Proses Berpikir Dkv Gitar Nada Istimewa
PROSES BERPIKIR DESAIN KOMUNIKASI VISUAL: GITAR NADA
ISTIMEWA UNTUK SRI SULTAN HAMENGKUBUWONO.
--------------------------------------------------------------------------------------------------Andreas James Darmawan,
New Media Department
School of Design, Binus University
jln. KH Syahdan no.9 Kemanggisan Jakbar 11480
[email protected]
Abstrak
Merupakan sebuah tonggak bersejarah baru dalam peringatan seorang raja,
sekaligus patriot dan pahlawan bangsa selama satu dekade, tanggal 13 April
2012, di kampus STSRI 'Asri' Yogyakarta, yang sekarang dikenal dengan Jogja
National Museum (JNM), dibuka sebuah pameran karya seni bernuansa
Yogyakarta-Indonesia berjudul "Negari Ngayogyakarta Hadiningrat" yang
memperingati 100 tahun berpulangnya Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Sebuah
kehormatan besar kami para dosen School of Design mendapatkan undangan
dari Prof. Dwi Marianto, selaku kurator pameran, dimana kami bertujuhbelas
hadir memenuhi undangan dan turut melebur dalam kehangatan nuansa Yogya
yang asri dan berseni. Bersama penulisan jurnal ini, kita diajak mengikuti proses
pemikiran yang out of the box, yang mencoba untuk lebih mengukur pencapaian
karya dari pada esensi logika dan teknis. Diharapakan dapat berbagi
pengalaman sekaligus membuka pola berpikir baru dalam berkarya, apapun
konteks dan goal karya tersebut.
Keyword :memperingati, gitar, connecting the dots, out of the box, metafora.
1
PENDAHULUAN
Suatu perayaan yang bersejarah, tidak hanya untuk masyarakat Yogyakarta
dan/atau Indonesia, namun bagi seluruh dunia. Bahwa Sri Sultan
Hamengkubuwono IX yang telah memberikan peranan langsung dari sebuah
Kesultanan Yogyakarta ke dalam sejarah Kemerdekaan Republik Indonesia yang
diproklamirkan pada 17 Agustus 1945.
Jasanya begitu besar bagi negara kita, salah satunya : karena kesediaan Beliau lah
pada tahun 1946, Yogyakarta pernah menjadi Ibukota sementara. Ketika itu
Jakarta yang menjadi Ibukota Republik Indonesia terancam oleh kehadiran
kekuasaan Belanda yang ingin merebut kembali RI ini kedalam kekuasaan
penjajahan.
Logo Pameran Negari Ngayogyakarta Hadiningrat (sumber :katalog pameran)
Dan ketika Yogyakarta menjadi Ibukota sementara RI, banyak tokoh masyarakat
termasuk seniman datang ke Yogyakarta.Sejak masa itulah sampai sekarang
Yogyakarta menjadi salah satu pusat seni terbesar Indonesia.Hal ini dapat terjadi
karena faktor geografis dan historis Yogja yang memang telah lama menjadi pusat
sosial, politik, dan perdagangan yang multi-kultural.Demikianlah mengapa dunia
seni begitu pesat berkembang di Yogyakarta sampai sekarang.
2
Bagi Sri Sultan HB IX sendiri, yang memiliki karakter yang khas Yogyakarta
yang patriotis, Yogyakarta diarahkan Beliau untuk membuka diri pada dunia,
sehingga menjadi pusat pembelajaran dan pertemuan seni, baik bagi Indonesia
maupun dunia. Dengan demikian untuk mengenang jasa dan nama harum Beliau,
segenap masyarakat Yogyakarta dan Dunia bersatu-padu turut mewujudkan dan
turut mensukseskan pameran “Negari Ngayogyakarta Hadiningrat” ini, yaitu
sebuah pameran mengenang Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada 100 tahun dari
tanggal kelahirannya, yaitu tanggal 12 April 1912.
Pameran “Negari Ngayogyakarta Hadiningrat” yang diadakan tanggal 13 sampai
27 April 2012 di Gedung Utama, Jogja National Museum (JNM) ini,
memamerkan potensi dan buah karya yang artistik, baik secara gamblang maupun
simbolik, semua merepresentasikan sifat keistimewaan dan ciri khas Daerah
Istimewa Yogyakarta. Sebanyak 124 seniman menerjunkan karya-karyanya serta
membagikan pesan yang tersirat dalam satu semangat mengenang jasa mediang
Sri Sultan HB IX. Baik seniman senior maupun seniman muda yang lolos kurasi
Prof. Dwi Marianto, seorang guru besar Institut Seni Indonesia - Yogyakarta,
dapat menjadi bagian dari pameran yang bersejarah ini, sebab pameran ini
diresmikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X selaku Sultan Keraton Daerah
Istimewa Yogjakarta saat ini.
Tentunya banyak karya yang luar biasa dalam pameran ini, terdapat sekitar seratus
orang seniman, baik yang diundang maupun yang berpartisipasi melalui
kompetisi.Dikutip dari katalog pameran, para seniman yang berkarya adalah
mereka yang lahir, dibesarkan, berkarya, atau yang karyanya bersubyek tentang
Yogyakarta.Prestasi seninya secara signifikan memberi kontribusi bagi dunia seni
di Yogyakarta dan tentu dampaknya bagi pengembangan seni di Indonesia.
Kehadiran Sultan Hamengku Buwono X, pada sekitar pukul 20.00 wib, begitu
hangat dan dekat dengan kita, tanpa diiringi oleh tubuh berotot dan kacamata
3
hotam bodyguard. Hal ini membuat sambutan oleh Ketua Pameran, Sapta
‘Athonk’ Raharjo segera dimulai. Selain dari pada itu, sambutan berlanjut dari
kurator pameran yaitu Bpk. M. Dwi Marianto, kemudian dari seorang tokoh
kolektor lukisan Dr. Oei Ong Djien, dan ditutup dengan seremonial pembukaan
pameran oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X dengan didampingi pula oleh
pelukis senior I Nyoman Gunarsa yang mempersembahkan sketsa wajah dari Sri
Sultan Hamengku Buwono X.
Pendaftaran masuk pameran (sumber : dokumentasi Barry Carvey)
Dalam katalognya Bpk. M. Dwi Marianto, juga menyampaikan pameran ini
menggelar rasa Yogyakarta, yaitu suasana kehidupan yang multi- dan
interkultural, yang memiliki potensi-potensi nan dinamis, yang sejauh ini telah
secara istimewa memberi kontribusi bagi dunia seni Indonesia. Seni visual adalah
salah satu dar i beberapa cabang seni yang hidup subur baik dan pesat di
Yogyakarta, telah mewarnai perwajahan dan karakter seni visual Indonesia;
didinamisasi oleh sejumlah besar seniman yang lahir di Yogyakarta, dan yang
4
datang dari berbagai daerah - dalam dan luar negeri. Ada semangat kompetitif,
eksploratif dan adventuris di kalangan perupa yang berkarya di Yogyakarta;
berkarya dengan estetika yang beragam : dari yang tradisional, bernuansa 'ndeso',
konvensional, non-konvensional, sampai yang modern, dan konseptual; dari yang
aneh, absurd, sampai spektakuler. Medianya pun telah begitu beragam, seperti:
batik, terakota, keramik, lukisan, grafis, patung, video, film, animasi, instalasi,
seni dari benda-benda temuan, seni di situs spesifik, performance art,
digital print, wayang, mixed media, dan lain-lain. Kebebasan untuk
mengeksplorasi media, teknik, cara pandang, kemungkinan, persepsi, paradigma
dan wilayah virtual seni adalah salah satu cara untuk menjadi kreatif-produktif.
Kunjungan Prof Dwi Marianto kepada seniman Nasirudin (Sumber : dokumentasi panitia Pameran)
Salah satu yang juga menggoda dan patut disoroti adalah sebuah karya seniman
muda yang bernama Karyadi.Dalam kesempatan ini, Karyadi mengkaryakan
sebuah gitar yang sangat istimewa.Sebuah gitar yang berudul 'Nada Istimewa' ini
berukuran 105 x 37 x 6cm dan terbuat dari gitar listrik asli dengan modifikasi
bentuk body dengan molding kayu dan finishing cat duco.Modifikasi bentuk
karya seni gitar ini menjadi istimewa karena bentuknya diubah menjadi emblem
atau logo Kesultanan Yogyakarta itu sendiri.Logo Kesultanan yang memiliki nilai
5
historis, berubah menjadi sangat modern dengan dikawinkan pada gitar listrik,
namun unsur nilai yang terkandung didalamnya tetap mengandung unsur historis
yang sangat tinggi.
METODE BERPIKIR DALAM KARYA GITAR 'NADA ISTIMEWA'
Penulis mencoba untuk melakukan metafora terhadap proses berpikir seniman
pembuat karya dengan proses berkarya dalam desain komunikasi visual. Untuk itu
penulis melakukan pembahasan terhadap proses berkarya seniman sebagai metode
penelitian, dalam desain komunikasi visual sebagai hasil dan pembahasan
penulisan jurnal.
Seniman muda Karyadi sendiri, pada saat ini baru memiliki satu penghargaan
sebelumnya, yaitu pada tahun 2010, Karyadi mendapatkan penghargaan karya
terbaik dalam pameran bersama Jambore Nasional “Karya Tunas Nusantara” di
Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat. Namun dalam peristiwa yang bersejarah ini,
Karyadi menuangkan segenap hobinya bermain, mengoleksi dan membuat gitar
listrik kedalam suatu titik puncak kekaguman dan penghormatannya kepada Sri
Sultan Hamengkubuwono IX.
6
Sri Sutan Hamengkubuwono X melihat gitar ‘Nada Istimewa’ (sumber : dokumentasi panitia pameran)
Melalui karya gitar "Nada Istimewa" ini, Karyadi berharap dapat meneruskan
semangat patriotis dari Sri Sultan HB IX, dalam bentuk perjuangan yang lebih
relevan dan modern untuk jaman sekarang. Yakni perjuangan mempersatukan
bangsa dalam lantunan lagu dan nada sehingga menciptakan atmosfir seni yang
penuh dengan semangat positif dan membangun bangsa negara dengan sentuhan
seni musik.
7
Gitar ‘Nada Istimewa’ (sumber : dokumentasi Joelianto)
Tentu proses pemikiran ini menggunakan metode connecting the dots milik Steve
Jobs, almarhum pendiri Apple Corporation. Dalam metode ini, Jobs berkarya
dalam hidupnya dengan merangkai segala pengalaman dan kelebihan yang dia
alami. Baik pengalaman yang manis maupun pahit, semuanya diambil hikmah
positifnya dan dirangkai dalam sebuah bentuk karya yang non-sequentiality
(melompat keluar dari kerangka referensi atau bekerja dari beberapa titik dan
menghubungkan mereka bersama-sama). Nah sama halnya dengan Karyadi,
Karyadi mencoba membangun kembali semangat berkarya anak muda bangsa
dalam kepribadian apa adanya. Bangga terhadap budaya dan sejarah Yogyakarta,
Karyadi mengambil rangkuman bentuk yang bisa menjelaskan semuanya itu.Maka
8
logo D.I.Y. lah yang menjadi pilihannya.Dengan menampilkan logo, terlahirlah
semangat yang kembali berkobar dan menyatukan passion dalam berkarya bagi
negeri Indonesia khususnya Yogyakarta.
Detail gitar ‘Nada Istimewa’ (sumber : dokumentasi Nick Soedarso)
Selain itu ada pula metode berpikir out of the box, atau berpikir di luar kotak (juga
disebut berpikir di luar alun-alun bagi seniman Yogya) adalah berpikir secara
berbeda, tidak biasa, atau dari perspektif baru.Ungkapan ini sering merujuk pada
pemikiran lateral dari Edward De Bono yang membedakan cara berpikir ini dari
berpikir vertikal.Berpikir vertikal adalah cara berpikir yang tradisional atau
logis.Berpikir vertikal melihat solusi melalui pandangan yang wajar dari masalah
atau situasi dan bekerja melalui itu, umumnya dalam jalur yang paling biasa
terpilih (umum). Di sisi lain, berpikir lateral menunjukkan bahwa pemecah
masalah dengan cara mengeksplorasi berbagai pendekatan solusi yang menantang,
bukan sekedar menerima solusi umum yang tampaknya paling potensial.
9
Tampak bawah gitar ‘Nada Istimewa’ (sumber : dokumentasi Barry Carvey)
Dalam keterkaitannya dengan proses pemikiran lateral, Karyadi juga
mengambangkan sebuah metode pemikiran yang berbedaan antara berpikir lateral
dan berpikir vertikal dapat dinyatakan dalam beberapa cara. Antara lain alternatif
dalam pemilihan jenis gitar (listrik atau akustik) serta material bahan (resin,
akrilik, atau kayu) yang masing-masing memiliki teknik pembuatan yang berbeda
sesuai dengan karakter materialnya. Selanjutnya Karyadi juga memasuki proses
seleksi (terutama dalam membari konsep dan judul, sebisa mungkin singkat
namun memiliki arti yang dalam).
Proses pemikiran yang justru sangat tampak adalah proses berpikir metafora.
Dalam karya gitar 'Nada Istimewa' ini, Karadi tidak hanya memberi sebuah bentuk
yang indah, namun juga membarikan fungsi sebagai gitar pada kodratnya yang
seharusnya.Dalam hal ini Kayadi segaja memilih sebuah gitar listrik guna dapat
dimainkan dalam skala panggung.Diharapkan buah pemikiran metafora yang
10
menggabungkan logo D.I.Y. sendiri dapat menjadi sebuah jawaban bagi
kebutuhan instrumen yang menyatukan kembali semangat berkarya kaula muda
dalam memperingati sekaligus meneruskan semangat patriotik dan panutan Sri
Sultan Hamengkubuwono IX.
HASIL DAN PEMBAHASAN DALAM BERKARYA DKV
Dalam kaitannya dengan proses berkarya sebuah desain komunikasi visual, karya
gitar 'Nada Istimewa' ini dapat menjadi sebuah panutan pola pikir yang baik.
Proses berkarya dalam desain komunikasi visual memang berbeda dengan proses
berkarya dalam seni. Desain komunikasi visual yang notabenenya merupakan seni
terapan memang memiliki dasar hakiki pemenuhan kebutuhan industri yang
terkait.Lebih dari sekedar karya ekspresi. Namun, pada dasarnya kedua karya seni
ini memiliki kaitan akar yang sama. Baik desain maupun seni memiliki tujuan
dalam proses penyampaian pesan. Hal ini yang menjadi dasar kenapa kita bisa
berpanut pada proses berkarya seni gitar 'Nada Istimewa' ini.
Proses berpikir out of the box sangat menentukan dalam pembuatan sebuah karya
desain. Proses lateral ini yang menjadi ujung tombak dalam menghasilkan sebuah
karya yang bersifat difrensiasif. Dalam proses pemikiran ini, seorang desainer
dapat mengembangkan pola alternatif yang banyak. Semuanya diambil secara
sporatif dan spontan. Proses ini biasa diterapkan dalam proses brainstorming. Hal
ini dapat dipraktekkan dengan eksperimen untuk melepaskan proses pikir kita
pada topik tertentu dengan cara menulis dan menyoretkan ide-ide bebas pada
sebuah kertas. Ternyata proses ini dapat membuat kita terkejut dengan hasil
lompatan ide kita sendiri yang tertulis dalam kertas. Dengan limitasi waktu
tertentu, proses lateral self-brainstorming ini harus dibiarkan liar, ikuti dan tulis
semua lompatan kata atau imaji yang terlintas dalam benak kita. Hal ini dilakukan
agar otak kita memiliki keleluasaan untuk mengutarakan idenya. Ide unik
11
disambut hangat, ide yang biasa pun mendapat porsi yang sama. Dengan demikian
semua lompatan ide berkontribusi secara penuh dan adil.
Selain dari pada memasukkan metode berpikir out of the box didalam karya
desain, melalui karya gitar Karyadi ini, kita juga dapat melakukan sebuah metode
pola pikir yang bersifat connecting the dots. Pendekatan yang seperti ini dapat
dicapai dengan bentuk mempelajari esensi dari brief klien. Dalam memahami ini,
kita perlu mempertimbangkan beberapa faktor yang terkait, diantaranya :target
audience, unique selling preposition (USP), dan analisis SWOT.
Target audience biasanya terbagi menjadi segmentasi demografi, psikografi, dan
geografi. Kaitan demografi pada target lebih kepada segmentasi umur, jenis
kelamin, tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi. Demografi menggambarkan
profil dari segmen pasar tertentu.Sedangkan faktor segmentasi psikologi
menyangkut personality, behavior dan lifestyle.Psikografis merupakan ciri-ciri
sikap orang menunjukkan dalam pendekatan mereka untuk hidup.Untuk geografi
biasa terbagi menjadi masyarakat perkotaan, pedesaaan, dan suku pedalaman.
Ketika target audiens diidentifikasi, maka kita memiliki batasan untuk
pertimbangan crusial tentang bagaimana menyampaikan pesan dalam komunikasi
visual kita.
USP sendiri adalah konsep pemetaan (positioning) image branding di benak
konsumen, setiap komunikasi visual harus membuat pemetaan tersebut untuk
konsumen. Bukan hanya kata-kata, bukan hanya iklan produk, namun komunikasi
visual harus bisa membuat serangkaian pesan (visual) yang membangun citra
brand dari produk kepada pembaca masing-masing: "Dengan memiliki produk ini,
Anda akan mendapatkan manfaat tertentu."
Analisa yang sudah lama dipakai adalah analisa SWOT ini. SWOT sendiri
merupakan singkatan dari Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats.
12
Kalau kita telaah, masing-masing meluputi analisa yang bersifat positif dan
negatif, serta dalam ranah internal dan eksternal.Faktor pertimbangan yang
bersifat positif adalah stregth dan opportunity namun untuk stregth lebih kepada
menganalisis secara internal dan opportunity secara eksternal. Untuk analisis dari
faktor negatif adalah weakness untuk bagian internal, dan threat untuk bagian
eksternal. Untuk itu metode analisa ini tetap bertahan sepanjang tahun, hal ini
mungkin karena area SWOT sendiri mencakup segala faktor (minimal sampai saat
ini) yang perlu dipertimbangkan.Pada prosesnya, pengguna analisis SWOT perlu
bertanya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang menghasilkan informasi
yang berarti untuk setiap kategori (kekuatan, peluang, kelemahan, dan ancaman)
untuk memaksimalkan manfaat dari evaluasi ini dan menemukan keunggulan
kompetitif mereka.
Dari brief klien ini, barulah kita para desainer menentukan strategi komukasi yang
seperti apa yang harus kita buat. Tentunya strategi ini berdasarkan connecting the
dots dari semua faktor diatas.Rumusan dari strategi komunikasi ini adalah berupa
big idea.Big idea ini merupakan sebuah kalimat yang dikemas menarik namun
mengandung banyak makna. Setelah penentuan big idea, proses desain
komunikasi visual berlanjut pada pemilihan keyword (kata kunci) yang akan
dipakai sebagai acuan strategi desain dan visual. Barulah setelah itu proses
pembuatan desain dapat dilakukan dengan lebih mudah dan terarah.
"Desain adalah sebuah rencana yang dihasilkan untuk menunjukkan tampilan dan
fungsi atau komunikasi. Sebuah desain yang baik dapat membantu pembaca
memahami informasi yang rumit. Pemikiran konsep desain berdasarkan tujuan
atau perencanaan yang berdasarkan fakta, objek dan tindakan."
- Oxford Dictionaries Seperti definisi diatas, desain sendiri merupakan sebuah proses. Dalam
pembuatannya, proses mendesain sering kali mendapat hasil yang termetode
13
dengan berbagai konsep dan dilakukan berdasarkan skill yang mendukung. Dari
proses inilah sebuah karya desain dapat menjadi mencapai keselarasan antara
konsep dengan hasil visualnya. Untuk itu, secara fundamental perlu dilakukan
metode olah ide yang terbagi menjadi tiga proses.
Ketiga proses itu adalah :
- proses realisasi ide
(yang terdiri dari : elemen seni dan semiotik),
- proses visualisasi
(yang terdiri dari : elemen desain dan prinsip desain) serta
- proses atraksi visual (yang terdiri dari : mimesis, gestalt dan anomali)
Proses pendekatan dari sisi elemen seni yang dimaksud disini, mencakup proses
visualisasi, konsep dan aplikasi seni dalam menentukan arah pembuatan sebuah
desain. Proses ini diperlukan untuk menyampaikan pesan dalam sebuah desain
yang akan dibuat. Proses visualisasi dapat dicapai dengan menentukan elemen
seni, sbb :
Form
: pembentukan layout, craftmanship, originalitas.
Content
: big idea, keyword, positioning statement, headline / subhead,
bodycopy dan tagline.
Context
: ruang, instalasi, lokasi, waktu, suasana, budaya dan mandatoris.
Dengan proses ini, sebuah proses pembuatan karya seni akan mudah dicapai.
Namun dalam dunia desain, yang notabene memiliki unsur terapan didalamnya.
Pendekatan mendesain perlu disinergikan lagi dengan proses yang disebut dengan
semiotika. Setelah menentukan ketiga elemen tersebut, ketiganya disinergikan
dengan proses semiotika, adalah :
Semantik : bahasa visual yang mendukung sebuah nuansa.
Sintaktik
: sistem visual yang selaras.
Pragmatik : peletakan visual yang bersinergi.
Kolaborasi kedua unsur diatas menjadi sinergi yang saling terkait. Form berkaitan
14
dengan semantik, content berkaitan dengan sintaktik, dan context berkaitan
dengan pragmatik. perbedaan kedua unsur tersebut adalah pendekatannya. Elemen
seni (form, content dan context) mengambil sisi real, sedangkan semiotik lebih
menekankan abstraksi proses pemikiran. Setelah memiliki sinergi dalam proses
realisasi ide, barulah semuanya diterapkan dalam proses visualisasi.
Peleburan elemen desain (titik, garis, bidang, warna dan tekstur) dan proses
pencapaian prinsip desain (balance, emphasis, unity, rhythm, depth) menjadi
ujung tombak dari proses visualisasi. Sebuah realisasi ide perlu didukung dengan
skill yang meleburkan unsur visual ini menjadi selaras dengan hasil realisasi.
Yang termasuk dalam elemen desain adalah :
Titik
: sebuah point yang tercipta dari satu ketukan alat visual.
Garis
: merupakan kelanjutan dari titik yang menjadi elemen baru ini.
Bidang
: berupa garis yang menyatu, memberi batas dan menjadi bentuk baru.
Warna
: merupakan proses kelanjutan dari bentuk yang memberi nuansa baru.
Tekstur
: menampilkan sensasi real yang tiga dimensi.
Sedangkan yang termasuk dalam prinsip desain adalah :
Balance
: sebuah prinsip keseimbangan dalam layout desain.
Unity
: sebuah benang merah yang menyatukan bentuk keseluruhan visual.
Emphasis : prinsip hirarki yang menjadi urutan penekanan tertentu.
Depth
: permainan volume visual dengan tone gelap terang.
Rhythm
: Sesasi irama dalam peletakan elemen dalam layout desain.
Sebagai sentuhan terakhir, pendekatan mimesis dan gestalt yang juga ketiganya
sangat diperlukan guna menciptakan daya tarik lebih dalam sebuah desain.
Mimesis merupakan bentuk pendekatan seni yang telah berkembang sejak jaman
klasik.Pendekatan seni ini awalnya menjadi sebuah kekurangan dari sebuah seni
15
itu sendiri.Plato dalam filsafatnya menyatakan bahwa tidak ada seni yang seindah
objek aslinya. Dari satu sisi pernyataan tersebut memang ada benarnya, namun
disisi lain justru berlawanan. Seperti yang dikatakan Gombrich, bahwa seni
sangatlah konseptual.Gombrich menyimpulkan, walaupun seni selalu mengejar
mimesis, namun dalam metode pencapaian hasil mimesis tersebut, diperlukan
sebuah usaha besar.Sehingga usaha tersebutlah yang membuat nilai sebuah karya
seni menjadi tinggi.
Gestalt menjadi sebuah sentuhan yang menarik karena dalam sebuah proses
desain, gestalt lebih memiliki pengalaman dalam bermain dengan batasan empirik
(indrawi). Melalui proses ini, sebuah desain seakan mendapat stimulus yang
menjadikannya unik dan berkesan. Pendekatan gestalt ini terdiri dari :
closure
: prinsip empirik yang menyempurnakan visual.
continuity
: proses empirik yang mengikuti arah.
similarity
: proses empirik yang menerima kesamaan yang berpola.
proximity
: proses empirik yang menilai secara garis besar visual.
figure and ground
: permainan dua sisi visual dari dua cara pandang.
Untuk memasukkan nilai metafora sendiri, dapat belajar dari gitar 'Nada Istimewa'
memiliki unsur local content yang kuat.Walaupun unsur lokalnya lebih sempit
yakni berwawasan Yogyakarta saja, namun dalam pengambilan unsur tersebut
patut kita jadikan contoh.Dalam berkarya desain, sering kali kita lupa mengaitkan
unsur budaya lokal Indonesia. Lebih berfokus pada pemenuhan visual semata
dalam peyampaian pesan sesuai brief klien, dengan mengkaji karya seni gitar ini,
kita dapat membuka mata kita untuk kearifan dan dorongan untuk menjadikan
karya desain kita 'membumi' bahkan 'berakar' budaya Indonesia yang kuat.
Penyuguhan karya berunsur lokal ini bukan kemata meletakan sebuah ornamen
pada karya desain terkait, namun lebih kepada penyampaian pesan dengan
pendekatan filosofis dan kultur dari budaya setempat, yang tentunya 'nyambung'
16
dengan brief klien dalam menyampaikan pesannya. Nah dalam proses visualnya,
barulah kultur dan filosofis tersebut diupayakan untuk memperoleh bentuk visual
yang pas. Jelas lebih repot memang dalam mengambil metode berkarya desain
local content ini, sebelumnya kita harus mengerti inti pesan yang mau
disampaikan dalam komersial produk tertentu, serta menyambungnya dengan
esensi folosofis budaya yang berkaitan. Hal ini tentu memerlukan waktu dan
tenaga lebih dalam pencapaiannya.
Sebuah kekuatan dalam berkarya merupakan penyampaian pesan yang terkandung
didalamnya.Namun metode penyampaiannya lah yang menjadi ujung tombak
dalam menjadikan karya tersebut spektakuler atau tidak. Dalam berkarya desain,
penyampaian pesan yang dimaksud bukanlah selalu disampaikan secara tersurat /
denotatif, namun pesan sebuah desain akan lebih menarik bila di sampaikan
secara tersirat / konotatif. Penyampaian yang seperti ini meliputi unsur visual dan
verbal. Unsur visual dapat menggunakan sebuah ilustrasi dan/atau fotografi,
namun dalam pendekatannya dapat berupa stilasi (penyederhanaan bentuk) yang
terdiri dari : simbolik (pemaknaan sebuah bentuk), iconik (sebagai elemen visual
navigasi) dan pictogram (sebuah stilasi yang menjadi sebuah budaya).
PENUTUP
Belajar dari karya seniman Karyadi, seniman muda Yogyakarta dengan karyanya
gitar 'Nada Istimewa' pada pameran “Negari Ngayogyakarta Hadiningrat” yang
diadakan tanggal 13 sampai 27 April 2012 di Gedung Utama, Jogja National
Museum (JNM) ini dapat membuka mata kita tentang alternatif proses berpikir
yang terlepas dari metode linear. Selain dari pada itu, dalam mendalami proses
karya gitar ini, kita dapat menarik beberapa faktor yang menarik.
Dalam proses komunikasi sendiri terdapat proses yang menghubungkan antara
17
pihak komunikator dan dengan pihak target audience. Seorang desainer yang
memiliki peran komunikator (secara visual) harus menemukanproses encoding
yang tepat guna bisa diaplikasikan dalam media dan mudah dalam proses
decoding bagi target audience, sehingga target audience dapat mengalami proses
AIDA, yaitu : awareness, Interest, desire, dan bahkan sampai tahap action. Untuk
itu proses berpikir dari connecting the dots, out of the box, sampai pada metafora
sangat diperlukan.
Bagi pembaca yang ingin melihat dan mengetahui keberadaan terakhir dari karya
seni gitar 'Nada Istimewa' ini berada pada kolektor bernama James Darmawan,
seorang dosen dari Universitas Binus - Jakarta. Sebelum pengirimannya, panitia
pameran “Negari Ngayogyakarta Hadiningrat” ini sendiri, merencanakan untuk
meminjamkan gitar ini untuk dimainkan pada hari penutupan pameran oleh
Sawung Jabo, seorang pemusik senior gitar yang khas Yogyakarta. Untuk itu
panitia mengajukan permohonan terlaksananya rencana penggunaan gitar ini
kepada kolektor. Dari rencana kolektor, gitar "Nada Istimewa" ini akan dititipkan
kepada perwakilan keluarga pemilik Museum Ullen Sentalu, Kaliurang Yogyakarta, yang bernama Daniel Haryono. "Kebetulan kami sedang membuat
bangunan baru bernuansa kontemporer, untuk mengkoleksi semua penulisan
ilmiah tentang Kraton Yogyakarta, mungkin gitar 'Nada Istimewa' ini akan kami
pajang disana. Juga sudah ada pemikiran untuk gitar ini dipamerkan keluar pada
acara rutin Asia 3 di bulan Oktober."
18
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. (2002). Psikologi Sosial. PT Rineka Cipta, Jakarta.
Brockmann, Josef Muller. (1981). Grid Systems in Graphic Design/Raster
Systeme Fur Die Visuele Gestaltung. Germany: Niederteufen.
Bukhori, Muhammad, dkk. (2005). Azas-Azas Manajemen. Adtya Media,
Jogjakarta.
Danesi, Marcel. (2004). Messages, Signs and Meaning: A Basic Textbook in
Semiotics and Communication Theory. Ontario: Canadian Scholar’s Press
Inc.
Grefe, Richard. (2000). (Form+Content+Context) Time = Experience Design.
AIGA Journal for the Network Economy (Online), Volume 1, number 1.
Hashimoto, Alan and Mike. (2009). Design Fundamentals: A Digital Approach
(Third Edition). Boston, USA: Course Technology PTR.
McDermott, Catherine. (2007). Design: The Key Concepts. New York: Routledge.
Rustan, Surianto. (2009). Mendesain LOGO.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Samara, Timothy. (2007). Design Elements: A Graphic Style Manual. Beverly,
USA: Rockport Publishers.
Sarwono, Sarlito. (2005). Teori-Teori Psikologi. PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Schramm, Wilbur. (1954). The Process and Effects of Communication.
Urbana,USA: University of Illinois Press.
Tinarbuko, Sumbo. (2010). Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta, Indonesia:
Percetakan Jalasutra.
Wertheimer, M. (1959). Productive Thinking (Enlarged Ed.). New York, USA:
Harper & Row.
19
Wheeler, Alina. (2003). Designing Brand Identity: A complete guide to creating,
building and maintaining strong brands. New Jersey: John Wiley & Sons.
20
ISTIMEWA UNTUK SRI SULTAN HAMENGKUBUWONO.
--------------------------------------------------------------------------------------------------Andreas James Darmawan,
New Media Department
School of Design, Binus University
jln. KH Syahdan no.9 Kemanggisan Jakbar 11480
[email protected]
Abstrak
Merupakan sebuah tonggak bersejarah baru dalam peringatan seorang raja,
sekaligus patriot dan pahlawan bangsa selama satu dekade, tanggal 13 April
2012, di kampus STSRI 'Asri' Yogyakarta, yang sekarang dikenal dengan Jogja
National Museum (JNM), dibuka sebuah pameran karya seni bernuansa
Yogyakarta-Indonesia berjudul "Negari Ngayogyakarta Hadiningrat" yang
memperingati 100 tahun berpulangnya Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Sebuah
kehormatan besar kami para dosen School of Design mendapatkan undangan
dari Prof. Dwi Marianto, selaku kurator pameran, dimana kami bertujuhbelas
hadir memenuhi undangan dan turut melebur dalam kehangatan nuansa Yogya
yang asri dan berseni. Bersama penulisan jurnal ini, kita diajak mengikuti proses
pemikiran yang out of the box, yang mencoba untuk lebih mengukur pencapaian
karya dari pada esensi logika dan teknis. Diharapakan dapat berbagi
pengalaman sekaligus membuka pola berpikir baru dalam berkarya, apapun
konteks dan goal karya tersebut.
Keyword :memperingati, gitar, connecting the dots, out of the box, metafora.
1
PENDAHULUAN
Suatu perayaan yang bersejarah, tidak hanya untuk masyarakat Yogyakarta
dan/atau Indonesia, namun bagi seluruh dunia. Bahwa Sri Sultan
Hamengkubuwono IX yang telah memberikan peranan langsung dari sebuah
Kesultanan Yogyakarta ke dalam sejarah Kemerdekaan Republik Indonesia yang
diproklamirkan pada 17 Agustus 1945.
Jasanya begitu besar bagi negara kita, salah satunya : karena kesediaan Beliau lah
pada tahun 1946, Yogyakarta pernah menjadi Ibukota sementara. Ketika itu
Jakarta yang menjadi Ibukota Republik Indonesia terancam oleh kehadiran
kekuasaan Belanda yang ingin merebut kembali RI ini kedalam kekuasaan
penjajahan.
Logo Pameran Negari Ngayogyakarta Hadiningrat (sumber :katalog pameran)
Dan ketika Yogyakarta menjadi Ibukota sementara RI, banyak tokoh masyarakat
termasuk seniman datang ke Yogyakarta.Sejak masa itulah sampai sekarang
Yogyakarta menjadi salah satu pusat seni terbesar Indonesia.Hal ini dapat terjadi
karena faktor geografis dan historis Yogja yang memang telah lama menjadi pusat
sosial, politik, dan perdagangan yang multi-kultural.Demikianlah mengapa dunia
seni begitu pesat berkembang di Yogyakarta sampai sekarang.
2
Bagi Sri Sultan HB IX sendiri, yang memiliki karakter yang khas Yogyakarta
yang patriotis, Yogyakarta diarahkan Beliau untuk membuka diri pada dunia,
sehingga menjadi pusat pembelajaran dan pertemuan seni, baik bagi Indonesia
maupun dunia. Dengan demikian untuk mengenang jasa dan nama harum Beliau,
segenap masyarakat Yogyakarta dan Dunia bersatu-padu turut mewujudkan dan
turut mensukseskan pameran “Negari Ngayogyakarta Hadiningrat” ini, yaitu
sebuah pameran mengenang Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada 100 tahun dari
tanggal kelahirannya, yaitu tanggal 12 April 1912.
Pameran “Negari Ngayogyakarta Hadiningrat” yang diadakan tanggal 13 sampai
27 April 2012 di Gedung Utama, Jogja National Museum (JNM) ini,
memamerkan potensi dan buah karya yang artistik, baik secara gamblang maupun
simbolik, semua merepresentasikan sifat keistimewaan dan ciri khas Daerah
Istimewa Yogyakarta. Sebanyak 124 seniman menerjunkan karya-karyanya serta
membagikan pesan yang tersirat dalam satu semangat mengenang jasa mediang
Sri Sultan HB IX. Baik seniman senior maupun seniman muda yang lolos kurasi
Prof. Dwi Marianto, seorang guru besar Institut Seni Indonesia - Yogyakarta,
dapat menjadi bagian dari pameran yang bersejarah ini, sebab pameran ini
diresmikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X selaku Sultan Keraton Daerah
Istimewa Yogjakarta saat ini.
Tentunya banyak karya yang luar biasa dalam pameran ini, terdapat sekitar seratus
orang seniman, baik yang diundang maupun yang berpartisipasi melalui
kompetisi.Dikutip dari katalog pameran, para seniman yang berkarya adalah
mereka yang lahir, dibesarkan, berkarya, atau yang karyanya bersubyek tentang
Yogyakarta.Prestasi seninya secara signifikan memberi kontribusi bagi dunia seni
di Yogyakarta dan tentu dampaknya bagi pengembangan seni di Indonesia.
Kehadiran Sultan Hamengku Buwono X, pada sekitar pukul 20.00 wib, begitu
hangat dan dekat dengan kita, tanpa diiringi oleh tubuh berotot dan kacamata
3
hotam bodyguard. Hal ini membuat sambutan oleh Ketua Pameran, Sapta
‘Athonk’ Raharjo segera dimulai. Selain dari pada itu, sambutan berlanjut dari
kurator pameran yaitu Bpk. M. Dwi Marianto, kemudian dari seorang tokoh
kolektor lukisan Dr. Oei Ong Djien, dan ditutup dengan seremonial pembukaan
pameran oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X dengan didampingi pula oleh
pelukis senior I Nyoman Gunarsa yang mempersembahkan sketsa wajah dari Sri
Sultan Hamengku Buwono X.
Pendaftaran masuk pameran (sumber : dokumentasi Barry Carvey)
Dalam katalognya Bpk. M. Dwi Marianto, juga menyampaikan pameran ini
menggelar rasa Yogyakarta, yaitu suasana kehidupan yang multi- dan
interkultural, yang memiliki potensi-potensi nan dinamis, yang sejauh ini telah
secara istimewa memberi kontribusi bagi dunia seni Indonesia. Seni visual adalah
salah satu dar i beberapa cabang seni yang hidup subur baik dan pesat di
Yogyakarta, telah mewarnai perwajahan dan karakter seni visual Indonesia;
didinamisasi oleh sejumlah besar seniman yang lahir di Yogyakarta, dan yang
4
datang dari berbagai daerah - dalam dan luar negeri. Ada semangat kompetitif,
eksploratif dan adventuris di kalangan perupa yang berkarya di Yogyakarta;
berkarya dengan estetika yang beragam : dari yang tradisional, bernuansa 'ndeso',
konvensional, non-konvensional, sampai yang modern, dan konseptual; dari yang
aneh, absurd, sampai spektakuler. Medianya pun telah begitu beragam, seperti:
batik, terakota, keramik, lukisan, grafis, patung, video, film, animasi, instalasi,
seni dari benda-benda temuan, seni di situs spesifik, performance art,
digital print, wayang, mixed media, dan lain-lain. Kebebasan untuk
mengeksplorasi media, teknik, cara pandang, kemungkinan, persepsi, paradigma
dan wilayah virtual seni adalah salah satu cara untuk menjadi kreatif-produktif.
Kunjungan Prof Dwi Marianto kepada seniman Nasirudin (Sumber : dokumentasi panitia Pameran)
Salah satu yang juga menggoda dan patut disoroti adalah sebuah karya seniman
muda yang bernama Karyadi.Dalam kesempatan ini, Karyadi mengkaryakan
sebuah gitar yang sangat istimewa.Sebuah gitar yang berudul 'Nada Istimewa' ini
berukuran 105 x 37 x 6cm dan terbuat dari gitar listrik asli dengan modifikasi
bentuk body dengan molding kayu dan finishing cat duco.Modifikasi bentuk
karya seni gitar ini menjadi istimewa karena bentuknya diubah menjadi emblem
atau logo Kesultanan Yogyakarta itu sendiri.Logo Kesultanan yang memiliki nilai
5
historis, berubah menjadi sangat modern dengan dikawinkan pada gitar listrik,
namun unsur nilai yang terkandung didalamnya tetap mengandung unsur historis
yang sangat tinggi.
METODE BERPIKIR DALAM KARYA GITAR 'NADA ISTIMEWA'
Penulis mencoba untuk melakukan metafora terhadap proses berpikir seniman
pembuat karya dengan proses berkarya dalam desain komunikasi visual. Untuk itu
penulis melakukan pembahasan terhadap proses berkarya seniman sebagai metode
penelitian, dalam desain komunikasi visual sebagai hasil dan pembahasan
penulisan jurnal.
Seniman muda Karyadi sendiri, pada saat ini baru memiliki satu penghargaan
sebelumnya, yaitu pada tahun 2010, Karyadi mendapatkan penghargaan karya
terbaik dalam pameran bersama Jambore Nasional “Karya Tunas Nusantara” di
Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat. Namun dalam peristiwa yang bersejarah ini,
Karyadi menuangkan segenap hobinya bermain, mengoleksi dan membuat gitar
listrik kedalam suatu titik puncak kekaguman dan penghormatannya kepada Sri
Sultan Hamengkubuwono IX.
6
Sri Sutan Hamengkubuwono X melihat gitar ‘Nada Istimewa’ (sumber : dokumentasi panitia pameran)
Melalui karya gitar "Nada Istimewa" ini, Karyadi berharap dapat meneruskan
semangat patriotis dari Sri Sultan HB IX, dalam bentuk perjuangan yang lebih
relevan dan modern untuk jaman sekarang. Yakni perjuangan mempersatukan
bangsa dalam lantunan lagu dan nada sehingga menciptakan atmosfir seni yang
penuh dengan semangat positif dan membangun bangsa negara dengan sentuhan
seni musik.
7
Gitar ‘Nada Istimewa’ (sumber : dokumentasi Joelianto)
Tentu proses pemikiran ini menggunakan metode connecting the dots milik Steve
Jobs, almarhum pendiri Apple Corporation. Dalam metode ini, Jobs berkarya
dalam hidupnya dengan merangkai segala pengalaman dan kelebihan yang dia
alami. Baik pengalaman yang manis maupun pahit, semuanya diambil hikmah
positifnya dan dirangkai dalam sebuah bentuk karya yang non-sequentiality
(melompat keluar dari kerangka referensi atau bekerja dari beberapa titik dan
menghubungkan mereka bersama-sama). Nah sama halnya dengan Karyadi,
Karyadi mencoba membangun kembali semangat berkarya anak muda bangsa
dalam kepribadian apa adanya. Bangga terhadap budaya dan sejarah Yogyakarta,
Karyadi mengambil rangkuman bentuk yang bisa menjelaskan semuanya itu.Maka
8
logo D.I.Y. lah yang menjadi pilihannya.Dengan menampilkan logo, terlahirlah
semangat yang kembali berkobar dan menyatukan passion dalam berkarya bagi
negeri Indonesia khususnya Yogyakarta.
Detail gitar ‘Nada Istimewa’ (sumber : dokumentasi Nick Soedarso)
Selain itu ada pula metode berpikir out of the box, atau berpikir di luar kotak (juga
disebut berpikir di luar alun-alun bagi seniman Yogya) adalah berpikir secara
berbeda, tidak biasa, atau dari perspektif baru.Ungkapan ini sering merujuk pada
pemikiran lateral dari Edward De Bono yang membedakan cara berpikir ini dari
berpikir vertikal.Berpikir vertikal adalah cara berpikir yang tradisional atau
logis.Berpikir vertikal melihat solusi melalui pandangan yang wajar dari masalah
atau situasi dan bekerja melalui itu, umumnya dalam jalur yang paling biasa
terpilih (umum). Di sisi lain, berpikir lateral menunjukkan bahwa pemecah
masalah dengan cara mengeksplorasi berbagai pendekatan solusi yang menantang,
bukan sekedar menerima solusi umum yang tampaknya paling potensial.
9
Tampak bawah gitar ‘Nada Istimewa’ (sumber : dokumentasi Barry Carvey)
Dalam keterkaitannya dengan proses pemikiran lateral, Karyadi juga
mengambangkan sebuah metode pemikiran yang berbedaan antara berpikir lateral
dan berpikir vertikal dapat dinyatakan dalam beberapa cara. Antara lain alternatif
dalam pemilihan jenis gitar (listrik atau akustik) serta material bahan (resin,
akrilik, atau kayu) yang masing-masing memiliki teknik pembuatan yang berbeda
sesuai dengan karakter materialnya. Selanjutnya Karyadi juga memasuki proses
seleksi (terutama dalam membari konsep dan judul, sebisa mungkin singkat
namun memiliki arti yang dalam).
Proses pemikiran yang justru sangat tampak adalah proses berpikir metafora.
Dalam karya gitar 'Nada Istimewa' ini, Karadi tidak hanya memberi sebuah bentuk
yang indah, namun juga membarikan fungsi sebagai gitar pada kodratnya yang
seharusnya.Dalam hal ini Kayadi segaja memilih sebuah gitar listrik guna dapat
dimainkan dalam skala panggung.Diharapkan buah pemikiran metafora yang
10
menggabungkan logo D.I.Y. sendiri dapat menjadi sebuah jawaban bagi
kebutuhan instrumen yang menyatukan kembali semangat berkarya kaula muda
dalam memperingati sekaligus meneruskan semangat patriotik dan panutan Sri
Sultan Hamengkubuwono IX.
HASIL DAN PEMBAHASAN DALAM BERKARYA DKV
Dalam kaitannya dengan proses berkarya sebuah desain komunikasi visual, karya
gitar 'Nada Istimewa' ini dapat menjadi sebuah panutan pola pikir yang baik.
Proses berkarya dalam desain komunikasi visual memang berbeda dengan proses
berkarya dalam seni. Desain komunikasi visual yang notabenenya merupakan seni
terapan memang memiliki dasar hakiki pemenuhan kebutuhan industri yang
terkait.Lebih dari sekedar karya ekspresi. Namun, pada dasarnya kedua karya seni
ini memiliki kaitan akar yang sama. Baik desain maupun seni memiliki tujuan
dalam proses penyampaian pesan. Hal ini yang menjadi dasar kenapa kita bisa
berpanut pada proses berkarya seni gitar 'Nada Istimewa' ini.
Proses berpikir out of the box sangat menentukan dalam pembuatan sebuah karya
desain. Proses lateral ini yang menjadi ujung tombak dalam menghasilkan sebuah
karya yang bersifat difrensiasif. Dalam proses pemikiran ini, seorang desainer
dapat mengembangkan pola alternatif yang banyak. Semuanya diambil secara
sporatif dan spontan. Proses ini biasa diterapkan dalam proses brainstorming. Hal
ini dapat dipraktekkan dengan eksperimen untuk melepaskan proses pikir kita
pada topik tertentu dengan cara menulis dan menyoretkan ide-ide bebas pada
sebuah kertas. Ternyata proses ini dapat membuat kita terkejut dengan hasil
lompatan ide kita sendiri yang tertulis dalam kertas. Dengan limitasi waktu
tertentu, proses lateral self-brainstorming ini harus dibiarkan liar, ikuti dan tulis
semua lompatan kata atau imaji yang terlintas dalam benak kita. Hal ini dilakukan
agar otak kita memiliki keleluasaan untuk mengutarakan idenya. Ide unik
11
disambut hangat, ide yang biasa pun mendapat porsi yang sama. Dengan demikian
semua lompatan ide berkontribusi secara penuh dan adil.
Selain dari pada memasukkan metode berpikir out of the box didalam karya
desain, melalui karya gitar Karyadi ini, kita juga dapat melakukan sebuah metode
pola pikir yang bersifat connecting the dots. Pendekatan yang seperti ini dapat
dicapai dengan bentuk mempelajari esensi dari brief klien. Dalam memahami ini,
kita perlu mempertimbangkan beberapa faktor yang terkait, diantaranya :target
audience, unique selling preposition (USP), dan analisis SWOT.
Target audience biasanya terbagi menjadi segmentasi demografi, psikografi, dan
geografi. Kaitan demografi pada target lebih kepada segmentasi umur, jenis
kelamin, tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi. Demografi menggambarkan
profil dari segmen pasar tertentu.Sedangkan faktor segmentasi psikologi
menyangkut personality, behavior dan lifestyle.Psikografis merupakan ciri-ciri
sikap orang menunjukkan dalam pendekatan mereka untuk hidup.Untuk geografi
biasa terbagi menjadi masyarakat perkotaan, pedesaaan, dan suku pedalaman.
Ketika target audiens diidentifikasi, maka kita memiliki batasan untuk
pertimbangan crusial tentang bagaimana menyampaikan pesan dalam komunikasi
visual kita.
USP sendiri adalah konsep pemetaan (positioning) image branding di benak
konsumen, setiap komunikasi visual harus membuat pemetaan tersebut untuk
konsumen. Bukan hanya kata-kata, bukan hanya iklan produk, namun komunikasi
visual harus bisa membuat serangkaian pesan (visual) yang membangun citra
brand dari produk kepada pembaca masing-masing: "Dengan memiliki produk ini,
Anda akan mendapatkan manfaat tertentu."
Analisa yang sudah lama dipakai adalah analisa SWOT ini. SWOT sendiri
merupakan singkatan dari Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats.
12
Kalau kita telaah, masing-masing meluputi analisa yang bersifat positif dan
negatif, serta dalam ranah internal dan eksternal.Faktor pertimbangan yang
bersifat positif adalah stregth dan opportunity namun untuk stregth lebih kepada
menganalisis secara internal dan opportunity secara eksternal. Untuk analisis dari
faktor negatif adalah weakness untuk bagian internal, dan threat untuk bagian
eksternal. Untuk itu metode analisa ini tetap bertahan sepanjang tahun, hal ini
mungkin karena area SWOT sendiri mencakup segala faktor (minimal sampai saat
ini) yang perlu dipertimbangkan.Pada prosesnya, pengguna analisis SWOT perlu
bertanya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang menghasilkan informasi
yang berarti untuk setiap kategori (kekuatan, peluang, kelemahan, dan ancaman)
untuk memaksimalkan manfaat dari evaluasi ini dan menemukan keunggulan
kompetitif mereka.
Dari brief klien ini, barulah kita para desainer menentukan strategi komukasi yang
seperti apa yang harus kita buat. Tentunya strategi ini berdasarkan connecting the
dots dari semua faktor diatas.Rumusan dari strategi komunikasi ini adalah berupa
big idea.Big idea ini merupakan sebuah kalimat yang dikemas menarik namun
mengandung banyak makna. Setelah penentuan big idea, proses desain
komunikasi visual berlanjut pada pemilihan keyword (kata kunci) yang akan
dipakai sebagai acuan strategi desain dan visual. Barulah setelah itu proses
pembuatan desain dapat dilakukan dengan lebih mudah dan terarah.
"Desain adalah sebuah rencana yang dihasilkan untuk menunjukkan tampilan dan
fungsi atau komunikasi. Sebuah desain yang baik dapat membantu pembaca
memahami informasi yang rumit. Pemikiran konsep desain berdasarkan tujuan
atau perencanaan yang berdasarkan fakta, objek dan tindakan."
- Oxford Dictionaries Seperti definisi diatas, desain sendiri merupakan sebuah proses. Dalam
pembuatannya, proses mendesain sering kali mendapat hasil yang termetode
13
dengan berbagai konsep dan dilakukan berdasarkan skill yang mendukung. Dari
proses inilah sebuah karya desain dapat menjadi mencapai keselarasan antara
konsep dengan hasil visualnya. Untuk itu, secara fundamental perlu dilakukan
metode olah ide yang terbagi menjadi tiga proses.
Ketiga proses itu adalah :
- proses realisasi ide
(yang terdiri dari : elemen seni dan semiotik),
- proses visualisasi
(yang terdiri dari : elemen desain dan prinsip desain) serta
- proses atraksi visual (yang terdiri dari : mimesis, gestalt dan anomali)
Proses pendekatan dari sisi elemen seni yang dimaksud disini, mencakup proses
visualisasi, konsep dan aplikasi seni dalam menentukan arah pembuatan sebuah
desain. Proses ini diperlukan untuk menyampaikan pesan dalam sebuah desain
yang akan dibuat. Proses visualisasi dapat dicapai dengan menentukan elemen
seni, sbb :
Form
: pembentukan layout, craftmanship, originalitas.
Content
: big idea, keyword, positioning statement, headline / subhead,
bodycopy dan tagline.
Context
: ruang, instalasi, lokasi, waktu, suasana, budaya dan mandatoris.
Dengan proses ini, sebuah proses pembuatan karya seni akan mudah dicapai.
Namun dalam dunia desain, yang notabene memiliki unsur terapan didalamnya.
Pendekatan mendesain perlu disinergikan lagi dengan proses yang disebut dengan
semiotika. Setelah menentukan ketiga elemen tersebut, ketiganya disinergikan
dengan proses semiotika, adalah :
Semantik : bahasa visual yang mendukung sebuah nuansa.
Sintaktik
: sistem visual yang selaras.
Pragmatik : peletakan visual yang bersinergi.
Kolaborasi kedua unsur diatas menjadi sinergi yang saling terkait. Form berkaitan
14
dengan semantik, content berkaitan dengan sintaktik, dan context berkaitan
dengan pragmatik. perbedaan kedua unsur tersebut adalah pendekatannya. Elemen
seni (form, content dan context) mengambil sisi real, sedangkan semiotik lebih
menekankan abstraksi proses pemikiran. Setelah memiliki sinergi dalam proses
realisasi ide, barulah semuanya diterapkan dalam proses visualisasi.
Peleburan elemen desain (titik, garis, bidang, warna dan tekstur) dan proses
pencapaian prinsip desain (balance, emphasis, unity, rhythm, depth) menjadi
ujung tombak dari proses visualisasi. Sebuah realisasi ide perlu didukung dengan
skill yang meleburkan unsur visual ini menjadi selaras dengan hasil realisasi.
Yang termasuk dalam elemen desain adalah :
Titik
: sebuah point yang tercipta dari satu ketukan alat visual.
Garis
: merupakan kelanjutan dari titik yang menjadi elemen baru ini.
Bidang
: berupa garis yang menyatu, memberi batas dan menjadi bentuk baru.
Warna
: merupakan proses kelanjutan dari bentuk yang memberi nuansa baru.
Tekstur
: menampilkan sensasi real yang tiga dimensi.
Sedangkan yang termasuk dalam prinsip desain adalah :
Balance
: sebuah prinsip keseimbangan dalam layout desain.
Unity
: sebuah benang merah yang menyatukan bentuk keseluruhan visual.
Emphasis : prinsip hirarki yang menjadi urutan penekanan tertentu.
Depth
: permainan volume visual dengan tone gelap terang.
Rhythm
: Sesasi irama dalam peletakan elemen dalam layout desain.
Sebagai sentuhan terakhir, pendekatan mimesis dan gestalt yang juga ketiganya
sangat diperlukan guna menciptakan daya tarik lebih dalam sebuah desain.
Mimesis merupakan bentuk pendekatan seni yang telah berkembang sejak jaman
klasik.Pendekatan seni ini awalnya menjadi sebuah kekurangan dari sebuah seni
15
itu sendiri.Plato dalam filsafatnya menyatakan bahwa tidak ada seni yang seindah
objek aslinya. Dari satu sisi pernyataan tersebut memang ada benarnya, namun
disisi lain justru berlawanan. Seperti yang dikatakan Gombrich, bahwa seni
sangatlah konseptual.Gombrich menyimpulkan, walaupun seni selalu mengejar
mimesis, namun dalam metode pencapaian hasil mimesis tersebut, diperlukan
sebuah usaha besar.Sehingga usaha tersebutlah yang membuat nilai sebuah karya
seni menjadi tinggi.
Gestalt menjadi sebuah sentuhan yang menarik karena dalam sebuah proses
desain, gestalt lebih memiliki pengalaman dalam bermain dengan batasan empirik
(indrawi). Melalui proses ini, sebuah desain seakan mendapat stimulus yang
menjadikannya unik dan berkesan. Pendekatan gestalt ini terdiri dari :
closure
: prinsip empirik yang menyempurnakan visual.
continuity
: proses empirik yang mengikuti arah.
similarity
: proses empirik yang menerima kesamaan yang berpola.
proximity
: proses empirik yang menilai secara garis besar visual.
figure and ground
: permainan dua sisi visual dari dua cara pandang.
Untuk memasukkan nilai metafora sendiri, dapat belajar dari gitar 'Nada Istimewa'
memiliki unsur local content yang kuat.Walaupun unsur lokalnya lebih sempit
yakni berwawasan Yogyakarta saja, namun dalam pengambilan unsur tersebut
patut kita jadikan contoh.Dalam berkarya desain, sering kali kita lupa mengaitkan
unsur budaya lokal Indonesia. Lebih berfokus pada pemenuhan visual semata
dalam peyampaian pesan sesuai brief klien, dengan mengkaji karya seni gitar ini,
kita dapat membuka mata kita untuk kearifan dan dorongan untuk menjadikan
karya desain kita 'membumi' bahkan 'berakar' budaya Indonesia yang kuat.
Penyuguhan karya berunsur lokal ini bukan kemata meletakan sebuah ornamen
pada karya desain terkait, namun lebih kepada penyampaian pesan dengan
pendekatan filosofis dan kultur dari budaya setempat, yang tentunya 'nyambung'
16
dengan brief klien dalam menyampaikan pesannya. Nah dalam proses visualnya,
barulah kultur dan filosofis tersebut diupayakan untuk memperoleh bentuk visual
yang pas. Jelas lebih repot memang dalam mengambil metode berkarya desain
local content ini, sebelumnya kita harus mengerti inti pesan yang mau
disampaikan dalam komersial produk tertentu, serta menyambungnya dengan
esensi folosofis budaya yang berkaitan. Hal ini tentu memerlukan waktu dan
tenaga lebih dalam pencapaiannya.
Sebuah kekuatan dalam berkarya merupakan penyampaian pesan yang terkandung
didalamnya.Namun metode penyampaiannya lah yang menjadi ujung tombak
dalam menjadikan karya tersebut spektakuler atau tidak. Dalam berkarya desain,
penyampaian pesan yang dimaksud bukanlah selalu disampaikan secara tersurat /
denotatif, namun pesan sebuah desain akan lebih menarik bila di sampaikan
secara tersirat / konotatif. Penyampaian yang seperti ini meliputi unsur visual dan
verbal. Unsur visual dapat menggunakan sebuah ilustrasi dan/atau fotografi,
namun dalam pendekatannya dapat berupa stilasi (penyederhanaan bentuk) yang
terdiri dari : simbolik (pemaknaan sebuah bentuk), iconik (sebagai elemen visual
navigasi) dan pictogram (sebuah stilasi yang menjadi sebuah budaya).
PENUTUP
Belajar dari karya seniman Karyadi, seniman muda Yogyakarta dengan karyanya
gitar 'Nada Istimewa' pada pameran “Negari Ngayogyakarta Hadiningrat” yang
diadakan tanggal 13 sampai 27 April 2012 di Gedung Utama, Jogja National
Museum (JNM) ini dapat membuka mata kita tentang alternatif proses berpikir
yang terlepas dari metode linear. Selain dari pada itu, dalam mendalami proses
karya gitar ini, kita dapat menarik beberapa faktor yang menarik.
Dalam proses komunikasi sendiri terdapat proses yang menghubungkan antara
17
pihak komunikator dan dengan pihak target audience. Seorang desainer yang
memiliki peran komunikator (secara visual) harus menemukanproses encoding
yang tepat guna bisa diaplikasikan dalam media dan mudah dalam proses
decoding bagi target audience, sehingga target audience dapat mengalami proses
AIDA, yaitu : awareness, Interest, desire, dan bahkan sampai tahap action. Untuk
itu proses berpikir dari connecting the dots, out of the box, sampai pada metafora
sangat diperlukan.
Bagi pembaca yang ingin melihat dan mengetahui keberadaan terakhir dari karya
seni gitar 'Nada Istimewa' ini berada pada kolektor bernama James Darmawan,
seorang dosen dari Universitas Binus - Jakarta. Sebelum pengirimannya, panitia
pameran “Negari Ngayogyakarta Hadiningrat” ini sendiri, merencanakan untuk
meminjamkan gitar ini untuk dimainkan pada hari penutupan pameran oleh
Sawung Jabo, seorang pemusik senior gitar yang khas Yogyakarta. Untuk itu
panitia mengajukan permohonan terlaksananya rencana penggunaan gitar ini
kepada kolektor. Dari rencana kolektor, gitar "Nada Istimewa" ini akan dititipkan
kepada perwakilan keluarga pemilik Museum Ullen Sentalu, Kaliurang Yogyakarta, yang bernama Daniel Haryono. "Kebetulan kami sedang membuat
bangunan baru bernuansa kontemporer, untuk mengkoleksi semua penulisan
ilmiah tentang Kraton Yogyakarta, mungkin gitar 'Nada Istimewa' ini akan kami
pajang disana. Juga sudah ada pemikiran untuk gitar ini dipamerkan keluar pada
acara rutin Asia 3 di bulan Oktober."
18
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. (2002). Psikologi Sosial. PT Rineka Cipta, Jakarta.
Brockmann, Josef Muller. (1981). Grid Systems in Graphic Design/Raster
Systeme Fur Die Visuele Gestaltung. Germany: Niederteufen.
Bukhori, Muhammad, dkk. (2005). Azas-Azas Manajemen. Adtya Media,
Jogjakarta.
Danesi, Marcel. (2004). Messages, Signs and Meaning: A Basic Textbook in
Semiotics and Communication Theory. Ontario: Canadian Scholar’s Press
Inc.
Grefe, Richard. (2000). (Form+Content+Context) Time = Experience Design.
AIGA Journal for the Network Economy (Online), Volume 1, number 1.
Hashimoto, Alan and Mike. (2009). Design Fundamentals: A Digital Approach
(Third Edition). Boston, USA: Course Technology PTR.
McDermott, Catherine. (2007). Design: The Key Concepts. New York: Routledge.
Rustan, Surianto. (2009). Mendesain LOGO.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Samara, Timothy. (2007). Design Elements: A Graphic Style Manual. Beverly,
USA: Rockport Publishers.
Sarwono, Sarlito. (2005). Teori-Teori Psikologi. PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Schramm, Wilbur. (1954). The Process and Effects of Communication.
Urbana,USA: University of Illinois Press.
Tinarbuko, Sumbo. (2010). Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta, Indonesia:
Percetakan Jalasutra.
Wertheimer, M. (1959). Productive Thinking (Enlarged Ed.). New York, USA:
Harper & Row.
19
Wheeler, Alina. (2003). Designing Brand Identity: A complete guide to creating,
building and maintaining strong brands. New Jersey: John Wiley & Sons.
20