C. Kesatuan Sila Sila Pancasila sebagai

C. Kesatuan Sila-Sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat
Kesatuan sila-sila Pancasila tidak hanya kesatuan yang bersifat logis saja, namun
sila-sila Pancasila memiliki suatu kesatuan meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar
epistemologis, dan dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila. Secara filosofis Pancasila
sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki dasar ontologis, dasar epistemologis, dan
dasar aksiologis sendiri yang berbeda dengan sistem filsafat lainnya misalnya
materialisme, liberalisme, pragmatisme, komunisme, idealisme, dll.
1. Dasar Ontologis (antropologis) Sila-sila Pancasila
Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki
hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar
antropologis. Subjek pendukung sila-sila Pancasila adalah manusia, hal ini dapat dilihat
di dalam sila Pancasila bahwa yang diterangkan di sila-sila Pancasila pada hakikatnya
adalah manusia. Demikian juga Pancasila merupakan dasar negara, adapun pendukung
pokok negara adalah rakyat dan unsur rakyat adalah manusia itu sendiri, sehingga
tepatlah jikalau dalam filsafat Pancasila bahwa hakikat dasar antropologis sila-sila
Pancasila adalah manusia
Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki
hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga, dan jiwa jasmani dan rohani,
sifat kodrat mansuia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, serta
kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi

berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan inilah maka secara hierarkhis sila pertama
Ketuhan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai keempat sila-sila Pancasila yang
lainnya.Hubungan kesesuaian antara negara dengan sila-sila Pancaisla adalah berupa
hubungan sebab akibat yaitu negara sebagai pendukung hubungan dan Tuhan, manusia,
satu, rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal hubungan. Landasan sila-sila Pancasila yaitu
Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil adalah sebagai sebab adapun negara adalah sebagai
akibat.

2. Dasar Epistemologis Sila-sila Pancasila
Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dari dasar
ontologisnya. Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada nilai-nilai dasarnya yaitu
filsafat Pancasila. Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi yaitu:
pertama tentang sumber pengetahuan manusia, kedua tentang teori kebenaran
pengetahuan manusia, ketiga tetang watak pengetahuan manusia. Persoalan epistemologi
dalam hubungannya dengan Pancasila dapat dirinci sebagai berikut:
a. Sumber Pengetahuan Pancasila
Pancasila sebagai suatu objek pengetahuan hakikatnya menyangkut 2 hal yaitu
sumber pengetahuan dan susunan pengetahuan Pancasila. Sumber pengetahuan
Pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri dan
merupakan hasil perenungan serta pemikiran wakil-wakil bangsa Indonesia.

Karena bangsa Indonesia menjadi kausa materialis Pacasila, maka eksistensi
bangsa dengan segala nilai yang ada menjadi sumber pengetahuan Pancasila.
b. Susunan Pengetahuan Pancasila
Susunan pengetahuan Pancasila sifatnya adalah formal logis. Begitu pula dengan
susunan kesatuan sila-sila Pancasila yang hierarkis pyramidal. Dasar rasional
logis menyangkut isi makna sila-sila Pancasila yaitu :
a. Sifat umum universal
Esensi Pancasila seagai pangkal tolak derivasi, baik dalam pelaksanaan bidang
kenegaraan maupun realisasi praksis dalam kehidupan kongkrit
b. Sifat umum kolektif
Isi arti Pancasila sebagai pedoman kolektif negara dan bangsa Indonesia terutama
dalam tertib hukum.
c. Sifat khusus kongkrit

Isi arti Pancasila dalam realisasi praksis dalam berbagai kehidupan, sehingga
memiliki sifat khusus kongkrit serta dinamis.
Kemudian pandangan Pancasila tentang pengetahuan manusia. hakikat manusia
sebagai makhluk monopluralis merupakan dasar pijak epistemologi Pancasila. Menurut
Pancasila bahwa hakikat manusia sebagai makhluk monopluralis adalah hakikat manusia
yang memiliki unsur-unsur pokok, yitu susunan kodrat yang teridiri atas raga (jasmani)

dan jiwa (rohani).selain itu manusia juga memiliki indra sehingga dalam proses reseptif
indra merupakan alat untuk mendapatkan kebenaran pengetahuan yang bersifat empiris.
Maka Pancasila juga mengakui kebenaran empiris terutama dalam kaitannya dengan
pengetahuan manusia yang bersifat positif. Pancasila juga mengakui kebenaran
pengetahuan manusia yang bersumber pada intuisi. Manusia yang pada hakikatnya
merupakan makhluk Tuhan Yang maha Esa sesuai dengan sila pertama Pancasila yang
mengakui kebenaran Pancasila sebagai kebenaran yang tertinggi. Sedangkan sila ketiga,
keempat, dan kelima mengakui kebenaran bahwa pada hakikatnya manusia sebagai
makhluk individu dan sosial. Sebagai suatu paham epistemologi maka Pancasila
mendasarkan pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatya tidak bebas dari
nilai karena harus diletakkan pada moralitas kodrat manusia serta moralitas religius.
3. Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila
Yang dimaksud dengan dasar aksiologis sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem
filsafat yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga
merupakan kesatuan. Dalam kehidupan, terdapat banyak sekali jenis nilai yang
disampaikan atau dikemukan oleh para ahli. Notonagoro mengatakan bahwa nilai-nilai
Pancasila tergolong niali-nilai kerohanian, tetapi nilai-nilai kerohanian yang mengakui
adanya nilai material dan nilai vital. Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai Pancasila
yang tergolong ke dalam nilai kerohanian juga mengandung nilai-nilai lain yang lengkap
dan harmonis, baik itu nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan atau

estetika, nilai kabaikan atau moral, maupun nilai-nilai kesucian. Di sini sila pertama
menjadi basis, diikuti oleh sila-sila berikutnya hingga sila terakhir sebagai tujuan.
Nilai-nilai Pancasila sebagai Satu Sistem

Substansi

Pancasila

dengan

kelima

silanya

terdapat

pada

Ketuhanan,


kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Prinsip-prinsip tersebut telah
menjelma ke tertib sosial, masyarakat, bangsa Indonesia, yang dapat ditemukan pada adat
istiadat, kebudayaan serta kehidupan bangsa Indonesia. Nilai yang terkandung dalam sila
pertama hingga sila kelima merupakan cita-cita, harapan, dan dambaan bangsa Indonesia
yang akan diwujudkan dalam kehidupan. Bangsa Indonesia dalam hal ini merupakan
pendukung dari niali-nilai Pancasila. Sebagai pendukung Pancasila, maka sudah
seharusnyalah bangsa Indonesia menghargai, mengakui, dan menerima, serta memandang
Pancasila sebagai sesuatu yang benar-benar bernilai dan berharga. Penghargaan,
pengakuan, penerimaan, dan pemandangan tersebut akan tampak jika telah mendarah
daging ke dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia. Kalau keempat hal
diatas telah mendarah daging ke dalam seluruh rakyat Indonesia maka akan terbentuklah
manusia Indonesia yang berjiwa Pancasila.
Sebenarnya nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila memiliki tingkat kualitas
yang berbeda namun antara yang satu dengan yang lainnya saling mengkait dan
melengkapi dan tidak ada satu nilaipun yang bertentangan. Dalam hal ini jika satu sila
dilepas maka akan menyebabkan sila tersebut kehilangan kedudukan dan fungsinya
karena tidak akan berarti jika tidak berada dalam kesatuan. Kesatuan nilai-nilai Pancasila
merupakan suatu kesatuan yang utuh dan bulat atau disebut juga kesatuan organik.
D.


Pancasila sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan Negara Republik
Indonesia
1. Dasar Filosofis
Pancasila merupakan suatu system filsafat maka kelima sila bukan terpisah-pisah,
dan memiliki makna sendiri-sendiri melainkan memiliki esensi makna yang utuh.
Pancasila sebagai filsafat bangsa dan Negara Republik Indonesia mengandung makna
bahwa setiap aspek kebangsaan, kemasyarakatan , serta kenegaraan harus berdasarkan
nilai-nilai keTuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.Pemikiran
filsafat kenegaraan bertolak dari suatu pandangan bahwa Negara adalah suatu
persekutuan hidup manusia.Negara yang didirikan oleh manusia itu berdasarkan kodrat

bahwa manusia sebagai warga dari Negara sebagai persekutuan hidup berkedudukan
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. ( Hakekat sila 1) persekutuan hidup tersebut
bertujuan mewujudkan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya
atau makhluk yang beradab . (Hakekat sila 2 ) untuk terwujudnya suatu Negara sebagai
organisasi hidup manusia membentuk persatuan ( Hakekat sila 3 ). Terwujudnya
persatuan dalam suatu Negara akan melahirkan rakyat. Rakyat sebagai asal mula
kekuasaan Negara maka Negara harus bersifat demokratis ( Hakekat sila 4 ) Untuk
mewujudkan tujuan Negara sebagai tujuan bersama dari seluruh warga Negara harus
dijamin berdasarkan suatu prinsip keadilan yang timbul dalam kehidupan bersama

( Hakekat sila ke 5 ) Nilai-nilai inilah yang merupakan nilai dasar bagi kehidupan
kenegaraan, kebangsaan dan kemasyarakatan. Dari pengamatan tersebut maka nilai
pancasila tergolong nilai kerohanian yang mengakui nilai material dan nilai-nilai vital.
Selain itu nilai pancasila bersifat subyektif dan obyektif yang dijelaskan sebagai berikut :
a. Nilai-nilai Pancasila yang bersifat objektif:
1. Rumusan sila-sila Pancasila yang menunjukan adanya sifat-sifat umum universal dan
abstrak, karena merupakan suatu nilai.
2. Inti nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa, baik dalam adat kebiasaan,
kebudayaan, kenegaraan maupun dalam hidup keagamaan.
3. Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 menurut ilmu hukum
memenuhi syarat sebagai pokok kaidah negara yang fundamental, sehingga
merupakan suatu sumber hukum positif di Indonesia. Dengan demikian secara
obyektif tidak dapat diubah secara hukum, sehingga terlekat pada kelangsungan hidup
negara. Konsekuensinya jika nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan
UUD 1945 itu dirubah, sama halnya dengan pembubaran negara Proklamasi 17
Agustus 1945. Prinsip ini terkandung dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966,
yang kemudian diperkuat dengan TAP MPR No. V/MPR/1973. Jo. TAP MPR No.
IX/MPR/1978.
b. Nilai-nilai Pancasila yang bersifat subjektif:
1. Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia, sehingga bangsa Indonesia sebagai

kausa materialis. Nilai-nilai tersebut merupakan hasil pemikiran, penilaian kritis serta
hasil refleksi filosofis bangsa Indonesia.

2. Nilai-nilai Pancasila adalah filsafat (pandangan hidup) bangsa Indonesia, sehingga
merupakan jati diri bangsa, yang diyakini sebagai sumber nilai atas kebenaran,
kebaikan, keadilan, kebijaksanaan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara
3. Nilai-nilai Pancasila di dalamnya terkandung tujuh nilai kerokhanian, yakni nilai
kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, etis, estetis, dan nilai religious, yang
manifestasinya sesuai dengan budi nurani bangsa Indonesia dan bersumber pada
kepribadian bangsa (Darmodihardjo, 1996).
Dikarenakan esensi nilai-nilai Pancasila adalah bersifat universal maka sangat
dimungkinkan untuk diterapkan pada negara lain, walaupun mungkin namanyan “bukan”
Pancasila. Bagi bangsa Indonesia sendiri, nilai-nilai tersebut menjadi landasan, dasar
serta motivasi atas segala perubatan, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam
hidup kenegaraan. Dengan kata lain nilai-nilai Pancasila merupakan das Sollen atau citacita tentang kebaikan yang harus diwujudkan menjadi suatu kenyataan atau das Sein.
2. Nilai-nilai Pancasila sebagai Nilai Fundamental Negara
Secara yuridis nilai-nilai Pancasila berkedudukan sebagai Pokok Kaidah Negara yang
Fundamental. Pembukaan UUD 1945 yang di dalammnya mengandung Empat Pokok
Pikiran, apabila dianalisis maknanya tidak lain adalah derivasi atau penjabaran dari nilainilai Pancasila.

A. Pokok pikiran pertama menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara persatuan,
yaitu negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
dan mengatasi segala paham golongan maupun perseorangan (penjabaran sila III).
B. Pokok pikiran kedua menyatakan bahwa negara hendak mewujudkan suatu keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ini berarti bahwa negara berkewajiban
mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh warganegara, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
perdamaian abadi dan keadilan sosial (penjabaran sila V).
C. Pokok pikiran ketiga menyatakan bahwa negara berkedaulanat rakyat, berdasarkan
atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Hal ini menunjukan bahwa negara
Indonesia adalah negara demokrasi, yaitu kedaulatan di tangan rakyat (penjabaran sila
IV).

D. Pokok pikiran keempat menyatakan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang
Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Ini mengandung arti
bahwa negara Indonesia menjunjung tinggi keberadaan semua agama dalam hidup
negara (penjabaran sila I dan II).
Pokok-pokok pikiran tersebut merupakan dasar fundamental dalam pendirian negara,
yang realisasinya diwujudkan atau dijelamkan dalam pasal-pasal UUD 1945 dan
dijabarkan lebih lanjut dalam berbagai macam perundang-undangan serta hukum positif

di bawahnya. Selain sebagai pokok kaidah negara yang fundamental, Pancasila juga
merupakan suatu landasan moral etik dalam kehidupan negara, sebagaimana ditegaskan
dalam pokok pikiran keempat.
E. Inti Sari Sila-sila Pancasila
Sebagai suatu dasar filsafat negara, sila-sila Pancasila selain merupakan suatu sistem
nilai, juga merupakan suatu kesatuan. Artinya, walaupun dalam setiap sila terkandung
nilai yang berbeda satu sama lain, namum kesemuanya merupakan satu kesatuan yang
sistematis. Adapaun nilai-nilai yang terkandung dalam masing-masing sila Pancasila
dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Nilai sila Ketuhanan Yang Maha Esa meliputi dan menjiwai keempat sila lainnya.
Dalam sila ini terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah sebagai
pengejawantahan tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena
itu segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara, bahka moral negara,
politik negara, pemerintahan negara, hukum dan perundang-undangan, kebebasan dan
hak asasi warga negara harus dijiwai oleh nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab secara sistematis didasari dan dijiwai oleh
sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan mendasari dan menjiwai ketiga sila berikutnya. Nilai
kemanusiaan ini bersumber pada dasar filosofis antropologis hakikat manusia.

Adapun nilai yang terkandung dalam sial ini ialah bahwa negara harus menjunjung
tinggi sekaligus mewujudkan tercapainya ketinggian harkat dan martabat manusia, dan
menjamin hak-hak kodrat manusia (hak asasi) melalui perundang-undangan negara.

Selain itu juga mengandung nilai kesadaran sikap moral dan tingkah laku manusia yang
mengharuskan kehidupan kenegaraan harus senantiasa dilandasi oleh moral kemanusiaan.
Nilai kemanusiaan yang adil mengandung makna bahwa hakikat manusia harus
berkodrat adil, baik terhadap diri sendiri, dalam hubungan dengan manusia lain, terhadap
masyarakat, bangsa dan negara, juga terhadap lingkungan dan Tuhan Yang Maha Esa.

3. Persatuan Indonesia
Sila Persatuan Indonesia mengandung nilai bahwa negara adalah penjelmaan sifat
kodrat manusia monodualis, yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Negara
walaupun beraneka raham tetapi tetap satu, dan mengikatkan diri dalam suatu persatuan
yang dilukis dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika. Adanya perbedaan bukan untuk
dipertentangkan, namun justru diarahkan pada suatu sintesa yang saling menguntungkan,
yaitu persatuan dalam kehidupan bersama untuk mewujudkan tujuan bersama.
Dikarenakan nilai Persatuan Indonesia didasari oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa
dan sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, maka nasionalisme Indonesia adalah
nasionalisme religious. Yaitu, nasionalisme yang bermoral Ketuhanan Yang Maha Esa,
nasionalisme yang humanistic, yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia
sebagai makhluk Tuhan.
4. Kerakyatan

yang

Dipimpin

oleh

Hikmat

Kebijaksanaan

dalam

Perumsyawaratan/Perwakilan
Negara adalah dari, oleh, dan untuk rakyat. Oleh karena rakyat merupakan asal mula
kekuasaan negara, maka nilai demokrasi secara mutlak harus dilaksanakan dalam hidup
negara. Adapun nilai-nilai demokrasi yang terkandung dalam sila Kerakyatan ialah:
a. Adanya kebebasan yang disertai dengan tanggung jawab, baik terhadap masyarakat,
bangsa maupun secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan
c. Menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam hidup bersama
d. Mengakui atas perbedaan individu, kelompok, ras, suku, agama karena perbedaan
merupakan kodrat manusia

e. Mengakui adanya persamaan hak yang melekat pada setiap individu, kelompok, ras,
suku maupun agama
f. Mengarahkan perbedaan dalam suatu kerjasama kemanusiaan yang beradab
g. Menjunjung tinggi asas musyawarah sebagai moral kemanusiaan yang beradab
h. Mewujudkan dan mendasarkan suatu keadilan secara nyata dalam kehidupan sosial
demi tercapainya tujuan bersama.
Selanjutnya nilai-nilai tersebut diwujudkan secara nyata dalam kehidupan berbangsa,
bermasyarakat dan bernegara.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Dalam sila kelima tersebut terkandung nilai-nilai yang merupkaan tujuan negara
sebagai tujuan dalam hidup bersama. Keadilan tersebut didasari dan dijiwai oleh hakikat
keadilan kemanusiaan, yaitu keadilan dalam hubungan antar individu, individu dengan
masyarakat, bangsa dan negaranya serta hubungan manusia dengan Tuhannya.
Adapun nilai-nilai keadilan yang harus terwujud dalam hidup bersama adalah
meliputi:
a. Keadilan distributive, yaitu hubungan antara negara terhadap warganya, dalam arti
negara yang wajib memenuhi keadilan membagi, dalam bentuk kesejahteraan,
bantuan, subsidi serta kesempatan dalam hidup bersama yang didasarkan hak dan
kewajiban
b. Keadilan legal, yaitu hubungan antara warganegara terhadap negara. Dalam hal ini
warganegara yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk mentaati peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam negara.
c. Keadilan komulatif, yaitu hubungan keadilan antara warga yang satu dengan lainnya
secara timbale balik.
Pemahaman terhadap seluruh kandungan nilai-nilai luhur sila-sila Pancasila tersebut
hendaknya menjadi pedoman dan landasan moralitas hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara di Indonesia.