Studi Komparasi Jenis Makanan Ikan Keperas (Puntius binotatus) Di Sungai Aek Pahu Tombak, Aek Pahu Hutamosu Dan Sungai Parbotikan Kecamatan Batang Toru Tapanuli Selatan

(1)

STUDI KOMPARASI JENIS MAKANAN IKAN

KEPERAS

(Puntius binotatus)

DI SUNGAI AEK PAHU TOMBAK, AEK PAHU

HUTAMOSU DAN SUNGAI PARBOTIKAN KECAMATAN

BATANG TORU TAPANULI SELATAN

TESIS

Oleh:

TOBERNI SANTIKA SITUMORANG

117030043/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 1 3


(2)

STUDI KOMPARASI JENIS MAKANAN IKAN

KEPERAS

(Puntius binotatus)

DI SUNGAI AEK PAHU TOMBAK, AEK PAHU

HUTAMOSU DAN SUNGAI PARBOTIKAN KECAMATAN

BATANG TORU TAPANULI SELATAN

TESIS

Oleh:

TOBERNI SANTIKA SITUMORANG

117030043/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 1 3


(3)

STUDI KOMPARASI JENIS MAKANAN IKAN

KEPERAS

(Puntius binotatus)

DI SUNGAI AEK PAHU TOMBAK, AEK PAHU

HUTAMOSU DAN SUNGAI PARBOTIKAN KECAMATAN

BATANG TORU TAPANULI SELATAN

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Biologi pada Program Pascasarjanan

Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara

Oleh:

TOBERNI SANTIKA SITUMORANG

117030043/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 1 3


(4)

PENGESAHAN TESIS

Judul Penelitian : STUDI KOMPARASI JENIS MAKANAN IKAN KEPERAS (Puntius binotatus) DI SUNGAI AEK PAHU TOMBAK, AEK PAHU HUTAMOSU DAN SUNGAI PARBOTIKAN KECAMATAN BATANG TORU TAPANULI SELATAN

Nama : TOBERNI SANTIKA SITUMORANG NIM : 117030043

Program Studi : BIOLOGI

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus M.Sc Dr. Hesti Wahyuningih, M.Si Ketua/Promotor Anggota/Co. Promotor

Ketua Program Studi, D e k a n

Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed Dr. Sutarman, M.Sc


(5)

PERNYATAAN ORISINALITAS

STUDI KOMPARASI JENIS MAKANAN IKAN

KEPERAS

(Puntius binotatus)

DI SUNGAI AEK PAHU TOMBAK, AEK PAHU

HUTAMOSU DAN SUNGAI PARBOTIKAN KECAMATAN

BATANG TORU TAPANULI SELATAN

TESIS

Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil karya saya sendiri kecuali kutipan dsn ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, Agustus 2013

TOBERNI SANTIKA SITUMORANG

NIM : 117030043


(6)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : TOBERNI SANTIKA SITUMORANG

N I M : 117030043

Program Studi : Magister Biologi Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul :

STUDI KOMPARASI JENIS MAKANAN IKAN

KEPERAS

(Puntius binotatus)

DI SUNGAI AEK PAHU TOMBAK, AEK PAHU

HUTAMOSU DAN SUNGAI PARBOTIKAN KECAMATAN

BATANG TORU TAPANULI SELATAN

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai pemegang dan atau pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, Agustus 2013


(7)

Telah diuji pada

Tanggal : 02 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI

Ketua

: Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, M.Sc.

Anggota : Dr. Hesti Wahyuningsih, M.Si.

Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS.

Prof. Dr. Syarfuddin Ilyas, M.Biomed.


(8)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap berikut gelar

: Toberni Santika Situmorang, S.Si, M.Si

Tempat dan Tanggal Lahir

: Parendean Urat, 07 Oktober 1986

Alamat Rumah

: Jl. Jamin Ginting Gg. Senina No. 15,

Padang Bulan, Medan

Telepon/Faks/Hp

: 085359814124

e-mail

: toberni_santika@yahoo.com

DATA PENDIDIKAN

SD

: SD Negeri No. 174591 Sibatuara

Tamat : 1999

SMP

: SLTP Sw. Santo Petrus Urat

Tamat : 2002

SMA

: SMA Sw. SantoPetrus Urat

Tamat : 2005

Strata -1 : FMIPA Universitas Sumatera Utara

Tamat : 2009

Strata-2

: PSM Biologi PPs FMIPA USU

Tamat : 2013


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik dalam waktu yang telah ditetapkan.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Magister.

Dekan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, Dr. Sutarman, M.Sc atas kesempatan yang diberikan menjadi mahasiswa program Magister pada Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Ketua Program Studi Magister/Doktor, Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed, Sekretaris Program Studi Dr. Suci Rahayu, M.Si beserta seluruh staff pengajar pada Program Studi Magister Biologi program Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Direktoral Jenderal Kementerian Pendidikan atas kesempatan melanjutkan pendidikan yang diberikan kepada penulis melalui program beasiswa unggulan.

Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus.,M.Sc selaku Promotor/Pembimbing utama dan Ibu Dr. Hesti Wahyuningsih, M.Si selaku Co. Promotor dalam penelitian ini, yang memberikan panduan yang penuh kepercayaan kepada penulis untuk menyempurnakan kajian ini. Panduan ringkas, padat dan profesional telah diberikan kepada penulis agar penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Retno Widhiastuti. M.S, dan Bapak Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed selaku komisi Penguji yang telah banyak memberikan saran dan arahan demi penyelesaian tesis ini.

Ucapan terimakasih yang tak ternilai penulis ucapkan kepada yang terhormat Ibunda tercinta S. Sinaga buat tiap tetes keringat, air mata, harapan, doa dan dukungan moril, sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan tesis ini. Kepada keluargaku, kakak-kakakku tersayang: Jusniar Situmorang beserta suami dan Dumey Situmorang beserta suami, juga untuk abang-abangku terkasih: D. Situmorang beserta istri, J. Situmorang, P. Situmorang beserta istri, dan Arris Situmorang, yang selalu memberikan doa dan dukungan moril kepada penulis selama ini.

Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan Mahasiswa/i Pascasrajana Biologi 2011 yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, terimakasih atas kebersamaannya selama ini. Kepada Team Lapangan Batang Toru: Helen, Hariadi, Bertua dan Bapak Charles PH Simanjuntak, S.Pi, M.Si terimakasih atas kebersamaan dan diskusi yang diberikan selama di lapangan. Terimakasih juga buat abanganda Hendra Sitorus, SSi dan teman-teman di MABES yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan tesis ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan tesis ini. Sebelum dan sesudahnya penulis mengucapkan terimakasih banyak.

Medan, Agustus 2013


(10)

STUDI KOMPARASI JENIS MAKANAN IKANKEPERAS (Puntius binotatus)DI SUNGAI AEK PAHU TOMBAK, AEK PAHU

HUTAMOSU DAN SUNGAI PARBOTIKAN KECAMATAN BATANG TORU TAPANULI SELATAN

ABSTRAK

Penelitian mengenai studi komparasi jenis makanan pada usus ikan Keperas Puntius binotatus di sungai Aek Pahu Tombak, Aek Pahu Hutamosu dan sungai Parbotikan Kecamatan Batang Toru bertujuan untuk mengetahui jenis makanan ikan yang terdapat pada usus serta kebiasaan makan ikan Puntius binotatus. Penelitian ini dilaksanakan di sungai Aek Pahu Tombak, Aek Pahu Hutamosu dan Sungai Parbotikan Kecamatan Batang Toru pada bulan Januari-Maret 2013. Penangkapan ikan dilakukan dengan menggunakan alat tangkap elektrofising dengan kapasitas 12 volt. Analisis data meliputi hubungan panjang dan bobot ikan, faktor kondisi, indeks bagian terbesar (Indeks Propenderance), indeks pilihan makanan, luas relung makanan, dan tumpang tindih relung makanan. Parameter fisik kimia yang dianalisis adalah suhu, pH, oksigen terlarut (DO), BOD5 dan TDS. Hasil penelitian diperoleh

bahwa ikan keperas (Puntius binotatus) memakan 6 kelompok organisme yang terdapat di seluruh stasiun penelitian, jenis Bacillariophyceae adalah makanan utama, Chlorophyceae, Monogononta, Ciliophora, dan detritus sebagai makanan pelengkap, dan Cyanophyceae sebagai makanan tambahan. Jenis makanan ikan keperas (Puntius binotatus) pada masing-masing stasiun penelitian baik ikan jantan dan ikan betina tidak berbeda. Berdasarkan hubungan panjang dan bobot, pola pertumbuhan ikan betina dan ikan jantan bersifat allometrik negatif. Faktor kondisi menunjukkan bahwa ikan keperas (Puntius binotatus) termasuk dalam kategori kurang pipih. Korelasi antara faktor fisik kimia dengan jenis makanan ikan menunjukkan bahwa pH berkorelasi positif dengan jenis makanan ikan, dan BOD5 memiliki korelasi yang

negatif terhadap jenis makanan ikan.

Kata Kunci : Puntius binotatus, Aek Pahu Tombak, Aek Pahu Hutamosu, Jenis makanan ikan


(11)

STUDY OF COMPARATIVE TYPES OF FOOD IN FISH KEPERAS (Puntius binotatus) IN RIVER

PAHU HUTAMOSU AND PARBOTIKAN

OF AEK PAHU TOMBAK, AEK DISTRICT BATANG TORU SOUTH TAPANULI

ABSTRACT

Research about study of comparative types food in fish Keperas (Puntius binotatus) in the river of Aek Pahu Tombak, Aek Pahu Hutamosu and Parbotikan, District Batang Toru that have aim to determine the types of food in the gut of fish and food habit of Puntius binotatus. The research was occured in the river of Aek Pahu Tombak, Aek Pahu Hutamosu and Parbotikan District Batang Toru in January-Maret 2013.The method of fishing is used by elektrofising with capacity 12 volt. The analysis of data includes the relationship of fish length and weight, condition factor, bulk index (Index Propenderance), the index of food options, wider food niche, and niche overlap of food. The parameters of physical and chemical that analyzed were temperature, pH, dissolved oxygen (DO), Biological Oxygen Demand (BOD) and Total Dissolved Solid (TDS). The result showed that fish keperas (Puntius binotatus) eat 6 groups of organisms that are present in all research station, types of Bacillariophyceae is the main food, Chlorophyceae, Monogononta, Ciliophora, and detritus as a supplement food, and Cyanophyceae as additives food. Types of food fish keperas (Puntius binotatus) on each station both male and female fish are no different. Based on the relationships of length and weight, the growth of female and male fish are negative allometric. Factor conditions showed that fish keperas (Puntius binotatus) are included in the category of less flat. The analysis of correlation showed that pH have positive correlation, and BOD5 have negative correlation with Index

Preponderance (IP) of fish keperas.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Keperas (Puntius binotatus) ... 5

2.2 Morfologi Keperas (Puntius binotatus) ... 6

2.3 Distribusi dan Habitat Ikan ... 7

2.4 Makanan dan Kebiasaan Makan Ikan ... 8

2.5 Luas dan Tumpang Tindih Relung Makanan ... 12

2.6 Faktor Kondisi ... 13

2.7 Indeks Pilihan (Index of Electivity) ... 13

2.8 Faktor Fisik Kimia Perairan ... 14

BAB 3 BAHAN DAN METODA ... 3.1 Waktu dan Tempat ... 17

3.2 Metoda Penelitian ... 17

3.3 Deskripsi Area ... 17

3.4 Pangambilan Sampel ... 20

3.5 Analisis Laboratorium ... 21

3.6 Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan ... 22

3.7 Analisis Data ... 23

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 4.1 Jenis Makanan Ikan Keperas (Puntius binotatus) ... 28

4.1.1 Jenis Makanan Ikan Keperas (Puntius binotatus) Secara Umum 28 4.1.2 Jenis Makanan Ikan Keperas (Puntius binotatus) Berdasarkan Jenis Kelamin ... 30

4.1.3 Jenis Makanan Ikan Keperas (Puntius binotatus) Jantan dan Betina Berdasarkan Stasiun Penelitian ... 32


(13)

4.2 Indeks Pilihan Ikan Keperas (Puntius binotatus) Terhadap

Suatu Jenis Makanan ... 36

4.3 Luas Relung Makanan Ikan Keperas (Puntius binotatus) ... 38

4.4 Tumpang Tindih Relung Makanan Ikan Puntius binotatus ... 39

4.5 Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Puntius binotatus ... 40

4.6 Faktor Kondisi ... 43

4.7 Faktor Fisik Kimia Lingkungan ... 44

4. 8 Analisis Korelasi Pearson Faktor Fisik Kimia Air Terhadap Indeks Preponderance (IP) Ikan Keperas ... 48

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 5.1 Kesimpulan ... 51

5.2 Saran ... 51


(14)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

Tabel 2.1. Perbedaan struktur anatomis saluran pencernaan pada ikan-ikan

herbivora, karnivora, dan omnivora ... 10

Tabel 3.1. Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor

Fisik Kimia Perairan ... 23

Tabel 4.1 Nilai Indeks Preponderance (IP) Ikan Keperas (P. binotatus)

Secara Umum ... 28

Tabel 4.2 Nilai Indeks Preponderance (IP) ikan keperas (P. binotatus) Berdasarkan Jenis Kelamin ... 31

Tabel 4.3 Nilai Indeks Preponderance (IP) ikan keperas (P. binotatus)

Betina dan Jantan Berdasarkan Stasiun Penelitian ... 34

Tabel 4.4 Nilai Indeks Preponderance (IP) ikan keperas (P. binotatus) Seluruh Stasiun Penelitian ... 34

Tabel 4.5 Jenis Organisme Makanan yang Terdapat di Alam dan di

Lambung/Usus Ikan Keperas (Puntius binotatus) ... 36

Tabel 4.6 Indeks Pilihan Ikan keperas (P. binotatus) Terhadap Suatu Jenis

Makanan ... 37

Tabel 4.7 Luas Relung Makanan Ikan Keperas (P. binotatus) pada Setiap

Stasiun Penelitian ... 38

Tabel 4.8 Tumpang Tindih Relung Makanan Ikan Keperas (P. binotatus)

Berdasarkan Stasiun Penelitian ... 40

Tabel 4.9 Faktor Kondisi Ikan Keperas (P. binotatus) ... 43 Tabel 4.10Nilai Rata-Rata Parameter Lingkungan yang Diukur pada

Masing- Masing Stasiun Penelitian ... 44

Tabel 4.11Nilai Analisis Korelasi Faktor Fisik - Kimia Perairan dengan Indeks Preponderance (IP) Ikan Keperas ... 48


(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

Gambar 2.1 Puntius binotatus ... 5

Gambar 3.1 Foto Lokasi Stasiun 1 ... 18

Gambar 3.2 Foto Lokasi Stasiun 2 ... 19

Gambar 3.3 Foto Lokasi Stasiun 3 ... 19

Gambar 4.1a Hubungan Panjang dan bobot ikan keperas (P. binotatus) betina... ... 41

Gambar 4.1b Hubungan Panjang dan bobot ikan keperas (P. binotatus) Jantan... ... 41


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No.

Lampiran Judul

Halaman Lampiran 1 Jenis-jenis Organisme Makanan Ikan Keperas 56

Lampiran 2 Indeks Pilihan Ikan Betina dan Jantan Terhadap Suatu Organisme Makanan Berdasarkan Stasiun Penelitian

57

Lampiran 3 Contoh Organisme Plankton yang Ditemukan 58

Lampiran 4 Peta Lokasi Penelitian 60

Lampiran 5 Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan Oksigen (DO)

61

Lampiran 6 Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD5 62

Lampiran 7 Analisis Korelasi Pearson 63

Lampiran 8 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas air dan Pengendalian Pencemaran Air

64


(17)

STUDI KOMPARASI JENIS MAKANAN IKANKEPERAS (Puntius binotatus)DI SUNGAI AEK PAHU TOMBAK, AEK PAHU

HUTAMOSU DAN SUNGAI PARBOTIKAN KECAMATAN BATANG TORU TAPANULI SELATAN

ABSTRAK

Penelitian mengenai studi komparasi jenis makanan pada usus ikan Keperas Puntius binotatus di sungai Aek Pahu Tombak, Aek Pahu Hutamosu dan sungai Parbotikan Kecamatan Batang Toru bertujuan untuk mengetahui jenis makanan ikan yang terdapat pada usus serta kebiasaan makan ikan Puntius binotatus. Penelitian ini dilaksanakan di sungai Aek Pahu Tombak, Aek Pahu Hutamosu dan Sungai Parbotikan Kecamatan Batang Toru pada bulan Januari-Maret 2013. Penangkapan ikan dilakukan dengan menggunakan alat tangkap elektrofising dengan kapasitas 12 volt. Analisis data meliputi hubungan panjang dan bobot ikan, faktor kondisi, indeks bagian terbesar (Indeks Propenderance), indeks pilihan makanan, luas relung makanan, dan tumpang tindih relung makanan. Parameter fisik kimia yang dianalisis adalah suhu, pH, oksigen terlarut (DO), BOD5 dan TDS. Hasil penelitian diperoleh

bahwa ikan keperas (Puntius binotatus) memakan 6 kelompok organisme yang terdapat di seluruh stasiun penelitian, jenis Bacillariophyceae adalah makanan utama, Chlorophyceae, Monogononta, Ciliophora, dan detritus sebagai makanan pelengkap, dan Cyanophyceae sebagai makanan tambahan. Jenis makanan ikan keperas (Puntius binotatus) pada masing-masing stasiun penelitian baik ikan jantan dan ikan betina tidak berbeda. Berdasarkan hubungan panjang dan bobot, pola pertumbuhan ikan betina dan ikan jantan bersifat allometrik negatif. Faktor kondisi menunjukkan bahwa ikan keperas (Puntius binotatus) termasuk dalam kategori kurang pipih. Korelasi antara faktor fisik kimia dengan jenis makanan ikan menunjukkan bahwa pH berkorelasi positif dengan jenis makanan ikan, dan BOD5 memiliki korelasi yang

negatif terhadap jenis makanan ikan.

Kata Kunci : Puntius binotatus, Aek Pahu Tombak, Aek Pahu Hutamosu, Jenis makanan ikan


(18)

STUDY OF COMPARATIVE TYPES OF FOOD IN FISH KEPERAS (Puntius binotatus) IN RIVER

PAHU HUTAMOSU AND PARBOTIKAN

OF AEK PAHU TOMBAK, AEK DISTRICT BATANG TORU SOUTH TAPANULI

ABSTRACT

Research about study of comparative types food in fish Keperas (Puntius binotatus) in the river of Aek Pahu Tombak, Aek Pahu Hutamosu and Parbotikan, District Batang Toru that have aim to determine the types of food in the gut of fish and food habit of Puntius binotatus. The research was occured in the river of Aek Pahu Tombak, Aek Pahu Hutamosu and Parbotikan District Batang Toru in January-Maret 2013.The method of fishing is used by elektrofising with capacity 12 volt. The analysis of data includes the relationship of fish length and weight, condition factor, bulk index (Index Propenderance), the index of food options, wider food niche, and niche overlap of food. The parameters of physical and chemical that analyzed were temperature, pH, dissolved oxygen (DO), Biological Oxygen Demand (BOD) and Total Dissolved Solid (TDS). The result showed that fish keperas (Puntius binotatus) eat 6 groups of organisms that are present in all research station, types of Bacillariophyceae is the main food, Chlorophyceae, Monogononta, Ciliophora, and detritus as a supplement food, and Cyanophyceae as additives food. Types of food fish keperas (Puntius binotatus) on each station both male and female fish are no different. Based on the relationships of length and weight, the growth of female and male fish are negative allometric. Factor conditions showed that fish keperas (Puntius binotatus) are included in the category of less flat. The analysis of correlation showed that pH have positive correlation, and BOD5 have negative correlation with Index

Preponderance (IP) of fish keperas.


(19)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Ikan merupakan sumber protein tinggi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Sumberdaya hayati perikanan Indonesia mempunyai andil yang besar untuk menyediakan makanan berprotein tinggi (Effendie,1997). Keanekaragaman ikan dalam suatu perairan menunjukkan bagaimana kondisi lingkungan perairan tersebut. Selanjutnya Supriharyono (2000), menjelaskan bahwa sifat fisik dan kimia perairan yang khas menunjukkan kondisi lingkungan yang bervariasi sehingga menyebabkan organisme yang hidup di perairan tersebut memiliki kekhasan pula.

Ikan merupakan salah satu organisme akuatik yang rentan terhadap perubahan lingkungan, terutama yang diakibatkan pembuangan limbah cair atau padat ke badan air sebagai hasil aktifitas manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Limbah-limbah hasil buangan yang dihasilkan oleh berbagai aktifitas manusia tersebut mempengaruhi kualitas perairan, baik fisik, kimia, maupun biologi. Hal ini turut mempengaruhi kehidupan dan penyebaran ikan dalam suatu perairan (Rifai et al, 1983).

Jumlah populasi ikan dalam suatu perairan biasanya ditentukan oleh pakan yang ada. Beberapa faktor yang berhubungan dengan populasi tersebut, yaitu jumlah dan kualitas pakan yang tersedia dan mudah didapatnya pakan tersebut (Effendi 1997). Jenis-jenis pakan alami yang dimakan ikan sangat bermacam-macam, bergantung pada jenis ikan dan tingkat umurnya. Benih ikan yang baru mencari makan, pakan utamanya adalah plankton nabati (fitoplankton) namun sejalan dengan bertambah besarnya ikan berubah pula makanannya (Mudjiman, 1989). Ikan yang


(20)

mampu menyesuaikan diri dengan makanannya adalah jenis ikan yang mampu memanfaatkan makanan alami yang tersedia, sehingga ikan tersebut mampu menyesuaikan diri terhadap fluktuasi kesediaan makanan alami. Ikan Puntius binotatus atau ikan keperas merupakan salah satu ikan yang terdapat di sungai Aek Pahu Tombak, Aek Pahu Hutamosu dan Sungai Parbotikan. Ikan tersebut biasa dijual sebagai ikan hias akuarium dan dikonsumsi oleh masyarakat disekitar sungai tersebut.

Makanan sebagai komponen lingkungan merupakan faktor ekologis yang memegang peranan penting dalam menentukan tingkat kepadatan populasi, dinamika populasi, pertumbuhan, reproduksi dan kondisi ikan (Nikolsky, 1963). Jenis makanan suatu spesies ikan biasanya bergantung kepada umur, tempat, dan waktu. Kebiasaan makan ikan dipelajari untuk menentukan gizi alamiahnya. Kebiasaan makan ikan dapat dilihat hubungan ekologi diantara organisme di dalam perairan itu, misalnya bentuk-bentuk pemangsaan, persaingan dan rantai makanan (Effendi, 1997).

Kecamatan Batang Toru merupakan bagian dari daerah aliran sungai (DAS) Aek Pahu Tombak, Aek Pahu Hutamosu dan sungai Parbotikan. Sungai ini banyak dimanfaatkan oleh Pertambangan emas Martabe milik PT Agincourt Resources (AR) yang mulai beroperasi di Kecamatan Batang Toru sejak tahun 1997. Adanya pertambangan emas ini mengakibatkan perubahan tata guna lahan yang awalnya merupakan daerah hutan menjadi daerah industri dan pemukiman. Perubahan tata guna lahan ini menyebabkan berkurangnya daerah resapan air hujan dan bertambahnya limpasan air, sehingga akan memicu ketidakseimbangan dalam siklus hidrologi.

Pemanfaatan sungai tersebut akan mempengaruhi kualitas air serta mengakibatkan produktivitas primer perairan menurun. Berbagai aktivitas yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung akan menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas perairan dan biota air khususnya ikan serta mempengaruhi ukuran tubuh ikan berdasarkan pola kebiasaan makan atau jenis makanan dalam perairan tersebut. Maka untuk itu perlu diketahui jenis makanan ikan Puntius binotatus.


(21)

Sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian tentang jenis makanan ikan di Sungai Aek Pahu Tombak, Aek Pahu Hutamosu dan sungai Parbotikan tersebut. Maka penelitian terhadap biota air khususnya ikan Puntius binotatus perlu dilakukan.

1.2 Permasalahan

Ikan keperas (Puntius binotatus) merupakan ikan konsumsi dan dominan terdapat di Sungai Aek Pahu Tombak, Aek Pahu Hutamosu dan sungai Parbotikan. Daerah aliran Sungai Aek Pahu Tombak, Aek Pahu Hutamosu dan sungai Parbotikan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan, selain itu sungai tersebut juga dimanfaatkan untuk kegiatan pertambangan emas. Aktifitas yang terdapat di daerah aliran sungai tersebut dapat mempengaruhi ekosistem sungai. Perubahan ekosistem akan mempengaruhi biota air dan kondisi fisik kimia air tersebut. Perubahan kondisi fisik kimia air akan berpengaruh terhadap ikan dan organisme air lainnya. Perubahan tersebut akan berpengaruh terhadap keberadaan ikan keperas dan akan mempengaruhi ketersediaan pakan alami bagi ikan tersebut, maka untuk itu perlu dilakukan analisis terhadap pakan alami dan jenis makanan ikan Puntius binotatus yang terdapat di sungai tersebut.

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui jenis makanan ikan Puntius binotatus di sungai Aek Pahu Tombak, Aek Pahu Hutamosu dan sungai Parbotikan kecamatan Batang Toru, Tapanuli Selatan.

b. Untuk mengetahui pengaruh kualitas air terhadap jenis makanan ikan Puntius binotatus di sungai Aek Pahu Tombak, Aek Pahu Hutamosu dan sungai Parbotikan kecamatan Batang Toru, Tapanuli Selatan.


(22)

1.4Manfaat Penelitian

Sebagai informasi awal untuk dapat digunakan dalam menjaga kelestarian ikan keperas, serta bahan masukan kepada instansi terkait (Dinas Perikanan, Dinas Pariwisata) dalam rangka pengelolaan dan pengembangan perairan Sungai Aek Pahu Tombak, Aek Pahu Hutamosu dan sungai Parbotikan kecamatan Batang Toru, Tapanuli Selatan untuk berbagai tujuan.


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Ikan Keperas (Puntius binotatus)

Menurut Saanin (1984), Robert (1989) dan Kottelat et al., (1993), klasifikasi ikan Puntius binotatus adalah sebagai berikut :

Kelas : Actinopterygii Subkelas : Teleostei Ordo : Cypriniformes Subordo : Cyprinoidea Famili : Cyprinidae Genus : Puntius

Spesies : Puntius binotatus, C. V (1842) Nama lokal : Keperas

Gambar 2.1. Ikan Keperas (Puntius binotatus); (Foto : Toberni, 2013)

Ikan ini dikenal juga dengan nama Spotted Barb karena memiliki ciri khusus berupa bintik hitam pada pangkal ekor dan di bagian depan pangkal sirip punggung


(24)

(Roberts, 1989). Nama lokalnya adalah bunter (umum di Indonesia); bilak, klemar, dan wader tjakul (Jawa Tengah); benter, benteur, dan bunter (Bandung); sepadak, dan tanah (sumatera Selatan); bada putia (Padang); pujan (Kalimantan Selatan); dan tewaring (Kalimantan Timur) (Schuster and Djajadiredja, 1952). Menurut Saanin (1984) nama lokal adalah benteur, wader cakul, tanah, sepadak, tewaring, sunau, puyau, dan keperas.

2.2 Morfologi Keperas (Puntius binotatus)

Ikan Puntius binotatus memiliki karakteristik morfologi memiliki 7 – 10 1/2 jari-jari

bercabang sirip punggung dan sirip duburnya memiliki 5 – 6 1/2 jari-jari bercabang.

Jari-jari terakhir sirip dubur tidak mengeras. Jari-jari sirip punggung ada yang bergerigi, dan ada yang tidak bergerigi pada bagian belakangnya. Selain itu, ikan ini tidak memiliki duri di bagian manapun dari tubuhnya. mulutnya kecil, bibirnya halus, dan tidak ada tonjolan di ujung rahang bawah (Kottelat et al., 1993).

Saanin (1984) menambahkan bahwa perutnya membundar, permulaan sirip punggung di depan permulaan sirip perut, dan sirip perut jauh ke belakang, di muka dubur. Ikan ini memiliki 2 pasang sungut, dan tidak bergigi pada kedua rahangnya. Mulutnya terletak di ujung dengan sambungan tulang rahang bawah tidak berbonggol. Ikan ini memiliki beberapa bercak dan seluruh tubuh berbisik.

Menurut Roberts (1989), warnanya bervariasi, dari abu-abu keperakan sampai abu-abu kehijauan, agak gelap/kehitaman pada bagian punggung, terdapat tanda bintik atau pita pada tubuh anaknya yang akan menghilang saat ikan dewasa atau ukurannya besar, kecuali bintik pada pangkal ekor. Menurut Saanin (1984), ikan ini memiliki ukuran kepala 3,3 – 4,5 kali lebar mata, dan tinggi batang ekornya sama dengan panjangnya dan 1/3 - 1/2 kepala. Menurut Roberts (1989), panjang maksimalnya bisa

mencapai 20 cm. Ikan ini memiliki gurat sisik diatas gurat sisi, dan terdapat 12 buah sisik di sekeliling batang ekor.


(25)

2.3. Distribusi dan Habitat Ikan

Ikan sebagai hewan air memiliki beberapa mekanisme fisiologi yang tidak dimiliki oleh hewan darat. Perbedaan habitat menyebabkan perkembangan organ-organ ikan disesuaikan dengan kondisi lingkungan, misalnya sebagai hewan yang hidup di air, baik itu perairan tawar maupun di perairan laut menyebabkan ikan harus dapat mengetahui kekuatan maupun arah arus, karena ikan dilengkapi dengan organ yang dikenal sebagai linea lateralis. Perbedaan konsentrasi antara medium tempat hidup dan konsentrasi cairan tubuh memaksa ikan melakukan osmoregulasi untuk mempertahankan konsentrasi cairan tubuhnya akibat difusi dan osmosis. Osmoregulasi ini menyebabkan ikan laut tidak menjadi ikan kering yang asin, sedangkan ikan air tawar dapat mengalami kematian akibat kelebihan air (Fujaya, 2002).

Menurut Rifai et al, (1983), penyebaran ikan diperairan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan yang dapat digolongkan menjadi empat macam, yaitu: faktor biotik, abiotik, faktor teknologi dan kegiatan manusia. Faktor biotik yaitu faktor alam yang hidup atau jasad hidup, baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Faktor abiotik mencakup faktor fisik dan kimia, yaitu cahaya, suhu, arus, garam-garam organik, angin, pH, oksigen terlarut, salinitas dan BOD.

Ikan Puntius binotatus tergolong benthopelagik, hidup di perairan tawar daerah tropis dengan kisaran pH 6,0 - 6,5 dan suhu perairan 24 – 26 0C (Roberts, 1989). Umumnya ikan ini dapat ditemukan diselokan-selokan, sungai, dan tambak. Ikan ini memiliki daerah penyebaran di perairan Indocina, Singapura, Philipina, Malaka, dan perairan Indonesia. Penyebaran ikan ini di perairan Indonesia meliputi Selat Sunda, Bali, Lombok, Sumatera, Nias, Jawa, Kalimantan, Bangka, dan Belitung (Kottelat et al., 1993).


(26)

2.4 Makanan dan Kebiasaan Makan Ikan

Kebiasaan makanan ikan dipelajari untuk menentukan gizi alamiah ikan tersebut. Pengetahuan tentang kebiasaan makanan ikan dapat digunakan untuk melihat hubungan ekologi di antara organisme di perairan tempat mereka berada, misalnya bentuk pemangsaan, persaingan, dan rantai makanan. Jadi, makanan dapat merupakan faktor yang menentukan bagi keberadaan populasi (Effendie, 1997).

Menurut Effendie (2002), makanan merupakan faktor pengendali yang penting dalam menghasilkan sejumlah ikan di suatu perairan, karena merupakan faktor yang menentukan bagi populasi, pertumbuhan dan kondisi ikan di suatu perairan. Di alam terdapat berbagai jenis makanan yang tersedia bagi ikan dan ikan telah menyesuaikan diri dengan tipe makanan khusus dan telah dikelompokkan secara luas sesuai dengan cara makannya, walaupun dengan macam-macam ukuran dan umur ikan itu sendiri.

Komoditas ikan tidak beda dengan hewan-hewan lainnya yaitu membutuhkan cukup makanan untuk hidup dan pertumbuhannya, sedangkan organisme yang dimakan disesuaikan dengan mekanisme perkembangan dari alat pencernaannya (Lagler et al., 1962). Pakan sendiri merupakan mekanisme utama yang mempengaruhi penyebaran ikan secara ekologis, khususnya ikan air tawar (Macpherson, 1981 dalam Tjahjo, 1991). Menurut Nikolsky, (1963) dan Royce, (1973), setiap hewan membutuhkan energi untuk pertumbuhan, pemeliharaan dan juga reproduksi, energi tersebut berasal dari makanan. Pada dasarnya, organisme yang baru lahir akan menerima makanan dari induknya, namun selanjutnya akan diupayakan oleh organisme itu sendiri.

Menurut Effendie (1997) kebiasaan makanan adalah jenis, kuantitas dan kualitas makanan yang dimakan oleh ikan. Makanan alami ikan berasal dari berbagai kelompok tumbuhan dan hewan yang berada di perairan tersebut (Lagler, 1972). Suatu spesies ikan di alam memiliki hubungan yang sangat erat dengan keberadaan makanannya. Ketersediaan makanan merupakan faktor yang menentukan


(27)

dinamika populasi, pertumbuhan, reproduksi, serta kondisi ikan yang ada di suatu perairan. Beberapa faktor makanan yang berhubungan dengan populasi tersebut yaitu jumlah dan kualitas makanan yang tersedia, akses terhadap makanan, dan lama masa pengambilan makanan oleh ikan dalam populasi tersebut. Adanya makanan di perairan selain terpengaruh oleh kondisi biotik seperti di atas ditentukan pula oleh kondisi lingkungan seperti suhu, cahaya, ruang dan luas permukaan. Jenis-jenis makanan yang dimakan suatu spesies ikan biasanya tergantung pada kesukaan terhadap jenis makanan tertentu, ukuran dan umur ikan, musim serta habitat hidupnya. Kebiasaan makan ikan meliputi jenis, kuantitas dan kualitas makanan yang dimakan oleh ikan (Lagler,1972).

Nikolsky (1963), menyatakan bahwa urutan kebiasaan makanan ikan terdiri atas: (1) makanan utama, yaitu makanan yang biasa dimakan dalam jumlah yang banyak; (2) makanan sekunder, yaitu makanan yang biasa dimakan dan ditemukan dalam ususnya dalam jumlah yang lebih sedikit; (3) makanan incidental, yaitu makanan yang terdapat pada saluran pencernaan dengan jumlah yang sangat sedikit; serta (4) makanan pengganti, yaitu makanan yang hanya dikonsumsi jika makanan utama tidak tersedia.

Ikan memakan makanan yang tersedia di sekitarnya ataupun mencerna makanan tersebut dengan baik. Faktor-faktor yang menentukan dimakan atau tidaknya suatu jenis organisme makanan oleh ikan antara lain: (1) ukuran makanan, (2) ketersediaan makanan, (3) warna (terlihatnya) makanan, dan (4) selera ikan terhadap makanan. Jumlah makanan yang dibutuhkan oleh suatu spesies ikan tergantung kepada kebiasaan makanan, kelimpahan makanan, nilai konversi makanan, serta suhu air, juga kondisi umum dari spesies ikan tersebut (Beckman, 1962).

Menurut Roberts (1989), ikan beunteur memakan zooplankton, larva serangga, dan akar beberapa jenis tanaman. Hasil penelitian Rahardjo (1987) di Rawa Bening menjelaskan bahwa ikan ini sangat menyukai detritus, selain memakan phytoplankton dan zooplankton serta larva serangga. Menurut Affandi et al. (2004), pada ikan


(28)

herbivora tidak dimiliki lambung yang sesungguhnya suhingga fungsinya untuk menampung makanan digantikan oleh usus bagian depan. Usus bagian depan ini termodifikasi menjadi kantung yang membesar (menggelembung) dan selanjutnya disebut “lambung palsu”. Ikan mas meupakan contoh yang memiliki lambung palsu. Menurut Huet (1971), berdasarkan morfologi alat pencernaannya, ikan dapat digolongkan atas ikan herbivora, karnivora dan omnivora (Tabel 2.1).

Tabel 2.1. Perbedaan Struktur Anatomis Saluran Pencernaan pada Ikan-Ikan Herbivora, Karnivora, dan Omnivora

Organ Kategori ikan

Herbivora Karnivora Omnivora

Tulang tapis insang Banyak, panjang, dan rapat

Sedikit, pendek, dan kaku

Tidak terlalu banyak, tidak terlalu panjang, dan tidak terlalu rapat Rongga mulut Sering tidak bergigi Umumnya bergigi kuat

dan tajam

Bergigi kecil

Lambung Tidak berlambung/ berlambung palsu

Berlambung dengan bentuk yang bervariasi

Berlambung dengan bentuk kantung Usus Ukurannya sangat

panjang, beberapa kali dari panjang tubuhnya

Pendek, kadang-kadang lebih pendek dari panjang tubuhnya

Sedang 2-3 kali dari panjang tubuhnya

Berdasarkan jumlah variasi makanan, ikan dapat dibagi menjadi: eurofagik yaitu ikan pemakan bermacam-macam makanan, stenofagik yaitu ikan pemakan makanan yang macamnya sedikit atau sempit, dan monofagik yaitu ikan yang makanannya terdiri dari satu macam saja. Ikan dapat dikelompokkan berdasarkan jumlah dan variasi makanannya menjadi euryphagous yaitu ikan yang memakan berbagai jenis makanan; stenophagous yaitu ikan yang memakan makanan yang sedikit jenisnya; dan monophagous yaitu ikan yang hanya memakan satu jenis makanan saja (Moyle & Cech, 2004). Menurut Effendie (2002), kebiasaan makanan adalah jenis, kuantitas dan kualitas makanan yang dimakan oleh ikan, sedangkan kebiasaan cara makan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan waktu, tempat dan lebih lanjut, bagaimana cara ikan memperoleh makanannya.


(29)

Jenis makanan yang akan dimakan oleh ikan tergantung ketersediaan jenis makanan di alam, dan juga adaptasi fisiologis ikan tersebut misalnya panjang usus, sifat dan kondisi fisologis pencernaan, bentuk gigi dan tulang faringeal, bentuk tubuh dan tingkah lakunya (Welcomme, 2001). Ikan herbivora secara sederhana hanya memiliki kemampuan untuk mencerna material tumbuhan, oleh karena itu ikan herbivora memiliki usus yang lebih panjang karena material tumbuhan memerlukan waktu yang lama untuk dicerna, sedangkan ikan karnivora memiliki usus yang lebih pendek dan hanya memakan daging. Ikan omnivora memiliki kondisi fisiologis yang merupakan gabungan antara ikan karnivora dan ikan herbivora.

Makanan merupakan faktor penentu bagi jumlah populasi, pertumbuhan, dan kondisi ikan di suatu perairan (Lagler, 1961). Effendie (2002) mengatakan bahwa makanan merupakan salah satu faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan ikan. Kelimpahan makanan di dalam suatu perairan selalu berfluktuasi dan hal ini disebabkan oleh daur hidup, iklim dan kondisi lingkungan. Menurut Lagler et al., (1977), pengetahuan mengenai makanan suatu jenis ikan dapat digunakan untuk mengetahui kedudukan ikan tersebut, sebagai predator atau kompetitor, serta makanan utama dan makanan tambahan ikan tersebut.

2.5. Luas dan Tumpang Tindih Relung Makanan

Relung makanan adalah kebiasaan makan suatu spesies ikan terhadap satu atau beberapa jenis makanan yang mengindikasikan adanya perbedaan sumberdaya makanan yang dimanfaatkan oleh suatu organisme (Pianka, 1981 dalam Anakotta, 2002). Luas relung makanan yang besar mengindikasikan bahwa jenis makanan yang dikonsumsi oleh ikan lebih beragam. Sebaliknya jika luas relung makanannya sempit atau kecil berarti ikan cenderung melakukan seleksi terhadap makanan tertentu. Organisme yang memakan sejumlah sumberdaya makanan dengan luas relungnya akan meningkat walaupun sumberdaya yang tersedia rendah (Anakotta, 2002).


(30)

Relung ekologi suatu organisme memiliki pengertian yang luas, tidak hanya ruang fisik yang diduduki organisme tersebut, tetapi peranan fungsionalnya dalam masyarakatnya seperti posisi trofiknya, serta posisinya dalam gradient suhu, pH, dan keadaan lain dari keberadaannya atau secara analogi, relung ekologi dapat dikatakan sebagai profesi dari organisme tersebut. Luas relung makanan yang besar mengindikasikan bahwa jenis makanan yang dikonsumsi oleh ikan lebih beragam. Sebaliknya jika luas relung makannya sempit atau kecil berarti ikan cenderung melakukan seleksi terhadap makanan tertentu. Organisme yang memakan sejumlah sumberdaya makanan diduga luas relungnya akan meningkat walaupun sumberdaya yang tersedia rendah (Anakotta, 2002).

Tumpang tindih relung adalah penggunaan bersama suatu sumberdaya atau lebih oleh satu spesies ikan atau lebih. Dengan kata lain, tumpang tindih relung makanan adalah daerah ruang relung yang dihuni oleh dua penghuni relung atau lebih. Penyeleksian makanan yang dikonsumsi dapat terjadi jika beberapa tipe mangsa hadir secara bersamaan, dan adanya satu individu yang diperebutkan oleh banyak pemangsa.

2.6. Faktor Kondisi

Faktor kondisi didefinisikan sebagai keadaan atau kemontokan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka berdasarkan data panjang dan berat. Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan, baik dilihat dari segi kapasitas fisik untuk hidup dan reproduksi (Effendie, 1997). Di dalam penggunaan secara komersial, maka kondisi ikan ini mempunyai arti kualitas dan kuantitas daging yang tersedia untuk dimakan. Kebutuhan ikan usia muda terhadap makanan cukup tinggi yang berguna untuk bertahan hidup dan melangsungkan pertumbuhannya sehingga faktor kondisi ikan yang berukuran kecil relatif tinggi dan akan menurun ketika ikan bertambah besar (Effendie, 1997).


(31)

2.7 Indeks Pilihan Makanan (Index of Electivity)

Effendi (1997) mengatakan populasi spesies mangsa yang padat pada satu habitat tidak selalu membentuk satu bagian penting di dalam diet ikan pemangsa. Dalam beberapa hal, ikan selektif terhadap sesuatu yang dimakannya, biasanya sekali ikan itu mulai makan terhadap makanan tertentu, ia cenderung meneruskan makanan itu.

Pernyataan Rahardjo (1987), mengenai makanan ikan benteur di Rawa Bening membuktikan bahwa jenis makanan ikan akan berbeda pada tempat dan waktu yang berbeda (Larger, 1972 dan Effendi, 1997). Penilaian kesukaan ikan terhadap makanannya sangat relatif. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam hubungan ini ialah penyebaran organisme makanan ikan, ketersediaan makanan, pilihan ikan terhadap makanannya, serta faktor-faktor fisik yang mempengaruhi perairan (Effendi, 1997).

2.8. Faktor Fisik Kimia Perairan

Faktor fisik dan kimia yang mempengaruhi kehidupan ikan pada suatu perairan diantaranya adalah :

a. Suhu

Suhu merupakan faktor lingkungan yang utama pada perairan karena merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan dan penyebaran hewan, termasuk dari jenis ikan (Michael, 1994). Selanjutnya Rifai et al., (1983) dan Asdak (1995) menjelaskan bahwa secara umum kenaikan suhu perairan akan mengakibatkan kenaikan aktifitas fisiologis organisme ikan. Disamping itu perubahan suhu perairan sekitarnya merupakan faktor pemberi tanda secara alamiah yang menentukan mulainya proses pemijahan, ruaya dan pertumbuhan bibit ikan.

Menurut Van hoffs, kenaikan temperatur sekitar 100C akan meningkatkan aktifitas fisiologis organisme sebesar 2 – 3 kali lipat. Peningkatan laju respirasi akan


(32)

mengakibatkan konsentrasi oksigen meningkat dengan menaiknya temperatur, akan mengakibatkan kelarutan oksigen menjadi berkurang (Barus, 2004). Organisme akuatik seringkali mempunyai toleransi yang sempit terhadap perubahan temperatur (Odum, 1994). Kenaikan suhu yang relatif tinggi ditandai dengan munculnya ikan-ikan dan hewan lainnya ke permukaan untuk mencari oksigen (Fardiaz, 1992).

Menurut Sastrawijaya (1991), suhu juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap kelarutan oksigen dalam air, apabila suhu naik maka kelarutan oksigen didalam air menurun. Peningkatan suhu akan mengakibatkan peningkatan aktifitas metabolisme organisme akuatik, sehingga kebutuhan akan oksigen bagi organisme ikan juga akan meningkat.

b. Total Dissolved Solid (TDS)

Total Dissolved Solid merupakan jumlah kandungan zat padat terlarut dalam air juga mempengaruhi penetrasi cahaya matahari masuk ke dalam badan perairan. Jika nilai TDS tinggi maka penetrasi cahaya matahari akan berkurang, akibatnya proses fotosintesis juga akan berkurang yang akhirnya mengurangi tingkat produktifitas perairan (Sastrawijaya, 2000). Kejernihan badan air sangat dipengaruhi oleh partikel-partikel terlarut dan lumpur. Semakin banyak partikel atau bahan organik terlarut maka kekeruhan akan meningkat (Levinton, 1982). Menurut Romimohtarto (1985), kekeruhan (salitasi) tidak hanya membahayakan ikan tetapi juga menyebabkan air tidak produktif karena menghalangi masuknya sinar matahari untuk fotosintesis.

c. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen yang menunjukkan suasana asam atau basah perairan. Air dikatakan basa apabila pH > 7 dan dikatakan asam apabil pH < 7. Secara alamiah pH perairan dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida dan senyawa yang bersifat asam. Pada siang hari fitoplankton dan tanaman air mengkonsumsi CO2 dalam proses fotosintesis yang menghasilkan O2


(33)

tanaman air mengkonsumsi O2 dalam proses respirasi yang menghasilkan CO2,

suasana ini menyebabkan pH air menurun (Arie, 1998).

Sastrawidjaya (1991) menyatakan bahwa pH air turut mempengaruhi kehidupan dari ikan, pH air yang ideal bagi kehidupan ikan berkisar antara 6,5 – 7,5. Air yang masih segar dari pegunungan biasanya mempunyai pH yang lebih tinggi. Nilai pH air kurang dari 6 atau lebih dari 8,5 perlu diwaspadai karena mungkin ada pencemaran, hal ini juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi ikan.

d. Oksigen Terlarut (DO = Dissolved Oxygen)

Oksigen merupakan salah satu faktor penting dalam setiap perairan. Oksigen diperlukan organisme untuk melakukan respirasi aerob. Sumber utama oksigen terlarut berasal dari atmosfer dan proses fotosintesis. Oksigen dari udara diserap dengan difusi langsung di permukaan air oleh angin dan arus. Jumlah oksigen yang terkandung dalam air tergantung pada daerah permukaan yang terkena suhu dan konsentrasi garam (Michael,1994).

Ikan merupakan mahkluk air yang membutuhkan oksigen tertinggi. Biota di perairan tropis memerlukan oksigen terlarut minimal 5 ppm, sedangkan biota beriklim sedang memerlukan oksigen terlarut mendekati jenuh. Konsentrasi oksigen yang terlalu rendah akan menyebabkan ikan-ikan dan binatang lainnya akan mati (Fardiaz, 1992). Barus (2004), menyatakan bahwa kelarutan maksimum oksigen pada perairan tercapai pada temperatur OoC yaitu sebesar 14,16 mg/l oksigen konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya temperatur air.

e. Biological Oxygen Demand (BOD)

Biological Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam lingkungan air untuk mendegradasi bahan buangan yang ada dalam air lingkungan. Pada umumnya air lingkungan mengandung mikroorganisme yang dapat memakan, memecah, menguraikan bahan buangan


(34)

organik. Penguraian bahan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan adalah proses alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup (Michael, 1994).


(35)

BAB 3

BAHAN DAN METODA

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2013 di sungai Aek Pahu Tombak, Aek Pahu Hutamosu dan sungai Parbotikan Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan.

3.2 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel ikan dan plankton adalah Purposive Random Sampling pada 3 (tiga) stasiun penelitian.

3.3 Deskripsi Area

a. Stasiun 1 (Aek Pahu Tombak)

Stasiun 1 merupakan hulu dari Aek Pahu Tombak, stasiun ini terletak pada ketinggian 85 m di atas permukaan laut, substrat pada stasiun ini berupa batu-batu kecil (kerikil). Kedalaman rata-rata sungai adalah 26,2 cm dengan lebar 5,9 m dari rentang sungai. Sepanjang tepi sungai ditutupi dengan vegetasi dari berbagai jenis tumbuhan paku-pakuan, herba dan tanaman tinggi (Gambar 3.1). Secara geografis terletak pada 1030’16,9” LU & 99002’45,2” BT.


(36)

Gambar 3.1. Foto Lokasi Stasiun 1 (Foto : Toberni, 2013). b. Stasiun 2 (Aek Pahu Hutamosu)

Stasiun 2 merupakan aliran dari Aek Pahu Hutamosu, aliran sungai ini akan bertemu dengan aliran sungai Aek Pahu Tombak. Stasiun ini terletak pada ketinggian 63 m di atas permukaan laut, dengan substrat seperti batu-batu besar dan kerikil dicampur dengan tanah dan pasir. Kedalaman rata-rata sungai berkisar antara 51,3 cm dengan lebar sekitar 4,5 m. Sepanjang badan sungai ditutupi dengan vegetasi berupa pakis, rumput teki, tanaman herba dan berbagai jenis pohon (Gambar 3.2). Stasiun ini secara geografis terletak pada 1029’34,7” LU & 99003’53,9” BT.


(37)

c. Stasiun 3 (Sungai Parbotikan)

Stasiun 3 merupakan titik pertemuan antara aliran sungai Aek Pahu Tombak dan sungai Aek Pahu Hutamosu, stasiun ini berada pada ketinggian 50 m di atas permukaan laut dengan kedalaman rata-rata sekitar 63,3 cm dan lebar sungai sekitar 12,8 m. Substrat pada stsiun ini berupa batu besar, batu kecil dan lumpur berpasir. Sepanjang badan sungai ditutupi dengan vegetasi berupa pohon, bambu, pakis dan tanaman herba lainnya (Gambar 3.3). Secara geografis stasiun ini terletak pada 1029’47,3” LU & 99002’38,9” BT.

Gambar 3.3. Foto Lokasi Stasiun 3 (Foto : Toberni, 2013).

3.4 Pengambilan Sampel

3.4.1 Pengambilan Sampel Ikan

Sampel ikan diambil dengan menggunakan elektrofising dengan kapasitas 12 volt. Pengambilan ikan dilakukan selama 60 menit pada setiap stasiun, ikan yang didapat difoto kemudian dimasukkan ke dalam toples lalu diberi formalin 10%. Sampel dibawa kelaboratorium Lembaga Penelitian dan Pusat Studi Lingkungan USU, diukur panjang total ikan, berat tubuh, dan diidentifikasi dengan menggunakan buku identifikasi Kottelat et al., (1993); Fischer & Whitehead (1974). Ikan dibedah dan diambil saluran pencernaannya (lambung dan usus). Lambung dan usus dimasukkan kedalam botol yang berisi formalin 4% sebagai pengawet untuk keperluan analisis isi lambung.


(38)

3.4.2 Makanan Alami

Plankton

Sampel air dari permukaan diambil dengan menggunakan ember kapasitas 5 liter sebanyak 25 liter, kemudian dituang ke dalam plankton net (jaring plankton). Sampel plankton yang terjaring akan terkumpul dalam bucket, selanjutnya dituang ke dalam botol film dan diawetkan dengan menggunakan lugol sebanyak 5 tetes dan diberi label.

Identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium Lembaga Penelitian dan Pusat Studi Lingkungan USU. Sampel diamati dengan menggunakan mikroskop dan selanjutnya diidentifikasi dengan menggunakan buku identifikasi Edmondson (1963), Bold dan Wyne (1985), Streble dan Krauter (1988) dan Pennak (1989).

3.5 Analisis Laboratorium

Analisis Lambung dan Usus

Ikan dibedah dengan menggunakan gunting bedah, dimulai dari anus menuju bagian dorsal di bawah line lateralis dan menyusuri garis tersebut sampai ke bagian belakang operculum kemudian ke arah ventral hingga ke dasar perut. Saluran pencernaan dipisahkan dari organ dalam lainnya kemudian diukur panjangnya, lalu dimasukkan ke dalam botol film untuk kemudian diawetkan dengan larutan formalin 4%. Sedangkan isi lambung ikan akan diencerkan dengan aquades dan kemudian diamati di bawah mikroskop.

Metode yang akan digunakan untuk menganalisis isi lambung ini mengacu kepada Effendie (1979), yaitu Metode Volumetrik. Dimana volume lambung dan usus ikan diambil, kemudian lambung dan usus yang berisi makanan diukur volumenya dengan menggunakan gelas ukur yang berisi air. Setelah itu isi lambung dan usus ikan dikeluarkan. Lambung yang kosong diukur lagi volumenya. Volume isi lambung dan usus ikan diukur dengan cara volume lambung dan usus ikan yang berisi makanan dikurangi dengan volume lambung dan usus ikan yang kosong. Sedangkan isi lambung ikan dipilah-pilah berdasarkan jenisnya di bawah dissecting microscope dan kemudian masing masing jenis isi lambung dan usus diukur


(39)

volumenya. Selanjutnya persentase dari tiap jenis isi lambung tersebut dihitung dengan cara volume setiap jenis isi lambung dibagi dengan volume total isi lambung.

Jenis makanan ikan sampel diketahui dengan pengamatan secara langsung terhadap saluran pencernaan, menggunakan mikroskop dengan pembesaran 20x dan identifikasi. Sampel isi lambung dan usus dihomogenkan sampai merata terlebih dahulu, kemudian diambil 1 tetes lalu diletakkan diatas objek glass dan ditutup dengan cover glass. Sa mpel diamati dengan mikroskop sebanyak 30 kali lapang pandang dan setiap sampel diulang 5 kali. Pakan ala mi diidentifikasi menggunakan buku Edmondson (1959), Yamaji (1976), Bold dan Wyne (1985), Streble dan Krauter (1988) dan Pennak (1989).

3.6 Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan

Faktor fisik dan kimia perairan yang diukur mencakup: a. Suhu

Suhu air diukur dengan menggunakan termometer air raksa yang dimasukkan kedalam sampel air selama lebih kurang 10 menit. Kemudian dibaca skala pada termometer tersebut.

b. Total Dissolved Solid (TDS)

Total Dissolved Solid diukur dengan metode gravimetri. Sampel air diambil sebanyak 1000 ml dan dimasukkan kedalam botol alkohol, sampel dibawa ke laboratorium dan diukur.

c. Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH diukur dengan menggunakan pH meter dengan cara memasukkan pH meter ke dalam sampel air yang diambil dari perairan sampai pembacaan pada alat konstan dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut.

d. Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen = DO)

Disolved Oxygen (DO) diukur dengan metoda winkler. Sampel air diambil dari dasar perairan dan dimasukkan ke dalam botol winkler kemudian dilakukan pengukuran oksigen terlarut. Bagan kerja terlampir (Lampiran 5).


(40)

e. Biochemical Oxygen Demand (BOD5 Pengukuran BOD

)

5

Secara keseluruhan pengukuran faktor fisik kimia berserta satuan dan alat yang digunakan dapat dilihat pada tabel 3.1.

dilakukan dengan metoda winkler. Sampel air yang diambil dari dasar perairan dimasukkan ke dalam botol winkler. Bagan kerja terlampir (Lampiran 6).

Tabel 3.1 Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisik Kimia Perairan

No.

Parameter Fisik – Kimia

Satuan Alat

Tempat Pengukuran

1 Suhu 0C Termometer Air Raksa In-situ

2 TDS mg/l Gravimetri Laboratorium

3 pH - pH air In-situ

4 DO mg/l Metoda Winkler In-situ

5 BOD5 mg/l Metoda Winkler dan Inkubasi Laboratorium

3.7 Analisis Data

a. Kebiasaan Makanan

Analisis kebiasaan makanan menggunakan metode Indeks Bagian Terbesar atau Index of Preponderance (IP) yang merupakan gabungan dari metode frekuensi kejadian dan volumetrik. Persentase frekuensi kejadian suatu jenis makanan dihitung berdasarkan jumlah kejadian ditemukannya suatu jenis organisme makanan pada lambung ikan. Index of Preponderance dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan menurut Natarajan dan Jhingran dalam Effendie (1979) adalah sebagai berikut :

IP(%) = x100 Oi) x Vi (

Oi x Vi


(41)

Keterangan :

IP = Indeks bagian terbesar

Vi = Persentase volume satu macam makanan (%)

Oi = Persentase frekuensi kejadian satu macam makanan (%) ΣVi x Oi = Jumlah Vi x Oi dari semua macam makanan

Berdasarkan nilai IP, Nikolsky (1963) membedakan makanan ikan ada 3 golongan yaitu: a. Jika nilai IP > 40 % maka organisme tersebut sebagai makanan utama,

b. Jika nilai IP antara 4 – 40 % maka organisme tersebut sebagai makanan pelengkap c. Jika nilai IP < 4 % maka organisme tersebut sebagai makanan tambahan

b. Luas Relung dan Tumpang Tindih Relung Makanan

Analisis luas relung makanan dilakukan untuk melihat proporsi sumberdaya makanan yang dimanfaatkan oleh ikan tersebut. Luas relung dihitung menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Levins dalam Krebs (1989), yaitu :

Bi(%) =

2

1

Pij

Keterangan :

Bi = Luas relung makanan kelompok ikan ke - i

Pij = Proporsi organisme makanan ke - i yang dimamfaatkan oleh kelompok ikan ke - j

Dalam perhitungan ini diperlukan suatu standarisasi agar nilai luas relung yang dihasilkan berkisar antara 0 – 1 dengan selang yang tidak terlalu besar dan nyata.

BA

1 1 -Bi

n =

Keterangan : BA

Bi = Luas relung

= Standarisasi luas relung (kisaran 0 – 1)


(42)

Analisis tumpang tindih relung makanan dilakukan untuk melihat penggunaan bersama jenis organisme makanan yang dimanfaatkan oleh ikan jantan dan betina serta kelompok–kelompok ukuran ikan. Tumpang tindih relung dihitung dengan menggunakan rumus Simplified Morisita Index (Horn, 1966 dalam Krebs, 1989), yaitu :

Ch =

+ 2

2

2

Pik Pij

PijPik

Keterangan :

Ch = Indeks Morisita yang disederhanakan

Pij,Pik = Proporsi jenis organisme makanan ke –i yang digunakan oleh

2 kelompok ukuran ikan ke – j dan kelompok ukuran ikan ke – k

c. Hubungan Panjang dan Bobot Ikan

Pengukuran panjang dan bobot ikan dilakukan pada hari yang sama ikan diperoleh. Pada pengukuran panjang ikan alat yang digunakan adalah jangka sorong digital (tingkat ketelitian 0.01 mm). Alat yang digunakan untuk pengukuran berat total ikan adalah timbangan digital dalam satuan gram dengan ketelitian 0.1 gram.

Hubungan panjang bobot ikan digambarkan dengan menggunakan rumus yang di kemukakan oleh Effendie (1997).

W = a Lb

Keterangan: W = adalah berat ikan (g),

L = adalah panjang total ikan (mm), a dan b adalah konstanta.

nilai b digunakan untuk menduga pola pertumbuhan kedua parameter yang dianalisis, dengan hipotesis:

nilai b = 3 menunjukkan pola pertumbuhan isometrik, karena antara pertumbuhan berat dan panjang sebanding atau kondisi ikan ideal.


(43)

nilai b lebih besar atau lebih kecil dari 3 berarti pertumbuhan ikan bersifat allometrik atau kurang baik karena pertumbuhan berat dan panjang tidak sebanding, artinya kondisi ikan kurang baik.

Jika b > 3, maka allometrik positif, pertumbuhan berat lebih cepat dibanding pertumbuhan panjang sehingga ikan tampak tidak normal karena terlalu gemuk.

Jika b < 3, maka allometrik negatif, pertumbuhan panjang lebih cepat dibanding pertumbuhan berat sehingga ikan tampak kurus atau tidak normal karena terlihat terlalu panjang.

d.Indeks Pilihan Makanan

Preferensi tiap organisme atau jenis plankton yang terdapat dalam alat pencernaan ikan ditentukan berdasarkan Indeks Pilihan (index of electivity) dalam Effendie (1997) sebagai berikut:

Ei

i i

i i

p p

+ −

r r

=

Keterangan : E = indeks pilihan

ri = jumlah relatif jenis-jenis organisme yang dimakan pi = jumlah relatif jenis organisme di perairan

Indeks pilihan merupakan perbandingan antara organisme pakan ikan yang terdapat dalam lambung dengan organisme pakan ikan yang terdapat dalam perairan. Nilai indeks pilihan (E) berkisar antara +1 sampai –1.

 0<E<1 berarti pakan digemari

 –1<E<0 berarti pakan tersebut tidak digemari oleh ikan


(44)

e. Faktor Kondisi

Faktor kondisi adalah keadaan atau kemontokan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka berdasarkan pada data panjang dan bobot. Faktor kondisi dihitung menggunakan rumus umum yang dikemukakan oleh Effendie (1997) :

FK =

Keterangan : FK : faktor kondisi yang diamati berdasarkan panjang total

W : Bobot tubuh ikan (gram)

L : Panjang total tubuh ikan (mm)

a dan b konstanta

f. Analisis Korelasi antara Faktor Fisik Kimia dengan Indeks Preponderance

Analisis korelasi Pearson dilakukan terhadap jenis makan ikan berdasarkan nilai Indeks Propenderance (IP) yang tertinggi di seluruh stasiun penelitian. Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara faktor fisik kimia dengan jenis makanan ikan, maka dilakukan dengan analisis korelasi Pearson SPSS ver. 20.00.

b

aL W


(45)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jenis Makanan Ikan Keperas (Puntius binotatus)

4.1.1 Jenis Makanan Ikan Puntius binotatus Secara Umum

Analisis jenis makanan yang terdapat pada lambung dan usus ikan dilakukan terhadap 55 ekor ikan keperas yang terdapat di seluruh stasiun penelitian. Analisis jenis makanan ikan dapat digambarkan berdasarkan perhitungan terhadap nilai Indeks Preponderance (IP) ikan tersebut (Tabel 4.1). Analisis yang dilakukan terhadap semua ikan keperas, tidak ada ditemukan usus ikan keperas yang kosong.

Tabel 4.1. Nilai Indeks Preponderance (IP) Ikan Keperas (P. binotatus) Secara Umum

NO Organisme Makanan Indek Preponderance (%)

Fitoplankton

1 Bacillariophyceae 55,5136

2 Chlorophyceae 23,8476

3 Cyanophyceae 3,1910

Zooplankton

4 Ciliophora 5,3760

5 Monogononta 6,9744

6 Detritus 5,0974

Perhitungan terhadap nilai Indeks Preponderance (IP), ikan keperas di sungai Aek Pahu Tombak, Aek Pahu Hutamosu dan sungai Parbotikan secara umum banyak memakan plankton dari kelompok Bacillariophyceae diikuti dengan Chlorophyceae Monogononta, Ciliophora, selain itu juga ditemukan potongan serangga dan beberapa organisme yang telah tercerna sebagian dan dimasukkan kedalam kelompok detritus Kelompok organisme yang paling sedikit ditemukan adalah kelompok Cyanophyceae dengan nilai IP 3.19% (Tabel 4.1).


(46)

Tingginya nilai Bacillariophyceae disebabkan karena hasil pengamatan terhadap jenis plankton yang terdapat di alam menunjukkan bahwa jenis organisme Bacillariophyceae merupakan organisme yang dominan ditemukan di seluruh lokasi tersebut, sehingga hal ini mengakibatkan ikan keperas lebih banyak mengonsumsi jenis organisme tersebut. Menurut Hariyadi (1983), Bacillariophyceae merupakan kelompok plankton yang disukai oleh ikan-ikan mujair, nila, dan ikan mas. Basmi (1999) menyatakan bahwa Bacillariophyceae bereproduksi secara seksual dan aseksual, sehingga lebih cepat dalam memperbanyak diri dan mengakibatkan jumlahnya sangat berlimpah di perairan, selain itu ukurannya yang kecil bisa masuk kedalam mulut ikan yang berukuran kecil, oleh karena itu Bacillariophyceae cenderung dipilih ikan sebagai makanannya.

Menurut kriteria yang dikemukakan Nikolsky (1963), makanan ikan yang memiliki nilai IP > 40%, maka organisme tersebut sebagai makanan utama. Jika nilai IP 4 – 40 % maka organisme tersebut sebagai makanan pelengkap. Jika nilai IP < 4 % maka organisme tersebut sebagai makanan tambahan. Berdasarkan kriteria tersebut, maka Bacillariophyceae adalah makanan utama bagi ikan keperas, Chlorophyceae, Monogononta, Ciliophora dan detritus sebagai makanan pelengkap, sedangkan sebagai makanan tambahan adalah dari jenis Cyanophyceae.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan keperas memiliki usus yang lebih panjang dibandingkan dengan panjang tubuh (Lampiran 2). Hal ini didukung oleh pernyataan Huet (1971), bahwa ikan yang memiliki struktur anatomis panjang usus lebih panjang dibanding panjang tubuh adalah jenis ikan omnivora. Hal ini juga ditunjukkan dari hasil pengamatan yang dilakukan terhadap usus ikan keperas, bahwa jenis organisme makanan yang ditemukan di dalam usus terdiri dari fitoplankton, zooplankton dan detritus berupa potongan kaki serangga. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa ikan keperas merupakan jenis ikan omnivora. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie (1997), bahwa ikan keperas tergolong ikan euryfagus, yaitu ikan yang jenis makanannya bermacam-macam atau campuran. Menurut Welcomme (2001), jenis makanan yang akan dimakan oleh ikan tergantung


(47)

ketersediaan jenis makanan di alam, dan juga adaptasi fisiologis ikan tersebut misalnya panjang usus, sifat dan kondisi fisiologis pencernaan, bentuk gigi dan tulang faringeal, bentuk tubuh dan tingkah lakunya.

4.1.2 Jenis Makanan Ikan Keperas (Puntius binotatus) Berdasarkan Jenis Kelamin

Analisis jenis makanan ikan dilakukan terhadap 31 ekor ikan betina, dan 24 ekor ikan jantan di seluruh stasiun penelitian (Tabel 4.2). Pada masing-masing stasiun penelitian ditemukan 6 kelompok organisme di dalam usus ikan, baik jantan maupun betina. Dari 6 kelompok organisme yang ditemukan pada usus ikan betina dan jantan, kelompok organisme terbanyak adalah Bacillariophyceae (59,05% dan 50,57). Kelompok organisme yang ditemukan pada usus ikan jantan, Chlorophyceae, Ciliaphora, Monogononta dan detritus lebih banyak ditemukan dibanding dengan ikan betina. Jenis makanan yang ditemukan pada ikan jantan juga ditemukan pada ikan betina. Hal ini menunjukkan bahwa variasi makanan ikan betina relatif tidak berbeda dengan variasi makanan ikan jantan. Tingginya nilai Bacillariophyceae disebabkan karena pakan alami (plankton) yang terdapat di alam di dominasi dengan jenis organisme Bacillariophyceae, ketersedian pakan alami menyebabkan ikan keperas lebih memilih jenis Bacillariophyceae sebagai makanan utama. Haryadi (1983), mengatakan bahwa kesamaan komposisi makanan ikan sangat dipengaruhi oleh jenis ikan, jenis kelamin, kondisi perairan, ketersediaan dan kemudahan mendapatkan makanan.

Tabel 4.2. Nilai Indeks Preponderance (IP) ikan keperas (P. binotatus) Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Organisme Indeks Preponderance (%)

Betina Jantan

Fitoplankton

1 Bacillariophyceae 59,0501 50,5687

2 Chlorophyceae 23,1337 24,8458

3 Cyanophyceae 3,0727 3,3565

Zooplankton

4 Ciliophora 5,0030 5,8976

5 Monogononta 5,5437 8,9748


(48)

Karakteristik beberapa organisme makanan ikan keperas menurut Basmi (1999) adalah sebagai berikut:

Bacillariophyceae

Sel terdiri dari 2 bagian (yang satu menutupi yang lain), memiliki hiasan yang halus dan bagus. Dijumpai melimpah baik di laut maupun di perairan tawar. Dinding sel terdiri dari silikon (silikat). Umumnya kromatofora berwarna coklat keemasan, klorofil ditutupi oleh pigmen berwarna coklat. Pada umumnya uniseluler (soliter), namun pada beberapa spesies ada yang hidup berkoloni (koloni sederhanan) dan saling bergandengan satu sama lain dengan sarung lendir. Makanan cadangan adalah leukosin (sejenis karbohidrat) dan minyak (lemak) yang warnanya agak kekuningan. Stadia generatif umumnya berflagella yang tidak sama panjang. Habitatnya sangat luas dan bersifat kosmopolitan. Algae ini mampu hidup di sumber air panas hingga 600C, bahkan hidup teresterial. Reproduksi dapat secara seksual dan aseksual.

Chlorophyceae (Algae hijau)

Tubuh dapat uniseluler, koloni atau filamen; planktonis, berenang, menempel atau menetap; sel berisi plastida-plastida (butir-butir pigmen yang berada didalam kloroplast) yang umumnya pigmen klorofil dominan berwarna hijau rumput dan umumnya bercahaya; makanan cadangan adalah tepung yang terdapat di dalam pyrenoid; dinding sel ada dan sangat jelas terbuat dari bahan selulosa dan pektosa.

Cyanophyceae (Algae biru)

Tubuh uniseluler, koloni berbentuk filamen dengan cabang-cabang palsu atau tidak bercabang; tidak memiliki kloroplas; makanan cadangan diperkirakan adalah glikogen dan sejenis tepung floridean; dinding sel tipis (membran) yang terbungkus lagi oleh material berlendir (matriks) yang terletak di luar dinding sel; sering mengandung vakuola-vakuola palsu (pseudovacuola) yang membiaskan sinar, sehingga menjadikan sel-sel berwarna-warni.


(49)

Coliophora

Ciliophora merupakan protista bersel satu yang permukaan tubuhnya ditumbuhi rambut getar. Ciliophora merupakan hewan yang bergerak dengan menggunakan alat bantu rambut getar (silia) yang digunakan sebagai alat gerak dan mencari makanan. Ciliophora hidup bebas dilingkungan berair, baik air tawar maupun air laut. Ciliophora dapat hidup secara baik parasit maupun simbiosis.

Monogononta (Cladocera)

Panjang 0,2-0,3 mm, segmen tidak jelas, pada umumnya bagian tubuh (toraks dan abdomen) tertutup oleh sebuah kulit luar atau karapas yang tampak seperti dua tutup (bivalve), namun sebenarnya adalah selembar kulit yang melipat dan terbuka secara ventral (terbuka kearah perut). Biasanya terdapat sebuah duri kecil (spinula) pada ujung bagian belakang tubuhnya. Spesies-spesies yang limnetik (hidup di danau dan air tawar) biasanya berwarna cerah dan tembus cahaya, sementara spesies-spesies yang hidup di kolam, litoral, dan di dasar perairan biasanya berwarna lebih gelap, berkisar mulai dari coklat kekuningan cerah sampai coklat kemerahan, keabu-abuan, atau gelap sekali.

4.1.3 Jenis Makanan Ikan Puntius binotatus Jantan dan Betina Berdasarkan Stasiun Penelitian

Jenis organisme yang ditemukan di dalam usus ikan pada masing-masing stasiun tidak berbeda (Tabel 4.3). Pada stasiun 1, 2 dan 3 yang ditemukan didalam usus ikan keperas betina adalah kelompok organisme jenis Bacillariophyceae (66,93%) diikuti dengan Chlorophyceae, Monogononta, Ciliophora, Cyanophyceae dan detritus. Pada kelompok ikan jantan di stasiun 1 ditemukan organisme yang dominan adalah dari jenis Chlorophyceae (41,90%), diikuti dengan Bacillariophyceae, Ciliophora, Detritus, Monogononta, dan terendah Cyanophyceae, sementara stasiun 2 dan 3 di dominasi oleh kelompok organisme Bacillariophyceae (56,46%), diikuti dengan Chlorophyceae, Monogononta, Ciliophora, Detritus dan Cyanophyceae. Perbedaan variasi makanan disebabkan oleh faktor pakan alami yang tersedian di alam, dari hasil pengamatan diperoleh bahwa jenis Bacillariophyceae merupakan kelompok yang


(50)

dominan ditemukan di alam, sementara jenis Cyanophyceae merupakan kelompok yang lebih sedikit di temukan di alam. Variasi komposisi organisme makanan tergantung pada kondisi perairan disetiap stasiun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie (1997) yang menyatakan bahwa adanya makanan dalam perairan selain terpengaruh oleh kondisi biotik, ditentukan pula oleh kondisi abiotik lingkungan seperti suhu, cahaya, ruang dan luas permukaan.

Makanan merupakan faktor penentu bagi jumlah populasi, pertumbuhan, dan kondisi ikan di suatu perairan (Lagler, 1961). Effendie (2002), mengatakan bahwa makanan merupakan salah satu faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan ikan. Kelimpahan makanan di dalam suatu perairan selalu berfluktuasi dan hal ini disebabkan oleh daur hidup, iklim dan kondisi lingkungan. Menurut Lagler et al., (1977), pengetahuan mengenai makanan suatu jenis ikan dapat digunakan untuk mengetahui kedudukan ikan tersebut, sebagai predator atau kompetitor, serta makanan utama dan makanan tambahan ikan tersebut.

Tabel 4.3 Nilai Indeks Preponderance (IP) ikan keperas (P. binotatus) Betina dan Jantan Berdasarkan Stasiun Penelitian

No Jenis Organisme

Makanan

Indeks Preponderance (%)

Betina Jantan

St 1 St 2 St 3 St 1 St 2 St 3

Fitoplankton

1 Bacillariophyceae 62,6962 66,9346 57,7961 33,0584 56,4623 49,5299 2 Chlorophyceae 29,4594 21,4042 22,9350 41,9041 25,5985 26,7492 3 Cyanophyceae 2,6491 0,4081 3,0650 4,5520 2,0413 2,7623

Zooplankton

4 Ciliophora 1,2950 5,5154 6,2195 7,5866 4,7455 5,9770 5 Monogononta 2,8586 2,7565 8,6211 5,4560 8,6752 11,8483 6 Detritus 1,0416 2,9811 1,3634 7,4429 2,4772 3,1332 Keterangan : St = Stasiun

Keseluruhan dari 6 kelompok organisme makanan terdapat di setiap stasiun dan di setiap ikan baik jantan maupun betina. Namun tingkat kesukaan terhadap makanan itu berbeda-beda. Hal ini membuktikan bahwa ikan cenderung mencari makan pada daerah-daerah yang kaya akan sumberdaya makanan yang disukainya (Nikolsky, 1963). Perbedaan strategi makanan ditentukan kebiasaan dalam


(51)

memanfaatkan dan memilih makanan dan ketersediaan makanan di perairan (Hinz et al., 2005), jenis kelamin dan perbedaan tingkat aktivitas (Garcia & Geraldi, 2005).

Tabel 4.4. Nilai Indeks Preponderance (IP) ikan keperas (P. binotatus) Seluruh Stasiun Penelitian

No Jenis Organisme

Makanan

Indeks Preponderance (%)

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Fitoplankton

1 Bacillariophyceae 56,1185 58,1351 52,8633

2 Chlorophyceae 26,9475 22,2894 23,3692

3 Cyanophyceae 3,5150 2,4085 3,6826

Zooplankton

4 Ciliophora 4,0307 5,3531 6,1947

5 Monogononta 4,2089 6,0902 9,3889

6 Detritus 5,1796 5,7236 4,5013

Secara umum dapat dilihat bahwa jenis makanan ikan keperas pada setiap stasiun tidak berbeda jauh yaitu terdiri dari kelompok organisme Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Monogononta, Detritus, Ciliophora, dan Cyanophyceae (Tabel 4.4). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa makanan utama bagi ikan keperas adalah organisme kelompok Bacillariophyceae, dan sebagai makanan pelengkap adalah Chlorophyceae, Monogononta, Detritus, Ciliophora, dan makanan tambahan adalah dari jenis Cyanophyceae. Hal ini sesuai dengan pakan alami yang terdapat di alam, bahwa organisme jenis Bacillariophyceae merupakan jenis yang dominan terdapat di alam, sementara jenis yang lebih sedikit ditemukan adalah organisme jenis Cyanophyceae. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie, (1997) bahwa suatu spesies ikan di alam memiliki hubungan yang sangat erat dengan keberadaan makanannya, ikan tersebut dapat bertahan hidup jika terdapat jenis makanan yang disukainya. Jenis-jenis makanan yang dimakan suatu spesies ikan biasanya bergantung pada kesukaan terhadap jenis makanan tertentu, ukuran, umur, musim serta habitat hidupnya. Menurut Nykolsky (1963), ikan cenderung mencari makan pada daerah-daerah yang kaya akan sumberdaya makanan yang disukainya. Dari hasil pengukuran faktor fisik kimia di setiap stasiun penelitian tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara stasiun penelitian tersebut. Hasil pengukuran tersebut masih cocok untuk kehidupan organisme yang ada di perairan tersebut, baik ikan maupun biota air lainnya.


(52)

Urutan kebiasaan makanan ikan terdiri atas: (1) makanan utama, yaitu makanan yang biasa dimakan dalam jumlah yang banyak; (2) makanan sekunder, yaitu makanan yang biasa dimakan dan ditemukan dalam ususnya dalam jumlah yang lebih sedikit; (3) makanan insidental, yaitu makanan yang terdapat pada saluran pencernaan dengan jumlah yang sangat sedikit; serta (4) makanan pengganti, yaitu makanan yang hanya dikonsumsi jika makanan utama tidak tersedia (Nikolsky, 1963). Menurut Roberts (1989), ikan keperas memakan zooplankton, larva serangga, dan akar beberapa jenis tanaman. Hasil penelitian Rahardjo (1987) di Rawa Bening menjelaskan bahwa ikan ini sangat menyukai detritus, selain memakan phytoplankton dan zooplankton serta larva serangga.

4.2 Indeks Pilihan Ikan Keperas (Puntius binotatus) Terhadap Suatu Jenis Makanan

Indeks pilihan merupakan perbandingan antara organisme pakan ikan yang terdapat dalam lambung dengan organisme pakan ikan yang terdapat dalam perairan (Tabel 4.5). Indeks pilihan ikan keperas terhadap suatu jenis makanan tertera pada Tabel 4.6 berikut:

Tabel 4.5. Jenis Organisme Makanan yang Terdapat di Alam dan di Lambung/Usus Ikan Keperas (Puntius binotatus)

NO Jenis Organisme

Makanan

Terdapat di Alam

(ind/L) Terdapat di Lambung dan Usus Ikan

St 1 St 2 St 3 St 1 St 2 St 3

B J B J B J

Fitoplankton

1 Bacillariophyceae 3150 1650 850 342 129 360 262 480 196 2 Chlorophyceae 2100 1400 1750 162 65 120 121 191 107

3 Cyanophyceae 150 300 0 20 9 10 15 33 15

Zooplankton

4 Ciliophora 50 300 100 19 15 35 28 51 27

5 Monogononta 350 350 150 22 14 18 44 73 47

TOTAL 5800 4000 2850 565 232 543 470 828 392 Keterangan : St = Stasiun

B = Betina J = Jantan


(53)

Hasil pengamatan terhadap organisme makanan yang terdapat di alam dengan organisme yang terdapat di lambung dan usus diperoleh bahwa organisme jenis Bacillariophyceae adalah organisme yang ditemukan lebih dominan baik di alam maupun di lambung dan usus ikan keperas. Faktor yang menyebabkan organisme Bacillariophyceae ditemukan melimpah selain karena bereproduksi secara seksual dan aseksual, di dukung juga oleh faktor fisik kimia lingkungan yang masaih mendukung bagi kehidupan organisme tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa ikan keperas lebih memilih organisme jenis Bacillariophyceae sebagai makanan utamanya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie, (1997) bahwa suatu spesies ikan di alam memiliki hubungan yang sangat erat dengan keberadaan makanannya, ikan tersebut dapat bertahan hidup jika terdapat jenis makanan yang disukainya. Jenis-jenis makanan yang dimakan suatu spesies ikan biasanya bergantung pada kesukaan terhadap jenis makanan tertentu, ukuran, umur, musim serta habitat hidupnya. Menurut Welcomme (2001), jenis makanan yang akan dimakan oleh ikan tergantung ketersediaan jenis makanan di alam, dan juga adaptasi fisiologis ikan tersebut misalnya panjang usus, sifat dan kondisi fisiologis pencernaan, bentuk gigi dan tulang faringeal, bentuk tubuh dan tingkah lakunya.

Tabel 4.6. Indeks Pilihan Ikan keperas (P. binotatus) Terhadap Suatu Jenis Makanan

No. Jenis Organisme

Makanan

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Betina Jantan Betina Jantan Betina Jantan

Fitoplankton

1 Bacillariophyceae -0,8041 -0,9213 -0,6418 -0,7259 -0,2782 -0,6252 2 Chlorophyceae -0,8568 -0,9400 -0,8421 -0,8409 -0,8032 -0,8848 3 Cyanophyceae -0,7647 -0,8868 -0,9355 -0,9048 1 1

Zooplankton

4 Ciliophora -0,4493 -0,5385 -0,7910 -0,8293 -0,3245 -0,5748 5 Monogononta -0,8817 -0,9231 -0,9022 -0,7766 -0,3453 -0,5228

Berdasarkan klasifikasi yang dikemukakan Effendie (1997), bahwa nilai indeks pilihan makanan (E) berkisar antara +1 sampai -1, dimana nilai 0<E<1, berarti pakan digemari, -1<E<0 pakan tersebut tidak digemari, dan nilai E = 0 berarti tidak ada seleksi ikan terhadap pakannya. Dari hasil perhitungan nilai indeks pilihan makanan sesuai dengan kriteria diatas, maka pakan yang terdapat di stasiun 1 dan stasiun 2 tidak digemari oleh ikan keperas, sementara pada stasiun 3 pakan yang


(54)

digemari oleh ikan keperas adalah organisme Cyanophyceae. Pada stasiun 3 organisme Cyanophyceae tidak ditemukan di alam, sementara ditemukan di usus ikan keperas, hal ini dikarenakan oleh sifat ikan yang bergerak bebas dan tingkah laku ikan yang hidup diperairan berarus lebih aktif berenang, sehingga pergerakan ikan tersebut lebih luas dalam mencari makanan. Menurut Effendie (1997), penilaian kesukaan ikan terhadap makanannya sangat relatif. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam hubungan ini ialah penyebaran organisme makanan ikan, ketersediaan makanan, pilihan ikan terhadap makanannya serta faktor-faktor fisik yang mempengaruhi perairan.

Ikan memakan makanan yang tersedia di sekitarnya ataupun mencerna makanan tersebut dengan baik. Faktor-faktor yang menentukan dimakan atau tidaknya suatu jenis organisme makanan oleh ikan antara lain: (1) ukuran makanan, (2) ketersediaan makanan, (3) warna makanan, dan (4) selera ikan terhadap makanan. Jumlah makanan yang dibutuhkan oleh suatu spesies ikan tergantung kepada kebiasaan makanan, kelimpahan makanan, nilai konversi makanan, serta suhu air, juga kondisi umum dari spesies ikan tersebut (Beckman, 1962).

4.3 Luas Relung Makanan Ikan Keperas (Puntius binotatus)

Luas relung makanan yang besar mengindikasikan bahwa jenis makanan yang dikonsumsi oleh ikan lebih beragam. Sebaliknya jika luas relung makannya sempit atau kecil berarti ikan cenderung melakukan seleksi terhadap makanan tertentu. Organisme yang memakan sejumlah sumberdaya makanan diduga luas relungnya akan meningkat walaupun sumberdaya yang tersedia rendah (Anakotta, 2002).


(55)

Tabel 4.7. Luas Relung Makanan Ikan Keperas (P. binotatus) pada Setiap Stasiun Penelitian

Stasiun Betina Jantan

Luas Relung (%) Luas Relung (%)

1 2,0761 3,3198

2 2,0058 2,5308

3 2,5058 2,9742

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Levins dalam Krebs (1989), maka dapat dikatakan bahwa ikan keperas di setiap stasiun penelitian memiliki luas relung yang berbeda-beda. Luas relung ikan jantan dan betina pada stasiun 2 cenderung lebih kecil atau sempit dibanding dengan stasiun lainnya. Namun secara keseluruhan ikan keperas jantan memiliki luas relung yang lebih besar dibandingkan dengan ikan betina. Hal ini mengindikasikan bahwa ikan-ikan tersebut cenderung melakukan pemilihan (seleksi) terhadap makanannya (Anakotta, 2002). Menurut Simanjuntak & Ahmad, (2009) semakin beragam dan semakin besar ukuran mangsa yang dikonsumsi ikan menunjukkan bahwa individu ikan yang berukuran besar memiliki spektrum makanan yang besar yang pada gilirannya memberikan keunggulan kompetitif dalam pemanfaatan relung makanan.

Faktor fisik dan kimia lingkungan turut menentukan apakah ikan keperas akan selektif terhadap makanannya atau tidak. Hal ini berkaitan dengan keberadaan jenis-jenis organisme makanan di stasiun penelitian tersebut atau di wilayah perairan yang ditempati ikan-ikan keperas, sementara adanya makanan dalam perairan selain terpengaruh oleh kondisi biotik, ditentukan pula oleh kondisi abiotik lingkungan seperti suhu, cahaya, ruang, dan luas permukaan (Effendie, 1997). Kondisi abiotik yang diukur dilapangan menunjukkan bahwa kondisi perairan masing-masing stasiun masih tergolong bagus dan belum tercemar (berdasarkan baku mutu PP No. 82 tahun 2011 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air). Hal ini mendukung bagi kehidupan biota yang terdapat diseluruh stasiun tersebut.


(1)

Ciliophora

Monogononta

Keratella sp.

Stentor sp.

Vorticella sp.


(2)

(3)

Lampiran 5. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan Oksigen

(DO)

(Suin, 2002)

1 ml H2SO4

ditambahkan 5 tetes amilum ditetesi Na2S2O3 0,0125 N

1 ml MnSO4

Sampel Air

1 ml KOH – KI dikocok

didiamkan

Sampel Dengan

Endapan Putih/Coklat

didiamkan dikocok

Larutan Sampel

Berwarna Coklat

diambil sebanyak 100 ml

Sampel Berwarna

Kuning Pucat

Sampel Berwarna

Biru

dititrasi dengan Na2S2O3 0,0125 N

dihitung volume Na2S2O3 yang terpakai

Hasil


(4)

Lampiran 6. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD

5

(Suin, 2002)

Keterangan

:

Penghitungan nilai DO awal dan DO akhir sama dengan

penghitungan Nilai DO

Nilai BOD = Nilai awal – Nilai DO akhir

dihitung nilai DO akhir diinkubasi selama 5 hari

pada temperatur 20°C dihitung nilai DO awal

Sampel Air

Sampel Air

Sampel Air


(5)

Lampiran 7. Analisis Korelasi Pearson

Suhu pH TSS DO BOD IP

Bacillariophyceae 5 IP Chlorophyceae Suhu Pearson

Correlation 1 -.015

-.975 .894 .072 -.727 .749

Sig.

(2-tailed) .990 .142 .296 .954 .482 .461

N 3 3 3 3 3 3 3

pH

Pearson

Correlation -.015 1 -.206

-.462 -.998 *

.698 .651

Sig.

(2-tailed) .990 .868 .694 .036 .508 .549

N 3 3 3 3 3 3 3

TDS

Pearson

Correlation -.975 -.206 1

-.772 .151 .557 -.877

Sig.

(2-tailed) .142 .868 .438 .904 .624 .319

N 3 3 3 3 3 3 3

DO

Pearson

Correlation .894 -.462

-.772 1 .511 -.958 .372

Sig.

(2-tailed) .296 .694 .438 .658 .186 .757

N 3 3 3 3 3 3 3

BOD5

Pearson

Correlation .072

-.998* .151 .511 1 -.737 -.607

Sig.

(2-tailed) .954 .036 .904 .658 .472 .585

N 3 3 3 3 3 3 3

Bacillariophyceae

Pearson

Correlation -.727 .698 .557

-.958 -.737 1 -.089

Sig.

(2-tailed) .482 .508 .624 .186 .472 .943

N 3 3 3 3 3 3 3

Chlorophyceae

Pearson

Correlation .749 .651

-.877 .372 -.607 -.089 1

Sig.

(2-tailed) .461 .549 .319 .757 .585 .943

N 3 3 3 3 3 3 3


(6)

Lampiran 8. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan

Kualitas air dan Pengendalian Pencemaran Air

LAMPIRAN

PERATURAN PEMERINTAH

NOMOR 82 TAHUN 2001

TANGGAL 14 DESEMBER 2001

TENTANG

PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN

PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas

Keterangan:

mg

= milligram

ml

= milliliter

Nilai di atas merupakan nilai maksimum kecuali untuk pH dan DO

Bagi pH merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang

tercantum

Nilai DO merupakan batas minimum

Sumber : www.menlh.go.id/Peraturan/PP/PPb2-2001.pdf

NO Parameter KELAS Keterangan

Satuan I II III IV

FISIKA

1. Temperature

°C Deviasi

3 Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi temperature dari keadaan alaminya

2. Residu Terlarut mg/l 1000 1000 1000 2000

KIMIA

3. pH

6-9 6-9 6-9 5-9

Apabila secara alamiah diluar rentang tersebut, maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah

4. BOD5 mg/l 2 3 6 12

5. DO

mg/l 6 4 3 0 Angka batas