ANALISIS PERILAKU PEMBELIAN PRODUK BATIK TULIS BANYUMAS

  

Tema: 5 Kewirausahaan, Koperasi dan UMKM

ANALISIS PERILAKU PEMBELIAN PRODUK BATIK TULIS

BANYUMAS

  

Oleh

Tiladela Luhita, Retno Kurniasih, Siti Zulaikha Wulandari

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jenderal Soedirman

tiladela.luhita@gmail.com

ABSTRAK

  Persaingan dalam industri batik saat ini semakin ketat, hal ini menyebabkan pelaku bisnis batik, terutama UMKM batik tradisional menghadapi tantangan yang sangat berat. Tantangan ini bisa dihadapi dengan mengetahui perilaku konsumen dalam pembelian batik. Berkaitan dengan hal itu maka penelitian ini dilakukan dengan maksud mengetahui pola perilaku konsumen dalam membeli Batik Tulis Banyumas. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan kuantitatif guna memahami perilaku konsumen batik tulis Banyumas. Lokasi penelitian adalah di Purwokerto dan sekitarnya, dengan menggunakan data primer berupa tanggapan responden dan data sekunder lainnya. Hasil penelitian menunjukan bahwa kelompok usia yang mendominasi pembelian batik adalah usia diatas 40 tahun. Hal ini dikarenakan adanya kebutuhan untuk mengenakan batik, baik untuk bekerja maupun untuk keperluan lain. Responden mengemukakan bahwa cara yang paling mudah untuk mendapatkan batik tulis adalah dengan mengunjungi toko, dimana mereka memiliki beberapa pertimbangan khusus ketika membeli batik tulis. Pertimbangan tersebut antara lain dalam hal motif, kualitas batik dan harga

  Kata Kunci : Batik, Perilaku Konsumen ABSTRACT

  Competition in the batik industry is increasingly tight, this causes the business of batik, especially traditional batik SMEs face a very tough challenge. This challenge can be faced by knowing consumer behavior in purchasing batik. Related to it, the purpose of this research is to find out the pattern of consumer behavior in buying Batik Tulis Banyumas. This research uses descriptive and quantitative analysis to understand the behavior of Banyumas batik consumer. The results showed

  

that the age group that dominates the purchase of batik is over 40 years old. This is due to

the need to wear batik, both for work and for other purposes. Respondents point out that

the easiest way to get batik is to visit a shop, where they have some special considerations

when buying batik. Considerations include, in terms of motives, batik quality and price.

  Keywords : Batik, Consumer Behavior PENDAHULUAN

  Industri batik saat ini merupakan salah satu bagian dari kluster industri tekstil sekaligus warisan budaya yang memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan UMKM di Indonesia. Permintaan akan produk batik dalam berbagai bentuk baik kain maupun non kain semakin meningkat, terlebih lagi semenjak UNESCO meresmikan batik sebagai world cultural

  heritage atau warisan budaya nasional khas milik Indonesia.

  Permintaan akan produk batik yang terus meningkat tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi para pelaku bisnis, sehingga meningkatkan persaingan yang cukup ketat. Dalam era ekonomi global ini, dimana sistem perdagangan antar negara semakin terbuka luas dan bebas, menyebabkan persaingan yang semakin berat. Persaingan dalam industri batik tidak hanya di sebabkan pemain yang sama di dalam negeri saja, namun juga mengundang minat asing terutama dari negara lain. Beberapa tahun terakhir, produk tekstil bermotif batik yang diimpor dari Cina, Malaysia, Thailand, Singapura, Afrika Selatan dan Polandia banyak masuk ke pasaran Indonesia (http://www.mediacenterkopukm.com). Hal ini menyebabkan pelaku bisnis batik, terutama UMKM batik tradisional yang masih berskala mikro dan kecil menghadapi tantangan yang sangat berat terkait dengan pemasaran produk batik cap dan batik tulis yang mereka produksi.

  Tekstil bermotif batik sebenarnya bukanlah batik seperti yang dikenal oleh bangsa Indonesia

semenjak dahulu, karena proses pembuatannya yang tidak sama dengan batik tulis ataupun batik cap yang

telah dipatenkan oleh Indonesia. Namun, animo masyarakat; khususnya masyarakat menegah ke bawah;

terhadap tekstil bermotif batik ini sangat tinggi karena harganya yang murah dan ketersediaanya dalam

jumlah yang melimpah sehingga lebih mudah diperoleh (Novandari, 2013). Kondisi ini mendorong para

pengusaha batik untuk terus berupaya agar masyarakat menyadari dan memahami bahwa tekstil bermotif

batik yang dibuat oleh pabrikan, berbeda dengan produk batik tradisional yang dibuat oleh para pengrajin.

  Upaya para pelaku bisnis batik ini terus dilakukan agar keberadaan batik tradisional yang berupa batik cap dan batik tulis dapat terus berkembang. Sentra-sentra batik banyak tersebar dan terus berkembang di seluruh wilayah Indonesia, tidak hanya di Solo, Pekalongan dan Yogyakarta yang selama ini di anggap sebagi pusat industri batik. Kabupaten Banyumas yang dahulu pernah berjaya sebagai salah satu pusat batik di Jawa Tengah, saat ini juga terus bergiat dalam menghidupkan kembali industri batiknya. Hasil penelitian Rahab, Istiqomah dan Najmudin (2013) menyebutkan bahwa Batik merupakan salah satu industri lokal inti yang paling potensial di Kabupaten Banyumas. Keunggulan bersaing batik sebagai kompetensi industri inti dapat diraih apabila dilakukan tiga tahap pengembangan, yaitu : (1) initial stage (tahap awal) dengan pengembangan infrastruktur, keuangan dan dukungan pemerintah (2) main stage (tahap utama) melalui pengembangan SDM, manajemen, pemasaran, branding dan penciptaan batik yang khas atau unik dan (3) final stage (tahap akhir) dengan meningkatkan produktivitas dan inisisasi terhadap industri yang mendukung dan terkait.

  Salah satu upaya agar produk yang dihasilkannya disukai oleh konsumen, pemasar harus memahami perilaku konsumennya, khususnya terkait dengan keputusan pembelian yang dilakukan serta alasan yang mendasarinya. Demikian juga dalam memasarkan produk batik, para pengusaha batik harus mampu memahami apa yang menjadi dasar keputusan pembelian konsumen terhadap produk batik. Hal ini diperlukan agar pemasar mampu memprediksi pola perilaku konsumen dan menyesuaikan strategi pemasarannya dengan pola perilaku tersebut. Jika pengusaha batik mampu memahami perilaku konsumen maka dia akan mampu mempengaruhi konsumen untuk membeli produk batiknya. Pemahaman yang baik terhadap perilaku konsumen akan meningkatkan kemampuan pemasar dalam meningkatkan penjualan dan sekaligus bersaing dengan produk lainnya.

  Perilaku konsumen tidak hanya berupa aktivitas fisik yang dapat diamati atau jelas terlihat saja

(over act), namun juga melibatkan proses-proses yang tidak dapat diamati secara fisik (Dharmmesta

  dan Handoko, 2000). Memahami perilaku konsumen merupakan suatu hal yang penting bagi pemasar agar lebih memahami mengenai apa yang dibeli oleh konsumen, mengapa, dimana, kapan, dan bagaimana konsumen melakukan pembelian. Dengan demikian, pemasar akan dapat menentukan cara terbaik untuk memenuhi serta memuaskan kebutuhan konsumen, yang selanjutnya dapat meningkatkan kinerja pemasaran perusahaan.

  Dalam konteks manajemen pemasaran, perilaku konsumen telah berkembang cukup lama. Meskipun konsep perilaku secara umum sering dipandang sebagai bagian dari kajian psikologis, namun dalam perilaku konsumen terdapat tiga pendekatan yang bersifat lebih holistik atau menyeluruh. Menurut Prasetijo dan Ihalauw (2004) terdapat tiga pendekatan dalam mempelajari perilaku konsumen sebagai disiplin ilmu, yaitu : a.

  Pandangan Biologic, memandang bahwa siapa dan apa yang dilakuakan oleh individu dikendalikan dari kegiatan elektrik dan kimiawi yang ada dalam otak dan tubuh manusia (tubuh yang mengendalikan pikiran dan perasaan manusia).

  b.

  Pandangan Intra Physic, memandang bahwa apa yang dilakukan manusia merupakan bagian dari proses mental (pikiran mendominasi apa yang dilakukan tubuh manusia).

  c.

  Pandangan Socio-Behavioral, memandang bahwa tindakan atau emosi seseorang dapat dipahami melalui pengetahuan tentang apa yang telah dipelajari dari lingkungan sosialnya.

  Melengkapi pandangan tesebut, Dharmmesta dan Handoko (2000) juga menyatakan bahwa analisa

terhadap perilaku konsumen yang realistis tidak hanya mengamati kegiatan-kegiatan yan tampak jelas namun

juga menganalisa proses-proses yang tidak dapat atau sulit diamati, yang selalu menyertai setiap pembelian.

Sehingga dalam mempelajari perilaku konsumen, hendaknya meliputi seluruh proses, seperti : apa yang

dibeli atau di konsumsi, dimana, bagaimana kebiasannya dan dalam kondisi apa. Dharmmesta dan Handoko

(2000) menjelaskan bahwa analisa terhadap perilaku konsumen yang realistis tidak hanya mengamati

kegiatan-kegiatan yan tampak jelas

  Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui perilaku pembelian secara umum dari konsumen dalam membeli produk Batik Tulis Banyumas. Pengukuran perilaku pembelian ini dapat menjadi salah satu cara untuk memprediksi perilaku pembelian konsumen di waktu yang akan datang. Dengan demikian, pemasar dapat menentukan strategi pemasaran yang tepat dalam membidik konsumen Batik Tulis Banyumas.

METODE PENELITIAN

  Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif, yang bertujuan untuk menggambarkan karakteristik dari suatu kemlompok tertentu, dalam hal ini adalah perilaku pembelian konsumen batik tulis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey.

  Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa metode, yaitu dengan menggunakan kuisioner, wawancara dan observasi. Data diperoleh melalui beberapa pertanyaan yang diajukan kepada responden dalam bentuk angket berupa pertanyaan terbuka dan tertutup, dilengkapi dengan wawancara terhadap beberapa responden dan narasumber yang dipandang relevan, dan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap obyek yang diteliti.

  Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data pimer dan data sekunder. Data Primer, yaitu data yang diperoleh dilapangan melalui kuesioner dan wawancara langsung dengan responden terpilih. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari sumber-sumber lain yang relevan dengan topik penelitian, seperti dari studi pustaka, berupa literatur, jurnal, surat kabar dan dari internet.

  Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Banyumas, dengan pemilihan area terbatas, yaitu di sekitar kota Purwokerto. Populasi yang menjadi target dalam penelitian adalah konsumen yang membutuhkan produk batik yang ada di kota Purwokerto. Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan teknik non probability sampling, yaitu dengan metode purposive sampling, dimana sampel penelitian dipilih secara subyektif berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu yang relevan dengan penelitian. Pertimbangan yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu responden merupakan konsumen pengguna produk batik, yang berada di lokasi tempat penjualan batik di wilayah sekitar Purwokerto, pernah membeli produk batik tulis minimal satu kali pembelian dan mampu melakukan keputusan pembelian secara mandiri (berusia 15 tahun keatas).

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Tabel 1. Frekuensi pembeli batik tulis Banyumas berdasarkan Usia

  Usia Jumlah Konsumen Presentase

  < 20 tahun 0%

  20 17 17%

  • – 30 tahun 31 – 40 tahun

  23 23%

  41 31 31%

  • – 50 tahun > 50 tahun

  29 29% Jumlah 100 100% Berdasarkan usia, pembeli batik tulis Banyumas didominasi oleh kalangan usia 40 tahun ke atas. Konsumen pada kelompok usia ini kebanyakan merupakan para pekerja kantor senior yang memang membutuhkan batik tulis untuk berbagai keperluan. Saat ini memang ada anjuran dari pemerintah untuk menggunakan produk batik lokal untuk bekerja, tetapi pada kelompok umur ini batik tidak hanya digunakan untuk bekerja tetapi juga untuk keperluan bersosialisasi. Sudah sangat biasa ketika acara-acara resmi yang diadakan individu ataupun lembaga menganjurkan pengunjungnya untuk mengenakan pakaian nasional, hal inilah yang sedikit banyak mendasari tingginya minat pembelian batik tulis di kelompok usia diatas 40 tahun.

  Individu di kelompok usia antara 20 – 30 tahun memiliki perilaku yang berbeda dalam pembelian batik tulis, hanya 17% yang menyatakan pernah membeli batik tulis. Pada kelompok usia ini, rata-rata berstatus mahasiswa, fresh graduate atau para karyawan yang masa kerjanya belum lama. Beberapa dari mereka beralasan bahwa membeli batik tulis bukan untuk dipakai sendiri, melainkan untuk diberikan sebagai hadiah atau kalaupun mereka membeli untuk diri sendiri mereka menyampaikan bahwa perilaku tersebut bukan atas dasar kemauan sendiri. Menurut mereka, dari segi pendapatan mereka merasa belum terlalu mampu untuk membeli batik tulis yang harganya relatif tinggi bagi mereka. Konsumen pada usia 20-30 tahun lebih memilih batik cap yang lebih murah dan bisa didapatkan dengan mudah. Tabel 2. Lokasi pembelian batik tulis Banyumas

  Lokasi Jumlah Konsumen Presentase

  Toko/Butik/Showroom 67 67% Teman/Kenalan 26 26%

  Pembatik 7 7% Jumlah 100 100%

  Sebagian besar responden menyatakan bahwa mereka membeli batik tulis di toko/butik/showroom batik yang ada disekitar responden. Saat ini di Purwokerto sudah banyak toko yang menyediakan bermacam jenis batik dengan tingkat harga yang bervariasi. Di beberapa daerah pun sudah berkembang sentra-sentra batik yang semakin memudahkan konsumen untuk membelinya. Pusat penjualan batik yang saat ini cukup berkembang adalah di Sokaraja dan Banyumas, sehingga bagi para responden yang cukup jauh dari Purwokerto mereka bisa mendatangi pusat penjualan batik di dua daerah tersebut.

  Membeli melalui kenalan pun menjadi salah satu cara para konsumen untuk memperoleh batik tulis dengan mudah. Mudahnya akses pemasok batik menjadi daya tarik bagi para pebisnis kecil-kecilan yang ingin memanfaatkan tingginya permintaan batik. Para penjual batik kecil- kecilan bisa membeli atau memasok batiknya dari penjual besar kemudian mereka menawarkannya pada teman sejawat di kantor atau lingkungan terdekatnya. Hal ini dinilai mempermudah konsumen dalam mendapatkan batik tulis yang cenderung lebih jarang beredar dipasar.

  Cara yang paling kurang diminati oleh konsumen dalam mendapatkan batik tulis adalah dengan mendatangi langsung pembatiknya. Hal ini dikarenakan pembatik tulis sudah sangat jarang dan pengrajin yang sampai saat ini masih rutin membatik tulis kebanyakan tinggal di desa dan cukup sulit untuk ditemui. Oleh karena itu konsumen merasa lebih mudah apabila mereka membeli ke teman atau ke toko dari pada harus memesan langsung ke pembatiknya.

  Pembelian batik tulis diakui responden memerlukan pertimbangan yang lebih matang. Pasalnya dengan harga yang relatif tinggi konsumen berharap apa yang didapatkan juga sepadan dengan biaya yang dikeluarkan. Beberapa pertimbangan konsumen dalam membeli batik tulis adalah motif. Motif batik tulis lebih unik dibandingkan dengan batik non tulis. Batik tulis dibuat oleh tangan manusia, sehingga corak tidak akan sama persis antara bagian satu dan bagian lainnya.

  Ada bagian yang coraknya lebih besar dan ada yang lebih kecil, hal ini dikarenakan batik tulis dikerjakan secara manual. Berbeda dengan kain dengan motif batik, pola dan motif nya tampil dengan sangat sempurna dan hampir tidak ada cacat dikarenakan pengerjaan dilakukan oleh mesin. Selain itu menurut responden, kain batik tulis terasa lebih halus dan teksturnya lebih lembut, sedangkan kain batik cap cenderung lebih kaku. Hal ini dikarenakan oleh zat warna yang menempel pada kain tersebut yang tidak terserap dengan baik pada kain seperti pada kain batik tulis yang asli. Harga juga menjadi salah satu pertimbangan utama dalam pembelian batik tulis. Responden menyadari bahwa harga batik tulis cukup tinggi, tapi menurut responden harga tersebut cukup layak apabila ditukarkan dengan kain batik tulis yang unik.

  KESIMPULAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola perilaku pembelian batik tulis Banyumas.

  Hasil wawancara dengan responden menunjukan bahwa pembeli batik tulis Banyumas didominasi oleh kalangan usia 40 tahun ke atas. Konsumen pada kelompok usia ini kebanyakan merupakan para pekerja kantor senior yang memang membutuhkan batik tulis untuk berbagai keperluan. Sebagian besar responden menyatakan bahwa mereka membeli batik tulis di toko/butik/showroom batik yang ada disekitar responden. Hal ini dinilai merupakan cara yang paling mudah daripada responden harus mencari pengrajin batik secara langsung. Dalam melakukan pembelian konsumen memiliki beberapa pertimbangan, yaitu dari segi motif, kualitas kain dan harga

  DAFTAR PUSTAKA Budiharto, S. 2015. AFTA 2015: Batik Impor akan “Menjajah” Indonesia?.

  Diakses pada 25 September 2015

   Rahab, Najmudin & Istiqomah. Local Economic Development Strategy Based on Localindustrial Core Competence 2013. International Journal of Business and Management; Vol. 8, No.

  16; 2013 ISSN 1833-3850 E-ISSN 1833-8119 Published by Canadian Center of Science and Education Novandari, Weni. 2013. Pemetaan Dan Analisis Kompetensi Inti Ukm Batik Di Kabupaten

  Purbalingga Dengan Pendekatan Value Chain. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis. 12(1). 2013 Dharmmesta, Basu Swastha dan hani Handoko 2000. Manajemen Pemasaran, Analisa Perilaku Konsumen. Edisi Pertama, Cetakan Kedua, Liberty. Yogyakarta.

  Prasetijo, R dan Ihalauw, J. 2005. Perilaku Konsumen, Andi Offset, Yogyakarta.