filsafat pendidikan islam sebagai suatu

Filsafat Pendidikan Islam Sebagai Suatu Sistem
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang filsafat pendidikan Islam sebgai
suatu sistem, maka perlu ditelusuri di mana letaknya dalam dunia filsafat dan ilmu
pengetahuan sepanjang proses perkembangannya.
Dalam dunia filsafat, filsafat pendidikan merupakan suatu bentuk filsafat khusus,
yaitu bagian cabang dari filsafat Islam yang mengkhususkan obyek dan sasaran
pembahasannya dalam bidang pendidikan. Kalau filsafat Islam, sebagaimana halnya dengan
filsafat pada umumnya mempunyai obyek yang luas, yaitu yang meliputi alam semesta, alam
manusia dan yang dibalik alam, maka filsafat pendidikan Islam sebagai bagian dari
cabangnya, membatasi obyek dan sasaran pembahasannya pada alam manusia, yaitu
mengenai hakikatnya, perihidup dan kehidupannya.
Sistem dan perkembangan filsafat pendidikan Islam sepanjang sejarah perkembangan
umat Islam, berikut ini akan diuraikan:
1. Filsafat Islam dan Pendidikan
2. Metode dan Perananan Filsafat Pendidikan Islam
3. Perkembangan dan Pemikiran-pemikiran Baru dalam pendidikan Islam

Bab VIII
Filsafat Islam dan Pendidikan
Sebelum masuknya istilah filsafat dan filosof dalam dunia Islam, umat Islam telah
mengenal istilah “al hikmah” dan usaha untuk mencari al hikmah, yang mempunyai

pengertian dasar yang sama dengan filsafat. Al Hakim, yang berarti orang yang memiliki al
hikmah disebut juga sebagai filosof.
Islam datang dengan membawa Al-Qur’an sebagai sumber dan dasarnya.Al-Qur’an
juga disebut sebagai Al-Hakim, dan ini berarti bahwa Al-Qur’an adalah merupakan sumber
dan perwujudan al hikmah atau filsafat dalam Islam.
1. Sistem Filsafat dalam Islam
Di antara ciri khusus sistem filsafat dalam Islam, adalah penggunaan Al-Qur’an
sebagai sumber filsafat dan pembimbing bagi kegiatan berfilsafat.Semua sistem
kefilsafatan, yang menjadi pokok pengkajian dengan melalui pemikiran yang

mendalam, teliti dan bebas selalu berkisar pada masalah, yaitu Ontologi,
Epistemologi dan Axiologi, Ontologi.
Secara kongkret dan praktis, kegiatan berfilsafat dalam dunia Islam bermula dan
nampak dalam sistem pengambilan kebijaksanaan dengan jalan ijtihad.Sistem
ijtihad inilah yang merupakan dasar-dasar epistemologi dalam filsafat Islam.
Tumbuh dan berkembangnya alam pikiran falsfati dalam dunia Islam,
disebabkan karena beberapa faktor, sebagaimana yang diungkapkan M.M.
Syarifdalam “Muslim Thought, Its Origin and Achievement”, sebagai berikut :
 Sumber Islam yang asli dan murni, ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis



Nabi SAW
Bersumber dari budaya dan pemikiran bangsa-bangsa yang kemudian



masuk Islam
Bahan terjemahan dari bahasa asing

Dalam garis besarnya bentuk dan sistem filsafat yang berkembang dalam
dunia Islam, sebagaimana diringkaskan oleh Ahmad Fuad al-Ahwany dalam “AlFalsafah al-Islamiyah” adalah : 1) Pemikiran-pemikiran falsafati dalam Ilmu
Kalam, 2) Pemikiran-pemikiran falsafati dalam Tasawuf, 3) Pemikiran-pemikiran
falsafati dalam Fiqh dan 4) Pemikiran-pemikiran falsafati dalam ilmu
pengetahuan.
2. Pendidikan dan Filsafat Islam
Pendidikan adalah usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan
pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu
memikul tanggung jawab moril dari segala perbuatannya.
Dalam Al-Qur’an, ditegaskan bahwa Allah adalah Rabbal’alamin dan juga
Rabbal nas, artinya bahwa Allah adalah pendidik bagi semesta alam dan juga

pendidik bagi manusia. Dan pada hakikatnya manusia adalah “Khalifah Allah di
alam semesta ini”, Khalifah berarti kuasa atau wakil.
Allah telah menegaskan bahwa sewaktu melantik manusia menjadi Khalifah di
alam, Allah memperlengkapi manusia dengan dua kelengkapan, yaitu: (1)
ditanamkan oleh Allah dalam diri manusia al asma’ atau nama dan (2) diberi
petunjuk (hidayah, bimbingan) dalam menempuh kehidupan di alam.
Jadi pendidikan dalam filsafat Islam, berarti mengembangkan potensi
manusiawi menurut/ di bawah pengaruh hukum-hukum Allah, baik Al-Qur’an
maupun Sunatullah.
3. Filsafat Pendidikan Islam

Sebagaimana diketahui bahwa manusia adalah sebagai khalifah Allah di
alam.Sebagai khalifah, manusia mendapat kuasa dan wewenang untuk
melaksanakan pendidikan terhadap dirinya sendiri, dan manusia pun mempunyai
potensi untuk melaksanakannya.Dengan demikian pendidikan merupakan urusan
hidup dan kehidupan manusia, dan merupakan tanggung jawab manusia sendiri.
Perkembangan filsafat dalam dunia Islam, telah menghasilkan berbagai
macam alternative jawaban terhadap berbgai macam pertanyaan-pertanyaan
hakiki problema hidup dan kehidupan manusia. Dalam filsafat Islam telah
berkembang metode-metode filosofis dan aliran-aliran filsafat yang beraneka

ragam, yang kesemuanya memberikan arah dan mempengaruhi jalannya
pertumbuhan dan perkembangan umat islam, baik secara individual maupun
secara ijtima’i.
Filsafat pendidikan Islam dapat diartikan sebagai studi tentang pandangan
filosofis dari sistem dan aliran filsafat dalam Islam terhadap masalah-masalah
kependidikan

dan

bagaimana

pengaruhnya

terhadap

pertumbuhan

dan

perkembangan manusia Muslim dan umat Islam


Bab IX
Metode dan Peranan Filsafat Pendidikan Islam
Dalam dunia filsafat islam, terdapat dua sistem filsafat (madzab dalam filsafat), yaitu
madzab tradisional dan madzab rasional. Madzab tradisional yaitu sistem filsafat yang
ijtihadnya berpegang teguh pada nash-nash Al-Qur’an dan Sunnah Rosul. Sedangkan Madzab
Rasional yaitu sistem filsafat yang banyak menggunakan akal dalam ijtihadnya.
Metode-metode ijtihad seperti Ijma’, Qiyas, Istihsan, Istishab, Maslahah mursalah,
Al-‘adah muhakkamah, semuanya berdasarkan akal. Dalam sistem filsafat modern,
penafsiran Al-Qur’an dan ta’wil merupakan dasar dari analisa bahwa :
1. Metode

Filsafat

Pendidikan

Islam

Filsafat pendidikan islam berusaha menganalisa pandangan aliran-aliran yang ada
terhadap masalah-masalah kependidikan yang dihadapi pada masanya dan bagaimana

implikasinya dalam proses pendidikan. Selain menggunakan metode filsafat
pendidikan islam sebagaimana yang telah berkembang dalam dunia islam, filsafat

pendidikan islam juga menggunakan metode filsafat pendidikan yang berkembang
dalam

dunia

filsafat

pada

umumnya.

Filsafat islam dalam memecahkan problema pendidikan islam dapat menggunakan
metode sebagai berikut :
 Metode spekulatif dan kontemplatif
Berfikir secara mendalam dan dalam situasi yang tenang untuk mendapatkan






kebenaran tentang hakikat sesuatu yang dipikirkan.
Pendekatan normatif
Mencari dan menetapkan aturan-aturan dalam kehidupan nyata, atau bisa
disebut pendekatan syari’ah.
Analisa konsep
Tangkapan seseorang terhadap sesuatu obyek dalam islam untuk dianalisis.
Pendekatan historis
Mengambiln pelajaran dari peristiwa dan kejadian masa lalu sebagai tolak



ukur dalam sistem filsafat islam.
Pendekatan ilmiah
Pengembangan dan penyempurnaan dari pola berpikir rasional, empiris dan




experimental untuk mengubah keadaan atau nasib.
Dalam sistem filsafat islam
Pendekatan yang lebih mendekati pola berpikir yang empiris dan intuititif.

Demikian beberapa pendekatan filosofi yang mungkin digunakan dalam memecahkan
problematika pendidikan di kalangan umat islam.
2. Peranan filsafat pendidikan islam
Filsafat pendidikan islam berperan dalam mengembangkan filsafat islam, dan
memperkaya filsafat islam dengan konsep-konsep dan pandangan-pandangan filosofis
dalam bidang kependidikan.
alternatif-alternatif pemecahan berbagai macam problem yang dihadapi oleh
pendidikan islam :
 Pertama-tama filsafat pendidikan islam menunjukkan problema yang dihadapi
oleh pendidikan islam sebagai hasil dari pemikiran yang mendalam dan


berusaha untuk memahami duduk masalahnya.
Filsafat pendidikan islam memberikan pandangan tertentu tentang manusia




yang merujuk pada hakikatnya.
Filsafat pendidikan islam dengan analisanya terhadap hakikat hidup dan



kehidupan manusia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan.
Filsafat pendidikan islam dalam analisanya terhadap masalah pendidikan islam
di masa kini akan dapt memberikan informasi atas keberhasilan atau tidaknya
tujuan pendidikan islam yang ideal.

Bab X
Perkembangan dan Pemikiran-pemikiran Baru dalam Pendidikan islam
1. Perkembangan pemikiran/filsafat pendidikan islam
Macam-macam sistem berpikir yang menghasilkan bermacam- macam pula
pandangan filsafat dalam masalah hidup dan kehidupan manusia itu, sedikit
banyaknya tentu berpengaruh dalam pendidikan, atau setidak-tidaknya memberikan
corak tertentu terhadap pelaksanaan pendidikan.
Diantara pandangan filosofis yang masuk ke dalam dunia islam tentang hakikat
manusia, yang jua diterima serta dikembangkan di kalangan umat islam, adalah

pandangan Jabbariyah dan Qadariyah. Pandangan Jabbariyah, berpendapat bahwa
pada hakikatnya manusia itu bersifat ijbar, segala perbuatannya adalah terpaksa
dikerjakan. Manusia hanya sekedar pelaksana dari kehendak dan perbuatan Tuhan.
Manusia tidak menguasai perbuatan-perbuatannya dan tidak menentukan sendiri, dan
tidak ada pilihan lain.
Berbeda dengan pandangan Jabbariyah tersebut, pandangan Qadariyah berpendapat
bahwa manusia menguasai perbuatan-perbuatannya.Manusia mempunyai hak dan
kuasa untuk menentukan pilihan, manusia memiliki freedom of will. Kedua
aliran/pandangan tersebut tentunya akan memeberikan pengaruh kependidikan yang
berbeda di kalangan umat Islam. Pandangan pertama (Jabbariyah) mengandung
implikasi yang negatif terhadap pendidikan, yaitu manusia akan bersikap pasif dan
selalu menanti serta tidak mau berusaha untuk memecahkan problema hidup dan
kehidupannya. Sedangkan pandangan kedua mempunyai dampak positif terhadap
pendidikan. Karena adanya free will dan free act, maka manusia akan menjadi aktif
dalam hidup dan kehidupannya. Daya penalarannya akan berkembang karena harus
memilih di antara perbuatan-perbuatan, dan ia akan terdidik bertanggung jawab
terhadap segala karyanya.
Masuknya kedua aliran paham tersebut ke dalam dunia islam, ternyata menjadi salah
satu faktor penyebab timbulnya perpecahan di kalangan umat islam.
Problema filosofis dalam ilmu kalam lainnya yang terdapat perbedaan pandangan,

adalah tentang hakikat iman.Pandangan yang berbeda tentang hakikat iman tersebut,
berkisar antara dalam hati, ikrar dengan lisan, dan dibuktikan dengan perbuatan.Kaum
Murji’ah, berpandangan bahwa iman itu dalam hati dan dalam ikrar/pengakuan secara
lisan; Asy’ariyah berpendapat bahwa iman itu dalam hati dan dinyatakan dengan lisan
serta disempurnakan dengan perbuatan.Adapun kaum Mu’tazilah menyatakan bahwa

iman itu harus dibuktikan dalam perbuatan. Perbedaan pandangan tersebut akan
Nampak jelas daalam aktivitas pengamalan syari’at.
Bagaimana dampak kependidikan yang dihasilkan oleh ketiga paham atau pandangan
tentang hakikat iman tersebut?Golongan pertama bisa saja menyembunyikan
keimanannya, golongan kedua harus menampakkan keimanan, walaupun hanya
sekedar dengan ucapan; sedangkan golongan ketiga rupanya menghendaki agar
adanya keselarasan antara hati dan ucapan, tetapi dengan perbuatannya bisa secara
berangsur-angsur diadakan penyelarasan.
Para ahli Tasawuf, lebih banyak memberikan petunjuk-petunjuk pelaksanaan
pendidikan secara praktis.Ilmu yang benar adalah ilmu yang diperoleh melalui
pengalaman inderawi dan batini.Hal ini menunjukkan pentingnya metode empiris
eksperimental dalam pendidikan dan pengajaran.
Ajaran pokok dari kaum sufi (ahli tasawuf) adalah bahwa manusia dekat dengan
Tuhan dan harus berusaha untuk dekat. Rasa dekat pada Tuhan, Nampak dalam
kehidupan sehari-hari yang serba bebas, tidak merasa terikat oleh ikatan-ikatan
keduniaan, termasuk norma-norma yang berlaku dalam masyarakatnya.
Pendidikan kaum sufi, lebih cenderung pada pengalaman-pengalaman batini, sehingga
mengabaikan aspek pendidikan yang lain.
Berbeda dengan kaum sufi, maka kaum filosofis mempunyai pandangan yang
berbeda.

Kaum

filosofis

menghendaki

adanya

pendidikan

rasional,

yagn

mementingkan perkembangan akal pikiran.Para filosofis beranggapan bahwa akal
adalah satu-satunya alat untuk mendapatkan kebenaran.Kebenaran yang sebenarnya
adalah yang masuk akal (rasional).Oleh Karen itu tujuan pendidikan para filosofis
adalah mengembangkan daya rasional ini secara maksimal.
Dampak positifnya dalam kehidupan masyarakat/manusia, adalah berkembangnya
bermacam-macam ilmu pengetahuan alamiah yang menunjang kehidupan material
umat manusia. Akibat negatifnya (kalau dianggap sebagi negatif) adalah timbulnya
kehidupan yang materialistis, yang mengabaikan kehidupan batin.
2. Pemikiran-pemikiran baru dalam pendidikan islam
Dalam kehidupan umat islam, pandangan filosofis yang sufistis, dan pandangan
filosofis yang rasional, Nampak berebutan pengaruh dan pendukungnya. Ternyata
pandangan filosofis yang sufistis mendapatkan tempat dan dukungannya dari umat
Islam di bagian Timur, sedangkan pandangan filosofis yang rasionalistis berkembang
dan

mendapatkan dukungan pada

umat

Islam di

bagian

Barat wilayah

Islam.Kemudian setelah umat Islam mundur dari Eropa, ternyata pandangan filosofis

yang rasionalistis dikembangkan oleh dunia Barat, dalam arti bangsa Eropa Barat
masa itu.
Kehidupan orang-orang Eropa cenderung memilih dan mengembangkan kehidupan
yang rasional. Umat Islam kerja dengan olah batin, meninggalkan kehidupan material,
sedangkan bangsa-bangsa Eropa Barat kerja keras mengembangkan kehidupan
materialistis yang cenderung untuk menguasai sebanyak-banyak dunia materi, yang
akibatnya adanya kecenderungan untuk mengadakan eksplorasi dan eksploitasi dunia
materi. Bangsa-bangsa Eropa Barat cenderung untuk menguasai dunia, sedangkan
umat Islam cenderung untuk meninggalkan kehidupan duniawi.
M.M. Sharif dalam “Muslim Thought” nya mengungkapkan keadaan tersebut sebagai
berikut: . . . . telah kita saksikan bahwa pikiran Islam telah melaksanakan satu
kemajuan yang hebat dalam jangka waktu yang terletak diantara abad ke VIII dan
abad ke XIII M . . . . . kemudian kita semua memperhatikan hasil-hasil yang diberikan
kaum muslimin kepada Eropa, sebagai satu perbekalan yang matang untuk menjadi
dasar pokok dalam mengadakan pembangkitan Eropa (renaissance).
Di antara sebab yang melemahkan pikiran di alam Islami tersebut: antara lain
dilukiskan oleh M.M Sharif sebagai berikut:
a. Telah berkelebihan filsafat Islam yang dimaksukkan oleh Gazali dalam Alam
Islami di Timur dan berkelebihan pula Ibnu Rusyd dalam memasukkan filsafat
Islamnya ke dunia Islam di Barat.
b. Umat Islam, terutama para pemerintahnya (khalifah, Sultan, Amir-amir)
melalaikan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, dan tidak memberi kesempatan
untuk berkembangnya.
c. Terjadi pemberontakan-pemberontakan yang dibarengi dengan serangan dari luar,
sehingga menimbulkan kehancuran-kehancuran yang akibatnya berhentinya
kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan di dunia Islam.
Pada akhir abad ke-19 M mulailah kebangkitan pikiran Islam, yang dimulai oleh
Jamaluddin Al-Afghani, yang menjadikan Mesir sebagai pusat kegiatannya.
Muncul kemudian gerakan-gerakan pembaharuan dalam dunia Islam, baik
menggunakan kekuatan politik maupun dengan kekuatan sosial melalui bidang
pendidikan di kalangan umat Islam. Gerakan pembaharuan yang dilaksanakan oleh
Muhammad Ali Pasya di Mesir dan Gerakan Turki Muda di Turki, menggunakan
kekuatan politik, sedangkan gerakan di India, juga gerakan-gerakan pembaharuan di
Indonesia, adalah merupakan gerakan-gerakan pembaharuan Islam yang tidak

menggunakan kekuatan politik, tetapi lewat usaha-usaha pendidikan, dan gerakan
sosial lainnya.
Gerakan-gerakan pemikiran pembaharuan tersebut, pada garis besarnya dapat
dibagi menjadi tiga kelompok yang mempunyai dasar pandangan/pemikiran yang
berbeda,yaitu:
a. Yang berdasarkan dan berorientasi pada dunia Barat, seperti Muhammad Ali
Pasya di Mesir, dan Gerakan Turki Muda di Turki.
b. Yang berorientasi pada pengembangan kehidupan sosial dan pandangan
masyarakat setempat, yang kemudian menimbulkan pandangan wataniyah
(kebangsaan), seperti Nampak pada gerakan pemikiran di Mesir, di India dan juga
di Indonesia.
c. Gerakan pembaharuan yang berorientasi pada pemikiran-pemikiran Islam yang
murni, dengan semboyan kembali kepada Al-Qur’an dan Al-Hadis, yang Nampak
misalnya pada gerakan Muhammad bin Abdul Wahab, yang terkenal dengan
gerakan Wahaby.