil lebih besar daripada
ketakutan akan kegagalan dikelompokkan ke dalam seseorang yang memiliki motivasi

13

Vol. 6 No. 2, Agustus 2018

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

ISSN. 2503-4448

berprestasi tinggi, sedangkan seseorang yang memiliki ketakutan atau kegagalan yang
lebih besar daripada harapan untuk berhasil dikelompokkan ke dalam seseorang yang
memiliki motivasi berprestasi yang rendah.
3.

Korelasi antara Self-Efficacy dan Motivasi Berprestasi Siswa
Tabel 2. dapat dilihat pada variabel self-efficacy dan motivasi berprestasi
memiliki nilai signifikansinya > 0,05, hal ini menandakan bahwa kedua variabel
berdistribusi normal. Karena data yang diperoleh berdistribusi normal, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang diajukan
dengan uji korelasi.
Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji Prasyarat dan Uji Korelasi Antara Self-Efficacy dan
Motivasi Berprestasi dalam Mata Pelajaran Kimia Kelas XI IPA di SMA Negeri 3
Pontianak

Hasil uji korelasi, dapat diperhatikan pada baris-baris pearson correlation dapat
dilihat bahwa terdapat hubungan yang positif namun rendah antara self-efficacy dan
motivasi berprestasi sebesar 0,323 (r = 0,323). Kemudian pada baris sig. (2-tailed), jika
nilai sig. (2-tailed) < 0,05 maka kedua variabel memiliki hubungan yang signifikan.
Karena nilai r hubungan self-efficacy dan motivasi berprestasi adalah 0,010 dengan
demikian dapat dikatakan korelasi antara kedua variabel signifikan. Sebaran data
hubungan self-efficacy dan motivasi berprestasi dapat dilihat pada scatter di bawah ini:

Gambar 4. Scatter Sebaran Data Hubungan Self-Efficacy dan
Motivasi Berprestasi

14

Vol. 6 No. 2, Agustus 2018

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

ISSN. 2503-4448

Gambar 4, terlihat bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara
self-efficacy dan motivasi berprestasi karena titik-titik atau data yang tersebar semakin
meningkat, hanya saja titik-titik tersebut menyebar secara acak. Hal ini dikarenakan
hubungan antara kedua variabel dalam kategori yang rendah.
Selanjutnya, untuk menyatakan besar kecilnya sumbangan variabel yang satu
terhadap variabel yang lainnya, peneliti menggunakan rumus koefisien determinan dari
hasil uji korelasi. Caranya dalah dengan mengkuadratkan nilai r tersebut. Jika melihat
koefisien determinasi, nilai r square yang diperoleh sebesar 0,1043, hal ini
menandakan bahwa hubungan antara self-efficacy dan motivasi berprestasi siswa
dalam mata pelajaran kimia adalah sebesar 10,43% yang termasuk dalam kategori
rendah. Hal ini berarti masih ada 89,57% faktor lain yang juga ikut mempengaruhi
tinggi rendahnya motivasi berprestasi siswa di antaranya adalah faktor individu yaitu
kemampuan, kebutuhan, minat, harapan/ keyakinan dan faktor lingkungan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian-penelitian sebelumya karena
pada penelitian ini juga terdapat korelasi antara dua variabel hanya saja dalam
kategori yang rendah. Jadi, hasil penelitian menggambarkan bahwa semakin tinggi
keyakinan self-efficacy yang dimiliki oleh siswa maka akan semakin tinggi pula
motivasi berprestasi yang dimiliki oleh siswa tersebut dan begitu pula sebaliknya.
Hasil penelitian yang dilakukan, hanya 2 orang siswa memiliki kesenjangan skor
antara self-efficacy dan motivasi berprestasi. Kesenjangan yang dimaksud disini ialah
siswa yang mempunyai self-efficacy tinggi memiliki motivasi berprestasi yang rendah
atau siswa yang mempunyai self-efficacy rendah memiliki motivasi berprestasi yang
tinggi. Selanjutnya, dari hasil wawancara dengan 2 orang siswa yang memiliki
kesenjangan skor antara self-efficacy dan motivasi berprestasi didapatkan bahwa
siswa tersebut pernah mengisi angket untuk menilai dirinya sendiri yaitu mengenai
minat dan motivasi belajar siswa. Pernyataan angket self-efficacy dan motivasi
berprestasi mudah dipahami, hanya saja karena pada angket motivasi berprestasi
jumlah pernyataannya sangat banyak dan cara mengisinya sedikit rumit, sehingga
menyebabkan siswa menjadi malas untuk membaca. Saat mengisi angket, semua
siswa mengaku jujur saat memilih respon angket, hal ini menandakan siswa mengisi
angket sesuai apa yang dilakukan dalam pembelajaran kimia dan untuk waktu yang
disediakan lebih dari cukup untuk mengisi kedua angket tersebut. Kendala yang
dihadapi adalah pada angket self-efficacy yang digunakan hanya faktor general saja
sedangkan faktor sosial tidak sehingga masih kurangnya informasi yang diperoleh,
sedangkan untuk angket motivasi berprestasi, karena pernyataan dan cara pengisian
terlalu rumit menyebabkan data yang diperoleh menjadi tidak sesuai harapan. Selain
itu, adanya keterbatasan waktu yang dimiliki oleh peneliti maupun pihak sekolah
dikarenakan adanya acara dan lomba-lomba.
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya dapat disimpulkan:
a. Siswa kelas XI IPA dalam mata pelajaran kimia di SMA Negeri 3 Pontianak
memiliki self-efficacy tinggi dengan jumlah siswa sebanyak 19 orang siswa
(30,65%) dan self-efficacy sedang sebanyak 33 orang siswa (53,23%).

15

Vol. 6 No. 2, Agustus 2018

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

ISSN. 2503-4448

b.

Siswa kelas XI IPA dalam mata pelajaran kimia di SMA Negeri 3 Pontianak
cenderung memiliki tingkat motivasi berprestasi sedang dengan jumlah siswa 37
orang dan motivasi berprestasi tinggi dengan jumlah siswa 25 orang.
c. Terdapat hubungan yang signifikan antara self-efficacy dan motivasi berprestasi
siswa kelas XI IPA dalam mata pelajaran kimia di SMA Negeri 3 Pontianak. Hasil
analisisnya adalah sebesar 0,323 dan hubungan tersebut termasuk pada kategori
rendah.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini maka peneliti memberikan saran yang
diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak lain diantaranya :
1. Bagi Sekolah
Diharapkan bagi pihak sekolah untuk dapat memberikan training kepada guru
serta dapat lebih mengoptimalkan standar pengem-bangan seperti perpustakaan
sekolah.
2. Bagi Guru
Diharapkan bagi guru untuk selalu memotivasi siswa salah satunya dengan cara
memberikan reward pada siswa. Selain itu, guru harus berusaha untuk meningkatkan
kemampuannya dalam menggunakan metode pembelajaran yang tepat.
3. Bagi Siswa
Siswa diharapkan dapat meningkatkan self-efficacy dan motivasi berprestasi
dengan cara membuat kelompok belajar dengan teman yang memiliki kemampuan
yang lebih darinya, atau berdiskusi dengan guru dan mengikuti lomba-lomba yang
diadakan sekolah untuk meningkatkan self-efficacynya.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya disarankan untuk menggunakan 2 faktor angket self-efficacy
yang diadopsi dari skala yang disusun oleh Bandura tahun 1977 agar lebih banyak
lagi informasi yang diperoleh. Selain itu, peneliti selanjutnya diharapkan mencari
alternatif lain dalam pembuatan angket motivasi berprestasi atau jika ingin
menggunakan angket baku yang sama yaitu berdasarkan pada The Mehrabian
Achieving Tendency dari Mehrabian tahun 1993, diharapkan untuk lebih
menyederhanakan bahasa yang digunakan dan menghilangkan angka 0 pada
pengisian angket agar data yang diperoleh lebih signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
. (2013). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2. Jakarta: Bumi Aksara.
Arisworo, D. Y. dan Sutresna, Y. (2006). Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung: Grafindo
Media Pratama.
Bandura, A. (1997). Self-efficacy The Exercise of Control. New York: W.H Freeman
and Company.
BSNP. (2006). Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. (Online).
Available from: litbang-kemdikbud.go.id/content/BUKUSTAND1(4).pdf.
Chang, R. (2005). Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Jilid 1, Edisi Ketiga. Jakarta:
Erlangga.

16

Vol. 6 No. 2, Agustus 2018

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

ISSN. 2503-4448

Istiqomah dan Hasan, Aliah B.P. (2011). Hubungan Religius dan Self-Efficacy
Terhadap Motivasi Berprestasi pada Mahasiswa Warga Binaan Lembaga
Pemasyarakatan Cipinang Jakarta. Jurnal Psikologi. 4 (2).
Kean, E dan Middlecamp, C. (1985). Panduan Belajar Kimia Dasar. (Penerjemah:
Hadyana Pujaatmaka). Jakarta : PT Gramedia.
Mangkunegara, A. A dan Prabu, A. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan, Cetakan Ketujuh. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mc.Clelland, C . D. (1987). Human motivation. New York : Cambridge University Press.
Mehrabian, A. (1993). Manual for The Achieving Tendency Scale. Monterey, C.A.
Mulyasa. (2006). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nunnally. (1978). Psychometric Theory. (2nd ed). New York: McGraw-Hill.
Riduwan. (2004). Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta.
Sudarmo, U. (2013). Buku Kimia SMA/MA Kelas X Berbasis Kurikulum 2013. Jakarta:
Erlangga.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sukadji, S dan Singgih, E.E. (2001). Sukses di Perguruan Tinggi. Depok: Indonesia
University Press.
Wade, C. dan Tavris, C. (2007). Psikologi Jilid 2. (Penerjemah: Padang Mursalin &
Dinastuti). Jakarta: Erlangga.
Wahyuni, S. (2013). Hubungan Efikasi Diri dan Regulasi Emosi dengan Motivasi
Berprestasi pada Siswa SMK Negeri 1 Samarinda. Journal Psikologi. 1 (1).

17