Studi Potensi dan Pengaruh Aktivitas Wisata Sungai Aek Godang di Kota Panyabungan Kabupaten Tapanuli Selatan

TINJAUAN PUSTAKA

  Sungai

  Sungai merupakan badan air bergerak dari tempat yang tinggi ketempat yang lebih rendah melalui permukaan atau bawah tanah. Sungai dapat dibedakan menjadi hulu, hilir dan muara. Sungai bagian hulu dicirikan dengan badan sungai yang dangkal dan sempit, tebing curam dan tinggi, berair jernih dan mengalir cepat serta mempunyai populasi biota yang sedikit. Sungai bagian hilir umumnya lebih lebar, tebingnya curam atau landai, badan air dalam, keruh, aliran air lambat dan biota populasi didalamnya banyak. Muara adalah bagian sungai yang berbatasan dengan laut dan danau, mempunyai tebing landai dan dangkal, badan air dalam, keruh serta mengalir lambat (Kordi dan Andi, 2010).

  UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, menyatakan bahwa sungai merupakan bentuk alur air permukaan yang harus dikelola secara menyeluruh, terpadu berwawasan lingkungan hidup dengan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sungai harus dilindungi dan dijaga kelestariannya, ditingkatkan fungsi dan kemanfaatannya, dan dikendalikan dampak negatif terhadap lingkungannya. Sungai harus dimanfaatkan sesuai dengan peruntukkannya, dalam rangka mewujudkan kemanfaatan sungai serta mengendalikan kerusakan sungai, perlu ditetapkan garis sempadan sungai, yaitu garis batas perlindungan sungai. Garis sempadan sungai ini selanjutnya akan menjadi acuan pokok dalam kegiatan pemanfaatan dan perlindungan sungai serta sebagai batas permukiman di wilayah sepanjang sungai (Maryono, 2009).

  Sungai Batang Gadis

  Sungai-sungai di Kabupaten Mandailing Natal beraliran pendek, terjal, dan Gadis sebagian dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik (hydromini) dan untuk irigasi. Alur sungai senantiasa bergerak secara horisontal dan jalur sungai berpindah- pindah (bergerak) secara terus-menerus.

  Sungai Batang gadis merupakan daerah aliran sungai. Wilayah Mandailing Natal terdapat 6 (enam) DAS, yaitu: DAS Batang Gadis, DAS Batang Batahan, DAS Batang Natal, DAS Batang Tabuyung, DAS Batang Bintuas, DAS Batang Toru.

  DAS yang terbesar adalah DAS Batang Gadis dengan luas 369.963 Ha atau sekitar 55,88% dari luas wilayah Kabupaten Mandailing Natal. Keenam DAS bermuara ke Pantai Barat (Samudera Indonesia).

  Sungai Batang Gadis merupakan sungai utama terpanjang dan terbesar di Kabupaten Mandailing Natal. Dimana hampir menjelajahi seluruh kabupaten ini.

  Mulai dari hulunya di Ulu Pakantan Muara Sipongi, melewati beberapa kecamatan dan akhirnya bermuara di Kecamatan Muara Batang Gadis. Sungai ini sangat berpengaruh untuk roda kehidupan masyarakat Mandailing Natal, untuk mengairi sawah-sawah yang luas , mata pencaharian utama penduduk, dll (Midora dan Anggraeni, 2006).

  Wisata Sungai

  UU No 9 tahun 1990 (Menteri Dalam Negeri, 1990), beberapa istilah yang berhubungan dengan kegiatan pariwisata antara lain :

  1. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata.

  2. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata. pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha – usaha yang terkait di bidang tersebut.

  4. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata.

  5. Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut.

  6. Objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata.

  7. Kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.

  Menurut Kelly (1996) dalam Sulaksmi (2007) menyatakan bahwa bentuk wisata antara lain : ekowisata (ecotourism), wisata alam (nature tourism), wisata petualangan (adventure tourism), wisata berdasarkan waktu (gateway and stay) dan wisata Budaya (cultural tourism).

  Pariwisata di Indonesia dimulai pada awal tahun enam puluhan. Istilah ini semakin menjadi pembicaraan, terutama setelah Presiden Suharto menyampaikan kata sambutan dalam pertemuan ramah tamah dengan para peserta seminar dan rapat kerja kepariwisataan tanggal 27 Nopember 1982 di istana negara (Pendit, 1994).

  Untuk menyamakan pemahaman mengenai istilah-istilah dan pengertian pariwisata, di Indonesia mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan yang menyatakan bahwa pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait dibidang tersebut. Wisata adalah kegiatan bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata (Kartawan, 2004).

  Sektor pariwisata merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Usaha memperbesar pendapatan asli daerah, maka program pengembangan dan pendayagunaan sumber daya dan potensi pariwisata daerah diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi negara.

  Pembangunan ekonomi, majunya industri pariwisata suatu daerah sangat bergantung kepada jumlah wisatawan yang datang, karena itu harus ditunjang dengan peningkatan pemanfaatan Daerah Tujuan Wisata (DTW) sehingga industri pariwisata akan berkembang dengan baik. Negara Indonesia yang memiliki pemandangan alam yang indah sangat mendukung bagi berkembangnya sektor industri pariwisata di Indonesia (Meta, 2002).

  Konsep pemanfaatan, wisata dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu (Fandeli, 2000., META, 2002 dalam Yulianda, 2007) : a. Wisata alam (nature tourism), merupakan aktivitas wisata yang ditujukan pada pengalaman terhadap kondisi alam atau daya tarik panoramanya.

  b. Wisata budaya (cultural tourism), merupakan wisata dengan kekayaan budaya sebagai objek wisata dengan penekanan pada aspek pendidikan.

  c. Ekowisata (Ecotourism,), merupakan wisata berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumberdaya alam/lingkungan dan industri kepariwisataan.

  Menurut Damanik dan Weber (2006) menyatakan bahwa potensi kawasan ekowisata di Indonesia sangat besar. Objek tersebut tersebar di darat (dalam kawasan ekowisata terdiri dari beberapa elemen penawaran wisata yang sering disebut sebagai triple A yang terdiri dari atraksi, aksesibilitas dan amenitas. Atraksi dapat dibagi menjadi tiga yakni alam, budaya dan buatan. Atraksi alam meliputi pemandangan alam seperti danau Kelimutu atau Gunung Bromo.

  Atrakasi budaya meliputi peninggalan sejarah seperti Candi Prambanan, adat istiadat masyarkat seperti: Pasar Terapung di Kalimantan. Aksesiblitas mencakup infrastruktur transportasi yang menghubungkan wisatawan ”dari”, ”ke” dan ”selama di” daerah tujuan wisata (Inskeep, 1994). Amenitas adalah infrastruktur yang sebenarnya tidak langsung terkait dengan pariwisata tetapi sering menjadi bagian dari kebutuhan wisatawan seperti, bank, telekomunikasi, buku panduan wisata dan seni pertunjukan.

  Menurut Razzak dan Surianti (2011) menyatakan bahwa untuk membedakan pengcrtian antara wisata, wisatawan, pariwisata, keparirwisataan, usaha pariwisata obyek dan daya tarik wisata, serta kawasan wisata, studi ini akan menggunakan definisi yang ditetapkan dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (pasal 1), yaitu: 1.

  Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara

2. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata

  3. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah,

  4. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha

  5. Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.

6. Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.

  7. Kawasan pariwisata Kawasan Strategis Pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan.

  8. Wisata kesehatan adalah perjalanan seseorang wisatawan dengan tujuan tertentuj untuk menukar keadaan dan lingkungan tempat sehari-hari dimana ia tinggal demi kepentingan beristirahat baginya dalam arti jasmani dan rohani, dengan mengunjungi tempat peristirahatan, seperti mata air panas yang mengandung mineralyang dapat menyembuhkan, tempat yang mempunyai iklim udara menyehatkanatau tempat-tempat yang menyediakan fasilitas-fasilitas kesehatan lainnya.

  Potensi, Objek dan Daya Tarik Wisata

  Menurut Undang-undang (UU) Nomor 9 tahun 1990, wisata adalah kegiatan bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Potensi wisata adalah mengenai kandungan gejala alam dari suatu kawasan yang dapat dijadikan sebagai obyek dan daya tarik suatu perjalanan wisata.

  Potensi wisata yang dikemukaan Yoeti (1997) yaitu objek pariwisata yang dapat dilihat, disaksikan, dilakukan atau dirasakan. Obyek tersebut dapat berupa:

  1. Berasal dari alam, dapat dilihat dan disaksikan secara bebas (pada tempat-tempat tertentu harus bayar untuk masuk, seperti cagar alam, kebun raya, dan lain-lain) seperti: iklim, pemandangan, vegetasi hutan, flora dan fauna, sumber kesehatan.

  2. Merupakan hasil kebudayaan suatu bangsa yang dapat dilihat, disaksikan, dan dipelajari seperti: monumen dan peninggalan masa lalu, tempat-tempat budaya, dan perayaan-perayaan tradisional.

  UU No. 9 tahun 1990 menyatakan bahwa objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata yang terdiri atas: a) Objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang berwujud keadaan alam serta flora dan fauna.

  b) Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, wisata agro, wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan tempat hiburan.

  Cooper et al. (1998) menyatakan bahwa terdapat beberapa komponen objek wisata yaitu:

  1. Atraksi wisata alam, buatan (hasil karya manusia) atau kegiatan yang merupakan alasan utama kunjungan. wisata.

  3. Akomodasi, makanan, dan minuman tidak hanya tersedia dalam bentuk fisik, tetapi juga dapat menciptakan perasaan hangat dan memberikan kenangan pada lingkungan setempat.

  4. Aksesibilitas (jalan dan transportasi) merupakan salah satu faktor kesuksesan daerah tujuan wisata.

  5. Faktor-faktor pendukung seperti kegiatan pemasaran, pengembangan dan koordinasi.

  Atraksi wisata adalah sesuatu yang dapat dilihat atau disaksikan melalui suatu pertunjukan (shows) yang khusus diselenggarakan untuk wisatawan. Atraksi wisata dibedakan dengan obyek wisata, karena atraksi wisata untuk menyaksikan harus dipersiapkan terlebih dahulu, sedangkan obyek wisata dapat dilihat tanpa dipersiapkan terlebih dahulu, seperti danau, pemandangan, pantai, gunung, candi, monument, dan lain-lain (Yoeti, 1997).

  Parameter Kualitas Air

  Pengelolaan yang dilakukan adalah pemantauan dan interpretasi data kualitas air, mencakup kualitas fisika, kimia, dan biologi. Kepedulian tentang keadaan lingkungan hidup, kualitas air menjadi bagian yang penting dalam isu pengembangan sumberdaya air. Kualitas air dalam hal ini mencakup keadaan fisik, kimia dan biologi yang dapat mempengaruhi ketersediaan air untuk kehidupan manusia, pertanian, industri, rekreasi dan pemanfaatan air lainnya. Status kualitas air berkaitan erat dengan kuantitas air, karakteristik fisik terpenting yang dapat mempengaruhi kualitas air. Dengan demikian, berpengaruh pula pada ketersediaan untuk berbagai

  1. Suhu

  Suhu atau temperatur suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (Latitude), ketinggian dari permukaan laut (Altitude), waktu (hari), sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, biologi badan air. Suhu juga sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga meneyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya gas O

  2 , CO 2 , N 2 ,

  CH 4 ( Haslam, 1995 dalam Effendi 2003).

  Pengukuran suhu air merupakan hal yang mutlak dilakukan, hal ini disebabkan karena kelarutan dari berbagai jenis gas dalam air serta semua aktivitas biologi-fisiologis di dalam ekosistem air sangat dipengaruhi oleh suhu (Barus, 2004).

  2. Arus

  Menurut Barus (2004) Arus air adalah faktor yang mempunyai peranan sangat penting baik pada perairan lotik maupun perairan lentik. Hal ini berhubungan dengan penyebaran organisme, gas-gas terlarut dan mineral yang terdapat di dalam air. Kecepatan aliran air akan bervariasi secara vertikal. Arus air yang pada perairan

  

lotik umumnya bersifat turbulen, yaitu arus air yang bergerak ke segala arah sehigga

  air akan terdistribusi ke seluruh bagian dari perairan tersebut. Selain itu dikenal arur laminar , yaitu arus air yang bergerak ke satu arah tertentu saja.

  3. pH

  Derajat lebih dikenal dengan pH. pH (puissance negative de H), yaitu Derajat keasaman atau pH air menunujukan aktivitas ion hydrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hydrogen (dalam mol/liter) pada suhu tertentu ( Kordi dan Andi, 2010).

  Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion hydrogen dalam suatu larutan, didefenisikan sebagai logaritma dari resifprokal aktivitas ion hidrogen dan secara matematis dinyatakan sebagai pH= log l/H- dimana H- adalah banyaknya ion hydrogen dalam mol/liter larutan. Kemampuan air untuk mengikat atau melepaskan ion Hidrogen akan menunjukkan apakah larutan tersebut bersifat asam atau basa (Barus, 2004).

4. Dissolved Oxygen (DO)

  Oksigen dapat menjadi faktor pembatas dalam penentuan kehadiran mahluk hidup dalam suatu badan air. Dalam air deras, biasanya oksigen tidak menjadi faktor pembatas. Dalam sungai yang jernih dan deras kepekaan oksigen mencapai kejenuhan. Jika air berjalan lambat atau ada pencemar maka oksigen yang terlarut mungkin dibawah kejenuhan, sehingga oksigen kembali menjadi faktor pembatas , kepekaan oksigen terlarut bergantung kepada: suhu, kehadiran tanaman fotosintesis, tingkat penetrasi cahaya yang tergantung kepada kedalaman dan kekeruhan dalam air, tingkat kederasan aliran air, jumlah bahan organik yang diuraikan dalam air seperti sampah, ganggang mati atu limbah industri (Sastrawijaya, 2000).

  Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan dalam proses respirasi, bagi sebagian besar organisme air. Umumnya kelarutan oksigen dalam air sangat terbatas. Dibandingkan dengan kadar oksigen di udara yang mempunyai konsentrasi sebanyak 21% volum oksigen terlarut dalam air adalah difusi oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara dan dari proses fotosintesis, selanjutnya air kehilangan oksigen melalui pelepasan dari permukaan ke atmosfir dan melalui kegiatan respirasi dari semua organisme air ( Barus, 2004).

  5. Biochemical Oxygen Demand (BOD 5)

  Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik yang

  o

  diukur pada temperatur 20 C (Forstner, 1990). Dalam proses oksidasi secara biologis ini tentu saja dibutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan oksidasi secara kimiawi. Faktor-faktor yang mempengaruhi BOD adalah jumlah senyawa organic yang akan diuraikan, tersedianya mikroorganisme aerob yang mampu menguraikan senyawa organik tersebut dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkna dalam proses penguraian (Barus, 2004).

  6. Kecerahan

  Penentuan kecerahan air dengan keping Secchi adalah berdasarkan batas pandangan ke dalam air untuk melihat warna putih yang berada dalam air. Semakin keruh suatu badan air akan semakin dekat batas pandangan, sebaliknya kalau air jernih akan jauh batas pandangan tersebut. Keping Secchi berupa suatu kepingan yang berwarna hitam-putih, yang dibenamkan ke dalam air. Keping itu berupa suatu piringan yang diameternya sekitar 25 cm. piringan ini dapart dibuat dari plat logam yang tebalnya sekitar 3 mm pada tengah piringan dibuat satu lubang untuk tempat meletakkan tali dan logam pemberatnya. Tali inilah yang berfungsi sebagai penentu kedalaman (Suin, 2002).

  Organisme indikator yang biasa digunakan adalah bakteri coliform. Coliform didefenisikan sebagai bakteri aerobik atau anerobik fakultatif, Gram negative, tidak membentuk endospora, berbentuk batang, memfermentasikan laktosa membentuk

  o

  gas setelah ditumbuhkan di Lactose broth selama 48 jam pada suhu 35

  C. air yang layak untuk diminum seharusnya sama sekali tidak mengandung coliform (nol coliform per 100 ml) (Puspaningrum, 2008).

  Berbagai metode untuk mengidentifikasi bakteri patogen di perairan telah banyak dikembangkan. Akan tetapi, penentuan semua jenis bakteri patogen ini membutuhkan waktu dan biaya yang besar, sehingga penentuan grup bakteri

colifaecal dianggap sudah cukup baik dalam menilai tingkat higienitas perairan.

  

Escherichia coli adalah salah satu bakteri coliform total yang ditemukan dalam tinja

  manusia, selain Escherichia coli, bakteri patogen juga terdapat dalam tinja manusia. Keberadaan Escherichia coli di perairan secara berlimpah menggambarkan bahwa perairan tersebut tercemar oleh kotoran manusia, yang mungkin juga disertai dengan cemaran bakteri patogen (Effendi, 2003).

  Pengaruh Aktivitas Wisata

  Dampak negatif dari kegiatan wisata terjadi apabila tingkat penggunaan lebih besar daripada kemampuan lingkungan untuk mengatasi hal tersebut. Aktivitas yang dilakukan oleh pelaku wisata, produk perencanaan dan sistem pengelolaan wisata serta kondisi sarana dan prasarana dapat mempengaruhi terjadinya intensitas dampak lingkungan yang berbeda (Ginanjar, 2012).

  Menurut Harthayasa (2002) pada umumnya wisatawan melakukan kegiatan wisata tergantung dengan kondisi atraksi dari obyek wisatanya. Memberdayakan pendekatan dan koordinasi dengan masyarakat setempat. Masalah cukup berat adalah memberikan pemahaman dan pengertian kepada masyarakat bahwa keikutsertaan dan peran serta langsung dari mereka akan punya andil dan besar dalam meningkatkan kepariwisataan secara makro maupun kehidupan atau kesejahteraan masyarakat sendiri secara mikro.

  Menurut Ridwan (2012) dalam Aria (2014) Pengembangan pariwisata dapat menimbulkan kerusakan besar pada ekosistem. Kerusakan dan masalah ekosistem yang ditimbulkan dapat berupa sedimentasi. Bangunan yang dibuat kadang-kadang menghalangi arus sungai dan drainase serta pencemaran langsung yang disebabkan oleh limbah hotel dan restoran. Masalah lingkungan terbesar bagi bangunan dan fasilitas pariwisata adalah penggunaan energi dan pembuangan limbah. Sampah padat yang dihasilkan dari pembangunan dan konstruksi sarana akomodasi menjadi limbah beracun yang mencemari air, udara dan tanah.

  Contoh objek wisata yang menarik untuk dikembangkan adalah objek wisata sungai. Hal ini menarik tergantung pada pengelolannya, misalkan dikelola sebagai paket-paket wisata air, rekreasi air maupun arena arung jeram. Tingkat kebersihan ataupun lingkungan sekitarnya adalah hal yang penting dan selalu terjaga (Harthayasa, 2002).

  Indeks Kesesuaian Wisata

  Analisis kesesuaian wisata merupakan analisis yang dimaksudkan untuk mengetahui kesesuian wisata pada suatu kawasan dalam penggunaan lahan pada Godang. Kesesuain wisata ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kesesuain wisata sungai di Aek Godang Kota Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal .

  Menurut Yulianda (2007) dalam Azis dkk (2012) menyatakan bahwa setiap parameter memiliki bobot dan skor, dimana pemberian bobot berdasarkan tingkat kepentingan suatu parameter terhadap perencanaan kawasan wisata. bobot yang diberikan adalah 5 (lima), 3 (tiga), dan 1 (satu). Kriteria untuk masing-masing pembobotan adalah sebagai berikut :

  1. Pemberian bobot 5: hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa unsur parameter sangat diperlukan atau parameter kunci.

  2. Pemberian bobot 3: hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa unsur parameter sedikit diperlukan atau parameter yang cukup penting.

  3. Pemberian bobot 1: hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa unsur parameter dalam unsur penilaian tidak begitu diperlukan tetapi harus selalu ada atau parameter ini tidak penting.

  Menurut Yulianda (2007) menyatakan bahwa setiap kegiatan wisata memiliki persyaratan-persyaratan sumberdaya dan lingkungan yang sesuai dengan kawasan objek wisata yang akan dikembangkan. Masing-masing jenis kegiatan wisata memiliki parameter kesesuaian yang berbeda-beda antara kegiatan wisata yang satu dengan jenis kegiatan wisata yang lainnya. Parameter kegiatan tersebut disusun dalam kelas kesesuaian untuk masing-masing jenis kegiatan wisata.

  Daya Dukung Kawasan

  Daya dukung alam diartikan sebagai kemampuan alam untuk mendukung kehidupan untuk manusia. Berkurangnya daya dukung alam akan berakibatkan pula daya dukung alam harus di jaga agar tetap dapat memberikan dukungannya bagi kehidupan manusia. Daya dukung alam perlu dijaga karena daya dukung alam dapat berkurang atau menyusut sejalan dengan berputarnya waktu dan pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan industry (Wardhana, 2004).

  Daya dukung lingkungan tergantung pada kebutuhan dan nilai yang didfinisikan sendiri oleh masyarakat . Penentuan daya dukung juga tergantung pada berbagai penilaian mengenai tingkat daya tamping pada berbagai penilaian mengenai tingkat daya tampung kawasan yang rusak akibat wisatawan. Ketika tingkat daya tamping ekowisata dibuat, metode untuk mengkontrol pengunjung perlu diimplementasikan yang mencangkup kemampuan untuk mendukung jumlah pengunjung, menjaga jumlah konstan pengunjung (Khair, 2006).