BIOGRAFI GUNTUR SITOHANG SEBAGAI PEMUSIK DAN PEMBUAT ALAT MUSIK BATAK TOBA

DAFTAR NOTASI

Notasi 4.1 O Dunia................................................................................................................. 30

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas berkat dan rahmat Tuhan Yesus Kristus Maha Penyayang dan Pengasih karena berkat dan karuniaNYa yang diberikan, sehingga penulis mendapatkan kesehatan, kekuatan dan rejeki untuk menyelesaikan skripsi ini yang berjudul:

BIOGRAFI GUNTUR SITOHANG SEBAGAI PEMUSIK DAN PEMBUAT ALAT

MUSIK TRADISI BATAK TOBA, yang diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Seni pada jurusan Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.

Banyak pihak yang telah memberikan dukungan serta bantuan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada orang tua yang tercinta, Ayahanda J.Silalahi dan almarhum Ibunda S.Napitupulu semoga pe yang memberikan pengorbanan, perjuangan untuk menyekolahkan penulis sejak kecil member dorongan semangat dan iringan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Begitu juga kepada abang-abang dan kakak-kakak yang tercinta (keluarga besar Silalahi)., bang Hendryk M.Silalahi dan keluarga, kakak Lenny Melva Silalahi yang sudah banyak penulis buat susah, kakak Pasuani beserta lae Hutagaol, dan kakak Saulina Silalahi beserta lae Siadari.

Special terimakasih saya berikan kepada isteri saya Henny Dwi Putri Silaban S.Sos atas kesabaran menghadapi penulis dan semua yang ada, juga pemberi motifasi utama penulis, Nadhira Phauli Valerius Silalahi.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

• Bapak Prof. Syaifuddin, MA. Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra USU. • Bapak Drs M.Takari M.Hum Ph.D selaku pembimbing saya yang telah memberi

kesempatan dalam membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Saya sadar akan kekurangan dan kesalahan yang penulis perbuat selama proses pengerjaan skripsi ini. Terimakasih sekali lagi penulis ucapkan atas pengertian yang bapak berikan. Semoga hal itu dapat menjadi bahan pembelajaran buat penulis kedepan.

• Ibu Dra. Frida Deliana, M.Si, selaku Ketua Depertemen etnomusikologi terima kasih atas dukungan dan bantuannya secara moral selama penulis menjadi mahasiswa dan menyelesaikan skripsi, serta bantuan yang penulis dapatkan dalam mengatasi kendala yang ada.

• Ibu Dra. Heristina Dewi. M.Pd, selaku sekretaris depertemen Etnomusikologi. Terima kasih atas dukungannya baik secara materi, moral selama menyelesaikan skripsi ini. semoga dengan selesainya skripsi ini, maka akan mengurangi beban pikiran ibu dalam mengingatkan mahasiswa yang banyak silap. Penulis mengakui kesabaran ibu yang sungguh luar biasa.

• Seluruh staff pengajar di Depertemen Etnomusikologi yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas didikan dan bimbingannya selama penulis menjadi mahasiswa.

• Bapak Guntur Sitohang selaku informan kunci yang sungguh banyak memneri saya bantuan dalam penyelesaian skripsi ini • Bapak G. Sitohang, M. Simalango, J. Sitohang, M Sitanggang, T. Sihotang, J Sijabat, M Limbong. Selaku informan dan penuntun penulis untuk melakukan pengumpulan data.

• Rekan-rekan mahasiswa etnomusikologi 2003 generation, Leonald Nainggolan yang merupakan rekan setia penulis dari awal membuat abstraksi hingga meja hijau, Martahan

Sahat Gembira yang mengarahkan hingga terpilihnya judul ini, Saridin Sinaga yang memberikan waktu hingga pagi hari dalam mengejar ACC skripsi, bung Ahmad Arief Tarigan sang pembangkit semangat, Alvon Bernardo Luasanda Panjaitan yang meyakinkan saya bahwa skripsi ini dapat di selesaikan pada waktunya, salut dari penulis buat anda, frendy, ola, dina, marlan, hans, zity yang pastinya memiliki pengaruh buat penulis selama masa kuliah.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Alasan Pemilihan Judul

Kesenian tidak pernah berdiri sendiri dan lepas dari kondisi sosial budaya masyarakatnya. Sebagai salah satu unsur kebudayaan yang penting, kesenian merupakan ungkapan kreativitas dari kebudayaan itu sendiri. Masyarakat yang menyangga kebudayaan dan kesenian, menciptakan, memberi peluang untuk bergerak, memelihara, menularkan, mengembangkannya untuk kemudian menciptakan kebudayaan baru. Akan tetapi, mansyarakat adalah suatu perserikatan manusia, yang mana kreatifitas masyarakat berasal dari manusia-manusia yang mendukungtnya (Umar Kayam, 1981:38-39).

Manusia tidak pernah lepas dari kebudayaannya, karena masyarakat turut mengambil andil dalam kebudayaan tersebut dengan cara mengambil bagian dalam setiap fase-fase kehidupannya. Seni yang merupakan bagian dari kebudayaan didalamnya terdiri dari para pelaku seni atau seniman, manejer, pencipta atau pengkreasi seni seperti pencipta atau pengkreasi tari, koreografer, pematung, pelukis, pemahat, dan lain-lainnya. Diantara para pekerja seni yang pernah mengabdikan hidupnya sebagai penghasil karya seni, ada yang begitu menonjol dikenal oleh karena karya yang pernah mereka hasilkan.

Masyarakat dunia mengenal Leo Fender, Les Paul Gibson, Ludwiq dan lain-lain sebagai penghasil alat musik sekaligus seorang pemain musik. Di Nusantara kita Masyarakat dunia mengenal Leo Fender, Les Paul Gibson, Ludwiq dan lain-lain sebagai penghasil alat musik sekaligus seorang pemain musik. Di Nusantara kita

Mereka menyumbangkan karya dan fikirannya untuk bidang kesenian. Sehingga karya yang mereka hasilkan menjadi bahagian dari perjalanan dan perkembangan budaya masyarakatnya. Melihat besarnya peranan tokoh-tokoh tersebut dalam eksistensi dan perkembangan budaya khususnya seni musik yang dapat diketahui melalui karya yang mereka hasilkan, dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa mereka merupakan bagian dari sejarah perjalanan dan perkembangan seni budaya itu sendiri. Oleh karena itu, sejarah perjalanan hidup tokoh-tokoh tersebut perlu ditulis sebagai bahan refrensi, renungan, maupun menjadi inspirasi untuk mencipta karya bagi generasi-generasi berikutnya.

Pentingnya biografi dalam kajian etnomusikologi, dinyatakan oleh Merriam (1964) sebagai berikut.

Aspek ketiga meliputi kategori-kategorimusik yang dibuat oleh peneliti yang sesuai dengan kategori yang berlaku dalam kelompok tersebut. Di dalam hubungan ini tentunya peneliti menyusun acara rekamannya, yang diklasifikasikan utuk Aspek ketiga meliputi kategori-kategorimusik yang dibuat oleh peneliti yang sesuai dengan kategori yang berlaku dalam kelompok tersebut. Di dalam hubungan ini tentunya peneliti menyusun acara rekamannya, yang diklasifikasikan utuk

Pemain musik dapat memberikan sasaran keempat bagi etnomusikolog. Dari sekian hal yang penting adalah latihan untuk menjadi pemusik. Apakan seseorang dipaksa oleh masyarakatnya untukmenjadi pemusik, atau ia memilih sendiri karirnya sebagai pemusik? Bagaimana metode latihannya, apakah sebagai pemain musik potensial yang mengandalkan kepada kemampuan sendiri; apakah ia mendapatkan pengetahuan dasar tentang teknik memainkan alat musiknya atau teknik menyanyi ddari orang lain, atau apakah ia menjalani latihan yang ketat dalamwaktu tertentu? Siapa saja pengajarnya, dan bagaimanakan metode mengajarnya? Hal inimengarahkan kepada masalah profesionalisme dan penghasilan. Sebuah masyarakat mungkin saja membedakan beberapa tingkatan kemampuan pemusik, membuat klasifikasi dengan istilah-istilah khusus, dan memberikan penghargaan tertinggi kepada sesuatu yang dianggap benar-benar profesional; atau pemusik dapat saja tidak dianggap sebagai spesialis. Bentuk dan cara memberi penghargaan dapat sangat berbeda untuk setiap masyarakat, dan dapat terjadi bahwa pemusik sama sekali tidak mendapat bayaran.

Sama penting dan menariknya adalah berbagai masalah tentang apakah pemusik dianggap sebagai seseorang yang mempunyai bakat luar biasa, atau apakah semua anggoata masyarakat tersebut dianggap mempunyai bakat yang sama? Apakah pemusik mewariskan kemampuannya dan apabila demikian dari siapa dan dengan cara apa?

Sebagai anggota masyarakat, pemusik dapat memandang kemampuannya sebagai sesuatu yang membedakannya dengan orang-orang lain, dan dengan demikian ia dapat melihat dirinya sendiri dan masyarakatnya dalam rangka hubungan tertentu. Orang yang bukan pemusik pun dapat menganut konsep-konsep prilaku musikal yang dapat atau tidak dapat diterima, dan membentuk sikap-sikap terhadap pemusik dan tindakannya dengan dasarr ini. Tentu saja pemusik dapat juga dianggap mempunyai sebuah kelas sosial tertentu dan mereka dapat membentukberbagai asosiasi yang didasarkan atas keterampilan mereka di dalam masyarakat. Mereka dapat memiliki musik yang dihasilkan, jadi memunculkan lagi berbagai masalah ekonomi, dalam hal ini hubungan dengan barang-barang yang tidak tersangkut langsung.

Di dalam hubungan inilah pengkajianlintas budaya dari kemampuan musik dapat digunakan; meskipun tidak ada pengkajian bebas budaya sejauh ini yang dikembangkan, rumusan mereka akan sangat memperhatikan penafsiran kemampuan-kemampuan terpendam dan kemampuan nyata pemusik dan buakn pemusik, seperti yang ditentukan masyarakat dan di dalam hubungan perorangan (terjemahan penulis).

Dalam tulisan ini penulis akan mengangkat seorang tokoh dari masyarakat Batak Toba bernama Guntur Sitohang yang dalam dunia seni budaya memiliki peran sebagai pemusik, pembuat alat musik serta budayawan. Guntur Sitohang lahir di Urat Samosir Dalam tulisan ini penulis akan mengangkat seorang tokoh dari masyarakat Batak Toba bernama Guntur Sitohang yang dalam dunia seni budaya memiliki peran sebagai pemusik, pembuat alat musik serta budayawan. Guntur Sitohang lahir di Urat Samosir

prinsip mata guru roha sisean 1 yang didukung oleh kegemarannya menyaksikan pertunjukan yang melibatkan aktifitas musik (gondang).

Perjalanan guntur Sitohang sebagai seorang pemusik dimulai sejak tahun 1956 dengan menjadi salah satu anggota tidak tetap pada beberapa group opera Batak diantaranya dibawah pimpinan Mardairi Naibaho dan Mangumbang Sitohang. Beliau menjadi anggota tidak tetap dikarenakan kegiatan beliau yang pada saat itu masih mengenyam pendidikan di SPG (Sekolah Pendidikan Guru).

Pada awal tahun 1954 Guntur Sitohang mulai belajar menghasilkan alat musik untuk dipakai kalangan sendiri yaitu berupa sarune etek. Dengan seiring makin banyaknya alat musik yang dihasilkan, kualitas dari alat musik buatannya pun semakin bagus. Kemudian pada tahun 1975 alat musik buatannya mulai diperjual belikan karena

1 Mata guru roha sisean . Dalam bahasa Indonesia mata guru hati yang menuntun. Yang memiliki arti belajar dari apa yang dilihat.

banyaknya permintaan dari berbagai kalangan pemusik, gereja,instansi pendidikan, kolektor, instansi pemerintah maupun awasta. Hal itu dikarenakan oleh kualitas alat musik yang dihasilkan pada saat itu sudah tergolong bagus dan mendapat pengakuansehingga hingga saat ini telah di gunakan juga di beberapa Negara. Baik itu sebagai pengiring acara berbau Batak Toba di luar negeri, pendidikan maupun menjadi koleksi diantaranya Amerika Serikat, Australia, Jepang, Malaysia, Jerusalem, Netherland dan lain-lain.

Kira-kira sekitar tahun 1980 ketika masih aktif bermain musik beliau juga menjadi ketua sekaligus pelatih dalam grup tari, musik, dan nyanyian mewakili Tapanuli Utara untuk mengikuti event kebudayaan mulai dari tingkat kabupaten, provinsi, maupun tingkat Nasional. Guntur Sitohang juga termasuk dalam jajaran Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang bertindak sebagai penilik kebudayaan hingga beliau pensiun di tahun 1999. Oleh karena berbagai pengalaman tersebut didukung pengetahuan beliau tentang budaya Batak Toba maka hingga saat ini Guntur Sitohang menjadi Pembina dan penasehat dewan kesenian Samosir yang diangkat oleh Bupati Samosir Mangindar Simbolon pada tahun 2008.

Dari uraian diatas penulis melihat bahwa perjalanan hidup dan karir Guntur Sitohang tergolong sangat istimewa. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengangkat biografi beliau menjadi sebuah tulisan atau karya ilmiah dengan judul Biografi Guntur Sitohang Sebagai Pemusik dan Pembuat Alat Musik Batak Toba.

1.2 Pokok Permasalahan

Dalam tulisan ini, pokok permasalahan yang akan dikaji oleh penulis adalah sejauh apa peran Guntur Sitohang dalam kebudayaan musik Batak Toba di Sumatera Utara yang ditelusuri melalui beberapa permasalahan yakni:

1. Bagaimana proses seorang Guntur Sitohang hingga mahir bermain beberapa alat musik Batak Toba.

2. Bagaimana proses beliau hingga akhirnya mampu menghasilkan alat musik tradisional Batak Toba yang digunakan baik di dalam maupun luar negeri.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan

Adapun tujuan yang akan dicapai penulis dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui secara jelas perjalanan karier dari Guntur Sitohang sebagai pemusik Batak Toba yang mahir memainkan beberapa alat musik.

2. Untuk mengetahui secara secara jelas perranan Guntur Sitohang dalam kebudayaan musik Batak Toba di Sumatera Utara sebagai pengrajin atau penghasil alat musik Batak Toba yang juga di gunakan di beberapa Negara lain.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari tulisan ini dalam bentuk skripsi Departemen Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara adalah sebagai berikut: Untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata satu , dalam rangka menjadi sarjana seni, di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

Manfaat lainnya dari tulisan ini adalah para pembaca dapat memahami bagaimana peranan seorang Guntur Sitohang dalam kebudayaan Batak Toba yang sebagai pemusik berpengalaman, penghasil alat musik Batak Toba. Tulisan ini nantinya dapat memberikan sumbangan bagi dokumentasi, referensi, dan analisis kebudayaan Batak Toba di Sumatera Utara secara umum.

1.4 Konsep Dan Teori Yang Dipergunakan

1.4.1 Konsep

Untuk mendapatkan pengetahuan mendasar tentang objek penelitian dan menghindari penyimpangan, maka diperlukan pengertian atau definisi terhadap terminologi yang menjadi pokok bahasan. Definisi ini akan menjadi kerangka konsep yang mendasari batasan-batasan makna terhadap topik yang menjadi pokok penelitian. Konsep adalah kesatuan pengertian tentang sesuatu hal atau persoalan yang perlu di rumuskan (Mardalis 2003:46).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 2003:145), disebutkan bahwa biografi adalah riwayat hidup seseorang yang di tulis oleh orang lain. Sedangkan menurut Wikipedia Indonesia, biografi adalah kisah atau keterangan tentang kehidupan seseorang. Biografi yang penulis maksud dalam tulisan ini adalah bertujuan untuk menceritakan perjalanan hidup seorang Guntur Sitohang serta eksistensinya dalam kebudayaan Batak Toba.

Pemusik berarti pemain musik (KBBI 1991:676). Pemusik yang dimaksud dalam tulisan ini adalah membahas mengenai perjalanan Guntur Sitohang dari awal beliau memulai karir sebagai pemusik hinnga saat ini.

Pembuat adalah berarti orang yang membuat (KBBI 1991:148). Dengan demikian pembuat yang dimaksud dalam tulisan ini adalah menjelaskan bagaimana Guntur Sitohang belajar membuat alat musik hingga kualitasnya diakui oleh banyak kalangan pemusik di Sumatera Utara. Disamping itu, alat musik yang dihasilkan juga telah dijual untuk dipakai di bebrapa negara.

Musik adalah seni mengungkapkan gagasan melalui bunyi yang mempunyai unsur-unsur yaitu melodi, irama, harmoni dengan dasar pendukung yaitu gagasan, sifat dan warna bunyi (M.Soeharto 1978:102). Selanjutnya, Sinar (1996:1) mengemukakan bahwa musik adalah ekspresi kultural yang mempinyai kaitan dengan kehidupan yaitu emosi; musik tidak terpakai apabila tidak ada emosi. Pada mulanya musik dipakai untuk mengiringi upacara kepercayaan dan sekarang ini berkembang untuk mengiringi tarian- tarian hiburan.

Budayawan adalah orang yang berkecimpung di kebudayaan atau dapat disebut juga ahli kebudayaan yang senantiasa mengikuti perkembangan kebudayaan. Dalam hal ini, Guntur Sitohang merupakan bagian dari perkembangan kebudayaan Batak Toba yang dapat dilihat dari perannya dalam melestarikan kesenian yang murapakan salah satu unsur dari kebudayaan Batak Toba.

1.4.2 Teori

Teori merupakan prinsip-prinsip umum yang diambil dari fakta-fakta, mungkin juga dugaan yang menerangkan sesuatu (Marzuki 1999:33). Dalam skripsi ini penulis akan mempergunakan beberapa teori yang dikemukakan oleh beberapa ahli untuk dijadikan sebagai kerangka teoritis.

Adapun teori-teori yang penulis gunakan untuk mengkaji biografi Guntur Sitohang sebagai pemusik dan pembuat alat musik serta budayawan dalam masyarakat Batak Toba yaitu, Teori biografi dipergunakan dalam berbagai disiplin ilmu. Dalam bidang sastra misalnya melalui buku Antologi Biografi Pengarang Sastra Indonesia (1999:3-4) dijelaskan bahwa biografi adalah suatu teori yang dipergunakan untuk mendeskripsikan hidup pengarang atau sastrawan. Dalam buku ini juga dijelaskan bahwa dalam menyusun biografi seseorang harus memuat tiga aspek yaitu:

1. Latar belakang, meliputi (a) keluarga yaitu memuat keterangan lahir, meninggal (jika sudah meninggal), istri dan keturunan ( orang tua, saudara dan anak); (b) pendidikan yaitu pendidikan formal dan non formal dari tingkat dasar sampai perguruan 1. Latar belakang, meliputi (a) keluarga yaitu memuat keterangan lahir, meninggal (jika sudah meninggal), istri dan keturunan ( orang tua, saudara dan anak); (b) pendidikan yaitu pendidikan formal dan non formal dari tingkat dasar sampai perguruan

2. Karya-karya pengarang itu yang didaftar menurut jenisnya, baik yang berupa buku maupun yang berupa karya yang diterbitkan secara terlepas, bahkan yang masih berbentuk naskah karena kadang-kadang ada pengarang yang mempunyai naskah karyanya yang belum diterbitkan sampai ia meninggal.

3. Tanggapan para kritikus yang didaftarkan berdasarkan judul dan sumbernya dengan tujuan memberi keterangan kepada para pembaca tentang tanggapan orang kepada pengarang itu. Hal itu tegantung kepada ada atau tidak adanya orang yang menanggapi.

Biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat saja, namun juga dapat berupa lebih dari satu buku. Perbedaannya adalah, biografi singkat hanya memaparkan tentang fakta-fakta dari kehidupan seseorang dan peran pentingnya, sementara biografi yang panjang meliputi, tentunya, informasi-informasi penting, namun dikisahkan dengan lebih mendetail dan tentunya dituliskan dengan gaya bercerita yang baik.

Melalui biografi, akan ditemukan hubungan, keterangan arti dari tindakan tertentu atau misteri yang melingkupi hidup seseorang, serta penjelasan mengenai tindakan dan perilaku hidupnya. Biografi biasanya dapat bercerita tentang kehidupan Melalui biografi, akan ditemukan hubungan, keterangan arti dari tindakan tertentu atau misteri yang melingkupi hidup seseorang, serta penjelasan mengenai tindakan dan perilaku hidupnya. Biografi biasanya dapat bercerita tentang kehidupan

Biografi memerlukan bahan-bahan utama dan bahan pendukung. Bahan utama dapat berupa benda-benda seperti surat-surat, buku harian, atau kliping koran. Sedangkan bahan-bahan pendukung biasanya berupa biografi lain, buku-buku referensi atau sejarah yang memaparkan peranan subyek biografi itu. Hal-hal yang perlu dilakukan dalam menulis sebuah biografi antara lain: (a) pilih seseorang yang menarik perhatian anda; (b) temukan fakta-fakta utama mengenai kehidupan orang tersebut; (c) mulailah dengan ensiklopedia dan catatan waktu; (d) pikirkan, apa lagi yang perlu anda ketahui mengenai orang itu, bagian mana dari hidupnya yang ingin lebih banyak anda tuliskan.

Beberapa pertanyaan yang mungkin dapat dijadikan pertimbangan misalnya: (a) apa yang membuat orang ini istimewa atau menarik; (b) dampak apa yang telah ia lakukan bagi dunia atau orang lain; (c) atau sifat apa yang mungkin akan sering peneliti gunakan untuk menggambarkan orang ini; (d) contoh apa yang dapat dilihat dari hidupnya yang menggambarkan sifat tersebut; (e) kejadian apa yang membentuk atau mengubah kehidupan orang itu; (f) apakah ia mampu mengatasi rintangan tersebut; (g) apakah ia mengatasinya dengan mengambil resiko, atau dengan keberuntungan; (h) apakah dunia akan menjadi lebih baik atau lebih buruk jika orang ini tidak pernah hidup, bagaimana bisa, dan mengapa.

Untuk mengkaji peran Guntur Sitohang sebagai pemusik dalam kebudayaan musik Batak Toba, penulis menggunakan teori perilaku sosial pemusik yang Untuk mengkaji peran Guntur Sitohang sebagai pemusik dalam kebudayaan musik Batak Toba, penulis menggunakan teori perilaku sosial pemusik yang

Berdasarkan dari sisi ekonomi, Guntur Sitohang menggantungkan hidupnya terhadap seni yang digelutinya. Sebagai seorang pembuat alat musik beliau memperoleh keuntungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Disamping dari hasil yang didapatkan sebagai pembuat alat musik, Guntur Sitohang juga selalu mendapat honorarium sebagaimana yang lajim diterima oleh para seniman musik ketika menjalankan perannya sebagai pemusik. Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa Guntur Sitohang termasuk kedalam kategori pembuat dan pemusik profesional. Ia dibayar karena keahlian profesinya tersebut.

Dalam karirnya sebagai pemusik beliau belajar mengikuti bakat yang ada pada dirinya. Pengetahuan yang dimiliki tersebut didapat secara autodidak melalui tradisi lisan bukan tradisi tulisan dan tidak dibentuk oleh pendidikan formal. Bakat tersebut semakin berkembang ketika Guntur Sitohang bergabung menjadi pemusik Opera Batak sejak berusia duapuluh tahun.

1.5 Metode Penelitian

Dalam penelitian seni dikenal metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mencari makna-makna yang terkandung dalam kegiatan tertentu. Selanjutnya penelitian kuantitatif biasanya bertujuan untuk mengukur fenomena yang ada berdasarkan kuantitas tertentu. Dalam pembahasan ini, penulis menggunakan metode peneltian kualitatif.

Alan P. Merriam menjelaskan bahwa dalam disiplin ilmu Etnomusikologi, dikenal istilah teknik lapangan dan metode lapangan. Teknik mengandung arti pengumpulan data-data secara rinci di lapangan. Metode lapangan sebaliknya mempunyai cakupan yang lebih luas, yaitu meliputi dasar-dasar teoritis yang menjadi acuan bagi teknik penelitian lapangan. Teknik menunjukkan pemecahan masalah, pengumpulan data hari demi hari. Sedangkan metode mencakup teknik-teknik dan juga berbagau pemecahan masalah sebagai bingkai kerja dalam penelitian lapangan (Merriam 1964:39-40).

1.6 Kerja Lapangan

Dalam kerja lapangan penulis melakukan wawancara untuk mendapatkan informasi yang akurat tetang tulisan ini. Sebelum melakukan wawancara terlebih dahulu penulis menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan didalam melakukan wawancara, yaitu: menyusun pertanyaan, mempersiapkan alat-alat tulis, menyediakan alat perekam Dalam kerja lapangan penulis melakukan wawancara untuk mendapatkan informasi yang akurat tetang tulisan ini. Sebelum melakukan wawancara terlebih dahulu penulis menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan didalam melakukan wawancara, yaitu: menyusun pertanyaan, mempersiapkan alat-alat tulis, menyediakan alat perekam

1.7 Studi Kepustakaan

Saat menentukan penelitian tulisan berikut ini, terlebih dahulu penulis melakukan studi kepustakaan yang dilakukan dengan cara mencari data dan bahan perbandingan untuk memperbanyak referensi baik dari artikel, skripsi, buku-buku yang yang berkaitan dengan objek penelitian yang pada akhirnya bertujuan mendapatkan konsep-konsep serta teori-teori yang relevan untuk membahas permasalahan dalam tulisan ini.

1.8 Kerja Laboratorium

Setelah mendapatkan data dari lapangan, penulis mengadakan kerja laboratorium yang pada akhirnya hasil rekaman, wawancara baik berbentuk audio maupun visual, akan dianalisis untuk mempermudah dalam proses penulisan skripsi ini. Data-data yang penulis dapatkan dilapangan dibagi ke dalam dua media yaitu data yang direkam dan data yang ditulis.

1.9 Lokasi Penelitian

Dalam menentukan lokasi penelitian, penulis memilih wilayah desa Turpuk Limbong, kecamatan Harian Boho yang menjadi tempat tinggal dari objek yang diteliti sebagai lokasi penelitian. Desa ini terletak di pulau Samosir kawasan pinggiran Danau Toba dan termasuk ke dalam kabupaten Samosir provinsi Sumatera Utara.

BAB II

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT BATAK TOBA TURPUK LIMBONG

Pada bab II, ini penulis akan membahas latar belakang masyarakat Batak Toba di Desa Turpuk Limbong, termasuk geografi, topografi, ekonomi, pendidikan dan mata pencaharian sehari-hari. Hal tersebut menjadi pembahasan penulis karena Guntur Sitohang merupakan penduduk Desa Turpuk Limbong yang merupakan tempat di mana ia beraktifitas sebagai pemusik sekaligus pembuat instrumen musik Toba. Sebelum membahas topik tersebut, akan diuraikan lebih dahulu gambaran masyarakat Batak Toba misalnya asal usul orang Batak, sistem kepercayaan dan sistem kekerabatan.

2.1 Asal Usul dan kepercayaan awal masyarakat Batak Toba.

Sebagai suku yang mendiami negeri ini, ”Batak” terdiri dari banyak etnis yang memiliki ciri khas tersendiri yang ada di dalamnya. Sebut saja beberapa diantaranya Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Pak-Pak, dan Batak Toba. Awalnya masyarakat Batak ini berdomisili di provinsi Sumatera Utara. Batak Toba sebagai salah satu etnis yang ada di Sumatera Utara mendiami daerah Tapanuli Utara. Kabupaten Tapanuli Utara

beribukota di Tarutung 2 .

2 Perhatikan peta pada halaman terakhir.

Seperti yang kita ketahui bersama, sejak zaman semakin maju, masyarakat Batak Toba tidak melulu berdomisili di Tapanuli Utara. Mereka mendiami beberapa daerah baik di dalam maupun luar negeri dengan banyak jenis pekerjaan. Dengan kata lain, masyarakat Batak Toba tidak lagi menggunakan lahan pertanian sebagai tempat mencari nafkah. Hal ini tentunya sisi positif dari perpindahan penduduk.

Pada awalnya masyarakat Batak Toba memiliki kepercayaan kepada Debata Mulajadi Nabolon. Jenis kepercayaan ini adalah kepercayaan Animisme (penyembah berhala) yang pada awalnya disebarkan oleh Raja Sisingamangaraja. Kononnya. Kepercayaan masih tetap berdiri sampai sekarang ini yang ditandai dengan adanya

kepercayaan Parmalim yang merupakan kepercayaan asli masyarakat Batak Toba 3 .

2.2 Keberadaan masyarakat Batak Toba pasca masuknya agama Kristen

Setelah pemerintah Belanda melakukan pembunuhan terhadap Raja Sisingamangaraja pada tanggal 7 Juni 1908, penyebaran agama Kristen semakin luas, yang ditandai dengan pengaruh Eropa yang memiliki motto Gold, Gospel, dan Glory yang ditandai dengan ekspansi yang mereka sebarkan ke seluruh dunia.

Pencapaian dari kemegahan dan kekayaan yang ditandai dengan Gold (emas) pada zaman dahulu kala ditandai dengan banyaknya pengaruh yang masuk dari Eropah

3 Konon, Raja Sisingamangaraja melakukan perlawanan terhadap Kolonial Belanda juga karena semakin terancamnya keberadaan Kepercayaan Parmalim, yang disebabkan penyebaran agama Kristen yang dibawa

oleh pemerintahan Kolonial pada waktu yang lalu. (wawancara dengan Guntur Sitohang dan buku “Keresidenan Sumatera” yang pernah dibaca penulis sebelumnya).

yang mencari Sumber Daya Alam dari negara yang mereka kunjungi untuk kebutuhan pemerintahan mereka. Hal itu ditandai dengan masuknya Portugis pada era zaman Baroq (pada abad ke-15) ke Indonesia Timur yang tujuan utamanya untuk mencari Rempah- rempah yang dipergunakan di negara mereka.

Keinginan lain dari Ekspansi Eropah ke Indonesia disebabkan oleh keinginan menjelajahi dunia dan membukt ikan teori bahwa Bumi itu bulat. Hal ini ditandai dengan banyaknya petualang-petualang yang banyak menemukan pulau-pulau baru di dunia pada saat itu. Sebut saja Amerigo Vespucci yang menemukan benua Amerika yang pada akhirnya dilanjutkan oleh Cristopher Colombus.

Sementara pencapaian Gospel yang diaplikasikan oleh Eropah yang penulis fokuskan pada masyarakat Batak Toba yaitu dari pengutusan beberapa Missionaris ke tanah Batak. Sebut saja seorang Dr. I.L.Nomennsen yang sampai saat ini masih kita kenal sebagai penginjil yang mengenalkan agama Kristen di lingkungan masyarakat Batak Toba. Penyebaran ini juga mengubah pola pikir masyarakat Batak Toba yang pada akhirnya semakin beralih pada kekristenan tanpa meninggalkan kepentingan budayanya.

2.3 Sistem Kekerabatan Masyarakat Batak Toba

Sistem kekerabatan pada masyarakat Batak Toba sangat erat kaitannya dengan istilah “marga” yang merupakan nama dari nenek moyang yang selalu diturunkan kepada keturunan dengan garis keturunan patriakal. Kekerabatan adalah suatu tata cara yang mengatur hubungan sosial kemasyarakatan. Sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba Sistem kekerabatan pada masyarakat Batak Toba sangat erat kaitannya dengan istilah “marga” yang merupakan nama dari nenek moyang yang selalu diturunkan kepada keturunan dengan garis keturunan patriakal. Kekerabatan adalah suatu tata cara yang mengatur hubungan sosial kemasyarakatan. Sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba

Dalihan na tolu merupakan sebuah sistem hubungan sosial yang berlandaskan pada tiga pilar kemasyarakatan, yakni hula-hula, dongan tubu (dongan sabutuha) dan boru. Dalihan natolu diciptakan Mulajadi Nabolon dengan menurunkan kepada dewa yang tiga yakni: Batara Guru sebagai simbol dari hula-hula, Debata Soripada simbol dari dongan sabutuha dan Debata Mangala Bulan simbol dari boru (Sinaga 1981:71-76)

Hula-hula merupakan kedudukan tertinggi dalam sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba. Hal ini dapat kita lihat dalam posisi dalam suatu acara dan penghormatan yang diberikan. Hula-hula merupakan status sebuah marga pemberi istri bagi marga lain. Sedangkan status boru merupakan pihak marga yang mengambil istri dari pihak hula- hula . Istilah dongan sabutuha untuk menunjukkan sistem kekerabatan yang sederajat. Biasanya untuk menyatakan hubungan dalam satu marga yang sama.

Dalihan Natolu pun diuraikan dengan pepatah “somba marhula-hula, manat mardongan tubu, elek marboru” . Pengertian dari pepatah ini secara harafiah “patuh dan berikanlah sembah pada hula-hula, menjaga hubungan dengan dongan tubu, kelemah lembutan dengan boru. Pepatah ini bukan hanya sekedar ungkapan tetapi dapat kita lihat dalam suatu acara pesta.

Ketiga kelompok memiliki peranan yang penting dan saling melengkapi dalam adat. Ketika dalam suatu pesta, hula-hula tidak begitu repot karena dianggap sebagai posisi yang paling di hormati menjadi pemberi berkat dan restu. Dongan tubu berperan Ketiga kelompok memiliki peranan yang penting dan saling melengkapi dalam adat. Ketika dalam suatu pesta, hula-hula tidak begitu repot karena dianggap sebagai posisi yang paling di hormati menjadi pemberi berkat dan restu. Dongan tubu berperan

Dapat disimpulkan bahwa dalam dalihan na tolu, hula-hula dianggap sebagai pihak yang kedudukannya paling tinggi, dongan tubu sebagai pihak yang sederajat dan boru merupakan pihak yang kedudukannya paling rendah. Namun istimewanya, setiap orang dalam sistem kekerabatan Batak Toba akan berada dalam ketiga kedudukan tersebut. Artinya seseorang itu akan pernah sebagai hula-hula, dongan tubu dan sebagai boru . Sehingga tidak akan pernah timbul perbedaan martabat dalam sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba.

Untuk mengkaji lebih dalam posisi ketiga pilar antara, hula-hula, dongan tubu dan boru , juga dapat dilihat dalam rangkaian struktur tor-tor pada suatu acara. Ketika dalam

melakukan suatu upacara yang diadakan hasuhuton 4 , maka akan mengundang kekerabatan dan mempersilahkan manortor. Komposisi manortor ini dengan cara berdiri

berhadap-hadapan atau membentuk lingkaran. Pada saat hula-hula manortor pihak hasuhuton akan mendatangi hula-hula untuk meminta berkat. Hal ini dapat dilihat dari

4 Hasuhuton merupakan yang membuat hajatan atau kepanitian.

pola gerak tortor dimana pihak hula-hula menumpangkan kedua tangan di atas kepala hasuhuton , sebaliknya pihak hasuhuton mangelek (membujuk)sebagai tanda balasan dengan cara kepala agak menunduk dan kedua tangan menyentuh dagu pihak hula-hula. Rangkaian pola gerak ini umum dilakukan secara bersamaan.

Penulis mengamati di lapangan bahwa di mana pun masyarakat Batak Toba bertempat tinggal, di pedesaan ataupun di perkotaan, adat kekerabatan ini masih tetap dijalankan tanpa merubah apa yang sudah diwariskan nenek moyang dahulu. Seperti pada pesta perkawinan masyarakat Batak Toba, tata acara dalam suatu pesta salah satu cerminan yang mendasar dengan konsep dalihan natolu.

2.4 Masyarakat Batak Toba di Desa Turpuk Limbong

Secara administratif, desa Turpuk Limbong termasuk ke dalam wilayah pemerintahan Kabupaten Samosir, Kecamatan Harian Boho. Desa Turpuk Limbong ini terdiri dari tujuh dusun (Lumban), yaitu Lumban Simanappang, Lumban Gambiri, Lumban Habeahan, Lumban Simardali-dali, Lumban Sitio-tio, Lumban Pandiangan, Lumban Upagordang.

5 Desa turpuk limbong ini berbatasan dengan desa Partungkoan berada di sisi sebelah barat, desa Janji Martahan di sebelah timur, desa Limbong Sagala di sebelah

utara dan di sebelah selatan adalah Danau Toba. Luas keseluruhan desa Turpuk Limbong mencapai 8,75 Km 2 . Wilayah ini terdiri dari, 56 ha lahan persawahan, tanah kering 80 ha,

pekarangan 8 ha, dan 371 ha, lahan bebas. Lahan bebas yang dimaksud pegunungan yang mengelilingi desa.

Desa Turpuk Limbong ini didiami sekitar 116 kepala keluarga. Dengan perincian, jumlah penduduk Desa Turpuk Limbong, sekitar 658 jiwa. Laki-laki 317 jiwa dan wanita 341 jiwa. Infrastruktur yang dapat ditemukan di daerah ini, satu unit Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), I unit Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), Kantor Kepala Desa, satu unit Gereja HKBP, satu unit Gereja Katolik dan satu unit Sekolah Dasar (SD).

Salah satu keistimewaan desa Turpuk Limbong, yaitu desa ini merupakan salah satu desa tertua di kecamatan Harian Boho. Menurut Bapak M Habeahan 6 , pada awalnya

wilayah desa Turpuk Limbong, dibangun pada sekitar tahun 1700, oleh seorang marga Limbong yang berasal dari Desa Limbong Sagala yang berjarak sekitar 8-9 Km dari desa tersebut. Lahan yang subur, dan masih kosong membuat si Limbong tertarik untuk membuka lahan perladangan (manobbang) sekaligus ingin membuka wilayah perkampungan baru. Namun karena masih sendiri berdiam di wilayah itu Limbong merasa kesepian, sehingga mengundang beberapa orang dari sekitar pulau Samosir dan

5 Desa partungkoan ini mempunyai hutan yang luas dimana sebagai tempat mengambil material taganing seperti kayu dan rotan.

6 Bapak M Habeahan salah satu penetua desa turpuk limbong yang merupakan informan penulis.

orang-orang sekitar desa Limbong Sagala. Adapun yang bersedia menerima undangannya adalah marga Malau, marga Sihotang dan marga Sagala.

Kemudian, sesuai dengan kesepakatan, mereka membagi batas-batas wilayah (turpuk), sehingga munculah istilah Turpuk Limbong, Turpuk Malau, Turpuk Sagala, dan Turpuk Sihotang . Khususnya, untuk desa Turpuk Limbong, karena jumlah penduduk semakin meningkat, penduduk menganggap perlu dibentuk suatu badan yang mengurus jalannya pemerintahan desa. Maka berdasarkan kesepakatan para pendiri desa pada saat

itu memutuskan untuk membetuk suatu badan yang disebut dengan Bius Si Opat Tali 7 di desa Turpuk Limbong.

Kira-kira tahun 1950-an sesudah Indonesia merdeka penduduk Turpuk Limbong makin bertambah dimana marga-marga lain pun berdatangan untuk tinggal di Turpuk Limbong. Kemudian sesuai dengan sistem tata pemerintahan Republik Indonesia, Turpuk Limbong ini disahkan dengan desa Turpuk Limbong pada tahun 1970-an. Pada tahun 1980-an sampai sekarang ini desa Turpuk Limbong mengalami perkembangan dan kemajuan. Adapun perkembangan yang terdapat di desa Turpuk Limbong ini adalah jalan sudah beraspal hingga mempermudah sarana tranportasi untuk bepergian serta masuknya alat-alat elektronik dan listrik.

7 Bius siopat tali seperangkat desa untuk mengurus adat-istiadat, sengketa tanah dan juga mengurus pemerintahan desa. Sampai saat ini bius siopat tali masih aktiv berperan membantu pemerintahan

desa.

Sistem mata pencaharian masyarakat di Desa Turpuk Limbong didominasi sektor pertanian yaitu sekitar 80% dari keseluruhan jumlah penduduk. Komoditi pertanian masyarakat desa Turpuk Limbong pada umumnya, padi, bawang, cabe merah dan kopi ateng. Selain menjadi petani, masyarakat desa Turpuk Limbong pada umumnya juga beternak babi, dan ayam. Selain itu sebagian petani-petani desa Turpuk Limbong juga beternak kerbau dan sapi. Karena kedua jenis hewan ternak ini berperan dalam membantu masyarakat di sektor pertanian.

Meskipun sektor peternakan bukan menjadi penghasilan utama masyarakat Desa Turpuk Limbong, namun tetap memiliki nilai ekonomi yang cukup baik sebagai penghasilan tambahan. Misalkan, apabila para petani membutuhkan biaya tambahan, biasanya mereka akan menjual hewan ternak mereka. Sebagian kecil penduduk Desa Turpuk Limbong memiliki mata pencaharian sebagai penangkap ikan (nelayan) dan ada juga yang memelihara ikan (parkeramba) di Danau Toba. Biasanya para nelayan Desa Turpuk Limbong menangkap ikan dengan menggunakan sampan dan jaring. Beberapa masyarakat ada yang menjadi pegawai negeri dan membuka usaha seperti membuka toko. Dan ada juga yang berjualan hasil pertanian ketempat lain pada pagi hari untuk pajak pagi.

Di desa Turpuk Limbong juga ada ditemui sebagai pengrajin alat musik tradisional Batak Toba seperti, taganing, sarune, hasapi dan lain-lain. Pembuatan alat musik tradisional Batak Toba yang terdapat di turpuk limbong masih menggunakan peralatan yang sederhana. Sebagai mata pencaharian tambahan yang mempunyai ketrampilan dalam bermain musik beberapa masyarakat kecil Turpuk Limbong ada yang Di desa Turpuk Limbong juga ada ditemui sebagai pengrajin alat musik tradisional Batak Toba seperti, taganing, sarune, hasapi dan lain-lain. Pembuatan alat musik tradisional Batak Toba yang terdapat di turpuk limbong masih menggunakan peralatan yang sederhana. Sebagai mata pencaharian tambahan yang mempunyai ketrampilan dalam bermain musik beberapa masyarakat kecil Turpuk Limbong ada yang

BAB III BIOGRAFI GUNTUR SITOHANG

3.1 Biografi singkat Guntur Sitohang

Sebelum membicarakan Guntur Sitohang sebagai pemusik sekaligus pembuat alat musik Toba, penulis akan menjelaskan biografinya terlebih dahulu. Penjelasan ini dianggap perlu karena proses perjalanan hidup Guntur Sitohang tentu turut mempengaruhinya dalam bermain ataupun memmbuat alat musik tradisional toba.

Guntur Sitohang lahir 19 Desember 1936 di desa Urat Kabupaten Samosir darinpasangan B.Sitohang dan S.Simbolon. Ia merupakan anak bungsu dari tujuh orang bersaudara di antara lima orang anak dan dua orang anak laki-laki. Seperti pada umumnya masyarakat suku Batak Toba di Samosir, di masa hidupnya orang tua dari Guntur Sitohang bekerja atau berprofesi sebagai petani serta mengajar di Sekolah Dasar Negeri (milik pemerintah) yang ada di komplek perumahan tempat beliau berdomisili.

Untuk menambah penghasilan dalam memenuhi kebutuhan keluarga, ayahnya juga kerap mencari ikan di pesisir Danau Toba tepatnya di pantai desa Urat.

3.1.1 Masa Kecil

Guntur Sitohang menghabiskan masa kecilnya di Desa Urat dan Harian Boho Kabupaten Toba Samosir. Sedikit berbeda dari saudara-saudaranya yang tergolong rajin dalam membantu orang tuanya dalam mencari nafkah, Guntur Sitohang lebih sering menghabiskan waktu dalam bermain. Menurut pengakuannya, hal itu terjadi karena posisi Guntur Sitohang sebagai anak bungsu sehingga lebih mendapat kebebasan lebih dibanding saudara-saudaranya atau dapat dikatakan paling dimanjakan. Keadaan tersebut membuat ia lebih leluasa dalam mengembangkan minat dan bermain bersama teman dekatnya dalam bermusik.

3.1.2 Pendidikan

Pada Tahun 1948 Sekolah Dasar atau yang di singkat (SD) masih bernama Sekolah Rakyat (SR). Hal ini justru terbilang unik sebab di tahun itu untuk pertama kalinya mendaftarkan diri memulaiu sekolah di Sekolah Rakyat 6 Harian Boho. Sementara usianya usianya pada saat itu sudah memasuki sebelas tahun. Di tahun kedua atau setelah duduk di bangku kelas dua, nama Sekolah Rakyat berganti menjadi Sekolah

Dasar. Bermain bersama teman, bermain musik, ikut bertani dan mencari ikan di danau menjadi alasan beliau atas keterlambatannya masuk sekolah pada masa itu.

Enam tahun menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar, Guntur Sitohang melanjutkan pendidikannya di Sekolah Guru Biasa atau yang disingkat dengan SGB di kecamatan Harian Boho. Sekolah Guru Biasa merupakansekolah kejuruan yang berada satu tingkat di atas Sekolah Dasar dimana pada masa itu lulusan SGB dapat menjadi tenaga pengajar di Sekolah Dasar.

3.1.3 Latar Belakang Keluarga.

Guntur Sitohang menikah pada tahun 1964 dengan mempersunting Tiamsah Habeahan yang merupakan teman Sekolahnya sejak Sekolah Guru Biasa. Pasangan Guntur Sitohang dan Tiamsah Habeahan menghasilkan sebelas anak yang terdiri dari enam orang perempuan dan lima orang laki-laki, di tambah satu orang anak perempuan yang merupakan anak angkat.

Anak pertama dari Guntur Sitohang adalah seorang wanita yang diberi nama Megawati Sitohang yang lahir pada tahun 1964. Beliau merupakan ibu rumah tangga, dan memiliki seorang anak perempuan buah perkawinannya dengan R.Simbolon. pada saat ini berdomisili di Jambi. Kemudian anak kedua beliau adalah Baktiar Sitohang. Anak

kedua beliau ini terlahir dengan normal pada tahun 1966. Akan tetapi beliau mengalami suatu penyakit sejak umur 5 tahun yaitu mengalami kejang-kejang sehingga mengalami kelumpuhan sampai pada akhir hayatnya. Beliau meninggal pada usia 42 tahun pada tahun 2008 yang lalu. Anak ketiga beliau adalah seorang wanita yang diberi nama Lasnur Maya. Lahir pada tahun 1968. Kemudian menikah dengan marga Hutabarat. Berdomisili di Jakarta dan memiliki dua orang putri dan satu putra. Anak ke empat beliau lahir dengan wajah yang tampan pada tahun 1970 yaitu Martogi Sitohang. Berdomisili di Jakarta dan menjadi seorang musisi tradisional yang sangat terkenal dan juga handal. Pengetahuan beliau dalam bermain musik juga di dapatkan dari pendidikan akademis. Anak ke lima Guntur Sitohang lahir pada tahun 1972 adalah seorang laki-laki yang di beri nama Junihar Sitohang., Junihar Sitohang dapat dikatakan merupakan keturunan yang memiliki bakat paling lengkap yang di wariskan oleh ayahnya sebagai pemusik dan pembuat alat musik, dimana saat ini dia telah banyak menghasilkan karya-karya berupa alat musik Batak Toba diantaranya sulim, taganing, garantung, hasapi dan lain-lain. Anak keenam lahir pada tahun 1976 dan diberi nama Rumonang. Berdomisili di Medan dan menikah dengan marga Samosir. Mereka memiliki dua orang putri dari perkawinan mereka.

Yang berikutnya adalah Hardoni Sitohang yang lahir pada tahun 1978. Belum menikah dan merupakan seorang musisi yang terkenal di kota Medan. Hardoni Sitohang juga telah banyak berkarya dengan mengkolaborasikan alat-alat musik barat dengan musik tradisional batak Toba. Hardoni Sitohang juga telah banyak membuat acara-acara pagelaran musik di Kota Medan. Selanjutnya adalah Naldy Sitohang yang merupakan Yang berikutnya adalah Hardoni Sitohang yang lahir pada tahun 1978. Belum menikah dan merupakan seorang musisi yang terkenal di kota Medan. Hardoni Sitohang juga telah banyak berkarya dengan mengkolaborasikan alat-alat musik barat dengan musik tradisional batak Toba. Hardoni Sitohang juga telah banyak membuat acara-acara pagelaran musik di Kota Medan. Selanjutnya adalah Naldy Sitohang yang merupakan

Anak kesembilan dari pasangan Guntur Sitohang dan T Habeahan adalah Senida Sitohang yang lahir pada tahun 1982. Senida menikah dengan seorang pria bermarga Silalahi dan saat ini berdomisili di daerah Pangururan dan bekerja sebagai ibu rumah tangga. Kemudian anak ke sepuluh dari pasangan Guntur Sitohang dan T. Habeahan adalah Martahan Sitohang yang lahir pada tahun 1984 yang saat ini juga telah menyelesaikan studynya dari Universitas Sumatera Utara departemen Etnomusikologi. Martahan Sitohang yang juga mengalirkan darah keturunan seorang pemusik juga menggeluti dunia musik dan saat ini sudah mulai menghasilkan karya-karya dan mulai membuat pagelaran-pagelaran dikota Medan.

Anak bungsu dari pasangan Guntur Sitohang bernama Elfrida Sitohang yang lahir pada tahun 1987. Elfrida juga telah berhasil menyelesaikan perkuliahannya di Institut Pertanian Bogor. Saat ini dia bekerja sebagai pegawai Swasta di salah satu perusahaan di kota Medan, dan masih berstatus lajang.

Keseluruhan anak dari pasangan Guntur Sitohang dan T. Habeahan tersebut mendukung penuh kegiatan orangtua mereka. Mereka sering membantu beliau dalam mengerjakan pembuatan alat musik seperti membuat tali rotan, menjemur kulit dan lain Keseluruhan anak dari pasangan Guntur Sitohang dan T. Habeahan tersebut mendukung penuh kegiatan orangtua mereka. Mereka sering membantu beliau dalam mengerjakan pembuatan alat musik seperti membuat tali rotan, menjemur kulit dan lain

BAB IV

GUNTUR SITOHANG SEBAGAI PEMUSIK DAN PEMBUAT ALAT MUSIK BATAK TOBA

4.1 Guntur Sitohang Sebagai Pemusik

Sebagai pemusik Toba yang cukup diakui, Guntur Sitohang tentu punya proses belajar yang cukup panjang pula. Hal tersebut sangat masuk akal karena selain pemusik, beliau juga dikenal oleh masyarakat sebagai pembuat alat musik. Pembelajaran tersebut mencakup proses mengenal, melatih diri, hingga berkarya tidak hanya dalam bermain musik saja, namun juga membuat alat musik Toba. Pada bagian ini penulis akan menerangkan dan menguraikan proses tersebut secara mendalam.

4.1.1 Awal Perkenalan Guntur Sitohang Dengan Musik Batak Toba

Awal perkenalan Guntur Sitohang dengan musik tradisional Batak Toba adalah dimulai dari sejak masa kanak-kanak. Keluarga Guntur Sitohang merupakan keluarga petani. Namun salah seorang bapatua (abang bapak) dari Guntur Sitohang yaitu Mangumbang Sitohang, merupakan salah seorang pemain musik Opera Batak. Ketika berusia 4 tahun, Guntur kecil sering mencuri kesempatan untuk belajar memainkan alat musik berdasarkan apa yang dilihatnya. Kesempatan tersebut sering ia peroleh ketika bapatua dari Guntur Sitohang yang berprofesi sebagai pemusik opera batak, kerap tinggal dirumah beliau. Alat musik yang pertama sekali dimainkan oleh Guntur kecil adalah Awal perkenalan Guntur Sitohang dengan musik tradisional Batak Toba adalah dimulai dari sejak masa kanak-kanak. Keluarga Guntur Sitohang merupakan keluarga petani. Namun salah seorang bapatua (abang bapak) dari Guntur Sitohang yaitu Mangumbang Sitohang, merupakan salah seorang pemain musik Opera Batak. Ketika berusia 4 tahun, Guntur kecil sering mencuri kesempatan untuk belajar memainkan alat musik berdasarkan apa yang dilihatnya. Kesempatan tersebut sering ia peroleh ketika bapatua dari Guntur Sitohang yang berprofesi sebagai pemusik opera batak, kerap tinggal dirumah beliau. Alat musik yang pertama sekali dimainkan oleh Guntur kecil adalah

Melihat bakat dan kemauan belajar yang tinggi dari Guntur kecil, bapatua nya menghadiahkan alat musik garantung asal-asalan yang nadanya belum beraturan. Dukungan dari bapatua nya dimanfaatkan dengan sangat baik oleh Guntur kecil untuk belajar lebih giat lagi. Seiring dengan berjalannya waktu walaupun hanya belajar secara otodidak, Guntur semakin dalam memainkan alat musiknya, bukan hanya garantung, melainkan alat musik lainnya seperti sulim, hasapi dan sarune etek.

Masa remaja Guntur mulai disibukkan dengan bermain musik pada grup opera batak yang dipimpin oleh Mardairi Naibaho dan Mangumbang Sitohang. Status Guntur Sitohang pada grup opera batak tersebut merupakan anggota tidak tetap. Hal ini dikarenakan pada saat itu Guntur masih mengenyam pendidikan di SPG (Sekolah Pendidikan Guru) sehingga Guntur tidak dapat memberikan waktunya secara penuh, di Grup Opera tersebut.

4.1.2 Proses Perjalanan Guntur Sitohang Sebagai Pemusik

Seperti yang sudah dijelaskan pada sub bab diatas, perjalanan musik Guntur Sitohang penuh dengan liku-liku yang sangat rumit hingga masa remajanya pun tidak seperti masa remaja umumnya. Masa remaja yang sulit membuat Guntur sering membolos sekolah untuk mendapatkan uang dari hasil nge-job. Beliau sering ditegur oleh Seperti yang sudah dijelaskan pada sub bab diatas, perjalanan musik Guntur Sitohang penuh dengan liku-liku yang sangat rumit hingga masa remajanya pun tidak seperti masa remaja umumnya. Masa remaja yang sulit membuat Guntur sering membolos sekolah untuk mendapatkan uang dari hasil nge-job. Beliau sering ditegur oleh

Mereka sering menghukum Guntur remaja seperti menyapu, mencabut rumput dan sebagainya. Namun hal tersebut mereka lakukan karena bukan karena benci kepada Guntur melainkan karena prosedur dari sekolah. Mereka juga sangat salut akan perjuangan Guntur dalam menjalani hidupnya. Walaupun sering mendapat hukuman dari guru, Guntur tetap dapat mengikuti pelajaran dengan baik bahkan prestasinya pun cukup membanggakan.

Disisi lain, perjalanan bermusik Guntur remaja sangat menakjubkan. Dalam 1 minggu beliau dapat nge-job sampai tiga atau empat kali. Job-job yang dilakukan beliau adalah mengiringi grup opera batak pada umumnya. Sekitar tahun 1958 beliau sudah mulai bermain dalam ensambel Gondang Sabangunan. Pada ensambel ini beliau bermain alat musik taganing. Keahlian memainkan taganing tersebut secara otomatis didapatkannya karena beliau telah lebih dahulu mendapatkan keahlian dari bermain garantung. Mereka bermain musik secara berkelompok dan berkeliling dari satu desa ke desa yang lain. Beliau terus bermain musik sampai pada akhirnya beliau menemukan seorang gadis yang kelak akan menjadi istrinya yaitu T. Habeahan.