Posisioning Budaya Lokal dalam Iklan ata

 

Tugas UTS Kajian Budaya
Posisioning Budaya Lokal dalam Iklan atau poster
Disusun untuk memenuhi tugas UTS Kajian Budaya

Disusun oleh :
JIMAT EKO BUDIONO

A14.2012.01416

KAJIAN BUDAYA ( A14.7701 )

FAKULTAS ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO
SEMARANG 2016

 

 


Sumber : http://www.susindra.com/2016/04/sewindu-rumah-kartini.html

 

2

 

Poster Sewindu Rumah Kartini : Menapak Jejak, Meretas Makna
Sebelum membahas poster Sewindu Rumah Kartini, hal pertama yang
akan dibahas adalah apa itu Rumah Kartini ?
Rumah Kartini adalah salah satu penggiat social yang peduli akan sejarahsejarah mengenai kota Ukir Jepara, khususnya mengenai RA Kartini, yang tidak
lain dan tidak bukan merupakan salah salah pahlawan Wanita Nasional yang
memperjuangkan emansipasi wanita di Indonesia. Di jepara sendiri ada beberapa
penggiat social atau yang mengkaji serta meneliti tentang RA Kartini. Tetapi
sampai saat ini yang yang masih bertahan serta konsisten salah satunya adalah
Rumah Kartini milik Mas Appep. Rumah Kartini sampai saat ini bisa dijadikan
sebagai rujukan bagi masyarakat umum yang ingin mengenal lebih jauh mengenai
sosok Kartini lebih jauh tanpa mengesampingkan Museum Kartini yang ada di
Jepara sendiri, karena beberapa dokumen penting serta peninggalan-peninggalan

dokumentasi (foto-foto) dan beberapa benda terdapat di Rumah Kartini yang
mempunyai gaya desain yang terbilang unik sekali. Mas Apeep sendiri sangat
berperan penting bagi Rumah Kartini, selain sebagai wadah bagi para penggiat
social mengenai sejarah kartini, Mas Apeep juga pemilik kaos khas Qimo. Kaos
Qimo sendiri mempunyai design yang sangat istimewa, karena langsung dibuat
dengan goresan tangan, dan kebanyakan designya mengangkat isu-isu social
terutama yang menyangkut tentang sejarah RA Kartini dan juga sejarah kota
Jepara sendiri.
Sekarang kita masuk pada pembahasan mengenai Poster “Sewindu Rumah
Kartini: Menapak Jejak, Meretas Makna”
Poster tersebut dibuat untuk memperinganti sewindu Rumah Kartini atau ulang
tahun yang ke-8 Rumah Kartini, dengan tema Reproduksi Warisan Kartini &
Jepara. Berikut rangkaian acara yang akan diadakan dalam poster tersebut :
1. Reproduksi warisan Kartini dan Japara yang diwakili dengan pembuatan
replika tempat perhiasan dan tempat surat Kartini, meja jahit Kardinah, yang
paling besar adalah replikasi Gong Senen.
2. Pembukaan acara oleh Dr Joost Coté – penulis Buku KARTINI: The Complete
Writings 1898 – 1904.

 


3

 

3. Pameran seni Shadow batik Performance oleh Nur Rohmat S.sn dan musik
akustik pada 19 April 2016 jam 19:00 sampai selesai di Chody Art Gallery.
4. Simposium bertema Reproduksi Warisan Kartini & Japara pada tanggal 20
April 2016 dari jam 10:00 sampai jam 16:00 sore.
5. Pameran karya seni di Chody Art Gallery sampai tanggal 24 April 2016.
6. Heritage walk khusus bagi para pembicara dan tamu ke Fort de Jepara, museum
Kartini, Pendapa Kabupaten, Klenteng Welahan, desa tenun Troso, masjid
Mantingan, sanggar Adji Goeno Woelong, dan masih banyak lagi.

Poster tersebut sangat menitik beratkan untuk mengangkat kearifan budaya local
Jepara, nguri-nguri warisan serta sejarah jepara, khususnya sejarah-sejarah
mengenai RA Kartini. Acara tersebut sendiri diadakan disalah satu Gallery
Furniture di Jepara yang konsepnya sangat unik dan antic, yaitu Chody Art
Gallery. Pemilihan ruang pameran sendiri sangat memperhitungkan beberapa hal,
salah satunya Chody Art Gallery mempunyai desain interior yang sangat antic,

banyak sekali kriya etnik terdapat disana, dan juga banyak mebel maupun karya
seni zaman dahulu masih dipakai disini, itulah yang membuat Chody Art Gallery
dijadikan sebagai tempat pameran warisan peninggalan RA Kartini.
Pada masa sekarang ini begitu pesatnya perkembangan zaman, percampuran
budaya, pola hidup yang cenderung kepada hal-hal yang bersifat praktis,
permintaan pangsa pasar, perkembangan ekonomi, serta beberapa factor lain yang
telah menggeser seni kriya asli Jepara. Bagi industry kriya asli jepara, fenomena
seperti ini menjadikan salah satu masalah tersendiri, salah satunya adalah sulitnya
mencari kriyaman yang mampu membuat karya seni asli Jepara. Semuanya
tergeser oleh factor-faktor akan kepraktisan serta permintaan pasar yang menurun.
Acara utama dari Sewindu Rumah Kartini adalah pameran Reproduksi
Warisan Kartini & Jepara, yaitu memproduksi ulang atau membuat ulang bendabenda peninggalan RA Kartini atau warisan-warisan RA Kartini dan juga Jepara
sendiri. Beberapa benda tersebut sebagian memang sudah tidak ada di jepara.
Kemudian melalui beberapa riset yang dilakukan oleh Rumah Kartini, yang
memakan waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan bukti-bukti otentik

 

4


 

tentang sejarah tersebut. Kemudian mulainya projek pertama Rumah Kartini
untuk memproduksi ulang benda-benda tersebut. Salah satu benda yang belum
pernah dilihat oleh masyarakat umum, dan termasuk benda yang paling besar
adalah Gong Senen. Proses reproduksi Gong Senen sendiri memakan waktu yang
paling sama dan paling sulit disbanding dengan benda-benda lainnya yang
direproduksi. Tujuan utama dari kegiatan tersebut adalah untuk memperkenalkan
kepada masyarakat umum tentang sejarah RA Kartini.
RA. Kartini lahir pada tanggal 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah. RA.
Kartini dikenal sebagai wanita yang mempelopori kesetaraan derajat antara wanita
dan pria di Indonesia. Hal ini dimulai ketika Kartini merasakan banyaknya
diskriminasi yang terjadi antara pria dan wanita pada masa itu, dimana beberapa
perempuan sama sekali tidak diperbolehkan mengenyam pendidikan. Kartini
sendiri mengalami kejadian ini ketika ia tidak diperbolehkan melanjutkan
studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Kartini sering berkorespondensi dengan
teman-temannya di luar negeri, dan akhirnya surat-surat tersebut dikumpulkan
oleh Abendanon dan diterbitkan sebagai buku dengan judul “Habis Gelap
Terbitlah Terang”.
Semasa hidupnya dimulai dengan lahirnya Kartini di keluarga priyayi.

Kartini yang memiliki nama panjang Raden Adjeng Kartini ini ialah anak
perempuan dari seorang patih yang kemudian diangkat menjadi bupati Jepara,
Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat. Ibu dari Kartini memiliki nama M.A.
Ngasirah, istri pertama dari Sosroningrat yang bekerja sebagai guru agama di
salah satu sekolah di Telukawur, Jepara. Silsilah keluarga Kartini dari ayahnya,
bisa dilacak terus hingga Sultan Hamengkubuwono IV, dan garis keturunan
Sosroningrat sendiri bisa terus ditelusuri hingga pada masa Kerajaan Majapahit.
Ayah Kartini sendiri awalnya hanyalah seorang wedana (sekarang pembantu
Bupati) di Mayong. Pada masa itu, pihak kolonial Belanda mewajibkan siapapun
yang menjadi bupati harus memiliki bangsawan sebagai istrinya, dan karena M.A.
Ngasirah bukanlah seorang bangsawan, ayahnya kemudian menikah lagi dengan
Radeng Adjeng Moerjam, wanita yang merupakan keturunan langsung dari Raja
Madura. Pernikahan tersebut juga langsung mengangkat kedudukan ayah Kartini

 

5

 


menjadi bupati, menggantikan ayah dari R.A. Moerjam, yaitu Tjitrowikromo.
Sejarah perjaungan RA, Kartini dimuali sejak ia berusia 12 tahun yang
dilarang oleh ayahnya sendiri untuk melanjutkan sekolah setelah sebelumnya
bersekolah di Europese Lagere School (ELS). Pada masa itu anak perempuan
yang sudah berusia 12 tahun sudah harus dipingit dirumah. Semasa dalam
pingitan oleh ayahnya dirumah, Kartini sering menulis surat kepada temanya yang
kebanyakn berasal dari Belanda, kemudian Kartini mulai mengenal Rosa
Abendanon yang sangat mendukung curahan pikiran yang dituliskan disuratnya.
Mulai saat itu Kartini muali sering membaca buku-buku serta koran Eropa yang
diberikan oleh Rosa Abendanon, yang isinya kebanyakan adalah tentang
kesetaraan derajat wanita disana, yang semakin mendorong keinginan Kartini
untuk bisa setara juga di Indonesia.
Kartini kecil sering juga mengirimkan beberapa tulisan yang kemudian ia
kirimkan kepada salah satu majalah wanita Belanda yang ia baca, yaitu De
Hollandsche Lelie. Melalui surat-surat yang ia kirimkan, terlihat jelas bahwa
Kartini selalu membaca segala hal dengan penuh perhatian sambil terkadang
membuat catatan kecil, dan tak jarang juga dalam suratnya Kartini menyebut judul
sebuah karangan atau hanya mengutip kalimat-kalimat yang pernah ia baca.
Sebelum Kartini menginjak umur 20 tahun, ia sudah membaca buku-buku seperti
De Stille Kraacht milik Louis Coperus, Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta yang

ditulis Multatuli, hasil buah pemikiran Van Eeden, roman-feminis yang dikarang
oleh Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek, dan Die Waffen Nieder yang
merupakan roman anti-perang tulisan Berta Von Suttner. Semua buku-buku yang
ia baca berbahasa Belanda.
Pada tanggal 12 November 1903, Kartini dipaksa menikah dengan bupati
Rembang oleh orangtuanya. Bupati yang bernama K.R.M. Adipati Ario Singgih
Djojo Adhiningrat ini sebelumnya sudah memiliki istri, namun ternyata suaminya
sangat mengerti cita-cita Kartini dan memperbolehkan Kartini membangun
sebuah sekolah wanita. Selama pernikahannya, Kartini hanya memiliki satu anak
yang diberi nama Soesalit Djojoadhiningrat. Kartini kemudian menghembuskan
nafas terakhirnya 4 hari setelah melahirkan anak satu-satunya di usia 25 tahun.

 

6

 

Sumber :
http://isknews.com/wp-content/uploads/2016/07/fb_img_1468230489667.jpg

Poster Acara Syawalan & Pesta Lomban Jepara
Dalam poster tersebut tertera informasi mengenai sebuah acara Syawalan & Pesta
Lomban yang akan dilaksanakan pada tangal 7 sampai dengan 13 Juli 2016
Beberapa rangkaian acaranya adalah :
Pada tanggal 12 Juli | O.M New Dasima | Benteng Portugis
Pada tanggal 13 Juli | O.M Seva | Pantai Kartini
Pada tanggal 13 Juli | Wayang Orang | Pantai Bandengan
Pesta Syawalan & Acara Lomban merupakan salah satu perayaan sedekah laut
yang dilaksanakan oleh masyarakat Jepara secara turun temurun. Pesta sedekah

 

7

 

laut atau pesta lomban sendiri dilaksanakan pada lebaran ketupat atau hari ke-7
setelah lebaran Hari Raya Idul Fitri.
Lomban sendiri merupakan ritual sedekah laut, yaitu membuang beberapa
sesaji ke tengah laut. Rangkaian acara lomban sendiri dimulai dari malam hari

sebelumnya, yakni sebuah pagelaran wayang kulit semalam suntuk. Sesaji yang
dibuang ke laut atau dilarung kelaut adalah berupa kepala kerbau dan segala
pernak pernik pelengkapnya yang ditaruh disebuah replica kapal nelayan kecil
yang dibuat dari rangkaian bamboo dan kertas. Acara lomban dimulai dari
Dermaga Nelayan Jepara, dekat dengan Tempat Penjualan Ikan atau TPI Jepara
yang terletak di desa ujung batu.
Setelah semalaman suntuk menggelar pagelaran wayang kulit, pada esok
paginya, yaitu puncak acara pelarungan sesaji. Acara dimulai dari berdoa bersama
yang dipimping oleh pemula agama setempat, kemudian dilanjutkan iring-iringan
membawa sesaji dinaikkan ke atas Kapal yang akan membawanya ke tengah laut.
Pada prosesi iring iringan sesaji keatas kapal juga diikuti tari-tarian daerah
setempat. Acara Lomban sendiri dipimpin oleh bupati jepara langsung. Setelah
sesaji dinaikkan keatas kapal, kemudian mulai dibawa ke tengah laut untuk
dilarung. Acara larungan tersebut biasanya sangat ramai sekali dan banyak warga
sekitar serta dari luar daerah yang mengikutinya atau menontonnya. Setelah
sampai ke Tengah laut, sesaji mulai diturunkan ke laut atau dilarung. Tetapi
sebelum diturunkan, terlebih dahulu berdoa bersama lagi, setelah itu barulah sesaji
tersebut di ceburkan kelaut. Biasanya para nelayan sekitar yang mengiring atau
mengawal ke tengah laut, akan berebut untuk mendapatkan beberapa sesaji yang
dilarung,


karena

mereka

mempunyai

keyakinan,

akan

mendapatkan

keberuntungan pada saat mereka mencari ikan ke laut. Selai berebut sesaji kapalkapal yang mengikuti dan yang berada disekitaran dermaga juga dimandikan atau
dibersihkan oleh pemiliknya dengan cara disiram dengan air laut.

 

8

 

DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.susindra.com/2016/04/sewindu-rumah-kartini.html
2. http://isknews.com/wp-content/uploads/2016/07/fb_img_1468230489667.jpg

 

9