SISTEM PENGEN DALIAN MANAJEMEN BENCHMARKI

SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
BENCHMARKING
KELOMPOK 4

DISUSUN OLEH :

 PRIANANDA SANDITYA R.
(C1F015069)
 KRISTIAN DANANG P
(C1F015078)
 M. RIFQY NURFAUZAN A.
(C1F015085)
 REZKY ALIF M. ICHWAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Sejarah Benchmarking
Secara singkat dapat dikatakan bahwa pada mulanya konsep benchmarking
berkembang di bidang perindustrian. Awal tahun 1950-an banyak pengusaha
Jepang mengunjungi beberapa perusahan di Amerika Serikat dan negara-negara

Eropa barat. Tujuan kunjungan mereka adalah berusaha mendapatkan dua
masukan, yaitu teknologi dan penerapan bisnis atau praktik baik. Masukan itu
dikemas dalam bentuk perjanjian kerja.
Dari tahun 1952 hingga tahun 1984 tidak kurang dari 42.000 perjanjian kerja
telah ditandatangani. Hampir semua perjanjian itu berkisar tentang alih
teknologi terbaik dan “segala sesuatu” (know-how) yang dimiliki negara barat.
Jepang menggunakan proses “mengambil dan memanfaatkan” untuk kemajuan
industrinya. Pada tahun 1960-an industri-industri Jepang telah menyamai
industri-industri barat. Keberhasilan Jepang dalam menggunakan teknologi barat
untuk melakukan benchmarking terhadap kinerja mereka sendiri, merupakan
bukti reputasi mereka di dalam kancah perdagangan.
Istilah benchmarking baru muncul pada permulaan tahun 1980-an dan
menjadi tren dalam manajemen sebagai alat untuk meningkatkan kinerja
perusahaan pada tahun 1990-an. Bahkan pada tahun 1990 separuh dari
perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam Fortune 500 menggunakan teknik
benchmarking. Benchmarking adalah pendekatan yang secara terus menerus
mengukur dan membandingkan produk barang dan jasa, dan proses - proses
dan praktik-praktiknya terhadap standar ketat yang ditetapkan oleh para
pesaing atau mereka yang dianggap unggul dalam bidang tersebut.
Benchmarking adalah suatu proses yang biasa digunakan dalam manajemen

atau umumnya manajemen strategis, dimana suatu unit/bagian/organisasi
mengukur dan membandingkan kinerjanya terhadap aktivitas atau kegiatan
serupa unit/bagian/organisasi lain yang sejenis baik secara internal maupun
eksternal. Dari hasil benchmarking, suatu organisasi dapat memperoleh
gambaran dalam (insight) mengenai kondisi kinerja organisasi sehingga dapat
mengadopsi best practice untuk meraih sasaran yang diinginkan
Hal yang sangat penting dan bernilai manfaat tinggi dalam benchmarking
adalah bahwa dengan aktivitas ini memungkinkan korporasi untuk melihat jauh
ke depan melampaui paradigma berfkir terkait dengan kinerja proses bisnis.
Dengan melakukan benchmark terhadap perusahaan lain, korporasi dapat
secara nyata meningkatkan kesesuaian solusi masa depan terhadap
permasalahan saat ini. Dengan proses benchmark, korporasi dapat melakukan
loncatan kuantum dalam kinerja dengan terjadinya penurunan waktu siklus

belajar dan penetapan tujuan manajemen yang baru berdasar pada pengalaman
dan praktek baik yang ada pada perusahaan pesaing yang diakui terbaik dalam
bidangnya.
Benchmarking adalah alat bantu untuk memperbaiki kualitas dengan aliansi
antar partner untuk berbagi informasi dalam proses dan pengkuruan yang akan
menstimulasi praktek inovatif dan pemperbaiki kinerja. Dalam aktivitas ini akan

dapat ditemukan dan diterapkan praktek terbaik yang mempercepat laju
perbaikan dengan memberikan model nyata dan merealisasikan perbaikan
tujuan; sehingga praktek baik ini akan mendorong proses yang bersifat positif,
proaktif, terstruktur yang mempengaruhi perubahan operasi organisasi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Defnisi Benchmarking
Ada berbagai jenis pengertian benchmarking diantaranya:
 Gregory H. Watson, mengartikan benchmarking sebagai pencarian secara
berkesinambungan dan penerapan secara nyata praktik-praktik yang lebih
baik yang mengarah pada kinerja kompetitif unggul.
 David Kearns (CEO dari Xerox), mengartikan benchmarking sebagai suatu
proses pengukuran terus-menerus atas produk, jasa dan tata cara yang
dilakukan sebuah perusahaan terhadap pesaing yang terkuat atau badan
usaha lain yang dikenal sebagai yang terbaik.
 IBM, mengartikan benchmarking merupakan suatu proses terus-menerus
untuk menganalisis tata cara terbaik di dunia dengan maksud
menciptakan dan mencapai sasaran dan tujuan dengan prestasi dunia.
 Teddy Pawitra, mengartikan benchmarking sebagai suatu proses belajar

yang berlangsung secara sisitematis dan terus-menerus dimana setiap
bagian dari suatu perusahaan dibandingkan dengan perusahaan yang
terbaik atau pesaing yang paling unggul.
 Goetsch dan Davis, mengartikan benchmarking sebagai proses
pembanding dan pengukuran operasi atau proses internal organisasi
terhadap mereka yang terbaik dalam kelasnya, baik dari dalam maupun
dari luar industri.
Ada beberapa pengertian lain nya, seperti: Benchmarking adalah pendekatan
yang secara terus menerus mengukur dan membandingkan produk barang dan
jasa, dan proses-proses dan praktik-praktiknya terhadap standar ketat yang
ditetapkan oleh para pesaing atau mereka yang dianggap unggul dalam bidang
tersebut. Dengan melakukan atau melalui benchmarking, suatu organisasi dapat
mengetahui telah seberapa jauh mereka dibandingkan dengan yang terbaiknya.

Dan ada pula yang mengartikan Benchmark adalah proses membandingkan
kinerja proses bisnis dan metrik termasuk biaya, siklus waktu, produktivitas,
atau kualitas yang lain secara luas dianggap sebagai tolok ukur standar industri
atau praktik terbaik. Pada dasarnya, Benchmark menyediakan sebuah snapshot
dari kinerja bisnis Anda dan membantu Anda memahami di mana Anda berada
dalam kaitannya dengan standar tertentu.

Dari berbagai defnisi yang ada dapat disimpulkan bahwa benchmarking
merupakan suatu proses belajar yang berlangsung secara sistematik dan terusmenerus atas produk atau jasa dan tatacara suatu perusahaan dibandingkan
dengan perusahaan yang terbaik atau pesaing yang paling unggul, dengan
maksud menciptakan dan mencapai sasaran dan tujuan dengan prestasi kelas
dunia.
B. Asas Benchmarking
Menurut Pawitra (1994, p.12), beberapa azas dari benchmarking, yaitu:
 Benchmarking merupakan kiat untuk mengetahui tentang bagimana dan
mengapa suatu perusahaan yang memimpin dalam suatu industri dapat
melaksanakan tugas-tugasnya secara lebih baik dibandingkan dengan
yang lainnya.
 Fokus dari kegiatan benchmarking diarahkan pada praktik terbaik dari
perusahan lainnya. Ruang lingkupnya makin diperluas yakni dari produk
dan jasa, menjalar kearah proses, fungsi, kinerja organisasi, logistik,
pemasaran, dll. Benchmarking juga berwujud perbandingan yang terusmenerus dalam jangka waktu yang panjang tentang praktik dan hasil dari
perusahaan yang terbaik dimanapun perusahaan itu berada.
 Praktik benchmarking berlangsung secara sistematis dan terpadu dengan
praktik manajemen lainnya, misalnya TQM, corporate reengineering,
analisis pesaing, dll
 Kegiatan benchmarking perlu keterlibatan dari semua pihak yang

berkepentingan, pemilihan yang tepat tentang apa yang akan dibenchmarking-kan, pemahaman dari organisasi itu sendiri, pemilihan
mitra yang cocok, dan kemampuan untuk melaksanakan apa yang
ditemukan dalam praktik bisnis.
C. Metode Benchmarking
Proses benchmarking memiliki beberapa metode. Salah satu metode yang
paling terkenal dan banyak diadopsi oleh organisasi adalah metode 12, yang
diperkenalkan oleh Robert Camp. Langkah metode 12 terlalu luas untuk
dijabarkan. Agar mudah, metode 12 tersebut bias diringkas menjadi 6 bagian
utama yakni :
 Identifkasi problem apa yang hendak dijadikan subyek. Bisa berupa proses,
fungsi, output dsb.

 Identifkasi industri/organisasi/lembaga yang memiliki aktiftas/usaha serupa.
Sebagai contoh, jika anda menginginkan mengendalikan turnover karyawan
sukarela di perusahaan, carilah perusahaan-perusahaan sejenis yang
memiliki informasi turnover karyawan sukarela.
 Identifkasi industri yang menjadi pemimpin/leader di bidang usaha serupa.
Anda bisa melihat didalam asosiasi industri, survey, customer, majalah
fnansial yang mana industri yang menjadi top leader di bidang sejenis.
 Lakukan survey pada industri untuk pengukuran dan praktek yang

dilakukan.Anda bisa menggunakan survey kuantitatif atau kualitatif untuk
mendapatkan data dan informasi yang relevan sesuai problem yang
diidentifkasi di langkah awal.
 Kunjungi ’best practice’ perusahaan untuk mengidentifkasi area kunci
praktek usaha. Beberapa perusahaan biasanya rela bertukar informasi dalam
suatu konsorsium dan membagi hasilnya didalam konsorsium tersebut.
 Implementasikan praktek bisnis yang baru dan sudah diperbaiki prosesnya.
Setelah mendapatkan best practice perusahaan, dan mendapatkan
metode/teknik cara pengelolaannya, lakukan proyek peningkatan kinerja dan
laksanakan program aksi untuk implementasinya.

D. Manfaat Benchmarking
Secara umum manfaat yang diperoleh dari benchmarking dapat
dikelompokkan menjadi (Ross, 1994 pp.239-240) :
 Perubahan Budaya
Memungkinkan perusahaan untuk menetapkan target kinerja baru yang
realisitis berperan menyakinkan setiap orang dalam organisasi dan
kredibilitas target.
 Perbaikan Kinerja
Membantu perusahan mengetahui adanya gap-gap tertentu dalam kinerja

dan untuk memilih proses yang akan diperbaiki.
 Peningkatan kemampuan sumber daya manusia
Memberikan dasar bagi pelatihan Karyawan menyadari adanya gap antara
yang mereka kerjakan dengan apa yang dikerjakan karyawan lain
diperusahaan lain. Meningkatkan keterlibatan karyawan dalam memecahkan
permasalahan sehingga karyawan mengalami peningkatan kemampuan dan
keterampilan
E. Dasar pemikiran perlunya benchmarking
Benchmarking merupakan proses belajar yang berlangsung secara
sistematis, terus menerus, dan terbuka. Berbeda dengan penjiplakan
(copywriting) yang dilakukan secara diam-diam, kegiatan patokduga merupakan
tindakan legal dan tidak melanggar hukum. Dalam dunia bisnis modern meniru
dianggap sah asal tidak dilakukan secara langsung dan mentah-mentah.
Benchmarking memang dapat diartikan sebagai meniru dari paling hebat untuk

membuatnya sebagai referensi (Yamit, 2002: 134). Kegiatan ini dilandasi oleh
kerjasama antar dua buah institusi (perusahaan) untuk saling menukar informasi
dan pengalaman yang sama-sama dibutuhkan.
Praktek benchmarking merupakan pekerjaan berat yang menuntut kesiapan
“fsik” dan “mental” pelakunya. Secara “fsik” , karena dibutuhkan kesiapan

sumber daya manusia dan teknologi yang matang untuk melakukan
benchmarking secara akurat. Sedangkan secara “mental” adalah bahwa pihak
manajemen perusahaan harus bersiap diri bila setelah dibandingkan dengan
pesaing, ternyata mereka menemukan kesenjangan yang cukup tinggi. Pada titik
ini sangat terbuka kemungkinan terjadinya merjer atau akusisi, sehingga
memberikan dampak yang positif dan saling menguntungkan.
Ki Hadjar Dewantara beberapa puluh tahun lalu, diinisiasi telah
mengemukakan konsep benchmarking dalam bentuk “sederhana”. Konsep yang
diajukan dengan bahasa Jawa itu, adalah 3N, yaitu:
 Niteni ‘memperhatikan dengan seksama
 Niru ‘mencontoh/memanfaatkan
 Nambahi ‘mengadaptasi/ memperbaiki/menyempurnakan
Ungkapan tersebut menegaskan bahwa benchmarking tidak hanya sekadar
memindahkan sistem dari satu institusi ke institusi lain, tetapi diperlukan upaya
kreatif dan inovatif sesuai dengan kondisi, budaya, dan kemampuan. Sementara
itu, institusi yang dijadikan acuan pembanding akan terdorong untuk melakukan
perbaikan, pengelolaan dan meningkatkan standar mutu Dalam rangka
peningkatan mutu secara berkelanjutan, suatu institusi perlu menetapkan
standar baru yang lebih tinggi. Untuk itu, perlu dilakukan benchmarking sebagai
inspirasi atau cita-cita.

Evaluasi diri adalah usaha untuk mengetahui kondisi nyata dari sebuah
proses. Evaluasi diri harus memuat informasi yang sahih (valid) dan terpercaya
(reliability). Di atas dua prinsip di atas, terdapat nilai-nilai yang melandasi
pelaksanaan evaluasi, yakni objektivitas (objectivity) dan kejujuran (honesty).
Dengan evaluasi diri akan diketahui kondisi objektif sebuah institusi (perusahan/
PT) dan sekaligus dapat ditentukan pengembangan serta peningkatannya pada
masa berikutnya.
Selain benchmarking dan masukan internal, diperlukan juga masukan dari
stakeholders agar ada relevansi produk dengan stakeholders. Dorongan untuk
melakukan benchmarking banyak ditentukan oleh faktor kepuasan stakeholders.
Kepuasan stakeholders adalah tingkat perasaan seseorang/pengguna setelah
membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan
harapannya. Semakin banyaknya perguruan tinggi misalnya, membuat
stakeholders mengetahui dan meminta standar mutu dan pelayanan yang lebih
baik. Kepuasan pelanggan pun semakin lama semakin meningkat. Kegiatan
benchmarking pun juga harus dilaksanakan secara berkelanjutan sehingga akan
tercapai continuous quality improvement (CQI).
F. Evolusi konsep benchmarking

Menurut Watson, konsep benchmarking sebenarnya telah mengalami setidaknya

lima generasi, yaitu :
 Reverse Engineering
Dalam tahap ini dilakukan perbandingan karakteristik produk, fungsi produk
dan kinerja terhadap produk sejenis dari pesaing. Tahap ini tidak melibatkan
proses patok duga untuk bisnis, dan cenderung berorientasi teknis, dengan
pendekatan rekayasa produk termasuk membedah karateristik produk
 Competitive Benchmarking
Selain melakukan benchmarking terhadap karakteristik produk, juga
melakukan patok duga terhadap proses yang memungkinkan produk yang
dihasilkan adalah produk unggul. Generasi kedua ini berlangsung sekitar
tahun 1976-1986.
 Process Benchmarking
Konsep ini tidak hanya membatasi lingkupnya pada proses bisnis pesaing,
tetapi memiliki cakupan yang lebih luas dengan anggapan dasar bahwa
beberapa proses bisnis perusahaan terkemuka yang sukses memiliki
kemiripan dengan perusahaan yang akan melakukan benchmarking.
 Strategic Benchmarking
Merupakan suatu proses yang sistematis untuk mengevaluasi alternatif,
implementasi strategi bisnis dan memperbaiki kinerja dengan memahami
dan mengadaptasi strategi yang telah berhasil dilakukan oleh mitra eksternal
yang telah berpartisipasi dalam aliansi bisnis. Dalam konsep ini dibahas
tentang hal-hal yang berkaitan dengan arah strategis jangka panjang.
 Global Benchmarking
Generasi ini mencakup semua generasi yang sebelumnya dengan tambahan
bahwa cakupan geografsnya sudah mengglobal dengan membandingkan
terhadap mitra global maupun pesaing global. Pengklasifkasian menjadi lima
generasi tersebut menurut Tjiptono (2003: 237) tidak berarti bahwa generasigenerasi terdahulu sudah tidak berlaku lagi. Pada praktiknya, kelima konsep
tersebut masih berlaku hingga saat ini.
G. Jenis-jenis benchmarking
Jenis-jenis Patok Duga yang dikenal adalah:
 Benchmarking Internal
Pendekatan ini dilakukan dengan membandingkan operasi suatu bagian
dengan bagian internal lainnya dalam suatu organisasi, seperti kinerja setiap
departemen, divisi, dan cabang.
 Benchmarking kompetitif
Patok duga kompetitif dilakukan dengan mengadakan perbandingan dengan
berbagai pesaing. Faktor yang dibandigkan dapat berupa karakteristik
produk, kinerja, dan fungsi dari produk yang sama yang dihasilkan pesaing
dalam pasar yang sama.

 Benchmarking Fungsional
Pendekatan ini dilakukan dengan mengadakan perbandingan fungsi atau
proses dari perusahaan-perusahaan yang berada di berbagai industri.
 Benchmarking Generik
Patok duga generik merupakan perbandingan pada proses bisnis
fundamental yang cenderung sama di setiap industri atau perusahaan,
seperti penerimaan pesanan, dan pengembangan strategi. Dalam hal-hal
tersebut dapat diadakan patok duga meskipun perusahaan itu berada di
bidang industri yang berbeda.
H. Proses Benchmarking
Proses benchmarking di dalam bisnis harus didasarkan pada konsep 5W2H
yang dikembangkan oleh Alan Robinson. Konsep ini ditujukan untuk menjawab 7
pertanyaa. Lima pertanyaan ini diawali dengan huruf w, yaitu who, what, when,
where dan why) dan sisa kedua pertanyaan diawali dengan huruf h, yaitu how
dan how much. Konsep 5W2H merupakan langkah awal yang baik karena
memfokuskan para partisipan dalam proses benchmarking agar menjadi “mur
dan baut” atau pengintegrasi utama dalam pelaksanaannya. Jika perusahaan
inisiator mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada pada 5W2H
tersebut pada akhir proses benchmarking, maka informasi akan membantu
perusahaan, misalnya, memperbaiki dan meningkatkan pelayanannya terhadap
kepuasaan konsumen.
Empat cara yang dapat digunakan dalam melakukan benchmarking, adalah :
 Riset in-house
Melakukan penilaian terhadap informasi dalam perusahaan sendiri
maupun informasi yang ada di public.
 Riset Pihak Ketiga
Membiayai kegiatan benchmarking yang akan dilakukan oleh perusahaan
surveyor.
 Pertukaran Langsung
Pertukaran informasi secara langsung dapat dilakukan melalui kuesioner,
survei melalui telepon, dll
 Kunjungan Langsung
Melakukan kunjungan ke lokasi mitra benchmarking (cara ini dianggap
yang paling efektif).
Proses Benchmarking terdiri atas lima tahap yaitu:
 Keputusan mengenai apa yang akan di benchmarking;
 Identifkasi mitra benchmarking;
 Pengumpulan informasi;
 Analisis; dan
 Implementasi

Kemudian oleh Goetsch dan Davis (1994, pp.416-423) diperinci menjadi 14
langkah, yaitu :
 Komitmen manajemen.
Mandat dan komitmen dari pihak manajemen puncak sangat penting,
karena benchmarking akan melakukan perbaikan atau perubahan yang
tidak mudah serta membutuhkan dana dan waktu yang cukup besar.
 Basis pada proses perusahaan itu sendiri.
Sebelum perbaikan dilakukan, proses dan aspek-aspek yang telah ada
harus dipahami karena inilah yang akan dibandingkan.
 Identifkasi dan dokumentasi setiap kekuatan dan kelemahan proses
perusahaan.
Dalam benchmarking setiap pihak membutuhkan informasi tentang
proses untuk diperbandingkan.
 Pemilihan proses yang akan di-benchmarking.
Yang dapat dijadikan obyek benchmarking adalah setiap perilaku dan
kinerja perusahaan (antara lain: barang, jasa, proses, operasi, staf, biaya,
modal atau sistem pendukung, dsb) yang dipilih yang benar-benar
menjadi kelemahan atau diinginkan diubah, selainnya dimasukan sebagai
program perbaikan berkesinambungan.
 Pembentukan tim benchmarking.
Sebaiknya tim terdiri dari unsur pihak yang memahami perbedaan proses
yang dimiliki perusahaan dengan mitra benchmarking, pihak manajemen,
dan pihak yang mampu melaksanakan penelitian.
 Penelitian terhadap obyek yang terbaik di kelasnya.
Mitra benchmarking tidak hanya berasal dalam satu industri, tetapi bias
berasal dari industri yang berlainan, yang terbaik di kelasnya dan
bersedia menjadi mitra benchmarking.
 Pemilihan calon mitra benchmarking yang terbaik dikelasnya.
Tim benchmarking harus menentukan mitra yang paling tepat untuk
dipilih dengan mempertimbangkan faktor lokasi calon mitra dan
merupakan pesaing atau bukan.
 Mencapai kesepakatan dengan mitra benchmarking.
Jika mitra sudah ditentukan, perusahaan akan menghubungi untuk
mencari kesepakatan mengenai aktivitas benchmarking.
 Pengumpulan data.
Setelah ada kesepakatan kedua belah pihak, tim melakukan pengamatan,
pengumpulan data, dan dokumentasi yang berkaitan dengan proses
(kunci sukses) mitra benchmarking, antara lain melalui wawancara
langsung, survei telpon atau surat, dsb.
 Analisis data dan penentuan gap.
Tim melakukan analisis dan perbandingan data, dengan demikian akan
bias diidentifkasi gap atau kesenjangan yang ada.

 Perencanaan tindakan untuk mengurangi kesenjangan yang ada atau
bahkan mengunggulinya.
Untuk mengimplementasikan proses baru diperlukan perencanaan,
pelatihan, dan memperhatikan bahwa tujuan benchmarking bukan
sekedar meniru melainkan mengunguli kinerja proses benchmarking
tersebut.
 Implementasi perubahan.
Dengan diterapkan prosedur baru, pada awal perubahan belum sesuai
dengan benchmarking, untuk itu perlu waktu untuk bisa menjadi
kebiasaan.
 Pemantauan.
Kinerja
perusahaan
akan
meningkat
dengan
perbaikan
yang
berkesinambungan serta dilakukan kegiatan pemantauan.
 Memperbaharui benchmarking.
Mitra benchmarking yang menjadi terbaik di kelasnya akan selalu
mengembangkan diri dan memperbaiki prosesnya, oleh karena itu
perusahaan
harus
pula
memperbaharui
benchmarking
secara
berkesinambungan.
I.

J.

Biaya-Biaya Benchmarking
Benchmark adalah proses yang cukup mahal, tetapi kebanyakan organisasi
menemukan bahwa lebih dari membayar untuk dirinya sendiri. Ada tiga jenis
biaya yaitu:
 Biaya Kunjungan
Ini termasuk kamar hotel, biaya perjalanan, makanan, sebuah token
hadiah, dan kehilangan waktu kerja.
 Biaya Waktu
Anggota tim pembandingan akan menginvestasikan waktu dalam meneliti
masalah, menemukan perusahaan yang luar biasa untuk belajar,
kunjungan, dan implementasi. Ini akan membawa mereka pergi dari tugas
rutin mereka untuk menjadi bagian dari setiap hari, sehingga staf
tambahan mungkin diperlukan.
 Biaya Benchmark Database
Organisasi yang melembagakan pembandingan ke prosedur sehari-hari
mereka merasa berguna untuk membuat dan mengelola database praktik
terbaik dan perusahaan yang terkait dengan setiap praktik terbaik
sekarang.
Biaya benchmark secara substansial dapat dikurangi melalui internet
memanfaatkan sumber daya yang banyak bermunculan selama beberapa tahun
terakhir. Ini bertujuan untuk menangkap standar dan praktik terbaik dari
organisasi-organisasi, sektor bisnis dan negara-negara untuk membuat proses
pembandingan lebih cepat dan lebih murah.
Prasyarat Benchmarking

Beberapa prasyarat benchmarking antara lain:
 Kemauan dan Komitmen
 Keterkaitan Tujuan Strategik
 Tujuan Untuk Menjadi Terbaik, Bukan Hanya Untuk Perbaikan
 Keterbukaan Terhadap Ide-Ide
 Pemahaman Terhadap Proses, Produk dan Jasa Yang Ada
 Proses Terdokumentasi, karena :
o Semua orang yang berhubugan dengan suatu proses harus memiliki
pemahaman yang sama terhadap proses yang bersangkutan.
o Dokumentasi sebelum adanya perubahan berguna dalam pengukuran
peningkatan kinerja setelah dilaksanakannya benchmarking.
o Mitra benchmarking belum tentu akrab dengan proses yang dimiliki
suatu organisasi.
 Ketrampilan Analisis Proses
 Ketrampilan Riset,Komunikasi dan Pembentukan Tim
K. Hambatan–Hambatan Terhadap Kesuksesan Benchmarking
 Fokus Internal
Organisasi terlalu berfokus internal dan mengabaikan kenyatan bahwa
proses yang terbaik dalam kelasnya dapat menghasilkan efsiensi yang
jauh lebih tinggi, maka visi organisasi menjadi sempit.
 Tujuan Benchmarking Terlalu Luas
Benchmarking membutuhkan tujuan yang lebih spesifk dan berorientasi
pada bagaimana (proses), bukan pada apa (hasil)
 Skedul Yang tidak realistis.
Benchmarking membutuhkan kesabaran, karena merupakan proses
keterlibatan yang membutuhkan waktu. Sedangkan skedul yang
terlampau lama juga tidak baik, karena mungkin ada yang salah dalam
pelaksanaannnya.
 Komposisi Tim Yang Kurang Tepat
Perlu pelibatan terhadap orang-orang yang berhubungan dan
menjalankan
proses
organisasi
sehari-hari
dalam
pelaksanaan
benchmarking
 Bersedia Menerima “OK-in-Class”
Seringkali organisasi bersedia memilih mitra yang bukan terbaik dalam
kelasnya. Hal ini dikarenakan : Yang terbaik di kelasnya. tidak berminat
untuk berpartisipasi, Riset mengidentifkasi mitra yang keliru, Perusahaan
benchmarking malas berusaha dan hanya memilih mitra yang lokasinya
dekat.
 Penekanan Yang Tidak Tepat
Tim terlalu memaksakan aspek pengumpulan dan jumlah data. Padahal
aspek yang paling penting adalah poses itu sendiri.
 Kekurangpekaan Terhadap Mitra

MitraBenchmarking memberikan akses untuk mengamati prosesnya dan
juga menyediakan waktu dan personilnya kuncinya untuk membantu
proses benchmaking kepada organisasi sehingga mereka harus dihormati
dan dihargai.
 Dukungan Manajemen Puncak Yang Terbatas
Dukungan total dari manajemen puncak dibutuhkan untuk memulai
benchmarking, membantu tahap persiapan dan menjamin tercapainya
manfaat yang dijanjikan.
L. Beberapa Kendala dalam Benchmarking
Berhubung proses identifkasi dan transfer praktek bisnis cenderung
memakan waktu (time consuming, maka kendala yang terutama dalam
melakukan benchmarking adalah kurangnya motivasi untuk mengadopsi praktek
bisnis, kurangnya informasi yang memadai mengenai cara adaptasi dan
penggunaannya secara efektif dan kurangnya kapasitas (sumberdaya ataupun
keterampilan) dalam penyerapan praktek bisnis Kebanyakan orang mempunyai
kecenderungan untuk belajar, membagi pengalaman, dan bertindak lebih baik.
Kecenderungan ini dihalangi oleh sebab-sebab administratif, struktural, budaya
yang berpengaruh negatif pada keseluruhan organisasi, antara lain:
 Struktur organisasi silo, di mana masing-masing unit fokus pada tujuan
sendiri, sehingga kepentingan bersama lebih dipandang dari sudut pandang
masing-masing unit.
 Budaya menghargai keahlian dan penciptaan pengetahuan lebih dominan
disbanding budaya membagi keahlian.
 Kurangnya kontak, hubungan dan perspektif bersama dalam suatu
organisasi.
 Sistem yang tidak memungkinkan atau menghargai upaya untuk melakukan
knowledge sharing atau keterampilan









Faktor-faktor budaya yang menghambat proses knowledge sharing yaitu:
Kurangnya kepercayaan
Perbedaan budaya, kosa kata, dan kerangka berpikir
Kurangnya sarana baik waktu, tempat pertemuan, kesempatan untuk
menampung ide-ide yang menunjang produktivitas
Penghargaan atau status tetap dimiliki oleh unit yang di-benchmark.
Kurangnya kapasitas untuk menyerap pengetahuan
Kepercayaan bahwa pengetahuan tetap dimiliki oleh unit yang di-benchmark,
atau sindrom “bukan hasil karya unit kami”
Kurang toleransi terhadap kesalahan atau dalam membutuhkan pertolongan

BAB III
KESIMPULAN

Dapat dikatakan bahwa benchmarking membutukan kesiapan “Fisik” dan
“Mental”. Secara “Fisik” karena dibutuhkan kesiapan sumber daya manusia dan
teknologi yang matang untuk melakukan benchmarking secara akurat.
Sedangkan secara “Mental” Adalah bahwa pihak manajemen perusahaan harus
bersiap diri bila setelah dibandingkan dengan pesaing, ternyata mereka
menemukan kesenjangan yang cukup tinggi.Maka dapat disimpulkan beberapa
hal yang harus diketahui oleh perusahaan maupun mereka yang berkecimpung
dalam dunia bisnis bahwa:
Benchmarking merupakan kiat untuk mengetahui tentang bagimana dan
mengapa suatu perusahaan yang memimpin dalam suatu industri dapat
melaksanakan tugas-tugasnya secara lebih baik dibandingkan dengan yang
lainnya.
Fokus dari kegiatan benchmarking diarahkan pada praktik terbaik dari
perusahaan lainnya. Ruang lingkupnya makin diperluas yakni dari produk dan
jasa menjalar kearah proses, fungsi, kinerja organisasi, logistik, pemasaran, dll.
Benchmarking juga berwujud perbandingan yang terus-menerus, jangka panjang
tentang praktik dan hasil dari perusahaan yang terbaik dimanapun perusahaan
itu berada.
Praktik benchmarking berlangsung secara sistematis dan terpadu dengan
praktik manajemen lainnya, misalnya TQM, corporate reengineering, analisis
pesaing, dll. Kegiatan benchmarking perlu keterlibatan dari semua pihak yang
berkepentingan, pemilihan yang tepat tentang apa yang akan di- benchmarkingkan, pemahaman dari organisasi itu sendiri, pemilihan mitra yang cocok dan
kemampuan untuk melaksanakan apa yang ditemukan dalam praktik bisnis.

DAFTAR PUSTAKA

http://yusransorumba.blogspot.co.id/2013/12/makalah-benchmarking.html
http://jasapembuatanweb.co.id/artikel-ilmiah/sejarah-ringkas-kemunculanbenchmarking
http://agungbudiawan6hmbhi.blogspot.co.id/
Soewarso Hardjosoedarmo, Total quality management, Andi, 2004
Sri Untari, Patok Duga Sebagai Instrumen Perbaikan Kinerja Perusahaan, Gema
Stikubank, Desember 1996
Jenny Waller and Derek Allen, The T.Q.M. Toolkit: A Guide to Practical Techniques
for Total Quality
Management, Kogan Page, 1995