Peranan kepemimpinan dalam Organisasi. docx

Peranan kepemimpinan dalam Organisasi
Gaya kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai pola tingkah laku yang dirancang untuk
mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Setiap pemimpin bisa mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda antara yang satu dengan
yang lain, dan tidak mesti suatu gaya kepemimpinan lebih baik atau lebih jelek dari pada gaya
kepemimpinan yang lainnya. Macam gaya kepemimpinan yang diterapkan dalam suatu
organisasi dapat membantu menciptakan efektivitas kerja yang positif bagi pegawai. Adanya
gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi dan kondisi organisasi maka pegawai akan lebih
semangat dalam menjalankan tugas dan kewajibannya dan mempunyai harapan terpenuhinya
kebutuhan. Dalam sebuah organisasi atau instansi, peran kepemimpinan merupakan faktor yang
sangat berpengaruh terhadap terciptanya efektivitas kerja. Bahkan sekarang ini bisa dikatakan
bahwa kemajuan yang dicapai dan kemunduran yang dialami oleh suatu instansi, sangat
ditentukan oleh peranan pemimpinnya yang dapat dilihat dari gaya kepemimpinannya. Hal ini
menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan mempunyai peranan yang sangat penting dalam
mencapai efektivitas kerja. Jika seorang pemimpin mampu menerapkan gaya kepemimpinan
yang tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada, maka para pegawai pun akan dapat
bekerja dengan nyaman dan semangat yang tinggi.

Gaya Dasar Kepemimpinan(kutipan)
Konsep kepemimpinan situasional dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard pada tahun 1969.
Selanjutnya dari hasil pemikiran Ken Blanchard, Ramdhan (2004) merumuskan ada 4 perilaku

dasar kepemimpinan situasional, yaitu :
a. Perilaku direktif
Perilaku direktif adalah perilaku yang diterapkan apabila pimpinan dihadapkan pada
tugas yang rumit dan bawahan belum memiliki pengalaman dan motivasi untuk
mengerjakan tugas tersebut, atau pimpinan berada di bawah tekanan waktu penyelesaian.
Pimpinan menjelaskan apa yang perlu dan harus dikerjakan.
b. Perilaku konsultatif
Perilaku konsultatif adalah perilaku yang diterapkan ketika bawahan telah termotivasi
dan berpengalaman dalam menghadapi suatu tugas. Di sini pimpinan hanya perlu
memberi penjelasan yang lebih terperinci dan membantu mereka untuk mengerti dengan
meluangkan waktu membangun hubungan yang baik dengan mereka.
c. Perilaku partisipatif
Perilaku partisipatif diterapkan apabila pegawai telah mengenal teknik-teknik yang
dituntut dan telah mengembangkan hubungan yang dekat dengan pimpinan. Pimpinan
meluangkan waktu untuk berbincang-bincang dengan mereka, untuk lebih melibatkan
mereka dengan keputusan-keputusan kerja, dan untuk mendengarkan saran-saran mereka
mengenai peningkatan kinerja.
d. Perilaku delegatif
Perilaku delegatif diterapkan apabila bawahan telah sepenuhnya paham dan efisien dalam
kinerja tugas, sehingga pimpinan dapat melepaskan mereka untuk menjalankan tugasnya

sendiri.
Berdasarkan empat perilaku dasar dalam gaya kepemimpinan situasional di atas, maka
kepemimpinan yang berhasil menurut Heidjrachman dan Husnan (2002:174) adalah pemimpin

yang mampu menerapkan gayanya agar sesuai dengan situasi tertentu. Selanjutnya pimpinan
perlu mempertimbangkan setiap situasi khusus dalam rangka memahami gaya mana yang lebih
tepat untuk diterapkan. Kepemimpinan situasional berlandaskan pada hubungan saling
mempengaruhi antara :
(1) Sejumlah tingkah laku dalam tugas diperlihatkan oleh seorang pemimpin
(2) Sejumlah tingkah laku dalam berhubungan sosial diperlihatkan oleh seorang pemimpin.
(3) Tingkat kesiapan ditunjukkan oleh para bawahan dalam pelaksanaan tugas dan kegiatan
tertentu (Hersey, 1994:52-53). Kemampuan dan keinginan menentukan kesiapan seorang
individu maupun kelompok, karena itu gaya kepemimpinan harus menyesuaikan diri dengan
tingkat kesiapan para bawahan.

Gaya Kepemimpinan
 Gaya Kepemimpinan Birokratis
Gaya kepemimpinan ini mengitamakan ketaatan pada peraturan. Setiap anggota atau bawahan
yang berada pada wewenangnya harus mengikuti dan menjalankan aturan yang berlaku pada
kepemimpinannya. Kompromi adalah cara untuk menyelesaikan masalahnya.

 Gaya Kepemimpinan Permisif
Gaya kepemimpinan ini mengutamakan kebersamaan dan kepuasan terhadap anggotanya.
Apabila kepuasan telah tercipta maka akan menyebabkan suasana yang kondusif pada
lingkungan kerjanya.
 Gaya Kepemimpinan Partisipatif
Gaya kepemimpinan ini mengharuskan sang pemimpin untuk terjun langsung pada masalah yang
ada. Dengan demikian, motivasi untuk anggota terasa sedemikian besar. Masalah yang ada
adalah lambannya pekerjaan yang ada.

Peranan Kepemimpinan
1.
2.
3.
4.

Meningkatkan motivasi para anggota.
Meningkatkan koordinasi antara anggota dan pemimpin.
Sebagai negosiator antara anggota.
Sebagai panutan dalam lingkup kepemimpinannya.


Nasyiyatul Aisyiyah
PROGRAM NASYlATUL AISYlYAH ARAH DAN KEBlJAKAN BIDANG PROGRAM
Kebijakan NA (2008-2012) diarahkan pada: "Pemantapan dan pengembangan sistem
organisasi yang efektif dan peningkatan capacity building kader Nasyiah dalam menggerakkan
aksi-aksi pendampingan terhadap permasalahan perempuan dan anak." Sebagai tolak ukur bahwa
arah periode ini tepat sasaran, maka disusunlah beberapa indikator capaian tahapan sebagai
berikut:
- Terbentuknya kader Nasyiatul Aisyiyah yang memiliki ketrampilan utama (core skill) dan
kemampuan (capability) sebagai agen peru bahan datam berdakwah dan bermasyarakat.
- Terwujudnya sistem organisasi yang efektif dan sustainable dari aspek manajemen dan
administrasi, kepemimpinan, pendanaan, komunikasi, serta pengelolaan program dan
evaluasinya.
- Menguatnya peran advokasi
pemberdayaanperempuan dan anak.

non-litigasi

Nasyiah

metalui


gerakan

aksi

Kebijakan ini diterjemahkan dalam bidang-bidang garap program Nasyiah. Bidang
program merupakan bidang garapan/gerak program- program Nasyiatul Aisyiyah yang mengacu
pada AD/ART pasal 2, bahwa Nasyiatul Aisyiyah adalah organisasi otonom dan kader
Muhammadiyah, merupakan gerakan putri Islam, yang bergerak di bidang keperempuanan,
kemasyarakatan, dan keagamaan. Karenanya bidang garap NA adalah bidang keorganisasian,
bidang keislaman, bidang kaderisasi, dan bidang kemasyarakatan.

KEPEMIMPINAN PEREMPUAN Dr. Nahiyah Jaidi Faraz M.Pd nahiyah@uny.ac.id A.
Pengertian Kepemimpinan Pemikiran Rowan Gibson (1997) mengenai problem
global di abad ke-21, Indonesia tengah menghadapi zaman yang serba berubah
begitu cepat, zaman yang serba membingunkan dan tidak menentu. Banyak
persoalan institusi yang membutuhkan solusi-solusi baru, seperti bagaimana
mengembangkan kemampuan melihat masa depan yang sangat dibutuhkan untuk
menjadi yang terdepan dalam kompetisi dunia?. Kata kunci dari semua ini, menurut
Gibson adalah kepemimpinan. Banyak definisi diberikan tentang kepemimpinan,

antara lain: George R.Terry, Leadership is the activit of influencing people to strive
willingly for group objectives. Harold Koontz and Cyril O’Donnell, 1984. state that
leadership is influencing people the follow in the achivement of a common goal.
Handbook of Leadership, memberikan definisi kepemimpinan sebagai “suatu
interaksi antar anggota suatau kelompok. Pemimpin merupakan agen perubahan,
orang yang perilakunya akan lebih memengaruhi orang lain daripada perilaku orang
lain yang memengaruhi mereka. Kepemimpinan timbul ketika satu anggota
kelompok mengubah motivasi atau kompetensi anggota lainnya di dalam
kelompok”. Dengan demikan dapat di simpulkan bahwa kepemimpinan merupakan
suatu proses atau kegiatan untuk mempengaruhi orang atau sekelompok orang
anggota organisasi untuk mencapai tujuan bersama. Sehubungan dengan isu
gender dan kepemimpinan Robbins (1998), mengemukakan dua kesimpulan:
Pertama, menyamakan antara laki-laki dan perempuan cenderung mengabaikan
perbedaan diantara keduanya. Kedua, bahwa apa yang menjadi perbedaan antara
perempuan dan laki-laki adalah bahwa perempuan memiliki gaya kepemimpinan
yang lebih democratic, sedangkan laki-laki merasa lebih nyaman dengan gaya yang
bersifat directive (menekankan pada cara-cara yang bersifat perintah). Sejumlah
studi lainnya memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan-perbedaan inheren antara
laki-laki dan perempuan dalam hal gaya kepemimpinannya. Perempuan cenderung
mengadopsi gaya kepemimpinan yang lebih demokratik. Laki-laki menggunakan

gaya yang mendasarkan pada kontrol dan perintah. Mereka lebih mendasarkan
pada jabatan otoritas formal sebagai dasar baginya untuk melakukan pengaruhnya
(Sudarmo, 2008). Penelitian Tannen (1995) bahwa pemimpin yang menekankan
pada hubungan dan keakraban yang cenderung dimiliki oleh perempuan,
memungkinkan seorang pemimpin tersebut bersikap memberdayakan segenap
anggotanya, serta menekankan struktur organis. Sedangkan pemimpin yang
menekankan pada status dan kemandirian, yang cenderung dimiliki oleh laki-laki
memungkinkan pemimpin tersebut mengadopsi struktur hirarkis, spesialisasi, dan
perintah. Penelitian tentang hubungan gender dan kepemimpinan juga
dikemukakan oleh Sara Levinson, seorang Presiden Properti NFL, Inc di New York. Ia
mengungkapkan pertanyaan secara langsung dalam sebuah tanya jawab dengan
seluruh anggota laki-laki yang ada di timnya. Ia bertanya kepada mereka: “Apakah
kepemimpinan saya berbeda dengan laki-laki?” Jawab mereka: “ya” (dikutip dalam
Sudarmo, 2008) Jawaban ini cukup memberikan dukungan bahwa ada perbedaan
gaya kepemimpinan antara perempuan dan laki-laki. Perempuan cenderung lebih
memiliki perilaku yang demokratis dan partisipatif, seperti hormat pada orang lain,
perhatian pada orang lain, Gaya seperti ini mengacu pada kepemimpinan interaktif,
gaya seperti ini memiliki unsur-unsur kepemimpinan yang transformasional,yakni
yang inspirasional. Berbeda dengan laki-laki yang ang cenderung lebih mengarah
pada perilaku yang directive (mendasarkan pada instruksi) dan assertive

(cenderung agresif dan dogmatik), dan menggunakan otoritas yang baiasanya ia

miliki untuk melakukan “kontrol dan komando” B. Kepemimpinan Perempuan
Fenomena yang ada menunjukkan banyak perempuan yang telah menduduki
jabatan sebagai pemimpin kepala desa, kepala kantor , kepala sekolah, manajer
perusahaan, direktur rumah sakit, direktur bank, sebagai pemimpin keluarga, dan
lain-lain. Namun Persentase perempuan sebagai pemimpin dibandingkan populasi
perempuan secara keseluruhan, jauh lebih rendah dibandingkan dengan persentase
laki laki sebagai pemimpin. Fakta lain terkait dengan proporsi perempuan dalam
angkatan kerja dan usaha yang sejak dulu sampai saat ini, usaha perdagangan
cukup diminati oleh perempuan. Akan tetapi dalam kesempatan memperoleh
bantuan kredit peningkatan usaha, perempuan pengusaha masuk dalam kelompok
penerima
dengan
modal
kecil
dan
menengah.
Sumber:
http://id.shvoong.com/socialsciences/sociology/2258375-perempuan-dankepemimpinan/#ixzz2FbCEYEQN Perempuan untuk tampil sebagai pemimpin

diibaratkan Bass (1990) dan Klenke (1996) sebagai fenomena atap kaca atau glass
ceiling yaitu adanya hambatan yang seolah-olah tidak terlihat, tembus pandang,
tetapi dalam kenyataannya merintangi akses perempuan dan kaum minoritas lain
dalam menuju kepemimpinan puncak. Bass, Avolio, dan Atwater ( 1996)
menemukan bahwa laki-laki umumnya lebih menampilkan kepemimpinan
transaksional
dibandingkan
perempuan.
Sebaliknya,
perempuan
lebih
memperlihatkan kepemimpinan transformasional dibanding kan laki-laki. Carless
menemukan bahwa manajer perempuan lebih menggunakan kepemimpinan
transformasional dibandingkan manajer laki-laki. Menurut Natalie Porter dan Jessica
Henderson Daniel, (2007: 249) Banyak kualitas yang diperlukan untuk memiliki
kepemimpinan organisasi yang efektif pada situasi sekarang ini yakni berkualitas
dan umumnya diasosiasikan dengan Kemimpinan Transformasional (Bass,1985;
Burn,1978; Chia-Chen,2004), dan juga diasosiasikan dengan para Pemimpin Wanita
(Applebaun, Audet, Miller, 2002).
Daftar Pustaka Bass, B.M., (1985). Leadership and Performance Beyond

Expectations, New York; The Free Press. Bass, B.M and Avolio B,J.,(1994). Improving
organizational
effectiveness:
th