strategi Pengembangan Koleksi Institutio Indonesia

Strategi Pengembangan Koleksi Institutional
Repository di Perpustakaan Perguruan Tinggi
Rory Ramayanti1
Roryramayanti24@gmail.com

Email yang akan dikirim: media.pustakawan@gmail.com
wipa@mail.uajy.ac.id

Abstrak
Institutional repository atau simpanan kelembagaan merupakan salah satu bentuk
dari koleksi diperpustakaan. Institutional repository hadir sebagai dampak dari
keberadaan perpustakaan digital dan dengan kesadaran oleh lembaga-lembaga
induk perpustakaan untuk mendigitalisasikan karya lembaga mereka mengingat
banyak sekali manfaat yang ditimbulkan oleh digitalisasi koleksi perpustakaan.
pentingnya dengan koleksi lain, Instirutional repository juga memuat informasi
yang sangat berguna bagi pengguna. Untuk perpustakaan perguruan tinggi
institutional repository mendukung dalam kegiatan pembelajaran maupun
penelitian. Untuk itu diperlukan sebuah strategi dalam pengembangannya agar
koleksi institutional repository dapat berdaya guna semaksimal mungkin. Suatu
model pengembangan koleksi dinilai penting untuk di adopsi oleh pengembangan
institutional repository itu sendiri. Hal ini mengingat selama ini pengembangan

koleksi hanya memberikan perhatian lebih pada koleksi material saja sementara
koleksi yang berbentuk digital sering sekali terabaikan. Padahal koleksi
perpustakaan terus berkembang dalam berbagai format dan media yang tentu saja
berbeda dalam penanganannya.

Kata Kunci: Pengembangan koleksi, institutional repository, perpustakaan perguruan tinggi

Pendahuluan
1

Mahasiswa Program Pasca Sarjana Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi,
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Menghadapi banjirnya informasi pada saat sekarang ini, diperlukan sikap
selektif untuk memilih informasi yang sesuai kebutuhan dan jelas validitasnya.
Perpustakaan sebagai lembaga informasi, mengelola koleksi yang memuat banyak
informasi. Agar koleksi perpustakaan dapat memberikan manfaat serta memenuhi
kebutuhan penggunanya, maka diperlukan strategi dalam pengelolaannya.
Pengembangan koleksi merupakan salah satu aktivitas di perpustakaan yang
mengendalikan setiap koleksi yang ada diperpustakaan. Hal ini penting dilakukan

untuk mejaga eksitensi dari perpustakaan itu sendiri karena koleksi merupakan
kekuatan dari perpustakaan. di perpustakaan perguruan tinggi sendiri koleksi
merupakan sebuah landasan awal bagi perpustakaan perguruan tinggi. Berbagai
informasi penting yang dapat memenuhi semua kebutuhan sivitas akademika
tersedia di perpustakaan ( Alire, 2004: 217).
Koleksi perpustakaan tidak hanya mencakup mengenai printed material saja
tetapi juga terdapat koleksi elektonik (electonic materials). Koleksi ini terbentuk
karena adanya lingkungan elektonik yang mebuat beberapa tantangan bagi
perpustakaan dan pusat informasi. Dalam hal ini pengguna menuntut adanya
koleksi yang memenuhi kriteria mereka yaitu mencakup kemudahan akses, sesuai
kebutuhan, gratis, dan kemudahan dalam menseleksi koleksi yang dibutuhkan
(Evans & Saponaro, 2005: 154).
Institutional Repositories (IR) merupakan salah satu jenis dari koleksi
elektronik. IR atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah “simpanan
kelembagaan” merupakan sebuah kegiatan yang menghimpun dan melestarikan
koleksi digital yang merupakan hasil karya intelektual dari sebuah komunitas
tertentu (Pendit, 2008: 137). Beberapa waktu terakhir timbul sebuah ketertarikan
antar perpustakaan khususnya mengenai pengaturan akademis yang mencakup
konsep dari IR. Pada abad ke-21 IR mengalami pertumbuhan yang sangat ekstrim.
Khusus untuk jenis perpustakaan perguruan tinggi koleksi repositori

berkembang dengan cepat. Langkah yang diambil oleh perpustakaan untuk
mendigitalisasikan koleksi tidaklah mengherankan mengingat biaya perawatan

yang dikeluarkan perpustakaan untuk merawat dokumen digital jauh lebih murah
jika

dibandingkan

dengan

harus

merawat

ribuan

dokumen

tercetak


diperpustakaan.
Makalah ini khusus membahas mengenai institutional repository karena
koleksi ini yang paling banyak dicari mahasiswa di perguruan tinggi. Dari sekian
banyak institutional repository di perguruan tinggi tentu saja pengguna akan
merasa kesulitan dalam mencari koleksi tersebut. melihat hal demikian maka
diperlukan sebuah penyimpanan dalam bentuk digital yang memudahkan dalam
hal akses dan tidak memerlukan ruangan yang besar untuk penyimpanan selain.
Institutional repository juga dapat membantu penulis dan peneliti di perguruan
tinggi dalam mempublikasikan hasil karya mereka sendiri tanpa memerlukan
biaya yang banyak.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis studi literatur yaitu dengan mengumpulkan data
pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian (Zed, 2008:3).
Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data pustaka yang berkenaan dengan
pengembangan koleksi bahan pustaka dan institutional repository. Dari data
tersebut kemudian penulis mencoba mendiskripsikan konsep mengenai strategi
pengembangan institutional repository pada perpustakaan perguruan tinggi.
Rumusan Masalah
Bagaimana strategi pengembangan koleksi institutional repository di
perpustakaan perguruan tinggi.

Perpustakaan Perguruan Tinggi
Perpustakaan perguruan tinggi ialah perpustakaan yang terdapat pada
perguruan tinggi, badan bawahannya maupun lembaga yang berfiliasi dengan
perguruan tinggi, dengan tujuan utama membantu perguruan tinggi mencapai
tujuannya (Sulistyo-Basuki, 2011: 2.17). tujuan perguruan tinggi di Indonesia
dikenal dengan nama Tri Dharma perguruan tinggi (pendidikan, penelitian,
dan pengabdian

masyarakat) maka perpustakaan perguruan tinggi pun

bertujuan membantu melaksanakan kegiatan dharma perguruan tinggi, yang
termasuk perpustakaan perguruan tinggi ialah perpustakaan jurusan, bagian,
depatemen (bukan departemen seperti kementrian), universitas, institut,
sekolah tinggi, akademi maupun program perpustakaan non gelar.
Secara umum tujuan perpustakaan perguruan tinggi adalah sebagai berikut
(Sulistyo-Basuki, 2011: 2.18-2.19):
a. Memenuhi keperluan informasi masyarakat perguruan tinggi, lazimnya staf
pengajar dan mahasiswa. Sering pula mencakup tenaga adminstrasi
perguruan tinggi.
b. Menyediakan materi perpustakaan rujukan (referensi) pada semua tingkat

akademis, artinya mulai dari mahasiswa tahun pertama hingga ke
mahasiswa program pascasarjana dan pengajar.
c. Menyediakan ruangan belajar untuk pemakai perpustakaan
d. Menyediakan jasa peminjaman yang tepat guna bagi berbagai jenis
pemakai
e. Menyediakan jasa informasi aktif yang tidak saja terbatas pada lingkungan
perguruan tinggi tetapi juga lembaga industri lokal.
Pengembangan Koleksi

Collection development process (Evans & Saponaro, 2005: 8)

Pengembangan

koleksi

(collection

development)

adalah


proses

menyeluruh bagi perpustakaan dan pusat informasi. Terdapat enam komponen
besar dari proses pengembangan koleksi tersebut yaitu analisis komunitas;
kebijakan seleksi, seleksi, akusisi, penyiangan, dan evaluasi. Kegiatan ini terus
berjalan dalam bentuk siklus konstan selama perpustakaan atau pusat
informasi tersebut masih eksis (Evans & Saponaro, 2005: 7).
Pada perpustakaan perguruan tinggi, pengembangan koleksi berisi
pedoman dan pekerjaan yang mencakup pada wilayah (Alire, 2004: 222) :
1. Membedakan tanggung jawab antara pustakawan dan fakultas dalam proses
pengembangan koleksi
2. Penilaian kebutuhan pengguna
3. Kebijakan pengembangan koleksi lokal
4. Sumber seleksi
5. Bagaimana perpustakaan menyeimbangkan antara koleksi tercetak dengan
media lainnya dan sumber digital
6. Sistem akuisisi
7. Menentukan standar penilaian koleksi
8. Penyiangan

9. presevasi
Pengembangan koleksi merupakan suatu proses kegiatan yang
mencakup sejumlah kegiatan yang berhubungan dengan koleksi perpustakaan,
termasuk menetapkan dan koordinasi terhadap kebijakan seleksi, penilaian
terhadap kebutuhan pengguna dan pengguna potensial, kajian penggunaan
koleksi, evaluasi koleksi, identifikasi kebutuhan koleksi, seleksi bahan
pustaka, perencanaan untuk bekerja sama, pemeliharaan koleksi, dan
penyiangan.

A. Institutional Repository (IR)
a. Pengertian dan Sejarah Institutional Repositories (IR)

Institutional repository di awali dengan sebuah inisitif untuk
memudahkan pencarian dalam skala besar serta presevasi dalan bentuk
digital content. The Research Libraries Group dan OCLC mengembangkan
konsep trusted digital repositories dengan tujuan untuk mengembangkan
kepercayaan, akses jangka panjang untuk mengelola sumber digital, serta
untuk melakukan preservasi untuk konten digital. Istilah digital repository
tersebut kemudian berkembang menjadi arsip digital dan institutional
repository (Johnson, 2009: 167).

Salah satu institutional repository yang pertama kali dikembangkan
yaitu di Massachusetts Institute dengan menggunakan teknologi Dspace.
Pada tahun 2000 Massachusets of Technology’s (MIT) berkolaborasi dengan
Hewlett-Packard mengembangkan Dspace, sebuah software open source
yang di desain untuk memfasilitasi penyimpanan digital dan mengakses
serta berbagi materi arsip. Sofware ini diperkenalkan pada tahun 2002 dan
beberapa universitas menjadi anggotanya yaitu Cambridge dan University
of Maryland. Selanjutnya berkembang juga berbagai software dari
institutional repository lainnya yang berbasis disiplin ilmu , seperti e-Print
archive yang di terapkan oleh Paul Ginsparg dan pekerja di Cornell
University (Johnson, 2009: 167). Sekarang institutional repository telah
mengalami perkembangan yang sangat pesat mencakup dari banyak
universitas di dunia.
Repository (simpanan) sama populernya dengan kata akses,
menunjukkan betapa konsep perpustakaan digital merupakan kelanjutan
tradisi yang sudah mengakar dalam kepustakawanan (librarianship)
universal. Istilah institutional repository atau “simpanan kelembagaan”
merujuk ke sebuah kegiatan menghimpun, melestarikan koleksi digital

yang merupakan hasil dari karya intelektual dari sebuah komunitas tertentu

(Alire, 2004: 137).
Institutional repositories (IR) is an online, digital archive, set up and
hosted by an institution to house research publication and other materials
written by its staff (Fieldhouse & Marshall, 2012: 149).
Cliffords Lyinch dalam Evans menjelaskan bahwa sebuah universitas
yang berbasis institutional repository

adalah seperangkat ketetapan

pelayanan universitas yang menawarkan kepada anggota dari komunitas
untuk mengatur dan menyebarkan material digital yang dibuat oleh institusi
dan anggota komunitasnya sendiri. Diperlukan komitmen organisasi untuk
penanganan koleksi tersebut, mencakup kesesuaian dalam preservasi jangka
panjang, sebagaimana akses dan distribusinya di atur oleh organisasi
(Evans & Saponaro, 2005: 154).
b. Jenis Koleksi Institutional Repository

Seperti telah dijelaskan diatas

bahwa institutional repository


merupakan sebuah kegiatan dalam mengumpulkan dan melestarikan
koleksi digital yang mencakup semua karya intelektual komunitas tertentu.
Hal ini relevan dengan istilah literatur kelabu (grey literature) yang
didefinisikan sebagai semua karya ilmiah dan non ilmiah yang dihasilkan
oleh perpustakaan perguruan tinggi atau lembaga induk lainnya dari
perpustakaan yang bersangkutan. Hanya saja perbedaan mendasar dari
institutional repository dengan literatur kelabu terletak pada formatnya.
Institutionsl repository sudah jelas formatnya berbentuk digital. Koleksi
yang termasuk kedalam literatur kelabu (grey literature) adalah:2
a. Skripsi, tesis, dan disertasi
b. Makalah seminar, simposium, konferensi, dan sebagainya
c. Laporan penelitian, dan laporan kegiatan lainnya
2

Yuyu Yulia Janti & Janti G Sujana, Pengembangan Koleksi (Jakarta: Universitas
Terbuka, 2009) hlm. 1.7

d. Publikasi internal, termasuk majalah, buletin, dan sebagainya.
c. Karakteristik Institutional Repository
Menurut pendit, karateristik dari institutional repository ini mengacu pada
sebagian skenario dari trusted repository. Reserach Library Group (2000)
dalam pendit mendefinisikan trust digital repository (sarana penyimpanan
yang dapat dipercaya) sebagai sebuah sarana penyimpanan dengan fasilitas
akses jangka panjang yang dapat diandalkan bagi pemanfaatan sumber daya
digital untuk keperluan komunitas tertentu.3 Adapun karateristik dari
institutinal repository yang mengacu pada skenario trusted repository adalah
sebagai berikut:
1. Diberlakukan di lingkungan perguruan tinggi yang memiliki sebuah
perpustakaan dengan sejumlah besar koleksi penting bagi perkembangan
ilmu. Koleksi perpustakaan digital disini tentu dikembangkan untuk
mendukung kegiatan pengajaran dan penelitian, berbentuk pangkalan data
online, jurnal elektronik, karya sivitas akademika (skripsi, tesis, dan
disertasi) dan materi kuliah berbentuk digital, serta rekaman-rekaman
records) yang berkaitan dengan institusi pendidikan itu.
2. Komunitas utama yang harus dilayaninya adalah sivitas akademika, namun
semakin sering ada universitas yang melayani publik lebih luas, di
lingkungan akademik di luar universitas yang bersangkutan. Pihak
perpustakaan biasanya berasumsi bahwa akses ke trusted repository
dilakukan melalui jaringan lokal maupun internet, namun semakin banyak
pula perpustakaan universitas yang menyediakan komputer di gedung
perpustakaan bagi pengguna yang ingin tetap datang berkunjung.
3. Akses ke perpustakaan digital universitas biasanya dilakukan melalui
proses autentifikasi di dalam kerangka pengaturan hak-hak kepemilikan
intelektual (intelectual property right). Pengaturan akses terhadap karya-

3

Putu Laxman Pendit, Perpustakaan Digital ... hlm, 45

karya lokal, seperti tesis, disertasi, dan hasil-hasil penelitian, dapat
sepenuhnya berada dalam kendali universitas lewat perpustakaan.
4. Dari segi penyediaan sarana penyimpanan digital, seringkali perpustakaan
bekerja sama dengan pusat komputer universitas yang pada umumnya
bertindak sebagai pengembang dan perawat sistem.
5. Diterapkan di sebuah himpunan institutional repository yang dipublikasi
melalui sebuah jaringan komputer. Beberapa institusi

bersepakat

membentuk sistem kerjasama, menyisihkan sebagian sarana mereka untuk
sistem pentimpanan dan cadangan (backup). Manajemen data, mulai dari
pengiriman, penyimpanan, sampai pengaturan akses, dilakukan dengan
sebuah perangkat lunak open-source yang dikembangkan bersama-sama
dalam bentuk kolaborasi. Setiap judul IR disimpan setidaknya di empat
lokasi geografis untuk mengurangi risiko kehilangan data yang disbabkan
kerusakan induk komputer (server). Jika satu induk mengalami kerusakan
atau tersrang virus, ada perangkat lunak yang mendeteksi dan memperbaiki
keruskan atau memindahkan data secara sementara ke sebuah komputer
lokal sebelum berusaha memasukkan kembali data yang sudah diperbaiki
ke dalam jaringan.
6. Akses

terhadap

lokasi

bersama

ini

dikendalikan

melalui

sistem

lisensi/perijinan dan dilaksanakan dalam bentuk penggunaan kata sandi
(password) untuk setiap pengguna. Perangkat lunak opensource diharapkan
akan meminimalkan kebutuhan pengelolaan teknis maupun biaya
pengembangan dan perawatan.

Strategi Pengembangan Institutional Repository di Perpustakaan Perguruan
Tinggi
A. Analisis komunitas

Kampus merupakan tempat pembelajaran yang tidak pernah ada
habisnya.

Hal

tersebut

harus

dimengerti

oleh

pustakawan

untuk

mengefektifkan proses pengembangan koleksi. Pustakawan harus mengetahui
apa saja yang menjadi ketertarikan pengguna perpustakaan di perguruan
tinggi. Perpustakaan

yang harus memenuhi kebutuhan informasi semua

sivitas akademik dengan tujuan mendukung terlaksananya Tri Darma
perguruan tinggi di universitas tempat perpustakaan tersebut berada. Untuk
mengetahui kebutuhan pengguna, kita harus menidentifikasi apa saja yang
menjadi ketertarikan dari perguruan tinggi tersebut. sebelum melakukan
analisis komunitas, terlebih dahulu perpustakaan harus mengenali masyarakat
yang dilayaninya. Masyarakat yang dilayani oleh perpustakaan perguruan
tinggi lebih homogen jika dibandingkan pada perpustakaan umum karena halhal berikut ini:4
a. Masyarakat perguruan tinggi mempunyai tujuan yang sama
b. Kelompok umur yang rata-rata sama
c. Latar belakang pendidikan yang sama (semua berasal dari sekolah lanjutan
atas).
B. Kebijakan seleksi
Setelah data mengenai penilaian kebutuhan pengguna terkumpul maka
tahap selanjutnya adalah membuat kebijaka pengembangan koleksi. Kebijakan
seleksi hanya berisi petunjuk mengenai pemilihan bahan pustaka. Sementara
kebijakan pengembangan koleksi mencakup pada wilayah yang lebih luas
seperti hadiah, kerjasama, penyiangan dan sebagainya. Hal tersebut
menyebabkan beberapa perpustakaan lebih banyak menggunakan istilah
kebijakan pengembangan koleksi.
Untuk koleksi repository, karena formatnya berbentuk digital tentu saja
memiliki kebijakan yang berbeda dengan koleksi yang bebentuk tercetak.
4

Yuyu Yulia & Janti G. Sujana, Pengembangan Koleksi (Jakarta: Universitas Terbuka,
2009) hlm. 1.21

Banyak perpustakaan yang ketika membuat kebijakan pengembangan koleksi
hanya berfokus pada koleksi berbentuk tercetak saja. Sementara koleksi
dengan format yang berbeda kurang diperhatikan. Padahal nilai informasi dari
koleksi tersebut tidak kalah pentingnya dengan koleksi berbentuk tercetak. Hal
ini menyebabkan seringkali koleksi repository mengalami kesalahan dalam
pengelolaannya.
Koleksi repository menurut Evan & Saponaro, digolongkan kedalam
sumber elektronik. Kebijakan pengembangan koleksi yang berkaitan dengan
repository harus mencakup pada siapa yang bertanggung jawab atas
pengelolaan repositori; akses internet; siapa saja yang boleh menggunakan;
copy right; pernyataan mengenai up-grade soft ware dan hard ware serta
biaya yang dibutuhkan untuk melakukan up-grade komponen tersebut; dan
kebijakan mengenai peng-abstrakan.5
C. Seleksi
Terdapat empat kategori dasar dari seleksi sumber elektronik yaitu, isi,
akses, komponen pendukung, dan biaya.6
1. Isi
Selektor harus menyeleksi kualitas isi dari institutional repository.
Tidak semua karya lembaga harus di digitalisasikan menjadi instituional
repository. Jika selain ini kita menganggap bahawa institutional repository
identik dengan karya akhir mahasiswa dalam bentuk skripsi, tesis, dan
disertasi. Ternyata koleksi repository memiliki beberapa jenis seperti yang
telah penulis uraikan pada bab sebelumnya. Untuk itu tim selektor harus
mempertimbangkan apa-apa saja yang menjadi koleksi repository.
Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah apakah repository tersebut
memiliki isi yang up-date, komplit, dan menyediakan informasi yang
akurat.
5

G. Edward Evans & Margaret Zarnosky Saponaro, Developing Library and... hlm. 64

6

Ibid., hlm. 163-172

Seperti telah dijelaskan diatas

bahwa institutional repository

merupakan sebuah kegiatan dalam mengumpulkan dan melestarikan
koleksi digital yang mencakup semua karya intelektual komunitas tertentu.
Hal ini relevan dengan istilah literatur kelabu (grey literature) yang
didefinisikan sebagai semua karya ilmiah dan non ilmiah yang dihasilkan
oleh perpustakaan perguruan tinggi atau lembaga induk lainnya dari
perpustakaan yang bersangkutan. Hanya saja perbedaan mendasar dari
institutional repository dengan literatur kelabu terletak pada formatnya.
Institutionsl repository sudah jelas formatnya berbentuk digital. Koleksi
yang termasuk kedalam literatur kelabu (grey literature) adalah:7
e. Skripsi, tesis, dan disertasi
f. Makalah seminar, simposium, konferensi, dan sebagainya
g. Laporan penelitian, dan laporan kegiatan lainnya
h. Publikasi internal, termasuk majalah, buletin, dan sebagainya.
2. Akses
Pustakawan harus mempertimbangkan hak akses bagi pengguna.
Ketika koleksi repository siap untuk dilayankan maka, idealnya sebuah
koleksi repository harus bisa diakses selama 24 jam, di lokasi manapun
dengan biaya yang di kontrol dan tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan
dilingkungan kampus saja.
Setiap perguruan tinggi memiliki kebijakan yang berbeda-beda
mengenai hak akses terhadap repositorinya masing-masing. Hal ini
disebabkan oleh berbagai isu seperti copy right dan plagiarism. Seperti
contohnya ada perpustakaan yang membatasi hak akses untuk karya akhir
mahasiswa yaitu hanya beberapa bab saja dan ada juga yang memberikan
akses full text menyangkut dengan karya akhir mahasiswanya.

7

Yuyu Yulia Janti & Janti G Sujana, Pengembangan Koleksi (Jakarta: Universitas
Terbuka, 2009) hlm. 1.7

Kebijakan close acces ataupun open acces yang berbeda bagi setiap
perpustakaan perguruan tinggi tentu saja berdasarkan proses pertimbangan
yang sangat matang oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. Meskipun
demikian, dengan kebijakan yang berbeda tersebut hendaknya tidak
menjadi hambatan bagi perpustakaan untuk menyediakan dan melayankan
informasi bagi penggunanya. Sehingga informasi yang disediakan oleh
perpustakaan dapat membanatu dan memberikan manfaat bagi pengguna
dalam penyelesaian masalah ataupun tugas-tugas mereka.
3. Komponen pendukung
Untuk bisa memanfaatkan koleksi IR diperlukan alat bantu seperti
hardware, software dan jaringan untuk mengakses koleksi tersebut.
hardwarenya terdiri dari perangkat PC ataupun note book. Ada beberapa
software open source yang digunakan untuk membangun institutional
repository yaitu, Dspace, E-prints, Fedora dan Greenstone.8
4. Biaya
Koleksi repository tidak memerlukan banyak biaya dalam
pengadaannya. Karena koleksi tersebut diciptakan oleh lembaga induk dari
perpustakaan itu sendiri. Sudah menjadi kewajiban bagi semua sivitas
akademika

memberikan

hasil

karyanya

untuk

dijadikan

koleksi

perpustakaan. Tetapi karena penggunaannya membutuhkan komponen
lain, biaya dibutuhkan dalam meng-upgrade, dan merawat komponen
pendukung.
D. Akuisisi
Pengadaan instituonal repository relatif mudah karena hanya berhubungan
dengan internal kampus. Pustakawan harus aktif dalam mengumpulkan karyakarya yang diciptakan oleh lembaga induknya. Selain itu juga harus
8

Ajay Kumar Sharma, Kevinino Meichieo & Nimai Chand Saha, Institutional
Repositories and Skills Requirements, A New Horizon to Preserve the Intellectual Output: An
Indian Perspective, (Planner, 2008) dalam http://ir.inflibnet.ac.in/bitstream/1944/1145/1/30.pdf
akses pada 6 Mei 2015 jam 14:20 WIB

membangkitkan kesadaran kepada sivitas akademika untuk memberikan karya
mereka secara suka rela untuk dijadikan koleksi perpustakaan. untuk
pengadaan karya akhir misalnya, Perpustakaan bekerja sama dengan fakultas
untuk mewajibkan penyerahan karya akhir sebagai syarat untuk mengikuti
wisuda. Dengan demikian, para mahasiswa akan merasa bahwa dengan
menyerahkan karya akhir mereka ke perpustakaan merupakan sebuah
keharusan. Agar mudah dalam proses digitalisasi selain bentuk tercetak karya
tersebut juga harus diserahkan dalam format digital (soft file).
Karena institutional repository berbentuk digital, Proses digitalisasi
diawali dengan membongkar tesis/karya akhir menjadi lembaran-lembaran
kertas yang siap untuk dipindai (di-scan). Proses pembongkaran ini dapat
dilakukan in-house yaitu dikerjakan sendiri di dalam gedung perpustakaan
oleh petugas perpustakaan yang menguasai masalah penjilidan, atau dapat
pula dikerjakan oleh pihak lain (outsourching), yaitu kepada percetakan atau
tempat fotocopy yang lokasinya berdekatan dengan perpustakaan. apabila
proses scanning ini telah selesai maka karya akhir tersebut dijilid kembali oleh
petugas yang bersangkutan.
Proses digitalisasi tersebut dibedakan menjadi 3 (tiga) kegiatan utama 9,
yaitu:
1. Scanning, yaitu proses memindai (men-scan) dokumen dalam bentuk cetak

dan mengubahnya ke dalam bentuk berkas digital. Berkas yang dihasilkan
dalam contoh ini adalah berkas PDF. Contoh alat yang digunakan untuk
memindai dokumen adalah Canon IR2200. Mesin lain yang kapasitasnya
lebih kecil dapat digunakan sesuai dengan kemampuan perpustakaan.
2. Editing, adalah proses mengolah akses PDF di dalam komputer dengan cara

memberikan password, watermark, catatan kaki, daftar isi, hyperlink, dan
sebagainya. Kebijakan mengenai hal-hal apa saja yang perlu diedit dan
9

Putu Laxman Pendit, dkk, Perpustakaan Digital: Perpektif Perpustakaan Perguruan

tinggi Indonesia, (Jakarta: Sagung Seto, 2007) hlm. 243-246

dilindungi di dalam berkas tersebut disesuaikan dengan kebijakan yang
telah ditetapkan diperpustakaan.
3. Uploading, adalah proses pengisian (input) metadata dan meng-upload

berkas tersebut ke digital library. Berkas yang di-upload adalah berkas
PDF yang berisi full text karya akhir dari mulai halaman judul hingga
lampiran, yang telah melalui proses editing. Dengan demikian file tersebut
telah dilengkapi dengan password, daftar isi, watermark, hyperlink, catatan
kaki, dan lain-lain. sedangkan metadata yang diisi meliputi nama
pengarang, judul, abstrak, subjek, tahun terbit, dan lain-lain.
Pada tahap akhir digitalisasi, terdapat dua buah server, sebuah server
berhubungan dengan intranet, berisi seluruh metadata dan full text karya akhir
yang dapat diakses oleh seluruh pengguna di dalam Local Area Network
(LAN) universitas yang bersangkutan. Sedangkan server yang terkahir adalah
sebuah server yang terhubung ke internet, berisi metadata dan abstrak karya
akhir tersebut. pemisahan kedua server ini bertujuan keamanan data. dengan
demikian, full text karya akhir hanya dapat diakses dari dalam LAN,
sedangkan melalui internet, karya akhir ini dapat diakses sampai dengan
abstraknya saja.
Apabila

pimpinan

universitas

dan penulis

karya

akhir

tersebut

mengijinkan, ada baiknya halaman judul, daftar isi, Bab 1, Bab Kesimpulan
dan Saran, serta daftar pustaka di-upload ke internet pula, karena informasi
tersebut akan sangat membantu bagi peneliti yang akan melakukan penelitian
lanjutan. Demikian pula apabila akan dibentuk sebuah konsorsium
perpustakaan digital, maka perlu disepakati bersama mengenai bagian-bagian
yang diperbolehkan untuk diakses melalui internet dan mana yang tidak.
E. Penyiangan
Pendigitalisasian koleksi merupakan suatu bentuk dari preservasi koleksi
tercetak.10 Pendigitalisasian koleksi diharapkan mampu menjadi solusi
10

Maggie Fieldhouse & Audrey Marshall, Collection Development in the Digital... hlm. 324

terhadap terbatasanya ruangan untuk penyimpanan koleksi secara fisik.
Bayangkan saja jika koleksi tercetak seperti karya akhir mahasiswa yang terus
mengalami penambahan setiap tahunnya tetap disimpan dalam bentuk fisik
sementara pertumbuhan tersebut tidak diiringi dengan penambahan ruangan
penyimpanan koleksi.
Selain itu masalah preservasi juga menjadi hal yang sangat menarik untuk
diperhatikan jika dikaitkan dengan institutional repository. Salinan koleksi
dalam format digital tidak akan merusak informasi yang terkandung didalam
koleksi. Hal ini berbeda dengan koleksi dalam format cetak yang sangat rentan
sekali terkena ancaman kerusakan secara fisik baik secara alami seperti
bahaya kebakaran, gempa bumi, serangan hewan kecil dan lain sebagainya.
Selama perpustakaan dapat menjamin akses terhadap institutional repository
tersebut maka informasi yang tersimpan di dalam koleksi instutional
repository dapat digunakan selama mungkin oleh pengguna perpustakaan.
F. Evaluasi
Evaluasi pada koleksi Institutional repository harus berfokus pada
kebutuhan pengguna dalam jangka panjang. Perpustakaan harus membuat staf
khusus yang mengelola koleksi institutional repository. Staf khusus ini
diusahakan terpisah dari staf yang mengelola perpustakaan digital karena staf
pengelola institutional repository bertugas untuk mengembangkan dan
memenuhi kebutuhan pengguna akan koleksi institutional repository.
Perpustakaan harus memiliki pengalaman dalam mendengarkan pendapat
pengguna mengenai informasi yang mereka butuhkan. hal ini dijadikan
sebagai langkah yang krusial untuk melakukan seleksi terhadap isi dari bahan
pustaka, baik dalam format digital maupun tercetak. Evaluasi dalam koleksi
instituonal repository mencakup beberapa hal seperti daya guna koleksi,
kebijakan dalam hal akses, dan manajemen konservasi dan preservasi.

PENUTUP

A. Kesimpulan
Di perpustakaan perguruan tinggi institutional repository terus
mengalami pertumbuhan sesuai dengan dinamika keilmuan yang terjadi di
kampus tersebut. untuk mengendalikan koleksi tersebut secara umum terdapat
enam komponen didalam pengembangan koleksi yaitu analisis komunitas;
kebijakan seleksi, seleksi, akusisi, penyiangan, dan evaluasi.
1. Analisis Komunitas: pada tahap ini perpustakaan mengidentifikasi
kebutuhan-kebutuhan civitas akademika khusus mengenai penggunaan
instituonal repository
2. Kebijakan seleksi: Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menulis
kebijkan institutional repository yaitu siapa yang bertanggung jawab atas
pengelolaan repositori; akses internet; siapa saja yang boleh menggunakan;
copy right; pernyataan mengenai up-grade soft ware dan hard ware serta
biaya yang dibutuhkan untuk melakukan up-grade komponen tersebut; dan
kebijakan mengenai peng-abstrakan
3. Seleksi : beberapa komponen dari seleksi instutional repository mencakup
akses, isi, biaya, dan komponen pendukung
4. Akuisisi : untuk pengadaan institutional repository, perpustakaan harus
bekerja

sama

dengan

pihak

internal

kampus,

fakultas-fakultas

menumbuhkan kesadaran bagi mereka untuk secara sukarela menyerahkan
karya mereka untuk dijadikan sebagai koleksi perpustakaan. Jika karya
tersebut tidak berbentuk born digital maka perpustakaan harus melakukan
proses pendigitalisasian koleksi tersebut agar formatnya berubah berbentuk
digital.
5. Penyiangan : berbeda dengan penyiangan dalam bentuk tercetak,
institutional repository tidak membutuhkan tempat dalam bentuk fisik
untuk penyimpanan koleksi. Tetapi, perpustakaan harus menjamin akses
kepada pengguna sehingga koleksi tersebut dapat digunakan selama
mungkin.

6. Evaluasi : evaluasi institusional repository harus berfokus pada kebutuhan
pengguna dalam jangka panjang. Perpustakaan perlu menyediakan staf
khusus untuk mengelola institutional repository.
B. Saran
Meskipun konsep dasar pengembangan institutional repository bisa
dikatakan sama dengan pengembangan koleksi dalam bentuk tercetak, tetapi
memilik perbedaan dari segi pelaksanannya. Hal ini perlu diperhatikan untuk
menjamin pendaya gunaan instututional repository. Perpustakaan harus
membuat kebijaka khusus mengenai pengembangan koleksi dengan format
digital. Staf yang berkompeten juga dibutuhkan dalam pengembangan
institutional repository itu sendiri. Hal ini perlu diperhatikan mengingat
pentingnya keberadaan koleksi tersebut terutama di lingkungan perpustakaan
perguruan tinggi.
Daftar Pustaka
Camilia A. Alire, Academic Librarianship (New York: Neal-Schuman Publisher, 2004)
hlm 217
G. Edward Evans & Margaret Zarnosky Saponaro, Developing Library and Information
Center Collection (London: Libraries Unlimited, 2005), hlm. 154
Putu Laxman Pendit, perpustakaan Digital dari A sampai Z (Jakarta: Cita Karyakarsa,
2008) hlm. 137
Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan (Jakarta: Universitas Terbuka, 2011) hlm.
2.17
Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan.... hlm. 2.18-2.19
G. Edward Evans & Margaret Zarnosky Saponaro, Developing Library and... hlm. 7
Camilia A. Alire, Academic Librarianship (New York: Neal-Schuman Publisher, 2004) hlm.
222
Peggy Johnson, Fundamental of Collection Development and Management, 2nd ed
(Chicago: American Library Association, 2009) hlm. 167
Ibid., hlm. 167
Camilia A. Alire, Academic Librarianship... hlm. 137
Maggie Fieldhouse & Audrey Marshall, Collection Development in the Digital Age
(Great Britain: Facet Publishing, 2012) hlm. 149

G. Edward Evans & Margaret Zarnosky Saponaro, Developing Library and Information
Center Collection (London: Libraries Unlimited, 2005), hlm. 154
Yuyu Yulia Janti & Janti G Sujana, Pengembangan Koleksi (Jakarta: Universitas
Terbuka, 2009) hlm. 1.7
Putu Laxman Pendit, Perpustakaan Digital ... hlm, 45
Yuyu Yulia & Janti G. Sujana, Pengembangan Koleksi (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009)
hlm. 1.21
G. Edward Evans & Margaret Zarnosky Saponaro, Developing Library and... hlm. 64
Ibid., hlm. 163-172
Yuyu Yulia Janti & Janti G Sujana, Pengembangan Koleksi (Jakarta: Universitas
Terbuka, 2009) hlm. 1.7
Ajay Kumar Sharma, Kevinino Meichieo & Nimai Chand Saha, Institutional
Repositories and Skills Requirements, A New Horizon to Preserve the Intellectual Output: An
Indian Perspective, (Planner, 2008) dalam http://ir.inflibnet.ac.in/bitstream/1944/1145/1/30.pdf
akses pada 6 Mei 2015 jam 14:20 WIB
Putu Laxman Pendit, dkk, Perpustakaan Digital: Perpektif Perpustakaan Perguruan
tinggi Indonesia, (Jakarta: Sagung Seto, 2007) hlm. 243-246
Maggie Fieldhouse & Audrey Marshall, Collection Development in the Digital... hlm. 324

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Dinamika Perjuangan Pelajar Islam Indonesia di Era Orde Baru

6 75 103

Pengembangan infrastruktur jaringan clint-server Kelurahan Bintaro

17 108 114

Perspektif hukum Islam terhadap konsep kewarganegaraan Indonesia dalam UU No.12 tahun 2006

13 113 111

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157