PENGARUH UMUR PETANI, TINGKAT PENDIDIKAN DAN LUAS LAHAN TERHADAP HASIL PRODUKSI TANAMAN SEMBUNG The Influence of the Farmer Ages, Levels of Education and Land Area to Blumea Yields
PENGARUH UMUR PETANI, TINGKAT PENDIDIKAN DAN LUAS LAHAN TERHADAP HASIL PRODUKSI TANAMAN SEMBUNG
The Influence of the Farmer Ages, Levels of Education and Land Area to Blumea Yields
- * Dian Susanti , Nurul H. Listiana, Tri Widayat
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional Jl. Raya Lawu No. 11, Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah 57792 E-mail: dian.ssanti@gmail.com
- ABSTRAK
Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional telah banyak dikembangkan baik di Indonesia ataupun di negara berkembang lainnya. Sembung (Blumea balsamifera) merupakan salah satu tumbuhan berkhasiat obat yang prospektif untuk dibudidayakan. Sembung sebagai salah satu bahan jamu tersaintifikasi di Klinik Herbal Balai Besar Pengembangan dan Penelitian Tanaman Obat dan Obat Tradisional terus meningkat. . Pemenuhan kebutuhan sembung dilakukan dengan upaya peningkatan hasil produksi melalui budidaya tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pengaruh umur petani, tingkat pendidikan dan luas lahan terhadap hasil produksi tanaman sembung. Penelitian dilakukan di Kecamatan Karangpandan, Ngargoyoso, dan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar. Pengambilan sampel dilakukan dengan wawancara terbatas (purposive interviews) dan pengukuran lahan. Data dianalisis menggunakan metode analisis linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur petani 30-87 tahun, tingkat pendidikan rendah hingga tinggi dan luas lahan sempit hingga luas tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap hasil produksi sembung. Tingkat pendidikan memberikan pengaruh positif terhadap hasil produksi sembung.
Kata kunci: Sembung, faktor sosial ekonomi, luas lahan, produksi ABSTRACT
The use of plants as traditional remedies have been developed in Indonesia and other developing countries. Blumea is one of medicinal efficacious herbs that prospective to be cultivated. Demand of blumea as one of the scientific jamu medicine components at Indonesia Ministry of Health, Research and Development Center of Indonesian Traditional Medicine were very high. An effort to increase crop production has been done to fulfill the demand. This research aims factors which determine blumea yields. The study was conducted in Karangpandan, Ngargoyoso and Tawangmangu Sub-Districts of Karanganyar Regency from March to July 2016. The factors studied were farmer age, education level, and land area. Samples were determined by purposive interviews, observation and land measurement. Data were analyzed using multiple linear regressions. The results showed that 30-87 years age, low to high education level and narrow to large land area does not have a significant influence on the blumea yields. The level of education had a positive influence on the blumea yields.
Keywords: Blumea, social economic factors, land area, production Volume 9, No. 2, Desember 2016
75 Dian Susanti, Nurul H. Listiana, Tri Widayat PENDAHULUAN
Penggunaan tumbuhan sebagai obat tradisional telah dikenal bangsa Indonesia sejak ribuan tahun yang lalu. Terjadinya krisis moneter berkelanjutan menjadi krisis multidimensi di Indonesia berdampak terhadap tingginya harga barang dan biaya hidup. Kondisi ini mengakibatkan tingginya minat masyarakat untuk beralih ke bahan alam termasuk dalam hal obat dan kesehatan, mengingat tingginya dampak negatif obat kovensional bila dibandingkan dengan obat tradisional. Khasiat tumbuhan obat yang beragam dan bahkan mampu menghambat pertumbuhan penyakit berat memacu masyarakat untuk tetap mempertahankan penggunaan tumbuhan obat sebagai alternatif yang sangat tepat untuk mengatasi masalah kesehatan (Yuliarti, 2010; Darsini, 2013).
Obat tradisional masih terus digunakan untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan dasar oleh penduduk negara sedang berkembang. Menurut resolusi
Promoting the Role of Traditional Medicine in Health System: Strategy for the African Region, sekitar 80% masyarakat negara
anggota WHO (World Health Organization) di Afrika menggunakan obat tradisional untuk keperluan kesehatan. Di Asia penggunaan obat tradisional terus meningkat. Pengguna obat tradisional di Cina, Jepang, Malaysia dan India mencapai 40-90% penduduk. Kantor Regional WHO Wilayah Amerika (AMOR/PAHO) melaporkan 71% penduduk Chili dan 40% penduduk Kolombia telah menggunakan obat tradisional. Di negara maju, penggunaan obat tradisional tertentu sangat populer. Beberapa sumber menyebutkan penggunaan obat tradisional oleh penduduk di Perancis mencapai 49%, Kanada 70%, Inggris 40% dan Amerika Serikat 42% (Ditjen PEN, 2014).
Di Indonesia, pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional banyak digunakan untuk menjaga kesehatan oleh masyarakat, terutama yang tinggal di daerah terpencil karena tempat layanan kesehatan yang lokasinya jauh dan sangat terbatas.
Penggunaan tumbuhan sebagai obat tradisional cukup tinggi di daerah yang terisoliasi (Sudirga, 1992).
Sembung adalah jenis tumbuhan obat yang mengandung flavonoid, sesquiterpenes,
tannin dan saponin yang memiliki beragam
khasiat antara lain sebagai antitumor,
hepatoprotective, antioksidan, antiradang,
penyembuh luka (Pang et al., 2014), antibakteri (Ruhimat, 2015) dan peningkat sistem imun (Munawaroh et al., 2009). Sembung prospektif untuk dibudidayakan di Indonesia, mengingat peluangnya sebagai salah satu komoditas ekspor cukup besar (Priyono, 2010).
Berdasarkan data primer Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) tahun 2016, kebutuhan sembung sebagai salah satu bahan jamu saintifik mencapai sekitar 1 ton/tahun simplisia kering.
Sembung yang digunakan untuk bahan baku jamu selama ini banyak diperoleh dari hasil pengambilan di alam liar dan jumlahnya belum mencukupi. Untuk memenuhi besarnya kebutuhan tersebut, B2P2TOOT bekerja sama dengan masyarakat di wilayah Tawangmangu dan sekitarnya untuk membudidayakan tanaman sembung. Tinggi rendahnya produktivitas suatu komoditas pertanian dipengaruhi oleh berbagai macam hal yaitu luas lahan, jumlah benih, jumlah pupuk organik, jumlah tenaga kerja, umur petani, lama pendidikan petani, dan lama pengalaman berusaha tani (Muttakin et al., 2014; Suharyanto et al., 2015)
Beberapa penelitian mengenai pengaruh faktor produksi maupun sosial ekonomi petani terhadap hasil produksi tanaman jagung (Sutarto, 2008; Sumarno et
al., 2015, padi (Khakim et al., 2013; Far-far,
2011; Sinaga, 2015), cabai (Khazanani, 2011), kedelai (Matakena, 2012) dan
PENGARUH UMUR PETANI, TINGKAT PENDIDIKAN DAN LUAS LAHAN TERHADAP HASIL PRODUKSI TANAMAN
SEMBUNG The Influence of the Farmer Ages, Levels of Education and Land Area to Blumea Yields
stroberi (Samun et al., 2011) telah dilakukan. Namun, penelitian faktor produksi dalam upaya budidaya tanaman obat masih terbatas. Penelitian yang telah dilakukan pada tanaman obat antara lain tanaman cengkeh (Arinda dan Yantu, 2015), lidah buaya (Ellyta et al., 2015) dan pala (Suwarni et al., 2013). Faktor produksi yang dimiliki petani biasanya dalam jumlah terbatas sehingga menjadi keterbatasan dalam meningkatkan produksi usahataninya. Keterbatasan tersebut menjadi tantangan bagi petani untuk bisa lebih efisien lagi dalam mengelola faktor produksi usahatani yang dilakukan (Mufriantie dan Feriady, 2014). Perlu dilakukan analisis mengenai pengaruh umur, pendidikan dan luas lahan terhadap produktivitas tanaman sembung. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh umur, pendidikan dan luas lahan terhadap hasil produksi tanaman sembung di Kabupaten Karanganyar.
Tawangmangu di Kabupaten Karanganyar dari bulan Maret sampai Juli 2016. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner dan pengamatan serta pengukuran luas lahan di lapangan. Data yang diambil yaitu karakteristik petani yang meliputi umur dan tingkat pendidikan serta data luas lahan yang dimilki oleh petani. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan analisis regresi linier berganda.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebaran Wilayah
Jumlah petani tanaman sembung berdasarkan sebaran wilayah kecamatan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah petani di Kecamatan Tawangmangu, Ngargoyoso dan Karanganyar, Kabupaten Karanganyar
No Kecamatan Jumlah Petani (orang) Persen (%)
Karakteristik petani adalah ciri atau sifat yang dimiliki oleh petani meliputi beberapa faktor atau unsur yang melekat pada diri seseorang (Subagio dan Manoppo, 2016). Karakteristik petani tanaman sembung yang menjadi responden di 3 Kecamatan dalam Kabupaten Karanganyar ini beragam baik umur maupun tingkat pendidikannya.
METODE PENELITIAN
2 Ngargoyoso 1 4,76
3 Karangpandan 3 14,29 21 100
Sumber: Data primer hasil wawancara petani sembung di 3 Kecamatan
Penyebaran petani sembung di 3 Kecamatan di Kabupaten Karanganyar sangat bervariasi. Jumlah petani terbanyak terdapat di Kecamatan Tawangmangu.
Rendahnya jumlah petani di Kecamatan Karangpandan dan Ngargoyoso dikarenakan adanya anggapan masyarakat bahwa nilai ekonomi tanaman obat sangat rendah
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Karanganyar dengan menggunakan metode survei. Sampel penelitian ditentukan secara purposif (terbatas) atau purposive yaitu petani yang menanam sembung di Kecamatan Karangpandan, Ngargoyoso dan
1 Tawangmangu 17 80,95 Dian Susanti, Nurul H. Listiana, Tri Widayat
dibandingkan dengan tanaman pangan. Umur Petani Selain itu pengetahuan masyarakat Jumlah petani sembung berdasar mengenai cara budidaya tanaman sembung umur berasal dari kelompok umur antara di pekarangan masih kurang (Nurmayulis & 30-59 tahun yakni sebanyak 17 orang, Hermita, 2015). sedangkan pada kelompok umur diatas 59 tahun sebanyak 4 orang (Tabel 2).
Tabel 2. Distribusi petani tanaman sembung di Kabupaten Karanganyar berdasar kelompok umur
No Umur Jumlah Persen (%)
1 Muda ( 2 9,52
≤ 30 tahun)
2 Sedang (31 - 59 tahun) 15 71,43
3 4 19,05
Tua (≥ 60 tahun) 21 100
Keterangan: Minimum 30 tahun, Rata-rata 47 tahun Sumber: Data primer hasil wawancara petani sembung di 3 Kecamatan
Sekitar 80,95% petani tanaman obat di tiga terhadap mutu. Kekurangan dari petani Kecamatan di Karanganyar yang bercocok dengan umur lebih dari 59 tahun adalah tanam sembung merupakan petani sering dianggap kurang luwes dan menolak produktif dengan umur antara 30-59 tahun. teknologi baru (Sunar, 2012). Sisanya sekitar 19,05% merupakan petani
Tingkat Pendidikan
dengan kisaran umur lebih dari 59 tahun Tingkat pendidikan dari petani yang termasuk dalam kategori tidak tanaman sembung beragam dengan produktif. Petani umur 30-59 tahun pendidikan tertinggi SMA hingga tidak memiliki fisik yang potensial untuk sekolah. Jumlah petani tanaman sembung mendukung kegiatan usahatani, dinamis, dengan pendidikan rendah yaitu sekitar kreatif, dan cepat dalam menerima inovasi 52,38%, sedangkan petani yang memiliki teknologi baru (Samun et al., 2011). Petani latar belakang pendidikan formal tinggi berumur lebih dari 59 tahun memiliki sekitar 19,05% (Tabel 3). kelebihan dalam hal pengalaman, pertimbangan, etika kerja dan komitmen
Tabel 3. Distribusi petani tanaman sembung di Kabupaten Karanganyar berdasar tingkat pendidikan
No Pendidikan formal Jumlah Persen (%)
1 Rendah (< 7 tahun) 11 52,38
2 Sedang (7 - 9 tahun) 6 28,57
3 Tinggi (> 9 tahun) 4 19,05 21 100
Keterangan: Minimum tidak sekolah, maksimum SMA
Sumber: Data primer hasil wawancara petani sembung di 3 Kecamatan
Luas Lahan produksi tinggi, tetapi lahan yang terlalu
Luas lahan adalah salah satu faktor sempit juga tidak efisien dalam pengelolaan produksi yang sangat memengaruhi hasil lahan (Sinaga, 2015). Luas lahan yang produksi pertanaman. Lahan yang terlalu dimiliki petani sembung di Kabupaten luas tidak berarti dapat memberikan hasil
PENGARUH UMUR PETANI, TINGKAT PENDIDIKAN DAN LUAS LAHAN TERHADAP HASIL PRODUKSI TANAMAN
SEMBUNG The Influence of the Farmer Ages, Levels of Education and Land Area to Blumea Yields
Karanganyar mayoritas tergolong sempit yaitu dibawah 0,1 hektar (Tabel 4).
Tabel 4. Luas lahan petani sembung di Kabupaten Karanganyar No Luas lahan Jumlah Persen (%)
1 Sempit (< 0,1 ha) 18 85,71
2 Sedang ( 0,1 - 0,2 ha) 2 9,52
3 Luas (> 0,2 ha) 1 4,76 21 100
Keterangan: Minimum 0,0017 ha, maksimum 2,7 ha Sumber: Data primer hasil wawancara petani sembung di 3 Kecamatan
Luas lahan yang sempit yaitu dibawah korelasi (R) sebesar 0,627. Ini berarti ada 0,1 ha telah mampu mendorong masyarakat korelasi/hubungan yang kuat antara hasil untuk memanfaatkan lahan tersebut untuk produksi tanaman sembung dengan 4 faktor budidaya tanaman sembung. Tingginya yang memengaruhi. Hubungan antara minat masyarakat dengan lahan sempit variabel terikat dan variabel bebas disebut untuk mengefisienkan pemanfaatan kuat bila nilai R diatas 0,5 (Santoso, 2010). lahannya untuk budidaya tanaman sembung Dari Tabel 5 diperoleh persamaan regresi karena harga jual sekitar tiga ribu rupiah sebagai berikut: 1 per kg kering dan adanya jaminan Y = 1867,030 - 537,513X + 2 3 4 pembelian hasil. 27,433X - 112,072X
- – 277,453X Hasil estimasi pengaruh ke empat faktor yang digunakan terhadap hasil produksi tanaman sembung dapat dilihat pada Tabel 5 menunjukkan koefisien Tabel 5. Hasil estimasi pengaruh faktor produksi umur petani, tingkat pendidikan dan luas lahan terhadap hasil produksi tanaman sembung Variabel Koefisien regresi t hitung Signifikansi 0,014
Konstanta 1867,030 2,765 1 0,025
Umur petani (X ) -537,513 -2,466 2 0,807
Tingkat pendidikan (X ) 27,433 0,248 3 0,532
Luas lahan (X ) -112,072 -0,639 4 0,073
Wilayah lokasi (X ) -277,453 -1,917 R 2
0,627 R
0,393 Fhitung 2,590
3,01 Ftabel (α=5%)
2,119 Ttabel (α=5%)
Sumber: Data primer, diolah tahun 2016 2 Nilai koefisien determinasi (R ) yang usahatani tanaman sembung, sedangkan
diperoleh sebesar 0,393 berarti bahwa 4 60,7% ditentukan oleh beragam faktor lain faktor yang digunakan mampu menjelaskan yang tidak digunakan sebagai variabel 39,3% keragaman dari produktivitas penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Ditjen PEN. 2014. Obat Herbal Tradisional.
Khazanani A. 2011. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi Usahatani Cabai Kabupaten Temanggung (Studi Kasus di Desa Gondosuli Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung). Skripsi Universitas Diponegoro, hal.62.
Pengaruh luas lahan, tenaga kerja, penggunaan benih, dan penggunaan pupuk terhadap produksi padi di Jawa Tengah. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Mediagro, 9(1): 71-79.
Khakim L., Hastuti D. & Widiyani, A. 2013.
Jurnal Budidaya Pertanian, 7(2): 100- 106.
Ellyta, Sugiardi S. & Yanto. 2015. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi lidah buaya ( Aloe vera. l) di pontianak utara. Jurnal Agrosains, 12(2): 1-9. Far-far RA. 2011. Hubungan komunikasi interpersonal dengan perilaku petani dalam Kabupaten Seram Bagian Barat.
Warta Ekspor, (September 2014), hal.1
Darsini NN. 2013. Analisis keanekaragaman jenis tumbuhan obat tradisional berkasiat untuk pengobatan penyakit saluran kencing di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli Provinsi Bali. Jurnal Bumi Lestari, 13(1): 159-165.
Dian Susanti, Nurul H. Listiana, Tri Widayat
Arinda W. & Yantu MR. 2015. Analisis produksi tanaman cengkeh di Desa Tondo Kecamatan Sirenja Kabupaten Donggala. e-Journal Agrotekbis, 3(5): 653-660.
Umur dan tingkat pendidikan petani, serta luas lahan tidak mempengaruhi hasil produksi tanaman sembung secara nyata. Tingkat pendidikan memberikan pengaruh positif terhadap hasil produksi tanaman sembung. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani, semakin besar hasil produksi tanaman sembung.
KESIMPULAN
Tingkat pendidikan memiliki pengaruh tidak nyata terhadap hasil produksi tanaman karena tingkat pendidikan formal memengaruhi perubahan perilaku petani dalam kegiatan budidaya tanaman. Rendahnya pendidikan formal dapat dikurangi dengan mengikuti banyak pendidikan informal (Saparyati, 2008). Petani yang memiliki pendidikan lebih tinggi baik formal ataupun informal mempunyai wawasan yang lebih luas terutama dalam pemahaman pentingnya produktivitas. Kesadaran akan pentingnya produktivitas berperan penting untuk mendorong upaya peningkatan produksi pertanian (Mahendra, 2014). Pendidikan memengaruhi petani melalui penyerapan informasi inovasi yang bermanfaat bagi peningkatan hasil produksi tanaman sembung (Thamrin et al., 2012). Wilayah lokasi dan luas lahan mempengaruhi jenis inovasi teknologi yang diambil oleh petani.
Petani dengan umur produktif memiliki kemampuan fisik dan pola pikir yang sangat baik untuk dapat menyerap informasi inovasi baru dan mengaplikasikannya (Waris et al., 2015). Umur petani memengaruhi proses budidaya tanaman mulai dari proses pemikiran sampai proses berjalannya kegiatan budidaya yang dijalankan (Thamrin et al., 2012). Petani sembung di 3 Kecamatan dengan umur rata-rata 47 tahun mampu untuk menyerap inovasi dan memanfaatkan fisik dan pikiran untuk melakukan budidaya tanaman sembung dengan baik.
Faktor umur petani memengaruh hasil produksi secara nyata. Tingkat pendidikan, luas lahan dan wilayah lokasi tidak memengaruhi hasil produksi secara nyata. Koefisien regresi variabel umur petani, luas lahan dan wilayah lokasi bertanda negatif menunjukkan bahwa kontribusi ketiga variabel tersebut tidak searah. Koefisien regresi tingkat pendidikan memberikan kontribusi searah terhadap hasil produksi tanaman sembung.
- – 20.
PENGARUH UMUR PETANI, TINGKAT PENDIDIKAN DAN LUAS LAHAN TERHADAP HASIL PRODUKSI TANAMAN
SEMBUNG The Influence of the Farmer Ages, Levels of Education and Land Area to Blumea Yields
Mahendra AD. 2014. Analisis pengaruh pendidikan, upah, jenis kelamin, usia dan pengalaman kerja terhadap produktivitas tenaga kerja (Studi di Industri Kecil Tempe di Kota Semarang).
Partisipasi petani dalam penerapan teknologi pertanian organik pada tanaman stroberi di Kabupaten Bantaeng. hal.1
- –12. Available at: http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/da b92a3322d276f1b3c180f43fbab78d.pdf.
Mufriantie F. & Feriady A. 2014. Analisis Faktor Produksi Dan Efisiensi Alokatif Usahatani Bayam (Amarathus Sp) Di Kota Bengkulu. Agrisep, 15(1): 31-37.
Konsep dan Aplikasi dengan SPSS, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Sunar. 2012. Pengaruh faktor biografis ( usia, masa kerja, dan gender ) terhadap produktivitas karyawan ( studi kasus PT Bank X ). Forum Ilmiah, 9(1): 167 –177. Sutarto. 2008. Hubungan sosial ekonomi petani dengan tingkat adopsi inovasi teknologi komoditas jagung di Sidoharjo
Peningkatan produksi dan efisiensi usahatani jagung melalui penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) di Gorontalo. Jurnal Manajemen dan Agribisnis, 12(2): 79-91.
Sumarno J., Harianto & Kusnadi N. 2015.
Pertanian Tanaman Pangan, 34(2): 131- 144.
Suharyanto, Mulyo JH., Darwanto DH. dan Widodo S. 2015. Analisis produksi dan efisiensi pengelolaan tanaman terpadu padi sawah di Provinsi Bali. Penelitian
Electronic jurnal bumi-lestari, 12: 7-18.
Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli.
http://jatim.litbang.pertanian.go.id/ind/ phocadownload/p41.pdf. Sudirga SK. 1992. Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional di Desa Trunyan
karakteristik petani dengan usahatani cabai sebagai dampak dari pembelajaran FMA (Studi kasus di Desa Sunju Kecamatan Marawola Provinsi Sulawesi Tengah), Available at:
Subagio H. & Manoppo CN. 2016. Hubungan
Jurnal Darma Agung, 1: 26-29.
Universitas Diponegoro. Sinaga AH. 2015. Optimasi pengaruh faktor- faktor produksi usaha tani padi sawah.
Saparyati DI. 2008. Kajian Peran Pendidikan Terhadap Pembangunan Pertanian di Kabupaten Demak. Tesis. Program Pascasarjana Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota.
Santoso S. 2010. Statistik Parametrik,
Munawaroh F., Sudarsono & Yuswanto A.
Skripsi. Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro.
Matakena S. 2012. Efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi Distrik Makimi Kabupaten Nabire. Agrilan, Jurnal Agribisnis Kepulauan, 1(1): 43-60.
Escherichia coli dengan metode difusi
Ruhimat U. 2015. Daya hambat infusum daun sembung (Blumea balsamifera) terhadap pertumbuhan bakteri
Inovasi Pertanian, 9(2): 81-95.
Priyono. 2010. Agribisnis tanaman obat kunyit dan lengkuas. Innofarm, Jurnal
pharmacological review. Molecules, 19(7): 9453 –9477.
balsamifera-A phytochemical and
Pang Y., Wang D., Fan Z., Chen X., Yu F., Hu X., Wang K. and Yuan L. 2014. Blumea
Nurmayulis & Hermita N. 2015. Potensi tumbuhan obat dalam upaya pemanfaatan lahan pekarangan oleh masyarakat Desa Cimenteng kawasan Taman Nasional Ujung Kulon. Agrologia, 4(1): 17.
Faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi pendapatan usahatani kelapa sawit pola swadaya di Desa Kepau Jaya Kabupaten Kampar. Jurnal RAT, 3(1): 369-378
Tradisional, 14(47) Muttakin D., Ismail U. & Kurniati SA. 2014.
2009. Pengaruh pemberian ekstrak etanolik daun sembung (Blumeae folium) terhadap fagositosis makrofag pada mencit jantan yang diinfeksi dengan listeria monocytogenes. Majalah Obat
cakra. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada, 13(1): 213-227. Samun S., Rukmana D. & Syam S. 2011. Dian Susanti, Nurul H. Listiana, Tri Widayat
Wonogiri. Agritexts, vol 24. Suwarni N., Yunianto VD. & Setiadi A. 2013.
Analisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi keuntungan agroindustri kecil penyulingan minyak pala dan dampaknya pada pendapatan asli daerah Kabupaten Bogor. Agromedia, 31(1): 1- 11.
Thamrin M., Herman S. & Hanafi F. 2012.
Pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap pendapatan petani pinang. Agrium, 17(2): 134-144. Waris, Badriyah N. & Wahyuning DA. 2015.
- penggunaan+obat+konvensional&hl=id &source=gbs_navlinks_s.
Pengaruh tingkat pendidikan, usia dan lama beternak terhadap pengetahuan manajeman reproduksi ternak sapi potong di Desa Kedungpring Kecamatan Balongpanggang Kabupaten Gresik.
Jurnal Ternak, 6(1): 3-8.
Yuliarti N. 2010. Sehat, Cantik, Bugar dengan
Herbal dan Obat Tradisional - Nurheti Yuliarti - Google Buku, Penerbit Andi.
Available at: https://books.google.co.id/books?id=j2T kyPLoDWUC&dq=buku+dampak+negatif