Pengaruh Penggunaan Cangkang Kelapa Sawit Untuk Mengurangi Penggunaan Bahan Bakar Kayu Karet Pada Proses Pengasapan Sebagai Produk Ribbed Smoke Sheet (RSS) Di PT. Perkebuanan Nusantara III

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN CANGKANG KELAPA SAWIT

UNTUK MENGURANGI PENGGUNAAN BAHAN BAKAR

KAYU KARET PADA PROSES PENGASAPAN SEBAGAI

PRODUK RIBBED SMOKE SHEET (RSS) DI

PT. PERKEBUNANNUSANTARA III

TUGAS AKHIR

ADRIAN LIZARDI P HSB

102401007

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH PENGGUNAAN CANGKANG KELAPA SAWIT

UNTUK MENGURANGI PENGGUNAAN BAHAN BAKAR

KAYU KARET PADA PROSES PENGASAPAN SEBAGAI

PRODUK RIBBED SMOKE SHEET (RSS) DI

PT. PERKEBUNANNUSANTARA III

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat untk

memperoleh gelar Ahli Madya

ADRIAN LIZARDI P HSB

102401007

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PESETUJUAN

Judul : Pengaruh Penggunaan Cangkang Kelapa Sawit UntukMengurangi Penggunaan Bahan Bakar Kayu Karet Pada Proses Pengasapan Sebagai Produk Ribbed Smoke Sheet (RSS)

Di PT. Perkebuanan Nusantara III Kategori : Tugas Akhir

Nama : Adrian Lizardi P Hsb Nomor Induk Mahasiswa : 102401007

Program Studi : Diploma III (D3) Kimia Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumater Utara

Disetujui di

Medan, 26 Juli 2013 Diketahui Oleh

Program Studi D III Kimia Pembimbing

Ketua,

Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si Drs. Firman Sebayang, M.Si

NIP.195512181987012001 NIP.195607261985031001

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS NIP. 195408301985032001


(4)

PENGARUH PENGGUNAAN CANGKANG KELAPA SAWIT

UNTUK MENGURANGI PENGGUNAAN BAHAN BAKAR

KAYU KARET PADA PROSES PENGASAPAN SEBAGAI

PRODUK RIBBED SMOKE SHEET (RSS) DI

PT.PERKEBUNAN NUSANTARA III

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, 26 Juli 2013

ADRIAN LIZARDI P HSB 102401007


(5)

PENGHARGAAN

Bismillahirrahmanirrahim

Puji Syukur yang tak terhingga penulis ucapkan dengan segala kerendahan hati

dan diri kepada Allah SWT, Sang Khaliq yang senantiasa mencurahkan segala

nikmat Iman, Islam dan Ihsan, serta Shalawat dan salam kepada Nabi Allah

sebagai patron insan terbaik ; Rasulullah Muhammad SAW sehingga penulis

dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar

Ahli Madya (AMD) pada program studi Kimia Industri Diploma III di Fakultas

Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara.

Karya Ilmiah ini ditulis berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis

selama menjalani Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Industri Perkebunan

Nusantara III dari tanggal 28 Januari sampai dengan 3 Maret 2013. Penulis

menyadari sepenuhnya bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan

karena adanya keterbatasan pada penulis, baik dari segi pengetahuan, waktu,

maupun keterbatasan penulis. Meski demikian penulis mengharapkan karya

ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang telah membaca

karya ilmiah ini serta dapat bermanfaat bagi Universitas Sumatera Utara.

Keberhasilan dari penulisan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan

berbagai pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dan telah

memberikan dukungan baik secara moril maupun materil. Dalam kesempatan ini

penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada Orang tua


(6)

inspirasi di setiap langkah hidup kami. Kepada Adinda tersayang M.Rangga

Hasibuan, Medisa Ulfa Sari Hasibuan, Qori Khairunnisa Hsb, Umi Salamah Hsb,

Balqis Fadillah Hsb, yang selalu memberikan kasih sayang dan mendo’akan yang

terbaik untuk penulis serta memberi motivasi dan inspirasi, tanpa mereka Penulis

bukanlah apa-apa. Bapak Drs. Firman Sebayang, M.Si selaku dosen pembimbing

yang dengan sabar membimbing dan meluangkan waktunya kepada penulis dalam

penyusunan Karya Ilmiah ini , Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Ibu Dr.

Rumondang Bulan, MS selaku ketua Departemen Kimia Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Ibu Dra. Emma Zaidar,

M.Sc selaku ketua Program Studi D-III Kimia Industri Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Seluruh staf pengajar

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Khususnya jurusan Kimia yang

telah mendidik penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, Bapak Ir. Eltavip

M Hasibuan, MM selaku menager PT. Perkebuan Nusantara III yang telah

mengijinkan kami untuk PKL di perusahaan tersebut, Bapak Rahmat Salaeh

Harahap, ST dan Bapak Mangasa Sianturi, ST selaku pembimbing kami selama

pelaksanaan PKL di PT. Perkebunan Nusantara III dan juga teman-teman semasa

PKL, Ridho, Ayu, Amel, Ina, Putri, Nijar, Akhdan yang telah banyak

memberikan dukungan dan perhatiannya kepada penulis serta bersama-sama

berjuang dalam suka dan duka, dan kepada Abangda, Kakanda, dan Adinda di

HMI Komisariat FMIPA USU (bang mael, bang hendi, bang ari, bang azwin,

bang tisna, bang sony, bang veros, ketua bayu, rizky, sari, yudha, siti, desy, irma,


(7)

kerja keras, tanggung jawab dan indahnya persaudaraan, dan kepada

sahabat-sahabatku di IMAKIN FMIPA USU terkhusus angkatan 2010 (isan, mardu,

manda, dimas, mitra, angga, simson, ahmad, erni, dll) yang telah memberikan

dukungan, motivasi, serta kerjasamanya dalam suka maupun duka.

Penulis sudah berupaya semaksimal mungkin dalam menyusun dan

menyelesaikan karya ilmiah ini, namun penulis mengharapkan kritik dan saran

yang bersifat membangun dari pembaca.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu demi

selesainya karya ilmiah ini dan penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat

bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 26 Juli 2013


(8)

PENGARUH PENGGUNAAN CANGKANG KELAPA SAWIT

UNTUK MENGURANGI PENGGUNAAN BAHAN BAKAR

KAYU KARET PADA PROSES PENGASAPAN SEBAGAI

PRODUK RIBBED SMOKE SHEET (RSS) DI

PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III

ABSTRAK

Telah dilakukan percobaan Pengaruh Penggunaan Cangkang Sawit Untuk Mengurangi Penggunaan Bahan Bakar Kayu Karet Pada Proses Pengasapan Sebagai Produk Ribbed Smoke Sheet (RSS), dimana percobaan ini bertujuan untuk mengurangi pemakaian kayu karet, ketersedian bahan bakar terpenuhi, dan harga lebih efisien. Dari hasil percobaan dapat dilihat pemakaian bahan bakar kayu karet berkurang dan pematangan Sheet membutuhkan selama 5 hari dengan pemakaian cangkang sebanyak 465 kg dan pemakain kayu karet sebanyak 2,89 m3. Produk yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu pasar yaitu warna kuning kecoklatan, transparan, dan tidak berminyak.


(9)

EFFECT OF THE USE CANGKANG TO REDUCE OIL FUEL

WOOD SMOKING AS A RUBBER IN PROCESS

RIBBED SMOKE SHEET PRODUCTS (RSS)

At PT. Perkebunan Nusantara III

ABSTRACK

Influence of experiments have been conducted Shell Oil To Reduce Fuel Use Wood Rubber At Curing Process As Product Ribbed Smoke Sheet (RSS), in which trial aims to reduce the use of rubber wood, availability of fuel are met, and the price is more efficient. From the experimental results can be seen in the use of fuel wood and maturation Sheet rubber reduced need for 5 days with the use of the shell as much as 465 kg and usage of rubber wood as much as 2.89 m3. The resulting product meets the quality standards the market is brownish yellow color, transparent, and non-greasy.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak vi

Abstract vii

Daftar isi viii

Daftar tabel xii

Daftar Lampiran xiii

BAB 1 Pendahuluan

1.1 Latar belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Tujuan 4

1.4 Manfaat 4

BAB 2 Tinjauan Pustaka

2.1 Sejarah Perkembangan Karet 5

2.2 Perkembangan Industri Karet Indonesia 7

2.3 Karet Alam 8

2.3.1 Manfaat Karet Alam 10

2.3.2 Jenis-jenis Karet Alam 11

2.4 Karet Sintetis 11

2.4.1 Manfaat Karet Sintetis 12

2.4.2 Jenis Karet Sintetis 12

2.5 Perbedaan Karet Alam dan Karet Sintetis 14 2.6 Proses Pengolahan RSS (Ribbed Smoke Sheet) 15

2.7 Pengolahan Karet Alam 16

2.7.1 Alat dan Bahan 16


(11)

2.7.1.2 Bejana Koagulasi 17 2.7.1.3 Rumah Pengeringan 18 2.7.1.4 Rumah Pengasapan 19 2.7.1.5 Kayu Bakar Untuk Rumah Pengasapan 19

2.7.1.6 Air 20

2.7.2 Bahan-bahan Kimia 21

2.7.2.1 Bahan Pembeku 21

2.7.2.2 Bahan Pegelatang 21

2.7.2.3 Bahan Vulkanisasi 21

2.7.2.4 Bahan Percepat Reaksi 22

2.7.2.5 Bahan Penggiat 22

2.7.2.6 Bahan Antioksidan dan Antiozonan 22

2.7.2.7 Bahan Pelunak 23

2.7.2.8 Bahan Pengisi 23

2.7.2.9 Bahan Pencegah Pravulkanisasi 24

2.7.2.10 Bahan Pewangi 24

2.8 Antioksidan 24

2.9 Fenol 26

BAB 3 Metodologi Penelitian

3.1 Alat dan Bahan 27

3.1.1 Alat 27

3.1.2 Bahan 28

3.2. Prosedur Percobaan 28

3.2.1 Analisa Kadar NH3 28

3.2.2 Pembuatan Sheet 29

3.2.3 Pengasapan Sheet 30

3.2.3.1 Persiapan Bahan Bakar 30 3.2.3.2 Pelaksanaan Cara Kerja 30

BAB 4 Hasil dan Pembahasan

4.1 Data dan Hasil Percobaan 33

4.1.1 Data Percobaan 33


(12)

4.1.2.1 Kualitas Sheet 34

4.1.2.2 Perbedaan Harga 34

4.1.3 Dasar Pemilihan Cangkang Sebagai Campuran 35

4.2 Pembahasan 35

BAB 5 Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 37

5.2 Saran 38

Daftar Pustaka Lampiran


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sifat Fisika Dari Karet Alam 10

Tabel 2.2 Komposisi Kayu Bakar 20

Tabel 4.1.1 Data Percoban 33

Tabel 4.1.2.1 Kualitas Sheet 34

Tabel 4.1.2.2 Perbedaan Harga 34


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar Pemakaian Cangkang Sawit

Lampiran 2. Gambar Cangkang Sawit

Lampiran 3. Gambar Sheet dikamar asap

Lampiran 4. Gambar Hasil Sheet yang di peroleh

Lampiran 5. Tabel Temperatur Kamar Asap

Lampiran 6. Tabel Penambahan Kayu


(15)

PENGARUH PENGGUNAAN CANGKANG KELAPA SAWIT

UNTUK MENGURANGI PENGGUNAAN BAHAN BAKAR

KAYU KARET PADA PROSES PENGASAPAN SEBAGAI

PRODUK RIBBED SMOKE SHEET (RSS) DI

PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III

ABSTRAK

Telah dilakukan percobaan Pengaruh Penggunaan Cangkang Sawit Untuk Mengurangi Penggunaan Bahan Bakar Kayu Karet Pada Proses Pengasapan Sebagai Produk Ribbed Smoke Sheet (RSS), dimana percobaan ini bertujuan untuk mengurangi pemakaian kayu karet, ketersedian bahan bakar terpenuhi, dan harga lebih efisien. Dari hasil percobaan dapat dilihat pemakaian bahan bakar kayu karet berkurang dan pematangan Sheet membutuhkan selama 5 hari dengan pemakaian cangkang sebanyak 465 kg dan pemakain kayu karet sebanyak 2,89 m3. Produk yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu pasar yaitu warna kuning kecoklatan, transparan, dan tidak berminyak.


(16)

EFFECT OF THE USE CANGKANG TO REDUCE OIL FUEL

WOOD SMOKING AS A RUBBER IN PROCESS

RIBBED SMOKE SHEET PRODUCTS (RSS)

At PT. Perkebunan Nusantara III

ABSTRACK

Influence of experiments have been conducted Shell Oil To Reduce Fuel Use Wood Rubber At Curing Process As Product Ribbed Smoke Sheet (RSS), in which trial aims to reduce the use of rubber wood, availability of fuel are met, and the price is more efficient. From the experimental results can be seen in the use of fuel wood and maturation Sheet rubber reduced need for 5 days with the use of the shell as much as 465 kg and usage of rubber wood as much as 2.89 m3. The resulting product meets the quality standards the market is brownish yellow color, transparent, and non-greasy.


(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkebunan Nusantara III Gunung Para merupakan salah satu pabrik yang

mengolah karet alam menjadi bahan produk setengah jadi dan salah satunya yaitu

berupa Ribbed Smoke Sheet (RSS). Dalam proses pengolahan karet alam menjadi

Ribbed Smoke Sheet dilakukan suatu tahap pengasapan. Tujuan dari pengasapan

tersebut yaitu untuk mengeringkan Sheet, memberi warna khas cokelat dan

menghambat pertumbuhan

menghambat pertumbuhan jamur pada permukaan lembaran karet. Hal ini

disebabkan asap mengandung zat

berasal dari kayu pohon karet, hal ini disebabkan pohon karet mempunyai sifat zat

renik yang dapat membunuh mikroba sehingga kekahwatiran akan adanya jamur

pada produk Ribbed Smoke Sheet dapat diatasi dan karet tersebut dapat bertahan

lama.

Proses pengasapan memerlukan biaya yang besar dalam hal penggunaan

kayu karet, sehingga perlu dilakukan suatu usaha untuk mengurangi bahan bakar

kayu karet yang digunakan sehingga biaya yang dikeluarkan akan semakin

berkurang. Salah satu cara alternatif yang bisa digunakan yaitu pengasapan

dengan Cangkang sawit, namun dalam pelaksanaanya cangkang sawit tidak dapat


(18)

efektif dibandingkan dengan kayu karet. Karena hal tersebut maka perlu dilakukan

pengkajian terhadap penggunaan cangkang sawit sebagai bahan bakar

pemblending (campuran) dengan kayu karet dimana diketahui bahwa cangkang

mempunyai energi panas yang tinggi sedangkan karet mempunyai asap yang

dibutuhkan sebagai spesialisasi terhadap pengawetan. Efisiensi dan efektifitas

proses pengolahan sheet pabrik karet milik PT. Perkebunan Nusantara III ini juga

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mutu

produk pada proses pengasapan yaitu : penggunaan temperatur, lamanya waktu

pengasapan, mutu bahan baku produk, bahan bakar yang bersumber dari kayu

bakar.

Pada proses pengasapan di Pabrik Pengolahan Sheet PTPN III Gunung

Para dilakukan pengasapan selama lima hari. Proses pengasapan membutuhkan

jumlah kayu sebanyak 9,80M3, dimana kayu yang digunakan selama lima hari dan

setiap harinya semakin dikurangi jumlah pemakaian kayu tersebut.

Produk yang baik dihasilkan dari pengolahan yang baik. Untuk mewujudkan hal

itu perlu dilakukan pengawasan terhadap teknik pengolahan yang baik.

Pengasapan terhadap lemban sheet harus dilakukan sesuai prosedur yang benar

seperti penyesuaian penggunaan temperatur dan lamanya waktu proses untuk

kegiatan pengasapan.

Penggunaan cangkang sawit dan kayu karet yang tidak teratur akan

mempengaruhi cacat produk. Cacat produk bisa disebabkan karena bahan baku

kayu karet kurang dalam proses pengasapan. Pada saat ini dalam hal

mempersiapkan ketersediaan kayu karet sebagai bahan baku untuk proses


(19)

pohon kayu tumbang ataupun yang akan ditebang (tebang pilih) di lapangan. Hal

tersebut dapat beresiko menggangu proses pengasapan karena kekurangan bahan

bakar sehingga akan berdampak terhadap pencapaian mutu produksi serta

mengakibatkan jadwal pengiriman menjadi terlambat (pengasapan melebihi 5

hari). Maka untuk mencari alternatif tersebut, perlu dilakukan suatu eksperimen

untuk menentukan persen komposisi blending antara kayu karet dan cangkang

sawit sebagai bahan baku untuk pengasapan.

Sebagaimana yang telah di uraikan diatas maka penulis tertarik membahas

masalah-masalah tersebut dengan mengambil judul “ Pengaruh Penggunaan

Cangkang Kelapa Sawit Untuk Mengurangi Penggunaan Bahan Bakar Kayu Karet

Pada Proses Pengasapan Sebagai Produk Ribbed Smoke Sheet Di PT. Perkebunan

Nusantara III “.

1.2. Permasalahan

1. Berapa besar pengaruh penggunaan cangkang sawit untuk mengurangi penggunaan kayu karet terhadap mutu RSS ( Ribbed Smoke Sheet ) yang dihasilkan ?

2. Berapakah komposisi optimum dari cangkang sawit yang digunakan sebagai pemblending kayu karet yang digunakan sebagai bahan bakar

pengasapan yang sesuai dengan mutu RSS ( Ribbed Smoke Sheet ) yang


(20)

1.3 Tujuan

1. Mengkaji perbandingan komposisi optimum antara cangkang sawit

sebagai pemblending dengan kayu karet sebagai bahan bakar pengasapan

Sheet.

2. Mengkaji pengaruh penggunaan kayu karet dan cangkang sawit terhadap mutu produksi RSS ( Ribbed Smoke Sheet ) di Pabrik Pengolahan Sheet

Gunung Para.

1.4. Manfaat

Manfaat percobaan dari pengurangan bahan bakar untuk pengasapan di

kamar asap dengan menggunakan cangkang sawit sebagai pencampur kayu karet

sebagai produk Ribbed Smoke Sheet (RSS) pada dasarnya sebagai berikut :

1. Sebagai pedoman bagi pimpinan produksi untuk mengendalikan proses

seefektif mungkin, serta pengontrolan terhadap mutu yang diinginkan.

2. Dapat memberikan salah satu alternatif pemecahan masalah kepada PT.

Perkebunan Nusantara III dalam mengatasi masalah yang dihadapi.

3. Untuk Mengurangi Global Warning akibat penebangan kayu karet.

Memberikan sumbang saran pemikiran terhadap komposisi perbandingan kayu asap dan cangkang sawit untuk menghasilkan produk RSS I, RSS II, dan Cutting.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Perkembangan Karet

Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai

dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, karet memiliki sejarah yang

cukup panjang. Apalagi setelah ditemukan beberapa cara pengolahan dan

pembuatan barang dari bahan baku karet, maka ikut berkembang pula industri

yang mengolah getah karet menjadi bahan berguna untuk kehidupan manusia.

Pada tahun 1493 Michele de Cuneo melakukan pelayaran ekspedisi ke

Benua Amerika yang dahulu dikenal sebagai “Benua Baru”. Dalam perjalanan ini

ditemukan sejenis pohon yang mengandung getah. Pohon-pohon itu hidup secara

liar di hutan-hutan pedalaman Amerika yang lebat. Orang-orang Amerika Asli

mengambil getah dari tanaman tersebut dengan cara menebangnya. Getah yang

didapat kemudian dijadikan bola yang dipantul-pantulkan. Bola ini disukai

penduduk asli sebagai alat permainan. Penduduk Indian Amerika juga membuat

alas kaki dan tempat air dari getah tersebut.

Tanaman yang dilukai batangnya ini diperkenalkan sebgai tanaman Hevea.

Hasil laporan Ekspedisi Peru ditulis dalam buku oleh Freshneau tahun 1749

dengan menyebut nama tersebut, Freshneau juga menyertakan gambar dari

tanaman tersebut. Dua tahun kemudian, tepatnya tahun 1751, De La Condomine

membuat usulan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai tanaman


(22)

Pengenalan pohon Hevea membuka langkah awal yang sangat pesat

kearah zaman penggunaan karet untuk berbagai keperluan. Cara pelukaan untuk

memperoleh getah karet memang jauh lebih efisien dari pada cara tebang

langsung. Lagipula dengan cara ini tanaman karet bisa diambil getahnya

berkali-kali.

Pengetahuan di bidang botani tanaman karet juga berkembang. Pada tahun

1825 diterbitkan sebuah buku mengenai botani tanaman karet atau Hevea

Brasiliensis Muell Erg. Nama ini diperkenakan karena tanaman Hevea yang

didapat berasal dari Brazil, tepatnya di daerah Amazon.

Setelah tahun 1839 dicapailah babak baru yang membuat karet sempat

menjadi primadona daerah-daerah perkebunan di beberapa Negara tropis. Pada

tahun itu Charles Goodyear menemukan cara vulkanisir karet. Goodyear

mencampur karet dengan belerang dan kemudian dipanaskan pada suhu 120o

-130oC. Dengan cara vulkanisir ini semakin banyak sifat karet yang dapt diketahui

dapat dimanfaatkan.

Berawal dari penemuan Charles Goodyear, karet mulai banyak dicari

orang untuk dibuat aneka barang keperluan. Cara vulkanisasi memungkinkan

orang untuk mengolah karet menjadi ban. Menurut beberapa literature, Alexander

Parkes ikut pula mengembangkan cara vulkanisasi. Sedangkan yang memiliki ide

atau pencetus gagasan dibuatnya ban adalah Dunlop pada tahun 1888 dan


(23)

2.2 Perkembangan Industri Karet Indonesia

Indonesia yang sejak sebelum Perang Dunia II hingga tahun 1965 merupakan

negara penghasil karet alam terbesar, pernah menganggap bahwa : “Rubber is de

kruk waarop wij drijven” (karet adalah gabus dimana kita berapung). Walaupun

sejak tahun 1957 kedudukan kita sebagai produsen nomor wahid direbut oleh

Malaysia hingga sekarang, predikat pentingnya karet bagi perekonomian

Indonesia masih tetap menonjol setelah komoditi migas dan kayu.

Sebagai tanaman yang banyak dibutuhkan untuk bahan industri, karet

banyak diusahakan mulai dari luasan kecil yang hanya beberapa puluh atau

ratusan meter persegi hingga mencapai luasan ribuan kilometer persegi.

Secara umum pengusahaan perkebunan karet di Indonesia dapat dibagi

dalam beberapa kelompok seperti dibawah ini :

1. Perkebunan besar negara atau yang diusahakan oleh pihak pemerintah,

biasanya oleh PTP (Perseroan Terbatas Perkebunan).

2. Perkebunan besar yang diusahakan oleh swasta.

3. Perkebunan yang diusahakan oleh rakyat.

Kendatipun demikian, karet yang mampu menghidupi hampir 1,5 juta

penduduk ini boleh dikatakan sebagai tanaman rakyat karena lebih dari 80% areal

penanaman karet diusahakan oleh rakyat.

Selain industri karet alam, belakangan ini karet Indonesia mulai mengacu

pada karet sintetis. Meskipun sebenarnya Indonesia bukan negara penghasil

minyak bumi terpaksa mencoba mengembangkan produk karet sintetis, terutama


(24)

mengimbangi peningkatan impor. SBR digunakan untuk industri ban, terutama

untuk lapisan luarnya. Produksi karet sintetis Indonesia masih berskala kecil.

Walaupun masih berskala kecil, tetapi industri perkaretan Indonesia saat ini sudah

semakin maju dan diproduksinya dua jenis karet yang laris di pasaran. (Spillane

J.J., 1989).

Pada tahun 2005 perdagangan karet Indonesia mengalami surplus sebesar

US $ 2,9 juta dimana nilai ekspor lebih besar dibanding nilai impor. Potensi

surplus ini masih bisa naik lagi mengingat kebutuhan karet dunia yang terus

meningkat, ditambah lagi apabila di dukung pengurangan volume impor karet

dengan tercukupinya kebutuhan karet dalam negeri. (Pusdatin, 2007).

2.3 Karet Alam

Karet alam merupakan senyawa hidrokarbon yang mengandung atom karbon (C)

dan atom hydrogen (H) dan merupakan senyawa polimer dengan isoprene sebagai

monomernya.

Berdasarkan strukturnya karet alam dapat dibagi dua yaitu : karet hevea

dan gutta percha yang hanya berbeda pada susunan atomnya sebelum dan sesudah

ikatan rangkap. Pada karet, ditemukan susunan cis, mendekati dan menyambung

dengan rantai molecular pada sisi yang sama pada ikatan rangkap, dimana gutta

percha terdapat susunan trans mendekati dan menyambung pada sisi yang


(25)

H3C H H3C CH2

C = C C = C

H2C CH2 H2C H

a b

Gambar 2.2 Struktur molekul dari a. karet havea, b.gutta percha

Sesuai dengan namanya karet alam berasal dari alam yakni terbuat dari

getah tanaman karet, baik spesies Ficus elatica maupun Hevea brasiliensis.

Sifat-sifat atau kelebihan karet alam diantaranya memiliki daya elastisitas atau daya

lenting yang sempurna dan sangat plastis sehingga mudah diolah, karet alam juga

tidak mudah panas dan tidak mudah retak. Kelemahan karet alam terletak pada

keterbatasannya dalam memenuhi kebutuhan pasar. Saat pasar membutuhkan

pasokan tinggi, para produsen karet alam tidak bisa menggenjot produksinya

dalam waktu singkat, sehingga harganya cenderung tinggi. (Setiawan & Agus,

2008)

Walaupun memiliki beberapa kelemahan, akan tetapi karet alam tetap

mempunyai pangsa pasar yang baik karena kelebihan karet alam itu sendiri tidak

dapat digantikan oleh karet sintetis. Beberapa indusri tertentu tetap memiliki

ketergantungan yang besar terhadap pasokan karet alam, misalnya industri ban

yang merupakan pemakai terbesar karet alam. Sifat fisika dari karet alam dapat


(26)

Tabel 2.1 Sifat fisika dari karet alam

Sifat Fisika Ukuran

Densitas pada 200C 0,906-0,916 g/cm3

Nilai pembiasan 1,591

Pembakaran panas 45,2 KJ/kg

Konduktifitas listrik 2 x 10-15 – 1 x10 -13

Sumber : Bhatnagar, 2004

2.3.1 Manfaat Karet Alam

Karet alam banyak digunakan dalam industri-industri barang. Umumnya alat-alat

yang digunakan dari karet alam sangat berugana bagi kehidupan sehari-hari

maupun dalam industri seperti mesin-mesin penggerak.

Barang yang dapat dibuat dari karet alam antara lain aneka ban kendaraan,

sepatu karet, sabuk penggerak mesin besar dan mesin kecil, pipa karet, isolator,

dan bahan-bahan pembungkus logam. Bahan baku karet banyak digunakan untuk

membuat perlengkapan seperti : sekat, atau tahanan alat-alat penghubung dan

penahan getaran. Karet bisa juga dipakai untuk tahanan dudukan mesin.

Pemakaian lapisan karet pada pintu, kaca pintu, kaca mobil, dan pada alat – alat

lain membuat pintu terpasang kuat dan tahan pada getaran serta tidak tembus air.

Bahan karet yang diperbuat dengan benang-benang sehingga cukup kuat, elastis,

dan tidak menimbulkan suara yang berisik dapat dipakai sebagai tali kipas mesin,


(27)

2.3.2 Jenis-jenis Karet Alam

Ada beberapa macam karet alam yang dikenal, diantaranya merupakan bahan

olahan. Bahan olahan yang setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga karet yang

diolah kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi.

Jenis-jenis karet alam yang dikenal luas adalah (Tim Penulis PS, 2004)

- Bahan olah karet (lateks kebun, sheet angina, slab tipis, dan lump segar)

- Karet konvensional (ribbed smoke sheet, white crepe dan pale crepe,

estate brown crepe, compo crepe, thin brown crepe remills, thick blanket

crepe ambers, flat bark crepe, pure smoke blanket crepe, dan off crepe) - Lateks pekat

- Karet bongkah atau block rubber

- Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber

- Karet siap olah atau tyre rubber

- Karet reklim atau reclaimed rubber

2.4 Karet Sintetis

Jika karet alam dibuat dari getah pohon karet, karet sintetis atau karet buatan

dibuat dari bahan baku minyak bumi. Karet sintetis pertama kali diproduksi

setelah Perang Dunia II berakhir, sebagai reaksi Negara-negara industry yang

menganggap kebutuhan karet tidak bisa terpenuhi dengan hanya mengandalkan

karet alam. Hal ini disebabkan produksi karet alam sangat dipengaruhi oleh iklim

dan kondisi alam lainnya.

Sama dengan karet alam, karet sintetis juga terdiri dari beberapa jenis


(28)

suhu tinggi, minyak, pengaruh udara dan ada pula kedap terhadap gas. . (Setiawan

& Agus, 2008)

2.4.1 Manfaat Karet Sintetis

Karet sintetis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak

bumi. Pengembangan karet sintetis secara besar-besaran dilakukan sejak zaman

Perang Dunia II. Ini berdasarkan anggapan yang terjadi selama dan sesudah

perang bahwa kenyataannya jumlah suplai karet alam tidak akan mampu

memenuhi seluruh kebutuhan dunia akan karet. Umumnya karet sintetik

diklasifikasikan kedalam dua kelompok utama yaitu:

1. Kegunaan Umum

Karet jenis ini sebanyak persen untuk keperluan pembuatan. Contoh: karet SBR,

poliisoprena, polibutadiena, EPDM.

2. Kegunaan khusus

Karet jenis ini untuk keperluan pembuatan produk-produk karet yang tahan

terhadap aksi bahan kimia. Contoh: Karet-karet IIR, polikloroprena, NBR.

(Surya,2006)

2.4.2 Jenis Karet Sintetis

1. Untuk Keperluan Umum

Karet sintetis ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan, bahkan

banyak fungsi karet alam yang dapat digantikannya.


(29)

Jenis SBR merupakan jenis karet sintetis yang paling banyak diproduksi

dan digunakan. Jenis ini memiliki ketahanan kikis yang baik dan kalor atau panas

yang ditimbulkan juga rendah.namun SBR yang tidak diberi tambahan bahan

penguat memiliki kekuatan yang lebih rendah dibandingkan vulkanisat karet alam. b) BR (Butadiene Rubber)

Dibandingkan dengan SBR, karet jenis BR lebih lemah, daya lekat lebih

rendah, dan penggolongannya juga tergolong sulit. Untuk membuat suatu

barang biasanya BR dicampur dengan karet alam atau SBR.

c) IR (Isoprene Rubber) atau polyisoprene rubber

Jenis karet ini mirip dengan karet alam karena sama-sama merupakan

polimer isoprene. Jenis IR memiliki kelebihan lain dibandingkan dengan

karet alam, yaitu lebih murni dalam bahan dan viskositasnya lebih mantap.

2. Untuk Keperluan Khusus

Jenis karet sintetis ini tidak terlalu banyak digunakan dibandingkan karet

sintetis yang pertama. Jenis ini digunakan untuk keperluan khusus karena

memiliki sifat khusus yang tidak dipunyai karet jenis pertama, yaitu tahan

terhadap minyak, oksidasi, panas atau suhu tinggi, serta kedap terhadap gas.

a) IIR (Isobutene Isoprene Rubber)

IIR sering disebut butyl rubber dan hanya mempunyai sedikit

ikatan rangkap sehingga membuatnya tahan terhadap pengaruh oksigen

dan ozon. IIR juga terkenal karena kedap gas. Dalam proses

vulkanisasinya jenis IIR lambat matang sehingga memerlukan bahan

pemercepat dan belerang. Akibat jeleknya IIR tidak baik dicampur dengan


(30)

b) NBR (Nytrile Butadien Rubber)

NBR adalah karet sintetis untuk kegunaan khusus yang paling

banyak di butuhkan. Sifatnya yang sangat baik adalah tahan terhadap

minyak. Sifat ini disebabkan oleh adanya kandungan akrilonitril

didalamnya. Kelemahan NBR adalah sulit untuk plastisasi.

c) CR ( Clhoroprene Rubber)

CR memiliki ketahanan terhadap minyak, tetapi dibandingkan

dengan NBR ketahanannya masih kalah. CR juga memiliki daya tahan

terhadap oksigen dan ozon di udara, bahkan juga terhadap panas nyala api.

d) EPR (Ethylene Propylene Rubber)

EPR sering disebut EPDM karena tidak hanya menggukan

monomer etilen dan propilen pada proses polimerisasinya melainkan juga

monomer ketiga atau EPDM. Keunggulan yang dimiliki EPR adalah

ketahanannya terhadap sinar matahari, ozon, serta pengaruh unsur cuaca

lainnya. Sedangkan kelemahannya pada daya lekat yang rendah.

Selain jenis yang telah disebutkan, ada juga beberapa jenis karet sintetis

yang jarang digunakan. Jenis ini antara lain karet akrilat, karet polisulfida, karet

poliuretan, karet flour, karet epikhloridrin, dan karet silicon. Harga jenis karet ini

tergolong mahal.

2.5. Perbedaan Karet Alam dan Karet Sintetis

Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh


(31)

belum dapat digantikan oleh karet sintetis. Bagaimanapun keunggulan yang

dimiliki oleh karet alam sulit ditandingi oleh karet sentetis. Adapun kelebihan

yang dimiliki karet alam dibandingkan karet sintetis adalah :

a) Memiliki daya elastisitas dan daya lenting sempurna.

b) Memiliki plastisasi yang baik sehingga pengolahannya mudah. c) Mempunyai daya aus yang tinggi.

d) Tidak mudah panas (low heat bid up), dan

e) Memiliki daya tahan tinggi terhadap keretakan

Sedangkan karet sintetis memiliki kelebihan untuk beberapa keadaan : a) Tahan terhadap berbagai zat kimia.

b) Harga cenderung bisa dipertahankan supaya tetap stabil.

c) Pengiriman atau suplai karet sintetis jarang mengalami kesulitan yang sulit

diharapkan dari pengiriman atau suplai karet alam. (Wulandari, 2010)

2.6 Peroses Pengolahan RSS (Ribbed Smoke Sheet)

Sheet adalah salah satu produk karet alam yang telah sejak lama dikenal di

pasaran. Pada masa sebelum perang dunia kedua, dalam perdagangan sheet

dikenal “Java Standard Sheet”, yaitu berupa lembaran-lembaran sheet yang telah

diasap, bersih dan liat, bebas dari buluk (jamur), tidak saling melekat, warna

jernih, tidak bergelembung udara dan bebas dari akibat pengolahan yang kurang

sempurna. Standard tesebut sampai sekarang masih dipertahankan sehingga

perdagangan sheet masih mampu bertahan sampai saat ini.

Adapun cara pengolahan sheet secara garis besar terdiri dari proses berikut :

1) Penerimaan lateks


(32)

3) Pembekuan

4) Penggilingan

5) Pengasapan dan pengeringan

6) Sortasi 7) Pengepakan

(Setyamidjaja, 1982).

2.7 Pengolahan Karet Alam

Pengolahan karet memiliki posisi yang cukup penting dalam rangkaian agribisnis

karet. Pengolahan karet menentukan nilai tambah yang akan diperoleh. Hasil

sadapan yang baik, apabila tidak diolah dengan optimal akan mendapatkan harga

yang rendah. Oleh karena itu pengolahan karet harus diperhatikan dengan baik,

sehingga diperoleh hasil olahan karet yang bermutu dan berharga jual tinggi.

2.7.1 Alat Dan Bahan

Ada beberapa jenis alat yang digunakan dalam pengolahan karet alam. Alat – alat

ini tidak semuanya digunakan dalam pengolahan setiap jenis karet. Ada alat yang

hanya digunakan untuk pembuatan jenis karet tertentu saja. Selain alat, juga

banyak digunakan bahan dalam pengolahan karet alam. Berikut ini adalah alat dan

bahan yang banyak ditemui dalam pengolahan karet.

2.7.1.1 Mesin Penggiling

Dalam pengolahan karet jenis sheet dan crepe biasanya digunakan mesin

penggilingan. Dikalangan pengolahan lateks sheet, mesin ini sering disebut


(33)

Baterai sheet yang memiliki 4 gilingan beroda dua contohnya adalah merek cadet.

Sedangkan yang memiliki 5 dan 6 gilingan beroda dua masing – masing

contohnya adalah merek Aristo dan Six in One. Kapasitas setiap jenis baterai

sheet berbeda dan tergantung pada ketebalan sheet yang akan dibuat.

Ada mesin yang semi otomatis dan ada juga yang seluruhnya otomatis.

Mesin otomatis lebih melancarkan pekerjaan penggilingan, tetapi harganya sangat

mahal.perkebunan – perkebunan kecil serta petani karet yang mengerjakan sendiri

pengolahan lateksnya menggunakan mesin yang digerakkan oleh tangan.

Sewaktu penggilingan, mesin – mesin berjalan terus menerus. Pada

gilingan terakhir selalu terdapat patron yang disebut printer. Bentuk patron adalah

spiral. Diantara jurusan spiral dan sumbu terdapat sudut kira-kira 650.patronlah

yang memperbesar permukaan sheet serta bias mempercepat jalannya

pengeringan. Lebar dan dalam alur – alur patron menentukan besarnya ukuran

patron. Hal ini harus disesuaikan dengan ketebalan sheet yang dihasilkan.

Kebalikannya bila ukuran patron telah ditentukan maka ketebalan sheet yang telah

ditentukan maka ketebalan sheet yang dibuat harus disesuaikan dengan patronnya.

2.7.1.2 Bejana Koagulasi

Tangki yang banyak dipakai pada era sebelum Perang Dunia II terbuat dari arnit

atau ebonite, sesudahnya digunakan bejana yang terbuat dari aluminium. Ukuran

tangki yang digunakan biasanya (10 x 3 x 16) kaki. Tangki yang berukuran besar

ini disekat lagi menjadi 76 atau 91 ruang yang lebih kecil. Untuk menyekat


(34)

Ada juga yang menggunakan bejana dengan ukuran ( 300 x 70 x 40 ) cm.

tangki ini disekat lagi menjadi ruang – ruang kecil sejumlah 75 – 90 dengan pelat

– pelat aluminium.

Pada tempat pengolahan karet yang hanya sedikit kapasitas produksinya,

fungsi bejana digantikan oleh Loyang – Loyang yang mempunyai kapasitas olah

antar 10 – 15 liter.

2.7.1.3 Rumah Pengeringan

Pada pembuatan karet crepe, rumah pengeringan mutlak diperlukan. Tinggi

ruangan biasanya dibuat tidak lebih dari 6m. untuk rumah pengeringan bertingkat

tingginya hanya antara 3 – 4 m. Di dalam rumah pengeringan terdapat gantar –

gantar dari kayu jati dengan tebal 4 – 5 cm untuk menggantungkan karet crepe

yang akan dikeringkan. Gantar dari bamboo kurang baik kareta licin.

Rata – rata jumlah pengeringan menggunakan alat pemanas untuk

mempercepat pengeringan. Cara pemanasan yang paling banyak dipakai adalah

thermosifon atau pemanasan dengan air panas serta menggunakan uap air

bertekana rendah. Bila tanpa pemanas, waktu yang diperlukan untuk

mengeringkan crepe antara 2 – 4 minggu. Sedangkan dengan pemanas waktunya

bias dipersingkat menjadi 5 – 7 hari. Dinding rumah pengeringan sebaiknya

dibuat dari batu atau kayu. Bahan seng kurang baik digunakan. Atap dan dinding


(35)

2.7.1.4 Rumah Pengasapan

Rumah pengasapan digunakan dalam pembuatan karet sheet. Syarat rumah asap

yang baik, suhu dalam harus dapat dipertahankan sehingga praktis tidak berubah,

ventilasi dari ruang – ruangnya dapat diatur sesuai kebutuhan, serta penambahan

asap dan pemanasan dapat terjamin.

Suhu dan ventilasi di dalam ruang pengasapan dan pengeringan harus

dijaga agar sesuai dengan kebutuhan, oleh karena itu, di dalam ruangan perlu

dipasang temograf, bias juga digunakan thermometer maksimum minimum.

Jumlah ruang pengasapan dan pengeringan yang diperlukan berhubungan dengan

waktu pengeringan. Hal ini berkaitan dengan ketebalan sheet yang akan

dibuat.misalnya waktu pengeringan 5 – 5,5 hari maka ruang yang dibutuhkan

adalah 6 buah. Namun, bila produksi harian tinggi dan setiap hari membutuhkan

lebih dari satu ruangan maka jumlah ruangan yang diperlukan dikalikan jumlah

ruangan yang dipakai per hari. Karet tidak boleh dicampur aduk dalam satu

ruangan karena hasil karet dari hari yang tidak sama tidak boleh digabungkan.

Selain alat – alat yang telah disebutkan di atas, sebenarnya masih ada

beberapa alat yang banyak digunakan dalam pengolahan karet, seperti alat

penyaring, gunting/pemotong, meja sortasi, pengepres, pengepak dan lain – lain.

2.7.1.5 Kayu Bakar Untuk Rumah Pengasapan

Ada beberapa macam pohon yang kayunya dapat digunakan sebagai bahan bakar


(36)

dan glirisidia. Kayu yang panjang biasanya dibelah dan dipotong hingga rata –

rata mempunyai ukuran panjang sekitar 30 cm dengan garis tengah 10 cm.

Kayu bakar digunakan untuk mengasapi dan membentuk warna coklat

(kuning keemasan). Kayu tersebut adalah kayu karet yang dihasilkan dari

peremajaan karet yang sudah tidak produktif. Komposisizat dalam kayu bakar

ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi kayu bakar

Komponen Kadar (mg/m3 asap)

Formaldehyde 30-50

Macam-macam Aldehyde 180-230

Keton 190-200

Asam Formiat 115-160

Asam Asetat 600

Tar 1295

Phenol 25-40

(Widyatmoko, 1979).

2.7.1.6 Air

Dalam pengolahan karet diperlukan air, dalam jumlah yang banyak. Karena itu,

air meupakan bahan yang vital. Semakin tinggi kapasitas oleh suatu pabrik,

semakin besar jumlah air yang diperlukan. Air biasanya digunakan untuk

keperluan pengenceran lateks, pembuatan larutan kimia, pencucian hasil,


(37)

2.7.2. Bahan – Bahan Kimia

Dalam pengolahan karet alam banyak sekali digunakan bahan – bahan kimia.

Sesuai dengan proses yang dibantunya bahan itu yang berfungsi sebagai bahan

pokok, yaitu sebagai bahan pembeku, pengelantang, vulkanisasi, pemercepat

reaksi, penggiat, antioksidan dan antiozonan, pengisi, pelunak, pewarna, peniup,

pencegah pravulkanisasi, dan bahan pewangi.

2.7.2.1 Bahan Pembeku

Untuk proses pembekuan lateks ada beberapa macam bahan kimia yang bias

digunakan. Biasanya adalah jenis – jenis asam, seperti asam format atau asam

semut dan asam asetat atau asam cuka.

2.7.2.2 Bahan Pegelantang

Bahan ini digunakan untuk mendapatkan warna yang diinginkan dari karet.

Biasanya warna lateks agak kekuningan sampai kuning. Bahkan, beberapa klon

karet tertentu seperti ciranji 1 lateksnya berwarna terlalu kuning. Bahan

pengelentang seperti RPA-3 dapat menguranginya hingga sesuai dengan yang

diinginkan pasar.

2.7.2.3 Bahan Vulkanisasi

Bahan kimia ini diperlukan dalam proses vulkanisasi agar kompon karet cepat


(38)

vulkanisasi karet alam, belerang juga digunakan untuk vulkanisasi karet sintesis.

Selain belerang bahan – bahan seperti dammar fenolik, peroksida organik, radiasi

sinar gamma, serta uretan, juga dapat digunakan.

2.7.2.4 Bahan Pencepat Reaksi

Reaksi vulkanisasi biasanya berlangsung sangat lambat. Dalam dunia industri hal

ini kurang efisien karena menambah lama waktu produksi yang secara tidak

langsung juga menambah biaya. Bahan pencepat reaksi digunakan untuk

mengatasi kelambatan ini. Berdasarkan jenisnya ada beberapa macam bahan

pencepat reaksi. Dari golongan thiazol contohnya MBT dan MBTS. Dari

golongan guanidin contohnya DPG dan DOTG. Satu atau beberapa kombinasi

bahan pencepat tersebut bias dipilih untuk digunakan.

2.7.2.5 Bahan Penggiat

Fungsi bahan penggiat adalah menambah cepat kerjabahan pencepat reaksi. Jadi,

meskipun bahan ini tidak termasuk vital, tetapi cukup menentukan dalam proses

pengolahan karet. Seng oksida dan asam stearat adalah contoh bahan penggiat

yang paling banyak dipakai.

2.7.2.6 Bahan Antioksidan dan Antiozonan

Fungsi bahan ini untuk melindungi karet dari kerusakan karena pengaruh oksigen

maupun ozon yang terdapat di udara. Bahan kimia ini biasanya juga tahan


(39)

melindungi terhadap suhu tinggi, retak – retak, dan lentur. Golongan antioksidan

turunan difenil amina contohnya nonox OD. Dari golongan fenil neftilamin

contohnya PAN dan PBN. Golongan kondensat keton amina contohnya flectol H.

golongan kondensat aldehid amina contohnya agerite resin. Dari golongan fenil

sulfida contohnya santowhite crystals. Dari turunan fenol contohnya montaclere

dan lonol. Adapun antiozonan yang paling banyak digunakan adalah turunan

parafenilendiamina seperti santoflex 13, nonox DPPD, dan UOP 88. Jenis wax

atau lilin bisa juga membantu melindungi karet dalam kondisi statis terhadap

ozon.

2.7.2.7 Bahan Pelunak

Bahan pelunak berfungsi memudahkan pembuatan karet dan pemberian bentuk.

Karet yang diberi bahan pelunak bisa menjadi empuk. Penambahan bahan pengisi

yang cukup banyak perlu diimbangi dengan penambahan bahan ini. Bahan

pelunak yang banyak digunakan antara lain minyak naftenik, minyak nabati,

minyak aromatik, ter pinus, lilin paraffin, faktis, dammar, dan bitumen.

2.7.2.8 Bahan Pengisi

Ada dua macam bahan pengisi dalam proses pengolahan karet. Pertama, bahan

pengisi yang tidak aktif. Kedua, bahan pengisi yang aktif atau bahan pengisi yang

menguatkan. Yang pertama hanya menambah kekerasan dan kekakuan pada karet

yang dihasilkan, tetapi kekuatan dan sifat lainnya menurun. Biasanya bahan


(40)

dibuat karena bahan ini berharga murah, contohnya kaolin, tanah liat, kalsium

karbonat, magnesium karbonat, barium sulfat, dan barit. Bahan pengisi atau

penguat contohnya karbon hitam, silicaaluminium silikat, dan magnesium silikat.

Bahan ini mampu menambah kekerasan, ketahanan sobek, ketahanan kikisan,

serta tegangan putus yang tinggi pada karet yang dihasilkan. Kadang – kadang

bahan pengisi aktif dan tidak aktif diberikan dalam campuran sebagai alternatif

penghematan biaya.

2.7.2.9 Bahan Pencegah Pravulkanisasi

Fungsi bahan ini mencegah terjadinya pravulkanisasi yang tidak diinginkan pada

bagian ekstruder mesin acuan injeksi. Biasanya bahan ini ditambahkan pada

kompon karet tertentu, misalnya kompon karet untuk acuan injeksi. Contohnya

adalah santogard PVI dan Vulcalent A.

2.7.2.10 Bahan Pewangi

Bau karet yang khas serta bau bahan kimia yang tidak enak dapat dihilangkan

dengan menambahakan bahan pewangi. Walaupun tidak semua jenis karet

menggunakan bahan pewangi, tetapi ada beberapa jenis yang menggunakannya.

Contohnya bahan pewangi antara lain Rodo 10.(Tim Penulis PS,2011)

2.8 Antioksidan

Antioksidan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah oksidasi


(41)

mempunyai tujuan untuk mencegah barang – barang karet menjadi usang atau

dengan perkataan lain untuk memperpanjang daya tahan dari barang – barang

tersebut. Keusangan barang – barang karet dapat dilihat pada robekan –

robekannya dan retakan – retakannya yang kecil benar ke berbagai jurusan, satu

peristiwa yang berhubungan dengan oksidasi dari karet (Yayasan Karet. 1983.).

Untuk melindungi barang dari karet terhadap oksidasi, maka hampir selalu

ditambahkan antioksidan – antioksidan. Antiooksidan dibagi menjadi dua

golongan :

a. Yang menyebabkan perubahan warna dari barang karet. Ini hanya dapat

dipakai dalam campuran – campuran yang berwarna tua atau hitam.

b. Yang tidak menyebabkan perubahan warna dan dapat dipakai untuk

barang-barang yang berwarna muda atau putih.

Faktor-faktor lingkungan seperti panas, sinar ultra violet, ozon,

kelembaban udara dan bahan-bahan kimia berdampak pada awet tidaknya lateks

karet alami dapat digunakan serta lamanya dapat disimpan. Antioksidan

membantu stabilitas sarung tangan selama dalam penyimpanan.

Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan

elektron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai

dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stres oksidatif (Yayasan

Karet. 1983.).

Komposisi antioksidan terdiri dari dua, yaitu antioksidan alam dan

antioksidan sintetik, yang termasuk antioksidan alam antara lain turunan fenol,


(42)

askorbat. Antioksidan sintetik antara lain butyl hidroksianisol, butyl

hidroksitoluen, propil gallat dan etoksiquin. (Goran P. Kjallstrand J. 2001).

2.9 Fenol

Fenol adalah suatu hidroksi benzen yang merupakan senyawa aromatik

jenuh. Pada proses klorinasi, fenol dapat berubah menjadi klorofenol yang

menyebabkan bau dan rasa air minum tidak enak. ( Franson Mary A. H. 1998).

Untuk dapat mendeteksi jumlah yang relatif kecil ini didalam suatu contoh

diperlukan suatu metode analisa yang valid. Fenol total dapat ditentukan dengan

metode kolorimetri atau fluorometri. Metode kolorimeri diperlukan suatu pereaksi

yang dapat membentuk warna dengan fenol dan warna yang terbentuk langsung

diukur absorbansinya apabila kandungan fenol relatif besar. Apabila kandungan

fenol dalam tingkat ppb, maka senyawa komplek yang terbentuk diekstraksi

dengan pelarut organik sebelum diukur absorbansinya. (Ruchhoft and Lishka R. J.


(43)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

- Buret 500 ml Pyrex

- Erlenmeyer 250 ml Pyrex

- Beaker Glass 500 ml Pyrex

- Agigator 1420 Rpm Crompton Parkinson

- Sheeter / penggiling Lindeteves

- Metrolac

- Pipet Tetes

- Termometer Ruang

- Lori / jemuran sheet

- Bak Pengenceran

- Bak Koagulasi

- Sekop

- Timbangan

- Ember

- Bambu

- Pengaduk

- Kamar Asap Type Subur

- Sekat


(44)

3.1.2 Bahan

- Lateks

- Cangkang Sawit

- Kayu Karet - Air

- CH2O2 ( Asam Formic / Asam semut ) 98 %

- NH3 ( Amoniak )

- Aquadest

- H2SO4 ( Asam Sulfat ) 0,1 N

- Metile Red Cair 0,1 N

3.2 Prosedur Percobaan

3.2.1 Analisa kadar NH3

- Sebelum Lateks di tungkan dari tangki terlebih dahulu di ambil sampel

dari dari tiap-tiap tangki pengangkut latek dari kebun sebanyak 10cc.

- Sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan di tambahkan

aquadest sebanyak 90 ml.

- Kemudian ditambahkan Metile red 0,1N sebanyak 2 tetes dan di aduk

hingga larutan menjadi homogen.

- Dititrasi dengan larutan standart H2SO4 0,1N sampai berubah warna menjadi merah jingga.

- Standar kandungan amoniak lateks yang di ijinkan adalah ≤ 0,5 gr/liter, jika kandungan berlebih maka lateks tidak dapat diolah menjadi RSS (


(45)

3.2.2 Pembuatan Sheet

- Setelah kadar NH3 memenuhi standart maka lateks dari kebun yang di

dalam tangki dialiri kedalam bak pengenceran.

- Kemudian diencerkan dengan air dan diaduk menggunakan mesin

Agigator untuk menghomogenkan air dengan lateks sampai DRC (Dry

Rubber Counteen) atau KKK ( Kadar Karet Kering ) mencapai 13%-15%

yang akan di baca oleh alat Metrolac.

- Tahap selanjutnya dialirkan lateks yang telah diencerkan ke bak koagulan

kemudian ditambahkan CH2O2 ( Asam Formic / Asam semut ) sebanyak

2-2,5% tiap satu bak dan di aduk sebayak 8-10 kali.

- Dimasukkan sekat untuk membagi latek menjadi beberapa bagian dan

diamkan selama ± 2 jam sehingga terbentuk lembaran sheet.

- Dialirkan sheet ke sheeter (Mesin penggiling) yang terdiri dari 6 buah rol

yang di sebut “six in one” gilingan rol 1 sampai dengan 5 rolnya licin

(tidak berbunga) sedangkan gilingan terakhir atau finisher roolnya diberi

berbunga (grooving).

- Sheet yang telah di giling kemudian jemur di Lori dan di diamkan selama

± 2 jam untuk menurunkan kadar air.

3.2.3 Pengasapan Sheet

3.2.3.1 Persiapan Bahan Bakar

- Kayu karet yang digunakan untuk percobaan ditimbang terlebih dahulu


(46)

- Cangkang sawit ditimbang sebanyak 600 Kg (persedian untuk I sampai

dengan hari V).

- Persiapan kamar asap untuk media percobaan (digunakan kamar jenis

subur ).

3.2.3.2 Pelaksanaan Cara Kerja

Hari I :

- Panaskan terlebih dahulu kamar asap dengan menggunakan cangkang

dicampur kayu karet perbandingan 5 - 7 kg cangkang dan 0,073 M³ kayu

karet (4 tungkul) .

- Setelah temperatur mencapai 40-45 °C masukan lori yang telah berisi

lembaran kedalam kamar asap dan kondisi cerobong / ventilasi terbuka

penuh agar air yang menguap tidak terperangkap didalam kamar.

- Amati temperatur kamar setiap 60 menit (40-45°C) selama 24 jam.

- Tiap 2 (dua) jam tambahkan cangkang sebanyak 5-7 Kg disesuaikan

dengan kondisi temperatur (40-45°C).

- Tiap 4 (empat) jam tambahkan kayu karet 2-3 tungkul (0,047 M ³),

disesuaikan dengan kondisi temperatur (40-45°C).

Hari II :

- Panaskan terlebih dahulu kamr asap dengan temperatur 45 - 50 °C.

- Masukkan sheet yang di hari I kedalam kamar asap dengan temperatur

45-50°C.


(47)

- Tambahkan kayu karet 3 - 4 tungkul (lihat kondisi temperatur) dan

taburkan cangkang diatas bara kayu karet secukupnya ( 6 - 8 kg / priodik).

- Amati temperatur setiap 60 menit selama 24 jam.

- Taburkan Cangkang dan tambahkan kayu karet yang disesuaikan dengan

kondisi temperatur (45-50oC).

Hari III :

- Panaskan terlebih dahulu kamar asap dengan temperatur 50 – 55oC

- Masukkan sheet yang di hari II kedalam kamar asap dengan temperatur

50-55°C.

- Ventilasi di tutup ⅓ dari hari II.

- Tambahkan kayu karet 2 - 3 tungkul (lihat kondisi temperatur) dan

taburkan cangkang diatas bara kayu karet secukupnya ( 9 - 10 kg /

priodik).

- Amati temperatur setiap 60 menit selama 24 jam.

- Taburkan Cangkang dan tambahkan kayu karet yang disesuaikan dengan

kondisi temperatur (50-55oC).

Hari IV :

- Masukkan sheet yang di hari III kedalam kamar asap dengan temperatur

55-60°C.

- Ventilasi di tutup ⅓ dari hari II (sama dengan hari hari ke tiga).

- Tambahkan kayu karet 2 - 3 tungkul (lihat kondisi temperatur) dan

taburkan cangkang diatas bara kayu karet secukupnya ( 10 - 12 kg /


(48)

- Amati temperatur setiap 60 menit selama 24 jam.

- Taburkan Cangkang dan tambahkan kayu karet yang disesuaikan dengan

kondisi temperatur (55-60oC).

Hari V :

- Masukkan sheet yang di hari IV kedalam kamar asap dengan temperatur

60-65°C.

- Ventilasi tertutup penuh .

- Tambahkan kayu karet 1 - 2 tungkul (lihat kondisi temperatur) dan

taburkan cangkang diatas bara kayu karet secukupnya ( 12 - 14 kg /

priodik).

- Amati temperatur setiap 60 menit selama 24 jam.

- Taburkan Cangkang dan tambahkan kayu karet yang disesuaikan dengan


(49)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data dan Hasil Percobaan

Hasil dari pengamatan yang dilakukan pada proses pengasapan sheet dikamar

asap PT. Perkebunan Nusantara III dengan menggunakan bahan bakar cangkang

sawit sebagai pencampur bahan bakar kayu karet didapat data hasil percobaan

sebagai berikut :

4.1.1 Data Percobaan

Pemakaian

Hari SuhuoC Waktu

Pengasapan

Cangkang

(Kg)

Kayu (m3)

Sebelum Sesudah

I 40-45oC 24 jam 15 2,8 0,99

II 45-50oC 24 jam 63 2,5 0,77

III 50-55oC 24 jam 110 2,0 0,47

IV 55-60oC 24 jam 117 1,5 0,43

V 60-65oC 24 jam 100 1,0 0,23


(50)

4.1.2 Parameter Percobaan

4.1.2.1 Kualitas Sheet

Kayu karet

(m3)

Cangkang

(Kg)

Warna Transparan Berminyak Nama

0 868 Hitam Tidak

transparan

Berminyak -

2,89 465 Kuning

Kecoklatan

Transparan Tidak

berminyak

RSS

9,80 0 Kuning

Kecoklatan

Transparan Tidak

berminyak

RSS

4.1.2.2 Perbedaan harga

Kayu karet : Rp 40.000 / m3

Cangkang : Rp 456 / Kg

Kayu karet

(m3)

Harga (Rp) Cangkang

(Kg)

Harga (Rp) Total

0 0 868 395.808 395.808

2,89 115.600 465 212.040 327.640


(51)

4.1.3 Dasar Pemilihan Cangkang Sebagai Campuran

Bahan Kandungan Phenol

Serat Sawit -

Cangkang Sawit 2,6 %

Batang Sawit -

Pelepah Sawit -

Kayu Karet 6 – 10%

4.2 Pembahasan

Dari data hasil percobaan penggunaan cangkang sawit sebagai pencampur bahan

bakar kayu karet dapat disimpulkan bahwa cangkang sawit dapat digunakan

sebagai bahan bakar pencampur kayu karet pada proses pengasapan sheet yaitu

dengan pemakaian cangkang sebanyak 15 Kg pada hari pertama, 63 Kg pada hari

kedua, 110 Kg pada hari ketiga, 117 Kg pada hari keempat, dan 100 Kg pada hari

kelima, dan dengan pemakaian kayu karet sebanyak 0,99 m3 pada hari pertama,

0,77 m3 pada hari kedua, 0,47 m3 pada hari ketiga, 0,43 m3 pada hari keempat,

dan 0,23 m3 pada hari kelima. Pada percobaan ini kualitas Sheet yang dihasilkan

dengan penggunaan bahan bakar cangkang sawit sebagai pencampur bahan bakar

kayu karet sama dengan kualitas Sheet yang di hasilkan tanpa penggunaan

cangkang sawit yaitu warna Sheet kuning kecoklatan, Transparan, Tidak

berminyak, harga lebih terjamin dan efisien, mengurangi bahan bakar kayu karet,

dan mengurangi limbah padat. Dengan kata lain sesuai standar mutu Ribbed


(52)

lebih pada penggunaan temperatur dan penggunaan bahan bakar kayu karet dan

cangkang sawit yang sesuai.

Dasar pemilihan cangkang sawit di karenakan cangkang sawit salah satu

limbah pengolahan minyak kelapa sawit yang cukup besar yaitu mencapai 30%

dari produk minyak. Selain untuk memanfaatkan limbah, Cangkang sawit juga

menghasilkan asap yang mengandung senyawa phenol sebesar 2,6% . Senyawa

phenol memiliki zat antiseptik yang dapat mencegah pertumbuhan


(53)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Komposisi optimum cangkang sawit sebagai pencampur (pemblending)

kayu karet sebagai bahan bakar pengasapan sheet yaitu dengan

perbandingan 2 : 5, dimana dua untuk cangkang sawit dan lima untuk kayu

karet, karena semakin banyak kayu karet maka mutu yang dihasilkan

semakin bagus disebabkan kayu karet memiliki kandungan phenol yang

cukup tinggi dan mengeluarkan asap yang banyak yang mengandung zat

renik dan antiseptik yang dapat membunuh mikroba. Apabila cangkang

telalu banyak akan menyebabkan kerusakan pada mutu sheet disebabkan

cangkang sawit termasuk jenis arang aktif yang apabila digunakan terlalu

banyak dapat menyebabkan hitam dan berminyak pada sheet.

2. Mutu RSS (Ribeed Smoke Sheet) yang di hasilkan dengan menggunakan

bahan bakar cangkang sawit sebagai pencampur kayu karet pada proses

pengasapan sesuai dengan standar mutu produksi yaitu sheet bewarna

kuning kecoklatan, transparan, tidak berminyak, dan tingkat elastisitasnya

tinggi.

5.2 Saran

1. Berdasarkan hasil yang diperoleh sebaiknya dilakukan penelitian terhadap


(54)

pengenceran, dan analisa pengganti asam semut/ asam formic. Agar

diketahui bagaimana pengaruhnya terhadap kualitas dari suatu produk.

2. Sebaiknya dilakukan pengamatan dan ketepatan yang tinggi pada

temperatur kamar asap. Agar mutu yang dihasilkan berkualitas.

3. Sebaiknya lebih berhati-hati dalam pencampuran bahan bakar cangkang kelapa sawit dengan kayu karet. Karena kamar asap memiliki suhu yang


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Kjallstrand, J. Goran P. 2001. Phenolic Antioxidants In Wood Smoke. J. The Science Of The Total Environment.

Mary Ann, H. Franson. 1998. Standard Methods For The Examination Of Wasewater. 20 th Edition. America : American Public Health Association.

M.B. Ettinger, C.C. Ruchhoft and R.J. Lishka. 1951. Sensitive 4-Aminoantipyrine Method For Phenolic Compounds. London : Anal Chem.

Setiawan, D.H. dan Andoko, 2008. Budidaya Karet. Cetakan Pertama Revisi. Solo : PT. Agro Media Pustaka.

Setyamidjaja, Djoehana. 1982. Karet Budidaya dan Pengolahan. Jakarta : CV. Yusa Guna.

Spillane, J.J. 1989. Komoditi Karet. Cetakan 1. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Suparto, D. 2002. Pengetahuan tentang Lateks Hevea, Kursus Barang Jadi dari Lateks. Bogor : Balai Penelitian Teknologi Karet.

Surya, I. 2006. Teknologi Karet. Medan : Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara.

Tim Penulis, PS. 1992. Karet Budidaya dan Pengolahan, Strategi Pemasaran. Jakarta : Penebar Swadaya.

Tim penulis, PS. 2004. Karet, Budi Daya dan Pengolahan, Stategi Pemasaran. Cetakan ke-10. Jakarta : Penebar Swadaya.

Tim Penulis, PS. 2011. Panduan Lengkap Karet. Jakarta : Penebar Swadaya.

Tim Penyusun Pusat Data dan Informasi. 2007. Gambaran Sekilas Industri Karet. Jakarta Selatan : Seketariat Jendral Departemen.

Wulandari, T. 2010. Optimasi Penggunaan Campuran Asam Asetat Dan Fenol Sebagai Antioksidan Pada Karet Alam SIR 20. [Skripsi]. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Yayasan Karet. 1983. Penentuan Praktis Untuk Pembuatan Barang – Barang dari Karet Alam. Jakarta : Penerbit KINTA.


(56)

(57)

Lampiran 1. Gambar Pemakaian Cangkang Sawit


(58)

Lampiran 3. Gambar Sheet dikamar asap

Lampiran 4. Gambar Hasil Sheet yang di peroleh


(59)

Lampiran 5. Tabel Temperatur Kamar Asap

Tanggal Temperatur Pada Pukul

00.00 01.00 02.00 03.00 04.00 05.00 06.00 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00

14- jan

15- jan 40 42 43 44 45 45 46 45 47 46 45 46 46

16- jan 50 50 50 50 50 50 50 50 50 52 52 52 52

17- jan 55 55 55 55 55 55 55 55 58 58 60 60 60

18- jan 63 64 65 65 65 65 65 65

19- jan

Tanggal Temperatur Pada Pukul

13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 21.00 22.00 23.00

14- jan 40 40 40 40 40

15- jan 46 46 48 48 48 50 50 52 51 50 50

16- jan 52 52 52 53 54 54 55 55 55 55 55

17- jan 60 60 60 60 60 60 60 60 62 63 63

18- jan

19- jan

Lampiran 6. Tabel Penambahan Kayu

Tanggal PENAMBAHAN KAYU

00.00 01.00 02.00 03.00 04.00 05.00 06.00 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00

14- jan

15- jan 0,02 0,05 0,10 0,06

16- jan 0,20 0,14 0,05 0,05 0,03 0,05 0,04 0,06

17- jan 0,05 0,06 0,08 0,04 0,04 0,05 0,05 0,10

18- jan 0,05 0,03 0,04 0,05 0,03

19- jan 0,03 0,03 0,04 0,04

Tanggal PENAMBAHAN KAYU

13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 21.00 22.00 23.00

14- jan 0,05 0,06 0,04

15- jan 0,06 0,09 0,11 0,06

16- jan 0,05 0,03 0,03 0,04 0,02 0,03 0,08

17- jan 0,02 0,04 0,02 0,08 0,03

18- jan 0,04 0,06 0,03 0,04 0,04 0,01

19- jan


(60)

Lampiran 7. Tabel Penambahan Cangkang

14 – Jan 15 – Jan 16 – Jan 17 – Jan 18 - Jan

Pagi : 0 Kg Pagi : 35 Kg Pagi : 50 Kg Pagi : 60 Kg Pagi : 30 Kg Sore : 5 Kg Sore : 16 Kg Sore : 34 Kg Sore : 55 Kg Sore : 30 Kg Malam : 10 Kg Malam : 12 Kg Malam : 26 Kg Malam : 62 Kg Malam 40 Kg

Jumlah : 15 Kg Jumlah : 63 Kg Jumlah : 110 Kg Jumlah : 177 Kg Jumlah : 100 Kg


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Kjallstrand, J. Goran P. 2001. Phenolic Antioxidants In Wood Smoke. J. The Science Of The Total Environment.

Mary Ann, H. Franson. 1998. Standard Methods For The Examination Of Wasewater. 20 th Edition. America : American Public Health Association. M.B. Ettinger, C.C. Ruchhoft and R.J. Lishka. 1951. Sensitive 4-Aminoantipyrine

Method For Phenolic Compounds. London : Anal Chem.

Setiawan, D.H. dan Andoko, 2008. Budidaya Karet. Cetakan Pertama Revisi. Solo : PT. Agro Media Pustaka.

Setyamidjaja, Djoehana. 1982. Karet Budidaya dan Pengolahan. Jakarta : CV. Yusa Guna.

Spillane, J.J. 1989. Komoditi Karet. Cetakan 1. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Suparto, D. 2002. Pengetahuan tentang Lateks Hevea, Kursus Barang Jadi dari

Lateks. Bogor : Balai Penelitian Teknologi Karet.

Surya, I. 2006. Teknologi Karet. Medan : Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara.

Tim Penulis, PS. 1992. Karet Budidaya dan Pengolahan, Strategi Pemasaran. Jakarta : Penebar Swadaya.

Tim penulis, PS. 2004. Karet, Budi Daya dan Pengolahan, Stategi Pemasaran. Cetakan ke-10. Jakarta : Penebar Swadaya.

Tim Penulis, PS. 2011. Panduan Lengkap Karet. Jakarta : Penebar Swadaya. Tim Penyusun Pusat Data dan Informasi. 2007. Gambaran Sekilas Industri Karet.

Jakarta Selatan : Seketariat Jendral Departemen.

Wulandari, T. 2010. Optimasi Penggunaan Campuran Asam Asetat Dan Fenol Sebagai Antioksidan Pada Karet Alam SIR 20. [Skripsi]. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Yayasan Karet. 1983. Penentuan Praktis Untuk Pembuatan Barang – Barang dari Karet Alam. Jakarta : Penerbit KINTA.


(2)

(3)

Lampiran 1. Gambar Pemakaian Cangkang Sawit


(4)

Lampiran 3. Gambar Sheet dikamar asap

Lampiran 4. Gambar Hasil Sheet yang di peroleh


(5)

Lampiran 5. Tabel Temperatur Kamar Asap

Tanggal Temperatur Pada Pukul

00.00 01.00 02.00 03.00 04.00 05.00 06.00 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00

14- jan

15- jan 40 42 43 44 45 45 46 45 47 46 45 46 46

16- jan 50 50 50 50 50 50 50 50 50 52 52 52 52

17- jan 55 55 55 55 55 55 55 55 58 58 60 60 60

18- jan 63 64 65 65 65 65 65 65

19- jan

Tanggal Temperatur Pada Pukul

13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 21.00 22.00 23.00

14- jan 40 40 40 40 40

15- jan 46 46 48 48 48 50 50 52 51 50 50

16- jan 52 52 52 53 54 54 55 55 55 55 55

17- jan 60 60 60 60 60 60 60 60 62 63 63

18- jan

19- jan

Lampiran 6. Tabel Penambahan Kayu

Tanggal PENAMBAHAN KAYU

00.00 01.00 02.00 03.00 04.00 05.00 06.00 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 14- jan

15- jan 0,02 0,05 0,10 0,06

16- jan 0,20 0,14 0,05 0,05 0,03 0,05 0,04 0,06

17- jan 0,05 0,06 0,08 0,04 0,04 0,05 0,05 0,10

18- jan 0,05 0,03 0,04 0,05 0,03

19- jan 0,03 0,03 0,04 0,04

Tanggal PENAMBAHAN KAYU

13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 21.00 22.00 23.00

14- jan 0,05 0,06 0,04

15- jan 0,06 0,09 0,11 0,06

16- jan 0,05 0,03 0,03 0,04 0,02 0,03 0,08

17- jan 0,02 0,04 0,02 0,08 0,03

18- jan 0,04 0,06 0,03 0,04 0,04 0,01

19- jan


(6)

Lampiran 7. Tabel Penambahan Cangkang

14 – Jan 15 – Jan 16 – Jan 17 – Jan 18 - Jan

Pagi : 0 Kg Pagi : 35 Kg Pagi : 50 Kg Pagi : 60 Kg Pagi : 30 Kg Sore : 5 Kg Sore : 16 Kg Sore : 34 Kg Sore : 55 Kg Sore : 30 Kg Malam : 10 Kg Malam : 12 Kg Malam : 26 Kg Malam : 62 Kg Malam 40 Kg Jumlah : 15 Kg Jumlah : 63 Kg Jumlah : 110 Kg Jumlah : 177 Kg Jumlah : 100 Kg


Dokumen yang terkait

Analisis Optimasi Penggunaan Input Produksi Pada Perkebunan Kelapa Sawit Tambunan

19 77 104

Pengaruh Abu Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Bahan Tambahan Pada Pembuatan Batako

18 328 64

Usulan Perbaikan Mutu Produk Rubber Smoke Sheet (RSS) Berdasarkan Metode Kaizen Di PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Gunung Para

3 56 144

Pengaruh Kenaikan Temperatur dan Lamanya Waktu Pengasapan Terhadap Mutu Produk Ribbed Smoke Sheet (RSS) Menggunakan Anava Pada Pabrik Karet PTPN III Gunung Para

16 86 132

Usulan Perbaikan Metode Kerja Pada Proses Sortasi Rubber Smoke Sheet Di Pabrik Karet PT. Perkebunan Nusantara III Gunung Para

0 65 126

Optimalisasi produksi karet olahan RSS (Ribbed smoke sheet : pada unit usaha musi landas ptp nusantara v11 persero sumatra selatan

1 7 102

PENGARUH PENGGUNAAN ASAP CAIR DARI TIGA JENIS KAYU UNTUK MEMBEKUKAN LATEKS CAIR TERHADAP MUTU KARET LEMBARAN ASAP BERGARIS (RIBBED SMOKED SHEET, RSS)

1 12 51

ANALISIS PENINGKATAN KUALITAS PRODUKSI RIBBED SMOKE SHEET (RSS) UNTUK MENGURANGI CACAT PRODUK MENGGUNAKAN METODE MACHINE QUALITY AND PEOPLE (MQP) DI PTPN IX KEBUN MERBUH.

0 3 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Penggunaan Cangkang Kelapa Sawit Untuk Mengurangi Penggunaan Bahan Bakar Kayu Karet Pada Proses Pengasapan Sebagai Produk Ribbed Smoke Sheet (RSS) Di PT. Perkebuanan Nusantara III

0 0 22

Pengaruh Penggunaan Cangkang Kelapa Sawit Untuk Mengurangi Penggunaan Bahan Bakar Kayu Karet Pada Proses Pengasapan Sebagai Produk Ribbed Smoke Sheet (RSS) Di PT. Perkebuanan Nusantara III

0 2 14