Pengaruh Kenaikan Temperatur dan Lamanya Waktu Pengasapan Terhadap Mutu Produk Ribbed Smoke Sheet (RSS) Menggunakan Anava Pada Pabrik Karet PTPN III Gunung Para

(1)

PENGARUH KENAIKAN TEMPERATUR DAN LAMANYA

WAKTU PENGASAPAN TERHADAP MUTU PRODUK

RIBBED SMOKE SHEET (RSS) MENGGUNAKAN ANAVA

PADA PABRIK KARET PTPN III GUNUNG PARA

TUGAS SARJANA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari

Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Industri

Oleh

KESUMA HADIBROTO 080423042

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

(3)

(4)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya yang selalu memberikan pengetahuan, kesehatan, kekuatan, kesempatan, dan pengalaman kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas sarjna ini dengan baik.

Tugas sarjana ini berjudul “Pengaruh Kenaikan Temperatur dan Lamanya Waktu Pengasapan Terhadap Mutu Produk Ribbed Smoke Sheet (RSS) Menggunakan Anava (Analisa Varians) Pabrik Karet PTPN III Gunung Para. Tugas sarjana ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik, Program Pendidikan Sarjana Ekstensi, Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa Tugas Sarjana ini belum sepenuhnya sempurna dan masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan tugas sarjana ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih, semoga Tugas Sarjana ini bermanfaat bagi pembaca.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENULIS MEDAN


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih terutama kepada :

1. Ayahanda Muhammad Husni, BA dan Ibunda Armiaty Ermila yang tercinta, Kakakku Nurherlina, SH dan Adikku Muhammad Agus Prawira tersayang serta seluruh keluarga yang telah memberikan dorongan dengan penuh cinta, karena berkat doa restu serta dukungan material yang diberikan kepada penulis mulai menuntut ilmu sampai terselenggaranya penyusunan tugas sarjana ini.

2. Bapak Ir. Poerwanto, M.Sc, selaku dosen Pembimbing I atas bimbingan, pengarahan, dan masukan yang diberikan dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

3. Ibu Tuti Sarma Sinaga, ST, MT, selaku dosen Pembimbing II atas bimbingan, pengarahan, dan masukan yang diberikan dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

4. Ibu Ir. Rosnani Ginting MT, selaku ketua Departemen Teknik Industri yang telah memberikan izin pelaksanaan Tugas Sarjana ini dan dukungan serta perhatian yang diberikan kepada penulis.

5. Bapak Aulia Ishak ST, MT, selaku dosen Pembanding I atas masukan yang diberikan dalam perbaikan Tugas Sarjana ini.


(6)

6. Ibu Ir. Nurhayati Sembiring MT, selaku dosen Pembanding II atas masukan yang diberikan dalam perbaikan Tugas Sarjana ini.

7. Ibu Ir. Khawarita. MT, selaku dosen Pembanding III atas masukan yang diberikan dalam perbaikan Tugas Sarjana ini.

8. Bapak Ir. Zulyaden, selaku Maskep Pabrik Karet PTPN III Gunung Para, beserta Karyawan yang banyak membantu memberikan masukan dan kemudahan dalam menjalankan penelitian Tugas Sarjana ini.

9. Bang Bowo, Bang Mijo, Kak Dina, dan Ibu Ani selaku staf di jurusan yang dengan sabar membantu dalam proses birokrasi penyelenggaraan Tugas Sarjana ini.

10.Bang Kumis dan Kak Rahma selaku staf di bagian perpustakaan yang selalu membatu penulis dalam mengumpulkan referensi untuk kesempurnaan Tugas Sarjana ini.

11.Teman-teman terbaikku Martin Yekonia Tarigan, Wanjun Even Manurung, Bang Nyoman, Winda Meta Sari, Elly Sabrina Bangun, Ahmad Afandi, Rusdi Lubis, Fauzi Hardiansyah, Benny Ginting, Rudi Kencana, Nurhayati Munthe, Sri Hartati Rajagukguk, Siti Khadijah Parinduri, Meliana Hutahaean, Dwi Lestari, Chairunisyah, Winda Aulya Harahap, Neny Wyria Siregar, Adolf dan seluruh teman-teman yang selalu memberikan semangat, canda dan tawa, serta berbagi dalam keadaan susah maupun senang.


(7)

ABSTRAK

Pabrik karet pengolahan sheet Kebun Gunung Para, merupakan unit usaha yang dimiliki PT. Perkebunan Nusantara III bergerak dalam bidang pengolahan lateks cair menjadi Ribbed Smoke Sheet (RSS). Pabrik ini terletak di Kecamatan Dolok Merawan Kabupaten Serdang Bedagai, berjarak ± 112 Km dari Medan menuju Pematang Siantar. Dari hasil pengamatan di lapangan diperoleh informasi terhadap pabrik pengolahan sheet PT. Perkebunan Nusantara III Gunung Para perlu adanya perbaikan mutu keluaran dari hasil pengolahannya.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui upaya perbaikan keluaran hasil pengolahan. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi mutu adalah saat proses pengasapan sheet di kamar asap. Dengan pengendalian temperatur dan lamanya waktu pengasapan yang optimal akan didapati keluaran Ribbed Smoke Sheet yang bermutu baik.

Proses pengasapan dilakukan pada 24 lembar koagulum setelah proses pengepressan dan disusun pada lori. Kemudian diamati faktor temperatur dan lamanya waktu penagasapan yang digunakan yaitu penggunaan temperatur awal 35⁰C dengan 4 hari pengasapan, penggunaan temperatur awal 35⁰C dengan 5 hari pengasapan, penggunaan temperatur awal 45⁰C dengan 4 hari pengasapan, dan penggunaan temperatur awal 45⁰C dengan 5 hari pengasapan. Hasil perlakuan tersebut diukur dengan menimbang massa dari Ribbed Smoke Sheet yang baik dan yang kurang baik masing-masing lembarannya untuk mendapatkan persentase Ribbed Smoke Sheet yang baik sebagai data yang dikumpulkan untuk selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan melakukan uji kenormalan dengan chi-kuadrat, melakukan uji keragaman data, melakukan pengujian Anava, pengujian setelah Anava dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ), dan penentuan titik optimal yang diharapkan.

Hasil akhir yang diperoleh pada penelitian ini adalah usulan penggunaan temperatur awal 45⁰C dengan lamanya waktu pengasapan selama 4,004 hari untuk proses pengasapan. Hal ini akan mendapatkan hasil yang optimal untuk mutu produk Ribbed Smoke Sheet yang baik.


(8)

DAFTAR ISI

BAB

HALAMAN

LEMBAR JUDUL………... i

LEMBAR PENGESAHAN……….. ii

SERTIFIKASI EVALUASI TUGAS SARJANA…………...……… iii

KATA PENGANTAR . … . . . . . … iv

UCAPAN TERIMAKASIH………. v

ABSTRAK….……… vii

DAFTAR ISI……….. viii

DAFTAR TABEL………..… xiv

DAFTAR GAMBAR………...……….. xviii

DAFTAR LAMPIRAN………... xix I. PENDAHULUAN . . . . ... . . ……….. . . . . .. . . …. I-1

1.1. Latar Belakang Permasalahan . . . . . . . . . I-1 1.2. Pokok Permasalahan. . ….. . . . . I-2 1.3. Tujuan dan Sasaran Penelitian… . . . I-2 1.4. Manfaat Penelitian... . . . I-3 1.5. Ruang Lingkup dan Asumsi Penelitian,.……… I-3 1.5.1. Ruang Lingkup Penelitian... . . . . . . …….. . . . I-3 1.5.2. Asumsi Penelitian………. I-4


(9)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB

HALAMAN

1.6. Sitematika Penulisan ……….………. I-5

II. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. . . …. II-1

2.1. Sejarah Perusahaan. . . ……….. II-1 2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha . . . .. . . . . . …... II-2 2.2.1. Visi Perusahaan……… II-3 2.2.2. Misi Perusahaan……… II-3 2.3. Organisasi Dan Manajemen……… II-4 2.3.1. Struktur Organisasi Perusahaan……… II-4 2.3.2. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab……… II-6 2.3.3. Tenaga Kerja dan Jam Kerja……….... II-9 2.3.3. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya……… II-10 2.4. Proses Produksi…. . . ……….. II-11 2.4.1. Bahan Yang Digunakan……… II-11 2.4.1.1. Bahan Baku……… II-11 2.4.1.1. Bahan Tambahan……… II-12 2.4.1.1. Bahan Penolong……… II-12 2.4.2. Uraian Proses Produksi ……… II-12 2.4.3. Mesin dan Peralatan ……… II-20 2.4.3.1. Mesin Produksi……… II-20


(10)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB

HALAMAN

2.4.3.2. Peralatan……… II-22

III. LANDASAN TEORI . . . .. . . ………..…….... . . ……… III-1

3.1. Temperatur……… III-1

3.2. Karet………. III-1

3.3. Defenisi Disain Eksperimen . ……... . . …………. . . III-12

3.3.1. Replikasi……… III-12

3.3.2. Pengacakan……… III-14

3.3.3. Kontrol Lokal………. III-16 3.3.4. Efek dan Interaksi………. III-16 3.4. Uji Kenormalan Data dengan Chi Kuadrat..….………. III-18 3.5. Eksperimen Faktorial………..………….…..…………. III-20 3.5.1. Model Anava Desain Eksperimen Faktorial a x b … III-21 3.5.2. Model Anava Desain Eksperimen Faktorial a x b x c …. III-27 3.5.3. Desain Faktorial Tersarang……… III-30 3.6. Uji Beda Nyata Jujur….. . . ……... . . ………. III-31

3.7. Uji Keragaman ………. III-36

3.8. Tahap Optimasi Variabel Eksperimen……….. III-38

IV. METODOLOGI PENELITIAN…………...…………...…...……. IV-1

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian. . . ……... . . …………. . . IV-1 4.2. Rancangan Metodologi Penelitian. . . . .. . . …….... . . . . . . IV-1


(11)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB

HALAMAN

4.3. Variabel yang Diamati………….. . . ….……... . . IV-2 4.4. Instrumen Penelitian…………. . . .. . . ……... . . IV-2 4.5. Pengambilan Data.………..………..….. IV-3 4.6. Prosedur Pengumpulan Data………..……… IV-3 4.7. Analisis Pemecahan Masalah……….……….. IV-3

V. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA…………... V-1

5.1. Pengumpulan Data . . . ……... …………. . . V-1

5.2. Pengolahan Data ……… V-2

5.2.1. Uji Kenormalan Data dengan Chi Kuadrat……… V-2 5.2.2. Uji Keragaman Data……… V-7 5.2.3. Penggunaan Metode Analisa Varians untuk memilih

faktor-faktor yang paling bepengaruh terhadap mutu

produk Ribbed Smoke Sheet (RSS)..……… V-11 5.2.4. Pengujian Rata-rata Perlakuan Sesudah Eksperimen ... V-14 5.2.5. Tahap Optimasi Variabel Eksperimen….……… V-16

VI. ANALISA DAN PEMECAHAN MASALAH...…………....…… VI-1

6.1. Analisis Terhadap Jumlah sampel……… VI-1 6.2. Analisis Efek Faktor dan Efek Interaksi……… VI-1


(12)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB

HALAMAN

6.3. Optimisasi Variabel Eksperimen……… VI-2

VII. KESIMPULAN DAN SARAN………...………….…… VII-1

7.1. Kesimpulan………... VII-1 7.2. Saran………. VII-1

DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.1. Situasi Tenaga Kerja di PTPN III Gunung Para……… II-9 3.1. Penyajian Data Setelah Diurutkan……….. III-18 3.2. Penyajian Sebaran Data……….. III-19 3.3. EKT Untuk Eksperimen Faktorial a x b Model Tetap….……. III-22 3.4. EKT Untuk Eksperimen Faktorial a x b Model Acak….……. III-23 3.5. EKT Untuk Eksperimen Faktorial a x b Model III (A tetap, B acak).. III-25 3.6. EKT Untuk Eksperimen Faktorial a x b Model III (A acak, B tetap)…. III-27 3.7. EKT Untuk Eksperimen Faktorial a x b x c Desain Acak Sempurna…. III-29 3.8. Hasil Ansira untuk uji BNJ pengaruh jarak tanam terhadap produksi

tomat menurut RAL, RAK, RAKL ……… III-32 3.9. Hasil uji BNJ pengaruh jarak tanam terhadap produksi tomat

menurut RAL, RAK, RAKL ……….. III-32 3.10. Pengaruh Varietas Terhadap Hasil Padi……… III-33 3.11. Selisih Rata-rata Antara Dua Perlakuan……… III-35 3.12. Analisis Ragam……….. III-37 5.1. Pengumpulan Data %Massa RSS 1……….. ………... V-1 5.2. Data Setelah Diurutkan……… ……….………... V-2 5.3. Interval Data………. ……….………... V-3 5.4. Hasil Perhitungan Luas Wilayah………...………….……... V-6 5.5. Perhitungan Nilai Xhitung ………...………….………... V-6


(14)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.6. Data Hasil Pengukuran………. V-8 5.7. Analisis Ragam………..………...………….…..…... V-10 5.8. Daftar Anava untuk Eksperimen Faktorial 2 x 2……….……. V-13 5.9. Selisih Rata-rata antara dua perlakuan…………...…………...…... V-16 5.10. Perhitungan Optimisasi Menggunakan Steepest Ascent………... V-18 5.11. Perubahan Variabel nilai X1, X2 Akibat Kenaikan Variabel

X2 Sebesar 1 Jam……...…...………...………….………... V-19 5.12. Perubahan Variabel nilai X1, X2 Akibat Kenaikan Variabel

X2 Sebesar 2 Jam……...…...………...………….………... V-20 5.13. Perubahan Variabel nilai X1, X2 Akibat Kenaikan Variabel

X2 Sebesar 3 Jam……...…...………...………….………... V-21 5.14. Perubahan Variabel nilai X1, X2 Akibat Kenaikan Variabel

X2 Sebesar 4 Jam……...…...………...………….………... V-22 5.15. Perubahan Variabel nilai X1, X2 Akibat Kenaikan Variabel

X2 Sebesar 5 Jam……...…...………...………….………... V-23 5.16. Perubahan Variabel nilai X1, X2 Akibat Kenaikan Variabel

X2 Sebesar 6 Jam……...…...………...………….………... V-24 5.17. Perubahan Variabel nilai X1, X2 Akibat Kenaikan Variabel


(15)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.18. Perubahan Variabel nilai X1, X2 Akibat Kenaikan Variabel

X2 Sebesar 8 Jam……...…...………...………….………... V-26 5.19. Perubahan Variabel nilai X1, X2 Akibat Kenaikan Variabel

X2 Sebesar 9 Jam……...…...………...………….………... V-27 5.20. Perubahan Variabel nilai X1, X2 Akibat Kenaikan Variabel

X2 Sebesar 10 Jam……...…...………...………….………... V-28 5.21. Perbandingan Output Respon Hasil Perhitungan Steepest Ascent….. V-29 6.1. Hasil uji Beda Nyata Jujur………. VI-2


(16)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi PTPN III Gunung Para……… II-5 2.2. Skema Flow Process Ribbed Smoke Sheet Pabrik

Karet Gunung Para………. II-13 4.1. Diagram Analisis Pemecahan Masalah………... IV-4


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1. Tabel Luas Wilayah di bawah Kurva Normal……… L-1 2. Nilai Kritik Sebaran F……… L-2 3. Tabel Nilai q Untuk Uji Beda Nyata Jujur (BNJ)………. L-3 4. Gambar RSS 1 dan Bad Product………...……… L-4 5. Tabel Nilai Kritik Sebaran Chi Kuadrat……… L-5 5. Surat Balasan dari PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III Medan... L-6 6. Surat Keputusan Tentang Tugas Sarjana Mahasiswa……….. L-7


(18)

ABSTRAK

Pabrik karet pengolahan sheet Kebun Gunung Para, merupakan unit usaha yang dimiliki PT. Perkebunan Nusantara III bergerak dalam bidang pengolahan lateks cair menjadi Ribbed Smoke Sheet (RSS). Pabrik ini terletak di Kecamatan Dolok Merawan Kabupaten Serdang Bedagai, berjarak ± 112 Km dari Medan menuju Pematang Siantar. Dari hasil pengamatan di lapangan diperoleh informasi terhadap pabrik pengolahan sheet PT. Perkebunan Nusantara III Gunung Para perlu adanya perbaikan mutu keluaran dari hasil pengolahannya.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui upaya perbaikan keluaran hasil pengolahan. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi mutu adalah saat proses pengasapan sheet di kamar asap. Dengan pengendalian temperatur dan lamanya waktu pengasapan yang optimal akan didapati keluaran Ribbed Smoke Sheet yang bermutu baik.

Proses pengasapan dilakukan pada 24 lembar koagulum setelah proses pengepressan dan disusun pada lori. Kemudian diamati faktor temperatur dan lamanya waktu penagasapan yang digunakan yaitu penggunaan temperatur awal 35⁰C dengan 4 hari pengasapan, penggunaan temperatur awal 35⁰C dengan 5 hari pengasapan, penggunaan temperatur awal 45⁰C dengan 4 hari pengasapan, dan penggunaan temperatur awal 45⁰C dengan 5 hari pengasapan. Hasil perlakuan tersebut diukur dengan menimbang massa dari Ribbed Smoke Sheet yang baik dan yang kurang baik masing-masing lembarannya untuk mendapatkan persentase Ribbed Smoke Sheet yang baik sebagai data yang dikumpulkan untuk selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan melakukan uji kenormalan dengan chi-kuadrat, melakukan uji keragaman data, melakukan pengujian Anava, pengujian setelah Anava dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ), dan penentuan titik optimal yang diharapkan.

Hasil akhir yang diperoleh pada penelitian ini adalah usulan penggunaan temperatur awal 45⁰C dengan lamanya waktu pengasapan selama 4,004 hari untuk proses pengasapan. Hal ini akan mendapatkan hasil yang optimal untuk mutu produk Ribbed Smoke Sheet yang baik.


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pabrik pengolahan karet sheet Gunung Para merupakan salah satu pabrik yang ada di PT. Perkebunan Nusantara III. Pabrik pengolahan sheet Gunung Para dituntut oleh pihak perusahaan untuk meningkatkan mutu produk yang dihasilkan agar sesuai dengan keinginan konsumen. Untuk mewujudkan hal itu pihak manajemen pabrik telah merencanakan beberapa cara salah satunya pada proses pengasapan. Proses pengasapan memerlukan penanganan yang serius dalam hal penggunaan temperatur dan lamanya waktu pengasapan yang tepat. Efisiensi dan efektifitas proses pengolahan sheet pabrik karet milik PT. Perkebunan Nusantara III ini juga dipengaruhi efisiensi dan efektifitas dari proses pengasapan tersebut. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mutu produk pada proses pengasapan yaitu : penggunaan temperatur, lamanya waktu pengasapan, mutu bahan baku produk, bahan bakar yang bersumber dari kayu bakar.

Pada proses pengasapan di Pabrik Pengolahan Sheet PTPN III Gunung Para menerapkan kondisi temperatur dan lamanya waktu pengasapan sebagai berikut : Hari I suhu 40-450 Ventilasi terbuka penuh, Hari II suhu 40-550 Ventilasi setengah terbuka, Hari III suhu 55-600 Ventilasi seperempat terbuka, Hari IV suhu 600 Ventilasi tertutup, Hari V suhu 600 Ventilasi tertutup. Penerapan yang demikian masih perlu dilakukan peningkatan mutu keluaran dengan meminimalkan persentase cacat produk yang rata-rata mencapai angka 8-10%,


(20)

dengan melakukan penelitian pengaruh kenaikan temperatur dan lamanya waktu pengasapan diharapkan dapat meminimalkan persentase cacat produk RSS.

Produk yang baik dihasilkan dari pengolahan yang baik. Untuk mewujudkan hal itu perlu dilakukan pengawasan terhadap teknik pengolahan yang baik. Pengasapan terhadap lembaran sheet harus dilakukan sesuai prosedur yang benar berupa penyesuaian penggunaan temperatur dan lamanya waktu proses untuk kegiatan pengasapan

Tingkat kenaikan temperatur dan lamanya waktu pengasapan akan mempengaruhi jumlah produk. Maka untuk melihat bagaimana pengaruh faktor suhu dan waktu tersebut pada proses pengasapan, perlu dilakukan suatu eksperimen untuk menjawab pertanyaan di atas.

1.2. Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka permasalahan yang dihadapi perusahaan adalah bagaimana meningkatkan mutu keluaran produk Ribbed Smoke Sheet. Untuk itu dilakukanlah penelitian pengaruh kenaikan temperatur dan lamanya waktu pengasapan terhadap mutu produk Ribbed Smoke Sheet (RSS), sehingga dapat direncanakan strategi-strategi yang tepat untuk mengendalikannya.

1.3. Tujuan dan Sasaran Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian


(21)

1. Mengetahui pengaruh kenaikan temperatur dan lamanya waktu pengasapan terhadap penentu mutu produk Ribbed Smoke Sheet (RSS). 2. Mengetahui tingkat suhu dan lamanya waktu pengasapan yang terbaik

untuk memperkecil jumlah produk cacat yang dihasilkan.

1.3.2. Sasaran Penelitian

Sasaran penelitian ini adalah dapat melakukan upaya-upaya yang tepat untuk meningkatkan kualitas produk.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian dari pengaruh kenaikan temperatur dan lamanya waktu pengasapan terhadap mutu produk Ribbed Smoke Sheet (RSS) pada dasarnya sebagai berikut :

1. Sebagai pedoman bagi pimpinan produksi untuk mengendalikan proses seefektif mungkin, serta pengontrolan terhadap mutu yang diinginkan

2. Dapat memberikan salah satu alternatif pemecahan masalah kepada PT. Perkebunan Nusantara III dalam mengatasi masalah yang dihadapi

1.5. Ruang Lingkup dan Asumsi Penelitian 1.5.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah :


(22)

2. Penelitian dilakukan dengan dua faktor yaitu tingkat temperatur dan lamanya waktu pengasapan yang dihitung berdasarkan satuan hari, sedangkan faktor bahan baku dan bahan bakar kayu telah memenuhi standar dari perusahaan. 4 perlakuan yang diteliti terdiri dari:

1. 35-40°C (hari I), 40-45°C (hari II), 45-50°C (hari III), 50-55°C (hari IV).

2. 35-40°C (hari I), 40-45°C (hari II), 45-50°C (hari III), 50-55°C (hari IV), 55-60°C ( hari V).

3. 45°C (hari I), 45-50°C (hari II), 50-55°C (hari III), 55-60° (hari IV).

4. 45°C (hari I), 45-50°C (hari II), 50-55°C (hari III), 55-60° (hari IV), 60°C ( hari V).

5. Karna keterbatasan waktu dan biaya pengamatan dilakukan pada tanggal 16 juni s/d 5 juli 2008.

6. Tidak terjadi perubahan prosedur proses pengolahan di kamar pengasapan.

7. Jumlah kamar asap yang digunakan satu unit dengan diisi 6 lori besi @ lori terdiri dari 1 lembar sheet sebagai sample penelitian.

1.5.2. Asumsi Penelitian

Disamping ruang lingkup diatas, juga dibutuhkan asumsi-asumsi sebagai berikut :


(23)

1. Proses produksi berjalan lancar.

2. Bahan baku sesuai dengan mutu yang diinginkan perusahaan. 3. Tidak terjadi kerusakan pada kamar asap.

1.6. Sistematika Penulisan

Secara keseluruhan penulisan tugas sarjana ini terdiri dari beberapa bab yang berisi uraian sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Menguraikan latar belakang permasalahan yang diteliti, perumusan pokok permasalahan, tujuan, sasaran, dan manfaat penelitian yang mungkin diperoleh dari hasil pemecahan masalah yang dilakukan, ruang lingkup, asumsi-asumsi serta sistematika penulisan tugas sarjana.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Menjelaskan secara singkat sejarah dan gambaran umum perusahaan, organisasi, manajemen perusahaan dan uraian proses produksi.

BAB III LANDASAN TEORI

Menampilkan teori-teori di studi kepustakaan untuk meneyelesaikan masalah yang berkaitan dengan penelitian..


(24)

Menampilkan langkah-langkah atau tahap-tahap yang dijadikan acuan untuk menyelesaikan permasalahan dalam melakukan penelitian dari awal penelitian sampai pada peneyelesaian laporan.

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Mengidentifikasikan keseluruhan data yang dibutuhkan dan dilanjutkan dengan pengolahan data yang diperoleh sesuai dengan teori dan langkah-langkah yang digunakan.

BAB VI ANALISA PEMECAHAN MASALAH

Menganalisa hasil pengolahan data dan memberikan pemecahan masalah dalam penelitian ini.

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

Memberikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat bagi perusahaan terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan dalam rangka perbaikan pengukuran.


(25)

BAB II

G

G

A

A

M

M

B

B

A

A

R

R

A

A

N

N

U

U

M

M

U

U

M

M

P

P

E

E

R

R

U

U

S

S

A

A

H

H

A

A

A

A

N

N

2

2..11.. SSeejjaarraahhPPeerruussaahhaaaan n

Kebun Gunung Para adalah salah satu kebun tradisional PT. Perkebunan Nusantara III terletak di kecamatan Dolok Merawan Kabupaten Serdang Bedagai Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan letak geografisnya PT. Perkebunan Nusantara III ini berada pada (03º09’- 03º11’ LU) dan (99º04’- 99º06’ BT). Dimana jarak perusahaan ini ± 112 km dari Medan dengan ketinggian 96 – 114 meter diatas permukaan laut, dengan jenis podsolik kuning dan letak topografinya berbukit dan bergelombang.

Perusahaan ini berasal dari milik perusahaan Belanda CMO (Cultur Myde Ooskut) yang diambil alih oleh negara pada tanggal 10 Desember 1957 (Nasionalisme) dalam perjalan ini telah beberapa kali berganti namanya. Berikut adalah pergantian nama-nama PT. Perkebunan Nusantara :

1. Kebun Gunung Para dahulu bernama CMO (Culturs Misde Oeskust) milik Belanda.

2. Pada tanggal 10 Desember 1957 dinasionalisasi

3. Tahun 1957 - 1960 bernama Perkebunan Negara Baru (PPN Baru) 4. Tahun 1961 - 1962 bernama PPN Kesatuan Sumut VII

5. Tahun 1963 - 1968 bernama PPN Karet IV

6. Tahun 1976 - 1994 bernama PT.Perkebunan IV (Persero) 7. Tahun 1994 - 1996 bernama PTP, III, IV, V


(26)

8. Sejak 14 Februari 1996 sampai sekarang bernama PT Perkebunan Nusantara III (Persero), disingkat PTPN III, berdasarkan PP No. 8. Tahun 1996 yaitu penggabungan PTP III, PTP IV dan PTP V ( Akte No.36 Tanggal 11 Maret 1996 dari Notaris Harun Kamil SH).

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

Pabrik karet kebun Gunung Para terdiri dari dua jenis pengolahan yaitu pabrik pengolahan sheet dan pabrik pengolahan crumb rubber. Pabrik Pengolahan Sheet atau RSS (Ribbed Smoke Sheet) mulai beroperasi pada tahun 1960 dengan hasil produksi:

1. RSS-I 2. RSS- II 3. RSS- III 4. Cutting

Kapasitas Olah Pabrik = 16.800 kg kering/ hari Kebutuhan Air = 20 – 25 m³/ ton KK Kebutuhan kayu asap = 3.5 m³/ ton KK

Kebutuhan Formic Acid = 7.5 – 9.00 kg / ton KK

Bahan baku latex berasal dari kebun sendiri (kebun milik perusahaan) 68 % dan 32 % dari kebun milik perseorangan. Hasil olahan sebagian besar di ekspor dan selebihnya diipasarkan di dalam negeri (lokal).


(27)

2.2.1. Visi Perusahaan

PTP Nusantara III Kebun Gunung Para memiliki visi menjadi perusahaan Agrobisnis Perkebunan yang tangguh dan mampu bersaing, baik di sektor hulu dan hilir di tingkat nasional dan regional.

2.2.2. Misi Perusahaan

Misi dari PTP Nusantara III adalah sebagai berikut:

1. Menjalankan usaha agrobisnis perkebunan di bidang perkebunan karet serta menghasilkan produk rubber sheet,serta produk turunannya yang berkualitas untuk memberikan kepuasan bagi konsumen.

2. Meningkatkan daya saing produk secara terus menerus yang didukung oleh sistem, cara kerja dan lingkungan kerja yang mendorong munculnya kreativitas dan inovasi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi. 3. Menghasilkan laba yang berkesinambungan untuk menjamin pertumbuhan

dan kesehatan perusahaan serta memberikan manfaat dan nilai tambah yang optimal bagi pemegang saham, karyawan, dan stakeholder lainnya. 4. Mengolah usaha secara profesional untuk meningkatkan nilai perusahaan

dengan berpegang teguh pada nilai-nilai etika bisnis dan senantiasa berpedoman pada tata kelola perusahaan secara sehat.

5. Memberikan perhatian dan peran yang sungguh-sungguh dalam membangun kemitraan dan mengembangkan masyarakat lingkungan serta kelestarian lingkungan hidup.


(28)

2.3. ORGANISASI DAN MANAJEMEN 2.3.1. Struktur Organisasi Perusahaan

Organisasi adalah merupakan sekelompok orang yang bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan. Dengan adanya organisasi, setiap tugas dan kegiatan dapat di distribusikan dan dikerjakan oleh setiap anggota kelompok secara efisien sehingga tujuan yang ditetapkan dapat tercapai.

Sedangkan manajemen adalah suatu proses yang melibatkan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dari sumber daya yang ada untuk mendapatkan suatu tujuan yang diinginkan. Sumber daya haruslah dapat dikelola dengan baik dalam sistem organisasi yang tepat agar tercipta kerjasama yang baik dalam mencapai tujuan yang diinginkan.

Struktur organisasi biasanya digambarkan dalam bentuk bagan organisasi (organization chart) yang memperlihatkan susunan fungsi-fungsi, departemen-departemen dalam organisasi dan menunjukkan bagaimana hubungan kerja baik secara horizontal maupun vertikal.

Organisasi perusahaan telah disusun sedemikian rupa dan mempunyai struktur organisasi dalam bentuk organisasi garis atau lini, fungsional dan staf. Struktur organisasi perusahaan dapat dilihat pada gambar 2.1. dibawah ini.

Adapun struktur organisasi yang digunakan pada Pabrik Karet PTP Nusantara III Gunung Para adalah struktur organisasi fungsional dan lini yaitu sebagai berikut :


(29)

Asisten Teknik Asisten Laboratorium Asisten Pengolahan Asisten Tata Usaha Asisten Sipil/Traksi dan Alat Berat Asisten Personalia Kebun Masinis Kepala Manajer Fungsional Lini Karyawan Pelaksana Karyawan Pelaksana Karyawan Pelaksana Karyawan Pelaksana Karyawan Pelaksana Karyawan Pelaksana Keterangan Garis

Gambar 2.1. Struktur Organisasi PT. Nusantara III Gunung Para

Berdasarkan Gambar 2.1. di atas maka dapat dikatakan bahwa bentuk struktur organisasi PTPN III Gunung Para adalah berbentuk campuran fungsional dan lini. Dikatakan berbentuk fungsional karena terdapat pembagian bidang-bidang seperti bagian keuangan, bagian produksi dan bagian yang lainnya. Organisasi dikatakan berbentuk lini, karena pada struktur organisasi dapat dilihat ada perintah langsung dari masing-masing bagian seperti bagian keuangan dengan administrasi keuangan dan bagian personalia dengan administrasi personalia dan seterusnya.

Struktur organisasi yang dipakai pada PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Gunung para adalah bentuk fungsional dan lini karena :

1. Pembidangan tugas yang sesuai dengan lingkungan yang stabil dan mempertinggi efisiensi kerja.

2. Menunjang pengembangan keahlian.

3. Memberi kesempatan bagi karyawan spesialisasi yang dapat memperingan tugas karena hanya bertugas sesuian dengan keahliannya.


(30)

Hanya memerlukan koordinasi minimal karena masing-masing sudah mempunyai pengertian yang mendalam mengenai bidangnya.

2.3.2. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab

Adapun tugas dan tanggung jawab karyawan PTP Nusantara III Gunung Para adalah sebagai berikut :

1. Manager

a. Memimpin rapat manajemen dan rapat tenaga kerja. b. Meninjau kontrak dari pelanggan

c. Menilai dan mengevaluasi laporan kerja produksi, administrasi, teknik dan personalia.

d. Menandatangani seluruh surat-surat keluar.

e. Memberi disposisi untuk seluruh surat masuk, baik internal maupun eksternal.

f. Membuka dan menutup pelaksanaan pelatihan.

g. Melaporkan kinerja sistem manajemen lingkungan direksi h. Merancang struktur organisasi sistem.

2. Masinis Kepala

a. Mengevaluasi, meninjau laporan kebutuhan bahan teknik dan produksi b. Memimpin rapat kerja bulanan.

c. Ikut serta meninjau kontrak dari pelanggan.

d. Memantau kegiatan produksi dan perawatan mesin-mesin dan peralatan produksi.


(31)

e. Memberikan pelatihan manajemen, mutu, produksi dan teknik kepada kepala staf baru.

f. Mengkoordinir kegiatan harian pabrik. g. Menggantikan manajer bila berhalangan. 3. Kepala Pabrik

a. Membantu membuat rancangan rencana jangka pendek dan jangka panjang (kebutuhan belanja bahan) produksi.

b. Membuat rancangan proses pengolahan sesuai dengan order yang telah diterima sesuai kebijaksanaan yang ditetapkan manajer.

c. Menyelenggarakan administrasi laporan kerja dan harga pokok pabrik. d. Mengendalikan seluruh aktivitas termasuk penggunaan bahan-bahan

processing.

e. Mengevaluasi aspek penting lingkungan proses produksi

f. Menjamin pelaksanaan komunikasi prosedur dan istruksi kerja sampai kepada bawahannya.

4. Asisten Pengolahan

a. Membuat rencana produksi mingguan di coumpound dan extruction section sesuai dengan planning yang diterima dari kepala pabrik. b. Mempersiapkan mesin-mesin yang digunakan untuk proses produksi. c. Mempertanggung jawabkan laporan produksi harian, umum,

minggua n, bulanan dengan dibantu oleh supervisor.

d. Menandatangani check sheet dan form-form sesuai yang diisyaratkan dalam prosedur.


(32)

e. Menjamin kebersihan lingkungan di areal kerja. 5. Asisten Tata Usaha

a. Memeriksa dan mengevaluasi masing-masing barang yang dibutuhkan dalam bon permintaan barang dengan pertimbangan anggaran.

b. Memeriksa dan menandatangani memo permintaan, order pembelian lokal dan kebutuhan penawaran barang.

c. Mengidentifikasi kebutuhan training untuk semua personalia.

d. Melakukan tindakan koreksi atas ketidaksesuaian dan temuan audit mutu internal.

e. Memelihara semua dokumen yang ada di bagian pembagian seperti prosedur, instruksi kerja, dokumen pendukung dan sasaran mutu. f. Menginformasikan bahan lateks yang di tolak kepada para supplier. g. Melaksanakan tugas-tugas yang diinstruksikan manajer.

h. Mengkomunikasikan prosedur dan instruksi kepada bawahannya serta mengkoordinir penerapan di lapangan.

6. Asisten Laboratorium

a. Menjalankan tugas yang direncanakan oleh kepala pabrik.

b. Mempersiapkan formulasi compound dan pengembangan produk baru. c. Mengevaluasi, pengendalian dan mengawasi bahan kimia lateks dan

bahan pembantu.

d. Mempersiapkan permintaan kebutuhan di chemical laboratory and efflvent treatment termasuk kebutuhan bahan-bahanpembantu setiap bulannya.


(33)

e. Mengendalikan/mengawasi perlengkapan dan keamanankerja serta mengevaluasi kebersihan di chemical laboratory.

7. Asisten Teknik

a. Bertugas melakukan kegiatan perbengkelan untuk kelancaran proses pengolahan.

b. Membuat laporan perawatan mesin-mesin dan peralatan kegiatan produksi.

8. Asisten Personalia Kebun

a. Mengawasi pelaksanaan penanaman dan perawatan kebun perusahaan. b. Mengatur Sistem kerja penanaman dan pengambilan hasil kebun. c. Membuat anggaran kebutuhan pembibitan dan penanaman karet. d. Membuat laporan kegiatan di areal lahan karet.

9. Asisten Tanaman

a. Mengawasi kualitas tanaman karet di lahan karet milik perusahaan. b. Menjalankan proses pembibitan karet.

c. Mengatasi permasalahan yang timbul di kebun, misalnya adanya hama yang mengakibatkan kerusakan pada tanaman karet.

10.Asisten Sipil/Traksi dan Alat Berat

a. Mendatangkan alat-alat berat untuk mengangkut hasil Kebun.

b. Mengatur kedatangan alat-alat berat untuk mengangkut produk yang akan di jual.


(34)

2.3.3. Tenaga Kerja dan Jam Kerja

Tenaga kerja yang terdapat di PT. Nusantara III Gunung Para dapat dilihat pada tabel 2.1. di bawah ini :

Tabel 2.1. Situasi Tenaga Kerja di PTP Nusantara III Gunung Para

Uraian

KARYAWAN

Pensiunan Total seluruh Pria

(Orang)

Wanita (Orang)

Jumlah (Orang)

Karyawan

Pimpinan 16 - 16 - 16

Karyawan

Pelaksana 838 114 952 376 1.328

Jumlah 854 114 968 376 1.344

Waktu kerja di PTP Nusantara III Gunung Para terdiri dari dua bagian yaitu waktu kerja karyawan kantor dan waktu kerja karyawan produksi. Adapun pembagian waktu kerja tersebut adalah sebagai berikut:

a. Waktu kerja karyawan kantor Senin-Jumat 08.00-16.00 Sabtu 08.00-12.00 b. Waktu kerja karyawan produksi

Untuk karyawan produksi terbagi atas 3 shift (Senin-Minggu), yaitu: Shift I : 07.30 – 15.00 WIB

Shift II : 15.00 – 22.00 WIB Shift III : 22.00 – 07.30 WIB


(35)

2.3.4. Sistem Pengupahan Dan Fasilitas Lainnya

Sistem Pengupahan karyawan diberikan gaji pokok menurut golongan sesuai dengan skala gaji sebagaimana tercantum dalam lampiran II PKB ini. Bagi karyawan dengan golongan terendah mengacu kepada sekurang – kurangnya 75 % dari upah minimum. Disamping gaji pokok kepada karyawan karyawan diberikan tunjangan tetap sebesar 25 % dari gaji. Besarnya gaji untuk golongan terendah akan disesuaikan sejalan dengan penetapan upah minimum yang berlaku. Apabila perusahaan tidak mampu untuk melaksanakan penyesuaian upah minimum.

Kompensasi atas hasil kerja karyawan diwujudkan dalam bentuk upah dan fasilitas-fasilitas yang menunjang kesejahteraan karyawan. Sistem pengupahan yang berlaku pada perusahaan adalah sebagai berikut :

1 Karyawan musiman dibayar setiap akhir minggu. Besar upah yang diterima adalah sesuai dengan UMR (Upah Minimum Regional).

1. Untuk karyawan tetap ada dua sistem penggajian yaitu :

a. Karyawan tetap harian, gaji dibayarkan sebesar 30 hari kerja dipotong hari kerja yang absen.

b. Karyawan tetap bulanan, gaji dibayarkan setiap bulan pada tanpa potongan hari kerja absen.

Untuk pelayanan kesehatan perusahaan memiliki unit P3K. Apabila penyakit yang diderita tidak dapat ditanggulangi oleh P3K maka karyawan dapat berobat ke rumah sakit yang ditunjuk oleh perusahaan.


(36)

Fasilitas-fasilitas karyawan yang ada dalam PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Gunung Para adalah sebagai berikut :

1. Tempat tinggal (sewa rumah)

Kepada karyawan yang tidak mendapat fasilitas perumahan dari perusahaan diberikan bantuan sewa rumah yang besarnya :

a. 1. 50 % dari Gaji pokok (untuk karyawan Kandir, GPIHK dan PRTRA)

a. 2. 35 % dari gaji pokok (untuk karyawan kebun / unit) b. Air = 15 % dari sewa rumah (untuk semua karyawan) c. Transport = 30 % dari gaji pokok ( khusus karyawan kandir) d. Listrik = 25 % dari sewa rumah (untuk semua karyawan) 2. Jamsostek.

3. Kenderaan dinas.

Selain upah yang diberikan perusahaan juga memperhatikan keselamatan karyawan dalam bentuk jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek). Seluruh pekerja memperoleh jaminan atas keselamatannya selama melaksanakan pekerjaan.

2.4. Proses Produksi

2.4.1. Bahan Yang Digunakan 2.4.1.1. Bahan baku

Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan dalam pembuatan produk dan memiliki persentase yang relatif besar dalam produk dibandingkan dengan bahan-bahan lain. Bahan baku pada produk sheet yang digunakan adalah latex


(37)

2.4.1.2. Bahan Tambahan

Bahan tambahan adalah suatu bahan pelengkap yang ditambahkan ke dalam proses pembuatan produk untuk meningkatkan citra atau mutu produk yang dihasilkan dan merupakan bagian dari produk akhir. Bahan tambahan yang digunakan adalah asam formit/semut dengan konsentrasi 3%-5%, cuka 7.5 kg/ton, amoniak 6.5 kg/ton.

2.4.1.3. Bahan Penolong

Bahan penolong adalah bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk menambah mutu produk. Bahan penolong yang dipakai adalah plastik, dan kardus.

2.4.2. Uraian Proses Produksi

Flow process pabrik Ribbed Smoked Sheet Gunung Para kapasitas 16.800 Kg kering per hari adalah sebagai berikut :


(38)

Gambar 2.2. Skema Pengolahan Ribbed Smoked Sheet Pabrik Gunung Para

Penerimaan Lateks di Pabrik

Lateks yang datang dari kebun-kebun sebelum dimasukkan dalam main bak terlebih dahulu dilakukan pengukuran volume lateks dalam tangki dengan memakai talang ukuran tangki dan kemudian penuangan lateks ke main bak harus disaring menggunakan saringan 20 mesh dan di tampung dalam main bak penampungan yang juga berfungsi untuk tempat pengenceran lateks. Penerimaan

PENERIMAAN LATEX

BAK PENERIMAAN

BAK KOAGULASI

PENGGILINGAN SHEET

PENIRISAN DILORI

KAMAR ASAP

SORTASI

PACKING


(39)

lateks di pabrik harus ditentukan kadar karet keringnya (DRC) dengan menggunakan alat metrolac.

1. Cara menentukan DRC dengan metrolac

Setiap tangki lateks afdeling diambil contoh lateks sebanyak 500 cc, kemudian ditambahkan air sebanyak 1000 cc (perbandingan 1 : 2), aduk perlahan-lahan sampai campuran lateks dengan air merata, lalu dimasukkan kedalam tabung. Busa lateks yang ada di atas permukaan dihilangkan untuk menghindarkan kesalahan baca pada skala metrolac. Kemudian masukkan metrolac kedalam tabung yang berisi contoh lateks, penunjukan skala metrolac pada batas permukaan contoh lateks tersebut dikali tiga kali, maka itulah kadar karet keringnya (DRC). Misalnya metrolac menunjukkan skala ke 7 % maka kadar karet keringnya = 7.3 = 21.

2. Cara lain untuk menentukan DRC (Dry Rubber Counteen)

Untuk mengetahui kadar karet kering selain menggunakan metrolac dapat juga ditentukan dengan cara mencari faktor pengeringannya sebagai berikut :

a. Ambil contoh lateks yang datang ke pabrik sebanyak 200 cc b. Tambahkan asam semut ± 2 cc

c. Diaduk sampai menggumpal ± 1 jam

d. Digiling dengan jumlah penggilingan 8 kali dengan tebal lembaran kira-kira 2.5 mm


(40)

f. Kemudian lembaran karet basah ditimbang dan dicatat berat basahnya lalu dikeringkan di kamar asap, setelah kering ditimbang lagi dan dicatat keringnya.

3. Pengenceran Lateks

Pengenceran lateks dilakukan sampai kadar karet bakunya 15 %. Tujuan pengenceran adalah sebagai berikut :

a. Untuk melunakkan bekuan, sehingga tenaga giling tidak terlalu besar. b. Untuk memudahkan penghilangan gelembung udara.

c. Untuk memudahkan pencampuran asam semut.

Selama pengenceran lateks di main bak harus dilakukan pengadukan dengan suatu alat yang dinamakan agitator agar pencampuran lateks dengan air merata atau homogen.

Pembekuan/Koagulasi

Setelah lateks diencerkan sampai 15 % kemudian dialirkan melalui gutther (talang) dan dimasukkan kedalam bak pembekuan setelah terlebih dahulu melewati saringan 60 mesh. Setelah permukaan lateks mencapai ketinggian tertentu, aliran lateks dihentikan dan pindah ke bak berikutnya. Busa yang terbentuk pada permukaan lateks harus diambil dengan alat serok, atau saringan 60 mesh.

Tambahan asam formit/semut 500 cc-600 cc dengan konsentrasi 3 %-5 % bak pembekuan, waktu pembekuan 6-8 jam. Selama penuangan asam semut harus diikuti dengan pengadukan dari belakang sebanyak 14-16 kali. Sebelum dituangkan asam semut tersebut harus diencerkan terlebih dahulu menjadi


(41)

konsentrasi 3 %-5 % dengan cara menambahkan air 9 liter. Busa yang terbentuk setelah pengadukan diambil lagi dengan serok busa dari alumunium.

Pemasangan sekat (sisir) di mulai dari tengah kemudian kedua bagian yang terbentuk dibagi dua lagi dan seterusnya, untuk mengurangi gelembung- gelembung yang melekat pada sekat-sekat maka sekat ini harus dibasahi terlebih dahulu dengan air.

Penggilingan

Penggilingan koagulum dilakukan dengan gilingan sheet yang konstruksinya terdiri dari 6 buah rol yang disebut “six in one” gilingan rol 1 sampai dengan 5 rolnya licin (tidak berbunga) sedangkan gilingan rolnya terakhir atau finisher rolnya diberi berbunga (grooving). Tujuan diberi bunga adalah agar lebih mudah dalam pengeringan dan tidak lengket bila ditumpuk, masing-masing rol gilingan dilengkapi dengan saluran air pelican, di depan gilingan terakhir dibuat bak air empat persegi, untuk pencucian terakhir lembaran sheet.

Adapun tujuan penggilingan yaitu : 1. Mengeluarkan kandungan air dari koagulum

2. Menghilangkan/membuang lendir dan serum yang terdapat di permukaan lembaran

3. Menipiskan koagulum menjadi lembaran sheet setebal 2-4 mm.

Pengenceran

Untuk menentukan pengenceran yang standart di pabrik karet yaitu 13 %-15 % dengan isi lateks dalam bak pembekuan 600 liter dengan beratnya lateks kering 90 kg.k.


(42)

Terlebih dahulu kita mengetahui yaitu : Panjang bak = 3 m

Lebar bak = 0,72 m Tinggi bak = 0,39 m

Maka untuk mencari ketinggian lateks pengenceran, lateks dalam bak pembekuan terlebih dahulu kita mencari bak pembekuan 1 cm maka kita gunakan dalam meter yaitu 1 cm = 0,01 m maka didapat yaitu :

Panjang bak = 3 m Lebar bak = 0.72 Tinggi bak = 0.1 m

Maka didapatlah tinggi air dalam 0,01 m yaitu : Ap = P x L x T

= 3 m x 0.72 m x 0,01 m = 0.0216 x 1000

= 21.6 air/cm

Pengeringan dan Pengasapan

Tujuan pengeringan adalah untuk menurunkan kadar air sehingga di dapat sheet yang kering, agar kondisi mutu dapat dipertahankan selama penyimpanan dan pengangkutan. Sedangkan fungsi asap adalah untuk memberikan warna coklat terang pada sheet dan untuk mencegah pertumbuhan spora/jamur.

Cara pengeringan dan pengasapan dilakukan dengan menggantungkan sheet di atas gantar-gantar bambu/kayu, laori dengan kapasitas lebih kurang 504 lembar/lori. Sebelum lori-lori yang berisi sheet dimasukkan ke kamar pengeringan


(43)

terlebih dahulu dibiarkan atau ditiriskan di luar selama 2 jam atau lebih supaya air yang terdapat di permukaan lembaran sheet jatuh ke bawah sheet untuk menghindarkan kelembaban yang tinggi di dalam kamar pengeringan, setelah pengasapan selama satu malam lori-lori tersebut di keluarkan dan dilakukan penyambretan, selama pengeringan 4-5 hari.

a. Pengaturan suhu di dalam kamar asap

a. Hari I suhu 40-450 Ventilasi terbuka penuh b. Hari II suhu 40-550 Ventilasi setengah terbuka c. Hari III suhu 55-600 Ventilasi seperempat terbuka d. Hari IV suhu 60-650 Ventilasi tertutup

e. Hari V suhu 650 Ventilasi tertutup b. Spesifikasi kamar asap

a. Type : subur kamar Jumlah kamar : 8 kamar Kapasitas kamar : 6 lori/kamar b. Type : airwood Jumlah kamar : 6 kamar Kapasitas kamar : 12 lori/kamar

Pengepresan

Pengepresan dilakukan pada mesin press hidrolik, pada setiap sisi dipasang cantelan atau gelengan dari besi yang berfungsi untuk menahan lembaran sheet yang di press setelah terpenuhi dengan ukuran :


(44)

1. Panjang : 55 cm – 57 cm 2. Lebar : 50 cm –56 cm 3. Tinggi : 40 cm - 47 cm

Setelah pengepresan cantelan (gelangan) besi jangan dibuka, biarkan sheet berada dalam peti press selama satu malam, keesokan harinya baru di buka cantelan (gelangan) besinya.

Pengepakan

Pembungkusan dilakukan dengan menusuk-nusuk lembaran pembungkus dengan alat tusuk dari baja yang runcing, sehingga pembungkusan benar-benar melekat. Setelah selesai pembungkusan, ball tersebut di kapur.

2.4.3. Mesin dan Peralatan 2.4.3.1. Mesin Produksi

Pada PT. Nusantara III Gunung Para mesin-mesin yang digunakan untuk proses pengolahan sheet adalah sebagai berikut:

1. Mesin Sheeter

Mesin Sheeter berfungsi mengiling koagulum dari bak koagulasi menjadi lembaran Sheet dengan tebal 3 mm.

Merk : Lindeteves Kapasitas : 500 kg / jam


(45)

2. Balling Press

Balling Press berfungsi untuk memadatkan lembaran sheet menjadi bentuk bandela seberat 33. ⅓ Kg dan ball 113 kg (lose ball).

Merk : Lindeteves Kapasitas : 1000 kg / jam

3. Mesin Agigator

Mesin Agigator berfungsi untuk menghomogenkan air dengan lateks murni (karet alam).

Merk : Crompton Parkinson Rpm : 1420

Agar proses produksi tidak terganggu, maka perawatan mesin harus dilakukan secara rutin yang ditanggungjawabi oleh Kepala Dinas Teknik. Di Kebun PTP. Nusantara III Kebun Gunung Para perawatan mesin ini terdiri dari perawatan terencana dan perawatan tidak terencana.

1. Perawatan Terencana

Perawatan terencana dilakukan setiap hari dengan mengecek mesin-mesin. Selain itu setelah satu minggu digunakan, pada hari Minggu juga dilakukan perawatan dengan memberi minyak dan mengganti bagian-bagian mesin yang telah aus. Perawatan mesin seperti ini biasa pula disebut sebagai pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya gangguan proses produksi.


(46)

Perawatan tidak terencana dilakukan jika terjadi gangguan mesin produksi pada saat mesin sedang berproduksi. Hal seperti ini sangat dihindari karena dapat mengganggu jalannya produksi.

2.4.3.2. Peralatan

Pada PT. Nusantara III Gunung Para peralatan yang digunakan untuk proses pengolahan sheet adalah sebagai berikut :

1. Bak Penerimaan

Bak penerimaan berfungsi tempat penerimaan latex dari lapangan sekaligus proses pengenceran latex menjadi DRC 13-15 %.

2. Bak Koagulasi

Bak koagulasi berfungsi sebagai tempat latex yang telah diencerkan untuk pembekuan dengan Formic acid 7.5-9.00 kg/ton kering dengan kapasitas bak 650 liter/bak.

Panjang : 3 meter Lebar : 0.72 meter Tinggi : 0.39 meter Isi : 650 liter Penyekat : 74 buah Banyak lembaran : 75 lembar Jumlah bak : 80 buah Jarak antara sekat : 10 cm


(47)

3. Lori sheet

Lori sheet berfungsi tempat penjemuran sheet/pengeringan sheet sebelum masuk kamar Asap kapasitas Lori sheet = 456 lembar.

a. Tempat kayu kilas terbuat dari kayu Satu baris terbuat dari : 42 batang Satu batang terdiri dari : 3 lembar Banyaknya tingkatannya ada: 4 tingkatan Satu lembar beratnya ada : 4 tingkat Satu lembar beratnya :1,2 kg

Berat sheet 1 lori 42 x 3 x 4 x 1.2 = 662.4 kg Banyaknya lembaran sheet 42 x 3 x 4 = 504 lembar b. Tempat kayu kilas terbuat dari besi

Satu baris terbuat dari : 46 batang Satu batang terdiri dari : 3 lembar Banyaknya tingkatannya ada: 4 tingkatan Satu lembar beratnya ada : 4 tingkat Satu lembar beratnya :1,2 kg

Berat sheet 1 lori 46 x 3 x 4 x 1.2 = 662.4 kg Banyaknya lembaran sheet 46 x 3 x 4 = 552 lembar 4. Kamar Asap

Kamar asap berfungsi untuk mengeringkan sekaligus membentuk warna sheet selama 5 hari temperatur 45-65 ºC, kapasiatas kamar asap = 3000 kg/kamar, dengan tahapan temperatur :


(48)

Hari Pertama : 40-45 ºC Hari kedua : 45-50 ºC Hari Ketiga : 50-55 ºC Hari Keempat : 55-60 ºC Hari Kelima : 60-65 ºC Kamar asap subur

Jumlah kamar : 8 kamar Kapasitas kamar : 6 lori/kamar

Kamar asap air wood

Jumlah kamar : 6 kamar Kapasitas kamar : 12 lori/kamar 5. Ruangan Sortasi

Ruangan sortasi berfungsi menyortir lembaran sheet untuk memperoleh mutu RSS-I, RSS-II, RSS-III, dan cutting. Dimana RSS-I adalah harus bebas dari segala kotoran dan gelembung-gelembung, karet cukup kering, bebas jamur, dan elastisitas cukup baik tidak melekat. RSS-II adalah harus bebas dari segala kotoran, gelembung-gelembung yang sangat halus serta terpencar-pencar masih dibenarkan, sedangkan syarat lain sama dengan mutu RSS-I. RSS-III adalah dibenarkan sedikit kotoran serta gelembung-gelembung yaitu gelembung-gelembung-gelembung-gelembung halus merata dan gelembung-gelembung besar yang menumpuk terpencar-pencar, bekas-bekas jamur yang telah dibersihkan, serta lembaran yang koyak dapat dibenarkan. Sedangkan


(49)

cutting adalah bekas-bekas potongan kecil dari lembaran sheet sewaktu pensortiran, ukuran cutting maximal 15 cm persegi.

6. Packing

Packing lose ball menjadi 113 kg/ball dan untuk bentuk pallet 1200 kg/ pallet.

7. Gudang Produksi

Untuk menyimpan produksi siap ekspor.

Sarana pendukung pada Kebun PT. Nusantara III Kebun Gunung Para antara lain :

b. Listrik

Energi listrik diperoleh dari PLN dan jika listrik padam digunakan genset untuk menggerakkan mesin-mesin.

c. Air

Air yang digunakan oleh Kebun PTP. Nusantara III Kebun Gunung Para berasal dari PDAM Tirtanadi Medan.


(50)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Temperatur

Temperatur adalah ukuran panas-dinginnya dari suatu benda. Panas-dinginnya suatu benda berkaitan dengan energi termis yang terkandung dalam benda tersebut. Makin besar energi termisnya, makin besar temperaturnya.

3.2. Karet 1

Dibalik peluang yang sangat besar tersebut, tuntutan terhadap bahan baku yang bermutu merupakan suatu tantangan yang besar bagi Indonesia. Mutu bahan baku karet yang diekspor ke luar negeri sangat ditentukan oleh penanganan bahan olah karet di tingkat petani. Semenjak Indonesia dikenalkan dengan produk crumb Indonesia merupakan negara penghasil dan pengekspor karet alam urutan ke 2 (dua) di dunia setelah Thailand. Meskipun produksi karet Indonesia masih dibawah Thailand namun dari sisi luasan Indonesia menduduki areal karet terluas di dunia. Kenyataan ini menunjukkan bahwa tingkat produktivitas karet Indonesia per satuan luas masih dibawah tingkat produktivitas di negara lain (Thailand dan Malaysia). Namun demikian peluang ekspor karet alam Indonesia ke depan masih tetap cerah bahkan Indonesia dapat menjadi negara pemasok karet utama mengingat 2 pemasok utama lainnya (Thailand dan Malaysia) sudah tidak mampu lagi meningkatkan produksinya karena keterbatasan lahan pengembangan.


(51)

rubber dengan SIR (Standar Indonesian Rubber), mutu bahan olah karet yang dipersiapkan oleh petani semakin merosot. Bentuk sit angin yang pada mulanya dikenal masyarakat dan menjadi produk utama yang dihasilkan petani karet sedikit demi sedikit berubah dan diganti dengan bentuk slab terutama di sentra karet di wilayah Sumatera.

Dalam bentuk slab tersebut sering terjadi manipulasi bobot bahan olah karet (dengan cara mencampur bokar dengan bahan ikutan lainnya yang mengakibatkan mutu slab menjadi rendah dan inefisiensi dalam proses serta transportasi. Pencampuran ini untuk mendapatkan tambahan berat timbangan dengan cara yang tidak wajar. Kondisi mutu bokar yang buruk ini dimanfaatkan oleh pedagang perantara untuk mendapatkan keuntungan melalui tekanan harga kepada petani.

Akhir-akhir ini dibeberapa propinsi di Sumatera ditemukan pencampuran bokar dengan bahan karet mati (vulkanisat), antara lain di propinsi Sumatera Selatan dan Jambi. Dampak dari pencemaran karet vulkanisat adalah ditolaknya ekspor karet Sumatera oleh konsumen luar negeri yang pada akhirnya dapat merusak struktur perekonomian rakyat khususnya petani karet. Agar kasus ini tidak terulang, perlu ada upaya berupa pembinaan kepada petani untuk menghasilkan bahan olah karet yang baik. Untuk itulah maka perlu disusun Pedoman Pasca Panen Karet yang baik dan benar.

Lateks adalah hasil/produk tanaman karet yang diambil melalui penyadapan untuk diolah selanjutnya menjadi bahan olah karet. Penyadapan adalah suatu tindakan pembukaan pembuluh lateks, agar lateks yang terdapat di


(52)

dalam tanaman karet dapat keluar. Bahan Olah Karet (Bokar) adalah lateks kebun dan koagulum lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet (Hevea Brasiliensis M). Koagulum adalah lateks yang menggumpal baik secara alami ataupun digumpalkan dengan zat penggumpal seperti asam format/semut dll. Lump adalah gumpalan karet dari dalam mangkok sadap atau penampung lain yang diproses dengan cara penggumpalan dengan asam semut atau bahan penggumpal lain atau penggumpalan alami. Slab adalah gumpalan yang berasal dari lateks kebun yang sengaja digumpalkan dengan asam semut atau bahan penggumpal lain atau dari lump mangkok segar yang direkatkan dengan atau tanpa lateks. Sit angin adalah lembaran sit tipis yang berasal dari gumpalan lateks kebun yang digumpalkan dengan menggunakan asam semut atau bahan penggumpal lain, dikeluarkan serumnya dengan cara penggilingan dan dikeringkan dengan penganginan. Sit asap adalah lembaran sit tipis yang berasal dari gumpalan lateks kebun yang digumpalkan dengan menggunakan asam semut atau bahan penggumpal lain, dikeluarkan serumnya dengan cara penggilingan dan dikeringkan dengan cara pengasapan. Kadar Karet Kering (KKK) adalah kandungan padatan karet per satuan berat (%). Kadar Jumlah Padatan (KJP) adalah kandungan padatan karet dan bukan karet selain air.

Plastisitas Nol (Po) adalah plastisitas awal, yaitu nilai plastisitas karet sebelum dipanaskan, Plasticity Retention Index (PRI) adalah indeks ketahanan plastisitas, Viscosity of Rubber (V

R) adalah viscositas dari karet


(53)

3.2.1. Lateks Kebun

Lateks kebun yang bermutu baik merupakan syarat utama untuk mendapatkan hasil bokar yang baik. Untuk dapat mencapai hasil karet yang bermutu tinggi, maka kebersihan dalam bekerja merupakan syarat paling utama yang harus diperhatikan seperti seperti kebersihan peralatan-peralatan yang digunakan dan kemungkinan terjadinya pengotoran lateks oleh kotoran-kotoran. Penurunan mutu biasanya terjadi disebabkan oleh proses prakoagulasi. Prakoagulasi akan menjadi masalah dalam proses pengolahan sit asap atau sit angin dan krep (crepe), sedangkan dalam pengolahan karet remah tidak menjadi masalah.

Prakoagulasi pada lateks dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah aktivitas mikroorganisme, aktivitas enzim, iklim, budidaya tanaman dan jenis klon, pengangkutan, serta adanya kontaminasi kotoran dari luar. Untuk mencegah terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Alat-alat penyadapan dan pengangkutan harus senantiasa bersih dan tahan karat, lateks harus segera diangkut ke tempat pengolahan tanpa banyak goncangan, lateks tidak boleh terkena sinar matahari langsung,dan dapat menggunakan anti koagulan seperti amonia (NH

3) atau natrium sulfit (Na2SO3).

Dalam Penanganan lateks kebun agar melakukan hal-hal sebagai berikut :

Pembersihan Bidang Sadap

Sebelum penyadapan dimulai, bagian kulit pohon yang akan disadap hendaknya dibersihkan dahulu. Jika penyadapan dilakukan tiap dua hari sekali pekerjaan membersihkan ini dapat dilakukan seperlunya saja.


(54)

Pengumpulan lateks

Pengumpulan lateks di kebun pada umumnya dilakukan 4-5 jam setelah penyadapan pertama. Lateks dalam mangkuk sadap dituangkan ke dalam ember atau bedeng dan sisa lateks dibersihkan dengan menggunakan sudip. Sudip terbuat dari kayu yang dibungkus dengan selembar karet ban dalam. Bentuk sudip dibuat sedemikian rupa sehingga dengan sekali gerak sisa lateks dalam mangkuk tersapu bersih. Sudip harus dibersihkan dan diperiksa secara teratur serta harus diperbaharui pada waktu tertentu.

Ember-ember pengumpul lateks yang terbaik ialah ember-ember yang dibuat dari aluminium atau bejana-bejana yang dilapisi timah putih dan memakai tutup. Ember-ember dari email lebih murah tapi lebih cepat aus. Untuk mencegah bergoncangnya lateks dalam ember kadang-kadang para penyadap meletakkan daun-daun di atas permukaan lateks. Hal ini tidak diperbolehkan karena lateks akan tercemar. Penggunaan drum besi bekas untuk pengumpulan lateks tidak diperkenankan. meskipun drum tersebut setiap pemakaiannya selalu dicuci. Ember/wadah pengumpul lateks agar dihindarkan dari sinar matahari, karena suhu yang tinggi mempercepat terjadinya prakoagulasi.

Pengawetan lateks

Salah satu bentuk bahan olah karet adalah lateks cair, yang akan diproduksi menjadi bentuk lateks pekat sebagai bahan baku industri. Untuk mendapatkan lateks tetap cair sampai di tempat pengolahan lateks pekat, lateks kebun perlu diawetkan karena lateks kebun akan menggumpal dalam beberapa jam setelah dikumpulkan. Waktu yang diperlukan untuk pengumpalan alami ini


(55)

bergantung pada suhu sekitarnya dan kemantapan lateks itu sendiri. Penggumpalan alami atau spontan disebabkan oleh timbulnya asam-asam akibat terurainya bahan bukan karet yang ada dalam lateks oleh mikroorganisme. Selain itu juga timbulnya anion dari asam lemak hasil hidrolisis lipid yang ada dalam lateks. Anion asam lemak ini sebagian akan bereaksi dengan ion magnesium dan kalsium yang ada di dalam lateks membentuk sabun yang tidak larut, keduanya menghasilkan penggumpalan.

Secara ideal bahan pengawet lateks mempunyai persyaratan sebagai berikut : Dapat membunuh mikroorganisme atau setidaknya dapat menekan keaktifan dan perkembangannya, menaikkan pH lateks atau bereaksi alkali, dapat menjadikan logam dalam lateks khususnya ion logam berat tidak aktif, tidak beracun bagi manusia dan lateks yang diperoleh, tidak memberikan warna pada lateks atau film dari lateks tersebut, tidak memberikan bau, tidak mengganggu proses lateks selanjutnya, harga relatif murah serta mudah penanganannya.

Sampai saat ini amoniak merupakan pengawet lateks yang masih digunakan dan dipilih sebagai pengawet baku. Amoniak dapat diperoleh dalam dua bentuk, yaitu gas atau larutan 20%. Untuk kebutuhan dalam jumlah sedikit, umumnya digunakan larutan amonia 2,5 % per liter lateks. Kelemahan penggunaan amoniak adalah mudah menguap, sehingga bila dibiarkan terbuka akan cepat menurun kadarnya dan pada proses penggumpalan diperlukan asam format (semut) yang lebih banyak.

Selain itu, untuk pengawetan lateks dapat juga digunakan Natrium sulfit. Natrium sulfit diperdagangkan dalam bentuk serbuk putih berkadar 90% - 98%.


(56)

Natrium sulfit bersifat higroskopis dan mudah teroksidasi oleh udara. Oleh karena itu bahan ini harus disimpan dalam botol tertutup rapat serta diletakkan di tempat kering dan dingin. Dosis pemakaiannya adalah 5 ml - 10 ml larutan Na

2S03 10%

untuk setiap liter lateks. Amonia atau natrium sulfit sedapat mungkin ditambahkan ke dalam mangkuk lateks, semakin cepat akan semakin baik. \

Pengangkutan lateks

Pada umumnya ember-ember atau wadah lateks diangkut ke tempat penerimaan lateks dengan jalan dipikul kemudian ember-ember tersebut diangkut ke tempat pembekuan dengan menggunakan truk. Cara ini tidak cukup ekonomis dan dapat mempercepat terjadinya prakoagulasi. Cara yang lebih ekonomis adalah lateks kebun yang sudah dibubuhi amoniak dituangkan melalui tabung atau pipa ke dalam tangki pengangkut. Tangki dilengkapi dengan penyaring 40 mesh yang ukurannya sesuai lubang masuk. Tangki pengangkut diletakkan dalam truk. Selain tangki pengangkut lateks, prakoagulump dan skrep yang telah terkumpul kemudian dimasukkan ke dalam suatu tempat lalu diangkut menuju pabrik.

Lateks yang telah dibubuhi amoniak bereaksi alkalis tidak diperbolehkan kontak dengan benda yang terbuat dari tembaga, kuningan, seng dan sebagainya karena latek beramoniak akan bereaksi dengan logam tersebut. Penyaring lateks juga sebaiknya terbuat dari baja tahan karat. Tangki lateks terbuat dari besi lunak (mild steel) dan dianjurkan dilapisi dengan lilin untuk mengurangi melekatnya lateks pada sisi-sisi dan alas tangki. Dengan pelapisan lilin juga memudahkan pembersihkan karena film karet yang melekat dapat dikuliti dengan mudah


(57)

Lump mangkuk adalah lateks kebun yang dibiarkan membeku secara alamiah dalam mangkuk. Pada musim penghujan, untuk mempercepat proses pembekuan lateks ditambahkan asam format/semut atau pembeku asap cair ke dalam mangkuk.

Keuntungan pembuatan lump mangkuk : 1) Tenaga kerja relatif lebih sedikit; 2) Tidak ada resiko prakoagulasi; 3) Penanganannya mudah dan praktis.

Kerugian pembuatan lump mangkuk, diantaranya:

Masih ada kemungkinan terjadi manipulasi berat yang dilakukan dengan jalan menambahkan bahan-bahan non-karet.

Teknik pengukuran KKK yang akurat tidak mudah, karena tingkat kebersihan dan pemeraman lump mangkuk yang beraneka ragam.

1) Terjadi penurunan mutu terutama nilai PRI dan laju vulkanisasi akibat penyimpanan yang tidak memenuhi syarat.

2) Tidak dapat dihasilkan karet remah dengan mutu prima.

Lump Bambu

Salah satu alternatif perbaikan mutu bokar yang dapat dikembangkan di tingkat petani adalah sistim pembekuan lateks dengan menggunakan tabung bambu dengan penambahan asam format/semut secara simultan. Bekuan yang dihasilkan disebut lump bambu. Keunggulan Lump bambu :

1) Bermutu tinggi (nilai Po, PRI, VR tinggi), 2) Resiko terkontaminasi lebih kecil


(58)

3) Penanganannya lebih praktis dan hemat waktu.

Slab/Lump (Asap Cair)

Slab/lump asap cair adalah slab/lump yang menggunakan pembeku asap cair. Pembeku asap cair ini ditemukan oleh Balai Penelitian Sembawa. Selain berfungsi sebagai pembeku lateks, asap cair ini dapat berfungsi mencegah dan menutup bau busuk bekuan, mempertahankan nilai Po dan PRI, memberikan bau asap khas dan warna cokelat. Karet remah yang dihasilkan mempunyai mutu spesifikasi teknis, sifat fisik vulkanisat dan karakteristik vulkanisasi setara dengan pembeku asam format (semut) dan bahkan lebih baik.

Tahapan pembekuan dengan menggunakan asap cair adalah sebagai berikut:

1) Pengenceran larutan murni asap cair sesuai dengan aturan yang disarankan.

2) Siapkan tempat /wadah kosong yang bersih untuk tempat pembekuan dan kemudian diisi lateks.

3) Kedalam lateks tersebut ditambahkan pembeku asap cair yang telah diencerkan sesuai dengan yang disarankan

4) Campuran lateks tersebut diaduk dan dibiarkan membeku menjadi slab/lump

5) Hasil yang diperoleh disimpan ditempat kering dan bersih.

Slab Tipis

Slab tipis dibuat dari lateks atau campuran lateks dengan lump mangkuk yang dibekukan dengan asam format/semut di dalam bak pembeku yang berukuran 60 cm x 40 cm x 6 cm, tanpa perlakuan penggilingan.


(59)

Proses pembuatan slab tipis dengan menggunakan bahan lump mangkok sebagai berikut:

1) Masukkan dan susun lump mangkuk secara merata di dalam bak pembeku. 2) Tambahkan larutan asam format/semut 1% ke dalam lateks kebun, dengan

dosis 100 - 110 ml per liter lateks, kemudian diaduk.

3) Tuangkan campuran lateks dan pembeku tersebut ke dalam bak pembeku yang telah diisi lump mangkuk.

4) Biarkan sekitar 1-2 jam, lalu bekuan diangkat dan disimpan di atas rak di dalam tempat yang teduh.

Masalah yang dihadapi dalam pengolahan karet Ribbed Smoked Sheet/RSS secara konvensional saat ini adalah: pembekuan memerlukan asam formiat (semut) yang harganya cukup mahal; proses pengasapan dan pengeringan menggunakan kayu yang dibakar dalam jumlah banyak yaitu 4 m3 per ton karet kering; dan memerlukan waktu pengolahan selama 5-6 hari. Proses pengasapan dan pengeringan dengan membakar kayu akan menimbulkan pencemaran udara di sekeliling/lingkungan dan bahaya kebakaran. Hal ini akan menimbulkan polusi udara yang banyak dengan terbentuknya asap dan gas CO, CO2, dan lain-lain, yang dilepas ke udara bebas dan dapat merusak ozon.

pabrik karet remah PT Badja Baru Palembang telah menghasilkan asap cair yang dibuat dari limbah cangkang sawit yang dapat mengatasi masalah tersebut di atas. Asap cair tersebut mengandung senyawa-senyawa yang dapat membekukan lateks, mengawetkan sit dan mempercepat pengeringan. Kelebihan pengolahan


(60)

RSS dengan asap cair dibandingkan dengan cara konvensional adalah tidak diperlukan asam formiat (semut) sebagai pembeku, konsentrasi asap cair sebagai pembeku dan pengawet dapat dikendalikan, dan waktu pengolahan hanya 2 hari.

Aplikasi asap cair dalam pengolahan RSS dengan skala pabrik dapat berfungsi sebagai pembeku dan pengawet dalam pengolahan RSS. Pembekuan sempurna terjadi dalam waktu 5 menit, dan pengeringan sit hanya memerlukan waktu selama 36 jam dan menghemat kayu bakar sebanyak 2,45 m3 per ton karet kering dibandingkan dengan pengolahan RSS secara normal. Hal ini akan banyak mengurangi pencemaran udara akibat pembakaran kayu, biaya pengolahan lebih efisien dan proses pengolahan lebih cepat dari 5-6 hari menjadi 2 hari. Mutu spesifikasi teknis, karakteristik vulkanisasi dan sifat fisik vulkanisat dari karet RSS yang dibekukan dan diawetkan dengan asap cair adalah setara dengan yang diproses secara konvensional.

Pertumbuhan konsumsi karet alam dunia pada tahun 2000 menunjukkan trend yang melambat, demikian pula untuk tahun 2001 dan 2002. Pergerakan konsumsi karet alam di negara-negara konsumen utama bervariasi. Pada tahun 2000 di Amerika Serikat dan Inggris mengalami pertumbuhan negatif, masing-masing sebesar 1,3% dan 0,8% per bulan. Sementara itu, konsumsi di Jerman dan Jepang pada tahun yang sama meningkat sebesar 2,9% dan 5,5% per bulan. Sedangkan pertumbuhan konsumsi di Perancis mengalami penurunan sebesar 2,9% per bulan.


(61)

3.3. Defenisi Disain Eksperimen 2

2

Disain dan analisis eksperimen, edisi kedua, Sudjana halaman 7

Disain eksperimen yaitu suatu rancangan percobaan (dengan tiap langkah tindakan y betul-betul terdefenisikan) sedemikian sehingga informasi yang berhubungan atau diperlukan untuk persoalan yang sedang diteliti dapat dikumpulkan. Atau dengan kata lain desain eksperimen merupakan langkah-langkah lengkap yang perlu diamati jauh sebelum eksperimen dilakukan agar data yang semestinya diperlukan dapat diperoleh sehingga akan membawa kepada analisa objektif dan kesimpulan yang berlaku untuk persoalan yang sedang dibahas.

Untuk memahami desain eksperimen yang akan diuraikan selanjutnya, maka perlu dimengerti prinsip-prinsip dasar yang lazim digunakan dan dikenal. Prinsip-prinsip tersebut ialah : replikasi, pengacakan, kontrol lokal, dan efek interaksi.

3.3.1. Replikasi.

Dengan replikasi disini diartikan sebagai pengulangan eksperimen dasar. Dalam kenyataannya replikasi ini diperlukan oleh karena dapat :

Memberikan taksiran kekeliruan eksperimen yang dapat dipakai untuk menentukan panjang interval konfidens (selang kepercayaan) atau dapat digunakan sebagai ‘satuan dasar pengukuran’ untuk menetapkan taraf signifikan dari perbedaan-perbedan yang diamati.


(62)

Memungkinkan untuk memperoleh taksiran yang lebih baik mengenai efek rata-rata daripada sesuatu faktor.

3

Keragaman bahan, alat, media dan lingkungan percobaan. Jika bahan, alat, media dan lingkungan percobaan makin heterogen, maka jumlah r yang diperlukan makin besar dan sebaliknya jika bahan, alat, media dan lingkungan percobaan makin homogen. Sebagai contoh, jika bahan-bahan yang digunakan telah terdeskripsi secara jelas seperti pupuk buatan, petisida dan benih-benih varietas unggul, maka tidak diperlukan r yang besar, tetapi jika bahan-bahan yang digunakan merupakan bahan-bahan alami, seperti pupuk kandang, pupuk alami dan benih-benih local, maka perlu r yang cukup besar agar galat yang diperoleh tidak terlalu besar. Biaya penelitian yang tersedia, karena bagaimanapun juga, biaya merupakan faktor penentu dalam peneltian, jika biaya yang diperlukan Sebagai suatu patokan, jumlah ulangan dianggap telah cukup baik bila memenuhi persamaan berikut :

(t-1) (r-1) ≥ 15

Dimana t = jumlah perlakuan r = jumlah ulangan

Persamaan ini bukanlah suatu patokan yang baku, karena jumlah r yang diperlukan dalam suatu percobaan dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu:

Derajat ketelitian , makin tinggi derajat ketelitian yang diinginkan dari percobaan akan makin besar pula jumlah r yang diperlukan , dan sebaliknya jika derajat ketelitian yang diperlukan makin rendah.


(63)

untuk suatu percobaan cukup besar, maka jumlah r dapat diperkecil dan sebaliknya jika biaya percobaan tidak terlalu besar.

Meskipun tergantung pada 3 hal diatas, secara umum dapat dikemukakan bahwa jumlah r ulangan dapat dibuat sekecil mungkin selagi hasil percobaan yang dilakukan masih dapat dipertanggung jawabkannkebenarannya. Atas dasar hal ini, umumnya jumlah ulangan r = 4 (empat) di lapangan dan r = 3 (tiga) di rumah kaca/laboratorium dianggap dapat mewakili ketiga hal di atas.

Ulangan ini berfungsi untuk menghasilkan suatu estimasi tentang galat dan menghasilkan ukuran pengaruh perlakuan-perlakuan yang lebih tepat terhadap hasil percobaan.

3.3.2. Pengacakan. 4

4

Disain dan analisis eksperimen, edisi kedua, Sudjana halaman 10

Adanya asumsi bahwa pengamatan berdistribusi secara independen, akan sukar dipenuhi, akan tetapi dengan jalan berpedoman pada prinsip sampel acak yang diambil dari sebuah populasi atau berpedoman pada perlakuan acak terhadap unit eksperimen, maka pengujian dapat dijalankan seolah-olah asumsi yang diambil telah terpenuhi. Dengan kata lain, pengacakan menyebabkan pengujian menjadi berlaku yang menyebabkan pula memungkinkannya data dianalisis, dengan anggapan seolah-olah asumsi tentang independen dipenuhi. Pengacakan juga memperkecil korelasi antar pengamatan dan antar kekeliruan, selain itu juga sebagai suatu cara untuk menghilangkan bias.


(64)

Seorang analisis akan menentukan persentase adanya zat gula di dalam macam-macam kentang. Untuk ini ia mengambil sebuah sampel dari setiap macam kentang dan lalu ditentukan adanya zat tersebut dengan menggunakan metode A, Kemudian ia melakukan penentuan zat itu dengan metode B. urutan penggunaan metode A dan lalu metode B dalam penentuan zat tersebut dilakukan beberapa kali terhadap sampel yang berbeda-beda. Dalam hal ini, setiap perbandingan yang dilakukan antara metode A dan B akan bias ke arah B karena bisa terjadi adanya pengaruh A terhadap B dalam penggunaannya: jadi b telah “belajar” daripada A bias ini akan diperkecil jika dilakukan pengacakan mengenai penggunaan metode terhadap obyek sampel. Jadi, secara acak ditentukan metode mana yang hars digunakan lebih dahulu terhadap unit eksperimen dan tidak secara berurutan A lalu B. Pengacakan dalam hal ini, misalnya dapat melakukan undian dengan sebuah mata uang.

Di samping kedua alasan penting yang dikemukakan diatas tentang faedah melakukan pengacakan, masih ada lagi sebuah, sehubungan dengan pengambilan sampel. Kita tahu bahwa derajat atau tingkat dapat dipercayanya mengenai kebenaran kesimpulan sangatlah penting dan ini diukur dengan peluang. Pengukuran ini dimungkinkan oleh adanya pengacakan. Dengan kata-kata lain, jika pengacakan tidak digunakan, maka setiap kesimpulan yang disebut bersifat bias dan tidak dapat didukung oleh pengertian peluang sebagaimana mestinya.


(65)

3.3.3. Kontrol Lokal.

Kontrol lokal merupakan sebagian daripada keseluruhan prinsip desain yang harus dilaksanakan. Biasanya merupakan langkah-langkah yang berbentuk penyeimbangan, pemblokan, dan pengelompokan unit-unit eksperimen yang digunakan dalam desain. Kontrol lokal menyebabkan desain lebih efisien, yaitu menghasilkan prosedur pengujian dengan kuasa yang lebih tinggi.

Pengelompokan dapat diartikan sebagai penempatan sekelompok unit eksperimen yang homogen ke dalam kelompok-kelompok agar kelompok yang berbeda memungkinkan untuk mendapatkan perlakuan yang berbeda pula. Pemblokan berarti pengalokasian unit-unit eksperimen ke dalam blok sedemikian sehingga unit-unit dalam blok secara relatif bersifat homogen sedangkan sebagian besar dari variasi yang dapat diperkirakan di antara unit-unit telah baur dengan blok. Penyeimbangan diartikan usaha memperoleh unit-unit eksperimen, usaha pengelompokan, pemblokan, dan penggunaan perlakuan terhadap unit-unit eksperimen sedemikian sehingga dihasilkan suatu konfigurasi atau formasi yang seimbang.

3.3.4. Efek dan Interaksi

Dalam banyak penelitian, kita sering terlihat dengan lebih dari satu macam variabel bebas yang memberikan efek, pengaruh atau akibat pada variabel tak bebas atau variabel respon yang hasilnya ingin diketahui. Bias juga kita berhadapan dengan variabel respon yang nilainya berubah-ubah dikarenakan efek variabel bebas dengan nilai yang berubah-ubah pula. Untuk keperluan disain,


(66)

variabel bebas akan dinamakan factor dan nilai-nilai atau klasifikasi-klasifikasi daripada sebuah factor dinamakan taraf faktor. Faktor-faktor biasanya dinyatakan dengan bilangan 1, 2, 3, dan seterusnya yang dituliskan sebagai indeks untuk faktor yang bersangkutan.

Beberapa hal yang penting dalam disain eksperimen, yaitu:

Perlakuan adalah semua tindakan coba-coba yang dilakukan terhadap suatu proyek, yang pengaruhnya akan diselidiki untuk menguji hipotesis. Perlakuan ini dapat berasal dari factor kualitas, yaitu perlakuan yang hanya memperhitungkan mutu perlakuan X, misalnya : mutu macam pupuk, mutu macam pestisida, mutu macam alat, mutu macam tanah. Perlakuan juga dapat berasal dari factor kuantitas, yaitu perlakuan yang memperhitungkan takaran perlakuan X, misalnya : takaran kapur, takaran pupuk, takaran pestisida (konsentrasi), takaran air. Disini diartikan sebagai skumpulan kondisi eksperimen yang akan digunakan terhadap unit eksperimen dalam ruang lingkup disain yang dipilih. Perlakuan ini bisa berbentuk tunggal maupun kombinasi.

Unit eksperimen, dapat dimaksudkan unit yang dikenai perlakuan tunggal (mungkin merupakan gabungan beberapa faktor) dalam sebuah replikasi eksperimen dasar.

Kekeliruan eksperimen menyatakan kegagalan dari dua unit eksperimen identik yang dikenai perlakuan untuk memberikan hasil yang sama. Ini bias terjadi karena, misalnya kekeliruan waktu menjalankan eksperimen, kekeliruan pengamatan, variasi bahan eksperimen, variasi antara unit ekperimen, dan


(67)

pengaruh gabungan semua factor tambahan yang mempengaruhi karakteristik yang sedang dipelajari.

3.4. Uji Kenormalan Data dengan Chi Kuadrat

Chi Kuadrat (X2) satu sampel, adalah teknik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis deskriptif bila dalam populasi terdiri atas dua atau lebih klas, data berbentuk nominal dan sampelnya besar. Yang dimaksud hipotesis deskriptif di sini bisa merupakan estimasi terhadap ada tidaknya perbedaan frekuensi antara kategori satu dan kategori lain dalam sebuah sampel tentang sesuatu hal.

Tujuannya yaitu untuk memeriksa apakah populasi berdistribusi normal atau tidak. Sebaran peluang kontinu yang paling penting dalam bidang statistika adalah sebaran normal. Grafik yang disebut kurva normal adalah kurva yang berbentuk genta yang dapat digunakan dalam banyak sekali gugusan data. Persamaan matematik bagi sebaran peluang peubah acak normal ini bergantung pada tiga parameter yaitu nilai tengah dan simpangan bakunya serta jumlah data. Adapun langkah-langkah dalam uji kenormalan data yaitu

1. Mengurutkan data dari data terkecil hingga terbesar, dan disajikan dalam bentuk Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Penyajian Data Setelah Diurutkan

No Data No Data

1 X1 4 X4

2 X2 …. ….


(68)

2. Menentukan rentang (R) dengan menghitung selisih antara data terbesar dengan data terkecil : R = Xn- X1

3. Tentukan banyaknya kelas (K) dengan rumus : 1 + 3,3 log N dimana N adalah banyaknya data

4. Hitung panjang kelas interval (I) yang digunakan dengan rumus : I =R/K 5. Susun tabel penyajian sebaran data sebagai berikut :

Tabel 3.2. Penyajian Sebaran Data

Interval Batas kelas Fi Xi Fi.Xi (Xi-X )^2 Fi.(Xi-X )^2

1 a1 - a2 a1 X1 a1 x X1 ….. …..

…. …. …. …. …. …. ….

N an - aa An Xn an x Xn …. ….

Jumlah …. …. …. …. …. ….

Dimana : Fi = banyaknya frekuensi data yang muncul dalam range Xi = rata-rata tiap kelas

X = Rata-rata seluruh data,

=

Fi Xi Fi.

6. Perhiungan Standar Deviasi

Standar Deviasi = σ =

1 )

( 2

− −

n X Xi Fi

7. Penentuan luas wilayah untuk masing-masing batas kelas dengan menghitung :


(69)

P (a ≤ Z ≤ b) = P (b) – P (a) = P

  

 −

σ

X Xb

- P

  

 −

σ

X Xa

Dimana : a = Xa = batas bawah kelas b = Xb = batas atas kelas 8. Uji hipotesis

Pengujian kenormalan datadengan uji hipotesis yaitu dengan membandingkan X2 hitung dengan X2 tabel yang ada pada tabel distribusi Chi Kuadrat, dimana derajat kebebasan (dk) = k – 2 -1, dengan α = 0,05 9. Penarikan kesimpulan

Setelah dilakukan pengujian hipotesis di atas maka dilakukan penarikan kesimpulan yaitu :

Jika Chi Kuadrat hitung < Chi Kuadrat tabel, maka kesimpulan terima Ho jika Chi Kuadrat hitung > Chi kuadrat tabel, maka kesimpulan tolak hipoteasa Ho.

3.5. Eksperimen Faktorial

Apabila tiap faktor terdiri atas beberapa taraf, maka kombinasi tertentu dari taraf tiap faktor menentukan sebuah kombinasi perlakuan. Jika semua, atau hampir semua kombinasi antar taraf setiap faktor kita perhatikan, maka eksperimen yang terjadi karenanya disebut eksperimen faktorial . Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa Eksperimen Faktorial adalah eksperimen yang semua (hampir semua) taraf sebuah faktor tertentu dikombinasikan atau disilangkan


(70)

dengan semua (hampir semua)taraf tiap faktor lainnya yang ada dalam eksperimen itu.

Ada beberapa macam model Anava Desain Eksperimen, Antara lain:

3.5.1. Model Anava Desain Eksperimen Faktorial a x b 3.5.1.1. Model Tetap atau Model I

5

=a =

= =

= =

= =

1 i

b

1 j

ij a

1 i

ij b

1 j

i

i B AB AB 0

A

Apabila peneliti hanya mempunyai a buah taraf faktor A dan hanya b buah taraf faktor B dan semuanya digunakan dalam eksperimen yang dilakukan maka model yang diambil adalah model tetap. Ini berarti bahwa taraf untuk masing-masing faktor tetap banyaknya dan kesemuanya digunakan dalam eksperimen.

Asumsi yang digunakan untuk model ini adalah

sedangkan hipotesisi nol yang harus diuji dapat dituliskan sebagai: H01 : Ai = 0 ; ( i = 1,2,…,a)

H02 : Bj = 0 ; ( j = 1,2,…,b)

H03 : ABi j = 0 ; ( i = 1,2,…,a dan j = 1,2,…,b)

Hipotesis nol H01 menyatakan bahwa tidak terdapat efek faktor A didalam

eksperimen, sedangkan H02 menyatakan tidak terdapat efek faktor B. Untuk

menyatakan didalam eksperimen itu tidak terdapat efek interaksi antara faktor A dan B, maka digunakan H03. Hipotesis alternatifnya berturut-turut adalah terdapat


(71)

ditentukan untuk menguji ketiga hipotesis di atas maka EKT perlu diketahui bentuknya seperti dalam daftar berikut:

Tabel 3.3. EKT Untuk Eksperimen Faktorial a x b (n Observasi Tiap Sel) Model Tetap

Sumber Variasi EKT

Rata- rata Perlakuan : A

B

AB

Kekeliruan E

) 1 a ( / A nb a 1 i 2 i 2 − + σ

= ∈

= ∈+ − b j j b B na 1 2 2 ) 1 /( σ ) 1 ( ) 1 ( / ) ( 1 2 1

2 +

− −

= =

n AB a b

b j ij a i σ 2 ∈

σ

Untuk menguji,

H01 dipakai statistik F = A/E

H02 dipakai statistik F = B/E

H03 dipakai statistik F = AB/E

Daerah kritis pengujian ditentukan oleh Fα (a – 1, ab(n – 1)) untuk hipotesis H01,

Fα (b – 1, ab(n – 1)) untuk hipotesis H02,

Fα ((a – 1)(b – 1), ab(n – 1)) untuk hipotesis H03,

Kriterianya adalah tolak hipotesis nol apabila Fα ini terlalu kecil dibandingkan dengan statistik dari dafatar ANAVA.


(72)

3.5.1.2. Model Acak atau Model II atau Model Komponen Varians

Dalam hal ini peneliti mempunyai sebuah populasi yang terdiri atas sejumlah taraf faktor A dimana sebanyak a buah taraf telah diambil secara acak sebagai sampel dan si peneliti juga mempunyai sebuah populasi yang terdiri atas sekumpulan taraf faktor B dimana sebanyak b buah taraf diambil secara acak sebagai sampel. Dengan demikian, a buah taraf faktor A dan b buah taraf faktor B merupakan sampel acak yang ada didalam eksperimen. Asumsi yang berlaku untuk Model II adalah:

AI DNI (0,

σ

2A) , BI DNI (0,

2 B

σ

) dan, ABIj DNI (0,

2 AB

σ

)

Adapun hipotesis nol yang diuji adalah: H04 :

2 A

σ

= 0 , H05 :

2 B

σ

= 0 dan H06 :

2 AB

σ

= 0

sedangkan EKT untuk Model II dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 3.4. EKT Untuk Eksperimen Faktorial a x b (n Observasi Tiap Sel) Model Acak

Sumber Variasi EKT

Rata-rata Perlakuan : A

B AB

Kekeliruan E

2 ∈

σ

+ n

σ

2AB + nb

= − a i i a A 1 2 ) 1 ( / 2 ∈

σ

+n

σ

AB2 + na

σ

B2

2 ∈

σ

+ n

σ

2AB

2 ∈

σ


(1)

2. Sebaiknya terus dilakukan pengendalian secara terus-menerus dalam pengawasan di stasiun kerja pengasapan.

3. Operator pengasapan harus benar-benar mengetahui standart operation

procedure dari proses pengasapan yang dimiliki perusahaan.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Ali Hanafiah. Kemas, Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi.

Arora. Jasbir S,

Rajawali Pers. Jakarta. 1995.

Introduction to Optimum Design

Departemen Teknik Industri,

. McGraw Hill International. USA. 1989

Buku Pedoman Tugas Sarjana

Dokumen PT. Perkebunan Nusantara III.

, Medan. 2006.

Pengolahan Karet Sheet

Donald T. Campbell, Julian C. Stanley,

. Medan. 2006. Experimental and Quasi Experimental Designs for Research.

E. Sugandi,

Rand Menally & Company. Chicago. 1966.

Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi

Sudjana.

, Edisi ke-1, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta. 1994.

Desain dan Analisa Eksperimen

Sugiyono,

, Edisi ke-2, Tarsito, Bandung. 1985.

Statistik Nonparametris untuk Penelitian

Walpole. Ronald E, Roymond H. Myers,

, Alfabeta, Bandung. 2003.

Ilmu Peluang dan Statistika untuk Insinyur dan ilmuwan, Edisi ke-4 Penerbit ITB, Bandung, 1995.


(3)

(4)

(5)

(6)

Lampiran 4. Gambar RSS 1 dan Bad Product


Dokumen yang terkait

Pengaruh Penggunaan Cangkang Kelapa Sawit Untuk Mengurangi Penggunaan Bahan Bakar Kayu Karet Pada Proses Pengasapan Sebagai Produk Ribbed Smoke Sheet (RSS) Di PT. Perkebuanan Nusantara III

5 69 60

Usulan Perbaikan Kualitas Dengan Metode Six Sigma Dan Failure Mode And Effect (FMEA) Pada Produk Ribbed Smoke Sheet Di Pabrik Karet PTPN. II Kebun Batang Serangan.

5 49 181

Usulan Perbaikan Mutu Produk Rubber Smoke Sheet (RSS) Berdasarkan Metode Kaizen Di PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Gunung Para

3 56 144

Usulan Perbaikan Metode Kerja Pada Proses Sortasi Rubber Smoke Sheet Di Pabrik Karet PT. Perkebunan Nusantara III Gunung Para

0 65 126

Klasifikasi Karet RSS (Ribbed Smoked Sheet) Menggunakan Metode LVQ (Learning Vector Quantization)

3 44 84

Pengaruh Inejeksi Senyawa Fenol Dan Lamanya Waktu Pematangan Pada Rubber Smoke Sheet Di PT. Perkebunan Nusantara III Gunung Para Dolok Merawan

1 46 45

Pengembangan Metoda Evaluasi Mutu Ribbed Smoked Sheet (RSS) Menggunakan Pengolahan Citra

0 14 132

Pengaruh Inejeksi Senyawa Fenol Dan Lamanya Waktu Pematangan Pada Rubber Smoke Sheet Di PT. Perkebunan Nusantara III Gunung Para Dolok Merawan

0 9 45

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Penggunaan Cangkang Kelapa Sawit Untuk Mengurangi Penggunaan Bahan Bakar Kayu Karet Pada Proses Pengasapan Sebagai Produk Ribbed Smoke Sheet (RSS) Di PT. Perkebuanan Nusantara III

0 0 22

Pengaruh Penggunaan Cangkang Kelapa Sawit Untuk Mengurangi Penggunaan Bahan Bakar Kayu Karet Pada Proses Pengasapan Sebagai Produk Ribbed Smoke Sheet (RSS) Di PT. Perkebuanan Nusantara III

0 2 14