Kapabilitas Negara dalam Menjalankan Keb

Tugas Reading Report 3 Politik Internasional
Nama

: Fachri Pramuja

NPM/Kelas

: 1506685233/POLIN A

Sumber Bacaan

: K.J. Holsti, International Politics: A Framework for Analysis (New
Jersey: Prentice Hall, 1997), hlm. 140-156.
Kapabilitas Negara dalam Menjalankan Kebijakan Luar Negeri

Kebijakan luar negeri (Foreign Policy) sering dikaitkan dengan intensi seorang
pemegang kebijakan terhadap orientasi, peran, dan objektif yang mereka lakukan dalam
menanggapi aspirasi serta keputusan untuk membuat sebuah kebijakan sebagai upaya
memberi pengaruh, fulfill roles, serta mempertahankan kepentingan negara yang diemban
oleh policy makers tersebut. Kebijakan luar negeri atau dapat disebut sebagai politik luar
negeri dapat dipandang sebagai sintesis dari kepentingan nasional yang mengandalkan power

dan kapabilitas suatu negara dan hal ini pula yang membuat kebijakan luar negeri dinilai
lebih penting daripada kebijakan-kebijakan lain karena mengandung kepentingan nasional
yang merupakan tujuan utama yang harus dicapai dan diinginkan oleh suatu negara.
Berangkat dari pemaparan tersebut, penulis akan menyampaikan laporan bacaan dari tulisan
Kalevi J. Holsti yang berjudul Foreign Policy Actions: Power, Capability, and Influence
dalam bukunya International Politics: A Framework for Analysis yang akan dibagi menjadi
tiga bagian; pertama, penulis akan memaparkan ringkasan dari Foreign Policy Actions:
Power, Capability, and Influence; kemudian, dilanjutkan dengan pembahasan mengenai
keterkaitan power, kapabilitas, dan pengaruh suatu negara dalam proses perumusan kebijakan
luar negeri,dan bagian terakhir akan ditutup dengan kesimpulan.
Pengertian dan Tujuan Kebijakan Luar Negeri
Pasca Perjanjian Westphalia menghasilkan sebuah sistem baru yang membuat state
merupakan entitas yang memiliki kedaulatan yang didukung dengan sistem pemerintahan,
rakyat, wilayah kekuasaan negara dan dengan pengakuan negara lain. Sampai akhirnya
hubungan negara-negara di dunia menjadi semakin kompleks karena semakin banyak interest
yang berasal dari sebuah negara menuntut negara untuk bisa bekerja sama dengan negara lain
namun tetap menjaga kepentingan negaranya sebaik mungkin dengan menggunakan
instrumen tertentu. Instrumen ini salah satunya ialah Kebijakan Luar Negeri (Foreign Policy).
Kebijakan luar negeri dapat digunakan sebagai alat analisa sebuah negara untuk mengetahui
tindakan-tindakan negara dalam sistem internasional. Menurut Goldstein , kebijakan luar

1

negeri merupakan strategi-strategi yang diambil oleh pemerintah dalam menentukan aksi
mereka di dunia internasional.1 Di sisi lain, Holsti memberikan pemahaman bahwa kebijakan
luar negeri merupakan tindakan atau gagasan yang dirancang untuk memecahkan masalah
atau membuat perubahan dalam suatu lingkungan.2
Tiap negara dalam menciptakan sebuah kebijakan luar negeri pasti didasari oleh
tujuan-tujuan yang berbeda. Namun, terdapat satu hal yang hampir sama yang dilakukan oleh
negara-negara di dunia dalam mengeluarkan sebuah kebijakan luar negeri adalah untuk
memenuhi dan mencapai target pribadi ataupun yang bersifat kolektif yang berasa dari para
policy makers. Kebijakan luar negeri sering dikaitkan oleh pemenuhan national interest suatu
negara dalam usaha memengaruhi negara lain dalam berbagai bidang seperti contohnya
dalam bidang keamanan nasional, prestige, ekonomi dan hal-hal lain yang dapat membawa
banyak manfaat bagi negara tersebut dalam menjalankan interaksinya dengan negara-negara
lain di dunia. Biasanya para policy makers yang dimiliki oleh suatu negara, saat dalam
melakukan perumusan kebijakan luar negeri mereka melakukan pertimbangan terhadap
ketersediaan sumber daya yang ada baik sumber daya dalam negeri maupun sumber daya
negara-negara yang menjadi target kebijakan luar negeri negara tersebut, hal ini dilakukan
karena kebijakan luar negeri dalam sistem internasional hanya sebagai alat negara dalam
memengaruhi aktor-aktor lain untuk dapat tunduk dan patuh kepada kebijakan tersebut yang

kemudian dari adanya hasil ikatan tersebut menghasilkan banyak benefits bagi suatu negara.
Kebijakan luar negeri merupakan salah satu bagian proses berdirinya sebuah negara
yang pada akhirnya proses ini yang membuat kebijakan luar negeri berperan sebagai fungsi
negara. Tujuan ini dipengaruhi oleh sasaran yang dilihat dari masa lalu dan aspirasi warga
negara untuk masa yang akan datang. Dalam tulisannya, Holsti membagi tiga tujuan negara
dalam melakukan proses perumusan kebijakan luar negeri yaitu; pertama, Nilai, yang
diletakkan pada tujuan negara, sebagai faktor utama yang mendorong pembuat kebijakan, hal
itu dilakukan berdasarkan sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan; kedua, unsur
waktu, ini merupakan sebuah alat untuk dapat memeroleh hasil yang diinginkan dengan
menggunakan target waktu sebagai batas dalam prosesnya; ketiga, jenis tuntutan tujuan,
negara tujuan akan dibebankan oleh peraturan-peraturan yang berasal negara yang
mengeluarkan kebijakan luar negeri.3

1 Joshua Goldstein, International Relations, (New York: Longman, 1999), hlm. 147.
2 K.J. Holsti, International Politics : A Framework for Analysis. (New Jersey: Prentice-Hall, 1983), hlm. 137.
3 Ibid., hlm.45.

2

Terdapat dua hal yang menurut Holsti menjadi hal penting bagi negara dalam

menjalankan kebijakan luar negerinya dan dua hal ini menjadi lebih dominan yang dapat
dilakukan oleh negara yaitu tujuan jangka menengah dan tujuan panjang. Menurut Holsti,
tujuan jangka menengah merupakan berguna sebagai alat untuk meningkatkan prestige
sebuah negara di dalam sistem kebijakan tersebut, indikator dalam tujuan jangka menengah
ialah berdasarkan tingkatan industri, teknologi, bantuan dana dan militer.4 Sedangkan tujuan
jangka panjang merupakan sebuah pandangan, harapan, impian, dan rencana sebuah institusi
politik dalam hal ini negara mengenai sistem yang berjalan di dalam organisasi politik
tersebut dan ideologi di dalam sistem internasional yang berimplikasi pada ideologi suatu
negara diperjuangkan untuk dapat mengatur tindakan-tindakan negara lain dalam sistem
internasional.5 Namun, terdapat pendapat dari scholars yang juga berkecimpung dalam ilmu
politik internasional yang menurutnya tujuan jangka panjang bukan hanya sebatas negara
mempertahankan ideologi di dalam sistem internasional melainkan untuk menciptakan
sebuah perdamaian dunia, kekuasaan, dan keamanan yang stabil.
Kapabilitas Negara dalam Menjalankan Kebijakan Luar Negeri
Pada bagian sebelumnya penulis telah memberikan pengertian mengenai kebijakan
luar negeri yang berarti segala tindakan pemerintah suatu negara terhadap negara lain di
dalam politik internasional yang didasari oleh serangkaian asumsi dan tujuan yang
dimaksudkan untuk memeroleh interest yang didapatnya dari negara lain namun tetap tercipta
keamanan nasional di dalamnya. Kebijakan luar negeri sebagai sebuah komponen, memiliki
beberapa komponen di dalamnya yakni, pandangan, sikap dunia luar, dan keputusan. Namun

terdapat komponen lain yang juga menjadi komponen suatu kebijakan luar negeri dalam
menjalankan perannya yaitu, tindakan. Tindakan merupakan sebuah refleksi sebuah negara
atas kapabilitas yang dimilikinya atau dengan kata lain power yang dimiliki oleh sebuah
negara. Power dalam hal ini yang berguna sebagai penggerak jalannya tindakan sebuah
negara.6 Politik luar negeri menganggap bahwa kebijakan luar negeri merupakan sebuah aksi
dalam bentuk interaksi dan komunikasi, sinyal, isyarat, dalam usahanya mendukung prilaku
negara.7 Intensi dari hal ini ialah agar tercipta dan terbentuknya orientasi dalam upaya
mempertahankan tujuan.
4 Ibid., hlm. 146.
5 Ibid., hlm.147.
6 Ibid., hlm. 158.
7 Robert Jervis, The Logic of Images in International Relations, (New Jersey: Princeton University Press.
1970), hlm. 34.

3

Proses politik internasional mulai ketika contohnya negara A berusaha dengan melalui
berbagai tindakan atau dengan memberikan sinyal untuk mengubah atau mendukung perilaku
(perilaku dalam hal ini bermakna tindakan, kebijakan, dan citra) negara B dengan
menggunakan kapabilitasnya (Power). Proses tindakan terhadap kebijakan luar negeri juga

terjadi ketika negara A menetapkan tujuan yang mungkin dicapai apabila negara B melakukan
tindakan X. Negara A akan berusaha merayu negara B untuk tidak melakukan tindakan X
supaya tujuan negara A dapat tercapai.
Kemampuan negara A dalam melakukan pengendalian perilaku dengan kebijakan luar
negeri ini dapat terjadi jika dan hanya jika negara A menggunaka kapabilitas power yang
dimilikinya. Dalam hal ini, power dapat dilihat dengan beberapa cara antara lain; [1]
Pengaruh, pengaruh pada dasarnya adalah alat untuk mencapai tujaun. Pengaruh digunakan
oleh pemerintah atau para birokrat untuk mempertahankan atau memeroleh tujuan lain yang
mencakup prestige, wilayah, jiwa, bahan mentah, keamanan, dan aliansi. [2] Mobilisasi
sumber daya tertentu. Sumber daya di sini berarti objek fisik atau mental yang tersedia
sebagai alat pembujuk untuk merayu, memberikan imbalan, atau menghukum negara yang
menjadi tujuan politik. [3] Tindakan yang memengaruhi dan menyangkut kedua hubungan
negara. Tindakan yang memengaruhi negara B jelas menyangkut hubungannya dengan lawan
negara A walaupun tidak ada komunikasi diantara kedua negara. Hal ini dapat berlangsung
dalam waktu yang lama dan dikategorikan sebagai proses. [4] Pengaruh dan kekuasaan. Jika
dalam konteks ini negara A dapat memengaruhi negara B namun negara B tidak dapat
melakukan hal yang yang ditujukan kepada negara A dapat disimpulkan bahawa terdapat
aspek lain yang lebih kuat yang dimiliki oleh negara A.
Faktor Kekuasaan dalam Kebijakan Luar Negeri
Pada akhirnya, akan terdapat hal yang memang mutlak tidak dapat semua negara

terapkan dalam menjalankan kebijakan luar negerinya yaitu, kekuasaan. Kekuasaan atau
dapat dikatakan sebagai power merupakan suatu alat dan didasari pada sumbernya, kekuasaan
merupakan sebuah hubungan atau proses yang dapat diukur. Terdapat tiga aspek hal
mengenai kekuasaan yakni; pertama tindakan, aspek kekuasaan tercermin dalam kebijakan
internasional apabila kebijakan tersebut memiliki pengaruh. Pengaruh dilihat ketika negara A
berhasil membuat negara B meneruskan suatu kebijakan di negara B sesuai dengan
kepentingan negara A. Pengaruh ini bersifat multilateral, maksudnya adalah tidak hanya
negara B yang terkena pengaruh negara A melainkan juga negara lain yang juga menjadi
target dari negara A dalam memenuhi kepentingannya; kedua sumber daya, sumber daya
4

merupakan alat pendukung sebuah negara untuk memobilisasi, melakukan tindakan dan
memengaruhi negara lain. Sumber daya juga dilihat sebagai aspek dalam menunjang
kebijakan luar negeri tertentu; ketiga tanggapan, tanggapan atau responsi merupakan sebuah
reaksi dari negara yang menerima pengaruh dari tindakan dan sumber daya. Seperti contoh
jika ada sebuah negara melakukan tindakan ke negara lain dan melakukan mobilisasi dengan
sumber daya yang ada, negara akan merespon tindakan tersebut namun responsinya
tergantung pada seberapa besar kekuatan negra tersebut dalam memengaruhi negara lain.

Kesimpulan

Dari pemaparan penulis di atas, penulis menyimpulkan bahwa interaksi negara dalam
poltik internasional tidak lepas dari instrumen negara yaitu, kebijakan luar negeri. Penulis
menganggap bahwa perlu ada tinjauan dalam upaya melihat intraksi antarnegara apabila
suatu negara telah mengeluarkan kebijakan luar negerinya yang dapat memengaruhi negara
lain dan konfigurasi politik internasional. Dengan mengetahui kebijakan luar negeri sebuah
negara, akan dapat diperoleh analisa serta prediksi dari tiap pergerakan negara tersebut di
masa mendatang. Dengan demikin, kebijakan luar negeri merupakan hal yang penting dalam
mengetahui dan menganalisa relevansi dari setiap kebijakan-kebijakan suatu negara terhadap
negara lain dan kaitannya dengan gejolak politik internasional. Berangkat dari hal ini, penulis
memeroleh pertanyaan yang akan menjadi tinjauan lanjutan dari pentingnya sebuah kebijakan
luar negeri bagi sebuah negara dan dampaknya terhadap negara lain, bagaimana sebuah
kapabilitas negara dapat memengaruhi kebijakan luar negerinya terhadap negara lain dengan
tidak menimbulkan konflik diantara keduanya ? sedangkan, saat dua negara melakukan
interaksi dengan negara lain, pasti negara tersebut tidak memiliki kapasitas power yang
seimbang.

5

DAFTAR PUSTAKA
Goldstein, Joshua. 1999. International Relations. New York: Longman.

Holsti, K.J. 1983. International Politics : A Framework for Analysis. New Jersey: Prentice
Hall.
Jervis, Robert. 1970. The Logic of Images in International Relations. New Jersey: Princeton
University Press.

6