FARMASI FISIKA SEDIKIT FIX1

  

Makalah Farmasi Fisika

Kelarutan dan Gejala Distribusi I

  Kelas : Farmasi B Kelompok : 1

  Nama Kelompok : Baiq Ressa Puspita Rizma (K1A017008) Dani Syaiful Akbar (K1A017010) Diantama Hiraswari (K1A017012) Fitriani (K1A017018)

  Ida Ayu Made Widi Rahayu Brahmani Putri (K1A017026) PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

  2018 I. PENDAHULUAN Semua obat yang diberikan kepada pasien akan mengalami proses dalam tubuh hingga memberikan efek terapi bagi pasien tersebut, proses ini disebut ADME yakni dimulai dengan absorpsi, dilanjut dengan distribusi kemudian metabolisme lalu mengalami proses terakhir yaitu eksresi atau pembuangan.

  Obat yang baik ialah obat yang mampu memberikan efek terapi dengan cepat dan tidak menimbulkan efek samping yang begitu serius. Kecepatan timbulnya efek terapi dari suatu obat bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya kelarutan, jika suatu obat memiliki daya larut yang tinggi maka obat itu akan cepat di proses dalam tubuh. Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil bergantung pada hal terbaginya zat terlarut.

  II. ISI A.

  Prinsip Umum Kelarutan dan Gejala Distribusi Kelarutan didefinisikan dalam istilah kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada suhu tertentu, dan secara kuantitatif dapat pula dinyatakan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekul yang homogen. Menurut kesetimbangan larutan dibagi menjadi tiga yaitu : 1.

  Larutan jenuh Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan (tepat larut dalam batas kelarutannya) dengan fase pelarutnya.

  2. Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh Suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu.

  3. Larutan lewat jenuh Suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi yang banyak pada suhu tertentu sehingga terdapat zat terlarut yang tidak dapat larut lagi. Dalam kefarmasian, pengetahuan tentang kelarutan dan gejala distribusi sangat penting. Sebab, dapat membantu memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat, membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu pada pembuatan sediaan farmasi dan lebih jauh lagi, dapat bertindak sebagai standar atau uji kemurnian. Pengetahuan yang lebih jauh mengenai kelarutan dan sifat- sifat yang berhubungan dengan itu juga memberikan informasi mengenai struktur obat dan gaya molekul obat.

  Kelarutan obat dapat dinyatakan dalam beberapa cara menurut U.S. Pharmacopcia dan National Formulary, definisi kelarutan obat adalah jumlah pelarut yang mana dapat melarutkan 1 gram zat terlarut. Untuk zat yang kelarutannya tidak diketahui pasti, harga kelarutannya digambarkan dalam compendia farmasi dengan menggunakan istilah tertentu, seperti dalam tabel 1 Tabel 1. Istilah Perkiraan Kelarutan

  Istilah Bagian Pelarut yang Dibutuhkan Untuk

  1 Bagian Zat Terlarut Sangat Mudah Larut Kurang Dari 1 Bagian Mudah Larut 1 sampai 10 bagian Larut 10 sampai 30 bagian Agak Sukar Larut 30 sampai 100 bagian Sukar Larut 100 sampai 1000 bagian Sangat Sukar Larut 1000 sampai 10000 bagian Praktis Tidak Larut Lebih dari 10000 bagian B.

  Interaksi Pelarut-Zat Terlarut Kelarutan zat dalam pelarutnya berdasarkan prinsip like dissolves like yaitu zat akan larut dalam pelarut yang sesuai atau sama. Di bawah ini beberapa mekanisme zat dapat larut dalam pelarutnya: 1.

  Pelarut polar akan melarutkan zat terlarut yang juga polar. Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut, yaitu oleh momen dipol.

  Contohnya seperti air, metanol dan etanol.

  2. Pelarut semi polar dapat bertindak sebagai pelarut perantara yang dapat menyebabkan bercampurnya cairan polar dan non polar. Kelarutan bergantung pada pengaruh kimia, listrik, struktur yang menyebabkan interaksi timbal- balik antara zat terlarut dan pelarut. Contohnya kloroform, DCM dan etil asetat.

3. Pelarut non polar tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion-ion elektrolit kuat dan lemah, karena tetapan dielektrik pelarut yang rendah.

  Pelarut non polar juga tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan elektrolit yang berionisasi lemah. Contohnya benzena, toluena dan sikloheksana. C.

  Kelarutan Gas Dalam Cairan Kelarutan gas dalam cairan dapat diartikan konsentrasi gas yang terlarut dalam larutan pada kesetimbangan dengan gas murni. Contoh kelarutan gas dalam cairan pada bidang farmasi termasuk asam hidroklorida, air ,amonia dan sediaan

  

effervescent yang mengandung karbon dioksida yang terlarut. Produk aerosol

  dapat juga dimasukkan dalam penggolongan ini. Kelarutan bergantung kepada tekanan, temperatur, adanya garam, reaksi kimia yang kadang-kadang terjadi antara gas dengan pelarut.

1. Pengaruh tekanan, tekanan gas diatas larutan diatas larutan adalah

  pertimbangan yang penting dalam larutan gas karena tekanan gas mengubah kelarutan gas terlarut dalam kesetimbangan. Kelarutan gas dalam cairan dinyatakan dalam Hukum Henry

  ∁2 = ∁2 merupakan konsetrasi gas terlarut dalam satuan gram/liter,sedangkan p merupakan tekanan parsial yang tidak terlarut diatas larutan dalam mmHg. adalah tetapan perbandingan untuk larutan tertentu. Hukum Henry ini menyatakan bahwa kelarutan gas naik sebanding dengan tekanan gas dalam larutan. Contoh : Berapa gram oksigen yang terlarut dalam 1 liter air pada temperatur 25 oC dan pada tekanan oksigen 300 mmHg, jika diketahui tetapan perbandingan larutan tersebut adalah 5,33 x 10-5 ? Jawaban: C2

  = σp = (5,33 x 10-5 ) x (300 mm Hg) = 0,01599 gram / liter

  (sumber gambar : 2. Pengaruh temperatur, saat suhu naik, maka akan terjadi ekspansi ruang gas yang akan menyebabkan kelarutan gas akan turun. Dengan suhu yang panas, ikatan antara molekul akan mudah lepas, begitupula pada gas terlarut dengan pelarut cair. Kesetimbangan yang terjadi membuat gas yang terlarut akan banyak lepas dari pelarut sehingga gas yang terlarut akan berkurang.

  3. Pengusiran garam (Salting out). Gas kadang-kadang dibebaskan dari larutan dimana gas tersebut terlarut, dengan memasukkan suatu elektrolit seperti natrium klorida dan kadang-kadang dengan zat non elektrolit seperti sukrosa. Gejala ini dikenal sebagai pengusiran garam. Ion Na+ cenderung mengikat air. Gaya tarik-menarik ion garam dengan molekul air menyebabkan pelepasan gas yang mengurangi kerapatan lingkungan air yang berdekatan dengan molekul gas. Berkurangnya kerapatn gas dan air ini membuat menurunnya jumlah gas yang terlarut.

  4. Pengaruh reaksi kimia, reaksi kimia dapat mengakibatkan terjadinya penyimpangan yang mana meningkatkan kelarutan antara zat terlarut dengan pelarut. Contohnya hidrogen klorida dengan air 10.000 kali lebih larut dibandingkan air dengan oksigen.

5. Perhitungan kelarutan, kelarutan gas dalam cairan dapat dinyatakan baik dengan tetapan σ hukum Henry maupun dengan koefisien absorbsi bunsen α.

  Koefisien bunsen α, didefinisikan sebagai volume gas per liter yang larut dalam 1 liter pelarut pada tekanan parsial gas 1 atm pada temperatur tertentu.

  =

  

Makalah Farmasi Fisika

Kelarutan dan Gejala Distribusi II

  Kelas : Farmasi B Kelompok : 1

  Nama Kelompok : Baiq Ressa Puspita Rizma (K1A017008) Dani Syaiful Akbar (K1A017010) Diantama Hiraswari (K1A017012) Fitriani (K1A017018)

  Ida Ayu Made Widi Rahayu Brahmani Putri (K1A017026) PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

  2018 I. PENDAHULUAN Fenomena distribusi merupakan salah satu hal yang penting bagi seseorang farmasis, ditambah berbagai faktor yang mempengaruhi cabang ilmu tersebut. Lebih khusus pengaruhnya terhadap distribusi obat didalam tubuh manusia. Hal-hal yang termasuk di dalam koefisien partisi ialah kerja obat pada tempat / organ target serta distribusi dan absorbsinya ke seluruh bagian tubuh sampai memberikan efek terapeutik.

  Koefisien distribusi didefenisikan sebagai suatu perbandingan kelarutan suatu zat (sampel) di dalam dua pelarut yang berbeda dan tidak saling bercampur, serta merupakan suatu harga tetap pada suhu tertentu.

  Fenomena distribusi termasuk di dalamnya adalah koefisien partisi yang erat hubungannya dengan ilmu farmasi (ilmu resep). Satu hal penting dari fenomena distribusi adalah sifat senyawa obat itu agar dapat melalui membran sel yang terdiri dari lipoprotein atau suatu lapisan hidrofil dan hidrofob.

  II. ISI A.

  Kelarutan Cairan Dalam Cairan Dalam pembuatan larutan farmesitika bisa dilakukan pencampuran dua atau lebih cairan. Contoh paling sderhana adalah jenis jenis minyak tetap atau yang di kenal dengan fixed oil dicampur menjadi sediaan lotion, spray ataupun minyak obat.

1. Larutan Ideal dan Nyata

  Dalam mempelajari kelarutn cairan dan cairan di pelajari juga larutan ideal dan larutan nyata. Larutan ideal adalah larutan yang mengikuti sifat hokum rault yaitu hokum roult menyatakan tekanan uap parsial dari setiap konstituen yang dapat menguap adalah sama dengan tekanan uap konstituen murni dikalikan dengan fraksi molnya dalam larutan. Sedangkan larutan nyata merupakan larutan yang tidak mengikuti hokum roult, dengan penyimpangan positif dan penyimpangan negratif. Penyimpangan negative mengakibatkan kenaikan kelarutan dan seringkali dihubungan dengan ikatan hydrogen antar senyawa polar. Penyimpa

  Apabila uap dianggap mendekati ideal, tekanan dalam dengan satuan kal/cm

  3

  di peroleh dengan menggunakan persamaan Pt=ΔHo – RT/ V Dimana ΔHo adalah panas penguapan dan V adalah volume molar cairan pada termperatur T Contoh soal panas penguapan molar air pada 25°C adalah 10.500 kal dan V kira-kira 18,01 cm

3. Konstanta gas R adalah 1,987 kal/mol derajat. Hitung tekanan dalam dari air.

  Pt = 10.500 – (1,987 x 298,2)/18,01 = 550 kal/cm

  3 atau 22.700 atm.

  System cairan-cairan dapat di bagi menjadi 2 kategori sesuai dengan kelarutan suatu zat terhadap zat zat yang lain.

  a.

  Tercampur sempurna Suatu larutan dikatakan tercampur sempurna apabila bercampur dalam segala aspek perbandingan. Contohnya pelarut polar dan semipolar seperti campuran air dan alcohol. Sedangkan untuk pelarut nonpolar seperti benzene dan karbon tetraklorida sama sama bercampur sempurna.

  b.

  Tercampur sebagian Pada larutan yang tercampur sebagain mislnya pada kasus eter-air yang dicampurkan satu sama lain dalam jumlah tertentu akan membentuk dua lapisan cairan yang di mana masing-masing cairan mengandung unsur cairan lain dalam keadaan terlarut. Dalam mempelajari larutan yang tercampur sebagian perlu di telaah mengenai 1.

  Kelarutan timbal balik dari cairan yang bercampur sebagian dipengaruhi oleh temperaturnya. Dalam beberapa pasang cairan, kelarutan dapat naik apabila termperatur turun dan system memperlihatkan konsulut minimum, dibawah temperature ini kedua lapisan larut dalam segala perbandingan, dan diatas termperatur ini terbentuk dua lapisan yang terpisah.

  2. Diagram fase dalam penerapannya memungkinkan kita untuk menghitung komposisi setiap komponen dalam kedua fase konjugat dan jumlah fase relative terhadap yang lain.

2. Pengaruh Zat Asing.

  Apabila ada penambahan suatu zat ke dalam system cairan yang bersifat biner akan menghasilkan system terner yaitu suatu system yang memiliki 3 komponen. Penentuan sifat yang timbul akibat penambahan suatu zat bisa di bedakan berdasarkan apakah zat tersebut mengikat zalah satu dari kedua komponen dalam larutan atau mengikat kedua komponen dalam larutan.

  a.

  Zat tambahan hanya larut dalam salah satu dari kedua komponen, maka akan meimbulkan

  1.

  2. Jika awalnya campuran biner tersebut memiliki temperature kritik larutan maksimum, termperatur akan naik.

  3. Jika awalnya campuran biner memiliki terperatur kritik larutan minimum, temperature akan turun. Contohnya, naftalen 0,1 M ditambahkan ke dalam campuran fenol dan air, naftalen tersebut hanya akan larut dalam fenol dan menaikkan termperatur konsulut menjadi 20 derajat celcius.

  b.

  Zat tambahan larut dalam kedua cairan dengan jumlah sama banyak.

  1. Kelarutan timbal balik cairan akan naik yang biasa di sebut blending 2.

  Jika awalnya campuran biner tersebut memiliki temperature kritik larutan maksimum, termperatur akan turun.

  3. Jika awalnya campuran biner memiliki temperature kritik larutan minimum, temperature akan naik.

  B.

  Kelarutan Zat Padat dalam Cairan Sistem padatan dalam cairan termasuk salah satu yang paling sering ditemui dan mungkin merupakan tipe larutan farmasetik yang paling penting.Kelarutan zat padat dalam cairan tidak dapat diramalkan secara pasti kecuali gas ideal, karena faktor-faktor rumit yang harus dipertimbangkan.

1. Larutan ideal

  Kelarutan zat padat dalam larutan ideal bergantung pada temperatur,titik

  f , yaitu panas yang diadsorpsi

  leleh zat padat, dan panas peleburan molar ∆H apabila zat padat meleleh. Dalam larutan ideal, panas pelarutan sama dengan panas peleburan yang dianggap konstan tidak bergantung pada temperatur juga tidak bergantung pada temperatur. Kelarutan ideal tidak dipengaruhi sifat pelarut. Persamaan untuk larutan ideal zat padat dalam cairan adalah:

  ∆Hf − ′

  − log = ( )

  2 2,303 ′

  Keterangan : = Fraksi Mol Kelarutan ideal zat terlarut

  2

  = Titik leleh zat terlarut padat dalam derajat mutlak T = Temperatur mutlak larutan Saat temperatur di atas titik leleh , zat terlarut berada dalam keadaan cair,dan dalam larutan ideal zat terlarut cair bercampur dalam segala perbandingan dengan pelarut.Maka persamaan di atas tidak dapat digunakan saat T > . Persamaan ini juga tidak memadai pada temperatur di bawah titik leleh saat tidak dapat digunakan lagi.

  ∆Hf Contoh: Berapakah kelarutan naftalen dalam larutan ideal 20°C, jika titik leleh naftalen 80°C, dan panas peleburan molar 4500 kal/mol? Jawaban: T = 20°C + 273 = 293 °K To = 80°C + 273 = 353 °K 2.

   Larutan Nonideal

  Keaktifan zat terlarut dalam larutan dinyatakan sebagai konsentrasi dikalikan dengan koefisien keaktifan. Kelarutan non ideal dapat dinyatakan dalam bentuk log, menjadi :

  ∆Hf −

  

2

  − log = ( )+ log γ

  2 2,303

  Di mana

  2 = koefisien keaktifan. Apabila larutan nyata menjadi lebih ideal,

  γ

  2 2 diperoleh dengan mempertimbangkan

  maka γ mendekati 1. Bentuk log γ gaya atraksi antar molekuler yang harus diatasi, atau kerja yang harus dilakukan dalam memindahkan suatu molekul dari fase terlarut dan menyimpannya dalam pelarut. Proses ini dapat dipertimbangkan terjadi dalam 3 tahap :

  1. Tahap pertama menyangkut pemindahan satu molekul dari fase terlarut pada temperatur tertentu.Kerja yang dilakukan dalam memindahkan satu molekul dari zat sehingga dapat lewat ke wujud uap membutuhkan pemecahan ikatan antara molekul-molekul yang berdekatan.

  Pelarut Pelepasan satu molekul dari zat terlarut 2.

  Tahap kedua menyangkut pembentukan lubang dalam pelarut yang cukup besar untuk menerima molekul zat terlarut.

  Pelarut Pembentukan lubang dalam pelarut 3.

  Molekul zat terlarut akhirnya ditempatkan dalam lubang pelarut.

  Pelarut Molekul zat terlarut

  Pembentukan lubang dalam pelarut C.

  Distribusi Zat Terlarut di antara Pelarut yang Tidak Bercampur Jika kelebihan cairan atau zat padat ditambahkan ke dalam campuran dari dua cairan tidak bercampur, maka zat itu akan mendistribusi diri di antarakedua fase sehingga masing-masing menjadi jenuh. Jika zat itu ditambahkan ke dalam pelarut tidak bercampur dalam jumlah yang tida cukup untuk menjenuhkan larutan, maka zat tersebut tetap tersitribusi di antara kedua lapisan dengan perbandingan konsentrasi tertentu.

  Jika C

  1 dan C 2 adalah konsentrasi kesetimbangan zat dalam pelarut 1 dan

  pelarut

  2 , persamaan kesetimbangan menjadi :

  1

  =

2 Tetapan kesetimbangan K dikenal sebagai perbandingan distribusi atau

  koefisien partisi.Pengetahuan tentang koefisien partisi sangat penting bagi seorang farmasis,karena berkaitan dengan absorpsi dan distribusi obat ke seluruh tubuh, serta kerja obat pada tempat yang tidak spesifik. Dapat juga digunakan dalam pengawetan sistem minyak-air.

  Pengaruh disosiasi ionik dan Asosiasi Molekuler pada Partisi. Zat terlarut dapat berada sebagian atau keseluruhan sebagai molekul terasosiasi dalam salah satu fase atau dapat terdisosiasi dalam ion-ion pada slah satu fase tersebut.Hukum distribusi digunakan hanya untuk konsentrasi zat yang umum pada kedua fase, yaitu monomer atau molekul sederhana dari zat terlarut.

  Kerja Pengawetan dari Asam Lemah dalam Sistem Air. Larutan makanan, obat dan kosmetik merupakan sasaran kerusakan oleh enzim mikroorganisme, yang bekerja sebagai katalis dalam reaksi penguraian.Sterilisasi dan penambahan zat kimia pengawet adalah metode umum yang digunakan dalam bidang farmasi untuk mengawetkan larutan obat terhadap serangan dari berbagai mikroorganisme. Asam benzoat dalam bentuk garam larut yaotu natrium benzoat adalah salah satu contoh zat kimia yang biasa dipakai untuk tujuan inikarena tidak memberikan efek berbahaya bagi manusia bila termakan dalam jumlah kecil.Cara kerja pengawet atau bakteriastatis dari asam benzoat atau yang lainnya, disebabkan oleh hampir tidak terdisosiasinya seluruh asam yang ada dan tidak dalam bentuk ionik.

  Kerja Obat dan Koefisien Partisi. Koefisien partisi minyak-air adalah satu petunjuk sifat lipofilik atau hidrofobik dari molekul obat. lewatnya obat melalui membran lemak dan interaksi makromolekul pada reseptor kadang-kadang bersifat baik dengan koefisien partisi air dari obat.

1. Pengaruh disosiasi ionic dan asosiasi molekuler pada partisi.

  Didalam satu fase zat terlarut dapat berada sebagian atau keseluruhan sebagai molekul terasosiasi atau dapat terdisosiasi dalam ion-ion pada salah satu dari fase tersebut. Untuk konsentrasi zat yang umum pada kedua fase ( monomer atau molekul sederhana dari zat terlarut ) dapat menggunakan hukum distribusi. Contohnya terjadi distribusi asam benzoat diantara fase air dan fase minyak. Jika asam bezoat tidak berasosiasi dalam fase minyak dan tidak berdisosiasi dalam air, maka dapat digunakan hukum distribusi untuk mencari tetapan distribusi. contoh soal : Jika asam borat didistribusikan di antara air dan amil alcohol pada 25°C, konsentrasi dalam air ternyata 0,0510 mol/liter dan dalam amil alcohol adalah 0,0155 mol/liter. Berapakah koefisien distribusinya ? Diketahui : C H

2 O = 0,0510

  C alcohol = 0,0155 Ditanya : k = .. ? Penyelesaian :

H2O

  K =

  ℎ 0,0510

  =

  0,0155

  = 3,29 Belum ada kesepakatan untuk menetapkan apakah konsentrasi dalam fase air atau dalam fase organic yang akan diletakkan dalam pembilang atau penyebut.

  Oleh karena itu hasilnya dapat dinyatakan sebagai:

  alkohol

  K =

  2 0,0155

  =

  0,0510

  = 0,304 2.

  Ekstraksi

  1 Gram zat terlarut ( w ) diekstraksi secara berulang dari V mL pelarut

  2

  berturut-turut dengan sejumlah V ml pelarut kedua yang tidak tercampur dengan pelarut pertama. Misalkan berat zat terlarut yang tersisa dalam pelarut pertama sesudah diekstraksi dengan porsi pertama dari pelarut kedua adalah

  1 w

  ⁄ adalah konsentrasi zat terlarut yang tertinggal dalam pelarut . 1 1

  ⁄ adalah konsentrasi zat pertama dengan satuan gr/mol dan ( 1 − 2) 2 terlarut dalam pelarut pengekstraksi dalam satuan gram/mol. Maka koefisien distribusinya menjadi :

  K =

  1/ 1

  K =

  ( − 1)/ 2

  Atau

  1

  w

  1 = w 1+ 2

  proses ini dapat diulangi dan setelah n kali ekstraksi

  1 n

  w n = w ( )

  1+ 2

  dimana : w1 = berat zat yang terekstraksi w = berat zat total K = koefisien distribusi V1 = volume total larutan V2 = volume pelarut pengekstraksi

  Contoh soal : Koefisien distribusi untuk iodium di antara air dan CCl

  4 pada 25° adalah K = C H2O

  / C CCl4 = 0,012. Berapa gram iodium terekstraksi dari larutan dalam air yang mengandung 0,1 gram dalam 50 ml oleh satu kali ekstraksi dengan 10 ml CCl

  4 ?

  berapa gram iodium terekstraksi oleh 5 ml CCl

  4 ?

  Diketahui : K = 0,012 W = 0,10 gram V1 = 50 ml

  V2 = 10 ml V2 untuk ekstraksi ke dua kali = 5 ml n = 2 kali

  1

  w = w ( )

  1+ 2 0,012 50

  w1 = 0,10 x

  (0,012 50)+10

  w1 = 0,0057 g tersisa atau 0,0943 g terekstraksi

  0,012 50

  2

  w2 = 0,10 x ( )

  (0,012 50)+5

  w2 = 0,0011 g Jadi, 0,0011 gram iodium tertinggal dalam fase air, dan dua porsi CCl

  4 telah mengekstraksi 0,0989.