Kasus Pelanggaran terhadap Etika Bisnis (2)

Kasus Pelanggaran terhadap Etika Bisnis

Persaingan Iklan Kartu XL dan Kartu As
Perang provider celullar paling seru saat ini adalah antara XL dan Telkomsel. Berkali-kali kita
dapat melihat iklan-iklan kartu XL dan kartu as/simpati (Telkomsel) saling menjatuhkan dengan cara
saling memurahkan tarif sendiri. Kini perang 2 kartu yang sudah ternama ini kian meruncing dan
langsung tak tanggung-tanggung menyindir satu sama lain secara vulgar. Bintang iklan yang jadi
kontroversi itu adalah SULE, pelawak yang sekarang sedang naik daun. Awalnya Sule adalah bintang
iklan XL. Di XL, Sule bermain satu frame dengan bintang cilik Baim dan Putri Titian.
Di situ, si Baim disuruh om sule untuk ngomong, “om sule ganteng”, tapi dengan kepolosan dan
kejujuran (yang tentu saja sudah direkayasa oleh sutradara ) si baim ngomong, “om sule jelek..”. Setelah
itu, sule kemudian membujuk baim untuk ngomong lagi, “om sule ganteng” tapi kali ini si baim dikasih
es krim sama sule. Tapi tetap saja si baim ngomong, “om sule jelek”. XL membuat sebuah slogan,
“sejujur baim, sejujur XL”. Iklan ini dibalas oleh TELKOMSEL dengan meluncurkan iklan kartu AS.
Awalnya, bintang iklannya bukan sule, tapi di iklan tersebut sudah membalas iklan XL tersebut dengan
kata-katanya yang kurang lebih berbunyi seperti ini, “makanya, jangan mau diboongin anak kecil..!!!”
Nggak cukup di situ, kartu AS meluncurkan iklan baru dengan bintang sule. Di iklan tersebut, sule
menyatakan kepada pers bahwa dia sudah tobat. Sule sekarang memakai kartu AS yang katanya
murahnya dari awal, jujur. Sule juga berkata bahwa dia kapok diboongin anak kecil sambil tertawa
dengan nada mengejek. Perang iklan antar operator sebenarnya sudah lama terjadi. Namun pada perang
iklan yang satu ini, tergolong parah. Biasanya, tidak ada bintang iklan yang pindah ke produk kompetitor

selama jangka waktu kurang dari 6 bulan. Namun pada kasus ini, saat penayangan iklan XL masih diputar
di Televisi, sudah ada iklan lain yang “menjatuhkan” iklan lain dengan menggunakan bintang iklan yang
sama.
Analisis :
Dalam kasus ini, persoalan bukan pada bintang iklan (Sule) yang menjadi pemeran utama pada
iklan kartu AS dan kartu XL yang saling menyindir satu sama lain, karena hak seseorang untuk
melakukan kewajibannya dan manusia tidak boleh dikorbankan demi tujuan lain selain hak asasinya.
Dimana yang dimaksud adalah Sule yang mempunyai haknya sebagai manusia. Sejauh yang diketahui
Sule tidak melakukan pelanggaran kode etika pariwara Indonesia (EPI) tetapi pada materi iklan yang
saling menyindir dan menjelekkan. Dalam salah satu prinsip etika yang diatur di dalam EPI, terdapat

sebuah prinsip bahwa “Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak
langsung.”\
Dalam etika pariwara Indonesia juga diberikan tentang keterlibatan anak-anak dibawah umur, tetapi
kedua provider ini tetap menggunakan anak-anak sebagai bintang iklan, bukan hanya itu tetapi iklan yang
ditampilkan juga tidak boleh mengajarkan anak-anak tentang hal-hal yang menyesatkan dan tidak pantas
dilakukan anak-anak, seperti yang dilakukan provider XL dan AS yang mengajarkan bintang iklannya
untuk merendahkan pesaing dalam bisnisnya. Hal yang dilakukan kedua kompetitor ini tentu telah
melanggar prinsip-prinsip EPI dan harusnya telah disadari oleh kedua kompetitor ini, dan harus segera
menghentikan persaingan tidak sehat ini.

Kedua kompetitor provider ini melanggar prinsip-prinsip dan aturan-aturan kode etik dan moral
untuk mencapai tujuannya untuk mendapatkan keuntungan lebih dan menguasai pasaran dimasyarakat
yang diberi kebebasan luas untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan
ekonomi serta telah diberi kesempatan pada usaha-usaha tertentu untuk melakukan penguasaan pangsa
pasar secara tidak wajar. Keadaan tersebut didukung oleh orientasi bisnis yang tidak hanya pada produk,
promosi dan kosumen tetapi lebih menekankan pada persaingan sehingga etika bisnis tidak lagi
diperhatikan dan akhirnya telah menjadi praktek monopoli. Padahal telah dibuat undang-undang yang
mengatur tentang persaingan bisnis, yaitu UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, tetapi kedua kompetitor ini mengabaikan Undang-Undang yang telah
dibuat. Perilaku tidak etis dalam kegiatan bisnis kedua kompetitor provider ini sering juga terjadi karena
peluang-peluang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang kemudian disahkan dan
disalah gunakan dalam pelaksanaannya dan kemudian dipakai sebagai dasar untuk melakukan perbuatanperbuatan yang melanggar etika bisnis dalam menjalankan bisnisnya.

Penyelesaian masalah yang dilakukan antara provider kartu XL dan karti AS dan Tindakan
pemerintah

Dalam kasus ini, kedua provider menyadari mereka telah melanggar peraturan-peraturan dan
prinsip-prinsip dalam Perundang-undangan. Dimana dalam salah satu prinsip etika yang diatur di dalam
EPI, terdapat sebuah prinsip bahwa “Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung
maupun tidak langsung.” Sebagaimana banyak diketahui, iklan-iklan antar produk kartu seluler di

Indonesia selama ini kerap saling sindir dan merendahkan produk kompetitornya untuk menjadi provider
yang terbaik di Indonesia. Pelanggaran yang dilakukan kedua provider ini tentu akan membawa dampak
yang buruk bagi perkembangan ekonomi, bukan hanya pada ekonomi tetapi juga bagaimana pendapat
masyarakat yang melihat dan menilai kedua provider ini secara moral dan melanggar hukum dengan
saling bersaing dengan cara yang tidak sehat. Kedua kompetitor ini harusnya professional dalam
menjalankan bisnis, bukan hanya untuk mencari keuntungan dari segi ekonomi, tetapi harus juga menjaga
etika dan moralnya dimasyarakat yang menjadi konsumen kedua perusahaan tersebut serta harus
mematuhi peraturan-peraturan yang dibuat.
Namun pada prinsipnya, sebuah tayangan iklan di televisi (khususnya) harus patuh pada aturanaturan perundang-undangan yang bersifat mengikat serta taat dan tunduk pada tata krama iklan yang
sifatnya memang tidak mengikat. Beberapa peraturan perundang-undangan yang menghimpun pengaturan
dan peraturan tentang dunia iklan di Indonesia yang bersifat mengikat antara lain adalah peraturan
sebagai berikut:
UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers
UU No. 24 tahun 1997 tentang Penyiaran
UU No. 7 tahun 1996
PP No. 69 tahun 1999
Kepmenkes No. (rancangan) tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
PP No. 81 tahun 1999 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan
PP No.38 tahun 2000 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan.

Kepmenkes No. 368/MEN.KES/SK/IV/1994 Tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat
Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan, Rumah Tangga, Makanan, dan Minuman.
Selain taat dan patuh pada aturan perundang-undangan di atas, pelaku iklan juga diminta
menghormati tata krama yang diatur dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI). Ketaatan terhadap EPI
diamanahkan dalam ketentuan “Lembaga penyiaran wajib berpedoman pada Etika Pariwara Indonesia.”
(Pasal 29 ayat (1) Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran).

Lembaga penyiaran dalam menyiarkan siaran iklan niaga dan siaran iklan layanan masyarakat
wajib mematuhi waktu siar dan persentase yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. (Pasal 29
ayat (2) Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran).
Materi siaran iklan yang disiarkan melalui lembaga penyiaran wajib memenuhi persyaratan yang
dikeluarkan oleh KPI. (Pasal 46 ayat (4) UU Penyiaran). Isi siaran dalam bentuk film dan/atau iklan wajib
memperoleh tanda lulus sensor dari lembaga yang berwenang. (Pasal 47 UU Penyiaran).
Pedoman perilaku penyiaran bagi penyelenggaraan siaran ditetapkan oleh KPI. (Pasal 48 ayat (1) UU
Penyiaran).
Siaran iklan adalah siaran informasi yang bersifat komersial dan layanan masyarakat tentang
tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan
kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan. (Pasal 1 ayat (15) Peraturan KPI tentang Pedoman
Perilaku Penyiaran)
Siaran iklan niaga dilarang melakukan (Pasal 46 ayat (3) UU Penyiaran):

promosi yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi, pribadi dan/atau kelompok, yang
menyinggung perasaan dan/atau merendahkan martabat agama lain, ideologi lain, pribadi lain, atau
kelompok lain promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif; promosi rokok yang
memperagakan wujud rokok; hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai
agama; dan/atau eksploitasi anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun. BAB II POKOK-POKOK ETIKA
KEHIDUPAN BERBANGSA
Dengan mencermati adanya berbagai kondisi masa lalu dan masa kini serta tantangan masa depan,
diperlukan pokok-pokok etika kehidupan berbangsa yang mengacu kepada cita-cita persatuan dan
kesatuan, ketahanan, kemandirian, keunggulan dan kejayaan, serta kelestarian lingkungan yang dijiwai
oleh nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa.
Pokok-pokok etika dalam kehidupan berbangsa mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan,
sportifitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggung jawab, menjaga
kehormatan serta martabat diri sebagai warga bangsa.
Adapun uraian Etika Kehidupan Berbangsa adalah sebagai berikut :
1. Etika Sosial dan Budaya
Etika Sosial dan Budaya bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan kembali
sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling mencintai, dan saling menolong di

antara sesama manusia dan warga bangsa. Sejalan dengan itu, perlu menumbuhkembangkan kembali
budaya malu, yakni malu berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan dengan moral agama dan

nilai-nilai luhur budaya bangsa. Untuk itu, juga perlu ditumbuhkembangkan kembali budaya keteladanan
yang harus diwujudkan dalam perilaku para pemimpin baik formal maupun informal pada setiap lapisan
masyarakat.
Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kembali kehidupan berbangsa yang
berbudaya tinggi dengan menggugah, menghargai, dan mengembangkan budaya nasional yang
bersumber dari budaya daerah agar mampu melakukan adaptasi, interaksi dengan bangsa lain, dan
tindakan proaktif sejalan dengan tuntutan globalisasi. Untuk itu, diperlukan penghayatan dan
pengamalan agama yang benar, kemampuan adaptasi, ketahanan dan kreativitas budaya dari
masyarakat.
2. Etika Politik dan Pemerintahan
Etika Politik dan Pemerintahan dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan
efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa
bertanggungjawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan,
kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan
keseimbangan hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa. Etika pemerintahan mengamanatkan
agar penyelenggara negara memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik,
siap mundur apabila merasa dirinya telah melanggar kaidah dan sistem nilai ataupun dianggap tidak
mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa, dan negara.
Masalah potensial yang dapat menimbulkan permusuhan dan pertentangan diselesaikan secara
musyawarah dengan penuh kearifan dan kebijaksanaan sesuai dengan nilai-nilai agama dan nilai-nilai

luhur budaya, dengan tetap menjunjung tinggi perbedaan sebagai sesuatu yang manusiawi dan alamiah.
Etika Politik dan Pemerintahan diharapkan mampu menciptakan suasana harmonis antarpelaku dan
antarkekuatan sosial politik serta antarkelompok kepentingan lainnya untuk mencapai sebesar-besar
kemajuan bangsa dan negara dengan mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi
dan golongan.

Etika Politik dan Pemerintahan mengandung misi kepada setiap pejabat dan elit politik untuk bersikap
jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap mundur
dari jabatan Politik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan
dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam perilaku politik yang toleran, tidak
berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak
manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya.
3. Etika Ekonomi dan Bisnis
Etika Ekonomi dan Bisnis dimaksudkan agar prinsip dan perilaku ekonomi dan bisnis, baik oleh
perseorangan, institusi, maupun pengambil keputusan dalam bidang ekonomi dapat melahirkan kondisi
dan realitas ekonomi yang bercirikan persaingan yang jujur, berkeadilan, mendorong berkembangnya
etos kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan kemampuan saing, dan terciptanya suasana kondusif untuk
pemberdayaan ekonomi yang berpihak kepada rakyat kecil melalui kebijakan secara berkesinambungan.
Etika ini mencegah terjadinya praktik-praktik monopoli, oligopoli, kebijakan ekonomi yang mengarah

kepada perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme, diskriminasi yang berdampak negatif terhadap
efisiensi, persaingan sehat, dan keadilan, serta menghindarkan perilaku menghalalkan segala cara dalam
memperoleh keuntungan.
4. Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan
Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tertib
sosial, ketenangan dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan terhadap
hukum dan seluruh peraturan yang berpihak kepada keadilan. Keseluruhan aturan hukum yang
menjamin tegaknya supremasi dan kepastian hukum sejalan dengan upaya pemenuhan rasa keadilan
yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat.
Etika ini meniscayakan penegakan hukum secara adil, perlakuan yang sama dan tidak diskriminatif
terhadap setiap warga negara di hadapan hukum, dan menghindarkan penggunaan hukum secara salah
sebagai alat kekuasaan dan bentuk-bentuk manipulasi hukum lainnya.
5. Etika Keilmuan

Etika Keilmuan dimaksudkan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan
teknologi agar warga bangsa mampu menjaga harkat dan martabatnya, berpihak kepada kebenaran
untuk mencapai kemaslahatan dan kemajuan sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya. Etika ini
diwujudkan secara pribadi ataupun kolektif dalam karsa, cipta, dan karya, yang tercermin dalam perilaku
kreatif, inovatif, inventif, dan komunikatif, dalam kegiatan membaca, belajar, meneliti, menulis, berkarya,
serta menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Etika Keilmuan menegaskan pentingnya budaya kerja keras dengan menghargai dan memanfaatkan
waktu, disiplin dalam berpikir dan berbuat, serta menepati janji dan komitmen diri untuk mencapai hasil
yang terbaik. Di samping itu, etika ini mendorong tumbuhnya kemampuan menghadapi hambatan,
rintangan dan tantangan dalam kehidupan, mampu mengubah tantangan menjadi peluang, mampu
menumbuhkan kreativitas untuk penciptaan kesempatan baru, dan tahan uji serta pantang menyerah.
6. Etika Lingkungan
Etika Lingkungan menegaskan pentingnya kesadaran menghargai dan melestarikan lingkungan hidup
serta penataan tata ruang secara berkelanjutan dan bertanggungjawab.
BAB III ARAH KEBIJAKAN
Arah kebijakan untuk membangun etika kehidupan berbangsa diimplementasikan sebagai berikut :
1. Mengaktualisasikan nilai-nilai agama dan budaya luhur bangsa dalam kehidupan pribadi, keluarga,
masyarakat, bangsa, dan negara melalui pendidikan formal, informal dan nonformal dan pemberian
contoh keteladanan oleh para pemimpin negara, pemimpin bangsa, dan pemimpin masyarakat.
2. Mengarahkan orientasi pendidikan yang mengutamakan aspek pengenalan menjadi pendidikan yang
bersifat terpadu dengan menekankan ajaran etika yang bersumber dari ajaran agama dan budaya luhur
bangsa serta pendidikan watak dan budi pekerti yang menekankan keseimbangan antara kecerdasan
intelektual, kematangan emosional dan spritual, serta amal kebijakan.
3. Mengupayakan agar setiap program pembangunan dan keseluruhan aktivitas kehidupan berbangsa
dijiwai oleh nilai-nilai etika dan akhlak mulia, baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun
evaluasi.

BAB IV KAIDAH PELAKSANAAN

Kebijakan untuk internalisasi dan sosialisasi etika kehidupan berbangsa dilakukan secara sungguhsungguh dengan kaidah-kaidah sebagai berikut :
1. Internalisasi dan sosialisasi etika kehidupan berbangsa tersebut menggunakan pendekatan agama dan
budaya.
2. Internalisasi dan sosialisasi etika kehidupan berbangsa dilakukan melalui pendekatan komunikatif,
dialogis dan persuasif, tidak melalui cara indoktrinasi.
3. Mendorong swadaya masyarakat secara sinergis dan berkesinambungan untuk melakukan internalisasi
dan sosialisasi etika kehidupan berbangsa.
4. Mengembangkan dan mematuhi etika-etika profesi: etika profesi hukum, politik, ekonomi, kedokteran,
guru, jurnalistik, dan profesi lainnya sesuai dengan pokok-pokok etika kehidupan berbangsa.
5. Internalisasi dan sosialisasi serta pengamalan etika kehidupan berbangsa merupakan bagian dari
pengabdian kepada Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa.

Referensi : http://rndyst07.blogspot.com/2011/11/contoh-makalah-kasus-etika-bisnis.html
http://yesica-adicondro.blogspot.com/2013/04/etika-bisnis-periklanan-dan-etika.html

Dokumen yang terkait

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN DAN PENDAPATAN USAHATANI ANGGUR (Studi Kasus di Kecamatan Wonoasih Kotamadya Probolinggo)

52 472 17

Analisis Pengaruh Pengangguran, Kemiskinan dan Fasilitas Kesehatan terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia di Kabupaten Jember Tahun 2004-2013

21 388 5

ANALISA BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN PENGANGKUT SAMPAH KOTA MALANG (Studi Kasus : Pengangkutan Sampah dari TPS Kec. Blimbing ke TPA Supiturang, Malang)

24 196 2

PENERAPAN METODE SIX SIGMA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PAKAIAN JADI (Study Kasus di UD Hardi, Ternate)

24 208 2

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

Kekerasan rumah tangga terhadap anak dalam prespektif islam

7 74 74

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147