Strategi Pembangunan Ekonomi Islam Menuj

Strategi Pembangunan Ekonomi Islam Menuju
Terwujudnya Masyarakat yang Adil dan Sejahtera
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Moneter Islam
Dosen Pengampu : Yuli Utami SE, M.Si

Disusun Oleh:
ALFI LESTARI
(20120430190)

Fakultas Ekonomi
Jurusan Ekonomi Keuangan dan Perbankan Islam
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2015

STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI ISLAM MENUJU
TERWUJUDNYA MASYARAKAT YANG ADIL DAN SEJAHTERA

A. PENDAHULUAN
Indonesia sebagai salah satu negara sedang berkembang dengan
penduduk yang homogen, dengan berbagai suku, budaya dan agama yang
berbeda. Namun sebagian besar masyarakat Indonesia memeluk Agama Islam.

Walaupun sebagian besar masyarakat Indonesia muslim, sistem ekonomi yang
di anut Indonesia bukanlah sistem ekonomi islam. Indonesia menganut sistem
ekonomi yang di dasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 sebagai landasan
idil yang berorientasi pada isi Pancasila dan Pembukaan UU alinea ke empat
yang menjadi tujuan bangsa Indonesia yaitu memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan kebangsaan Indonesia. Jika dilihat dari isi
alinea ke empat dalam pembukaan undang-undang sudah mencakup tujuan
sistem pembangunan yang islam walaupun tidak di dasarkan dengan AlQur’an dan Hadist, hanya saja bangsa Indonesia tidak menjalankan isi dari
alinea ke empat tersebut. Saat ini Indonesia sudah menjadi negara yang
pergerakannya terbatas karena di batasi oleh negara luar. Terlebih lagi ketika
Indonesia telah menjalin hubungan dengan negara seperti Amerika, maka
mereka secara tidak langsung dan tanpa di sadari telah terperangkap dalam
sistem ekonomi yang kapitalis dan liberal yang dalam pelaksanaannya sudah
tidak perduli akan dampaknya bagi masyarakat, yang terbayang hanyalah
untuk mencapai kepuasan dan keuntungan yang maksimum.
Dalam sistem ekonomi Indonesia ditujukan untuk keadilan dan
kesejahteraan masyarakat Indonesia, hanya saja pada realisasinya masih saja
terjadi ketidakadilan ekonomi ditengah masyarakat, seperti halnya semakin
tingginya kesenjangan sosial antar masyarakat miskin dan kaya, kurang

tegasnya hukum yang berlaku di Indonesia sehingga yang selalu dirugikan
adalah masyarakat kecil, sementara para Koruptor bebas berkeliaran di
Indonesia bahkan hingga keluar negeri.
Permasalahn yang dihadapi Indonesia tidak hanya terbatas pada
permasalahan hukum melainkan juga pada masalah ketidakseimbangan
ekonomi makro yang dicerminkan dalam angka pengangguran dan inflasi
yang tinggi, defisit neraca pembayaran yang sangat besar, depresi nilai tukar
mata uang berkelanjutan dan beban utang yang berkelanjutan dan beban utang
yang berat. Hal ini menjadi masalah dalam perekonomian Indonesia karena
pada dasarnya sistem ingin memberikan keadilan dalam bidang ekonomi
kepada setiap rakyat Indonesia. Prinsip keadilan dan moral menjadi
keunggulan bersaing dalam sistem ekonomi islam. Dalam Islam, sistem
ekonomi berusaha memberikan solusi atas permasalan terjadi dengan berbagai
strategi untuk mencapai tujuan pembangunan yang mensejahterakan rakyat
serta memberikan keadilan.

B. PEMBAHASAN
1. Strategi Ekonomi Pembangunan Dalam Perspektif Konvensional
Menurut Dr. Umar Chapra ilmu ekonomi konvensional yang
mendominasi pemikiran ekonomi modern yang menjadi sebuah disiplin ilmu

yang maju dan terdepan. Terbukti dengan majunya negara-negara yang
menerapkan konsep ekonomi pembangunan konvensional, seperti Amerika
Serikat. Dampak yang mengagumkan dari peningkatan perkembangan di
negara-negara industri Barat adalah tersedianya sumber kajian yang
substansial untuk membantu program riset meraka, sehingga wajar jika
negara-negara yang menganut sistem konvensional lebih maju dari segi
teknologi dan ilmu pengetahuan. Tentu hal ini berbeda halnya dengan ilmu
ekonomi islam, sebab sebagian besar negara islam adalah negara miskin
sehingga dalam membiayai dana riset sulit yang menyebabkan negara islam
sedikit tertinggal.
Ada dua himpunan tujuan yang berbeda pembangunan dalam
pembangunan ekonomi konvensional yaitu tujuan positif dan tujuan normatif.
Tujuan positif berhubungan erat dengan usaha realisasi secara efisien dan adil
dalam proses alokasi dan distribusi sumber daya yang terbatas. Sementara
tujuan normatif berhubungan dengan usaha pencapaian secara universal tujuan
sosial ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan hidup dan lain-lain.
Pembangunan ekonomi telah melewati 3 fase yang berbeda. Fase
pertama adalah ekonomi pembangunan kuno yang dikembangkan oleh para
ekonom klasik yang mencoba menjelaskan pertumbuhan ekonomi jangka
panjang dalam sistem ekonomi liberal kapitalisme laissez faire. Fase kedua,

ekonomi pembangunan dimulai setelah perang dunia ke II ketika sejumlah
negara dari “dunia ke tiga” merdeka dan pembangunan mulai mendapat
perhatian. Fase terkahir, ditandai dengan melemahnya strategi keynesian dari
sosialis di Barat pada dasa warsa tahun 1970-an dan pada masa ini terjadi
sebuah kebangkitan ekonomi liberalisme klasik dan ekonomi neoklasik.
Ada beberapa sistem ekonomi yang berlaku pada pembangunan
ekonomi dalam perspektif konvensional yaitu:
a) Sistem Ekonomi Kapitalis
Kapitalisme sebagai sistem ekonomi pada abad ke 16, asal usul
lembaga kapitalis bisa di lihat pada zaman kuno. Benih kapitalisme itu
kemudian mulai berkembang ketika di Inggris muncul industri sandang. Pada
tahun 1970-1914, kapitalisme sampai pada masa yang di sebut dengan
kapitalisme klasik dimana fokus pembangunan bukan lagi pada perdagangan
melainkan pada industri yaitu ketika terjadi revolusi industri. Revolusi industri
merupakan periode peralihan dari dominasi modal perdagangan di atas modal
industri ke arah dominasi modal industri atau modal perdagangan.
Apa sebenarnya yang membedakan anatara sistem satu dengan yang
lain ? Perbedaan antar sistem biasanya menjadi kabur kalau kita hanya melihat

institusi yang ada dalam suatu sistem, misalnya berkaitan dengan perusahaan

atau individu yang terlibat di dalamnya. Perbedaan antara sistem ekonomi
kapitalisme dan sosialisme akan nampak jelas jika kita melihat latar belakang
institusi. Institusi kapitalisme dilatar belakangi oleh kekuatan falsafah
liberalisme, individualisme, rasionalisme, materialisme dan humanisme.
Sementara dalam kapitalisme filsafat liberalisme melatarbelakangi perilaku
para pelaku ekonominya.Dalam pemenuhan kebutuhan kehidupan materi
untuk kehidupan dunia di lakukan dengan memberikan kebebasan pada
individu karena kebebasan itu dianggap sebagai kodrat, bawaan, sifat dasar
manusia. Karena sifat penciptaan manusia tidak lepas dari kebebasan maka
setiap manusia mempunyai hak individu yang menempati posisi paling dasar.
Adapun beberapa sendi-sendi kapitalisme yaitu sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Penjaminan akan hak milik perseorangan
Mementingkan dirinya sendiri (Self interest)

Pemberian kebebasan penuh
Persaingan bebas (free competition)
Harga sebagai penentu (Price system)
Campur tangan pemerintah minimal

Campur tangan yang masih dilakukan oleh pemerintah secara garis
besar hanyalah meliputi :
a. Pengaturan atas industri yang memonopoli pasar
b. Mempermudah naik turunnya harga
c. Menentukan besarnya hutang
Bila diperinci lebih lanjut peran pemerintah meliputi hal-hal
berikut:
a. Mengupayakan adanya ketertiban dan keamanan dalam masyarakat
b. Menetapkan hak-hak atas harta kekayaan
c. Mengusahakan dan mendorong agar setiap perjanjian ditaati oleh pihak
yang melakukannya
d. Menjaga agar persaingan tetap berlangsung tanpa hambatan
e. Mengeluarkan mata uang
f. Menetapkan standar-standar ukuran
g. Mengumpulkan dana melalui perpajakan

h. Menyelesaikan segala pertentangan antar berbagai pihak
Ada beberapa keunggulan dari sistem kapitalisme yaitu sebagai
berikut:
a. Kapitalisme memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap orang
untuk memilih segala hal yang di inginkan oleh warga negaranya.
Pemberian kebebasan ini pada akhirnya memberikan pengaruh yang
sangat besar dalam bidang politik dan ekonomi. Dari sisi ekonomi
kapitalisme memungkin setiap orang melakukan aktifitas ekonomi baik

sebagai produsen dan konsumen sesuai dengan yang dikehendakinya
sendiri, memungkinkan kegairahan dalam hidup.
b. Berkaitan dengan hal diatas, maka setiap orang mempunyai motivasi untuk
mencapai tujuan sesuai dengan kemauan, keinginan, bakat, pendidikan,
dan keahlian masing-masing orang. Hal ini mendorong kemajuan ekonomi
dan teknologi yang maju. Karena rangsangan kebebasan dan keuntungan
yang bisa di raih secara pribadi , maka penemuan baru dalam konstruksi,
transportasi, elektronik, perbankan dan lainnya akan disarakan
manfaatnya.
Dibalik keunggulan yang dimiliki sistem kapitalisme, adapun
kekurangannya adalah sebagai berikut:

a. Pemusatan kekuatan pasar
Perkembangan kapitalisme menyebabkan pasar tidak lagi dikuasai oleh
banyak penjual, melainkan dikuasai oleh satu pengusaha (monopoli) atau
beberapa (oligopoli).
b. Terjadinya ketidak seimbangan sosial
Karena dorongan untuk mendapatkan keuntungan prifat yang maksimal
maka berbagai pembangunan dilakukan oleh swasta, tetapi terbatas pada
barang-barang ekonomi yaitu barang yang bisa diperjual belikan.
c. Terjadinya permasalahan dalam pemerataan (Equity)
Dalam kapitalisme liberalisme imbalan diberikan pada kepada pihak-pihak
yang memberikan sumbangannya dalam proses produksi yaitu pemilik
kapital, tenaga kerja, pemilik tanah. Oleh karena itu, adalah wajar apabila
orang tidak menguasai faktor produksi maka ia juga akan mendapatkan
pendapatan yang rendah.
b) Sistem Ekonomi Sosialisme
Pemberian kebebasan sepenuhnya pada mekanisme pasar ternyata
banyak membawa kemakmuran bangsa. Kapitalisme memberikan kontribusi
yang besar dalam kemajuan ekonomi. Namun ia sekaligus juga pada akhirnya
memunculkan kemelaratan sebagian besar masyarakat. Pada awal abad 20
terjaadi kelesuan ekonomi dunia diwarnai oleh maraknya pengangguran yang

berkelanjutan yang membawa kepada stagnasi berat atau depresi ekonomi.
Dalam sistem ekonomi sosialis pengaturan ekonomi tidak diserahkan
kepada negara atau komunitas. Penggunaan cara yang berbeda itu dipengaruhi
oleh filosopi dasar yang mereka gunakan untuk melakukan aktifitas. Filosofi
mereka dalam kaitannya dengan peran individu dan negara ditentukan sesuai
dengan falsafah dasar yang digunakan yaitu organisme dan kolektifisme.
Untuk itu maka institusi yang sesuai dengan falsafah organisme
sosialisme dan kolektifisme adalah sebagai berikut:
a. Pemilikan negara atas barang barang kapital (faktor produksi)
b. Produksi dilakukan sesuai dengan kebutuhan (production for needs)
c. Perencanaan ekonomi (economic planning)

SOSIALISME INDONESIA
Masalah ideologi berupa pendirian susunan perekonomian yang sesuai
dengan asas tolong menolong tidak lain dimaksudkan untuk membangun
perekonomian rakyat, sekaligus untuk menangkal berbagai faktor eksogen
yang sering menekannya.
Hal itu secara tegas dicantumkan dalam Undang-undang Dasar 1945
pasal 33:
1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas

kekeluargaan
2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara
3) Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran.
Penjelasan pasal 33 UUD 1945 memberikan petunjuk adanya tiga
pihak yang berkepentingan dalam perekonomian Indonesia yaitu Koperasi,
Negara dan Swasta. Dengan penjelasan bahwa “bangun usaha yang sesuai
dengan itu ialah koperasi, bangsa Indonesia, secara eksplisit telah mengatakan
bahwa sistem yang sesuai dengan asas kekeluargaan adalah koperasi.
Dengan memahami posisi dan peran dari koperasi, orang per orang
dan negara kiranya pelaku ekonomi dan batasan wilayah operasionalnya
adalah sebagai berikut:
1. Koperasi merupakan satu-satunya bentuk perusahaan yang beroperasi
dalam wilayah cabang produksi yang tidak menguasai hajat hidup orang
banyak. Agar jalannya bisa sesuai dengan tujuan kemakmuran rakyat maka
pemerintah akan menguasai sektor ini.
2. Orang per orang akan beroperasi dalam wilayah cabang produksi yang
tidak penting bagi negara dan tidak menguasai hajat hidup orang banyak.
Karena skala usahanya pada umumnya kecil maka wilayah ini tidak di

kuasai oleh negara.
3. Negara bisa berperan dalam wilayah cabang-cabang produksi yang penting
bagi negara.
2. Strategi Ekonomi Pembangunan dalam Perspektif Islam
a. Sistem dan Sifat Ekonomi Pembangunan Islam Secara Umum
Pandangan hidup Islam di dasarkan pada tiga konsep fundamental
yaitu tauhid (keesaan Allah), khilafah dan keadilan (adalah). Tauhid adalah
konsep yang paling utama dari ketiga kosep tersebut. Tauhid mengandung
implikasi bahwa alam semesta secara sadar dibentuk dan diciptakan oleh
Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Esa, karena tanpa kuasa Allah jagat raya
ini tidak mungkin bisa muncul secara tiba-tiba tanpa ada yang
menciptakannya ( Qs. Ali Imran : 191, Qs. Shad : 27, Qs.Al-Mu’minun : 15).
Manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi dan semua sumber daya yang

ada di tangannya adalah amanah. Sebagai khalifah, manusia bertanggung
jawab kepada harta yang dititipkan Allah dan akan mendapatkan balasan atas
apa yang diperbuat di dunia selama hidupnya (Qs.Al-baqarah : 30). Salah satu
tujuan yang harus dicapai oleh para Rasul Allah adalah keadilan (Qs.Al-Hadid
: 25).
Ada dua komponen pertama dalam islam yang harus di jalankan yaitu
aqidah dan akhlak, bersifat konstan. Keduanya tidak mengalami perubahan
apapun dengan berbedanya waktu dan tempat. Sedangkan Syari’ah senantiasa
berubah sesuai dengan kebutuhan dan taraf peradaban umat, yang berbedabeda sesuai dengan masa Rasul masing-masing. Oleh karena itu, Syari’ah
islam sebagai suatu Syari’ah yang dibawa oleh Rasul terakhir yang
mempunyai keunikan tersendiri. Syari’ah tidak hanya bersifat universal tetapi
juga universal. Komprehensif berarti Syari’ah islam merangkum seluruh aspek
kehidupan, baik ritual (ibadah) dan sosial (muamalah). Ibadah diperlukan
untuk menjaga ketaatan dan keharmonisan hubungan manusia dengan
Khaliqnya. Ibadah juga merupakan sarana untuk mengingatkan sarana untuk
mengingatkan secara kontinyu tugas manusia sebagai khalifah-Nya dimuka
bumi ini. Adapun muamalah diturunkan untuk menjadi rules of the game atau
aturan main manusia dalam kehidupan sosial. Sementara universal, bermakna
Syari’ah islam dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai hari
akhir nanti. Universalitas ini tampak jelas terutama pada bidang muamalah.
Selain mempunyai cakupan luas dan fleksibel, muamalah tidak membedabedakan muslim dan non-muslim.
Sifat muamalah ini dimungkin karena islam mengenal hal yang
diistilahkan dengan tsawabit wa mutaghayyirat. Dalam sektor ekonomi
misalnya, yang merupakan prinsip adalah larangan riba, sistem bagi hasil,
pengembalian keuntungan, pengenaan zakat dan lain-lain.
Dalam usaha pengembangan ekonomi islam, harus tetap berlandaskan
atas beberapa falsafah yang sesuai dengan kaidahnya sebagai sebuah alat
untuk membantu manusia memenuhi kebutuhan hidupnya. Sistem ekonomi
islam kini sudah diterapkan diberbagai belahan dunia, yang menerakannya
justru negara yang notabenanya bukan negara islam seperti Swiss, Australia
dan berbagai negara maju lainnya. Keunggulan sistem ekonomi islam terletak
pada prinsip yang mendasarinya yaitu spirit dan moral, yang tidak ada pada
sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi sosialis. Hal tersebut dapat
dilihat dari rumusan sistem ekonomi islam berikut ini:
a. Ilmu ekonomi islam merupakan studi ilmu yang menerapkan keadilan dan
maslahah dalam kehidupan manusia. Islam memiliki tujuan-tujuan
Syari’ah (maqashid Syari’ah) serta petunjuk operasional (strategi) untuk
mencapai tujuan yang mengacu pada kepentingan manusia untuk
mencapai kesejahteraan dan kehidupan yang lebih baik. Sementara
menurut Hasanuz Zaman, Ekonomi islam adalah pengetahuan dan
penerapan hukum Syari’ah untuk mencegah terjadinya ketidakadilan atas
pemanfaatan dan pembuangan sumber-sumber material dengan tujuan

untuk
memberikan kepuasan manusia dan melakukannya sebagai
kewajiban kepada Allah dan masyarakat.
b. Memiliki kaarakteristik utama sebagai ilmu ekonomi yaitu 1) Fungsi yang
universal dan komprehensif yaitu agama yang mengatur kehidupan
manusia meliputi semua aspek kehidupan, 2) Bersifat normal positif,
dimana ekonomi islam dalam aplikasi dan implementasinya haruslah
bersandar dengan norma aturan islam, ini merupakan necessary condition
dan sufficient condition bagi keberadaan ekonomi islam, 3) Bersifat
dinamis artinya ilmu ekonomi tidak bebas nilai, ia terikat dengan kondisi
dimana dia diterapkan sebagai sistem.
c. Memiliki tujuan keadilan dan kesejahteraan yang lengkap
Kesejahteraan dalam konsep dunia modern (konvensional) adalah suatu
kondisi dimana seseornag dapat memenuhi kebutuhan pokok, baik itu
kebutuhan akan sandang, pangan dan papan serta untuk melanjutkan
pendidikan dan memiliki pekerjaan yang memadai yang dapat menunjang
kualitas hidupnya sehingga memiliki status sosial yang mengantarkan
mereka pada status yang sama dengan masyarakat yang lainnya.
Sementara kesejahteraan dalam pandangan islam harus mampu
mewujudkan lima tujuan Syari’ah itu sendiri yaitu keimanan, jiwa, akal,
keturunan dan harta. Dalam Islam tujuan akhir dari perwujudan
kesejahteraan di dunia adalah untuk mencpai kesejahteraan akhirat.
Islam mempunyai pandangan yang jelas mengenai harta dan
kegiatan ekonomi. Pandangan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, pemilik mutlak terhadap segala sesuatu yangada dimuka bumi
ini, termasuk harta benda, adalah Allah. Kepemilikan oleh manusia hanya
bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan amanah mengelola dan
memanfaatkan sesuai dengan ketentuan-Nya.
 Kedua, status harta yang dimiliki manusia adalah :
- Harta sebagai amanah dari Allah, manusia hanyalah pemegang amanah
karena memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada.
- Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkin manusia bisa
menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan. Manusia
memiliki kecendrungan yang kuat untuk memiliki, menikmati dan
menguasai harta.
- Harta sebagai ujian keimanan. Hal ini terutama menyangkut
bagaimana cara mendapatkan dan memanfaatkannya, apakah sesuai
dengan islam atau tidak (Qs.Al Anfal : 28)
- Harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksanakan perintah-Nya
dan melaksanakan mu’amalah diantara sesama manusia, melalui
kegiatan zakat, infaq dan shadaqah. (Qs. At Taubah : 41, Ali Imran :
133)
 Ketiga, pemeilikan harat dapat dilakukan antara lain melalui usaha
(a’mal) atau mata pencaharian (ma’isyah) yang halal dan sesuai dengan
aturan-Nya. Banyak ayat Al-qur’an yang mendorong umat manusia untuk
bekerja mencari nafkah yang halal.






Keempat, dilarang mencari harta, berusaha atau bekerja yang dapat
melupakan kematian (Q.S. At Takatsur : 1-2), melupakan dzikrullah (tidak
ingat kepada Allah dengan segala ketentuan-Nya, Q.S. Al Munafiqun : 9),
melupakan shalat dan Zakat (Q.S An Nur : 37) dan memusatkan kekayaan
hanya pada sekelompok orang kaya saja (Q.S. Al Hasyr: 7).
Kelima, dilarang menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan
riba (Q.S. Al Baqarah :273-281), perjudian, berjual beli barang yang
dilarang atau haram (Q.S.Al Maidah : 90-91), mencuri, merampok,
penggasaban (Q.S Al Maidah 38), curang dalam takaran dan timbangan
(Q.S. Al Muthaffifin : 1-6), melalui cara-cara yang bathil dan merugikan
(Q.S. Al Baqarah : 188), dan melalui suap menyuap (H.R. Imam Ahmad).
Nilai-nilai Sistem Perekonomian Islam

1. Perekonomian masyarakat luas, bukan hanya masayrakat muslim, akan
menjadi baik bila menggunakan kerangka kerja atau acuan norma-norma
islami
Banyak ayat Al-qur’an yang menyerukan penggunaan kerangka kerja
perekonomian islam diantaranya:
Q.S. Al-Baqarah : 60 yang artinya :
“ Makan dan minumlah dari rizki yang diberikan Allah dan janganlah
berkeliaran dimuka bumi ini dengan berbuat kerusakan”
Q.S. Al-Baqarah : 168 yang artinya :
“ Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan.
Sesungguhnya syaithan itu adalah musuh yang nyata bagimu”
Rambu-rambu dari ayat diatas diantaranya; carilah yang halal lagi
baik, tidak menggunakan cara bathil, tidak berlebih-lebihan atau melampaui
batas, tidak mendzalimi maupun di dzalimi, menjauhkan diri dari unsur riba,
maisir dan gharar, serta tidak melupakan tanggung jawab sosial berupa
zakat, infak dan sedekah.
Seorang muslim yang baik adalah mereka yang memperhatikan faktor
dunia dan akhirat secara seimbang. Penyeimbangan aspek dunia dan akhirat
tersebut merupakan karakter unik sistem ekonomi islam. Perpaduan unsur
spritual dan material ini tidak di jumpai dalam sistem ekonomi lainnya, baik
kapitalisme dan sosialis.
2. Keadilan dan Persaudaraan Menyeluruh
Islam bertujuan untuk membentuk masyarakat dengan tatanan yang
solid. Dalam tatanan itu setiap individu di ikat oleh persaudaraa dan kasih

sayang bagai satu keluarga. Sebuah persaudaraan yang universal dan tak di
ikat batas geografis. Perlakuan yang adil akan membawa kesejahteraan, karena
kesejahteraan sangat bergantung pada diberlakukannya hukum Allah dan
dihilangkannya ketidakadilan. Peringatan akan ketidakadilan dan eksploitasi
ini dimasksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan umum sebagai tujuan
utama islam.
3. Keadilan Distribusi Pendapatan
Kesenjangan pendapatan dan kekayaan alam yang dalam masyarakat
berlawanan dengan semangat serta komitmen islam terhadap persaudaraan dan
keadilan sosial-ekonomi.
Kesenjangan harus dihapuskan atau diatasi dengan menggunakan cara
yang ditekankan islam. Diantaranya dengan :





Pertama
- Menghapuskan monopoli, kecuali oleh pemerintah untuk bidangbidang tertentu
- Menjamin hak dan kesempatan senua pihak untuk aktif dalam proses
ekonomi, baik produksi, distribusi, sirkulasi maupun konsumsi.
- Menjamin basic needs fulfillment (pemenuhan kebutuhan dasar) setiap
anggota masyarakat.
- Melaksanakan amanah “at takaaful al ijtimai” atau social economic
security insurance dimana yang mampu menanggung dan membantu
yang tidak mampu.
Kedua
Islam membenarkan seseorang memiliki kekayaan lebih dari yang lain
sepanjang kekayaan tersebut diperoleh secara benar dan yang
bersangkutan tekah menunaikan kewajibannya bagi kesejahteraan
masyarakat, baik dalam bentuk zakat maupun amal kebajikan lain seperti
infaq dan sadaqoh.

4. Kebebasan Individu dalam Konteks Kesejahteraan Sosial
Islam mengakui pandangan universal bahwa kebebasan individu
bersinggungan atau bahkan di batasi oleh kebebasan individu orang lain.
Menyangkut masalah hak individu dalam kaitannya dengan masyarakat, para
sarjana muslim sepakat pada prinsip-prinsip sebagai berikut :




Kepentingan masyarakat yang lebih luas harus di dahulukan dari
kepentingan individu
Melepas kesulitan harus di prioritaskan dibanding memberi manfaat,
meskipun kedua-duanya sama merupakan tujuan Syari’ah
Kerugian yang lebih besar tidak dapat diterima untuk menghilangkan yang
lebih kecil. Manfaat yang lebih besar tidak dapat dikorbankan untuk
manfaat yang lebih kecil. Sebaliknya, bahaya yang kecil harus dapat
diterima untuk menghindarkan bahaya yang lebih besar. Sedangkan

manfaat yang lebih kecil dapat dikorbankan untuk medapatkan manfaat
yang lebih besar.

b. Elemen-Elemen Strategis Penting dalam Mencapai Kesejahteraaan
Dalam buku Dr. Umar Chapra dijelaskan ada 4 elemen strategi yang
harus dilaksanakan jika ingin mencapai tujuan-tujuan pembangunan ekonomi
islam:
1) Penyaringan yang merata atas klaim yang berlebihan
Selain mekanisme harga menawarkan moral sebagai filter untuk
mengubah skala preferensi manusia supaya mengikuti prioritas-prioritas
sosial.
2) Memotivasi individu untuk melayani kepentingan sosial seiring dengan
filter moral meskipun ketika berbuat demikian merugikan kepentingan
dirinya sendiri. Maslahat individu dapat dipenuhi kecuali dengan
berperilaku yang tidak merugikan orang lain. Gagasan mengenai
pertanggung jawaban di depan Allah dapat menjadi motivasi kuat bagi
individu untuk mematuhi nilai moral dan mencegah mereka mengikuti
nafsu melebihi batas norma, sosial dan kesejahteraan.
3) Restrukturisasi Sosioekonomi yang bertujuan untuk menciptakan suatu
situasi yang kondusif bagi penerapan nilai-nilai tersebut.
4) Suatu peran pemerintah yang berorientasi untuk tujuan yang positif dan
kuat. Artinya pemerintah dituntut untuk berperan positif dan aktif dalam
memantau dan menyelesaikan masalah yang timbul pada masalah sosial
maupun ekonomi, dalam hal ini pemerintah boleh campur tangan dengan
catatan tidak menggunakan kewenangan yang dimiliki untuk mendzalimi
masyarakat. Dalam menentukan kebijakan, pemerintah harus menerapkan
sistem ekonomi Syari’ah agar tercipta maslahah dalam kehidupan
bermasyarakat.
Dr. Umar Chapra selain menjelaskan mengenai bagaimana elemenelemen strategi penting dalam mencapai kesejahteraan, maka disini juga akan
di bahas apa saja tahapan yang harus dilalui dalam mengembangkan ekonomi
islam yaitu sebagai berikut :
a. Menanamkan kesadaran Syari’ah, ketika setiap manusia sudah
menanamkan pemahan syari’ah dalam hidupnya maka manusia tidak akan
melanggar apa saja yang telah di atur dalam Aturan Allah, baik dalam
menjalankan ibadah maupun dalam hal bermua’malah.
b. Mengembangkan masyarakat sehingga tercipta masyarakat yang paham
syari’ah, ketika setiap manusia atau masyarakat sudah menanamkan dalam
diri mereka sendiri akan aturan syari’ah, maka tahap selanjutnya adalah
bagaimana mengembangkan masyarakat yang paham Syari’ah, sehingga
dalam kehidupan bermu’amalah seperti bertransaksi tidak akan tercipta
yang namanya riba, gharar dan lain-lain.

c. Meningkat kekayaan masyarakat paham Syari’ah, kenapa masyarakat
paham Syari’ah perlu kaya ? karena sesungguhnya Allah telah
memerintahkan hambanya untuk giat bekerja, dan berusaha menggapai
kekayaan dengan cara bermu’amalah bukan dengan cara yang bathil,
sehingga ketika mendapatkan harta yang lebih mereka memiliki kewajiban
untuk membagi sebagian harta yang mereka miliki dengan zakat, infak dan
sedekah kepada masyarakat yang miskin dan dhuafa.
d. Apabila ketiga tahapan sudah tercapai, maka aspek pembangunan lainnya
tidak bisa diabaikan seperti pembangunan hukum dan keadilan. Ketika
dalam suatu bangsa sudah tercipta masyarakat yang paham akan Syari’ah
maka dalam negara tersebut tidak akan ada kesenjangan sosial dan
ketidakadilan karena dalam mengatur kehidupan masyarakatnya telah
diterapkan sistem ekonomi Syari’ah yang tujuannya untuk
mensejahterakan masyarakat.
e. Tahap terakhir yaitu menegakkan pemerintahan yang kuat, jika dalam
suatu negara sudah tercipta masyarakat yang paham dengan syari’ah serta
sistem ekonomi yang diterapkan adalah sistem ekonomi islam, maka
dibutuhkan pemerintah yang kuat dan tegas dalam menegakkan hukum
sehingga kata ketidakadilan tersebut terhapus dan tidak ada masyarakat
kecil yang terdzalimi.
c. Perkembangan Sistem Ekonomi Islam di Indonesia

Indonesia di kenal sebagai salah satu negara dengan penduduk muslim
terbesar ke 4 di dunia, maka seharusnya tidak sulit bagi Indonesia dalam
menerapkan sistem ekonomi Syari’ah. Namun faktanya tidak, ini disebabkan
karena pemerintahan serta masyrakat muslim di Indonesia tidak mau dan
mampu menyadarkan diri mereka sendiri untuk beralih ke paham Syari’ah.
Selain hal tersebut, yang menjadi penyebabnya adalah karena Indonesia telah
terlalu lama menganut sistem ekonomi konvensional yang membebaskan
semua pelaku usahanya untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya
tanpa memperdulikan halal dan haram untuk mendapatkan sebesar mungkin.
Indonesia lebih lama mengenal sistem ekonomi konvensional sejak
zaman penjajahan Belanda, dimana di satu sisi Belanda mendoktrin bahwa
ekonomi islam dapat menghambat, mengancam, dan mengubah pemikiran
rakyat Indonesia dalam melakukan kegiatan ekonomi, padahal ketika itu pihak
Belanda melakukan sistem monopoli yang jelas hukumnya haram.
Penerapan sistem ekonomi Syari’ah di Indonesia bisa dijadikan
sebagai salah satu solusi untuk mengatasi masalah umat islam yang saat ini
masih mengalami masalah krisis ekonomi. Kendala para pemerintah dan
pengusaha dalam menerapkan sistem ekonomi Syari’ah karena kurang paham
akan konsep Syari’ah dan masih banyak pengusaha yang lebih mementingkan
keuntungan yang sebesar-besarnya daripada kemaslahatan umat.
Tujuan dari perekonomian Syari’ah ini adalah mensejahterakan seluruh
masyarakat luas, memberikan rasa adil, tentram, kebersamaan, kekeluargaan

serta mampu memberikan kesemmmpatan seluas-luasnya kepada setiap
pemeluk usaha. Perbedaan sistem ekonomi Syari’ah dengan sistem ekonomi
biasa yaitu sistem ekonomi Syari’ah dalam memperoleh margin dengan cara
bagi hasil berbeda dengan sistem ekonomi liberal maupun sosial yang
cenderung memperoleh keuntungan sebesar-besarnya tanpa melihat aspek dari
konsumennya.
Indonesia baru merasakan praktek ekonomi Syari’ah sejak munculnya
Bank Muamalat dan Bank Perkreditan Rakyat pada tahun 1992, sebagai bank
Syari’ah pertama yang berdiri. Namun dari segi hukum belum ada yang
mendukung perbankan Syari’ah sebelum dikeluarkan aturan UU No.10 Tahun
1998 yang menyebabkan pergerakan perbankan Syari’ah sedikit lambat.
Pergerakan sistem ekonomi Syari’ah di Indonesia masih lambat tidak
seperti perkembangan perbanksn Syari’ah di Malaysia, karena di Malaysia
pemerintah mendukung sepenuhnya serta menyediakan keperluan dari
perkembangan perbankan Syari’ah itu sendiri sementara di Indonesia tidak.
Perkembangan ini dikelompokkan menjadi perkembangna industri keuangan
Syari’ah dan perkembangan ekonomi Syari’ah non keunagan. Perkembangan
industri keuangan sayraiah relatif dapat dilihat dan diukur perkembangannya
melalui data-data keungan yang ada, sedangkan yang non keuangan perlu
penelitian yang lebih dalam untuk menelitinya.

a. Di sektor perbankan, hingga saat ini sudah ada tiga Bank Umum Syari’ah

b.

c.

(BUS), 21 unit usaha Syari’ah bank konvensional, 528 kantor cabang
(termasuk Kantor Cabang Pembantu (KCP), Unit Pelayanan Syari’ah
(UPS), dan Kantor Kas (KK)), dan 105 Bank Pengkreditan Rakyat
Syari’ah (BPRS). Aset perbankan Syari’ah per Maret 2007 lebih dari Rp.
28 triliun dengan jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) hampir mencapai 22
Triliun. Meskipun asset perbankan Syari’ah baru mencapai 1,63 persen
dan dana pihak ketiga yang dihimpun baru mencapai 1,64% dari total asset
perbankan nasional (per Februari 2007), namun pertumbuhannya cukup
pesat dan menjanjikan. Diproyeksikan, pada tahun 2008, share industri
perbankan Syari’ah diharapkan mencapai 5 persen dari total industri
perbankan nasional.
Di sektor pasar modal, produk keuangan Syari’ah seperti reksa dana dan
obligasi Syari’ah juga terus meningkat. Sekarang ini terdapat 20 reksa
dana Syari’ah dengan jumlah dana kelola 638,8 miliar rupiah. Jumlah
obligasi Syari’ah sekarang ini mencapai 17 buah dengan nilai emisi
mencapai 2,209 triliun rupiah.
Di sektor saham, pada tanggal 3 Juli 2000 BEJ meluncurkan Jakarta
Islamic Index (JII). JII yang merupakan indeks harga saham yang berbasis
Syari’ah terdiri dari 30 saham emiten yang dianggap telah memenuhi
prinsip-prinsip Syari’ah. Data pada akhir Juni 2005 tercatat nilai
kapitalisasi pasar sebesar Rp325,90 triliun atau 43% dari total nilai
kapitalisasi pasar di BEJ. Sementara itu, volume perdagangan saham JII
sebesar 348,9 juta lembar saham atau 39% dari total volume perdagangan
saham dan nilai perdagangan saham JII sebesar Rp322,3 miliar atau 42%

dari total nilai perdagangan saham. Peranan pemerintah yang sangat
ditunggu-tunggu oleh pelaku keuangan Syari’ah di Indonesia adalah
penerbitan Undang-undang Perbankan Syari’ah dan Undang-undang Surat
Berharga Negara Syari’ah (SBSN).

d. Di sektor asuransi, hingga Agustus 2006 ini sudah lebih 30 perusahaan
yang menawarkan produk asuransi dan reasuransi Syari’ah. Namun,
market share asuransi Syari’ah belum baru sekitar 1% dari pasar asuransi
nasional. Di bidang multifinance pun semakin berkembang dengan
meningkatnya minat beberapa perusahaan multifinance dengan
pembiayaan secara Syari’ah. Angka-angka ini diharapkan semakin
meningkat seiiring dengan meningkatnya permintaan dan tingkat imbalan
(rate of return) dari masing-masing produk keuangan Syari’ah.

e. Di sektor

mikro, perkembangannya cukup menggembirakan. Lembaga
keuangan mikro Syari’ah seperti Baitul Mal wa Tamwil (BMT) terus
bertambah, demikian juga dengan aset dan pembiayaan yang disalurkan.
Sekarang sedang dikembangkan produk-produk keuangan mikro lain
semisal micro-insurance dan mungkin micro-mutual-fund (reksa dana
mikro). dilihat dari sisi non keuangan.

f. Industri

keuangan Syari’ah adalah salah satu bagian dari bangunan
ekonomi Syari’ah. Sama halnya dengan ekonomi konvensional, bangunan
ekonomi Syari’ah juga mengenal aspek makro maupun mikro ekonomi.
Namun, yang lebih penting dari itu adalah bagaimana masyarakat dapat
berperilaku ekonomi secara Syari’ah seperti dalam hal perilaku konsumsi,
giving behavior (kedermawanan), dan sebagainya. Perilaku bisnis dari
para pengusaha Muslim pun termasuk dalam sasaran gerakan ekonomi
Syari’ah di Indonesia.

Perkembangannya memang masih lambat, namun dari sisi nonkeuangan dalam kegiatan ekonomi semakin berkembang. Hal ini di tandai
dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap perilaku
konsumsi yang islami, tingakt kedermawan yang semakin meningkat ditandai
oleh meningkatnya dana zakat, infak, waqaf dan sedekah yang berhasil
dihimpun oleh badan dan lembaga pengelola dana tersebut.
Dalam perkembangan perbankan Syari’ah di Inodnesia ada lima
masalah dan tantangan yang sering di hadapi ekonomi islam saat ini yaitu :






Pertama, masih kurangnya pakar ekonomi yang berkualitas yang
menguasai ilmu-ilmu ekonomi modern dan ilmu-ilmu Syari’ah secara
integratif.
Kedua, ujian atas kredibilitas sistem ekonomi dan sistem keuangan
Syari’ah.
Ketiga, perangkat peraturan, hukum dan kebijakan, baik dalam skala
nasional maupun internasional masih belum memadai.
Keempat, masih terbatasnya Perguruan Tinggi yang mengajarkan
ekonomi islam dan masih minimnya lembaga training dan consulting



dalam bidang ini, sehingga Sumber daya insani di bidang ekonomi dan
keuangan Syari’ah masih terbatas dan belum memiliki pengetahuan
ekonomi Syari’ah yang memadai.
Kelima, peran pemerintah baik eksekutif maupun legislatif, masih rendah
terhadap pengembangan ekonomi Syari’ah, karena kurangnya pemahaman
dan pengetahuan mereka tetang ekonomi islam.

Diatas telah dijelaskan secara umum masalah dan tantangan ekonomi
islam di Indonesia, yang menjadi pendongkrak perkembangan ekonomi islam
salah satunya adalah perbankan Syari’ah, namun perbankan Syari’ah di
indonesi mengalami beberapa kendala dalam perkembangannya yaitu sebagai
berikut :
Permodalan, modal yang tidak cukup menyebabkan terhambatnya
pembangunan perbankan Syari’ah. Adapun kesulitan dalam pemenuhan
permodalan ini antara lain disebabkan karena :
- Belum adanya keyakinan yang kuat pada pihak pemilik dana akan
prospek dan masa depan keberhasilan Bank Syari’ah, sehingga
ditakutkan dana yang ditempatkan akan hilang.
- Masih kuatnya perhitunangan bisnis keduniawian pada pemilik dana
sehingga ada rasa keberatan jika harus menempatkan sebagian dananya
pada Bank Syari’ah sebagai modal.
- Ketentuan terbaru tentang permodalan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia yang relatif cukup tinggi.
 Peraturan Perbankan, ketentuan-ketentuan perbankan yang ada kiranya
masih perlu disesuaikan untuk memenuhi ketentuan syari’ah agar Bank
Syari’ah dapatberoperasi secara relatif dan efisien, adapun ketentuan
tersebut aadalah sebagai berikut:
- Instrumen yang diperlukan untuk mengatasi masalah liquiditas
- Instrumen moneter yang sesuai dengan prinsip sya’riah untuk
keperluan pelaksanaan tugas bank sentral
- Standar akuntansi,audit dan laporan
- Ketentuan yang mengatur prinsip kehati-hatian dsb.
 Sumber Daya Manusia, pengembangan SDM dibidang perbankan
Syari’ah sangat diperlukan karena keberhasilan pengembangan bank
syari’ah pada level mikro sangat ditentukan oleh kualitas manajemen dan
tingkat pengetahuan serta ketrampilan pengelola bank. SDM dalam
perbankan syari’ah memerlukan persyaratan pengetahuan yang luas
dibidang perbankan, memahami implementasi prinsip-prinsip syari’ah
dalam praktek perbankan serta mempunyai komitmen kuat untuk
menerapkannya secara konsisten.
 Pemahaman Ummat, Pemahaman sebagian besar masyarakat mengenai
sistem dan prinsip Perbankan Syari’ah belum tepat, bahkan diantara ulama
dan cendekiawan muslim sendiri masih belum ada kata sepakat yang
mendukung keberadaan Bank Syari’ah, terbukti dari hasil pretest terhadap
37 Dosen Fakultas Syari’ah dalam acara Orientasi Perbankan yang telah
dilakukan oleh Asbisindo Wilayah Jatim beberapa waktu yang lalu
memberikan jawaban yang tidak konsekwen dan cenderung ragu-ragu.



Sosialisasi, Sosialisasi yang telah dilakukan dalam rangka memberikan
informasi yang lengkap dan besar mengenai kegiatan usaha perbankan
syari’ah kepada masyarakat luas belum dilakukan secara maksimal.
Tanggungjawab kegiatan sosialisasi ini tidak hanya dipundak para bankir
syari’ah sebagai pelaksana operasional bank sehari-hari, tetapi
tanggungjawab semua pihak yang mengaku Islam secara baik secara
perorangan, kelompok maupun instansi yang meliputi unsur alim ulama,
penguasa negara/pemerintahan, cendekiawan, dll.
 Piranti Moneter, Piranti Moneter yang pada saat ini masih mengacu pada
sistem bunga sehingga belum bisa memenuhi dan mendukung kebijakan
moneter dan kegiatan usaha bank syari’ah, seperti kelebihan/kekurangan
dana yang terjadi pada Bank Syari’ah ataupun pasar uang antar bank
syari’ah dengan tetap memperhatikan prinsip syari’ah.
 Jaringan kantor, Pengembangan jaringan kantor Bank Syari’ah
diperlukan dalam rangka perluasan jangkauan pelayanan kepada
masyarakat. Disamping itu kurangnya jumlah Bank Syari’ah yanga ada
juga menghambat perkembangan kerjasama antar Bank Syari’ah. Jumlah
jaringan kantor bank yang luas juga akan meningkatkan efisiensi usaha
serta meningkatkan kompetisi ke arah peningkatan kulaitas pelayanan dan
mendorong inovasi produk dan jasa perbankan syari’ah.
 Pelayanan, semua Bank Konvensional berlomba-lomba untuk senantiasa
memperhatikan dan meningkatkan pelayanan kepada nasabah, tidak
telepas dalam hal ini Bank Syari’ah yang dalam operasionalnya juga
memberikan jasa tentunya unsur pelayanan yang baik dan islami hahrus
diperhatikan dan senantiasa ditingkatkan. Tentunya hal ini harus didukung
oleh adanya SDM yang cukup handal dibidangnya. Kesan kotor, miskin
dan tampil ala kadarnya yang selama ini melekat pada “Islam” harus
dihilangkan.


3. Perbedaan Sistem Ekonomi Islam dengan Sistem Ekonomi yang
lainnya
Sistem ekonomi Islam mempunyai perbedaan yang mendasar dengan
sistem ekonomi manapun termasuk kapitalis maupun sosialis. Perbedaan itu
tidak hanya mencakup falsafah ekonominya, namun juga pada konsep
pokoknya serta pada tataran praktisnya. Walaupun terdapat perbedaan yang
fundamental antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya,
tetapi dalam implementasinya seringkali dijumpai beberapa persamaan.
Namun pada hakikatnya terdapat perbedaan antara sistem ekonomi Islam
dengan sistem ekonomi lainnya karena landasan sistem ekonominya berbeda.
Ada perbedaan yang mendasar antara sistem ekonomi Islam
dengan sistem ekonomi lainnya khususnya sistem ekonomi Kapitalis.
Perbedaan tersebut mencakup
perbedaan
pandangan
tentang: 1)
Penetapan permasalahan ekonomi yang dihadapi manusia serta solusi
untuk mengatasinya, 2) Konsep kepemilikan harta kekayaan, 3) Konsep
tentang pengelolaan kepemilikan harta, 4) Konsep tentang distribusi
kekayaan di tengah masyarakat.

1) Masalah Pokok Perekonomian
Menurut sistem ekonomi kapitalis, permasalan ekonomi yang
sesungguhnya adalah kelangkaan (Scarcity) barang dan jasa. Hal ini karena
setiap manusia mempunyai kebutuhan yang beranekaragam dan jumlahnya
tidak terbatas (Sukirno, 2002). Sistem ekonomi kapitalis menetapkan
permasalahan ekonomi tersebut akan muncul pada setiap individu, masyarakat
atau negara untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak terbatas.
Pemecahan masalah ini dengan menitikberatkan pada aspek produksi barang
dan jasa agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
Berbeda halnya dengan sistem ekonomi islam menetapkan bahwa
permasalahn ekonomi adalah masalah rusaknya distribusi kekayaan ditengah
masyarakat. Menurut islam, pandangan sistem ekonomi kapitalis yang
menyamakan antara keinginan (Want) dan kebutuhan (need) adalah tidak tepat
dan tidak sesuai dengan fakta. Keinginan manusia memang tidak terbatas dan
cenderung untuk terus bertambah dari waktu ke waktu. Sementara kebutuhan
manusia ada kebutuhan yang sifatnya pelengkap yakni berupa kebutuhan
sekunder dan tersier.
2) Konsep Kepemilikan Harta Kekayaan dan Pengelolaannya
Terdapat beberapa perbedaan pandangan terhadap kepemilikan harta
kekayaan berdasarkan ekonomi islam dan ekonomi konvensional. Pertama,
perbedaannya terletak pada konsep kepemilikan harta, kepemilikan harta
dalam sistem sosialis dibatasi dari segi jumlah atau kuantitas, namun
dibebaskan dari segi kualitas memperoleh harta yang dimiliki. Sedangkan
menurut pandangan kapitalis jumlah kepemilikan harta individu berikut cara
memperolehnya tidak dibatasi, yakni di perbolehkan dengan cara apapun
selama tidak mengganggu kebebasan orang lain. Sedangkan menurut ekonomi
islam kepemilikan harta dari segi kuantitas tidak dibatasi namun dibatasi
dengan cara-cara tertentu dalam memperolehnya apakah halal atau haram.
Kedua, perbedaan dalam hal konsep pengelolaan kepemilikan harta
baik dari segi nafkah maupun upaya pengembangan kepemilikan. Menurut
sistem ekonomi kapitalis dan sosialis, harta yang telah dimiliki dapat
dipergunakan ataupun dikembangkan secara bebas tanpa memperhatikan
aspek halal dan haram serta bahayanya bagi masyarakat.
Ketiga, perbedaan dalam hal konsep distribusi kekayaan ditengah
masyarakat. Menurut sistem ekonomi sosialis, distribusi kekayaan ditengah
masyarakat dilakukan oleh negara secara mutlak. Negara akan membagikan
harta kekayaan kepada individu rakyat dengan sama rata, tanpa
memperhatikan lagi kedudukan dan status sosial. Pembagian harta yang
merata menyebabkan ketidakadilan dalam menghargai jerih payah orang.
Karena itulah sistem ekonomi sosialis menolak mekanisme pasar dalam
pendistribusian kekayaan. Sementara sistem ekonomi kapitalis lebih
mengandalkan pada mekanisme pasar dan menolak sejauh mungkin peranan
negara secara langsung dalam mendistribusikan harta ditengah masyarakat.
Meurut mereka mekanisme harga pasar dan invisible-handsnya akan secara
otomatis membuat distribusi kekayaan ditengah masyarakat.

Pandangan ekonomi islam dalam hal distribusi kekayaan ditengah
masyarakat, selain mengandalkan mekanisme ekonomi yang wajar juga
mengandalkan mekanisme non ekonomi. Mekanisme yang diterapkan dalam
sistem ekonomi islam dalam distribusi ada dua yaitu 1) mekanisme ekonomi
dan 2) mekanisme non ekonomi. Mekanisme ekonomi adalah mekanisme
utama yang ditempuh oleh sistem ekonomi islam untuk mengatasi persoalan
distribusi kekayaan. Mekanisme ekonomi yang ditempuh dalam rangka
mewujudkan distribusi kekayaan diantara manusia yang seadil-adilnya, yaitu
dengan cara berikut ini:










Membuka kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya sebab-sebab
kepemilikan dalam kepemilkan individu.
Memberikan
kesempatan
seluas-luasnya
bagi
berlangsungnya
pengembangan kepemilikan melalui kegiatan investasi.
Larangan menimbun harta walaupun telah dikeluarkan zakatnya.
Mengatasi peredaran kekayaan di satu daerah tertentu saja dengan
menggalakkan berbagai kegiatan ekonomi dan mendorong pusat-pusat
pertumbuhan.
Larangan kegiatan monopoli, serta berbagai penipuan yang dapat
mendistorsi pasar.
Larangan kegiatan monopoli, serta berbagai penipuan yang dapat
mendistorsi pasar
Larangan judi, riba, korupsi, pemberian suap dan hadiah kepada penguasa.
Pemanfaatan secara optimal hasil dari sumber daya alam milik umum yang
dikelola negara seperti hasil hutan, barang tambang, minyak, listrik, air
dan lainnya yang menyangkut hajat hidup orang banyak demi kesejahteran
masyarakat.

C. PENUTUP
Dari penjelasan materi diatas dapat diambil kesimpulan, begitu jelas
perbedaan antara strategi pembangunan ekonomi konvensional dan
Syari’ah, jika dilihat dari tujuan dan cara memperoleh suatu kesejahteraan.
Dalam sistem ekonomi islam manusia di ajarkan untuk menyeimbangkan
dalam pemenuhan kebutuhan spritual dan material serta harus diperoleh
dengan cara yang halal bukan justru menghalalkan segala cara serta harus
mampu berbagi dan bermua’amalah dengan sesama muslim maupun non
muslim. Sementara dalam ekonomi konvensinal yang menerapkan sistem
ekonomi kapitalisme dan sosial, dimana manusia memiliki hasrat untuk
mendapatkan margin yang sebesar-besarnya tanpa mementingkan cara
memperolehnya serta dalam sistem ekonomi ini manusia hanya
memperoleh kepuasan secara materi tidak secara spritual.

DAFTAR PUSTAKA













Hudiyanto .(2002). Kapitalisme Sosialisme,Yogyakarta: PPE UMY
Antonio, Muhammad Syafi’i. (1999). BANK SYARI’AH bagi Bankir &
Praktisi Keuangan,Jakarta: TAZKIA INSTITUTE
Chapra, M.Umer, (2000), Sistemm Moneter Islam, Jakarta: Gema Insani
Press
Sukirno, S. ( 2002). Pengantar Teori MikroEkonomi. Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Muhammad.(2004). Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam. Yogyakarta :
BPFE
Idwal Ilma, “Pemikiran Umar Chapra”. Kamis, 26 September 2013.
(Diakses tanggal 30 Maret 2015, 05.12 am)
Linda Rasyidah, “Strategi dan Kebijakan Pengembangan Ekonomi Islam
di Indonesia”. Minggu, 16 oktober 2011. (Diakses tanggal 29 Maret 2015
04.15 am)
Rizki Rahmadi, “Perkembangan Perbankan Syari’ah di Indonesia”. 1 Juni
2012.(Diakses tanggal 31 Maret 2015 05.24)
Nuraini Setiawati.” Pelaksanaan Ekonomi Syariah Menuju Terwujudnya
Masayarakat Yang Adil dan Sejahtera”. 11 Desember 2008.(Diakses
tanggal 29 Maret 2015 04.10 am)
Salman, “Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional”, (Diakses tanggal
01 April 2015 17.23 pm )