FENOMENA DAN PROBLEMATIKA YANG DIALAMI O

FENOMENA DAN PROBLEMATIKA YANG DIALAMI
OLEH SISWA AKSELERASI PADA SMP 1
SUNGGUMINASA, KAB.GOWA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu cara untuk meningkatkan taraf hidup suatu Negara adalah melalui pendidikan,
karena dengan pendidikan, suatu negara dapat meningkatkan kualitas serta mengembangkan
potensi sumber daya manusianya. Dalam menyelenggarakan pendidikan, pada awalnya
pemerintah telah menetapkan suatu program pendidikan yang bersifat regular yaitu
penyelenggaraan pendidikan yang bersifat missal yakni berorientasi pada kuantitas agar dapat
melayani siswa sekolah sebanyak-banyaknya. Namun pada kenyataannya program regular ini
tidak dapat memenuhi semua kebutuhan siswa dan mempunyai kelemahan yaitu tidak
terakomodasinya kebutuhan individual siswa.
Siswa yang relatif lebih cepat penalarannya atau dapat digolongkan sebagai anak
berbakat, tidak terlayani secara baik dalam hal pemenuhan kebutuhannya, sehingga potensi yang
dimilikinya tidak berkembang secara optimal (underachievement). Sehingga pada tahun
1998/1999 pemerintah mengerluarkan kebijakan untuk membuat program percepatan atau lebih
dikenal dengan istilah akselerasi (Supriyantini, 2010).
Program akselerasi memberikan kesempatan bagi para anak berbakat dalam percepatan
waktu belajar dari enam tahun menjadi lima tahun pada jenjang SD dan tiga tahun menjadi dua

tahun pada jenjang SMP dan SMA. Tujuan umum program ini adalah memberikan layanan
kebutuhan peserta didik yang memiliki karakteristik khusus pada segi potensi intelektual dan
bakat istimewa agar terlayani sesuai bakat, minat, dan kemampuan. Program akselerasi memiliki
muatan positif pada pendidikan secara umum karena menawarkan suatu diferensiasi model
pendidikan dengan menempatkan anak didik sesuai kemampuannya. Program akselerasi ini
diharapkan menjadi solusi layanan pendidikan bagi anak berbakat. Solusi yang diharapkan
diantaranya menciptakan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi anak, yaitu sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan belajarnya.

Akselerasi dalam pendidikan memiliki multi nilai dalam mengembangkan potensi
manusia, baik daya nalar, kreatifitas, maupun emosional, yang menjadi sebuah kalimat yang
sangat penting dalam dunia pendidikan. Akselerasi, yang dalam pemikiran sebagian orang
dianggap sebagai program unggulan dalam pendidikan, ternyata tidak lepas dari berbagai
kendala atau permasalahan. Permasalahan yang sering muncul berkaitan dengan masalah
perkembangan personal dari anak sendiri, selalu dikaitkan dengan ekslusifitas, kesiapan guru,
dan sarana penunjang. Perlu adanya eksplorasi isu dikarenakan dalam tataran implementasi
program akselerasi terdapat beragam motivasi dan implementasi. Oleh karena itu, perlu adanya
telaah kritis untuk mengkaji dan mencari solusi atas berbagai permasalahan tersebut. Selain itu
diperlukan pula eksplorasi isu-isu kritis yang mungkin belum terangkat. Oleh karena itu peneliti
tertarik untuk melihat bagaimana fenomena dan problematika yang dialami oleh siswa akselerasi

pada SMP 1 Sungguminasa, Kab.Gowa.

B. Rumusan masalah
Bagiamana fenomena dan problematika yang dialami oleh siswa akselerasi pada SMP 1
Sungguminasa, Kab.Gowa?

C. Tujuan penelitian
Mengetahui fenomena dan problematika yang dialami oleh siswa akselerasi pada SMP 1
Sungguminasa, Kab.Gowa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anak berbakat
1. Pengertian anak berbakat
Imandala (2012) mengemukakan bahwa batasan anak berbakat secara umum adalah anak
yang memiliki kemampuan-kemampuan yang unggul dan mampu memberikan prestasi yang
tingg. Istilah yang sering digunakan bagi anak-anak yang memiliki kemampuan-kemampuan
yang unggul atau anak yang tingkat kecerdasannya di atas rata-rata anak normal adalah anak

cerdas, cemerlang, superior, supernormal, genius, dan gifted. Renzulli (1978) menjelaskan

bahwa. anak gifted adalah anak yang memiliki kecakapan tinggi mengembangkan gabungan dari
ketiga sifat, yaitu kemampuan umum yang tingkatannya di atas kemampuan rata-rata , komitmen
yang tinggi terhadap tugas-tugas dan kreativitas yang tinggi.

2. Layanan Pendidikan Anak Berbakat
a. Kurikulum
Dedi Supriadi (1992) mengemukakan bahwa perancangan kurikulum mempengaruhi
pelayanan bagi pendidkan anak berbakat. Kurikulum berdiferensiasi bagi anak berbakat mengacu
pada penanjakan kehidupan mental melalui berbagai program yang akan menumbuhkan
kreativitasnya serta mencakup berbagai pengalaman belajar intelektual pada tingkat tinggi.
Dilihat dari kebutuhan perkembangan anak berbakat, maka kurikulum berdiferensiasi
memperhatikan perbedaaan kualitatif individu berbakat dari manusia lainnya.
Dalam kurikulum berdeferensiasi terjadi penggemukan materi, artinya materi kurikulum
diperluas atau diperdalam tanpa menjadi lebih banyak. Secara kualitatif materi pelajaran berubah
daalam penggemukan beberapa konsep esensial dari kurikulum umum sesuai dengan tuntutan
bakat, perilaku, keterampilan dan pengetahuan serta sifat luar biasa anak berbakat. Dengan
demikian, kurikulum pendidikan seyogyanya bisa mengakomodasi dimensi vertikal maupun
horizontal pendidikan anak.
Secara vertikal, anak-anak berbakat harus dimungkinkan untuk menyelesaikannya
pendidikannya lebih cepat. Secara horizontal, disediakan program pengayaan (enrichment),

dimana siswa berbakat dimungkinkan untuk menerima materi tambahan, baik dengan tugastugas maupun sumber-sumber belajar tambahan, baik dengan tugas-tugas maupun sumbersumber belajar tambahan.

b. Model Pembelajaran
Veron (1979) mengemukakan bahwa untuk layanan pendidikan terhadap anak berbakat
terdapat beberapa model yang dapat digunakan, yaitu model pengayaan, segregasi, dan
akselerasi. Penjelasan dari mode-model ini adalah sebagai berikut :

a) Pengayaan (enrichment)
Dalam model enrichment ini anak mendapatkan pembelajaran tambahan sebagai pengayaan.
b) Segregasi
Anak-anak berbakat dikelompokkan ke dalam satu kelompok yang disebut “ability grouping”
dan diberi kesempatan untuk memperoleh pengalaman belajar yang sesuai dengan potensinya.
c) Akselerasi (acceleration)
Secara konvensional bagi anak yang memiliki kemampuan superior dipromosikan untuk naik
kelas lebih awal dari biasanya. Dalam percepatan ini ada beberapa cara yang dapat dilakukan,
seperti masuk sekolah lebih awal/sebelum waktunya (early admission) dan loncat kelas (grade
skipping).

B. Akselerasi
1. Pengertian Akselerasi

Imandala (2012) menyebutkan bahwa istilah akselerasi merujuk pada layanan yang disajikan
(service delivery) dan kurikulum yang disampaikan (curriculum delivery). Sebagai layanan,
akselerasi pada setiap tahap pendidikan berarti loncatan kelas/tingkat yang lebih tinggi dari masa
studi normal. Dan sebagai kurikulum, akselerasi berarti mempercepat bahan ajar dari yang biasa
disampaikan kepada kelas regular sehingga peserta didik (akseleran) akan menguasai banyak
pengalaman belajar dalam waktu yang sedikit.
Supriyantini (2010) mengemukakan bahwa program akselerasi adalah pemberian pelayanan
sesuai potensi siswa yang berbakat dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk
menyelesaikan program pendidikan dalam jangka waktu yang lebih cepat. Imandala (2012)
menjelaskan bahwa program akselerasi adalah program yang memberikan layanan kebutuhan
peserta didik yang memiliki karakteristik khusus pada segi potensi intelektual dan bakat
istimewa agar terlayani sesuai bakat, minat, dan kemampuan.

2. Standar Kualifikasi Program Akselerasi

Supriyantini (2010) mengemukakan bahwa kualifikasi yang diharapkan dapat dihasilkan
melalui program akselerasi adalah peserta didik yang memiliki kualifikasi kemampuan sebagai
berikut:
a.


Kualifikasi perilaku kognitif, yaitu daya tangkap cepat, mudah dan cepat dalam memecahkan
masalah secara kritis.

b. Kualifikasi perilaku kreatif, yaitu rasa ingin tahu, imajinatif, dan berani mengambil resiko.
c.

Kualifikasi perilaku keterikatan terhadap tugas, seperti tekun, bertanggung jawab, disiplin, kerja
keras, keteguhan dan daya juang.

d. Kualifikasi perilaku kecerdasan emosi, seperti pemahaman diri sendiri, pemahaman terhadap
orang lain, pengendalian diri, kemandirian dan penyesuaian diri.
e.

Kualifikasi perilaku kecerdasan spiritual, yaitu pemahaman dari apa yang harus dilakukan
peserta didik untuk mencapai kebahagiaan diri dan orang lain disekitarnya.

3. Tujuan Program Akselerasi
Hawadi (2004) mengemukakan bahwa penyelenggaraan program akselerasi atau percepatan
belajar secara umum bertujuan untuk:
a.


Memberikan pelayanan terhadap peserta didik yang memiliki karakteristik khusus dari aspek
kognitif dan afektifnya.

b. Memnuhi hak asasi selaku peserta didik sesuai dengan kebutuhan pendidikan.
c.

Memnuhi minat intelektual dan perspektif masa depan peserta didik.

d. Menyiapkan peserta didik menjadi pemimpin masa depan.
e.

Menghargai peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa untuk dapat
menyelesaikan pendidikan lebih cepat.

f.

Memacu kualitas dan mutu siswa dalam meningkatkan kecerdasan spiritual, intelektual dan
emosional secara berimbang,


g. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran peserta didik.

3. Keuntungan dan Kelemahan Program Akselerasi
Supriyantini (2010) mengemukakan bahwa keuntungan dari program akselerasi adalah
mampu menyediakan kesempatan pendidikan yang tepat bagi siswa yang cerdas. Sehingga

proses yang terjadi dalam kelas akan memungkinkan siswa untuk memelihara semangat dan
gairah belajarnya. Program akselerasi membawa siswa pada tantangan yang berkesinambungan
yang akan menyiapkan mereka menghadapi pendidikan selanjutnya. Melalui program akselerasi,
peserta didik diharapkan mampu memasuki dunia profesional pada usia muda dan memperoleh
kesempatan untuk bekerja secara produktif.
Hawadi (2004) mengemukakan bahwa terdapat empat kelemahan yang berpotensi negatif
dalam program akselerasi bagi anak berbakat, yaitu:
a.

Segi akademik

a) Bahan ajar yang diberikan mungkin saja terlalu jauh bagi siswa sehingga ia tidak mampu
beradaptasi dengan lingkungan yang baru, dan akhirnya menjadi seorang siswa dalam kategori
sedang.

b) Prestasi yang ditampilkan siswa pada waktu proses identifikasi bisa jadi merupakan fenomena
sesaat saja.
c) Siswa akselerasi kurang matang secara social, fisik dan juga emosional untuk berada dalam
tingkat kelas yang tinggi meskipun memenuhi kualifikasi secara akademis.
b. Segi penyesuaian sosial
a) Siswa akselerasi didorong untuk berprestasi secara akademis, sehingga akan mengurangi
waktunya dalam melakukan aktivitas lain.
b) Siswa akselerasi akan kehilangan aktivitas dalam masa-masa hubungan sosial yang penting pada
usianya.
c.

Penyesuaian emosional

a) Siswa akselerasi mungkin saja merasa frustrasi dengan adanya tekanan dan tuntutan yang ada.
Pada akhirnya, mereka akan merasa sangat lelah sehingga menurunkan tingkat apresiasinya dan
bisa menjadi siswa yang underachiever.
b) Siswa akselerasi akan mudah frustrasi dengan adanya tekanan dan tuntutan berprestasi. Siswa
yang mengalami sedikit kesempatan untuk membentuk persahabatan pada masanya akan menjadi
terasing atau agresif terhadap orang-orang yang ada disekitarnya.
c) Adanya tekanan untuk berprestasi membuat siswa akseleran kehilangan kesempatan untuk

mengembangkan hobinya.

4. Permasalahan yang dialami oleh Siswa Akselerasi
Yakub dan Saam (2012) mengemukakan bahwa masalah utama dalam program akselerasi
adalah bila dilakukan dengan tergesa-gesa, anak tersebut dapat saja belum siap atau matang, baik
secara fisik maupun emosi untuk masuk atau dapat diterima dengan teman-temannya yang lebih
tua, hal ini dapat berdampak kepada berbagai masalah yang dialami mereka tak terkecuali
masalah dalam belajar. Di dalam penelitiannya terhadap siswa akselerasi pada SMP Dumai,
Yakub dan Saam (2012) menemukan bahwa terdapat lima permasalahan yang sering dialami
oleh siswa yang masuk program kelas akselerasi, yaitu:
a.

Siswa kelas akselerasi dan siswa kelas unggulan ternyata tidak terbebas dari masalah belajar,
masalah utama yang di alami mereka hampir sama yaitu kebiasaan dan sikap dalam belajar yang
jelek, dimana hampir dari separuh mereka mengalaminya.

b. Masalah utama yang dirasakan pada motivasi belajar oleh siswa akselerasi dan unggulan adalah
catatan pelajaran yang tidak lengkap dan buku-buku pelajaran yang sulit dimengerti.
c.


Masalah kebiasaan dan sikap dalam belajar yang paling dirasakan oleh siswa kelas akselerasi
dan unggulan adalah mereka tidak suka pelajaran yang bersifat perhitungan dan pada saat belajar
kurang memperhatikan guru.

d. Masalah cara belajar yang paling dirasakan oleh siswa kelas akselerasi dan unggulan adalah
tidak mau memberikan tanggapan sewaktu pelajaran berlangsung dan tidak mempunyai minat
yang tinggi dalam semua mata pelajaran.
e.

Masalah sarana dan prasarana pembelajaran yang paling dirasakan adalah materi pelajaran yang
diberikan tidak berurutan dan materi pelajaran yang diberikan tidak menarik karena tidak
dilengkapi dengan media pembelajaran.

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Creswell
(2010) mengemukakan pengertian penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk
mengeksplorasi dan memahami makna yang dianggap dari masalah sosial atau kemanusiaan.
Proses penelitian kualitatif melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaanpertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan,
menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema umum, dan
menafsirkan makna data. Laporan akhir untuk penelitian ini memiliki struktur atau kerangka
yang fleksibel. Siapa pun yang terlibat dalam bentuk penelitian ini harus menerapkan cara
pandang penelitian yang bergaya induktif, berfokus pada makna individual, dan menerjemahkan
kompleksitas suatu persoalan.

B. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini, karakteristik dan jumlah subjek adalah siswa akselerasi SMP 1
Gowa. Sumber data yang di kumpulkan untuk penelitian dari subjek penelitian, dalam hal ini
adalah Siswa SMP 1 Gowa yang mengikuti program akselerasi atau program percepatan belajar.

C. Tahap – Tahap Penelitian
1.Tahap Persiapan
Pedoman wawancara yang dikembangkan dalam penelitian ini berdasarkan teori-teori yang
telah dikemukakan, sehingga pertanyaan yang diajukan relevan dengan masalah penelitian.
2.Tahap Pelaksanaan
Sebelum dilakukan pengumpulan data, peneliti menghubungi dan membuat janji dengan
pihak sekolah subjek terlebih dahulu untuk melakukan wawancara. Penelitian ini dilaksanakan di
kota

Makassar.

Lokasi

penelitian di

SMP

1

Gowa yang

dimana memiliki

program

akselerasi. Penelitian yang dilakukan merupakan tempat dimana subjek menjalani rutinitas
sekolah. Hal tersebut didasarkan atas kesepakatan antara subjek dan penelitiSetelah bertemu
dengan subjek pihak sekolah dan, peneliti memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari
penelitian. Saat pelaksanaan, peneliti melakukan observasi, mencatat semua jawaban yang
diberikan oleh subjek dan merekam suara subjek. Setelah peneliti melakukan wawancara dan
observasi, peneliti menganalisis data yang ada kemudian membuat verbatim dan membuat open
coding.
3.Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan tipe wawancara. Wawancara seperti
percakapan sehari-hari dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tehnik ini dapat berubah
tergantung pada tingkatan wawancara yang telah terstruktur. Teknik ini dapat berubah tergantung
pada tingkatan wawancara yang telah terstruktur sebelumnya.
4.Alat Bantu Pengumpul Data

Dalam penelitian, informasi atau data yang dibutuhkan bisa dalam bentuk verbal dan non
verbal. Oleh sebab itu dalam melakukan observasi dan wawancara peneliti memerlukan beberapa
alat bantu yang dapat digunakan sebagai sarana untuk mempermudah proses jalannya suatu
penelitian. Beberapa sarana atau instrumen yang digunakan adalah menggunakan media perekam
suara, catatan atau tulisan tangan, pedoman wawancara, dan pedoman observasi.

D. Teknis Analisis Data
Data yang diperoleh akan di analisa dengan menggunakan teknik analisa data kualitatif.
Adapun tahapan tersebut adalah mengorganisasikan data, mengelompokkan data, analisis kasus,
dan menguji asumsi. Berikut ini adalah langkah-langkah analisis data yang dilakukan oleh
peneliti :
1.Mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis. Langkah ini melibatkan transkripsi
wawancara, men-scanning materi, mengetik data lapangan, atau memilah-milah dan menyusun
data tersebut ke dalam jenis-jenis yang berbeda tergantung pada sumber informasi.
2.Membaca keseluruhan data. Pada tahap ini, peneliti menulis catatan catatan khusus atau gagasangagagsan umum tentang data yang diperoleh.

3.Menganalisis lebih detail dengan meng-coding data. Coding merupakan proses mengolah materi
atau informasi menjadi segmen-segmen tulisan sebelum memaknainya (Rossman & Rallis, 1998,
dalam Creswell,2010:276)
4.Menerapkan proses coding untuk mendeskripsikan setting, orang-orang, kategori-kategori, dan
tema-tema yang akan di analisis. Deskripsi ini melibatkan usaha penyampaian informasi secara
detail mengenai orang-orang, lokasi-lokasi atau peristiwa-peristiwa dalam setting tertentu.
5.Mendeskripsikan tema-tema atau menyajikan kembali dalam sebuah narasi atau laporan
penelitian.
6.Keabsahan Data
Sugiyono mengemukakan bahwa temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada
perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan yang sesungguhnya terkjadi pada subjek
penelitian.
Lincoln dan Guba mengemukakan beberapa kriteria yang digunakan untuk meyakinkan
bahwa data yang diperoleh di lapangan merupakan data yang akurat dan dapat dipercaya.Kriteria
tersebut sebagai berikut:
a.

Kepercayaan (credibility)
Ada lima teknik utama untuk mengecek kredibiltas data, yaitu dengan melakukan kegiatan-

kegiatan yang lebih memungkinkan temuan atau interpretasi dapat dipercaya melalui
perpanjangan penelitian, pengamatan yang terus menerus dan triangulasi, pengecekan eksternal
pada proses inkuiri melalui diskusi dengan teman sejawat atau ahli, melakukan analisis kasus
negatif, kecukupan referensial, pengkajian realita ganda dari objek yang diteliti.

b. Keteralihan (transferability)
Peneliti dalam laporannya harus memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat
dipercaya. Bila laporan penelitian memperoleh gambaran yang jelas dan hasil penelitian dapat
diberlakukan pada kelompok yang sama maka laporan tersebut memenuhi standar
transefrabilitas.
c.

Kebergantungan (dependability)

Dalam penelitian kualitatif, uji dependabiliti dilakukan dengan melakukan audit terhadap
keseluruhan proses penelitian. Caranya dilakukan oleh auditor yang independen atau
pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktifitas peneliti dalam melakukan penelitian.
Bagaimana peneliti mulai menentukan masalah penelitian, memasuki lapangan, menentukan
sumber data, melakukan analisis data, melakukan uji keabsahan data, sampai membuat
kesimpulan penelitian.
d. Kepastian (confirmability)
Dalam penelitian kualitatif uji konfirmabiliti mirip dengan uji dependabiliti. Menguji
konfirmabiliti berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Bila
hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut
telah memenuhi standar konfirmabiliti

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Observasi dan Wawancara
1. Gambaran umum subjek
Subjek pertama dalam penelitian ini merupakan subjek yang berusia 11 tahun. Merupakan
siswa SMP 01 Gowa. Subjek berkulit cokelat, berambut lurus, subjek mempunyai mata yang
bulat, serta alis yang tebal. Pada saat wawancara subjek memakai seragam olaraga sekolah.
Subjek kedua merupakan siswa berusia sekitar 11 tahun. Subjek berkulit cokelat, memakai
jilbab putih subjek mempunyai mata yang bulat, serta alis yang tipis. Pada saat wawancara
subjek memakai seragam olaraga sekolah.
Subjek ketiga merupakan guru dan wali kelas siswa akselerasi SMP 01 Gowa. Subjek berkulit
putih, memakai jilbab hitam subjek mempunyai mata yang bulat, serta alis yang tipis. Pada saat
wawancara subjek memakai seragam pegawai negeri sipil.

B. Pembahasan
Bagiamana fenomena dan problematika yang dialami oleh siswa akselerasi pada SMP 1
Sungguminasa, Kab.Gowa?
Terdapat kesamaan jawaban dari dua subjek. Kedua subjek menyatakan bahwa masalah yang
mereka hadapi pada kelas akselerasi yaitu masalah pergaulan social yang terkadang dianggap
sebagi kelas eksekutif yang berbeda dari kelas regular yang ada.
“Eeee ..kebetulan, kan kita sudah diceritakan sama guru-guru katanya aksel dulu itu terisolasi,
mereka tidak bergabung dengan anak regular. Tapi kita ini, angkatan kami kita tetapji
bergabung dengan yang lain supaya kita bisa dapat informasi lebih banyak”.(Ts12)

Terkadang juga siswa yang berada di kelas akselerasi mendapatkan ejekan dari teman teman satu
sekolahnya yang berada dikelas regular. Hal ini dikarenakan perbedaan kelas khusus akselerasi
yang di nilai memiliki kemampuan diatas rata-rata dari mereka yang berada di kelas regular atau
kelas biasa.

“Biasanya saya kak kalau di bilangi begitu biasa sakit hatiku kayak mau menangis. Tapi kalau
terakhirnya dia minta maaf yah saya maafkan ji juga k. biasa juga kalau tidak minta maaf na
bilangji bercandai, nah tidak sedih ika lagi k”.(s54)

Kemudian menurut guru sekaligus wali kelas dari siswa akselerasi mengungkapkan bahwa
masalah yang biasa timbul pada siswa akselerasi adalah masalah akademik, yaitu ada salah satu
mata pelajaran pada siswa yang kurang jika dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya. Siswa
akselerasi di tuntut memiliki kemampuan yang diatas rata-rata dari siswa regular dan
kemampuannya tersebut haruslah sama rata disetiap mata pelajaran. Hal ini di nilai akan
mengganggu perkembangan pada aspek lainnya.

“Aaa iyya! Pastilah ada. Aa masalah akademik kadang-kadang ada anak yang kurang disalah
satu mata pelajaran itu kami komunikasikan pertama oleh guru mata pelajaran ke wali kelas,
wali kelas nanti hubungi orang tua bagaimana mencari solusi dari masalah yang anak hadapi
itu. Jadi saya kadang-kadang orangtua juga komunikasi langsung dengan guru mata pelajaran
terkait dengan masalah yang dihadapi oleh setiap anak tersebut. Kami lakukan itu konseling
multi arah guru mata pelajaran ke wali, wali kelas ke orang tua kembali lagi misalnya ke guru
mata pelajaran. Kalau masalah akademik jarang dikonseling ke BK”.(wawncara dgn guru w4)

Dari jawaban yang dilontarkan subjek maka dapat disimpulkan bahwa siswa-siswa akselerasi
tidak jauh berbeda dengan siswa-siswa yang berada pada kelas regular lainnya. Permasalahan
yang muncul pada siswa kelas akselerasi adalah pada masalah social dimana mereka dianggap
eksklusif dan berbeda dari anak kelas regular. hal ini di karenakan siswa akselerasi dianggap
memiliki kemampuan diatas siswa lainnya sehingga menimbulkan sikap diskriminasi siswa
regular terhadap kemampuan lebih yang dimilki siswa akselerasi berupa ejekan-ejekan. Hawadi
(2004) mengemukakan bahwa siswa akselerasi kurang matang secara social, fisik dan juga
emosional untuk berada dalam tingkat kelas yang tinggi meskipun memenuhi kualifikasi secara
akademis.

Masalah lain yang nampak dari siswa kelas akselerasi yaitu terkadang siswa-siswa
akselerasi memiliki kelemahan pada salah satu mata pelajaran tertentu. Hal ini dianggap bahwa
kelemahan tersebut akan menghambat proses dan perkembangan mereka pada pelajaranpelajaran lainnya. Kemudian Segi penyesuaian social Siswa akselerasi didorong untuk
berprestasi secara akademis, sehingga akan mengurangi waktunya dalam melakukan aktivitas
lain. seperti yang dikemukakan oleh subjek dalam hal ini guru siswa kelas akselerasi.

“Ya memang betul, tidak banyak waktu yang kita berikan untuk mereka melakukan
kegiatan-kegiatan organisasi yang ee kami anggap bahwa itu jika mereka lakukan e pulang
sekolah karena kalau di sekolah itu dilakukan mengikuti kegiatan-kegiatan itu proses
bimbingannya juga full diperpadat sehingga satu kali saja mereka tidak belajar itu kami akan
mengganti diluar jam pelajaran lain………”.(wawancara dengan guru W13)

Siswa akselerasi akan mudah frustrasi dengan adanya tekanan dan tuntutan berprestasi. Siswa
yang mengalami sedikit kesempatan untuk membentuk persahabatan pada masanya akan menjadi
terasing atau agresif terhadap orang-orang yang ada disekitarnya. Adanya tekanan untuk
berprestasi membuat siswa akseleran kehilangan kesempatan untuk mengembangkan hobinya.

BAB V
PENUTUP
A.

Kesimpulan

1. Siswa-siswa akselerasi tidak jauh berbeda dengan siswa-siswa yang berada pada kelas regular
lainnya. Permasalahan yang muncul pada siswa kelas akselerasi adalah pada masalah social
dimana mereka dianggap eksklusif dan berbeda dari anak kelas regular. hal ini di karenakan
siswa akselerasi dianggap memiliki kemampuan diatas siswa lainnya sehingga menimbulkan
sikap diskriminasi siswa regular terhadap kemampuan lebih yang dimilki siswa akselerasi berupa
ejekan-ejekan.

2. Masalah lain yang nampak dari siswa kelas akselerasi yaitu terkadang siswa-siswa akselerasi
memiliki kelemahan pada salah satu mata pelajaran tertentu. Hal ini dianggap bahwa kelemahan
tersebut akan menghambat proses dan perkembangan mereka pada pelajaran-pelajaran lainnya.
Kemudian Segi penyesuaian social Siswa akselerasi didorong untuk berprestasi secara akademis,
sehingga akan mengurangi waktunya dalam melakukan aktivitas lain.

B.

Saran
Dari hasil penelitian mengenai fenomena dan problematika yang dialami oleh siswa

akselerasi pada SMP 1 Sungguminasa, Kab.Gowa, maka saran yang diajukan peneliti terhadap
penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.

Untuk orang tua .
Dianjurkan untuk memaknai akselerasi sebagai program percepatan belajar untuk anak

yang

benar-benar

memiliki

kemampuan

agar tidak

menimbulkan

problematika

pada

perkembangan anak itu sendiri karena keterpaksaan mengikuti system belaajr yang diluar dari
kemampuannya.

2.

Untuk penelitian selanjutnya.
Agar dapat mengembangkan penelitian mengenai fenomena dan problematika yang
dialami

oleh

siswa

akselerasi,

dan

menggali

lebih

mempengaruhiproblematika yang dialami oleh siswa akselerasi.

dalam

faktor

yang

dapat

DAFTAR PUSTAKA
Chaplin, J.P. (2008). Kamus lengkap psikologi. Raja Grafindo Persada : Jakarta
Creswell, John W. 2010. Research Design: Pendekatan kualitatif, kuantitatif dan
mixed. (Penerjemah: Achmad Fawaid). Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Dedi Supriadi, (1992), Perspektif Psikologis dan Sosial Pendidikan Anak-Anak Berbakat. Makalah
Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia II IKIP Medan.
Hawadi, R.A. 2004. Akselerasi (A-Z) Informasi Program Percepatan Belajar dan Anak Berbakat
Intelektual. Jakarta: PT.Gramedia Indonesia
Imandala, I. (2012). Isu-isu Kritis Program Akselerasi bagi Anak Berbakat. Tim Pengembang Kurikulum
PK-PLK Bidang Pendidikan Luar biasa Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat
Koeswara.(1998). Motivasi, Teori dan Penelitiannya. Bandung: Angkasa.
Moleong, J.
Renzulli, J. S. (1978). What makes giftedness. Re – examining a definition. USA: University of
Connecticut.
Saam, Z. & Yakub, E. (2012). Analisis Masalah –Masalah Belajar yang dialami oleh Siswa Kelas
Akselerasi dan Unggulan di SMP Negeri Kota Dumai. Jurnal pendidikan. Vol. 3, No. 2.
Supriyantini, S. 2010. Perbedaan Kecemasan Dalam Menghadapi Ujian antara Siswa Program Reguler
dengan Siswa Program Akselerasi. Skripsi (tidak diterbitkan). Medan: Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara Medan.
Veron, Philip E. (1979), The Psychology and Education of Gifted Children. London: Methuen & Co. Ltd.