BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Peranan Tes Deoxyribonucleic Acid (Dna) Dalam Pembuktian Tindak Pidana(Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 626 Pid. B / 2012 / PN. SIM, Putusan Mahkamah Agung No. 704 K / Pid / 2011, Putusan Mahkamah AgungNo. 1967

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penjelasan Umum (Pembukaan) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945) tercantum antara lain :

  “Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan

   kekuasaan belaka (machtsstaat).

  Pertimbangan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tercantum antara lain :

  “Bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga Negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan

  

  pemerintahannya dengan tiada kecualinya.” Dari segi hukum pidana maka kepentingan masyarakat lebih diutamakan dari kepentingan orang seorang (individu),yang dalam bahasa sehari-hari disebut

  “Kepentingan Umum”.Seseorang yang sengaja/lalai tidak menjunjung hukum,melakukan perbuatan yang diancam dengan hukuman pidana,misalnya melakukan pencurian atau pemerkosaan.Sepintas,yang mengalami kerugian adalah orang yang barangnya dicuri atau wanita yang diperkosa tersebut.Akan tetapi,semua anggota masyarakat menjadi khawatir.Kekhawatiran ini merupakan 1 Leden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan dan Penyidikan), Cet. 1, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, h. 1. 2 Ibid, h. 2.

  “Kepentingan Masyarakat” yang harus dicegah atau dihapuskan dengan cara memberi ganjaran / pidana sebagai akibat dari perbuatannya yang bertentangan

   dengan kewajibannya,yakni menjunjung hukum (Pasal 27 UUD 1945).

  Warga negara yang lalai/sengaja tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan masyarakat,dikatakan bahwa warga negara tersebut “melanggar hukum” karena kewajibannya tersebut telah ditentukan berdasarkan hukum.

  Seseorang hanya dapat dikatakan melanggar hukum oleh Pengadilan dan dalam hal melanggar hukum pidana oleh Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi/Mahkamah Agung.Sebelum seseorang diadili di Pengadilan,orang tersebut berhak dianggap tidak bersalah.Hal ini dikenal dengan asas “praduga tak bersalah” (presumption of innocence). Asas ini disebut dalam Pasal 8 Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan juga dalam penjelasan umum butir 3c KUHAP yang berbunyi: “Setiap orang yang disangka,ditangkap,ditahan,dituntut, dan/atau dihadapkan di muka sidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang

   menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”.

  Untuk menyatakan seseorang “melanggar hukum”,Pengadilan harus dapat menentukan “kebenaran” akan hal tersebut.Untuk menentukan “kebenaran” diperlukan bukti-bukti. Bukti-bukti dalam Kamus Bahasa Indonesia yang

  3 4 Ibid, h. 20.

  Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Edisi Kedua,Cet. 1, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, h. 14. dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan antara lain disebut:

   sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa.

  Fungsi utama dari proses peradilan pidana adalah untuk mencari kebenaran sejauh yang dapat dicapai manusia dan tanpa harus mengorbankan hak dari tersangka.Yang bersalah dinyatakan bersalah dan yang tidak bersalah harus dinyatakan tidak bersalah.Sudah merupakan kenyataan yang bersifat universal,bahwa setiap manusia dapat membuat kesalahan baik dalam hal persepsi maupun ingatan.Dan dimaklumi pula bahwa manusia itu mempunyai kerentanan

   terhadap pengaruh dari luar yang bersifat sugestif.

  Proses penegakan dan keadilan itu merupakan usaha ilmiah, dapat dilihat pada pasal-pasal yang tercantum di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),dimana terdapat dalam bentuk keterangan ahli,pendapat orang ahli,ahli kedokteran kehakiman,dokter,dan surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu

   keadaan yang diminta secara resmi dari padanya (Pasal 187 butir c KUHAP).

  Berdasarkan Pasal 183 KUHAP yakni : “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

  Pengertian “dua alat bukti sah” dapat terdiri atas misalnya 2 orang

   saksi,atau 1 orang saksi dan keterangan ahli,dan sebagainya.

  5 6 Leden Marpaung, op. cit., h. 22.

  Abdul Mun’im Idries, Pedoman Praktis Ilmu Kedokteran Forensik Bagi Praktisi Hukum,Cet. 1, Sagung Seto, Jakarta, 2009, h. 1. 7 8 Ibid, h. 9.

  Leden Marpaung,op. cit.,h. 28. Adapun mengenai alat-alat bukti yang sah yang telah ditentukan menurut ketentuan perundang-undangan dalam Undang-undang No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Pasal 184 ayat 1 yang menyebutkan :

  Alat bukti yang sah ialah : a. keterangan saksi; b. keterangan ahli; c. surat; d. petunjuk;

   e.

  keterangan terdakwa. Permintaan bantuan tenaga ahli pada tahap penyidikan disebutkan padaPasal 120 ayat (1) KUHAP, yang menyatakan : “Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus”.

  Keterangan seorang ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum maka pada pemeriksaan di sidang diminta untuk memberikan keterangan dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan.Keterangan

   tersebut diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau janji di hadapan hakim.

  Permintaan bantuan keterangan ahli pada tahap pemeriksaan persidangan, disebutkan pada KUHAP Pasal 180 ayat (1) yang menyatakan : “Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan”. 9 R.Soenarto Soerodibroto,KUHP DAN KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung Dan Hoge Raad,cet.5,Raja Grafindo Persada,Jakarta,2007, h. 438. 10 Andi Hamzah, op. cit., h. 273.

  Keahlian ialah ilmu pengetahuan yang telah dipelajari (dimiliki) seseorang. Pengertian ilmu pengetahuan (wetenschap) diperluas pengertiannya oleh HR yang meliputi kriminalistik,sehingga Van Bemmelen mengatakan bahwa ilmu tulisan,ilmu senjata,pengetahuan tentang sidik jari,dan sebagainya termasuk pengertian ilmu pengetahuan (wetenschap) menurut pengertian Pasal 343

  

Ned.Sv.tersebut.Oleh karena itu, sebagai ahli seseorang dapat didengar

  keterangannya mengenai persoalan tertentu yang menurut pertimbangan hakim

   orang itu mengetahui bidang tersebut secara khusus.

  Mengenai keterangan ahli sebagaimana disebutkan dalam kedua pasal KUHAP diatas, diberikan pengertiannya pada Pasal 1 butir ke-28 KUHAP, yang menyatakan :

  “Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”.

  Bantuan keterangan ahli yang diperlukan dalam proses pemeriksaan suatu perkara pidana, maka bantuan ini pada tahap penyidikan juga mempunyai peran yang cukup penting untuk membantu penyidik mencari dan mengumpulkan bukti- bukti dalam usahanya menemukan kebenaran materiil suatu perkara pidana. Pada kasus-kasus tertentu, bahkan penyidik sangat bergantung terhadap keterangan ahli untuk mengungkap lebih jauh suatu peristiwa pidana yang sedang ditanganinya.

  Kasus-kasus tindak pidana seperti pembunuhan, pemalsuan identitas jenis kelamin,pemerkosaan,hingga pencemaran nama baik dengan menuduhkan anak yang dikandung merupakan contoh kasus dimana penyidik sangat membutuhkan 11 Ibid. bantuan tenaga ahli seperti dokter ahli forensik atau dokter ahli lainnya, untuk memberikan keterangan medis tentang kondisi korban yang selanjutnya cukup berpengaruh bagi tindakan penyidik dalam mengungkap lebih lanjut kasus tersebut.

  Tindak pidana pembunuhan, pemalsuan surat dengan penipuan jenis kelamin, pemerkosaan, penghinaan adalah beberapa tindak pidana yang diklasifikasikan sebagai suatu kejahatan yaitu sebagai suatu perbuatan yang sifatnya bertentangan dengan kepentingan hukum.Sebab dan akibat dari kejahatan tersebut selalu menjadi perhatian utama dari berbagai pihak dari masyarakat hingga aparat penegak hukum.

  Terutama Tindak Pidana Pembunuhan merupakan salah satu bentuk kejahatan yang tidak asing lagi di mata masyarakat khususnya Indonesia dan merupakan salah satu tindak pidana yang sangat melanggar hak yang paling mendasar dari seorang manusia yaitu hak untuk hidup

  Pada dasarnya kasus kecelakaan,bunuh diri atau pembunuhan adalah merupakan permasalahan yang harus dapat dibuktikan,dibuat terang dan jelas oleh para penegak hukum karena kasus tersebut dapat membawa implikasi yangberbeda-beda,baik ditinjau dari sudut penyidikan maupun dari sudut proses

   peradilan pada umumnya.

  Pada prakteknya,aparat penegak hukum tidak jarang menemukan kendala dimulai dari pengungkapan pelaku pembunuhan tersebut maupun identitas daripada korban pembunuhan tersebut. Bahkan tidak jarang pada kasus-kasus 12 Abdul Mun’im Idries; Agung Legowo Tjiptomartono : Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, Cet. 2, Sagung Seto,Jakarta, 2011, h. 53. tindak pidana seperti pembunuhan dan/atau pemerkosaan akan selalu meninggalkan petunjuk-petunjuk pada tempat kejadian perkara sehingga dapat mengidentifikasi pelaku maupun korban tindak pidana tersebut meskipun kadang kala korban telah tidak dapat dikenali identitasnya secara visual dan/atau pelaku tindak pidana telah lama meninggalkan tempat kejadian perkara .

  Meskipun terkadang identitas pelaku dan/atau korban pembunuhan telah terungkap,tidak jarang pula terjadi salah tangkap,salah penuntutan dan / atau kekeliruan dalam mengadili pelaku tindak pidana pembunuhan tersebut.

  Akibatnya banyak dari Tersangka dan/atau Terdakwa pembunuhan yang telah diproses hukum pada tingkat kepolisian dan tingkat kejaksaan divonis bebas pada tingkat pengadilan karena tidak terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan tersebut dan sebaliknya banyak dari Tersangka dan/atau Terdakwa yang tidak melakukan tindak pidana pembunuhan tersebut divonis bersalah di tingkat pengadilan akibat terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan tersebut yang pada akhirnya menciptakan ketidakpastian hukum dan keresahan di dalam masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia.

  Dewasa ini,Tes DNA/ Pengujian DNAtelah banyak mengidentifikasi dan membuka terang kasus pidana semisal kejahatan seksual, hasil tesDNA bisa memilah-milah mana yang layak dijadikan tersangka utama, dan mana yang harus disingkirkan dari daftar tersangka. Tes DNA telah membantu hakim dan juri mengatasi isu-isu hukum, baik kasus pidana maupun perdata. Sejak ditemukan A.Jeffreys, ilmuan University of Leicester, Inggris, DNA banyak diandalkan kalangan penegak hukum terutama di luar negeri untuk memecahkan berbagai kasus.

  DNA, singkatan dari Deoxyribonucleic Acid, dikenal sebagai istilah kimia.

  Ia adalah rantai asam amino yang menjadi cetak biru manusia dan mengatur semua proses biologis. Setiap orang pasti memiliki DNA yang khas.Dengan kata lain, tak mungkin ada dua atau lebih orang yang memiliki DNA sama.

  Universalitas menjadi salah satu kelebihan tes DNA. Dokter atau petugas lab bisa menggunakan bagian tubuh mana saja asalkan mempunyai inti sel.

  Rambut yang tertinggal di pakaian pun bisa dijadikan acuan. Demikian pula air liur atau percikan darah pada pakaian. Dengan sedikit darah saja yang diperlukan untuk memperoleh profil DNA seseorang. Dalam banyak kasus mutilasi, ketika ahli forensik tak bisa melakukan sidik jari atau sidik gigi, tes DNA menjadi alternatif. Seperti dipaparkan tadi, tes DNA bukan hanya menerangkan identitas, tetapi juga memecahkan masalah paternalitas dan maternalitas (hubungan anak dengan orang tuanya). Salah seorang yang memperoleh manfaat tes DNA adalah John White. Pria 48 tahun ini dihukum seumur hidup di Miami, AS, 27 tahun silam atas kasus perkosaan. Ia kemudian dibebaskan karena berdasarkan tes DNA, rambut yang ditemukan di tempat kejadian perkara tidak konsisten dengan profil DNA White.

  Di Indonesia, salah satu tes yang sering dilakukan adalah DNA fingerprint. Model ini mencuat seiring terjadinya peledakan bom di sejumlah tempat seperti bom Marriott, Bali dan Kedubes Australia. Penggunaan DNA memang sangat tergantung pada bank data. Negara-negara dengan sistem kependudukan yang tertata apik biasanya memiliki data profil DNA warganya, sehingga penggunaan tes DNA untuk mengungkap kejahatan lebih gampang.

   konon menyimpan tak kurang dari 40 juta sidik jari dan 1,2 juta profil DNA dari warga yang umumnya

   pernah tersangkut kasus kriminal.

  Tes DNA adalah suatnya.

  Teknik ini dikenal pula sebagai penyidikan DNA, penyidikjarian genetik (genetic fingerprinting, sering disingkat sidik jari DNA), DNA profiling, atau semacamnya.

  Dalam bidang hukum, materi uji hampir pasti adalah ekstrak dari tubuh manusia, misalnya dalam penentuan orang tua atau penyelidikan pemerkosaan/pembunuhan.

  Tes DNA memanfaatkan profil DNA, yaitu sehimpunan data yang menggambarkan susunan DNA yang dianggap khas untuk individu yang menjadi sampelnya. Dalam pengujian DNA, hanya sebagian kecil berkas DNA yang dipakai untuk pengujian. Sasaran utama adalah bagian DNA yang berisi pengulangan urutan basa, suatu bagian DNA yang dikenal sebagai (variable number tandem repeats, VNTR).

  VNTR dapat berupa Karena menggunakan

  penanda, pengujian DNA bukanlah tekni(full

  

, akses tanggal 9 Desember 2013

  genome sequencing), yang sering juga disebut dalam literatur sebagai DNA profiling.

  Metode pengujian ini pertama kali dilaporkan pada publikasi 1984 oleh Sir membuka pusat tes DNA di Inggris. Metode ini sekarang

  

  Tes DNA dapat digunakan untuk Tes Paternitas,yaitu untuk menentukan siapa ayah dan ibu biologis anak bersangkutan.Cara ini dilakukan dengan metode

  STR(Short Tandem Repeat).

  DNA mitokondria juga dapat digunakan sebagai marka untuk

  mengidentifikasikan hubungan kekerabatan secara maternal (jalur ibu/maternitas).DNA mitokondria sangat tepat untuk forensik karena jumlah kopi jenis DNA ini sangat tinggi dan tidak ada rekombinasi.

  DNA dapat diperoleh dari semua sel yang memiliki inti sel di seluruh

  tubuh manusia.Tetes Darah,cairan sperma,sidik jari,tulang,rambut, urin,kotoran manusia, dan peralatan pribadi adalah sumber yang sering dipakai.DNA tersebut kemudian diisolasi lalu digandakan dengan metode PCR (Polimerase Chain

  Reaction)selanjutnya dicocokkan dengan DNA sekuens sesuai standar,dalam hal

  ini Standar FBI. Prosedur yang memakan waktu dan sulit adalah menyamakan kode sidik jari genetika yang ditemukan dengan data di Bank Data

  , akses tanggal 9 Desember 2013 Genetika.Namun dengan sistem komputerisasi saat ini,kelihatannya bukanlah hal yang terlalu rumit melakukan proses identifikasi dengan DNA.DNA juga telah digunakan untuk menentukan struktur populasi,migrasi penduduk,identifikasi orang hilang,korban perang,bencana massal dan kasus-kasus kriminalitas.Ilmu

   kedokteran yang berperan disini adalah terapan biologi molekuler.

  Secara umum,teknologi DNA dimanfaatkan untuk identifikasi personal,pelacakan hubungan genetik (disputed parentage atau kasus ragu orangtua) dan pelacakan sumber bahan biologis. Identifikasi personal dilakukan pada kasus penemuan tidak dikenal,seperti pada kasus kecelakaan, pembunuhan, bencana misalnya,kecelakaan pesawat terbang,dsb.Pelacakan hubungan anak- orangtua dilakukan pada kasus dugaan perselingkuhan,kasus ragu ayah,kasus ragu ibu,kasus bayi tertukar,kasus imigrasi dsb.Sedangkan pelacakan sumber bahan biologis adalah pemeriksaan barang bukti renik (trace evidence) dalam rangka pencarian pelaku delik susila (pemeriksaan bercak mani,usapan vagina,kerokan kuku),pencarian korban(bercak darah pada pakaian tersangka,diTKP,serta analisis

   sel pada bullet cytology),serta analisis potongan tubuh kasus mutilasi.

  Dewasa ini,Analisis dan Tes DNA memungkinkan penegak hukum untuk mengaitkan bukti DNA pada kejahatan tindak pidana tertentu khususnya dengan pelaku tindak pidana pembunuhan tersebut. Analisis dan Tes DNA tersebut telah banyak memberikan manfaat maupun keadilan baik kepada korban dan keluarga korban maupun hukuman setimpal kepada pelaku tindak pidana 15 Zulkhairi, Kedokteran Kepolisian : Kompetensi dan profesionalisme, Cet. 1 ,USU Press, Medan, 2007, h. 31. 16 Abdul Mun’im Idries; Agung Legowo Tjiptomartono, op. cit., h. 224.

  pembunuhan,pemerkosaan dan lain-lain. Berkat adanya tes DNA dan/atau Pemrofilan DNA,ribuan kasus telah ditutup dan /atau dibuka kembali.Tersangka tidak bersalah telah dibebaskan dan tersangka yang bersalah telah dihukum.

  Uraian tersebut mendorong penulis untuk mengetahui secara lebih mendetail dan menyeluruh tentang pengungkapan dan pembuktian terhadap suatu tindak pidana dengan peranan tes DNA,melalui sebuah penelitian untuk kepentingan penyusunan skripsi dengan judul :

  “PERANAN TES DEOXYRIBONUCLEIC ACID (DNA)DALAM PEMBUKTIAN

TINDAK PIDANA(Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 626

Pid.B/2012/PN. SIM, Putusan Mahkamah Agung No. 704 K/Pid/2011, Putusan Mahkamah Agung No. 1967 K/Pid/2007 dan Putusan Mahkamah Agung No. 89 PK/Pid/2008 )”.

B. Perumusan Masalah

  Agar permasalahan yang hendak diteliti tidak mengalami perluasan konteks dan supaya penelitian yang dilaksanakan lebih mendalam maka diperlukan suatu pembatasan masalah.Untuk memudahkan dalam penyusunan dan pencarian data guna menghasilkan sebuah penelitian yang baik dan menghindari pengumpulan data yang tidak diperlukan dalam penulisan, maka perlu disusun perumusan masalah secara teratur dan sistematis yang merupakan pembatasan masalah yang akan dibahas.

  Berdasarkan hal-hal tersebut, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Peranan tes DNA dalam pembuktian perkara pidana? 2.

  Bagaimanakah Implementasi Tes DNA dalam Pembuktian Suatu Tindak Pidana?(Analisis Putusan No. 626 Pid.B/2012/PN.SIM dan Putusan No.704 K/Pid/2011)

C. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini, penelitian yang dilakukan untuk membahas permasalahan tersebut mempunyai tujuan: 1.

  Untuk mengetahui peranan tes DNA dalam pembuktian perkara pidana.

2. Untuk mengetahui implementasi tes DNA dalam Pembuktian Suatu

  Tindak Pidanaterutama dalam tindak pidana Pembunuhan,Pemalsuan identitas jenis kelamin dan penghinaan.

D. Manfaat Penelitian :

  Memperhatikan tujuan penelitian yang ada, maka penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat :

  1. Bagi kalangan akademisi Penulisan ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan gambaran mengenai realitas penerapan hubungan ilmu hukum khususnya hukum pidana dengan bidang ilmu lainnya yaitu ilmu kedokteran.Kepentingan para penegak hukum untuk mendapatkan kebenaran materil suatu perkara yang ditanganinya merupakan aplikasi dari ketentuan hukum acara pidana, sedangkan pengujian DNA / Tes DNA yang dilakukan oleh dokter merupakan aplikasi dari ilmu kedokteran yang dapat berperan dan membantu para penegak hukum dalam tugasnya menemukan kebenaran materil tersebut. Disamping itu dapat memberikan informasi yang berguna bagi pengembangan ilmu hukum acara pidana khususnya mengenai peranan tes DNAdalam pembuktian suatu perkara pidana.

  2. Bagi masyarakat luas Hasil penelitian ini dimaksudkan agar dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai perananTes DNAdalam pembuktian suatu perkara pidana khususnya dalam mengungkap tindak pidana pembunuhan,pencemaran nama baik,pemerkosaan yang saat ini semakin banyak terjadi di masyarakat.

3. Bagi penulis

  Penelitian yang dilakukan dapat melatih dan mengasah kemampuan penulis dalam mengkaji dan menganalisa teori-teori yang didapat dari perkuliahan dengan penerapan teori dan peraturan yang terjadi di masyarakat. Hasil penulisan yang diperoleh dapat memberikan pengetahuan dan gambaran mengenai realitas penggunaan perananTes DNAdalam pembuktian suatu perkarapidana.

E. Tinjauan Kepustakaan

  1. Pengertian DNA Secara bahasa,Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) tersusun dari kata-kata

  "deocyribosa" yang berarti gula pentosa,"nucleic" yang lebih dikenal dengan nukleat berasal dari kata "nucleus" yang berarti inti serta "acid" yang berarti zat

   asam.

17 Arum Gayatri, Kamus Kedokteran, Arcan,Jakarta, 1990, h. 4

  Secara terminologi DNA merupakan persenyawaan kimia yang paling penting, yang membawa keterangan genetik dari sel khususnya atau dari makhluk

   dalam keseluruhannya dari satu generasi ke generasi berikutnya.

  DNA adalah bahan kimia utama yang berfungsi sebagai penyusun gen yang menjadi unit penurunan sifat (hereditas) dari induk kepada keturunannya.

  Nurchalis Bakry berpendapat bahwa di dalam DNA-lah terkandung informasi keturunan suatu mahluk hidup yang akan mengatur program keturunan selanjutnya.Hal yang sama dikemukakan oleh Aisjah Girindra bahwa asam nukleat atau yang biasa dikenal dengan DNA itu bertugas untuk menyimpan dan mentransfer informasi genetik, kemudian menerjemahkan informasi ini secara

   tepat.

  Unit terkecil pembawa setiap informasi genetik disebut dengan gen, yang besarnya sangat bervariasi tergantung dari jenis informasi yang dibawa untuk mengkode suatu protein.

  Pengertian DNA adalah susunan kimia makro molekuler yang terdiri dari tiga macam molekul, yaitu: gula pentosa, asam fosfat, dan basa nitrogen, yang sebagian besar terdapat dalam nukleus hidup yang akan mengatur program

   keturunan selanjutnya.

  Keberadaan DNA sangatlah erat hubungannya dengan ilmu dibidang biologi yang sampai sekarang pengambangannya tetap dilakukan oleh para ahli.Seiring perkembangannya, saat ini tidak lagi terbatas untuk keperluan dibidang biologi semata, akan tetapi telah dimanfaatkan oleh keilmuan lain seperti 18 19 Suryo, Genetika strata I, Cet. 9,Gajah Mada University Press,Yogyakarta,2001, h.57. 20 Aisjah Girindra, Biokimia I, Gramedia Pustaka,Jakarta,1993, h. 114.

  Ursula Goodenough, Genetics Third Edition, Erlangga, Jakarta,1988, h.1. perindustrian, pertanian, farmasi, ilmu forensik dan bidang keilmuan lainnya. Suatu kemajuan ilmiah yang sangat penting terjadi pada tahun 1869, ketika Friederich Miescher dapat mengisolir molekul DNA dari sel spermatozoa dan dari nukleus sel-sel darah merah burung. Ia mengemukakan bahwa sel nukleus tidak terdiri dari karbohidrat, protein ataupun lemak, melainkan juga terdiri dari zat yang mempunyai kandungan fosfor yang sangat tinggi. Oleh karena zat itu terdapat dalam nukleus, maka zat itu disebut nuklein dan nama ini kemudian lebih dikenal dengan asam nuklet dikarenakan asam juga ikut menyusunnya.

  Asam nukleat ini terdiri dari dua tipe, yaitu asam deoksiribonukleat (deoxyribonucleic acid atau disingkat DNA) dan asam ribonukleat (ribonucleic acid atau disingkat RNA).

  Perkembangan yang terjadi setelah penelitian yang dilakukan oleh Meischer tidak langsung mendapat tanggapan yang begitu antusias dari para ilmuwan lainnya. Pengembangan selanjutnya dilakukan oleh Fischer pada tahun 1880 yang mana dalam penelitiannya mengemukakan adanya zat-zat Piramidin dan Purin di dalam asam nukleat. Hasil penelitian yang dikemukakan oleh Fischer ini kemudian dikembangkan kembali oleh Albrech Kossel yang menemukan adanya dua piramidin berupa sitosin dan timin, dan dua purin yaitu adenin dan guanin didalam asam nukleat. Dengan penemuannya ini, Kossel memperoleh hadiah Nobel pada tahun 1910.

  Penelitian hal yang sama juga dikembangkan lagi oleh Levine, seorang ahli biokimia kelahiran Russia yang menemukan gula lima karbon ribosa dan 21 22 Suryo, Genetika strata I, Cet. 9,Gajah Mada University Press,Yogyakarta,2001, h.25.

  Ibid, h. 58. kemudian menemukan gula deoksiribose di dalam asam nukleat. Ia juga menyatakan adanya asam fosfat dalam asam nukleat.

  Penelitian mengenai DNA ternyata terus berlanjut, pengembangan selanjutnya dilakukan oleh Robert Feulgen pada tahun 1914 yang mengemukakan tes warna yang dilakukannya terhadap DNA yang kemudian penelitiannya ini dikenal di kalangan biologi dengan istilah reaksi Feulgen. Pada tahun 1944, Avery, MacLeod dan Mc Carthy mengemukakan bahwa DNA mempunyai hubungan langsung dengan keturunan. Meskipun pada rentang waktu yang jauh sebelumnya, Mendel (1860) juga telah mengemukakan bahwa hereditas itu

  

  dipindahkan melalui sel telur dan sperma, meskipun belum mengemukakan secara langsung bahwa DNA juga ikut dipindahkan melalui dua bibit penting itu.

  Selanjutnya penelitian dilakukanoleh Edwin Chargaff pada tahun 1947 yang mengemukakan bahwa DNA terdiri dari bagian yang sama dari,basa purin dan pirimidin serta adenin dan timin terdapat dalam proporsi yang sama dan begitu

   juga halnya dengan sitosin dan guanin.

  Penelitian berikutnya dilakukan oleh Maurice Wilkins yang menggunakan difraksi sinar X dalam mempelajari struktur protein dengan metode kristalografi.

  Dalam penemuannya mengemukakanbahwa basa-basa purin dan piramidin dalam molekul DNA terletak dalam jarak 3,4Å (1 angström = 0,001 mikron = 0,000001mm) mereka juga mengemukakan bahwa molekul DNA itu tidak

  23 24 James D. Watson, DNA Rekombinan, Erlangga,Jakarta,1988 ,h.8.

  Suryo, loc.cit. berbentuk sebagai sebuah garis lurus, akan tetapi berpilin sebagai spiral dan setiap

   34Å merupakan satu spiral penuh.

  Setiap tangga terdiri dari unit-unit pasangan bahan kimia yang saling berikatan, disebut basis: Adenine, Guanine, Cytosine dan Thymine (A,G,C,T). A selalu berpasangan dengan T dan C selalu dengan G. Rangkaian A,G,C,T selalu berulang dalam pola yang unik, sehingga menentukan sifat-sifat dan karakteristik unik manusia. Ada sekitar 3 milyar basis kimia dalam tubuh manusia, dan hampir semuanya terangkai sama pada setiap orang. Bahkan, urutan dari keempat basis itulah, yang disebut sekuens DNA, yang bertanggungjawab membentuk dan

   memelihara tubuh seseorang.

  Penemuan yang cukup besar dilanjutkan oleh James Watson yang berkebangsaan Amerika dan Francis Crick yang berkebangsaan Inggris menemukan struktur double-helix dari susunan DNA. Keduanya membuat ini berdasarkan hasil foto dengan metode kristalografi sinar X yang mereka ambil

   dari laboratorium Maurice Wilkins yang dibantu oleh Rosalind Franklin.

  Kebenaran dari teori double-helix yang dikemukakan oleh Watson dan Crick ini diperkuat oleh Kornberg yang membuat molekul DNA dalam sistem sel bebas. Sebagai bahan genetik yang lengkap, DNA dipergunakan dalam ilmukedokteran kehakiman.pada tahun 1960-an sekitar tujuh tahun setelah

   penemuan Watson dan Crick yang pertama kali diterapkan di Inggris.

  25 Ibid. 27

akses tanggal 9 Desember 2013

28 Neil A. Campbell, Biologi, Erlangga,Jakarta,2002,h.302.

  Taufiqul Hulam, Reaktualisasi Alat Bukti Tes DNA Perspektif Hukum Islam dan hukum Positif, Cet. 2, Kurnia Kalam, Yogyakarta, 2005, h. 94. Seiring dengan bergulirnya waktu, perkembangan DNA sebagai suatu penemuan besar tidak lagi terbatas hanya sekedar sebagai sebuah pita informasi, akan tetapi pada saat ini telah jauh berkembang dengan sangat pesat. Penemuan- penemuan dari generasi kegenerasi semakin melengkapi dan memberikan manfaat baru. Beberapa hal baru yang menggunakan teknik DNA antara lain menyelidiki seorang pelaku tindak kriminal berdasar kecocokan sampel DNA yang ditemukan ditempat terjadinya suatu tindak kejahatan. Teknik ini terutama sangat membantu dalam masalah pembuktian tindak pidana yang berupa kekerasan seperti pembunuhan, penganiayaan, perkosaan dan tindak pidana lainnya.

3. Pengertian Tindak Pidana

  Tindak Pidana atau dalam bahasa Belanda, strafbaar feit, yang sebenarnya merupakan istilah resmi dalam Strafwetboek atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,yang sekarang berlaku di Indonesia. Ada istilah dalam bahasa lain yaitu

  delict. Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai

  hukuman pidana. Dan, pelaku ini dapat dikatakan merupakan “subjek” tindak

   pidana.

  Beberapa sarjana mengemukakan pandangannya mengenai pengertiantindak pidana sebagai berikut:Menurut Hazewinkel-Suringa tindak pidana adalah sebagai suatu perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak di dalam suatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harusditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana 29 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Cet. 2, Refika Aditama, Bandung, 2008, h. 59.

   yang bersifat memaksa yang terdapat didalamnya.

  Menurut Pompe, tindak pidana ialah suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja maupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan

   terjaminnyakepentingan-umum.

  Menurut Simons tindak pidana ialah suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja olehseseorang yang dapat dipertanggung-jawabkan atas tindakannya dan yang oleh Undang-

   Undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.

  Syarat-syarat pokok dari sesuatu delik itu adalah :

  a. Dipenuhinya semua unsur dari delik seperti yang terdapat dalam rumusan delik; b. Dapat dipertanggungjawabkannya si pelaku atas perbuatannya;

  c. Tindakan dari pelaku tersebut haruslah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja dan d. Pelaku tersebut dapat dihukum. Para pembentuk Kitab Undang-Undang Hukum Pidana kita yang berusaha untuk menemukan suatu pembagian yang lebih tepat mengenai jenis-jenis tindakan melawan hukum,semula telah membuat suatu pembagian ke dalam apa yang mereka sebut rechtsdelicten dan apa yang mereka sebut wetsdelicten. 30 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Cet. 3, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, h. 181. 31 32 Ibid, h. 182.

  Ibid, h. 185. Sesuai dengan penjelasannya di dalam Memorie van

  Toelichting,pembagian di atas itu telah didasarkan pada sebuah asas yang

  berbunyi:

  a. Merupakan suatu kenyataan bahwa memang terdapat sejumlah tindakan-tindakan yang mengandung suatu “onrecht” hingga orang pada umumnya memandang bahwa pelaku-pelakunya itu memang pantas untuk dihukum,walaupun tindakan-tindakan tersebut oleh pembentuk undang-undang telah tidak dinyatakan sebagai tindakan- tindakan yang terlarang di dalam undang-undang.

  b. Terdapat sejumlah tindakan-tindakan ,dimana orang pada umumnya baru mengetahui sifatnya dari tindakan-tindakan tersebut sebagai tindakan-tindakan yang bersifat melawan hukum hingga pelakunya dapat dihukum,yaitu setelah tindakan-tindakan tersebut dinyatakan

   sebagai tindakan-tindakan yang terlarang di dalam undang-undang.

3. Alat-alat Bukti yang sah dalam Hukum Pidana di Indonesia.

  Hukum Acara Pidana melalui ketentuan Pasal 184 ayat 1 KUHAP telah menentukan secara limitatif alat-alat bukt i yang sah menurut Undang-Undang.

  Jenis-Jenis alat bukti dalam Pasal 184 KUHAP diperinci sebagai berikut: 33 Ibid, h. 181. a.

  Keterangan Saksi; b. Keterangan ahli; c. Surat; d. Petunjuk; e. Keterangan terdakwa.

  a. Keterangan Saksi Saksi menurut Pasal 1 butir 26 KUHAP adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara yang ia dengar,ia lihat dan ia alami sendiri.

   Keterangan Saksi menurut Pasal 1 butir 27 KUHAP adalah salah-satu alat

  bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri,ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya ini.

  

Alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti paling utama dalam

  perkara pidana,hampir semua pembuktian perkara pidana selalu bersandar kepada pemeriksaan keterangan saksi.Kriteria kekuatan alat bukti keterangan saksi ini yakni

   1.

  Harus diikuti sumpah / janji : Pada praktik peradilan,sumpah selalu diucapkan selaku saksi memberi keterangan. Menurut Pasal 160 ayat (3) KUHAP, sebelum saksi memberiketerangan: “wajib mengucapkan” sumpah atau janji. Adapun sumpah atau janji

   a.

  Dilakukan menurut cara agamanya masing-masing,

  34 R. Soenarto Soerodibroto, op. cit,. h. 363. 35 Ibid. 36 H. P. Panggabean, Hukum Pembuktian Teori-Praktik dan Yurisprudensi Indonesia, Cet.1, Alumni,Bandung, 2012, h. 84. 37 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan

Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, Cet. 11, Sinar Grafika,Jakarta, 2009, h. 286. b.

  Lafal sumpah atau janji berisi bahwa saksi akan memberikan keterangan yang sebenar-benarnya dan tiada lain daripada yang sebenarnya.

  Pasal 160 ayat (4) KUHAP memberi kemungkinan untuk mengungkapkan sumpah atau janji setelah saksi memberi keterangan.Saat pengucapan sumpah / janji, dalam hal dianggap perlu oleh pengadilan, sumpah / janji dapat diucapkan

  

  sesudah saksi memberi keterangan. Di dalam hal saksi menolak mengucapkan sumpah tanpa alasan sah Pasal 161 KUHAP menentukan adanya sanksi sandera selama 14 hari.

2. Keterangan saksi itu memiliki nilai sebagai bukti

  Pasal 1 angka 26 dan 27 KUHAP menentukan bahwa keterangan saksi itu adalah mengenai satu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri ,dilihat sendiri,dan

   dialami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.

  asal 185 ayat (1) KUHAP menentukan bahwa keterangan saksi yang ia peroleh sebagai hasil pendengaran orang lain (testimonium de auditu = hearsay evidence) tidak mempunyai nilai sebagai bukti.

  Dalam praktek peradilan,meski ketentuan Undang-undang yang tidak mengakui kesaksian de auditu sebagai alat bukti,akan tetapi jika ada pendengaran suatu peristiwa dari orang lain,maka kesaksian tersebut berharga (mempunyai nilai) karena hal itu memberi petunjuk bagi hakim untuk terpenuhinya ketentuan minimum pembuktian.Pasal 185 ayat (5) KUHAP juga menentukan bahwa keterangan saksi pendapat atau hasil pemeriksaan,tidak dapat dinilai sebagai alat bukti. 38 39 Ibid.

  Ibid, h. 287. Berkaitan dengan status testimonium de auditu,praktik peradilan ada yang ,menggunakan kesaksian de auditu sebagai bukti persangkaan (perdata) atau bukti petunjuk (pidana) dengan ketentuan bahwa saksi mempunyai alasan reasonable

   untuk itu.

  3. Keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan

  Pasal 185 ayat(1) KUHAP menentukan bahwa keterangan saksi itu baru dapat bernilai sebagai alat bukti apabila keterangan itu dinyatakan di sidang pengadilan. Keterangan yang dinyatakan di luar sidang pengadilan bukan merupakan alat bukti, dan tidak dapat dipergunakan untuk membuktikan

   kesalahan terdakwa.

  4. Keterangan saksi saja tidak dianggap cukup

  Pasal 185 KUHAP menentukan bahwa untuk membuktikan kesalahan seorang terdakwa,harus dipenuhi sekurang-kurangnya dengan 2 (dua) alat bukti (unus testis nullus testis).Di dalam hal si Terdakwa sudah mengakui kesalahannya (moral/pledge Shame) maka keterangan saksi tunggal untuk mencapai “the degree

  of evidence “,bukti tersebut harus dilengkapi/dicukupi dengan salah satu alat bukti

  lain berupa : keterangan ahli,petunjuk maupun pengakuan Terdakwa.Dalam pemeriksaan perkara cepat (kasus tindak pidana ringan) keyakinan Hakim cukup

   didukung satu alat bukti yang sah.

  5. Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri

  40 41 H.P.Panggabean, op. cit,. h. 85. 42 M. Yahya Harahap, op. cit., h. 288.

  H.P.Panggabean, loc.cit. Pasal 185 ayat (4) KUHAP menentukan bahwa keterangan beberapa saksi sebagai alat bukti yang sah harus terdapat saling berhubungan (hubungan kausalitas antar keterangan-keterangan tersebut. Jenis-jenis saksi dalam sistem KUHAP : a.

  Saksi A Charge (Memberatkan Terdakwa) dan Saksi A de Charge (MeringankanTerdakwa)

  Pasal 160 (1,c) KUHAP memberikan kewenangan kepada hakim untuk menseleksi kehadiran ke 2 jenis saksi yang akan diajukan Penuntut Umum dan oleh Penasihat Hukum Terdakwa.

  b.

  Witness Croal)

  Saksi Mahkota (Kroon Geterige = Dalam Praktik peradilan dikenal adanya saksi mahkota yakni saksi yang diambil dari salah seorang Tersangka/Terdakwa yang kepadanya diberi mahkota.Saksi mahkota adalah orang yang dapat memberi keterangan guna kepentingan penyidikan,penuntutan,dan peradilan tentang suatu perkara yang pelakunya dengar sendiri, ia lihat sendiri dan dialami sendiri (Pasal 26 KUHAP).

  Dalam proses pendengaran saksi mahkota,biasanya dilakukan pemeriksaan,penyidikan dan penuntutan dalam berkas perkara yang dipisahlan (berkas splitsing).Dapat terjadi bahwa saksi mahkota (sebagai Terdakwa dalam berkas splitsing) akan saling memberatkan atau meringankan.Kelemahan dari pendengaran saksi mahkota yaitu memberikan keterangan palsu dan untuk itu

  

saksi dapat diancam ex Pasal 224 KUHP. 43 Ibid, h. 87. Keterangan beberapa saksi sebagai alat bukti yang sah, harus terdapat saling berhubungan antara keterangan-keterangan tersebut, sehingga dapat membentuk keterangan yang membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.

44 Penilaian tentang kebenaran keterangan para saksi terletak pada

  kewaspadaan hakim untuk sungguh-sungguh memperhatikan beberapa hal sesuai dengan Pasal 185 ayat 6 KUHAP yaitu

   1.

  Persesuaian antara keterangan saksi, :

  Persesuaian tersebut harus jelas terlihat dalam pertimbangan hakim, dan diuraikan secara terperinci dan sistematis.

  2. Persesuaian keterangan saksi dengan alat bukti lain, Hakim dalam sidang maupun dalam pertimbangannya, harus meneliti dengan sungguh-sungguh saling persesuaian maupun pertentangan antara keterangan saksi dengan alat bukti lainnya.

  3. Alasan saksi memberikan keterangan tertentu.

  Hakim harus mencari alasan saksi memberikan keterangannya, tanpa mengetahui alasan saksi yang pasti, akan memberikan gambaran yang kabur tentang keadaan yang diterangkan saksi. Pada umumnya semua orang dapat menjadi saksi.Kekecualian menjadi saksi tercantum dalam Pasal 168 KUHAP berikut: a. keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa; 44 M. Yahya Harahap, h. 290. 45 Ibid. b. saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa,saudara ibu atau saudara bapak,juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan,dan anak-anak saudara terdakwa,sampai derajat ketiga; c. suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama- sama sebagai terdakwa.

46 Di samping karena hubungan kekeluargaan (sedarah atau

  semenda),ditentukan oleh Pasal 170 KUHAP bahwa mereka yang karena pekerjaan,harkat,martabat, atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban memberi keterangan sebagai saksi.

   Hakim dalam mempergunakan kebebasan menilai kekuatan pembuktian

  kesaksian, harus benar-benar bertanggung jawab. Kebebasan penilaian tanpa didasari rasa tanggung jawab yang tinggi, dapat menciptakan kesewenangan dan kesengsaraan bagi orang yang tidak bersalah. Kebebasan penilaian hakim ini harus berpedoman untuk mewujudkan kebenaran sejati.

  Pasal 171 KUHAP terdapat kekecualian untuk memberi kesaksian di bawah sumpah ialah: a. anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin; b. orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun ingatannya baik kembali.

   Menurut Pasal 1 butir 28 KUHAP,keterangan ahli adalah keterangan yang

  diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. b.Keterangan Ahli

49 Definisi seorang ahli menurut California Evidence Code yaitu seseorang

  yang dapat memberi keterangan sebagai ahli jika ia mempunyai pengetahuan, 46 Andi Hamzah, op. cit., h.260. 47 Ibid, h. 261. 48 M. Yahya Harahap, op. cit,. h. 295. 49 R.Soenarto Soerodibroto, loc.cit. keahlian, pengalaman, latihan, atau pendidikan khusus yang memadai untuk memenuhi syarat sebagai seorang ahli tentang hal yang berkaitan dengan

   keterangannya.

  Keterangan seorang ahli dapat juga diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum maka pada pemeriksaan di sidang diminta untuk memberikan keterangan dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan. Keterangan tersebut

   diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau janji di hadapan hakim.

  Ahli dipanggil dan diperiksa oleh penyidik apabila penyidik “menganggap perlu” untuk memeriksanya (Pasal 120 ayat 1 KUHAP). Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat orang yang memiliki “keahlian khusus”.Maksud dan tujuan pemeriksaan ahli,agar peristiwa pidana yang terjadi bisa “terungkap lebih terang”. Di masa yang akan datang, diperkirakan peranan para ahli dalam pemeriksaan peristiwa pidana, semakin menonjol dan

   diperlukan.

  Isi keterangan seorang saksi dan ahli berbeda. Keterangan seorang saksi mengenai apa yang dialami saksi itu sendiri sedangkan keterangan seorang ahli ialah mengenai suatu penilaian mengenai hal-hal yang sudah nyata ada dan pengambilan kesimpulan mengenai hal-hal itu. KUHAP membedakan keterangan 50 51 Andi Hamzah, op. cit., h. 273. 52 Ibid.

  M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan, cet. 13, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, h. 146. seorang ahli di persidangan sebagai alat bukti “keterangan ahli” (Pasal 186 KUHAP) dan keterangan seorang ahli secara tertulis di luar sidang pengadilan

   sebagai alat bukti “surat” (Pasal 187 butir c KUHAP).

  Pasal 186 KUHAP menyebutkan bahwa keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan dalam sidang pengadilan. Pasal 187 butir c KUHAP menyebutkan bahwa surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu

   hal atau sesuatu keadaan yang diinta secara resmi daripadanya.

  Pada Pasal 133 KUHAP, pendapat ahli yang dimintakan penyidik dituangkan dalam bentuk tertulis. Keterangan bentuk tertulis dari seorang ahli

   inilah yang lazim disebut dalam praktek hukum Visum et Repertum.

  Pasal 133 ayat 1 KUHAP menyebutkan bahwa dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau

   dokter dan atau ahli lainnya.

  Kekuatan alat bukti keterangan ahli bersifat bebas, karena tidak mengikat seorang hakim untuk memakainya apabila bertentangan dengan keyakinannya.

  Guna keterangan ahli di persidangan merupakan alat bantu bagi hakim untuk menemukan kebenaran, dan hakim bebas mempergunakan sebagai pendapatnya sendiri atau tidak. Apabila bersesuaian dengan kenyataan yang lain di persidangan, keterangan ahli diambil sebagai pendapat hakim sendiri. Jika

  53 54 Andi Hamzah,op. cit., h. 274. 55 R. Soenarto Soerodibroto, op. cit., h. 439. 56 M. Yahya Harahap, op. cit., h. 147.

  R. Soenarto Soerodibroto,op. cit.,h. 414. keterangan ahli tersebut bertentangan, bisa saja dikesampingkan oleh hakim

   berdasarkan alasan yang jelas.

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Korupsi pada Program Konpensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Infrastruktur Pedesaan (Studi Putusan MA No. 2093 K / Pid. Sus / 2011)

3 55 157

Peranan Tes Deoxyribonucleic Acid (Dna) Dalam Pembuktian Tindak Pidana(Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 626 Pid. B / 2012 / PN. SIM, Putusan Mahkamah Agung No. 704 K / Pid / 2011, Putusan Mahkamah AgungNo. 1967 K/Pid/2007 dan Putusan Mahkamah Agung

2 84 105

Pertanggungjawaban Pidana Bagi Terdakwa Anak Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Sesuai Dengan PASAL 340 KUHP(Studi Kasus Putusan No. 3.682 / Pid.B / 2009 / PN. Mdn)

5 97 123

Asas Ne Bis In Idem Dalam Hukum Pidana (Pendekatan Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1384 / Pid.B / Pn. Mdn / 2004 Jo Putusan Pengadilannegeri Medan No. 3259 / Pid.B / Pn. Mdn / 2008)

2 49 163

KEKUATAN HUKUM PEJANJIAN JUAL-BELI DIBAWAH TANGAN ATAS TANAH HAK YASAN (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 7 k / Pdt / 1991)

0 6 93

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Terhadap Perjanjian Keagenen (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 2363 K/Pdt/2011)

0 0 11

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Korupsi pada Program Konpensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Infrastruktur Pedesaan (Studi Putusan MA No. 2093 K / Pid. Sus / 2011)

0 0 52

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Korupsi pada Program Konpensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Infrastruktur Pedesaan (Studi Putusan MA No. 2093 K / Pid. Sus / 2011)

0 1 26

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Korupsi pada Program Konpensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Infrastruktur Pedesaan (Studi Putusan MA No. 2093 K / Pid. Sus / 2011)

0 0 13

BAB II PERANAN TES DNA DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA A. Perkembangan Tes DNA dalam Ilmu Kedokteran - Peranan Tes Deoxyribonucleic Acid (Dna) Dalam Pembuktian Tindak Pidana(Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 626 Pid. B / 2012 / PN. SIM, Putusan Mahka

0 0 32