PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI MAKALAH K

PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI

MAKALAH
KORUPSI INVESTIF

Disusun Oleh :

1.

Aeni Halawiya

2.

Divika Suci

3.

NIM P07134114049
NIM P07134114059
NIM P07134114064
NIM P07134114077


Ida Eliza

NIM P07134114083

4.

Ni Kadek Ayu Sawitri

5.

Putu Anggi Widia

NIM P07134114092
NIM P07134114096

Karmany

PRODI
D IVAiman

Kelas B
Tyas Jumratul
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN
KESEHATAN MATARAM

6.

2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah yang telah di
berikan baik berupa kesehatan, waktu, dan segala kemudahan dalam penyusunan makalah ini
sehingga makalah ini dapat disusun sebagaiana mestinya dan selesai tepat pada waktunya.
Tujuan penyusun menyusun makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang
diberikan oleh tim dosen Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi. Makalah ini secara umum
akan membahas tentang korupsi dan korupsi investive secara khusus. Dalam penyusunan
makalah ini mungkin masih banyak kekurangan dalam isi maupun pembahasannya.Oleh
karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.
Harapan kami semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,

petunjuk maupun pedoman, juga membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, sehingga untuk kedepannya kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini dengan lebih baik.
Akhir kata penyusun megucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
mendukung dan melancarkan penyusunan makalah ini.

Mataram, September 2016

Penyusun

2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................. 2
DAFTAR ISI............................................................................................................. 3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1


Latar Belakang............................................................................................. 4

1.2

Rumusan Masalah......................................................................................... 4

1.3

Tujuan........................................................................................................ 5

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Pengertian Korupsi....................................................................................... 6

2.2

Ciri dan Jenis Korupsi................................................................................... 7


2.3

Faktor Penyebab Terjadinya Korupsi...............................................................8

2.4

Korupsi Investif dan Contoh Kasus Korupsi......................................................9

2.5

Dampak Korupsi........................................................................................ 14

2.6

Dasar Hukum Tindak Pidana Korupsi dan Upaya dalam Pemberantasan Korupsi. .17

2.7

Kendala Dalam Pemberantasan Korupsi.........................................................18


BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan................................................................................................ 19

3.2

Saran........................................................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 20

3

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Korupsi dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang oleh
karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya.Hasil survey (2004)
Political and Economic Risk Consultancy Ltd. (PERC) menyatakan bahwa korupsi di

Indonesia menduduki skor 9,25 di atas India (8,90), Vietnam (8,67), dan Thailand (7,33).
Artinya, Indonesia masih menjadi Negara terkorup di Asia.. Inti dari korupsi ialah
penyalahgunaan kepercayaan untuk kepentingan pribadi. Rumusan korupsi menurut
brooks adalah “dengan sengaja melakukan kesalahan atau melalaikan tugas yang
diketahui sebagai kewajiban, atau tanpa hak menggunakan kekuasaan, dengan tujuan
memperoleh keuntungan yang sedikit banyak untuk dirinya”.
Upaya pemberantasan korupsi - yang terdiri dari dua bagian besar, yaitu penindakan
dan pencegahan - tidak akan pernah berhasil optimal jika hanya dilakukan oleh
pemerintah saja tanpa melibatkan peran serta masyarakat. Oleh karena itu tidaklah
berlebihan jika mahasiswa - sebagai salah satu bagian penting dari masyarakat yang
merupakan pewaris masa depan - diharapkan dapat terlibat aktif dalam upaya
pemberantasan korupsi di Indonesia.
Keterlibatan mahasiswa dalam upaya pemberantasan korupsi tentu tidak pada upaya
penindakan yang merupakan kewenangan institusi penegak hukum.Peran aktif mahasiswa
diharapkan lebih difokuskan pada upaya pencegahan korupsi dengan ikut membangun
budaya antikorupsi di masyarakat. Mahasiswa diharapkan dapat berperan sebagai agen
perubahan dan motor penggerak gerakan antikorupsi di masyarakat. Untuk dapat berperan
aktif, mahasiswa perlu dibekali dengan pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk
korupsi dan pemberantasannya. Mahasiswa harus dapat memahami dan menerapkan nilainilai antikorupsi dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan Antikorupsi bagi mahasiswa bertujuan untuk memberikan pengetahuan

yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan pemberantasannya serta menanamkan nilainilai antikorupsi.Tujuan jangka panjangnya adalah menumbuhkan budaya antikorupsi di
kalangan mahasiswa dan mendorong mahasiswa untuk dapat berperan serta aktif dalam
upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
1.2.2
1.2.3
1.2.4
1.2.5
1.2.6
1.2.7

Apakah yang dimaksud dengan korupsi ?
Apa saja ciri – ciri dan jenis korupsi ?
Apakah faktor penyebab korupsi ?
Apa yang dimaksud dengan korupsi investif dan adakah contoh kasus nyatanya ?
Apakah dampak yang ditimbulkan oleh tindak korupsi ?
Apakah dasar hokum tindak pidana korupsi serta bagaimana upaya dalam
pemberantasan korupsi ?
Apa saja kendala dalam pemberantasan korupsi ?

4

1.3 Tujuan
1.3.1
1.3.2
1.3.3
1.3.4
1.3.5
1.3.6
1.3.7

Mahasiswa dapat memahami pengertian korupsi secara tepat dan benar.
Mahasiswa dapat mengetahui ciri dan jenis tindak pidana koupsi.
Mahasiswa dapat mengetahui faktor penyebab terjadinya tindak korupsi.
Mahasiswa dapat mengetahui jenis korupsi investif dan juga contoh kasus nyata
dari jenis korupsi tersebut.
Mahasiswa dapat mengetahui apa saja dampak yang ditimbulkan oleh tindak
pidana korupsi.
Mahasiswa dapat mengetahui dasar hokum dan berbagai upaya yang dilakukan
dalam pemberantasan korupsi

Mahasiswa dapat mengetahui kendala dalam pemberantasan korupsi.

5

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Pengertian Korupsi
Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio (Fockema Andrea, 1951)
atau corruptus (Webster Student Dictionary, 1960). Selanjutnya, disebutkan pula
bahwa corruptio berasal dari kata corrumpere—satu kata dari bahasa Latin yang
lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut, kemudian dikenal istilah corruption, corrupt
(Inggris), corruption (Perancis), dan “corruptic/korruptie” (Belanda). Indonesia
kemudian memungut kata ini menjadi korupsi.
Arti kata korupsi secara harfiah adalah “sesuatu yang busuk, jahat, dan
merusakkan (Dikti, 2011). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat,
korupsi didefinisikan lebih spesifik lagi yaitu penyelewengan atau penyalahgunaan
uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dsb.) untuk keuntungan pribadi atau
orang lain. Korupsi diturunkan dari kata korup yang bermakna 1) buruk; rusak;

busuk; 2) suka memakai barang (uang) yang dipercayakan kepadanya; dapat
disogok (memakai kekuasaannya untuk kepentingan pribadi). Selain itu, ada kata
koruptif yang bermakna bersifat korupsi dan pelakunya disebut koruptor.
Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang
menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan
kepentingan umum.Dalam Kamus Umum Belanda Indonesia yang disusun oleh
Wijowasito, corruptie yang juga disalin menjadi corruptien dalam bahasa Belanda
mengandung arti perbuatan korup, penyuapan.
Menurut Henry Campbell Black, korupsi diartikan sebagai “an act done with
an intent to give some advantage inconsistent with official duty and the rights of
others”, (terjemahan bebasnya: suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
memberikan suatu keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak –
hak dari pihak lain). menurut Black adalah perbuatan seseorang pejabat yang secara
melanggar hukum menggunakan jabatannya untuk mendapatkan suatu keuntungan
yang berlawanan dengan kewajibannya
Dalam Black’s Law Dictionary juga mengungkapkan mengenai Pengertian
Korupsi, Korupsi merupakan suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
memberikan keuntungan yang tidak resmi dengan mempergunakan hak-hak dari
pihak lain, yang secara salah dalam menggunakan jabatannya atau karakternya di
dalam memperoleh suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, yang
berlawanan dengan kewajibannya dan juga hak-hak dari pihak lain.
Wertheim yang menggunakan pengertian yang lebih spesifik. Menurutnya,
seorang pejabat dikatakan melakukan tindak pidana korupsi, adalah apabila ia
menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan memengaruhinya agar mengambil
keputusan yang menguntungan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang – kadang
pengertian ini juga mencakup perbuata menawarkan hadiah, atau bentuk balas jasa
yang lain.
6

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah tindakan
menguntungkan diri sendiri dan orang lain yang bersifat busuk, jahat, dan merusakkan
karena merugikan negara dan masyarakat luas. Pelaku korupsi dianggap telah
melakukan penyelewengan dalam hal keuangan atau kekuasaan, pengkhianatan
amanat terkait pada tanggung jawab dan wewenang yang diberikan kepadanya, serta
pelanggaran hukum.
2.2

Ciri dan Jenis Korupsi
Ciri-ciri korupsi :
1. Suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan,
2. Penipuan terhadap badan pemerintah,
3. Dengan sengaja melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan khusus,
4. Dilakukan dengan rahasia, kecuali dalam keadaan di mana orang-orang yang
berkuasa atau bawahannya menganggapnya tidak perlu,
5. Melibatkan lebih dari satu orang atau pihak,
6. Adanya kewajiban dan keuntungan bersama, dalam bentuk uang atau yang lain,
7. Terpusatnya kegiatan (korupsi) pada mereka yang menghendaki keputusan yang
pasti dan mereka yang dapat mempengaruhinya,
8. Adanya usaha untuk menutupi perbuatan korup dalam bentuk-bentuk pengesahan
hukum, dan menunjukkan fungsi ganda yang kontradiktif pada mereka yang
melakukan korupsi.
Jenis-jenis korupsi :
Dari segi tipologi, korupsi dapat dibagi dalam tujuh jenis yang berbeda. Tujuh
jenis itu adalah
1. Korupsi transaktif (transactive corruption)
Korupsi transaktif merujuk kepada adanya kesepakatan timbal-balik antara pihak
pemberi dan pihak penerima demi keuntungan kedua belah pihak, dan dengan
aktif diusahakan tercapainya keuntungan ini oleh kedua-duanya.Korupsi jenis ini
biasanya melibatkan dunia usaha dan pemerintah, atau antara masyarakat dan
pemerintah.
2. Korupsi yang memeras (extortive corruption)
Korupsi yang memeras adalah jenis korupsi di mana pihak pemberi dipaksa untuk
menyuap guna mencegah kerugian yang sedang mengancam dirinya,
kepentingannya, atau orang-orang dan hal-hal yang dihargainya.
3. Korupsi investif (investive corruption)
Korupsi investif adalah pemberian barang atau jasa tanpa ada pertalian langsung
dengan keuntungan tertentu, selain keuntungan yang dibayangkan akan diperoleh
di masa yang akan datang. Misalnya, Mengunakan dana kas desa atau proyek
untuk men”service” pejabat yang meninjau, dan sebagainya.
4. Korupsi perkerabatan (nepotistic corruption)
Korupsi perkerabatan atau nepotisme, adalah penunjukan yang tidak sah terhadap
teman atau sanak saudara untuk memegang jabatan dalam pemerintahan, atau
7

tindakan yang memberikan perlakuan yang mengutamakan mereka, dalam bentuk
uang atau bentuk-bentuk lain, secara bertentangan dengan norma dan peraturan
yang berlaku.
5. Korupsi defensif (defensive corruption)
Korupsi defensif adalah perilaku korban korupsi dengan pemerasan. Korupsinya
adalah dalam rangka
6. Korupsi otogenik (autogenic corruption)
Korupsi otogenik adalah jenis korupsi yang dilakukan seorang diri, dan tidak
melibatkan orang lain. Misalnya, anggota DPR yang mendukung berlakunya
sebuah undang-undang tanpa menghiraukan akibat-akibatnya, dan kemudian
menarik keuntungan finansial dari pemberlakuan undang-undang itu, karena
pengetahuannya tentang undang-undang yang akan berlaku tersebut.
7. Korupsi dukungan (supportive corruption)
korupsi dukungan tidak secara langsung menyangkut uang atau imbalan langsung
dalam bentuk lain. Tindakan-tindakan yang dilakukan adalah untuk melindungi
dan memperkuat korupsi yang sudah ada.Tindakan menghambat seorang yang
jujur dan cakap untuk menduduki jabatan strategis tertentu, misalnya, bisa
dimasukkan dalam kategori ini.
2.3

Faktor Penyebab Terjadinya Korupsi
Korupsi terjadi karena kerakusan, kekejaman dan nafsu
mengeruk keuntungan para penguasa yang mengenggam
kekuasaan untuk jangka waktu yang lama. Jadi dalam hal ini korupsi
lebih disebabkan faktor kepribadian pemimpin. Tetapi faktor sosial,
seperti pranata budaya, kemiskinan, penderitaan yang luar biasa,
perubahan politik besar-besaran, peperangan, sistem hukum yang
tidak sempurna; pengaruh yang berasal dari luar diri individu,
semuanya bisa menjadi sebab-sebab terjadinya korupsi.
Menurut Alatas (1986:46),
penyebab-penyebab korupsi
khususnya di Indonesia, bisa diidentifkasi sebagai berikut:
1. Ketiadaan atau kelemahan pemimpin dalam posisi-posisi kunci
yang mampu memberikan ilham dan mempengaruhi tingkah laku
yang menjinakkan korupsi.
2. Kelemahan pengamalan ajaran-ajaran agama dan etika.
3. Akibat kolonialisme atau suatu pengaruh pemerintahan asing
tidak menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan
untuk membendung korupsi.
4. Kurang dan lemahnya pengaruh pendidikan.
5. Kemiskinan yang bersifat struktural.
6. Sanksi hukum yang lemah.
7. Kurang dan terbatasnya lingkungan anti korupsi.
8. Struktur pemerintahan yang lunak.
8

9. Perubahan radikal sehingga terganggunya kestabilan mental dan
korupsi muncul sebagai penyakit tradisional.
10. Kondisi masyarakat, karena korupsi dalam suatu birokrasi bisa
memberikan cerminan keadaan masyarakat secara keseluruhan.
Dari beberapa faktor penyebab korupsi yang telah diuraikan,
secara garis besar dapat diklasifkasi menjadi 3 faktor saja yaitu :
1. Faktor Politik
Faktor politik sebagai penyebab korupsi telah banyak terjadi
di berbagai negara. Para penguasa adalah pihak yang paling
memiliki kesempatan untuk melakukan korupsi dengan
kekuasaannya. ”Power tends to corrupt, but absolute power
corrupts absolutely” (kekuasaan cenderung korupsi, tetapi
kekuasaan yang berlebihan mengakibatkan korupsi berlebihan
pula” (Lord Acton, 1834-1902).
2. Faktor Yuridis
Faktor yuridis di sini ialah lemahnya sanksi hukum terhadap
tindak pidana korupsi. Dalam hal ini ada dua aspek: (a) peranan
hakim dalam menjatuhkan putusan; (b) sanksi yang memang
lemah berdasarkan bunyi pasal-pasal dan ayat-ayat pada
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tindak
pidana korupsi. (Lihat: UU Nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU Nomor 20 tahun
2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).
3. Faktor Budaya
Sebagaiamana telah dijelaskan, bahwa budaya korupsi
merupakan warisan budaya kolonial, dan ketika pemerintahan
kolonial sudah berakhir praktik korupsi masih terus berjalan.
Termasuk dalam kategori ini adalah adanya praktik pemberian
hadiah yang sudah melembaga, budaya pemerintahan
patrimonial yang menganggap bahwa kekuasaan adalah
miliknya, budaya nepotisme yaitu mengakomodasi kepentingan
keluarga dalam pemerintahan secara tidak wajar, dan
sebagainya.
2.4

Korupsi Investif dan Contoh Kasus Korupsi
Korupsi investif merupakan pemberian barang atau jasa tanpa ada pertalian
langsung dengan keuntungan tertentu, selain keuntungan yang dibayangkan akan
diperoleh di masa yang akan datang. Contohnya :
 Mengunakan dana kas desa atau proyek untuk men”service” pejabat yang
meninjau.
9

 Pejabat meminta balas budi pengusaha yang mendapatkan proyek dan membuat
pengusaha selalu menyisihkan sebagian proyek dengan mengurangi kualitas
proyek.
 Pelayanan berlebihan kepada pejabat pusat yang berkunjung ke daerah.
Dalam makalah ini, kami menghadirkan 2 kasus korupsi yang serupa yaitu
mengenai sengketa lahan.
1.

Korupsi Sektor Pertambangan
Komisi Pemberantasan Korupsi pada 23 Agustus 2016 telah menetapkan
Nur Alam, Gubernur Sulawesi Tenggara, sebagai tersangka korupsi. Selama
periode 2009-2014, Nur Alam diduga menerima suap senilai lebih dari Rp 60
miliar terkait dengan pemberian izin usaha pertambangan di Kabupaten Buton dan
Bombana.
Pemberian izin penggunaan lahan, termasuk usaha pertambangan—
sebagaimana dilakukan Nur Alam—saat ini kerap menjadi modus kepala daerah
untuk mengeruk keuntungan pribadi. Praktik ini umumnya muncul di daerahdaerah yang kaya sumber daya alam dan erat berkaitan dengan pelaksanaan
pemilihan kepala daerah (pilkada).
Setiap menjelang pilkada di wilayah kaya sumber daya alam, muncul
kecenderungan peningkatan pemberian izin usaha pertambangan. Izin diberikan
kepala daerah kepada pihak investor. Sayangnya, pemberian konsesi kepada
investor tambang tersebut tidak gratis, sering kali disertai dengan ada imbal jasa
(kickback) dalam bentuk suap atau gratifikasi. Untuk setiap izin yang dikeluarkan,
nilai imbal jasanya bisa mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah.
Nur Alam sesungguhnya bukan orang pertama yang dijerat KPK karena
terlibat korupsi di sektor pertambangan. Sebelumnya, sudah ada Adriansyah,
politisi PDI-P yang juga mantan bupati. Adriansyah terbukti menerima suap lebih
dari Rp 1 miliar dari Andrew Hidayat, bos PT Mitra Maju Sukses, setelah
memuluskan izin usaha tambang di Tanah Laut, Kalimantan Selatan.
Tahun 2015, Adriansyah dinyatakan terbukti melakukan korupsi dan
dijatuhi hukuman 3 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi di Jakarta.
Pelaku korupsi di sektor pertambangan tidak saja orang, tetapi juga
korporasi atau perusahaan. Tahun 2013 Badan Pemeriksa Keuangan pernah
10

melaporkan 26 perusahaan pertambangan atas dugaan korupsi dengan
memanfaatkan hutan secara ilegal. Laporan yang disampaikan ke Bareskrim
Mabes Polri tersebut diduga menyebabkan kerugian negara Rp 90,6 miliar.
Sayangnya, proses hukum atas laporan korupsi yang disampaikan BPK tersebut
tidak jelas perkembangannya hingga saat ini.
Praktik korupsi di sektor pertambangan sungguh mengkhawatirkan. KPK
mengidentifikasi, dari sekitar 11.000 izin tambang yang ada di seluruh Indonesia,
3.772 izin dinilai bermasalah dan dicurigai terjadi korupsi yang melibatkan kepala
daerah sebagai pemberi izin.

2. PT Tor Ganda Hancurkan Hutan Lindung Mahato
PEKANBARU – Tidak ada lagi Hutan Lindung di Mahato. Pemerintah
daerah dan Pusat pun tidak perlu bersusah payah menugaskan Polisi Kehutanan di
sana. Sebab, Jagawana ternyata tidak memiliki kemampuan profesional untuk
menjaga kelestarian ekosistem Kawasan Hutan Lindung Mahato di Kecamatan
Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu, Riau.
Kebobrokan mental para pengusaha dan penguasa, untuk memperkaya diri
sendiri dan kelompoknya dibuktikan dengan semena-menanya PT Tor Ganda
menghancurkan dan mengalih-fungsikan secara tidak sah kawasan Hutan Lindung
milik Negara di Mahato menjadi perkebunan kelapa sawit kelompoknya.
Mengatasnamakan kepentingan masyarakat anggota Koperasi dan kelompok
tani, ribuan hektar Hutan lindung yang berada pada kordinat LU : 1 o 16’ 30” BT :
100o 09’ 00” secara terencana, terorganisir dirambah dan dikuasai PT Tor Ganda.
Wadah Koperasi yang diduga sengaja dibentuk PT Tor Ganda dalam
merambah kawasan Hutan lindung di Kabupaten Rokan Hulu diantaranya adalah ;
Kelompok Tani Tiur Ganda, Koperasi Harta Juliana, Koperasi Karya Perdana dan
Koperasi Sawit Mahato Bersatu (KSMB) yang berdomisili di Kecamatan
Tambusai Utara.
Adanya dugaan Mafia Kehutanan dan cukong bermain, dapat dibuktikan
dengan sepak terjang Koperasi Sawit Mahato Bersatu (KSMB) yang diketuai M
Yakin. Dari seribu lebih anggota yang tercatat sebagai anggota Koperasi tersebut,
tujuh puluh persen (70 %) disinyalir tidak jelas sosok keanggotaannya alias
bodong.
11

Koperasi ini mendapat suntikan modal Rp24,5 juta per hektarnya dari Raja
DL Sitorus. Berkat dana puluhan miliar rupiah dan bantuan berbagai fasilitas
peralatan berat, maka luluh-lantaklah flora dan fauna di kawasan hutan lindung
Mahato, Kecamatan Tambusai Utara, dialihkan menjadi perkebunan kelapa sawit
seluas 4.466 hektar.
Kerjasama PT Tor Ganda dan KSMB merambah hutan lindung Mahato jelas
merugikan Negara. Disamping musnahnya species flora dan fauna, Negara juga
tidak mendapatkan pajak dan restribusi apapun terkait ilegalnya perkebunan
ribuan hektar yang dikelola PT Tor Ganda.
Data yang didapat KPK Pos, Kepala Desa sengaja menyalahi aturan dengan
menerbitkan alas hak berupa Surat Keterangan Tanah (SKT) di atas lahan
kawasan Hutan Lindung Mahato yang dijadikan dasar dan alasan pihak Koperasi
Sawit Mahato Bersatu melakukan perjanjian kerjasama dengan PT Tor Ganda.
Perjanjian antara KSMB dengan PT Tor Ganda menyebutkan, perusahaan
Raja DL Sitorus mendapat bagian lahan perkebunan yang sudah produktif seluas
2.679,4 hektar (60 persen), sedang Koperasi Sawit Mahato Bersatu (KSMB)
mendapat bagian 1786,4 hektar (40 persen).
Seluruh hasil produksi perkebunan sawit diambil oleh PT Tor Ganda.
Perjanjian ini menurut salah seorang pengurus Koperasi sudah dituangkan dalam
Akta nomor 28, tanggal 30 Januari 2007 yang dibuat Notaris Janter Simanjuntak
SH.
Disamping mengalih-fungsikan kawasan hutan lindung menjadi perkebunan
sawit, PT Tor Ganda telah membangun Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PKS)
dan perumahan bagi karyawannya juga diduga tanpa memiliki Izin apapun dari
pemerintah.
Tindakan PT Tor Ganda jelas telah merugikan Negara dan pelanggaran
melawan Hukum yang dapat dikenakan sanksi Pidana sesuai; UU RI No. 41 tahun
1999, tentang Kehutanan dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 2010
tentang tata cara perubahan Peruntukan dan Fungsi kawasan Hutan yang mana
dapat diancam Pidana Penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp5
miliar.
Sumber KPK Pos di Bandung menyakinkan; “Terkait sanksi Hukum atas
perambahan kawasan Hutan Mahato, Raja DL Sitorus saat ini akan sulit dijerat.
Apalagi mantan pengacaranya Amir Syamsudin sebagai petinggi di Partai
12

Demokrat kini menduduki jabatan nomor satu di Kementerian Hukum dan Ham
RI”.
Menurut sumber KPK Pos itu lagi, Raja DL Sitorus sebenarnya tidak pernah
secara rutin menginap di lembaga Pemasyarakatan Suka Miskin. Dengan alasan
sakit, beliau lebih sering beristirahat di Pusat Rehabilitasi Narkoba di Banceu
Bandung, Jawa Barat.
Setiap Kamis sampai Senin (selama lima hari) beliau (DL Sitorus) nginap di
lantai 8, berganti-ganti VVIP Room di Rumah Sakit Sentosa, Bandung.
Melalui e-mail ke KPKPos, rekaman Koperasi Binaan PT Tor Ganda menuliskan,
dia dan teman-temannya sering menemui sang Ketua dalam keadaan sehat di
kamar mewah rumah sakit Sentosa Bandung. Disinilah sang Ketua (DL Sitorus)
sering meminpin rapat direksi perusahaannya sambil menghibur diri dengan
mengundang Vokal Group.

Analisa Kasus
Pada makalah ini kami akan menganalisa kasus yang dialamai oleh Nur
Alam, Gubernur Sulawesi Tenggara ini merupakan salah satu jenis korupsi
investif, yaitu pemberian barang atau jasa tanpa ada pertalian langsung dengan
keuntungan tertentu, dimana keuntungan diperoleh di masa yang akan datang.
Karena didalam kasus ini disebutkan bahwa Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur
Alam diduga menerima suap senilai lebih dari Rp 60 miliar terkait dengan
pemberian izin usaha pertambangan di Kabupaten Buton dan Bombana sebagai
balas budi dari pihak yang mendapatkan perizinan usaha tersebut. Disamping itu,
pemberian izin penggunaan lahan, termasuk usaha pertambangan, sebagaimana
dilakukan oleh Nur Alam, tersebut kerap menjadi modus kepala daerah untuk
mengeruk keuntungan pribadi sebagai timbal baliknya.
Praktik semacam ini umumnya muncul di daerah-daerah yang kaya sumber
daya alam dan erat berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah
(pilkada). Dimana setiap menjelang pilkada di wilayah kaya sumber daya alam,
muncul kecenderungan peningkatan pemberian izin usaha pertambangan. Izin
diberikan kepala daerah kepada pihak investor. Akan tetapi, pemberian konsesi
kepada investor tambang tersebut tidak gratis, sering kali disertai dengan ada
imbal jasa (kickback) dalam bentuk suap atau gratifikasi. Untuk setiap izin yang
13

dikeluarkan, nilai imbal jasanya bisa mencapai ratusan juta hingga miliaran
rupiah.
Kasus korupsi serupa juga dialami oleh Adriansyah, politisi PDI-P yang
juga mantan bupati. Adriansyah terbukti menerima suap lebih dari Rp 1 miliar
dari Andrew Hidayat, bos PT Mitra Maju Sukses, setelah memuluskan izin usaha
tambang di Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Selanjutnya Tahun 2015, Adriansyah
dinyatakan terbukti melakukan korupsi dan dijatuhi hukuman 3 tahun penjara oleh
majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta. Pelaku korupsi di
sektor pertambangan tidak saja orang, tetapi juga korporasi atau perusahaan.
Kasus lain yang juga melibatkan lahan dengan tanpa adanya pertalian
langsung dan keuntungan diterima dimasa yang akan datang yaitu kasus PT Tor
Ganda, dimana PT Tor Ganda menghancurkan dan mengalih-fungsikan secara
tidak sah kawasan Hutan Lindung milik Negara di Mahato menjadi perkebunan
kelapa sawit kelompoknya. Disamping mengalih-fungsikan kawasan hutan
lindung menjadi perkebunan sawit, PT Tor Ganda telah membangun Pabrik
Pengolahan Kelapa Sawit (PKS) dan perumahan bagi karyawannya juga diduga
tanpa memiliki Izin apapun dari pemerintah.
Untuk mendapatkan keuntungan yang lebih banyak dimasa yang akan
datang, PT Tor Ganda diduga sengaja membentuk Wadah Koperasi dalam
merambah kawasan Hutan lindung di Kabupaten Rokan Hulu yang diantaranya
adalah ; Kelompok Tani Tiur Ganda, Koperasi Harta Juliana, Koperasi Karya
Perdana dan Koperasi Sawit Mahato Bersatu (KSMB) yang berdomisili di
Kecamatan Tambusai Utara.
Kerjasama PT Tor Ganda dan KSMB merambah hutan lindung Mahato jelas
merugikan Negara. Disamping musnahnya species flora dan fauna, Negara juga
tidak mendapatkan pajak dan restribusi apapun terkait ilegalnya perkebunan
ribuan hektar yang dikelola PT Tor Ganda.
Kedua kasus yang kami hadirkan diatas sama-sama melibatkan lahan
dengan mengharapkan keuntungan yang akan diperoleh di masa datatang. Pada
kasus Nur Alam, korupsi dilakukan oleh pejabat daerah dengan memperoleh
keuntungan dari pihak yang diberikan perizinan usaha, sedangkan pada kasus
kedua korupsi dilakukan oleh pihak perusahaan dimana terjadi pengalih-fungsian
lahan pemerintah menjadi perkebunan kelapa sawit tetapi tidak mendapatkan

14

perizinan dari pemerintah pusat sehingga banyak menimbulkan kerugian bagi
negara.
2.5

Dampak Korupsi
1. Dampak Ekonomi
Korupsi memiliki berbagai efek penghancuran yang hebatterhadap
berbagai sisi kehidupan bangsa dan negara, khususnya dalam sisiekonomi sebagai
pendorong utama kesejahteraan masyarakat. Korupsi memilikikorelasi negatif
dengan tingkat investasi, pertumbuhan ekonomi, dandengan pengeluaran
pemerintah untuk program sosial dan kesejahteraan. alinimerupakan bagian dari
inti ekonomi makro. Kenyataan bah!a korupsimemilikihubungan langsung dengan
hal inimendorong pemerintah berupayamelanggulangi korupsi, baik secara
preventif, represif maupun kuratif. Di sisilainmeningkatnya korupsi berakibat
pada meningkatnya biaya barang dan jasa, yangkemudian dapat melonjakkan
utang negara. pada keadaan ini, inefisiensi terjadi,yaitu ketika pemerintah
mengeluarkan lebih banyak kebijakannamun disertai dengan maraknya praktik
korupsi, bukannya memberikan nilai positif misalnya perbaikan kondisi yang
semakin tertata, namun justru memberikan nilai negatif bagi perekonomian secara
umum. "isalnya, anggaran perusahaan yang sebaiknyadiputar dalam perputaran
ekonomi, justru dialokasikan untuk birokrasi yangujung-ujungnya terbuang masuk
ke kantong pribadi pejabat. Berbagai permasalahan ekonomi lain akan muncul
secara alamiah apabila korupsi sudahmerajalela yang dapat mengakibatkan
lesunya pertumbuhan ekonomi daninvestasi, rendahnya kualitas barang dan jasa
bagi publik,menurunnya pendapatan negara dari sektor pajak,meningkatnya
hutang negara. Contoh dampak ekonomi :
 Lesunya pertumbuhan ekonomi dan investasi
 Penurunan produktifitas
 Rendahnya kualitas barang dan jasa bagi publik
2. Dampak Sosial dan Masyarakat
Bagi masyarakat miskin, korupsi mengakibatkan dampak yang luar biasadan
saling bertaut satu sama lain. 'ertama dampak langsung yang dirasakan olehorang
miskin yakni semakin mahalnya jasa berbagai pelayanan publik,
rendahnyakualitas pelayanan, dan pembatasan akses terhadap berbagai pelayanan
vitalseperti air, kesehatan, dan pendidikan. Kedua, dampak tidak langsung
terhadaporang miskin yakni pengalihan sumber daya milik publik untuk
kepentingan pribadi dan kelompok, yang seharusnya diperuntukkan guna
kemajuan sektor sosial dan orang miskin, melalui pembatasan pembangunan. al
ini secaralangsung memiliki pengaruh kepada langgengnya kemiskinan yang
dapatmenimbulkan solidaritas social semakin langka dan demoralisasi sertad
apatmeningkatkan angka kriminalitas. Contoh dampak social dan masyarakat :
 Mahalnya harga jasa dan pelayanan publik
 Pengentasan kemiskinan berjalan lambat
15

 Terbatasnya akses bagi masyarakat miskin
3. Dampak Terhadap Politik dan Demokrasi
Dampak masif korupsi terhadap politik dan demokrasi antara
lain:a."emunculkan kepemimpinan korup karena kondisi politik yang carutmarut
dan cenderung koruptif. b.ilangnya kepercayaan publik pada demokrasi karena
terjadinya tindak korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh petinggi pemerintah,
legislatif,yudikatif atau petinggi partai politik.c."enguatnya plutokrasi 0sistem
politik yang dikuasai oleh pemilik modal1kapitalis%, dan d.ancurnya kedaulatan
rakyat yang disebabkan kekayaan negara hanyadinikmati oleh sekelompok
tertentu. Contoh dampak politik dan demokrasi :
 Munculnyakepemimpinan korup
 Hilangnya kepercayaan publik kepada demokrasi
4. Dampak Terhadap Otoritas Pemerintahan
Korupsi, tidak diragukan, menciptakan dampak negatif terhadap kinerjasuatu
sistem politik atau pemerintahan. Pertama, korupsi mengganggu kinerjasistem
politik yang berlaku. 'ada dasarnya, isu korupsi lebih sering bersifat personal,
namun, dalam manifestasinya yang lebih luas, dampak korupsi tidak saja bersifat
personal, melainkan juga dapat mencoreng kredibilitas organisasitempat si
koruptor bekerja. Ada tataran tertentu, imbasnya dapat bersifat sosial. Korupsi
yang berdampak sosial sering bersifat samar, dibandingkan dengandampak
korupsi terhadap organisasi yang lebih nyata. Kedua, publik cenderungmeragukan
citra dan kredibilitas suatu lembaga yang diduga terkait dengan tindak korupsi.
Ketiga,
lembaga
politik
diperalat
untuk
menopang
terwujudnya
berbagaikepentingan pribadi dan kelompok. ini mengandung arti bahwa lembaga
politik telah dikorupsi untuk kepentingan yang sempit (vested interest). Sering
terdengar tuduhan umum dari kalangan anti-neoliberalis bahwa lembaga multi
nasionalseperti perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan Bank Dunia adalah
perpanjangan kepentingan kaum kapitalis dan para hegemoni global yang ingin
mencaplok politik dunia di satu tangan raksasa. tuduhan seperti ini sangat
mungkin menimpa pejabat publik yang memperalat suatu lembaga politik untuk
kepentingan pribadi dan kelompoknya. Dalam kasus seperti ini, kehadiran
masyarkat sipil yang berdaya dan supremasi hukum yang kuat dapat
meminimalisir terjadinya praktik korupsi yang merajalela di masyarakat.
Sementara itu, dampak korupsi yang menghambat berjalannya fungsi pemerintah,
sebagai pengampu kebijakan negara, dapat dijelaskan sebagai berikut. Korupsi
menghambat peran negara dalam pengaturan alokasi. Korupsi menghambat negara
melakukan pemerataan akses dan aset. Korupsi juga memperlemah peran
pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi dan politik
5. Dampak Terhadap Penegakan Hukum
Dampak masif korupsi terhadap penegakan hukum dapat dirasakan
antaralain fungsi pemerintahan yang mandul karena korupsi mengikis banyak
kemampuan pemerintah untuk melakukan fungsi yang seharusnya, hilangnya
kepercayaan rakyat terhadap lembag anegara karena bobroknya penegakan hukum
16

di Indonesia. Seharusnyalah pemerintah menciptakan keteraturan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara dan bukan sebaliknya. Contoh dampak
terhadap penegakan hukum:
 Fungsi pemerintahan mandul
 Hilangnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga Negara
 Aparat yang mudah dibeli
2.6

Dasar Hukum Tindak Pidana Korupsi dan Upaya dalam Pemberantasan
Korupsi
Dasar hukum :
 UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih danBebas
KKN.
 UU No. 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 Ketetapan MPR No. X/MPR/1998 tentang Penyelengaraan Negara yangBersih
dan Bebas KKN.
 UU No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
 UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi(KPK).
 Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2004 tentangPercepatan
Pemberantasan Korupsi.
 Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2000 tentang Tata Cara PelaksanaanPeran
Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahandan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2005 tentang Sistem Manajemen SumberDaya
Manusia KPK.
Upaya pemberantasan korupsi :
Dengan memperhatikan faktor-faktor yang menjadi penyebab korupsi dan
hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pemberantasannya, dapatlah dikemukakan
beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menangkalnya, yakni :
1. Menegakkan hukum secara adil dan konsisten sesuai dengan peraturan perundangundangan dan norma-norma lainnya yang berlaku.
2. Menciptakan kondisi birokrasi yang ramping struktur dan kaya fungsi.
Penambahan/rekruitmen pegawai sesuai dengan kualifikasi tingkat kebutuhan, baik
dari segi kuantitas maupun kualitas.
3. Optimalisasi fungsi pengawasan atau kontrol, sehingga komponen-komponen
tersebut betul-betul melaksanakan pengawasan secara programatis dan sistematis.
4. Mendayagunakan segenap suprastruktur politik maupun infrastruktur politik dan
pada saat yang sama membenahi birokrasi sehingga lubang-lubang yang dapat
dimasuki tindakan-tindakan korup dapat ditutup.
17

5. Adanya penjabaran rumusan perundang-undangan yang jelas, sehingga tidak
menyebabkan kekaburan atau perbedaan persepsi diantara para penegak hukum
dalam menangani kasus korupsi.
6. Semua elemen (aparatur negara, masyarakat, akademisi, wartawan) harus memiliki
idealisme, keberanian untuk mengungkap penyimpangan-penyimpangan secara
objektif, jujur, kritis terhadap tatanan yang ada disertai dengan keyakinan penuh
terhadap prinsip-prinsip keadilan.
7. Melakukan pembinaan mental dan moral manusia melalui khotbah-khotbah,
ceramah atau penyuluhan di bidang keagamaan, etika dan hukum. Karena
bagaimanapun juga baiknya suatu sistem, jika memang individu-individu di
dalamnya tidak dijiwai oleh nilai-nilai kejujuran dan harkat kemanusiaan, niscaya
sistem tersebut akan dapat disalahgunakan, diselewengkan atau dikorup.

2.7

Kendala Dalam Pemberantasan Korupsi
Korupsi dapat terjadi di negara maju maupun negara berkembang seperti
Indonesia. Adapun hasil analisis penulis dari beberapa teori dan kejadian di
lapangan, ternyata hambatan/kendala-kendala yang dihadapi Bangsa Indonesia dalam
meredam korupsi antara lain adalah :
1. Penegakan hukum yang tidak konsisten dan cenderung setengah-setengah.
2. Struktur birokrasi yang berorientasi ke atas, termasuk perbaikan birokrasi yang
cenderung terjebak perbaikan renumerasi tanpa membenahi struktur dan kultur.
3. Kurang optimalnya fungsi komponen-komponen pengawas atau pengontrol,
sehingga tidak ada check and balance.
4. Banyaknya celah/lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan korupsi pada
sistem politik dan sistem administrasi negara Indonesia.
5. Kesulitan dalam menempatkan atau merumuskan perkara, sehingga dari contohcontoh kasus yang terjadi para pelaku korupsi begitu gampang mengelak dari
tuduhan yang diajukan oleh jaksa.
6. Taktik-taktik koruptor untuk mengelabui aparat pemeriksa, masyarakat, dan
negara yang semakin canggih.
7. Kurang kokohnya landasan moral untuk mengendalikan diri dalam menjalankan
amanah yang diemban.

18

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Korupsi adalah tindakan menguntungkan diri sendiri dan orang lain yang
bersifat busuk, jahat, dan merusakkan karena merugikan negara dan masyarakat luas.
Pelaku korupsi dianggap telah melakukan penyelewengan dalam hal keuangan atau
kekuasaan, pengkhianatan amanat terkait pada tanggung jawab dan wewenang yang
diberikan kepadanya, serta pelanggaran hukum. Dari segi tipologi, korupsi dapat
dibagi dalam tujuh jenis yang berbeda. Korupsi investif merupakan pemberian barang
atau jasa tanpa ada pertalian langsung dengan keuntungan tertentu, selain keuntungan
yang dibayangkan akan diperoleh di masa yang akan dating.
Korupsi terjadi karena kerakusan, kekejaman dan nafsu mengeruk keuntungan
para penguasa yang mengenggam kekuasaan untuk jangka waktu yang lama. Jadi
dalam hal ini korupsi lebih disebabkan faktor kepribadian pemimpin. Tetapi faktor
sosial, seperti pranata budaya, kemiskinan, penderitaan yang luar biasa, perubahan
politik besar-besaran, peperangan, sistem hukum yang tidak sempurna; pengaruh yang
berasal dari luar diri individu, semuanya bisa menjadi sebab-sebab terjadinya korupsi.
Upaya pemberantasan korupsi yang terdiri dari dua bagian besar, yaitu penindakan
dengan cara mengungkap tuntas berbagai kasus korupsi yang dilakukan oleh penguasa
dan pencegahan yang dilakukan dengan memberikan edukasi dan menumbuhkan
kesadaran akan budaya anti korupsi.

3.2

Saran
Berdasarkan dari uraian materi diatas maka dapat kita sadari bahwa sikap
untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sedini mungkin yang dapat
dimulai dari lingkungan keluarga.Dan pencegahan korupsi dapat dimulai dari hal
yang kecil. Dengan ditanamkannya budaya anti korupsi sejak dini maka akan
menghasilkan generasi penerus bangsa memiliki jiwa nasionalisme serta lebih
mengutamakan kesejahteraan rakyat dan tidak semata-mata mencari keuntungan
sendiri.

19

DAFTAR PUSTAKA
Nandi, Setiadi. Makalah Korupsi http://nandisetiadi.blogspot.co.id/2012/11/makalahkorupsi.html. Diakses pada tanggal 24 September 2016.
Ali,
Hamzah.
Korupsi
dan
Upaya
Pemberantasan
Korupsi
di
Indonesia.
http://stscyber42.blogspot.co.id/2014/02/korupsi-dan-upaya-pemberantasan-korupsi.html.
Diakses
pada tanggal 24 September 2016.
Anonim, Faktor Penyebab Terjadinya Korupsi http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id/index.php?
a=artikel&id=147.Diakses pada tanggal 24 September 2016.

Khairi, Muhammad Yudil.2014. Korupsi, Penyebab Dan Strategi Pemberantasannya. http://
www.antikorupsi.org/id/content/korupsi-sektor-pertambangan. Diakses pada tanggal 24
September 2016.
Satrio Arismunandar. 2010. Korupsi: Definisi, Ciri-Ciri, Dan Tipologinya
http://satrioarismunandar6.blogspot.co.id/2010/11/korupsi-definisi-ciri-ciri-dan.html. Diakses
pada tanggal 24 September 2016.
Tim Penyusun Pusdiknakes. 2014. Buku Ajar Pendidikan Budaya Anti Korupsi.Jakarta; Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan.

20

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

PROSES KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM SITUASI PERTEMUAN ANTAR BUDAYA STUDI DI RUANG TUNGGU TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

97 602 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP SIKAP TENTANG KORUPSI PADA MAHASISWA

11 131 124

BUDAYA KEMISKINAN BURUH NELAYAN DESA KILENSARI KECAMATAN PANARUKAN KABUPATEN SITUBONDO

2 53 6

HUBUNGAN ANTARA BUDAYA ORGANISASI DENGAN KINERJA TENAGA KEPERAWATAN DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD BANGIL KABUPATEN PASURUAN

6 92 18

PENGARUH HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP TINGKAT APLIKASI NILAI KARAKTER SISWA KELAS XI DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH DI SMA NEGERI 1 SEPUTIH BANYAK KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

23 233 82

JUDUL INDONESIA: IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA METRO\ JUDUL INGGRIS: IMPLEMENTATION OF INCLUSIVE EDUCATION IN METRO CITY

1 56 92