PEMANFAATAN DATA RESOLUSI TINGGI UNTUK P

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

PEMANFAATAN DATA RESOLUSI TINGGI
UNTUK PENYUSUNAN TATA RUANG PULAU-PULAU KECIL
(STUDI KASUS: PULAU BELAKANG PADANG, PROPINSI KEPULAUAN RIAU)
Syarif Budhiman
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional – LAPAN
Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh
Jl. LAPAN No. 70, Pekayon – Pasar Rebo, Jakarta 13710 – Indonesia
Telp. + 62 21 87717816, 8710786, Fax,. +62 21 8722733
email: sbudhiman@yahoo.com

Abstract
Mapping Landuse of Small Islands Using High Spatial Resolution Imagery (Case Study the Island of Belakang Padang
and Its Surroundings). Indonesia has more than 10000 small islands and some of them are located in the border area.
Although not all islands are occupied, but still it’s hard to believed if these islands are not touched by human
exploitation. In that sense, these small islands need some spatial planning management, because by good spatial
management, then these islands could be saved from over exploitation by human. One of several factors for spatial
management is existing landuse information. This information is quite difficult to obtain, because most of the small
islands located in the remote area. Remote sensing offers an effective approach to compliment the limitation of field

sampling, in particular the monitoring of small islands in remote sites. High spatial resolution satellites (≤ 5m) offer
better solution to obtain landuse information of small islands. This research used SPOT5 data (2.5 m spatial resolution)
to map the landuse of Belakang Padang Island in the border of Indonesia and Singapore. By means of visual
interpretation to classify the island, it indicated that the results from SPOT5 gave more clear identification of objects
compared to Landsat data.

Keywords: Small Island, Spatial management, High Resolution

1. PENDAHULUAN
Indonesia terkenal sebagai negara yang kaya raya
akan sumber adaya alamnya, diantaranya adalah
sumber daya alam pesisir dan lautan. Fakta fisik
menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara
kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari
17.580 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000
km dan luas laut sekitar 3,1 juta km2 atau 62% dari
luas laut teritorialnya.
Sejumlah besar (lebih dari 10.000 buah) dari
pulau-pulau tersebut adalah merupakan pulaupulau berukuran kecil yang tersebar dari Sabang
hingga ke Merauke. Walaupun hanya sebagian

kecil saja yang memiliki penduduk, akan tetapi
sulit untuk dikatakan bahwa terhadap pulau-pulau
tersebut bebas dari pengeksploitasian atau dari
dampak aktivitas manusia. Pulau-pulau ini

memiliki nilai penting dari sisi politik, sosial,
ekonomi, budaya dan pertahanan keamanan
Indonesia (Dutton, 1998).
Sebagaimana pengembangan dan pengelolaan
kawasan pesisir pada umumnya, pengelolaan dan
pengembangan pulau-pulau kecil juga memerlukan
suatu arah kebijakan dan pembangunan yaitu
dengan suatu rencana tata ruang. Hal ini menjadi
sangat
penting
supaya
pengelolaan
dan
pengembangan yang dilakukan tidak membuat
kerugian, baik secara ekonomi maupun secara

ekologis di kemudian hari.
Kebutuhan terpenting dalam membuat suatu
rencana tata ruang pulau-pulau kecil adalah
tersedianya data dan informasi spasial yang
mencakup seluruh wilayah secara cepat dan akurat.
Salah satu cara untuk mendapatkan data tersebut

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 – 15 September 2005

TIS - 42

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

adalah dengan memanfaatkan data satelit, terutama
data dengan resolusi spasial tinggi (≤ 5 meter).
Pemanfaatan data satelit selama ini lebih
ditekankan pada penyediaan informasi spasial yang
terbaru, dikarenakan kemampuannya untuk

meliput wilayah yang luas secara berkala, dan juga
mampu meliput wilayah yang terpencil seperti
kebanyakan pulau-pulau kecil di Indonesia. Secara
teori, data tersebut akan memberikan informasi
lebih detail dibandingkan dengan data satelit
beresolusi spatial sedang (20-80 meter).

menggunakan model lintasan pada prosedur ini
masih ditambahkan suatu system proyeksi
kartografi (Proyeksi -Lambert, -UTM, -polar, stereograf dan -polykonik). Hal ini dilakukan
masih tanpa menggunakan titik kontrol tanah.
Ketelitian planimetri masih seperti level 1B sekitar
+ 500 Meter. Kemudian dilakukan lagi dua kali
transformasi agar produk level 2A tersebut dapat
memenuhi proyeksi dari peta topografi. Ketelitian
planimetri setelah proses transformasi di atas
menurut Begni (1988) sekitar ± 80 Meter.

Tujuan penelitian ini adalah melakukan pemetaan
landuse wilayah pulau-pulau kecil dari data satelit

beresolusi spasial sangat tinggi, yaitu data SPOT5
untuk mendukung penyususan rencana tata ruang
wilayah pulau-pulau kecil tersebut. Studi kasus
pada penelitian ini adalah daerah Pulau Belakang
Padang dan sekitarnya, karena pulau tersebut
merupakan pulau kecil yang terletak di perbatasan
antara Indonesia dan Singapura, sehingga perlu
memiliki tata ruang wilayah yang baik.

Tabel 1. Karakteristik Data SPOT 5

2. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini didasari oleh permasalahan
kebutuhan akan data dan informasi keruangan yang
bersifat cepat, akurat, presisi, dan reliable dalam
perencanaan penataan ruang. Data satelit
penginderaan jauh dapat dipergunakan untuk
menjawab kebutuhan tersebut. Hasil dari penelitian
ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi
pihak pengambil kebijakan dalam menggunakan

data satelit, khususnya data satelit beresolusi
tinggi, untuk kegiataan perencanaan penataan
ruang. Untuk mencapai hal tersebut, pendekatan
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan
membandingkan antara data resolusi tinggi dan
resolusi sedang untuk menghasilkan informasi
yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan penataan
ruang. Gambar 1 menunjukkan pentahapan dari
kegiatan ini.
Data satelit yang digunakan adalah SPOT 5 (level
2A) hasil perekaman tanggal 7 April 2003 yang
diperoleh dari CRISP Singapura, selain itu juga
digunakan data landsat-7 ETM path/row 125/059
tanggal 17 Maret 2002 sebagai data pembanding.
Tabel 1 dan Tabel 2 menyajikan informasi
mengenai data SPOT tersebut.
Prosedur koreksi data untuk Level 2A menyerupai
prosedur pada Level 1B. Tetapi dalam

Date

Time
Instrument
Mode
Incidence_Angle
Viewing_Angle
Sun_Azimuth
Sun_Elevation
Geometric Processing level
Radiometric Processing Level
Number of columns
Number of rows
Number of spectral bands
Geocoding tables
identification
Horizontal Coordinate
System type
Geographic Coordinate
System
Upper - Left Map X
Coordinate

Upper - Left Map Y
Coordinate
Image sampling

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

2003-04-07

03:32:14
HRG1
B_W
10.932764 (deg)
-9.621620 (deg)
76.529671 (deg)
65.692670 (deg)
PRECISION 2A
Plus
29402
14416
3
EPSG

:

PROJECTED

:


WGS 1984

:

328040.09650189M

:

149370.4695831M

:

2.50 x 2.50

Tabel 2. Resolusi Spasial dan band spektral dari data
SPOT 5
Spectral band

HRG


Vegetation

HRS

PA 0.49-0.69 µm

2.5 m or 5 m

-

10 m

BO 0.43-0.47 µm

-

1 km

-

B1 0.49-0.61 µm

10 m

-

-

B2 0.61-0.68 µm

10 m

1 km

-

B3 0.78-0.89 µm

10 m

1 km

-

SWIR 1.58-1.75 µm

20 m

1 km

-

Swath width

60 km

2250 km

120
km

Sumber: http://spot5.cnes.fr/

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 – 15 September 2005

TIS - 43

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

Gambar 1. Flowchart Penelitian

Data SPOT ini meliputi daerah pulau-pulau kecil
di sebelah barat laut pulau Batam yang terdiri dari:
P. Belakang Padang, P. Sambu, P. Nangka, P. Batu
Mandi, P. Bulan, P. Galang Besar, P. Karimun, P.
Uyu Kecil, dan lain-lain. Lokasi penelitian lebih
difokuskan pada Pulau Belakang Padang dan
sekitarnya yang secara geografis terletak pada
0º55’-1º55’ Lintang Utara dan 103º45’-104º10’
Bujur Timur. Secara administrasi, pulau-pulau
tersebut termasuk ke dalam wilayah administrasi
Kota Batam.
Interpretasi citra (image interpretation) merupakan
salah satu cara ekstraksi informasi yang dilakukan
oleh manusia melalui analisa visual atau
kenampakan secara langsung suatu obyek,
sehingga dapat disebut juga sebagai interpretasi
visual (visual interpretation). Interpretasi ini
merupakan cara ekstraksi informasi yang paling
cepat/spontan untuk memperoleh informasi
kualitatif maupun kuantitatif dari data satelit
mengenai bemtuk, lokasi, warna, struktur,
hubungan antara obyek yang diamati dengan
keadaan yang sesungguhnya menggunakan
pengetahuan manusia dan pengalamannya (Murai,
1999; ITC, 2001).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penggunaan
data
hasil
teknologi
satelit
penginderaan jauh dalam penyusunan rencana tata
ruang wilayah di Indonesia masih merupakan suatu
hal yang sangat baru. Pemanfaatannya juga masih
terbatas pada instansi-instansi perencana pada
kota-kota besar saja, itupun masih lebih banyak

mengandalkan pada penggunaan data satelit
dengan resolusi yang tergolong rendah, seperti
Landsat-TM dan SPOT. Penggunaan data satelitsatelit tersebut ternyata juga menimbulkan
permasalahan tersendiri, resolusi spasial yang
rendah mengakibatkan peta dan citra yang
dihasilkan juga memiliki skala pemetaan yang
kecil (1:100.000 s/d 1:20.000), sehingga membuat
kegiatan analisis tidak dapat dilakukan secara rinci
dan detail untuk wilayah yang sempit dan memiliki
kompleksitas yang tinggi seperti kota. Kendala itu
membuat penggunaan data satelit tersebut masih
terbatas pada penyusunan Rencana Umum Tata
Ruang Wilayah Kabupaten/Kota. Bermunculannya
satelit-satelit beresolusi tinggi, seperti: IKONOS
(resolusi spasial: 1 m) dan Quick Bird (resolusi
spasial: 0,67 m), mampu meningkatkan kegiatan
penganalisaan wilayah secara lebih rinci dan detail
dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah.
Ditinjau dari kemampuan resolusi spasial yang
dimiliki, data satelit resolusi tinggi ini dapat
digunakan untuk penganalisaan wilayah kota dan
perkotaan yang memiliki tingkat heteregenitas
tinggi dan menuntut ketelitian penggambaran
wilayah yang lebih detail.
Dalam perencanaan tata ruang pulau-pulau kecil
pada kegiatan ini, digunakan data SPOT-5 dengan
resolusi 2,5 meter. Pada kegiatan ini skala terbesar
yang dapat dihasilkan adalah 1:5000. Sedangkan
untuk data Landsat skala terbesar yang dapat
dihasilkan adalah 1:100.000, apabila diupayakan
hasil dengan skala lebih besar dari 1:100.000,
maka data Landsat tersebut akan memberikan
gambaran obyek yang pecah-pecah. Adapun
informasi yang dapat dihasilkan dapat dilihat pada
Gambar 2.
Secara umum ketersediaan data titik kontrol tanah
(GCP) yang diperlukan dalam proses rektifikasi
geometrik citra untuk wilayah kajian sangat tidak
mencukupi. Upaya terjauh dalam menekan distorsi
geometrik hanya bisa dilakukan melalui
penggeseran atau registrasi citra kepada peta batas
administrasi (garis pantai).
Kelas-kelas penutup/penggunaan lahan sebagai
hasil dari proses analisis, interpretasi dan delineasi
data Landsat-7 diperlihatkan pada Gambar 3
menunjukkan klasifikasi yang dapat diturunkan
dari data Landsat, sedangkan Gambar 2
menunjukkan klasifikasi yang dapat diturunkan
dari data SPOT-5.

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 – 15 September 2005

TIS - 44

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

penutupannya luas (seperti: hutan mangrove yang
berwarna hijau) dapat diidentifikasi dengan mudah
pada kedua data tersebut. Permukiman, secara
umum juga dapat diidentifikasi pada kedua data
tersebut, akan tetapi data SPOT 5 memberikan
informasi lebih detail pada daerah permukiman.
Bahkan informasi berupa jalan utama, saluran air
dan pelabuhan laut sekunder dapat terlihat dengan
jelas dan mudah untuk diidentifikasi dengan
menggunakan data SPOT 5.
Tabel 3 memperlihatkan luas dari kelas
penggunaan lahan yang dapat diidentifikasi anatara
data SPOT-5 dengan resolusi 2,5 di wilayah Pulau
Belakang Padang dan sekitarnya, di Propinsi
Kepulauan Riau.

Gambar 2. Informasi Penggunaan lahan yang diturunkan
dari data SPOT-5

Gambar 5 memperlihatkan hasil pembuatan
informasi spasial yang diturunkan dari data SPOT
5 pada daerah Pulau Belakang Padang dan
sekitarnya dengan skala 1:5000.
Tabel 3. Luas Kelas Penggunaan lahan di Pulau Belakang
Padang dan Sekitarnya dari Data SPOT 5

Kelas Penggunaan Lahan
Belukar

435,390

Hutan Mangrove

983,105

Hutan Primer

125,164

Jalan Lokal
Kawasan Perdagangan
Kawasan Industri
Lahan Terbuka
Pelabuhan Laut Lokal

Gambar
4
memperlihatkan
perbandingan
ketajaman obyek yang dapat diidentifikasi anatara
data SPOT-5 dengan resolusi 2.5 meter dan data
Landast dengan resolusi 30 m. Gambar tersebut
menunjukkan wilayah Pulau Belakang Padang di
Kepulauan Riau. Secara umum terlihat obyek yang

44,697
404,329
0
123,565
0

Pelabuhan laut Sekunder

30,508

Perkebunan campuran

86,282

Perkebunan Sejenis
Gambar 3. Informasi Penggunaan lahan yang diturunkan
dari data Landsat

Luas (m2)

0

Permukiman Desa

53,977

Permukiman Kota

564,297

Rawa/Lahan Beraira

382,480

Semak/Padang Rumput

24,514

Sungai

32,755

Tambak

16,975

Waduk/Situ/Danau

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 – 15 September 2005

0

TIS - 45

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

Data SPOT

Data Landsat

Gambar 4. Perbandingan informasi yang dapat diidentifikasi antara data SPOT dengan data Landsat

Gambar 5. Hasil Pembuatan Informasi Spasial Penggunaan Lahan di Pulau Belakang Padang

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 – 15 September 2005

TIS - 46

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR PUSTAKA

Untuk lebih mempermudah identifikasi obyek
kenampakan pada pulau-pulau kecil diperlukan
data satelit resolusi tinggi. Data resolusi tinggi
SPOT-5 2,5 m sudah dapat memberikan informasi
lebih rinci akan penutup/penggunan lahan di
pulau-pulau kecil dengan informasi yang dapat
ditampilkan pada skala peta 1:5.000. Dari data
Landsat-7 dapat diturunkan informasi spasial
skala 1:100 000 yang memberi gambaran global
akan penutup/penggunaan lahan pulau-pulau
kecil.

http://spot5.cnes.fr/ (Desember 2004)

UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dipo
Yudhatama, Luwin dan Neni Astuti yang telah
membantu mengolah dan menganalisa data citra
SPOT dan Landsat untuk penyelesaian kegiatan
ini.

Dutton, I. M, 1998. Sambutan Chief of Party
Proyek Pesisir. Prosiding Seminar dan Lokakarya
Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia.
Kerjasama Depdagri, Direktorat Pengelolaan
Sumberdaya Lahan dan Kawasan, TPSA, BPPT
dan Coastal Resources Management Project,
USAID.
ITC. 2001. Principles of Remote Sensing: an
introductory textbook. Editors: Lucas L.F. Janssen
dan Gerrit C. Huurneman. ITC Educational
Textbook Series. The International Institute for
Geo-Information Science and Earth Observation
(ITC). Enschede. Belanda.

Murai, Shunji. 1999. Remote Sensing Notes.
Edited by Japan Association of remote
Sensing (JARS). Tokyo. Jepang

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 – 15 September 2005

TIS - 47