HUBUNGAN KERAPATAN TAJUK DAN PENGGUNAAN

HUBUNGAN KERAPATAN TAJUK DAN PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN ANALISIS CITRA SATELIT DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER

(Studi Kasus Kawasan Hutan Resort Tangkahan, Cinta Raja, Sei Lepan dan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL)

Hasil Penelitian

Oleh :

Julia Rahmi 051201019/Manajemen Hutan DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Hubungan Kerapatan Tajuk dan Penggunaan Lahan Berdasarkan Analisis Citra Satelit dan Sistem Informai Geografis di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL)

Nama Mahasiswa : Julia Rahmi NIM

: 051201019 Program Studi

: Manajemen Hutan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing :

Pindi Patana, S.Hut.,M.Sc Achmad Siddik Thoha S. Hut., M.Si Ketua

Anggota

Megetahui, Ketua Departemen Kehutanan

Dr.Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS NIP. 19641228 20001 21001

ABSTRACT

Every activity around Gunung Leuser National Park (GLNP) have changed the condition of land use and level of vegetation index (NDVI) which surround the area, especially Leuser Ecosystem. This damaging condition is caused by illegal logging, opening new area for agricultural, especially oil palm and rubber plantation. Based on this situation, to detect changing of land use and NDVI quickly and accurately, it is used remote sensing and geographic information system (GIS)

The purpose of this study is to find out briefly the density level of vegetation (NDVI) in every land use in 2002 and 2007 and to find out the correlation of vegetation density level with land use and also the changing of land use in 2002 and 2007.

The research found that the range of NDVI in every land use in 2002 and 2007 are varied between -0.375 – 0.577, which is far vegetation, average vegetation and close vegetation in 2002, and in 2007 the range of NVDI between –0.115 – 0.646. The correlation between NVDI and land use in 2002 and 2007 is strongly related, where the correlation of coefficient value in 2002 is 0.855 and correlation of coefficient value in 2002 is 0.903. In period 2002 until 2007 level of changing area has occured increasingly to secondary forest which is 19150.37 ha atau 19.80 %, Whereas the kind of using area are greatly decrease is primary forest which is 21099.17 ha or 22 %.

Key words : GLNP, NDVI, Land Use, GIS

ABSTRAK

Berbagai kegiatan yang ada di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) telah mengubah kondisi penggunaan lahan dan tingkat indeks vegetasi (NDVI) yang ada di sekitar kawasan tersebut khususnya Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Penyebab kerusakan kawasan ini antara lain disebabkan oleh illegal logging, pembukaan lahan untuk kepentingan tanaman pertanian dan umumnya untuk penanaman sawit dan karet. Berdasarkan hal ini, Untuk mendeteksi perubahan penggunaan lahan dan NDVI dengan cepat dan akurat maka digunakan teknologi penginderaan jarak jauh dan sistem informasi geografis (SIG).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kerapatan vegetasi (NDVI) diberbagai penggunaan lahan tahun 2002 dan 2007 dan mengetahui hubungan kerapatan vegetasi dengan penggunaan lahan serta mengetahui perubahan penggunaan lahan tahun 2002 dan 2007.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kisaran NDVI di berbagai penggunaan lahan tahun 2002 dan 2007 bervariasi antara -0.375 – 0.577 yaitu berupa vegetasi jarang, vegetasi sedang dan vegetasi rapat untuk tahun 2002 sedangkan untuk tahun 2007 kisaran nilai NDVI antara -0.115 – 0.646. Hubungan (korelasi) antara NDVI dan penggunaan lahan tahun 2002 dan tahun 2007 sangat kuat, dimana nilai koefisien korelasi untuk citra tahun 2002 adalah 0.855 dan untuk citra tahun 2007 sebesar 0.903. Pada periode tahun 2002 sampai tahun 2007 telah terjadi perubahan luasan penggunana lahan yaitu jenis pengggunaan lahan yang mengalami kenaikan luas penggunaan lahan terjadi pada hutan sekunder sebesar sebesar 19150.37 ha atau 19.80 %, Sedangkan jenis penggunaan lahan yang mengalami penurunan luas adalah tipe hutan primer yaitu sebesar 21099.17

ha atau 22 %.

Kata Kunci: TNGL, NDVI, Penggunaan Lahan, SIG

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Meureudu pada tanggal 13 juli 1988, dari ayah Muhammad. S dan ibu Ainol Mardiah. Penulis merupakan putri ke-dua dari empat bersaudara.

Tahun 1999 penulis lulus dari SD Negeri 1 Meureudu, pada tahun 2002 lulus dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Meureudu. Tahun 2005 lulus dari Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1 Meureudu dan pada tahun 2005 lulus seleksi masuk USU melalui jalur Pemanduan Minat dan Prestasi (PMP). Penulis memilih Program Studi Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian.

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di HPHTI PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Estate Baserah, Riau selama 2 (dua) bulan yaitu sejak 05 Januari sampai dengan 05 Maret 2009.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan segala Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai sebagai mana mestinya. Skripsi ini berjudul “ Hubungan Kerapatan Tajuk dan Penggunaan Lahan Berdasarkan Analisis Citra Satelit dan Sistem Informasi Geografis di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) “. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Selama melaksanakan penelitian hingga penyusunan skripsi ini selesai, banyak bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak kepada penulis. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak tersebut terutama kepada :

1. Bapak Pindi Patana, S.Hut, MSc selaku Ketua Komisi Pembimbing (Dosen Pembimbing I).

2. Bapak Achmad Siddik Thoha, S.Hut, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing (Dosen Pembimbing II).

3. Bapak Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS selaku Ketua Departemen Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

4. Staf pengajar dan para pegawai di Departemen Kehutanan USU.

5. Kedua orangtua tercinta Ayahanda Muhammad. S dan Ibunda Ainol Mardiah, sumber kekuatan dan pemberi semangat sepanjang hidupku.

6. Saudara-Saudariku tercinta yakni Desi Adriani, Rahma Wati dan Maini Rizki yang selalu memberikan dukungan dan semangat selama ini.

7. FFI (Fauna and Flora Internasional) yang telah membantu memfasilitasi dan mensponsori penelitian baik selama di lapangan maupun dalam penyelesaian skripsi.

8. Staf dan pegawai Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) dan Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) yang telah memberikan bantuan baik data maupun peralatan lapangan.

9. Seluruh pihak yang telah membantu dalam pengambilan data selama dilapangan yaitu Pak Edy, Wak Dolah, bang Supri dan bang Ucok.

10. Bapak Ronal dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) dan kak Dwi dari Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) yang telah membantu dalam mendapatkan data penelitian.

11. Para sahabatku dari jurusan MNH dan BDH yaitu Pepi, Najmi, Zihan, Gian, Nina dan Mala yang selalu memberikan dukungan dan semangat. Semoga Allah SWT memberikan Rahmat-Nya atas jasa-jasa yang telah

diberikan kepada penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Kehutanan.

Medan, Agustus 2009

Penulis

DAFTAR TABEL

Halaman

14

1. Karakteristik sensor Landsat TM .......................................................

37

2. Penggunaan lahan tahun 2002 ............................................................

38

3. Penggunaan lahan tahun 2007 ............................................................

41

4. Kisaran nilai NDVI citra Landsat TM tahun 2002 ..............................

42

5. Kisaran nilai NDVI citra Landsat TM tahun 2007 ..............................

6. Hasil analisis korelasi antara NDVI dan penggunaan lahan ................ tahun 2002 ........................................................................................

45

7. Hasil analisis korelasi antara NDVI dan penggunaan lahan tahun 2007 ........................................................................................

45

8. Hasil uji t sampel berpasangan antara NDVI tahun 2007 ...................

46 dan tahun 2007

9. Perubahan Penggunaan lahan periode tahun 2002 dan tahun 2007........ 48

DAFTAR LAMPIRAN

57

1. Data Nilai NDVI tahun 2002 dan 2007 untuk analisis uji t .............

2. Data NDVI dan skor penggunaan lahan untuk analisis Korelasi

59

Tahun 2002 ...................................................................................

3. Data NDVI dan skor penggunaan lahan untuk analisis Korelasi

61

Tahun 2007 ...................................................................................

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin meningkat, maka kebutuhan lahan untuk dijadikan pemukiman dan lahan pertanian serta perkebunan dirasakan semakin meningkat pula. Hal terebut menyebabkan terjadinya konversi-konversi lahan, baik dari lahan pertanian menjadi daerah pemukiman maupun dari lahan hutan menjadi lahan perkebunan dan pertanian. Dengan berubahnya penggunaan lahan maka kondisi penutupan vegetasi di setiap kelas penggunaan lahan juga akan berubah.

Berbagai kegiatan yang ada di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Lauser (TNGL) Sektor Besitang telah mengubah kondisi penggunaan lahan dan indeks vegetasi yang ada disekitar kawasan tersebut. Fenomana tersebut memerlukan penanganan sejak dini dan terintegrasi dari berbagai aspek yang berkaitan dengan pengelolaan TNGL.

Dalam kasus TNGL di Sei Lepan, kondisi open access telah terjadi beberapa beberapa tahun yang lalu, sehingga pendudukan, perambahan dan spekulasi lahan menjadi suatu keniscayaan. Pada awal tahun 2000, terjadi gelombang pengungsi dari Aceh Timur, yang semula hanya 6 kepala keluarga (KK). Ketika tidak dilakukan penyelesaian secara tuntas maka jumlah pengungsi telah mencapai 555 KK. Hal ini menyebabkan terjadinya perambahan ribuan hektar lahan TNGL dan dijadikan perkebunan sawit. Tidak kurang dari 10.000 Ha kawasan hutan hujan tropis dataran rendah di Resort Sekoci, Besitang telah Dalam kasus TNGL di Sei Lepan, kondisi open access telah terjadi beberapa beberapa tahun yang lalu, sehingga pendudukan, perambahan dan spekulasi lahan menjadi suatu keniscayaan. Pada awal tahun 2000, terjadi gelombang pengungsi dari Aceh Timur, yang semula hanya 6 kepala keluarga (KK). Ketika tidak dilakukan penyelesaian secara tuntas maka jumlah pengungsi telah mencapai 555 KK. Hal ini menyebabkan terjadinya perambahan ribuan hektar lahan TNGL dan dijadikan perkebunan sawit. Tidak kurang dari 10.000 Ha kawasan hutan hujan tropis dataran rendah di Resort Sekoci, Besitang telah

Kegiatan ini juga terjadi di Tangkahan Kecamatan Batang Serangan seluas 450 ha telah rusak dibuka menjadi perkebunan kelapa sawit. Kerusakan hutan di Tangkahan telah terjadi sejak tahun 2000 sampai 2003 yaitu terjadinya perambahan dan kegiatan penebangan liar. Sehingga menyebabkan perubahan penggunaan lahan di kawasan ini (Hasibuan, 2003).

Identifikasi penggunaan lahan di sekitar TNGL penting dilakukan untuk mengetahui apakah penggunaan lahan yang dilakukan oleh aktivitas manusia sesuai dengan potensi ataupun daya dukungnya dan juga untuk mengetahui berapa besar perubahan penggunaan lahan yang terjadi. Integrasi teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu bentuk yang potensial dalam penyusunan arahan fungsi penggunaan lahan. Dasar penggunaan lahan dapat dikembangkan untuk berbagai kepentingan penelitian, perencanaan, dan pengembangan wilayah.

Pemanfaatan teknologi penginderaan jarak jauh dan Sistem Informasi Geografis merupakan salah satu cara yang dapat digunakan dalam mendekteksi perubahan penggunaan lahan dari tahun ke tahun dengan cepat dan akurat sehingga menghasilkan suatu informasi mengenai sebaran (distribusi) penggunaan lahan dan tingkat penutupan vegetasi permanen di setiap kelas pengunaan lahan di Besitang dan Tangkahan.

Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Berapa besar tingkat kerapatan tajuk di kawasan TNGL Resort Tangkahan Cinta Raja, Sei Lepan dan Kawasan Ekosistem Leuser?

2. Bagaimanakah hubungan antara kerapatan tajuk dengan penggunaan lahan di kawasan TNGL Resort Tangkahan Cinta Raja, Sei Lepan dan Kawasan Ekosistem Leuser?

3. Berapa persen Perubahan penggunaan lahan dari tahun 2002 sampai 2007 di kawasan TNGL Resort Tangkahan Cinta Raja, Sei Lepan dan Kawasan Ekosistem Leuser?

Tujuan

1. Mengetahui tingkat kerapatan tajuk di kawasan TNGL Resort Tangkahan Cinta Raja, Sei Lepan dan Kawasan Ekosistem Leuser.

2. Menentukan hubungan kerapatan tajuk dengan penggunaan lahan di kawasan TNGL Resort Tangkahan, Cinta Raja, Sei Lepan dan Kawasan Ekosistem Leuser.

3. Mengetahui perubahan penggunaan lahan dan tingkat kerapatan tajuk di kawasan TNGL Resort Tangkahan Cinta Raja, Sei Lepan dan Kawasan Ekosistem Leuser.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi dan bahan pertimbangan bagi seluruh pihak pengelola Taman Nasional Gunung Leuser Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi dan bahan pertimbangan bagi seluruh pihak pengelola Taman Nasional Gunung Leuser

Kerangka Pemikiran

Kerangka penelitian dapat dilihat pada gambar berikut

Ancaman terhadap

TNGL

Illegal

Pemukiman Logging

perkebunan

pertanian

Penduduk (pengungsi )

Potensi perubahan

penggunaan lahan

Analisis perubahan penggunaan lahan & kerapatan tajuk

Citra satelit & SIG

penggunaan lahan & tingkat kerapatan

TINJAUAN PUSTAKA

Taman Nasional Gunung Leuser Sekilas Tentang Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL)

Taman Nasional merupakan salah satu bentuk kawasan konservasi yang mempunyai fungsi dan peranan sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (Ahmad, 1999). TNGL merupakan panorama alam dan paru- paru dunia yang telah ditetapkan oleh pemerintah indonesia sebagai cagar alam nasional sejak tahun 1980 dan ditetapkan sebagai warisan dunia (cagar biosfer) oleh UNESCO pada tahun 2004.

Indonesia dan Malaysia juga bekerja sama menetapkan TNGL dan Taman Negara National di Malaysia sebagai ’sister park’. Cagar Biosfer didefinisikan sebagai kawasan ekosistem dataran atau pesisir yang diakui oleh Program MAB- UNESCO untuk mempromosikan keseimbangan hubungan antara manusia dengan alam. Sedangkan Warisan Dunia adalah Warisan yang terdiri dari (1) Warisan Alam dan Warisan Budaya, (2) Melestarikan Warisan yang tidak dapat di gantikan dan warisan yang memiliki “Nilai Universal Istimewa”, (3). Perlu melindungi warisan yang tidak dapat dipindahkan ,dan (4). Menjadi tanggung jawab kesadaran dan Kerjasama Kolektif internasional (UNESCO (2004) dalam Dephut (2008).

Flora dan Fauna

TNGL merupakan suaka tropis terbesar dan terkaya didunia. TNGL merupakan habitat dari sejumlah besar spesies fauna mulai dari mamalia, burung, reptil, ampibi, ikan, dan invertebrate. Kawasan ini memiliki daftar spesies burug yang panjang, dimana dari 380 spesies burung yang ada (65% dari total jumlah spesies burung diseluruh pulau Sumatera), 350 diantaranya tinggal di kawasan ini. Di TNGL juga terdapat 36 dari 50 jenis burung endemik di Sundaland. Hampir 65% atau 129 spesies mamalia dari 205 spesies (mamalia besar dan kecil) di Sumatera tercatat tinggal di taman nasional ini (Wiratno, 2006).

Keunikan kawasan ini yang tidak dimiliki taman nasional lain adalah, memiliki empat jenis satwa yang tergolong paling langka yaitu gajah sumatera (Elephas maximus), badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), dan orang utan sumatera (Pongo pygmaeus abelii). Selain itu, TNGL juga merupakan surga bagi beragam jenis mamalia penting lain seperti serudung (Hylobates lar), siamang (Hylobates syndactilus), kera (Macaca fascicularis), beruk (Macaca nemestriana), kedih (Presbytis thomasi ), macan dahan (Neofelis nebulosa), beruang (Helarctos malayanus), dan kambing hutan (Capricornis sumatrensis) (Ari, 2008).

Pentingnya kawasan ini dibuktikan dengan ekspedisi Van Steenis tahun 1937, dan dilanjutkan dengan ekspedisi-ekspedisi lainnya, membuktikan kayanya keragaman hayati taman nasional ini. Tidak kurang dari 4.000 spesies tumbuhan dapat dijumpai, termasuk yang paling fenomenal adalah ditemukannya 3 dari 15 tanaman parasit yang terkenal yaitu jenis Refflesia seperti yaitu Raflesia rchussenii, Raflesia micropylora, dan Raflesia arnoldi . TNGL juga habitat jenis Pentingnya kawasan ini dibuktikan dengan ekspedisi Van Steenis tahun 1937, dan dilanjutkan dengan ekspedisi-ekspedisi lainnya, membuktikan kayanya keragaman hayati taman nasional ini. Tidak kurang dari 4.000 spesies tumbuhan dapat dijumpai, termasuk yang paling fenomenal adalah ditemukannya 3 dari 15 tanaman parasit yang terkenal yaitu jenis Refflesia seperti yaitu Raflesia rchussenii, Raflesia micropylora, dan Raflesia arnoldi . TNGL juga habitat jenis

nasional ini juga tempat yang penting sebagai habitat tumbuhan obat (Wiratno, 2006).

Taman Nasional Gunung Lauser telah menjadi bagian dari pembangunan kehutanan nasional, dengan visi TNGL guna peningkatan kualitas mutu kehidupan masyarakat dan lingkungan. Sedangkan fungsi kawasan TNGL meliputi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis dan ekosistemnya, serta pemanfaatan secara lestari (Balai TNGL, 2001).

Penggunaan Lahan

Pemetaan penggunaan lahan dan penutup lahan sangat berhubungan dengan studi vegetasi, tanaman pertanian dan tanah dari biosfer. Karena data penggunaan lahan dan penutup lahan paling penting untuk planner yang harus membuat keputusan yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya lahan, maka data ini sangat bersifat ekonomi (Lo, 1995).

Penggunaan lahan merupakan aktivitas manusia pada dan kaitannya dengan lahan, yang biasanya tidak secara langsung tampak dari citra. Penggunaan lahan telah dikaji dari beberapa sudut pandang yang berlainan, sehingga tidak ada satu definisi yang benar-benar tepat (Purbowaseso, 1995). Penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan, sedangkan penutup Penggunaan lahan merupakan aktivitas manusia pada dan kaitannya dengan lahan, yang biasanya tidak secara langsung tampak dari citra. Penggunaan lahan telah dikaji dari beberapa sudut pandang yang berlainan, sehingga tidak ada satu definisi yang benar-benar tepat (Purbowaseso, 1995). Penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan, sedangkan penutup

Klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan adalah upaya pengelompokan berbagai jenis penutup lahan/penggunaan lahan ke dalam suatu kesamaan sesuai dengan sistem tertentu. Klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam proses interpretasi citra penginderaan jauh unutk tujuan pemetaan penutup lahan/penggunaan lahan. Banyak sistem klasifikasi penutup/penggunaan lahan yang telah dikembangkan, yang dilatarbelakangi oleh

kepentingan tertentu atau pada waktu tertentu (Sitorus, dkk, 2006). Parameter penutupan lahan menggambarkan kondisi penutupan lahan berdasarkan persentasi tutupan tajuk pohon. Data yang bisa menggambarkan tutupan lahan Secara menyeluruh (sinoptik) adalah data hasil perekaman penginderaan jauh. Dengan demikian untuk menilai prosentase tutupan tajuk suatu lahan dibutuhkan foto udara atau citra satelit. Data penginderaan jauh ini kemudian diinterpretasi mengenai kondisi penutupan lahannya. Satuan pemetaan dari parameter penutupan lahan ini adalah satuan penutupan lahan/penggunaan lahan yang homogen. Parameter vegetasi permanen pada dasarnya juga sama dengan parameter penutupan lahan yaitu dinilai berdasarkan persentasi tutupan tajuk pohon. Dengan demikian satuan pemetaan dari parameter vegetasi permanen ini adalah satuan penutupan/penggunaan lahan. Perbedaan keduanya adalah pada saat proses skoring dan pengkelasan prosentase tutupan tajuk.

Penggunaan lahan termasuk dalam komponen sosial budaya karena penggunaan lahan mencerminkan hasil kegiatan manusia atas lahan serta statusnya (Bakosurtanal, 2007). Adanya aktifitas manusia dalam menjalankan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya sehari-hari berdampak pada perubahan penutup/penggunaan lahan. Diperkotaan, perubahan umumnya mempunyai pola yang relatif sama, yaitu bergantinya penggunaan lahan lain menjadi lahan urban Perubahan penggunaan lahan yang pesat terjadi apabila adanya investasi dibidang pertanian atau perkebunan. Dalam kondisisi ini akan terjadi perubahan lahan hutan, semak, ataupun alang-alang menjadi lahan perkebunan. Perubahan yang dilakukan oleh masyarakat terjadi dalam skala kecil (Sitorus, dkk, 2006).

Kerapatan Tajuk

Kerapatan vegetasi/tajuk dapat didekati dengan pengenalan manual atau dengan cara digital. Pengenalan manual dapat menghasilkan kerapatan secara kualitatif atau kuantitatif dengan tingkat ketelitian yang rendah. Kerapatan tajuk dapat diketahui dengan cara digital. Dasar pengenalan kerapatan tajuk dengan cara digital adalah nilai pantulan spektral hijau daun. Berdasarkan tinggi rendahnya intensitas pantulan hijau daun dapat dikelaskan sebagai indikasi tingkat kerapatan tajuk (BPDAS, 2006).

Klasifikasi kerapatan tajuk ini dilakukan dengan menggunakan program pengolah data citra (image processing), dimana di dalamnya tersedia modul untuk menghitung nilai intensitas pantulan spektral hijau daun. Sesuai dengan karakteristiknya, saluran merah dan infra merah sangat sesuai dengan kepekaan terhadap pantulan hijau dari kandungan klorofil daun. Oleh sebab itu, kedua Klasifikasi kerapatan tajuk ini dilakukan dengan menggunakan program pengolah data citra (image processing), dimana di dalamnya tersedia modul untuk menghitung nilai intensitas pantulan spektral hijau daun. Sesuai dengan karakteristiknya, saluran merah dan infra merah sangat sesuai dengan kepekaan terhadap pantulan hijau dari kandungan klorofil daun. Oleh sebab itu, kedua

NDVI (Normalized Defference Vegetation Index) adalah salah satu cara yang efektif dan sederhana untuk mengidentifikasi kondisi vegetasi di suatu wilayah, dan metode ini cukup berguna dan sudah sering digunakan dalam menghitung indeks kanopi tanaman hijau pada data multispectral penginderaan jauh. Secara definisi matematis, dengan menggunakan NDVI, maka suatu wilayah dengan kondisi vegetasi yang rapat akan memiliki nilai NDVI yang positif. Sedangkan nilai NDVI perairan bebas akan cenderung bernilai negatif.

Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai obyek dan lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik. Tujuan utama penginderaan jauh adalah untuk mengumpulkan data sumberdaya alam dan lingkungan. Biasanya teknik ini menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan diinterpretasi guna membuahkan data yang bermanfaat untuk aplikasi di bidang pertanian, arkeologi, kehutanan, geografi, geologi, perencanaan, dan bidang-bidang lainnya (Lo, 1995).

Saat ini sistem satelit sebagai salah satu sistem penhinderaan jauh menjadi perhaitan utama dikarenakan kemampuannya dalam mengatasi kendala dalam keterbatasan dan lamanya operasi dari sistem penginderaan jauh. Penggunaan pesawat luar angkasa yang mengorbit secara teratur mengelilingi bumi dari Saat ini sistem satelit sebagai salah satu sistem penhinderaan jauh menjadi perhaitan utama dikarenakan kemampuannya dalam mengatasi kendala dalam keterbatasan dan lamanya operasi dari sistem penginderaan jauh. Penggunaan pesawat luar angkasa yang mengorbit secara teratur mengelilingi bumi dari

Menurut Lillesand dan Kiefer (1993) dalam Wijaya (2005) penginderaan jauh meliputi dua proses utama yaitu pengumpulan data dan analisis data. Elemen proses pengumpulan data meliputi : a) sumber energi, b) perjalanan energi melalui atmosfer, c) interaksi antara energi dengan kenampakan di muka bumi, d) sensor wahana pesawat terbang dan/atau satelit, e) hasil pembentukan data dalam bentuk piktoral dan/atau bentuk numerik. Singkatnya, kita menggunakan sensor untuk merekam berbagai variasi pancaran dan pantulan energi elektromagnetik oleh kenampakan di muka bumi. Proses analisis data meliputi pengujian data dengan menggunakan alat interpretasi dan alat pengamamatan untuk menganalisis data piktoral, dan komputer untuk menganalisis data sensor numerik dengan dibantu oleh data rujukan tentang sumberdaya yang dipelajari.

Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang berreferensi spasial atau berkoordinat geografi. SIG dapat diasosiasikan sebagai peta yang berorde tinggi yang juga mengoperasikan dan menyimpan data non spasial (Star dan Estes, 1990 dalam Barus dan Wiradisastra, 2000). Disebutkan juga SIG telah terbukti kehandalannya untuk mengumpulkan, menyimpan, mengelola, menganalisa dan menampilkan data spasial baik biofisik maupun sosial ekonomi. Star dan Estes mengemukakan bahwa secara umum SIG menyediakan fasilitas-fasilitas untuk mengambil, mengelola, memanipulasi dan manganalisa data serta menyediakan hasil baik Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang berreferensi spasial atau berkoordinat geografi. SIG dapat diasosiasikan sebagai peta yang berorde tinggi yang juga mengoperasikan dan menyimpan data non spasial (Star dan Estes, 1990 dalam Barus dan Wiradisastra, 2000). Disebutkan juga SIG telah terbukti kehandalannya untuk mengumpulkan, menyimpan, mengelola, menganalisa dan menampilkan data spasial baik biofisik maupun sosial ekonomi. Star dan Estes mengemukakan bahwa secara umum SIG menyediakan fasilitas-fasilitas untuk mengambil, mengelola, memanipulasi dan manganalisa data serta menyediakan hasil baik

Keuntungan GIS adalah kemampuan untuk menyertakan data dari sumber berbeda untuk aplikasi deteksi perubahan. Walaupun, penggabungan sumber data dengan perbedaan akurasi sering mempengaruhi hasil deteksi perubahan. Lo dan Shipman (1990) dalam Sitorus dkk (2006) menggunakan pendekatan GIS untuk menghitung dampak pengembangan kota baru di Hong Kong, melalui integrasi data multi-temporal foto udara pada land use dan menemukan bahwa overlay citra dengan teknik masking biner bermanfaat dalam menyatakan secara kuantitatif dinamika perubahan pada masing-masing kategori land use.

Di tahun terakhir, pemakaian data multi-sumber (misal: foto udara, TM. SPOT dan peta thematik sebelumnya) sudah menjadi metoda penting untuk deteksi perubahan land-use and land-cover ( LULC) ( Mouat dan Lancaster 1996, Salami 1999, salami et al. 1999, Reil et al. 2000, Dan Lambin 2001. Chen 2002, Weng 2002) dalam Sitorus dkk (2006), khususnya apabila deteksi perubahan merupakan periode interval yang panjang dihubungkan dengan sumber data yang berbeda, format dan ketelitian atau analysis perubahan landcover multi-scale (Petit dan Lambin 2001 dalam Sitorus dkk, 2006).

Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Inforamsi Geografis untuk Pemetaan Penggunaan Lahan

Kebutuhan teknologi penginderaan jauh yang dipadukan dengan Sistem Informasi Geografi (SIG) untuk tujuan inventarisasi dan pemantauan sangat penting terutama bila dikaitkan dengan pengumpulan data yang cepat dan akurat.

Disamping itu pengumpulan data dengan teknologi penginderaan jauh dapat mengurangi bahkan menghilangkan pengaruh subyektivitas. Mengingat luasnya dan banyaknya variasi wilayah Indonesia, sejalan dengan kemajuan teknologi informasi, maka aplikasi penginderaan jauh dan SIG sangat tepat. Kedua teknologi tersebut dapat dipadukan untuk meningkatkan kemampuannya dalam hal pengumpulan data, manipulasi data, analisis data serta menyediakan informasi spasial secara terpadu (Wahyunto, 2007).

Banyak pendekatan aplikasi GIS terdahulu untuk deteksi perubahan yang difokuskan pada daerah urban. Ini mungkin karena metoda deteksi perubahan tradisional sering menghasilkan deteksi perubahan yang tidak betul karena kompleksitas landscape urban dan model tradisional tidak bisa digunakan secara efektif menganalisa data multi-sumber. Sehingga, kekuatan fungsi GIS memberikan alat yang menyenangkan untuk pengolahan data multi-sumber dan efektif dalam menangani analisa deteksi perubahan yang menggunakan data multi-sumber. Banyak penelitian difokuskan pada integrasi GIS dan teknik penginderaan jauh yang diperlukan untuk analisis deteksi perubahan yang lebih akurat (Sitorus dkk, 2006).

Aplikasi penginderaan jauh digunakan untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan kondisi penutupan vegetasi dan atau penggunaan lahan saat ini (present land use/land cover), yang didapatkan dengan cara interpretasi citra satelit. Dari proses tersebut didapatkan informasi mengenai sebaran (distribusi) dan kondisi penutupan lahan dan vegetasi permanen. Penginderaan jauh merupakan teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk menyediakan peta yang mutakhir dengan waktu, tenaga dan biaya yang relatif lebih kecil untuk kawasan Aplikasi penginderaan jauh digunakan untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan kondisi penutupan vegetasi dan atau penggunaan lahan saat ini (present land use/land cover), yang didapatkan dengan cara interpretasi citra satelit. Dari proses tersebut didapatkan informasi mengenai sebaran (distribusi) dan kondisi penutupan lahan dan vegetasi permanen. Penginderaan jauh merupakan teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk menyediakan peta yang mutakhir dengan waktu, tenaga dan biaya yang relatif lebih kecil untuk kawasan

Citra Landsat

Dari sekian banyak satelit penginderaan jauh, yang sering digunakan untuk pemetaan penutupan lahan adalah Landsat (Land Satellite). Seri Landsat yang dikenal pertama kali adalah Earth Resources Technology Satellite (ERTS). Penggunaan nama Land Satellite yang kemudian disingkat menjadi Landsat ini dimulai sejak satelit ini digunakan untuk mempelajari lautan dan daerah pesisir (Butler et al, 1988). Seri satelit ini terdiri dari dua generasi yaitu generasi pertama yang terdiri dari Landsat 1, Landsat 2 dan Landsat 3; dan generasi kedua yang terdiri dari Landsat 4 dan Landsat 5. Landsat generasi kedua mempunyai orbit polar sunsynchronous yaitu orbitnya akan melewati tempat-tempat yang terletak pada lintang yang sama dan dalam waktu lokal yang sama pula. Periode orbitnya

98.5 menit dengan sudut inklinasi 98.5°. Salah satu sensor dari Landsat adalah Thematic Mapper (TM). Karakteristik Landsat TM dapat dilihat pada Tabel

1. Karakteristik sensor Landsat TM (Butler et al, dalam BAKOSURTANAL, 2003)

Kanal 1 : 0.45 - 0.52 μm (Ungu) Kanal 2 : 0.52 - 0.60 μm (Hijau) Kanal 3 : 0.63 . 0.69 μm (Merah)

Panjang gelombang Kanal 4 : 0.76 - 0.90 μm (IR dekat)

Kanal 5 : 1.55 -

1.75 μm (IR menengah)

Kanal 6 : 10.4 -

12.5 μm (IR thermal jauh) Kanal 7 : 2.08 . 2.35 μm (IR menengah)

IFOV 0.043 mrad (kecuali kanal 6 : 0.170 mrad) Lebar sapuan

185 km

Resolusi spasial 30 m x 30 m (kecuali kanal 6 : 120 m x 120 m)

Sensor TM masing-masing kanal mempunyai fungsi sebagai berikut (Lillesand dan Kiefer (1990) :

1. Kanal 1 dirancang untuk pemetaan perairan daerah pesisir, penetrasi ke dalam tubuh air dan untuk mendukung analisis sifat khas penggunaan lahan, tanah dan vegetasi.

2. Kanal 2 terutama dirancang untuk mengindera puncak pantulan vegetasi pada spektrum hijau yang terletak antara dua kanal spektral serapan klorofil. Respons pada kanal ini dimaksudkan untuk menekankan perbedaan vegetasi dan penilaian kesuburan.

3. Kanal 3 merupakan kanal terpenting untuk memisahkan vegetasi. Kanal ini berada dalam salah satu bagian serapan klorofil dan memperkuat kontras kenampakan antara vegetasi serta menajamkan kontras antara kelas vegetasi (membedakan antara lahan terbuka dengan lahan bervegetasi).

4. Kanal 4 dipilih karena respons yang tinggi terhadap sejumlah biomassa vegetasi yang terdapat pada daerah yang dikaji. Respon yang tinggi ini akan membantu identifikasi tanaman dan memperkuat kontras antara tanaman-tanah dan lahan-air.

5. Kanal 5 adalah kanal yang digunakan dalam penentuan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman dan kondisi kelembaban tanah.

6. Kanal 6 digunakan untuk pemisahan formasi batuan.

7. Kanal 7 merupakan saluran infra merah panas dan bermanfaat dalam klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi, pemisahan kelembaban tanah dan gejala-gejala lain yang berhubungan dengan panas.

Citra landsat TM terpilih untuk rancangan ini karena memiliki spasial dan resolusi spektral yang bagus disajikan oleh sensor ini. Sebagai pengetahuan yang baik , Lansat TM meliputi informasi spektral dari kenampakan (tiga band yaitu biru, hijau dan panjang gelombang merah) (Riano, et al, 2002). Pemetaan dan inventarisasi sumberdaya lahan suatu daerah melalui tutupan lahan dengan menggunakan Data Citra Satelit dilakukan untuk membantu perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian program pembangunan melalui basis data potensi tutupan lahannya dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya lahan secara optimal (Rahmad, 2002).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2009 di Laboratorium Perencanaan Hutan, Departemen Kehutanan – Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan kawasan hutan Taman Nasional Gunung Leuser di Resort Tangkahan, Cinta Raja dan Sei Lepan dan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) – Kab. Langkat, Sumatera Utara.

Bahan dan Alat

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data spasial penutupan lahan sektor Besitang dan Tangkahan – Kab. Langkat antara lain :

a. Citra Landsat TM 5 Taman Nasional Gunung Leuser tahun 2002 dan tahun 2007 dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH)

b. Peta Dasar : peta Batas TNGL, peta administrasi, dan peta geologi

c. Data - data kependudukan wilayah TNGL.

Alat

Peralatan yang digunakan adalah :

a. Komputer (PC atau Work Stasion) beserta pelengkapnya.

b. Perangkat lunak, pengolahan citra, dan GIS (ERDAS Imagine 8.5 dan ArcView GIS 3.2).

c. GPS

d. Kamera Digital.

e. Alat tulis

Metode Prosedur Kerja

Prosedur kerja dalam penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yaitu :

Pengumpulan data

Data yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dari Dinas Kehutanan, Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL), Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH), Balai Pusat Statistik, Kantor Bupati Daerah Langkat dan internet.

Persiapan Data

a. Data Spasial Data spasial merupakan data yang bersifat keruangan yang terdiri dari data citra satelit Landsat TM 5 peta Digital Batas Taman Nasional Gunung Leuser, peta administrasi, dan peta geologi.

Data Ground Control Points (GCP) merupakan data yang menyatakan posisi keberadaan sesuatu di permukaan bumi dalam bentuk menemukan titik koordinat. Data tersebut dipeorleh dengan melakukan survei langsung ke lapangan, dan data GCP ini digunakan sebagai alah salah satu bahan dalam interpretasi citra satelit Landsat TM 5 dengan klasifikasi terbimbing (Supervised Classifacation ).

b. Data Atribut Data atribut merupakan data yang berbentuk tulisan maupun angka-angka. Data tersebut diantaranya adalah data kependudukan (demografi) dan sosial ekonomi masyarakat Kabupaten Langkat. Data tersebut diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Langkat, Pemda Kabupaten Langkat dan BAPPEDA Kabupaten Langkat.

Pengolahan Awal (Pre-processing) Data Inderaja

Pengolahan awal (Pre-processing) data inderaja yang meliputi koreksi radiometrik dan koreksi geometris (rektifikasi) dengan referensi peta topografi dan pengukuran GPS (Global Positioning System). Koreksi geometris seluruh data inderaja diharapkan mempunyai RMS Error (kesalahan rektifikasi) kurang dari 1 pixel (BAKOSURTANAL, 2003).

Metode rektifikasi yang digunakan adalah dengan menggunakan sejumlah GCP (Groound Control Points) yang tampak pada citra, yang selanjutnya dibuat persamaan yang akan mentrasformasikan posisi-posisi pixel pada data asli (belum terkoreksi) kepada koordinat pasangannya yang telah mempunyai proyeksi standar, seperti UTM (united Transverse Mercator) (Wijaya, 2005)

Pengolahan Citra

Data Landsat – TM yang telah dikoreksi dalam CD diimport kedalam program ERDAS, setelah itu dilakukan pengkombinasian data citra pada band 5,4,2 yang akan menghasilkan tampilan true color atau warna sebenarnya. Penafsiran penggunaan lahan pada data Landsat – TM menggunakan dua cara Data Landsat – TM yang telah dikoreksi dalam CD diimport kedalam program ERDAS, setelah itu dilakukan pengkombinasian data citra pada band 5,4,2 yang akan menghasilkan tampilan true color atau warna sebenarnya. Penafsiran penggunaan lahan pada data Landsat – TM menggunakan dua cara

Pada analisis visual, pengelompokan pixel kedalam suatu kelas penggunaan lahan, dilakukan secara manual berdasarkan warna dari pixel yang bersangkutan. Sedangkan analisis digital mengelompokkan piksel ke dalam kelas berdasarkan nilai reflektansi.

Analisis Kualitatif

Analisis visual (interpretasi citra) dilakukan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi objek-objek permukaan bumi yang tampak pada citra satelit. Identifikasi tersebut dilakukan berdasarkan karakteristik spasial dan spectral.

Pada klasifikasi visual atau manual, pengelompokan pixel ke dalam suatu kelas yang telah ditetapkan dilakukan secara manual berdasarkan kunci-kunci interpretasi (rona, warna, pola, bentuk, terkstur, bentuk, ukuran, lokasi dan asosiasi) objek pada citra. Pendekatan ini bersifat subjektif, kualitas hasilnya sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan keahlian interpreter.

Analisis Kuantitatif (Digital Image Processing)

Pada teknik ini informasi diperoleh dari DN setiap pixel dengan bantuan komputer. Proses-proses tersebut meliputi :

Klasifikasi Terbimbing (supervised classification) dengan MLC

Klasifikasi ini bertujuan untuk mengetahui tipe, distribusi, dan luasan penggunaan/liputan lahan (land use cover) pada kawasan hutan dengan Klasifikasi ini bertujuan untuk mengetahui tipe, distribusi, dan luasan penggunaan/liputan lahan (land use cover) pada kawasan hutan dengan

10 N atau bahkan 100 N (Swain dan Davis, 1978 dalam Thoha, 2006).

jumlah band

(N) atau

Analisis Tingkat Kerapatan Vegetasi/Tajuk

Prinsip kerja analisis NDVI adalah dengan mengukur tingkat intensitas kehijauan. Intensitas kehijauan pada citra landsat berkorelasi dengan tingkat kerapatan tajuk vegetasi dan untuk deteksi tingkat kehijauan pada citra landsat yang berkorelasi dengan kandungan klorofil daun, maka saluran yang baik digunakan adalah saluran infra merah dan merah. Oleh sebab itu, dalam formula NDVI digunakan kedua saluran tersebut. Persamaan yang digunakan untuk menghitung NDVI adalah :

IR − R NDVI = IR + R

Dimana : IR = nilai reflektansi kanal infra merah (kanal 4) R = nilai reflektansi kanal merah (kanal 3) Kerapatan tajuk merupakan parameter penting yang dapat diketahui dari data citra satelit untuk penentuan tingkat kekritisan hutan. Pada hal ini, kerapatan tajuk memiliki bobot nilai 35 dengan cara skoring sebagai berikut: Dimana : IR = nilai reflektansi kanal infra merah (kanal 4) R = nilai reflektansi kanal merah (kanal 3) Kerapatan tajuk merupakan parameter penting yang dapat diketahui dari data citra satelit untuk penentuan tingkat kekritisan hutan. Pada hal ini, kerapatan tajuk memiliki bobot nilai 35 dengan cara skoring sebagai berikut:

b) Skor 2 : Kerapatan tajuk sedang (50–69% atau 0,33 ≤ NDVI ≤ 0,42)

c) Skor 1 : Kerapatan tajuk jarang (< 50% atau -1,0 ≤ NDVI ≤ 0,32) (BPDAS, 2006). Penggabungan hasil klasifikasi terbimbing dengan analisis indeks vegetasi dilakukan dengan cara superimpos secara digital kedua hasil analisis tersebut guna mengetahui tingkat kerapatan vegetasi pada setiap jenis penggunaan/liputan lahan (land use cover).

Menghitung Luas Masing-masing Penutupan

Perhitungan luas tiap-tiap kelas tipe penutupan lahan (land use cover) pada kawasan hutan dengan cara klasifikasi dan tabulasi silang antara hasil analisis NDVI dan MLC (Maximum Likelihood Classification).

Survey Lapangan

Survey lapangan dilakukan untuk melengkapi hasil interpretasi citra satelit apabila dalam interpretasi ada obyek yang meragukan/perlu dibuktikan kebenarannya dan pengumpulan data pendukung/data sekunder. Survey lapangan juga melakukan pengukuran mengenai posisi obyek dengan menggunakan alat GPS (Global Positioning System) yang berfungsi untuk menentukan keberadaan lokasi contoh tersebut kemudian hasil pencatatan koordinat pada GPS dioverlaykan dan tumpang susun dengan peta hasil interpretasi untuk melihat kesesuaian hasil pengecekan di lapangan dengan hasil interpretasi dari citra satelit.

Kegiatan survei lapangan ini meliputi berbagai kegiatan, baik pengukuran GCP, pengecekan hasil analisis data satelit maupun pengumpulan data lapangan seperti kandungan pirit maupun kondisi lapangan secara umum. Secara garis besar kegiatan-kegiatan di lapangan tersebut, antara lain meliputi:

• Pengukuran koordinat titik kontrol dengan menggunakan alat GPS guna mengetahui posisi lokasi pembuatan training area di lapangan.

• Pengecekan kebenaran klasifikasi dan analisis indeks vegetasi dari beberapa kelas sampel dan hasil analisis yang meragukan.

Analisis Perubahan Penggunaan Lahan

Analisis perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan membandingkan peta penggunaan lahan tahun 2000 dengan peta penutupan lahan 2006. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan yang terjadi pada tahun

2000 sampai 2006. Laju perubahan penggunaan lahan disajikan dalam bentuk persen dengan persamaan berikut:

V=N 2 –N 1 /N Keterangan :

V = Laju perubahan penggunaan lahan N 2 = Luas penggunaan lahan tahun kedua

N = Luas Total (Hamidy, 2003) Hasil interpretasi citra landsat TM 5 pada tahun 2000 dan tahun 2006

kemudian dioverlaykan (tumpang susun) sehingga menghasilkan peta perubahan penggunaan lahan.

Uji Statistik dengan Analisis Korelasi

Korelasi merupakan teknik analisis yang termasuk dalam salah satu teknik pengukuran asosiasi / hubungan (measures of association). Pengukuran asosiasi merupakan istilah umum yang mengacu pada sekelompok teknik dalam statistik bivariat yang digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel.

Dalam penelitian ini, analisis kolerasi digunakan untuk menentukan hubungan kerapatan tajuk dengan penggunaan lahan. Analisis ini dapat ditentukan dengan persamaaan :

(Supranto, 2001) Dimana : r = koefisien korelasi x = nilai NDVI y = Penggunaan lahan

Untuk nilai penggunaan lahan didapat dari hasil skoring berdasarkan penggunaan lahan, nilai skoringnya sebagai berikut :

a) Skor 3 : Hutan (kawasan hutan)

b) Skor 2 : perkebunan, semak belukar

c) Skor 1 : Pemukiman, industri, sawah dan tanah kosong, perairan. Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel dapat kita lihat dari kriteria sebagai berikut : • 0

: Tidak ada korelasi antara dua variable

: Korelasi sangat lemah

: Korelasi cukup

: Korelasi kuat

• 0,75 – 0,99 : Korelasi sangat kuat • 1

: Korelasi Sempurna (Sarwono, 2006).

Untuk mengetahui apakah terjadi perbedaan atau perubahan NDVI dan penggunaan lahan tahun 2000 dan 2006 maka dilakukan uji t pada sampel berpasangan (t-test paired sample).

Berikut ini adalah kerangka kegiatan penelitian :

Citra

Landsat TM

Pengolahan awal citra

Koreksi

Koreksi Geometrik

Radiometrik

Pengolahan Citra

• Analisis kualitatif • Analisis kuantitatif

-Analisis kerapatan tajuk

UR

VE

Peta Land use

NDVI

Data Tabulasi Analisis statistik (uji Korelasi)

Peta kerapatan

Hubungan kerapatan

tajuk &

tajuk & penggunaan

lahan penggunaan lahan

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Kawasan Ekosistem Leuser

Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) pertama kali diperkenalkan melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan No.227/Kpts-II/1995 tahun 1995 yang kemudian dikuatkan dengan Keputusan Presiden (Keppres) No.33 Tahun 1998.

Kawasan Ekosistem Leuser merupakan bentang alam yang terletak antara Danau Laut Tawar di Propinsi Aceh dan danau Toba di Propinsi Sumatera Utara. Ada 11 kabupaten yang tercakup di dalamnya yaitu, Aceh Tenggara, Aceh Selatan, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Barat, Aceh Singkil, Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Deli Serdang, Langkat, Tanah Karo, dan Dairi.

Luas keseluruhannya mencapai lebih kurang 2,5 juta hektar. Kawasan ini

0 0 0 terletak pada posisi geografis 2,25 0 - 4,95 Lintang Utara dan 96,35 – 98,55 Bujur Timur dengan curah hujan rata-rata 2.544 mm per tahun dan suhu hariannya

0 rata-rata 26 0 Celsius pada siang hari dan 21 pada malam hari. Kawasan Ekosistem Leuser terdiri dari Taman Nasional Gunung Leuser, Suaka

Margasatwa, Hutan Lindung, Cagar Alam, dan lain-lain (Sembiring, 2005).

Resort Tangkahan dan Cinta Raja

1. Letak kawasan dan Aksesibilitas

Tangkahan dan cinta raja merupakan sebuah kawasan diperbatasan Taman Nasional Gunung Leuser di sisi Sumatera Utara. Secara geografis kawasan

0 Tangkahan berada pada LU 03 0 41’01”, BT 98 4’28,2”. Sedangkan secara 0 Tangkahan berada pada LU 03 0 41’01”, BT 98 4’28,2”. Sedangkan secara

2. Suhu dan kelembapan udara

0 Suhu udara rata-rata di kawasan ini antara 21,1 0 C – 27.5 C dengan kelembaban nisbi berkisar antara 80 – 100%. Musim hujan di daerah ini

berlangsung merata sepanjang tahun tanpa musim kering yang berarti. Curah hujan rata-rata 200 – 320 mm pertahun.

3. Topografi

Topografi kawasan berupa kawasan landai, berbukit dengan kemiringan yang bervariasi (45 – 90 0 ).

4 . Kesuburan Tanah

Jenis tanah diklasifikasikan terdiri dari jenis tanah Podsolik dan Litosol. Podsolik ádalah termasuk jenis tanah yang telah mengalami tingkat perkembangan agak lanjut, umumnya terbentuk dari batu liat ( serpih ), napal dan batu pasir atau pada beberapa bahagian telah tercampur dengan bahan vulkanis. ;Penampang tanah dengan kedalaman sedang mempunyai sifat kurang baik dan peka terhadap erosi.Litosol ádalah jenis tanah tanpa perkembangan profil, merupakan batuan kukuh dengan lapisan tanah Sangat tipis diatasnya. Pada wilayah yang curam, terdapat batuan tanpa lapisan tanah. Bahan induk meliputi batu kapur bertufa dan batuan volkan.

5. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk dari Desa Namo Sialang pada tahun 2002 adalah 5037 jiwa yang terdiri dari 2477 laki-laki dan 2560 perempuan dan tersebar pada 15 dusun. Mata pencaharian penduduk kebanyakan adalah pekerja perkebunan, pegawai negeri, sebagian ada yang melakukan aktivitas pertanian, beternak dan mengusahakan perikanan. Sumber energi desa, 95% berasal dari kayu dan 5% minyak. Sedangkan penggunaan listrik berkisar hingga 80%. Sumber air desa berasal dari mata air sungai dan hujan.

Penduduk Desa Sei Serdang berjumlah 3120 yang terdiri dari 1531 laki- laki dan 1589 perempuan. Mata pencaharian penduduk, hampir sama dengan mata pencaharian Desa Namo Sialang yaitu pekerja perkebunan (baik kebun milik pribadi maupun milik investor yang berupa jeruk manis, dan karet ataupun kelapa sawit), pegawai negeri, bertani dan beternak. Sumber energi desa adalah 90% berasal dari kayu api, 10% dari minyak dan 100% menggunakan sumber listrik.

6. Sektor Unggulan potensial

a. Sektor Pertanian Sektor Pertanian komoditas yang diunggulkan adalah ; Karet, Jeruk Nipis, Jeruk Manis, Kelapa Sawit, Durian, Pisang dan lain-lain a. Sektor Pertanian Sektor Pertanian komoditas yang diunggulkan adalah ; Karet, Jeruk Nipis, Jeruk Manis, Kelapa Sawit, Durian, Pisang dan lain-lain

c. Sektor Perikanan Darat Sektor Perikanan air tawar di wilayah ini belum dioptimalkan, walaupun kesediaan lahan basah tersedia optimalkan untuk dikembangkan menjadi petakan- petakan kolam. Dan selama ini kebutuhan masyarakat akan ikan air tawar didapat dan dihasilkan dari Sungai.dan khusus untuk Ikan mas yang merupakan perangkat adat istiadat masih di datangkan dari luar daerah

d. Sektor Pariwisata Sektor Pariwisata saat ini merupakan sektor unggulan yang telah memberikan konstribusi secara langsung maupun tidak langsung kepada penduduk desa Namo Sialang dan Desa Sungai Serdang, terutama dalam hal pelestarian kawasan hutan TNGL dan pelestarian sungai Batang Serangan dari kegiatan peracunan dan perusakan ekosistem daerah aliran sungai.

Resort Sei Lepan

Sei Lepan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Langkat Sumatera Utara yang ibukotanya terletak di Alur Durian dengan luas 654,04 km 2 , jumlah

penduduk 50.068, kepadatan 76 jiwa/ km 2 dan memiliki 15 desa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Penggunaan Lahan di Lokasi Penelitian

Berdasarkan survei yang dilakukan dilapangan maka di dapatkan beberapa tipe penggunaan lahan di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) khususnya Resort Tangkahan, Cinta Raja dan Sei Lepan yaitu :

1. Hutan primer merupakan hutan yang memiliki struktur tajuk yang rapat sehingga matahari tidak dapat lantai hutan dengan baik, hutan primer dapat teridentifikasi dengan baik dan banyak terdapat di Resort Tangkahan dan Cinta Raja, sedangkan di Resort Sei Lepan kondisi hutan Primernya sudah sedikit.

2. Hutan sekunder merupakan hutan yang telah mengalami suksesi, hutan sekunder merupakan tipe penutupan lahan yang paling dominan di kawasan TNGL.

3. Lahan perkebunan dapat diartikan sebagai lahan yang penggunaannya terutama diperuntukkan untuk tanaman perkebunan. Penggunaan lahan yang di jumpai di Resort Tangkahan, Cinta Raja dan Sei lepan antara lain di pergunakan untuk Tanaman Sawit dan Karet. Penggunaan lahan tersebut di kelola oleh masyarakat dan juga oleh PT. Perkebunan Nusantara, seperti kebun sawit.

4. Agroforestri merupakan tipe penggunaan lahan yang memiliki strata tajuk yang ditumbuhi oleh berbagai jenis tanaman kehutanan (kayu) dan tanaman 4. Agroforestri merupakan tipe penggunaan lahan yang memiliki strata tajuk yang ditumbuhi oleh berbagai jenis tanaman kehutanan (kayu) dan tanaman