Studi Kebiasaan Makanan Ikan Cencen (Mystacoleucus marginatus) di Sungai Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan
STUDI KEBIASAAN MAKANAN IKAN CENCEN
(
Mystacoleucus marginatus
) DI SUNGAI BATANG TORU
KABUPATEN TAPANULI SELATAN
SKRIPSI
BERTUA NOVITA S. 090805030
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013
(2)
STUDI KEBIASAAN MAKANAN IKAN CENCEN
(
Mystacoleucus marginatus
) DI SUNGAI BATANG TORU
KABUPATEN TAPANULI SELATAN
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
BERTUA NOVITA S. 090805030
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013
(3)
PERSETUJUAN
Judul : Studi Kebiasaan Makanan Ikan Cencen
(Mystacoleucus marginatus) di Sungai Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan
Kategori : Skripsi
Nama : Bertua Novita S.
Nomor Induk Mahasiswa : 090805030
Program Studi : Sarjana (S1) Biologi Departemen : Biologi
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Disetujui di Medan, Oktober 2013
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Dr. Hesti Wahyuningsih, M.Si Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, M. Sc NIP. 19691018199412002 NIP. 195810161987031003
Disetujui Oleh
Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,
Dr. Nursahara Pasaribu, M. Sc NIP. 196301231990032001
(4)
PERNYATAAN
STUDI KEBIASAAN MAKANAN IKAN CENCEN
(
Mystacoleucus marginatus
) DI SUNGAI BATANG TORU
KABUPATEN TAPANULI SELATAN
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Oktober2013
Bertua Novita S. 090805030
(5)
PENGHARGAAN
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang hanya oleh karena berkat dan kasih karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Kebiasaan Makanan Ikan Cencen (Mystacoleucus marginatus) di Sungai Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan” ini dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, M.sc selaku dosen pembimbing I dan Ibu Dr. Hesti Wahyuningsih, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan dorongan, bimbingan, waktu, perhatian dan kesabaran yang besar selama proses penulisan skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Ibu Mayang Sari Yeanny, S. Si, M. Si selaku dosen penguji I dan Ibu Masitta Tanjung, S. Si, M. Si selaku dosen penguji II yang telah memberikan banyak saran dan arahan demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dra. Isnaini Nurwahyuni, M. Sc selaku dosen penasehat akademik, juga kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA USUdan Ibu Dr. Saleha Hanum, M. Sc selaku Sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU dan juga kepada Dekan dan para dosen Pembantu Dekan FMIPA USU serta seluruh staff pengajar dan pegawai di Departemen Biologi FMIPA USU.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Roslina Ginting dan Abang Erwin selaku Pegawai Administrasi Departemen Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara. Terimakasih kepada Pak Shyarull, Pak Dekri dan seluruh pegawai Puslit.
Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orangtuaku tercinta Bapak B. Simanjuntak, Ibu D. Tambunan yang dengan sabar mendukung pendidikan saya, memberikan perhatian, doa dan kasih sayang yang luar biasa sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih juga buat Kakakku dan abangku tersayang Eva, Deo, Rina, Tota, Tonydan adikku sayang Betty serta ponakanku tercinta Arist, Guardiola dan Evelyn. Terimakasih kepada ktbku Kak Debora, Jakub, ales,
(6)
Santo, Juni, serta teman-temanku Febri, Beatrix, Yenni, Jesica, Silvia, Agustina, Febrin, Sukma, Elisabeth, Raymond, Anderson, Adrian yang setia mendengar keluh kesahku serta teman-teman seperjuangan angkatan 2009. Terimakasih kepada Kak Sister, Kak Hilda, Kak Helen, Kak Tober, Kak Dina, Kak Hanna, Kak Pesta, Kak Destri, Bang Hiras, Bang July, Bang Misran, Bang Adi, Bang Jhon, Bang Mudi, Bang Frans, Bang Jubel, Bang Galung, Bang Nugrah, buat adik-adikku: Meyke, Ningsih, Novi, Titin, Jordani, Romi, Tonis, Yoan, Maretta, Henda, Sarma, Ester, Surtika, Zety, Evi, kakak abang angkatan 2008, adik-adik angkatan 2010, 2011, 2012 serta Persekutuan Keluarga Besar Kristen Biologi yang selama ini memberikan bantuan dan dorongan yang diperlukan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa selalu memberikan berkat-Nya.Amin.
(7)
STUDI KEBIASAAN MAKANAN IKAN CENCEN
(
Mystacoleucus marginatus
) DI SUNGAI BATANG TORU
KABUPATEN TAPANULI SELATAN
ABSTRAK
Penelitian makanan ikan cencen (Mystacoleucus marginatus) dilakukan di sungai Batang Toru pada bulan Desember 2012.Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui jenis makanan alami ikan cencen (Mystacoleucus marginatus) di sungai Batang Toru.Sampel ikan diambil dengan jala dan gill net (jaring insang).Isi lambung dianalisis dengan menggunakan metode Index of Preponderance. Isi lambung terdiri dari 4 kelas yaitu Bacillariophyceae,
Chlorophyceae, Cyanophyceae, Ciliophora dan ditambah dengan unidentified (berupa kaki dan potongan tubuh serangga). Kelompok Chlorophyceae
merupakan makanan utama, Bacillariophyceae dan unidentified merupakan makanan pelengkap, dan Cyanophyceae dan Ciliophora merupakan makanan tambahan. Makanan alami berkolerasi sangat kuat dengan penetrasi.
(8)
STUDYOF FOOD HABITS OF CENCEN FISH (
Mystacoleucus
marginatus
)
AT BATANG TORURIVER SOUTH TAPANULI
DISTRICT
ABSTRACT
This study aims to investigate food habits of the species cencen fish (Mystacoleucus marginatus). The study was done from December 2012, in Batang Toru river. Fish samples, collected by net and gill net. Stomach content was analyzed using Index of preponderance. Stomach contents of the fish was consisted of 4 class Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Cyanophyceae,
Ciliophoraand added some unidentified (such as foot dan the cutting of insect body). The group of Chlorophyceae is a main food, unidentified group is a complement food and than Bacillariophyceae, Cyanophyceae and Ciliophora as additional food. The natural food has a good correlation with penetration.
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Persetujuan ii
Lembar Pernyataan iii
Lembar Penghargaan iv
Abstrak vi
Abstract vii
Daftar Isi viii
Daftar Tabel x
Daftar Gambar xi
Daftar Lampiran xii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 3
1.3. Tujuan 3
1.4. Manfaat 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi dan Morfologi 4
2.2. Habitat dan Distribusi 5
2.3. Kebiasaan Makanan Ikan 5
2.4. Ukuran Makanan 8
2.5. Relung Makanan 8
2.6. Faktor Fisik Kimia Perairan
2.6.1. Suhu 9
2.6.2. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) 9 2.6.3. Biochemical Oxygen Demand (BOD5) 10
2.6.4. Derajat Keasaman (pH) 11
2.6.5. Penetrasi Cahaya 11
BAB 3 BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat 13
3.2. Metode Penelitian 13
3.3. Deskripsi Area 13
3.4. Alat dan Bahan 14
3.5. Pengambilan Sampel
3.5.1. Pengambilan Sampel Ikan dan Isi Lambung 14
3.5.2. Pengambilan sampel Plankton 15
3.5.3. Pengambilan Sampel Makro Invertebrata 15 3.6. Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan 16
(10)
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Faktor Fisik Kimia Lingkungan 19
4.2. Hubungan Panjang Berat Ikan 22
4.3. Kebiiasaan Makanan Ikan (Food Habits) atau Nilai
Index of Prepoderance (Ii)
24 4.4. Indeks Pilihan atau Index of Electivity (E) 28
4.5. Analisis Korelasi 30
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 32
5.2. Saran 33
(11)
DAFTAR TABEL
No. Lampiran Judul Halaman
3. Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam PengukuranFaktor Fisik Kimia Perairan
17
4.1. Nilai Faktor Fisik Kimia Perairan 19
4.2. Hubungan Panjang Berat Ikan 22
4.3. Nilai Index of Prepoderance (Ii) Ikan Cencen (Mystacoleucus marginatus)
26
4.4 Indeks Pilihan atau Index of Electivity (E) 28 4.5. Hubungan faktor Fisik Kimia dengan Makanan Alami
(pi)
(12)
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
2.1. Ikan Cencen (Mystacoleucus marginatus); (Foto: Bertua, 2013)
4
4.1. Hubungan Panjang Berat Ikan Cencen (Mystacoleucus marginatus) pada stasiun 1
22
4.2. Hubungan Panjang Berat Ikan Cencen (Mystacoleucus marginatus) pada stasiun 2
22
4.3. Hubungan Panjang Berat Ikan Cencen (Mystacoleucus marginatus) pada stasiun 3
23
4.4. Kebiasaan Makanan Ikan cencen (Mystacoleucus marginatus) pada stasiun 1 berdasarkan family yang ditemukan dalam usus ikan
24
4.5. Kebiasaan Makanan Ikan cencen (Mystacoleucus marginatus) pada stasiun 2 berdasarkan family yang ditemukan dalam usus ikan
25
4.6. Kebiasaan Makanan Ikan cencen (Mystacoleucus marginatus) pada stasiun 3 berdasarkan family yang ditemukan dalam usus ikan
(13)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
1. Bagan Kerja Metode Winkler Untuk Mengukur Kelarutan Oksigen (DO)
38
2. Bagan Kerja Metode Winkler Untuk Mengukur BOD5
39
3. Peta Lokasi Penelitian 40
4. Lokasi Penelitian 41
5. Perhitungan Hubungan Panjang dan Berat Ikan cencen(Mystacoleucus marginatus)
42
6. Kelimpahan Makanan Alami di Perairan (pi) 44 7. Foto Jenis Makanan Ikan Cencen (Mystacoleucus
marginatus)
46
(14)
STUDI KEBIASAAN MAKANAN IKAN CENCEN
(
Mystacoleucus marginatus
) DI SUNGAI BATANG TORU
KABUPATEN TAPANULI SELATAN
ABSTRAK
Penelitian makanan ikan cencen (Mystacoleucus marginatus) dilakukan di sungai Batang Toru pada bulan Desember 2012.Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui jenis makanan alami ikan cencen (Mystacoleucus marginatus) di sungai Batang Toru.Sampel ikan diambil dengan jala dan gill net (jaring insang).Isi lambung dianalisis dengan menggunakan metode Index of Preponderance. Isi lambung terdiri dari 4 kelas yaitu Bacillariophyceae,
Chlorophyceae, Cyanophyceae, Ciliophora dan ditambah dengan unidentified (berupa kaki dan potongan tubuh serangga). Kelompok Chlorophyceae
merupakan makanan utama, Bacillariophyceae dan unidentified merupakan makanan pelengkap, dan Cyanophyceae dan Ciliophora merupakan makanan tambahan. Makanan alami berkolerasi sangat kuat dengan penetrasi.
(15)
STUDYOF FOOD HABITS OF CENCEN FISH (
Mystacoleucus
marginatus
)
AT BATANG TORURIVER SOUTH TAPANULI
DISTRICT
ABSTRACT
This study aims to investigate food habits of the species cencen fish (Mystacoleucus marginatus). The study was done from December 2012, in Batang Toru river. Fish samples, collected by net and gill net. Stomach content was analyzed using Index of preponderance. Stomach contents of the fish was consisted of 4 class Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Cyanophyceae,
Ciliophoraand added some unidentified (such as foot dan the cutting of insect body). The group of Chlorophyceae is a main food, unidentified group is a complement food and than Bacillariophyceae, Cyanophyceae and Ciliophora as additional food. The natural food has a good correlation with penetration.
(16)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1LatarBelakang
Sungai merupakan salah satu tipe ekosistem perairan umun yang berperan bagi kehidupan biota dan juga kebutuhan hidup manusia untuk berbagai macam kegiatan seperti perikanan, pertanian, keperluan rumah tangga, industri, pertambangan dan transportasi (Setiawan, 2009). Sungai juga mempunyai berbagai komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi membentuk suatu jalinan fungsional yang saling mempengaruhi (Suwondo et al., 2004).Sungai Batang Toru adalahsalahsatusungaiterbesar di Tapanuli Selatandenganpanjang 69,32 Km. Aliran sungai ini bermuara di Danau Siais dan juga menjad ipasokan air di sekitar danau. Pola aliran sungai di Ekosistem Batang Toru mengikuti pola parallel yaitu memanjang kesatu arah dengan cabang-cabang sungai kecil yang berasal dari arah lereng-lereng bukit terjal dan menyatu di sungai utama (Badan Pusat Statistik, 2007).
Ikan cencen termasuk salah satu hasil perikanan yang ditemukan di Perairan Batang Toru. Menurut Muthmainnah (2008), ikan ini memiliki nilai protein 13% dan kandungan asam lemak omega-3 1.5/100g serta disukai oleh masyarakat karena memiliki daging yang kenyal dan sedikit lemak. Harga ikan ini juga terjangkau oleh semua golongan masyarakat. Meningkatnya kebutuhan konsumsi protein hewani yang sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dimasa yang akan datang, ikan Mystacoleucus marginatus diharapkan sebagai komoditi alternatif untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani dan peningkatan ekonomi nelayan atau masyarakat.
Jumlah populasi ikan dalam suatu perairan biasanya ditentukan oleh pakan yang ada. Beberapa faktor yang berhubungan dengan populasi ikan, yaitu jumlah dan kualitas pakan yang tersedia dan mudah didapatnya pakan tersebut (Effendi, 1997). Jenis-jenis pakan alami yang dimakan ikan sangat bermacam-macam, bergantung pada jenis ikan dan tingkat umurnya. Benihikan mencari makan dan
(17)
pakan utamanya berupa plankton nabati (fitoplankton). Namun, sejalan dengan bertambah besarnya ikan berubah pula makanannya (Mudjiman,1989). Ikan yang mampu menyesuaikan diri dengan makanannya adalah jenis ikan yang mampu memanfaatkan makanan alami yang tersedia, sehingga ikan tersebut mampu menyesuaikan diri terhadap fluktuasi kesediaan makanan alami.
Kebiasaan makanan ikan dipelajari untuk menentukan gizi alamiah ikan tersebut. Pengetahuan tentang kebiasaan makanan ikan dapat digunakan untuk melihat hubungan ekologi diantara organisme di perairan tempat mereka berada, misalnya bentuk pemangsaan, persaingan, dan rantai makanan. Ikan dapat dikelompokkan berdasarkan jumlah dan variasi makanannya menjadi eurifagus yaitu ikan yang memakan berbagai jenis makanan; stenofagus yaitu ikan yang memakan makanan yang sedikit jenisnya; dan monofagus yaitu ikan yang hanya memakan satu jenis makanan saja (Moyle et al., 1988).
Ikan mempunyai kemampuan terbatas untuk memilih daerah yang aman bagi kehidupannya, karena hal tersebut tergantung dari sifat dan kadar pencemar atau ketoksikan suatu perairan (Fachrul, 2007). Banyaknya aktivitas di sekitar perairan antaralain: sumber air minum, kegiatan mandi, cuci, sumber air untuk perkebunan, bendungan aliran sungai dan RTP (penangkapan) dapat mempengaruhi faktor fisik-kimia perairan tersebut. Hal ini juga akan mempengaruhi pola makan ikan di sepanjang aliran sungai karena ikan memiliki toleransi terhadap perubahan kualitas air. Sejauh ini belum diketahui informasi kebiasaan makanan ikan cencen (Mystacoleucus marginatus) di Sungai Batang Toru.
1.2 Permasalahan
Pertumbuhan dan perkembangan ikan diantaranya sangat tergantung pada ketersediaan makanan alami di habitat. Makanan alami dapat dipengaruhi ketersediaannya oleh kondisi perairan. Berbagai aktivitas yang berlangsung di sekitar Sungai Batang Toru mengakibatkan perubahan faktor fisik kimia perairan yang juga berdampak pada ketersediaan makan alami dan kebiasaan makanan ikan. Sejauh ini belum diketahui kebiasaan makan ikan cencen (Mystacoleucus marginatus) di Sungai Batang Toru.
(18)
1.3Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahuikebiasaan makanan alami ikan cencen (Mystacoleucus marginatus) di Sungai Batang Toru
b. Untuk mengetahui hubungan antara parameter kualitas air dengan ketersediaan makanan alami di Sungai Batang Toru
1.4Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi data dasar untuk pengolahan dan monitoring kondisi lingkungan perairan dan sebagai informasi untuk petani ikan di Kabupaten Tapanuli Selatan untuk memelihara ikan dengan memanfaatkan makanan alami.
(19)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi dan Morfologi
Klasifikasi ikan cencen menurut Kottelat (1993) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Cypriniformes
Famili : Cyprinidae
Genus : Mystacoleucus
Spesies : Mystacoleucus marginatus
Gambar 2.1 Ikan Cencen (Mystacoleucus marginatus);(Foto: Bertua, 2013) Ikan cencen(Mystacoleucus marginatus)termasuk dalam famili cyprinidae memiliki ciri-ciri yaitu bentuk tubuh pipih dan panjang dengan punggung meninggi, kepala kecil moncong meruncing, mulut kecil terletak pada ujung hidung dan sungut sangat kecil atau rudimenter. Dibawah garis rusuk terdapat sisik 5½ buah dan 3-3½ buah diantara garis rusuk dan permulaan sirip perut.Garis rusuk sempurna berjumlah antara 29-31 buah.Badan berwarna keperakan agak
(20)
gelap dibagian punggung.Pada moncong terdapat tonjolan-tonjolan yang sangat kecil. Sirip punggung dan sirip ekor berwarna abu-abu atau kekuningan, dan sirip ekor bercagak dalam dengan lobus membulat, sirip dada berwarna kuning dan sirip dubur berwarna orange terang (Kottelat et al., 1993).
Sisik dengan struktur beberapa jari-jari sejajar atau melengkung ke ujung, sedikit atau tidak ada proyeksi jari-jari ke samping. Tonjolan sangat kecil, memanjang dari tulang mata sampai ke moncong dan dari dahi ke antara mata.Sirip dubur mempunyai 6½ jari-jari bercabang, 3-3½ sisik antara gurat sisik dan awal sirip perut (Kottelat at al., 1993).
2.2. Habitat dan Distribusi
Di alam ikan cencen ditemukan hidup di sungai dan anak-anak sungai. Distribusi ikan ini tidak terlalu jauh, yakni dari sungai besar ke anak-anak sungai, dan dataran banjir khususnya musim hujan. Penyebaran alami ikan ini tercatat di Sungai Mekong, Chao Phraya, Semenanjung Malaya, Sumatera dan Jawa (http//www.fishbase.com).
Ikan cencen merupakan salah satu ikan asli Indonesia. Ikan ini dalam habitat aslinya adalah ikan yang berkembang biak di sungai, danau, dan rawa-rawa dengan lokasi yang disukai adalah terdapat aliran air. Ikan ini memiliki sifat biologis yang membutuhkan banyak oksigen dan hidup di perairan tawar dengan suhu tropis 22-280C, serta pH 7 (Kottelat et al., 1993).
2.3 Kebiasaan Makanan Ikan
Ikan seperti halnya binatang lainnya membutuhkan nutrisi untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhannnya.Nutrisi yang dibutuhkan dalam hal ini yaitu berupa protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin.Nutrisi yang dibutuhkan tersebut umumnya berasal dari makanan (Tim Ikhtiologi, 1989).
Makanan merupakan faktor yang mengendalikan populasi, pertumbuhan dan kondisi ikan.Makanan sangat penting untuk pertumbuhan ikan karena makanan berfungsi dalam pertumbuhan sel organisme.Menurut Tim Ikhtiologi (1989) makanan untuk kebutuhan ikan tersedia berupa makanan alami, yang banyak sekali ragamnya baik dari golongan hewan (zooplankton, invertebrata dan
(21)
vertebrata), tumbuhan (phytoplankton dan tumbuhan air) dan organisme mati (detritus).Semua macam makanan yang ada dalam suatu perairan dimakan oleh ikan.Faktor-faktor yang menentukan suatu jenis ikan akan memakan suatu jenis organisme adalah ukuran makanan, ketersediaan makanan, warna, rasa, tekstur makanan dan selera ikan terhadap makanan (Beckman, 1962).
Effendie (2002),mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh suatu spesies ikan adalah umur, tempat dan waktu.Keberadaan makanan alami di alam sangat tergantung dari perubahan lingkungan, seperti kandungan bahan organik, fluktuasi suhu, intensitas cahaya matahari, ruang dan luas makanan. Ikan dengan spesies sama dan hidup di habitat yang berbeda, dapat mempunyai kebiasaan makanan yang tidak sama. Hal ini dipengaruhi oleh faktor penyebaran dari organisme makanan ikan, faktor ketersediaan makanan, faktor pilihan dariikan itu sendiri, dan faktor-faktor fisik yang mempengaruhi perairan(Sukimin, 2004).
Makanan merupakan faktor yang penting bagi kelangsungan hidup ikan.Pertumbuhan optimal memerlukan jumlah dan mutu makanan dalam keadaan yang cukup serta seimbang sesuai dengan kondisi perairan.Makanan yang dimanfaatkan oleh ikan pertama-tama digunakan untuk memelihara tubuh dan menggantikan organ-organ tubuh yang rusak, sedangkan kelebihannya digunkan untuk pertumbuhan (Effendie, 2002).
Dua faktor yang dapat merangsang ikan untuk makan. Pertama, faktor yang mempengaruhi motivasi internal atau pendorong ikan untuk makan, termasuk waktu, musim, intensitas cahaya, saat dan jenis makanan terakhir, suhu dan ritme internal lainnya. Kedua, adalah rangsangan makanan yang diterima oleh indera seperti bau, rasa, tampilan, dan sebagainya (Lagler et al., 1977).
Urutan kebiasaan makanan pada ikan dibedakan atas empat kategori berdasarkan presentase bagian terbesar.Makanan utama yaitu makanan yang biasa dimakan dalam jumlah besar, makanan pelengkap yaitu makanan yang ditemukan dalam jumlah lebih sedikit, makanan tambahan yaitu makanan yang terdapat dalam saluran pencernaan dalam jumlah sangat sedikit.Selain itu ada pula makanan pengganti yaitu makanan yang hanya dikonsumsi apabila makanan utama tidak tersedia (Nikolsky, 1963).
(22)
Semua jenis makanan yang tersedia di sekitar ikan tidak semua dimakan dan dapat dicerna dengan baik oleh ikan. Faktor-faktor yang menentukan dimakan atau tidaknya suatu jenis organisme makanan oleh ikan antara lain: ukuran makanan, ketersediaan makanan, warna (terlihatnya) makanan, dan selera ikan terhadap makanan.Jumlah makanan yang dibutuhkan oleh suatu spesies ikan tergantung kepada kebiasaan makanan, kelimpahan makanan, nilai konversi makanan, serta suhu air, juga kondisi umum dari spesies ikan tersebut (Beckman, 1962).
Kebiasaan makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor penting, antara lain habitat hidupnya, kesukaan terhadap jenis makanan tertentu, musim, ukuran, dan umur ikan. Perubahan lingkungan suatu perairan yang menyebabkan perubahan persediaan makanan akan merubah kebiasaan makan ikan (Effendie, 2002). Seiring dengan perkembangan stadia menuju dewasa, sebagian ikan tetap memakan fitoplankton (Rahardjo et al., 2006).
Ikan pada umumnya akan mencari makanan yang jenis dan ukurannya sesuai dengan bentuk dan ukuran mulutnya. Apabila ikan tersebut bertambah besar maka ikan akan mengubah makanannya baik dalam ukuran maupun kualitasnya (Oktaviani, 2006). Berdasarkan variasi tipe makanan yang dikonsumsi, ikan dibedakan menjadi euriphagic yaitu ikan pemakan bermacam-macam makanan, stenophagic yaitu ikan pemakan makanan yang macamnya sedikit atau sempit, dan monophagic yaitu ikan yang makanannya terdiri dari satu macam (Nikolsky, 1963).
2.4. Ukuran Makanan
Rahardjo et al. (2011) mengatakan bahwa, berdasarkan ukuran makanannya ikan dikelompokkan sebagai berikut:
a. Mikrofagus adalah ikan yang makanannya terdiri atas organisme yang berukuran kecil, misalnya plankton dan larva serangga air.
b. Mesofagus adalah ikan yang makannaya terdiri atas organisme yang berukuran sedang, misalnya molluska, anellida dan udang.
(23)
c. Makrofagus adalah ikan yang makanannya terdiri atas organisme yang berukuran besar, misalnya kepiting, ikan dan hewan avertebrata yang berukuran besar.
2.5. Relung Makanan
Relung adalah ruang tempat populasi dalam struktur komunitas yang tidak bermakna apabila komunitas tidak ada.Relung mengandung semua ikatan diantara populasi, komunitas dan ekosistem tempat populasi berada.Ikatan-ikatan yang terdapat dalam relung tersebut termasuk juga faktor-faktor seperti toleransi ruang dan optimalisasi segala perubahan lingkungan abiotik, organisme pakan dan pemakan, sebaran (selang) ruang hidup spesies dan struktur populasi spesies. Setiap spesies ikan mendiami relung dan luas relung ditentukan oleh pakan dan ukurannya atau disebut juga sebagai luas relung makan (Wirakusumah, 2003).
2.6. Faktor Fisik Kimia Perairan 2.6.1. Suhu
Udara bila dibandingkan dengan air mempunyai kapasitas panas yang lebih tinggi. Air sebanyak 1 kg pada suhu 15 oC dipanaskan hingga 16 oC dibutuhkan energi sebesar 1 kkal. Sementara itu, udara hanya membutuhkan energi sebesar seperempatnya. Dalam setiap penelitian pada ekosistem air, pengukuran temperatur air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan jenis gas di dalam air serta semua aktivitas biologis-fisiologis di dalam ekosistem air (Barus, 2004).
Air sifatnya bipolar, yaitu air bersifat sebagai stabilisator sehingga perbedaan suhu dalam air lebih kecil dan perubahan yang terjadi lebih lambat dibandingkan di udara. Keadaan seperti ini menyebabkan jarang adanya perbedaan fluktuasi suhu yang mencolok pada perairan. Sungai dengan aliran air yang cukup deras mempunyai suhu air relatif konstan. Kedalaman yang rendah dan aliran air yang konstan akan menyebabkan tidak terjadinya gradien suhu vertikal (Hariyanto, 2008).
Temperatur air sangat mempengaruhi aktivitas fisiologis dari organisme air, seperti dijelaskan oleh hukun Van’t Hoffs kenaikan temperatur sebesar 100C
(24)
konsumsi oksigen meningkat, sementara dilain pihak dengan naiknya temperatur akan menyebabkan kelarutan oksigen didalam air menjadi berkurang. Setiap organisme air mempunyai kisaran toleransi yang berbeda terhadap nilai temperatur air. Organisme yang mempunyai kisaran toleransi yang luas (euryterm) dan ada jenis yang mempunyai kisaran toleransi yang sempit (stenoterm). Satu hal yang pasti bahwa tidak ada satu jenis pun organisme air yang mampu hidup dalam kisaran temperatur yang sangat luas (Barus, 2004).
2.6.2.Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)
Di lapisan permukaan laut, konsentrasi gas oksigen sangat bervariasi dan sangat dipengaruhi oleh suhu,semakin tinggi suhu maka akan berkurang tingkat kelarutan oksigen dan semakin dalam suatu perairan maka suhu semakin menurun yang menyebabkan kadar oksigen berkurang sehinggadi lapisan air laut diperoleh kadar oksigen minimum. Hal ini berarti bahwa konsentrasi tertinggi untuk gas oksigen terdapat pada lapisan epipelagik (Wibisono, 2005).
Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting didalam ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air. Umumnya kelarutan oksigen dalam air sangat terbatas. Kadar oksigen diudara yang mempunyai konsentrasi sebanyak 21%, air hanya mampu menyerap oksigen sebanyak 1%. Pengaruh oksigen terhadap fisiologis organisme air terutama adalah dalam proses respirasi yang terjadi. Berbeda dengan faktor temperatur yang mempunyai pengaruh yang merata terhadap fisiologis semua organisme air, konsentrasi oksigen terlarut dalam air hanya berpengaruh secara nyata terhadap organisme air yang memang mutlak membutuhkan oksigen terlarut untuk respirasinya (Barus, 2004).
Aliran air memiliki kandungan oksigennya cukup karena gerakannya menjamin berlangsungnya difusi antara udara dan air. Bila terjadi pencemaran organik pada badan air, oksigen terlarut digunakan oleh bakteri untuk mengoksidasi bahan pencemar organik tersebut. Komposisi populasi hewan-hewan dalam air sangat erat hubungannya dengan kandungan oksigen (Hariyanto, 2008). Basmi (1991), menjelaskan bahwa perairan dengan kandungan oksigen terlarut kurang dari 3 mg/l akan mengganggu kehidupan biota perairan, antara 5-7
(25)
mg/l adalah perairan yang kurang produktif, sedangkan kandungan oksigen terlarut lebih besar dari 7 mg/l adalah perairan yang tergolong produktif.
2.6.3.Biochemical Oxygen Demand (BOD5)
Nilai BOD menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob dalam proses penguraian senyawa organik yang diukur pada temperatur 20oC. Dalam proses oksidasi secara biologis ini tentu saja dibutukan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan dengan proses oksidasi secara kimiawi. Pengukuran BOD didasarkan kepada kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik, artinya hanya terhadap senyawa yang mudah diuraikan sudah mencapai kurang lebih 70%, maka pengukuran yang umum dilakukan adalah pengukuran selama 5 hari (BOD5). Disamping itu bisa juga dilakukan pengukuran selama 1 sampai 2 hari, sesuai dengan kebutuhan dan faktor waktu yang tersedia. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengukuran BOD adalah jumlah senyawa organik yang akan diuraikan, tersediannya mikroorganisme aerob yang mampu menguraikan senyawa organik tersebut dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian itu (Barus, 2004).
2.6.4.Derajat Keasaman (pH)
Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan, didefenisikan sebagai logaritma dari resiprokal aktivitas ion.Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan meyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Di samping itu nilai pH yang sangat rendah akan meyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat terutama ion Aluminium yang bersifat toksik, semakin tinggi nilai ini akan mengancam kelangsungan hidup organisme air. Nilai pH tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan terganggu. Kenaikan pH di atas netral akan
(26)
meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2004).
2.6.5.Penetrasi Cahaya
Faktor cahaya yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan ke luar dari permukaan air. Dengan bertambahnya kedalaman lapisan air intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Cahaya gelombang pendek merupakan yang paling kuat mengalami pembiasan yang menyebabkan kolam air yang jernih akan terlihat berwarna biru dari permukaan. Kondisi optik dalam air selain dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, juga dipengaruhi oleh substrat dan benda-benda lain yang terdapat di dalam air, vegetasi yang ada di sepanjang aliran air juga dapat mempengaruhi intensitas cahaya yang masuk ke dalam air (Barus, 2004).
Jubaedah (2006), menjelaskan bahwa penetrasi cahaya seringkali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air, membatasi zona fotosintesis dimana habitat akuatik dibatasi oleh kedalaman. Kekeruhan, terutama disebabkan oleh lumpur dan partikel yang mengendap sebagai faktor pembatas.Kekeruhan dan kedalaman air mempunyai pengaruh terhadap jumlah dan jenis hewan akuatik.Cahaya dibutuhkan ikan untuk memangsa, menghindar dari predator atau untuk beruaya.Pada umumnya ikan berada pada daerah-daerah yang penetrasi cahanya masih baik, sedangkan daerah yang gelap dimana penetrasi cahaya sudah tidak ada hanya dihuni ikan buas atau predator yang menyukai tempat gelap.
(27)
BAB 3
BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012–Maret 2013. Pengambilan sampel ikan dan pengukuran faktor fisik kimia perairan di sepanjang aliran Sungai Batang Toru. Sampel ikan dan pengukuran faktor fisik kimia perairan lainnya dilakukan di Laboratorium Ilmu Dasar dan Pengetahuan Alam, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.
3.2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel ikan, plankton dan makro invertebrata adalah Purposive Random Sampling. Stasiun pengambilan sampel terdiri dari tiga stasiun pengamatan. Pada masing-masing stasiun dilakukan tiga kali ulangan pengambilan sampel.
3.3. Deskripsi Area a. Stasiun 1
Stasiun 1 berada di Desa Sabaronggang dan secara geografis terletak pada 01028’21,6” LU dan 099003’29” BT. Substrat pada stasiun ini berupa
lumpurberpasirdanbatu-batuan, merupakan daerah pertambangan pasir.
b. Stasiun 2
Stasiun 2 berada di Desa Sabaronggang dan secara geografis terletak pada 01028’5,8” LU dan 099003’14,1” BT. Substrat pada stasiun ini berupa pasir, batu-batuan dan kerikil.
(28)
c. Stasiun 3
Stasiun 3 berada di Desa Saba Pulau Godang dan secara geografis terletak 01027’47,3” LU dan 099002’12” BT. Substrat pada stasiun ini berupa pasirdanbatu, merupakan daerah perkebunan sawit.
3.4.Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah jala, gill net, stoples, tool box, ice pack, kertas grafik, timbangan digital, penggaris, dissecting set, sampel cup, plankton net, ember 5 liter, mikroskop, pipet tetes,cover glass, surber net, kuas, pinset, sikat, botol zat, marker, termometer, pingpong, stop watch, pH meter, tali, keping secchi, gelas elemeyer 250 ml, botol winkler, gunting, cutter, camera digital, buku identifikasi plankton dan makro invertebrata. Edmondson (1963), Bold & Wyne (1985), Krauter& Streble (1988), Pennak (1989), Dharma (1988) dan Borror (1998). Bahan yang digunakan adalah formalin 10%, formalin 4%, lugol, aquadest, tissue, aluminium foil, lakban, split 1 ml, plastik ukuran 15 kg, MnSO4, KOHKI, H2SO4, Na2S2O3, amilum dan kertas label.
3.5. Pengambilan Sampel
3.5.1. Pengambilan Sampel Ikan dan Isi Lambung
Sampel ikan diambil denganmenggunakan jala dan gill net sesuai dengan keadaan masing-masing stasiun penelitian sebanyak tiga kali ulangan.Ikan yang didapat dimasukkan ke dalam stoples atauplastik ukuran 15kg yang berisi air dan dimasukkan ke dalam tool box yang berisi ice pack lalu dibawa ke laboratorium. Ikan tersebut sebelum diawetkan,difotodan ditimbang serta diukur panjangdan beratnya. Satu ekor ikan diawetkan dengan menggunakan formalin 10% untuk kegunaan inventarisasi. Ikan yang lainnya dibedah dan diambil lambungnya untuk keperluaan analisis makanan dan diberi formalin 4%.
Analisis lambung dilakukan di Laboratorium Ilmu Dasar dan Pengetahuan Alam, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Isi lambung dikeluarkan kedalam gelas ukur yang sudah berisi aquadest 2 -3 ml (sesuai kekentalan isi lambung). Volume total antara aquadest dan isi lambung merupakan volume pembagi dalam menentukan index prepoderance (Ii).
(29)
Jenis plankton yang ditemukan di bawah mikroskop dihitung berdasarkan besarnya organisme. Ukuran terkecil organisme yang ditemukan menjadi patokan dalam menghitung besarnya volume index prepoderance (Ii). Jenis organisme
yang ditemukan di dalam lambung
diidentifikasidenganmenggunakanbukuidentifikasiEdmondson (1963), Yamaji (1976), Bold & Wyne (1985), Krauter & Streble (1988), Pennak (1989), Dharma (1988), Sachlan (1982) dan Borror (1998).
3.5.2. Pengambilan Sampel Plankton
Sampel plankton diambil dengan menggunakan plankton net. Air dari permukaan pada setiap stasiun diambil sebanyak 25 liter dengan tiga kali ulangan. Sampel plankton yang terjaring akan terkumpul dalam bucket yang selanjutnya dituang kedalam sampel cup dan diawetkan dengan menggunakan lugol sebanyak 3 tetes dan diberi label.
Identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Sampel diamati dengan menggunakan mikroskop dan selanjutnya diidentifikasi dengan menggunakan buku identifikasi Edmondson (1963), Bold & Wyne (1985), Streble & Krauter (1988) dan Pennak (1989).
3.5.3. Pengambilan Sampel Makro Invertebrata
Sampel makro invertebrata diambil dengan menggunakan surber net. Substrat dikeruksebanyak tiga kali ulangan pada setiapstasiunkemudiandisortirjenis makro invertebrata yang terdapat didalamnya. Makro invertebrata yang didapat dibersihkan dan dimasukkan ke dalam sampel cup yang diberi formalin 4%.
Identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Sampel diamati dengan menggunakan mikroskop, lup dan selanjutnya diidentifikasi dengan menggunakan buku identifikasi Edmonson (1963), Dharma (1988), Pennak (1978)dan Borror (1992).
(30)
3.6. Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan
Faktor fisik dan kimia perairan yang diukur mencakup:
a. Temperatur
Temperatur air diukur dengan menggunakan termometer air raksa yang dimasukkan kedalam sampel air selama lebih kurang 3 menit. Temperatur dibaca pada skala termometer tersebut.
b. Penetrasi Cahaya
Penentrasi cahaya diukur dengan menggunakan keping seechi yang dimasukkan ke dalam badan air sampai keping seechi tidak terlihat. Panjang tali yang masuk ke dalam air menunjukkan kedalaman penetrasi cahaya.
c. Derajat Keasaman (pH)
Nilai pH diukur dengan menggunakan pH meter dengan cara memasukkan pH meter ke dalam sampel air. Pembacaan dilakukan pada saat angka yang tertera pada pH meter tersebut konstan.
d. Kandungan Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen)
Kandungan oksigen terlarut diukur dengan menggunakan metode
winkler.Sampel air yang diperoleh dimasukkan kedalam botol winkler kemudian dilakukan pengukuran oksigen terlarut(Lampiran A).
e. Biochemical Oxygen Demand (BOD5)
Pengukuran BOD5 dilakukan dengan menggunakan metode winkler. Sampel
air yang diambil dari dasar perairan dimasukkan ke dalam botol winkler. Bagan kerja terlampir (Lampiran B).
(31)
W = aLb
Secara keseluruhan pengukuran faktor fisikkimia berserta satuan dan alat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor FisikKimia Perairan
No. Parameter
Fisik – Kimia Satuan Alat
Tempat Pengukuran 1 Temperatur air 0C Termometer Air Raksa In-situ
2 Penetrasi
Cahaya Cm
Keping Seechi In-situ
3 pH air - pH meter In-situ
4 DO mg/l Metode Winkler In-situ
5 BOD5 mg/l Metode Winkler Laboratorium
3.7.Analisis Data
a. Hubungan Panjang Berat Ikan
Hubungan panjang berat ikan contoh dapat dianalisis dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Effendie (1992):
Keterangan: W = berat ikan
L = panjang total ikan a dan b = konstanta
Nilai b yang diperoleh digunakan untuk menduga kedua parameter yang dianalisis. Bila b = 3 menunjukkan pola pertumbuhan isometrik dan b ≠ 3 menunjukkan pola pertumbuhan allometrik. Pertambahan berat lebih cepat (allometrik positif) bila nilai b lebih besar dari 3 (b>3) dan pertumbuhan panjang lebih cepat (allometrik negatif) bila b lebih kecil dari 3 (b<3).
b. Kebiasaan makanan (Food Habits) atau Nilai Index of Preponderance (Ii) PenghitungankebiasaanmakanansecarakuantitatifdigunakanIndex Preponderance
(Effendie, 1979).Indeks Preponderance
adalahgabunganmetodefrekuensikejadianvolumetrik denganrumussebagaiberikut :
(32)
Keterangan :
Ii = Index preponderance
Vi=persentase volume satumacammakanan
Oi=persentasefrekuensikejadiansatumacammakanan ∑(VixOi) = Jumlah Vi×Oidarisemuamacammakanan
Kategori makanan utama bagi ikan apabila Indeks preponderance (Ii)>40, makanan pelengkap: 4< Ii<40, makanan tambahan: Ii <4.
d. Indeks Pilihan (Index of Electivity)
Preferensitiaporganismeataujenis plankton yang terdapatdalamalatpencernaanikanditentukanberdasarkanIndeksPilihan (index of electivity) dalamEffendi (1979) sebagaiberikut:
Keterangan : E = indekspilihan
ri =jumlahrelatif macam-macamorganisme yang dimakan pi =jumlahrelatif macamorganisme di perairan
Indekspilihanmerupakanperbandinganantaraorganismpakanikan yang
terdapatdalamlambungdenganorganismpakanikan yang
terdapatdalamperairan.Nilaiindekspilihan(E) iniberkisar: +1 sampai –1, apabila 0<E<1 berartipakandigemari –1<E<0 berartipakantersebuttidakdigemarioleh E=0 berartitidakadaseleksiolehikanterhadappakannya.
d. Analisis Korelasi
Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan yang berkorelasi terhadap nilai keanekaragaman jenis makan. Analisis korelasi dihitung menggunakan Analisis Korelasi Pearson dengan metode komputerisasi SPSS Ver.17.00.Menurut, Sarwono (2006), kisaran korelasi:
a. 0 : Tidak ada korelasi antara dua variabel b. 0 – 0,25 : Korelasi sangat lemah
c. 0,25 – 0,5 : Korelasi cukup d. 0,5 – 0,75 : Korelasi kuat e. 0,75 – 0,99: Korelasi sangat kuat f. 1 : Korelasi sempurna
(33)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Faktor Fisik Kimia Lingkungan
Hasil nilai faktor fisik kimia sungai Batang Toru pada setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Nilai Faktor FisikKimia Perairan
No. Parameter
Fisik – Kimia
Satuan Stasiun
1 2 3
1 Suhu 0C 26,9 23,2 23,3
2 Penetrasi Cm 38 63,3 40
3 pH - 7,19 7,21 7,32
4 DO mg/l 6,8 7,27 7,1
5 BOD5 mg/l 1,8 1,73 1,9
Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa suhu pada masing-masing stasiun berkisar antara 23,3-26,9 0C. Secara umum kisaran suhu ini merupakan suhu yang normal
bagi kehidupan organisme air di daerah tropis. Temperatur suatu perairan sangat mempengaruhi keberadaan ikan, temperatur air yang tidak cocok, misalnya terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menyebabkan ikan tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Temperatur air yang cocok untuk pertumbuhan ikan di daerah tropis adalah berkisar antara 15-30ºC dan perbedaan temperatur antara siang dan malam kurang dari 5ºC (Cahyono, 2000). Kisaran temperatur yang optimum bagi kehidupan plankton adalah 22-300C (Isnansetyo et al., 1995).
Menurut Barus (2004) temperatur air sangat mempengaruhi aktivitas fisiologis dari organisme air, seperti dijelaskan oleh hukun Van’t Hoffs,kenaikan temperatur sebesar 100C akan meningkatkan metabolisme sebesar 2-3 kali lipat, yang menyebabkan konsumsi oksigen meningkat, sementara dilain pihak dengan naiknya temperatur akan menyebabkan kelarutan oksigen didalam air menjadi berkurang. Selanjutnya harus diketahui bahwa setiap organisme air mempunyai kisaran toleransi yang berbeda terhadap nilai temperatur air.Organisme yang mempunyai kisaran toleransi yang luas (euryterm) dan ada jenis yang mempunyai
(34)
kisaran toleransi yang sempit (stenoterm). Satu hal yang pasti bahwa tidak ada satu jenispun organisme air yang mampu hidup dalam kisaran temperatur yang sangat luas.
Penetrasi cahaya pada setiap satsiun berkisar antara 38-63,3 cm. Perbedaan nilai ini disebabkan karena adanya perbedaaan intensitas cahaya di setiap stasiun yang dipengaruhi beberapa faktor seperti kedalam sungai, faktor cahaya dan tutupan kanopi di sekitar badan sungai. Menurut Barus (2004) vegetasi yang ada di sepanjang aliran sungai dapat mempengaruhi intensitas cahaya, karena tumbuh-tumbuhan tersebut mempunyai kemampuan untuk mengabsorbsi cahaya matahari. Menurut Tarumingkeng (2001) antara penetrasi cahaya dan intensitas cahaya saling mempengaruhi. Semakin maksimal intensitas cahaya, maka semakin tinggi penetrasi cahaya. Jumlah radiasi yang mencapai permukaaan perairan sangat dipengaruhi oleh awan, ketinggian dari permukaan air, letak geografis dan musiman.
Nilai pH pada setiap satsiun berkisar antara 7,19-7,32. Secara umum kisaran pH ini merupakan pH yang tergolong normal bagi kehidupan organisme air. Menurut Kristanto (2002) bahwa nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumya terdapat antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Menurut Barus (2004) organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basah lemah (6,2-8,5).
Nilai pH air sangat berpengaruh terhadap organisme air, baik tumbuhan maupun hewan yang hidup di dalamnya. Nilai pH air dapat digunakan untuk menyatakan baik buruknya kondisi suatu perairan sebagai lingkungan hidup. Adapun pH air yang dapat menjadikan ikan dapat tumbuh secara optimal yaitu berkisar antara 6,5-9,0 (Cahyono, 2000).
Nilai DO pada setiap satsiun berkisar antara 6,8-7,27 mg/L . Secara umum kisaran nilai ini merupakan DO yang tergolong normal bagi kehidupan organisme air. Basmi (1991) menjelaskan bahwa perairan dengan kandungan oksigen terlarut kurang dari 3 mg/l akan mengganggu kehidupan biota perairan, antara 5-7 mg/l
(35)
adalah perairan yang kurang produktif, sedangkan kandungan oksigen terlarut lebih besar dari 7 mg/l adalah perairan yang tergolong produktif. Toleransi kelompok makrozoobenthos terhadap oksigen terlarut sangat bervariasi, Pada umumnya makrozoobenthos invertebrata di perairan memerlukan oksigen untuk melakukan aktivitas metabolisme.
Perubahan kandungan oksigen terlarut di lingkungan sangat berpengaruh terhadap hewan air. Oksigen di dalam air berguna untuk menunjang kehidupan ikan dan organisme air lainnya. Sumber oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara, melalui kontak antara permukaan dengan udara, dan dari proses fotosintetik tumbuhan. Organisme air akan hidup dengan baik jika nilai oksigen terlarut lebih besar dari 5,0 mg/l air (Barus, 2004). Menurut Effendi (2002) kadar oksigen terlarut dalam perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian dan musiman bergantung pada pencampuran, dan pergerakan massa air, respirasi dan limbah yang masuk kedalam suatu perairan.
Pada penelitian ini nilai BOD5 pada setiap satsiun berkisar antara 1,73 -1,9
mg/L . Menurut Barus (2004) bahwa nilai BOD menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobi dalam proses penguraian senyawa organik yang diukur pada suhu 20°C. Pengukuran BOD didasarkan pada kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik, artinya hanya terhadap senyawa yang mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa yang umumnya terdapat dalam limbah rumah tangga. Lee et al., (1978) menjelaskan bahwa besarnya nilai BOD5, menunjukkan makin besarnya aktivitas
mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik. Nilai BOD yang besar tidak baik untuk kehidupan organisme perairan. Menurut Kristanto (2002) menyatakan konsumsi oksigen tinggi, yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut di dalam air, maka berarti kandungan bahan buangan yang membutuhkan oksigen adalah tinggi.
(36)
4.2 Hubungan Panjang Berat Ikan
Perhitungan panjang berat ikan dapat digunakan untuk menduga pola pertumbuhan dan kemontokan ikan (Effendie, 2002).Hasil analisis hubungan panjang berat ikan cencen pada setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hubungan Panjang Berat Ikan
Stasiun N B Pola Pertumbuhan
1 11 0,015 allometrik negatif
2 20 0,545 allometrik negatif
3 18 0,440 allometrik negatif
Tabel 4.2 menunjukkan hubungan panjang berat ikan cencen pada setiap stasiun.Nilai b yang diperoleh pada setiap stasiun penelitian bervariasi. Hasil penelitian Wahyuningsih & Supriharti (2003) di sungai Bahorok diperoleh nilai b yang bervariasi berdasarkan bulan, yaitu: Juli (3,8056), Agustus (1,8339), dan September (1,3865). Pola pertumbuhan ikan cencen allometrik negatif dimana b<3 yang berarti laju pertumbuhan panjang ikan cencen lebih cepat dibandingkan dengan laju pertumbuhan beratnya.Pada Gambar 4.1, 4.2 dan 4.3 dibawah ini ditunjukkan hubungan panjang dan berat ikan cencen secara keseluruhan pada setiap stasiun.
Gambar 4.1. Hubungan panjang berat ikan cencen (Mystacoleucus marginatus)
padastasiun 1
Gambar 4.2. Hubungan panjang berat ikan cencen (Mystacoleucus marginatus)
padastasiun 2 y = 0,3667x - 16,236
R² = 0,842
0 5 10 15 20 25
0 20 40 60 80 100 120
B e ra t (g )
Panjang (mm)
y = 0,4084x - 19,881 R² = 0,9619
0 5 10 15 20
0 20 40 60 80 100
B e ra t (g )
(37)
Gambar 4.3. Hubungan panjang berat ikan cencen (Mystacoleucus marginatus)
pada stasiun 3
Gambar 4.1, 4.2 dan 4.3 diperoleh hasil analisis koefisien determinasi (R2) pada setiap stasiun secara berurutan 0,842; 0,961 dan 0,920. Nilai koefisien R2 regresi yang diperoleh secara berurutan 84,2%, 96,1% dan 92%. Berdasarkan nilai tersebut dapat diketahui bahwa panjang ikan (variabel x) merupakan faktor utama yang mempengaruhi berat ikan cencen (variabel y) sebesar 84,2%, 96,1% dan 92%, sedangkan sisanya adalah faktor-faktor lain yang mempengaruhi berat ikan cencen yang berada diluar persamaan. Faktor lain yang dimaksud adalah ketersediaan makanan dan faktor fisik kimia perairan. Nilai koefisien determinasi (R2) tergolong cukup tinggi karena lebih besar dari 80%. Hal ini menjelaskan
bahwa terdapat hubungan yang erat antara panjang dengan berat ikan cencen. Pola pertumbuhan panjang berat ikan bisa berbeda, perbedaan ini tergantung pada waktu pengambilan sampel, tempat (letak geografis) pengambilan sampel dan kondisi lingkungan. Nikolsky (1963) mengatakan bahwa pola pertumbuhan organisme perairan bervariasi tergantung pada kondisi lingkungan organisme tersebut berada serta ketersediaan makanan yang dimamfaatkan untuk menunjang kelangsungan hidup dan pertumbuhannya.
Menurut Sulistiono et al., (2001) hubungan panjang-berat menunjukkan pertumbuhan yang bersifat relatif artinya dapat berubah menurut waktu. Apabila terjadi perubahan terhadap lingkungan dan ketersediaan makanan diperkirakan nilai ini juga akan berubah. Merta (1993) mengatakan bahwa, secara ekologis kondisi lingkungan akan berpengaruh terhadap pertambahan panjang maupun berat. Kondisi ekologis tersebut terkait erat dengan ketersediaan makanan dan dinamika kualitas perairan.
y = 0,4277x - 18,997 R² = 0,9204
-5,0 0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0
0 20 40 60 80 100 120
Panjang (mm) B e ra t (g )
(38)
4.3. Kebiasaan Makanan Ikan (Food Habits)atau NilaiIndex of Preponderance(Ii)
Jenis makanan ikan cencen yang ditemukan pada lambung ikan cencen terdiri atas empat kelas yaitu Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Cyanophyceae,
Ciliophora dan ditambah dengan unidentified (berupa kaki dan potongan tubuh serangga). Simanjuntak & Rahardjo (2008) menjelaskan analisis terhadap kandungan isi lambung ikan Petek di Pantai Mayang ditemukan organisme makanan yang tergabung dalam enam kelompok makanan, yaitu
Bacillariophyceae, Foraminifera, Crustacea, Bivalvia, Gastropoda dan
Polychaeta. Hasil studi kebiasaan makanan ikan cencen digolongkan tiga kelompok pakan utama yaitu: fitoplankton, zooplankton, dan larva serangga. Hasil penelitian Adjie (2009) tentang analisis isi usus ikan semah (Tor spp.) digolongkan ke dalam kelompok ikan omnivora. Hasil studi kebiasaan makanana ikan cencen (Mystacoleucus marginatus) digolongkan tiga kelompok pakan utama yaitu : fitoplankton, zooplankton, dan larva serangga. Berdasarkan nilai IP, Nikolsky (1963) membedakan makanan ikan menjadi tiga golongan, yaitu: makanan utama, jika nilai IP > 40%, makanan pelengkap, jika nilai 4%< IP <40%, dan makanan tambahan, jika nilai IP < 4 %. Data hasil penghitungan index of preponderance dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Gambar 4.4. Kebiasaan makanan ikan cencen (Mystacoleucus marginatus) pada stasiun 1 berdasarkan famili yang ditemukan dalam usus ikan
Bacillariophyceae
Chlorophyceae Cyanophyceae
Ciliophora Unidentified
(39)
Gambar 4.5. Kebiasaan makanan ikan cencen (Mystacoleucus marginatus) pada stasiun2 berdasarkan famili yang ditemukan dalam usus ikan
Gambar 4.6. Kebiasaan makanan ikan cencen (Mystacoleucus marginatus) pada stasiun 3 berdasarkan famili yang ditemukan dalam usus ikan
Makanan utama ikan cencen (Mystacoleucus marginatus) di sungai Batang Toru pada setiap stasiun adalahCladopora dari kelas Chlorophyceae. Makanan pelengkap ikan pada stasiun 1 adalah Oedogonium dari kelas Chlorophyceaedan
unidentified (berupa kaki serangga dan potongan tubuh serangga), pada stasiun 2 adalah Oscillatoria dari kelas Chlorophyceae dan unidentified, pada stasiun 3 adalah Oedogonium, Oscillatoria dari kelas Chlorophyceae dan
Unidentified.Makanan tambahanpada setiap stasiun adalah dari kelas
Bacillariophyceae, Cyanophyceae dan Ciliophora.
Hasil penelitian Roberts (1989) ikan benteur memakan zooplankton, larva serangga dan akar beberapa jenis tanaman.Rahardjo (1978) telah meneliti tentang
Bacillariophyceae
Chlorophyceae Cyanophyceae
Ciliophora
Unidentified
Bacillariophyceae
Chlorophyceae Cyanophyceae
Ciliophora Unidentified
(40)
isi lambung di Rawa Bening menjelaskan bahwa ikan ini sangat menyukai detritus, selain memakan phytoplankton dan zooplankton serta larva serangga.
Chlorophyceae atau alga hijau merupakan salah satu kelas fitoplankton yang mempunyai ciri-ciri berwarna hijau, mempunyai pigmen fotosintetik yang terdiri dari klorofil a dan b seperti pada tumbuhan, karoten, dan beberapa xantofil. Cadangan makanan berupa pati, dinding sel terdiri dari selulosa, xylan, manan, beberapa tidak berdinding sel, dan mempunyai flagela 1 sampai 8 buah (Wasetiawan, 2009).
Tabel 4.3Nilai Index of Preponderance (Ii) ikan cencen (Mystacoleucus marginatus)
Kelas Jenis makanan Ii Stasiun
1 Ii Stasiun 2 Ii Stasiun 3 FITOPLAKTON
Bacillariophyceae 1. Cymbella 0,133 0,191 0,325
2. Coscinodiscus 0,414 0,117 0,076
3. Cyclotella 0,008 0,006 -
4.Melosira 0,227 0,236 0,196
5.Diatoma 0,392 0,237 1,374
6.Fragilaria 0,064 0,696 0,073
7.Pleurosigma 0,005 0,207 -
8.Tarbellaria - 0,073 0,018
9.Nitzschia 0,537 0,660 1,790
10.Amphipora 1,578 0,311 1,090
11.Mastogloia 0,065 0,009
12.Navicula 0,241 1,004 0,258
13.Pinnularia 0,041 0,643 0,032
14.Stauroneis 0,052 - -
15.Surirella 0,092 0,001 0,202
16.Rhizosolenia 0,145 0,062 0,045
Chlorophyceae 17.Chlorotylium 0,005 0,015 0,007
18.Cladopora 68,767 70,337 56,996
19.Rhizoclonium 2,620 0,323 0,930
20.Closterium 0,047 0,169 0,719
21.Desmidium 0,013 0,008 0,009
22.Gonatozygon 0,969 0,066 0,384
23.Netrium 0,006 0,085 0,669
24.Oedogonium 7,002 0,371 4,553
25.Closteriopsis 0,417 0,197 0,017
26. Dichotomococcus 0,006 - -
27.Scenedesmus 0,003 0,011 0,063
28.Oscillatoria 0,185 9,348 13,858
29.Ulothrix 0,850 2,400 0,063
30.Spirogyra 0,147 0,010 0,126
31.Cosmarium 0,004 0,001 0,009
Cyanophyceae 32.Anabaena 0,585 0,093 0,451
(41)
Kelas Jenis makanan Ii Stasiun 1 Ii Stasiun 2 Ii Stasiun 3
34.Trichodesmium 0,004 - 0,007
35.Spirulina 0,138 0,009 -
ZOOPLANKTON
Ciliophora 36.Monodinium 0,003 0,050 0,009
37.Stentor 0,045 0,004 0,025
38.Urostyla 0,110 0,004 -
39.Vorticella 0,046 0,004 0,007
Unidentified 40.Kaki dan potongan
tubuh serangga 13,861 11,340 15,491
Berdasarkan jenis makanannya dapat dilihat ikan cencen (Mystacoleucus marginatus) merupakan ikan euryfagus yang mencari makan hampir pada semua daerah sungai dari lapisan permukaan, lapisan tengah yang banyak terdapat plankton dan dasar perairan sungai yang banyak terdapat larva serangga. Effendie (1997) menyatakan ikan keperas tergolong ikan euryfagus yaitu ikan yang jenis makanannya bermacam-macam atau campuran. Menurut Effendie (2002)kesukaan ikan terhadap makanannya sangat relatif. Melimpahnya suatu pakan alami dalam perairan dapat dimanfaatkan oleh ikan dikarenakan beberapa faktor yaitu penyebaran organisme sebagai makanan ikan, ketersediaan makanan, pilihan dari ikan, serta faktor-faktor fisik kimia yang mempengaruhi perairan.
Menurut Effendie (2002) banyak spesies ikan dapat menyesuaikan diri dengan persediaan makanan dalam perairan sehubungan dengan musim yang berlaku. Satu spesies ikan dengan ukuran yang sama dalam daerah yang berbeda, dapat berbeda kebiasaan makannya. Perbedaan ini dapat jelas pada spesies ikan yang hidup dalam perairan. Namun dalam suatu perairan jika terjadi perubahan lingkungan menyebabkan perubahan persediaan makana, ikan akan merubah kebiasaan makanannya. Rahardjo (1978) makanan ikan benteur di Rawa Bening membuktikan bahwa jenis makanan ikan berbeda pada tempat dan waktu yang berbeda.
Perbedaan kebiasaan makanan ini diduga karena ukuran ikan cencen yang diperoleh selama penelitian di sungai Batang Toru bervariasi. Ikan akan mengalami perubahan diet disesuaikan dengan umur dan ukuran tubuh. Ikan berukuran kecil cenderung memakan alga renik disesuaikan dengan bukaan mulut.Setelah bertumbuh semakin besar, maka kebiasaan makanan akan berubah.Effendie (2002) mengatakan bahwa semakin besar ukuran ikan, maka
(42)
akan semakin bervariasi jenis makanan sehingga luas relungnya akan semakin besar.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa ikan mengkonsumsi makro invertebrata berupa larva serangga.Hal ini diduga ada hubungan dengan ukuran rongga mulut serta kemampuan menangkap mangsa.Disamping itu juga disebabkan adanya perubahan komposisi enzim di dalam alat pencernaan makanannya.Nikolsky (1963) menyatakan bahwa setiap jenis ikan beradaptasi untuk mendapatkan makanan tertentu. Alat sensori diadaptasikan untuk mencari makanan, rongga mulut diadaptasikan terhadap ukuran makanan dan usus diadaptasikan terhadap proses pencernaan makanan. Ikan sering mengalami perubahan komposisi enzim yang disesuaikan dengan kebutuhannya.
4.4. Indeks Pilihan atau Index of Electivity (E)
Index of Electivitymerupakan pemilihan atau penyeleksian makanan oleh pemangsa yang membandingakan jenis makanan diperairan dan jenis makanan di lambung. Hasil Index of Electivity dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Indeks Pilihan atau Index of Electivity (E)
Kelas/Famili Genus E
Stasiun1 E Stasiun2 E Stasiun3 FITOPLANKTON Bacillariophyceae
Cymbellaceae 1. Cymbella -0,94 -0,86 1
Coscinodiscaceae 2. Coscinodiscus -0,97 -0,56 -0,97
3. Cyclotella 1 -0,94 -
4. Melosira 1 1 1
5. Thalassiosira - -1 -1
Fragilariaceae 6. Diatoma -0,97 -0,97 -0,93
7. Fragilaria -0,97 -0,99 -0,99
8. Pleurosigma 1 -0,98 -
9. Tabellaria 1 -1 1
Melosiraceae 10. Skletonema - -1 -1
Nitzschiaceae 11. Nitzschia -0,97 -0,96 -0,96
Naviculaceae 12. Amphipora -0,94 -0,63 -0,49
13. Mastogloia 1 1 -
14. Navicula -0,96 -0,76 -0,99
15. Pinnularia -0,92 -0,99 -0,99
16. Stauroneis 1 1 -
(43)
Kelas/Famili Genus E Stasiun1 E Stasiun2 E Stasiun3
Rhizosoleniaceae 18. Rhizosolenia 1 -0,78 -0,79
Chlorophyceae
Chaetoporaceae 19. Chlorotylium 1 1 -0,99
Cladophoraceae 20. Cladopora 0,65 1 1
21. Rhizoclonium -0,92 1 -0,8
Desmidiaceae 22. Closterium 1 -0,85 -0,84
23. Desmidium -0,97 1 -0,97
Euglenaceae 24. Menoidium - -1 -
Hydrodictyaceae 25. Pediastrum - - -1
Mesotaniaceae 26. Gonatozygon -0,99 -0,95 -0,99
27. Netrium 1 1 -0,75
Oedogoniaceae 28. Oedogonium 1 1 0,38
Oocystaceae 29. Closteriopsis -0,95 -0,61 1
30.
Dichotomococcus - -0,98 -1
Scenedesmaceae 31. Scenedesmus -0,98 1 1
Schizogoniaceae 32. Schizogonium -1 -1 -1
Selenastraceae 33. Monoraphidium -1 -1 -1
Stignonemataceae 34. Oscillatoria -0,46 -0,9 0,24
Ulotrichaceae 35. Ulothrix 1 1 -0,96
Zynemataceae 36. Spirogyra 1 -0,77 1
37. Cosmarium 1 1 1
Cyanophyceae
Nostocaceae 38. Anabaena -0,99 -0,97 -0,94
39. Aphanizomenon -0,94 -0,95 -0,94
Oscillatoriaceae 40. Trichodesmium -1 -0,97 -0,98
41. Spirulina 1 1 -
Charophyceae
Hydruraceae 42. Hydrurus -1 -1 -1
Rhodophyceae 43. Thorea -1 -1 -1
ZOOPLANKTON Bdelloidea
Philodinidae 44. Rotaria - -1 -
Ciliophora
Amphileptidae 45. Amphileptus - -1 -
Aspidiscidae 46. Aspidisca - -1 -
Didiniidae 47. Monodinium -0,96 1 1
Paramecidae 48. Paramecium - -1 -
Spirostomidae 49. Spirostonum - -1 -1
Stentoridae 50. Stentor 1 -0,85 1
Urostylidae 51. Urostyla -0,99 1 -1
Vorticellidae 52. Vorticella 1 1 -0,98
(44)
Kelas/Famili Genus E Stasiun1 E Stasiun2 E Stasiun3
Bosminidae 53. Bosmina -1 -1 -
Cyclopoida
Cyclopidae 54. Diacyclops -1 -1 -1
Labosa
Amoebidae 55. Amoeba -1 -1 -
56. Brachionus - -1 -
Brachionidae 57. Notholca - -1 -
Collothecidae 58. Collotheca - - -1
Monogononta
Gastropidae 59. Ascomorpha - - -1
60. Gastropus - -1 -
Lecanidae 61. Lecane -1 -1 -
Synchaetidae 62. Synchaeta -1 - -1
Trichocercidae 63. Trichocerca - - -1
Keterangan: (-): Jenis makanan tersebut tidak ditemukan diperairan
Secara keseluruhan pada masing-masing stasiun jenis kegemaran makanan ikan sangat beragam berdasarkan nilai indeks pilihan (E), ada yang digemari dan ada yang tidak digemari. Makanan yang digemari oleh ikan Melosira, Tabellaria,
Mastogloia, Stauroneis, Surirella dari kelompok Bacillariophyceae; Chlorotylium, Cladopora, Netrium,Oedogonium, Scenedesmus,Ulothri, Spirogyra, Cosmarium dari kelompok Chlorophycea;Spirulina dari kelompok
Cyanophyceae; Monodinium, Stentor, Vorticella dari kelompok Ciliophora.
Chlorophyta yang hidup di air tawar memiliki sifat kosmopolit, terutama yang hidup di tempat yang terkena cahaya matahari langsung (Smith, 1955). Makan yang digemari atau diseleksi oleh ikan berasal dari kelas
Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Cyanophyceae, Ciliopora dan yang merupakan makanan utama berasal dari kelas Chlorophyceae. Mattox dan stewart (1984) menyatakan Chlorophyta memiliki cadangan makanan berupa amilum yang tersusun oleh amilosa (rantai glukosa yang tidak bercabang) dan amilopektin (rantai glukosa yang bercabang).
4.5. Analisis Korelasi
Hubungan faktor fisik kimia perairan dengan makanan alami menggunakan analisis korelasi pearson dapat dilihat pada Tabel 4.5.
(45)
Tabel 4.5. Hubungan Faktor Fisik Kimia dengan Makanan Alami (pi)
Suhu Penetrasi pH air DO BOD5
Makanan Alami (pi) +0,48 -0,99 +0,77 +0,29 -0,78
Keterangan: - : korelasi negatif (berlawanan) + : korelasi positif (searah)
Tabel 4.5.menunjukkan makanan alami berkolerasi sangat kuat dengan penetrasi, dimana nilai penetrasimeningkat maka ketersediaan makanan menurun begitu juga sebaliknya. Kecerahan dipengaruhi oleh ada tidaknya kanopi yang menutupi perairan tersebut, misalnya terdapat pohon di pinggir suatu perairan ataupun, banyaknya cahaya yang masuk akan mempengaruhi organisme yang berada dalam suatu badan perairan. Kecerahan suatu perairan dapat mengindikasi sampai dimana masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air, Air yang tidak terlampau keruh dan tidak pula terlampau jernih baik untuk kehidupan ikan. Kekeruhan yang baik adalah kekeruhan yang disebabkan oleh jasad renik atau plankton. Edward (1995)menyatakan kecerahan yang baik untuk kehidupan biota adalah jumlah cahaya yang masuk tidak terlalu besar, sehingga proses fotosintesis dapat berjalan seimbang dan jumlah fitoplankton memadai untuk kehidupan semua biota perairan.
Penetrasi cahaya seringkali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air, membatasi zona fotosintesis dimana habitat akuatik dibatasi oleh kedalaman. Kekeruhan, terutama disebabkan oleh lumpur dan partikel yang mengendap sebagai faktor pembatas. Kekeruhan dan kedalaman air mempunyai pengaruh terhadap jumlah dan jenis hewan akuatik (Jubaedah, 2006). Zat terlarut dalam air sering memengaruhi penetrasi cahaya matahari, yang berakibat penetrasi terbatas akan membatasi organisme air untuk berfotosintesis. Dengan terbatasnya fotosintesis akan menyebabkan kandungan oksigen terlarut rendah. Tetapi jika kekeruhan disebabkan oleh organisme hidup (plankton atau jenis alga tertentu) dapat dipakai sebagai indikasi produktivitas perairan tersebut cukup tinggi (Haryanto, 2008).
(46)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah:
a. Kebiasaan makanan ikan cencen (Mystacoleucus marginatus) di sungai Batang Toru terdiri dari makanan utama yaitu: Cladoporadari kelas Chlorophyceae. Makanan pelengkap: pada stasiun 1 adalah Oedogonium dari kelas
Chlorophyceaedan unidentified (berupa kaki serangga dan potongan tubuh seranggapada stasiun 2 adalah Oscillatoria dari kelas Chlorophyceaedan
unidentified, pada stasiun 3 adalah Oedogonium, Oscillatoria dari kelas
Chlorophyceae dan Unidentified.Makanan tambahan pada setiap stasiun adalah
Bacillariophyceae, Cyanophyceae dan Ciliophora.
b. Makanan alami berkolerasi sangat kuat negatif dengan penetrasi, dimana nilaipenetrasi meningkat maka ketersediaan makanan menurun begitu juga sebaliknya.
c. Indeks pilihan (“index elektivity”) ikan terhadap jenis kegemaran makanan ikan cencen adalah Melosira, Tabellaria, Mastogloia, Stauroneis, Surirella dari kelompok Bacillariophyceae; Chlorotylium, Cladopora, Netrium,Oedogonium,
Scenedesmus,Ulothri, Spirogyra, Cosmariumdari
kelompokChlorophycea;Spirulinadari kelompok Cyanophyceae; Monodinium, Stentor, Vorticella dari kelompok Ciliophora.
(47)
5.2. Saran
Adapun saran dari penelitian ini adalah:
a. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai studi kebiasaan makanan ikan cencen (Mystacoleucus marginatus) berdasarkan jenis kelamin dan ukuran yang berbeda untuk memperoleh data yang lebih lengkap dan akurat.
b. Perlukan dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai studi kebiasaan makanan ikan cencen (Mystacoleucus marginatus) berdasarkan perbedaan musim antara musim hujan dan kemarau untuk melihat kebiasaan makanan ikan berdasarkan perbedaan musim.
(48)
DAFTAR PUSTAKA
Adjie, S. 2009. Sebaran dan Kebiasaan Makanan Beberapa Jenis Ikan di DAS Kapuas Kalimantan Barat. Jurnal. Seminar Nasional Tahun VI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan.
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Cetakan ke- 2. Universitas Gadjah Mada Press: Yogyakarta.
Barus, T. A. 2004.Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air DaratanMedan: USU-Press.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan. 2007. Tapanuli Selatan Dalam Angka 2007.BPS Kantor Kabupaten Tapanuli Selatan Padangsidempuan.
Basmi, J. 1991. Pola Distribusi dan Peran Bahan Organik Terhadap Kualitas Air Pada Zona eufotik disekitar perikanan net apung di danau Lido jawa barat. Tesis Pascasarjana IPB: Bogor.
Beckman, W.C. 1962. The frehwater fishes of Syria and their general biology and management.FAO Fish. Biol. Tech. Pap. No.8, Rome.
Bold, H. C. & M. J. Wyne.1985.Introduction to the Algae.Second Edition NewJersey 07632, USA: Inc. Englewood Clitts.
Borror, D. J. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Cahyono, B. 2000.Budidaya Ikan Air Tawar. Jakarta: Pustaka Mina
Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia. Jakarta: PT. Sarana Grahana. Edmondson, W.T. 1963.Fresh Water Biology. Second Edition. Jakarta: CV. Java
Books.
Edward. 1995. Kualitas Perairan Waisarisa dan Sumber Daya Perikanan.Jurnal
Pusat Studi Lingkungan Perguruan Tinggi seluruh Indonesia.15 (4).
Effendie, M. I. 2002. Bilogi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara. . 1979. Metode Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Dewi Sri. Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara.
(49)
Hariyanto, S. 2008. Teori dan Praktik Ekologi. Surabaya: Airlangga University Press.
http://www.fishbase.com
Isnansetyo dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Fitoplankton dan Zooplankton (Pakan Alami Untuk Organisme laut). Kanisius: Yogyakarta.
Jubaedah, I. 2006. Pengelolaan Waduk Bagi Kelestarian dan Keanekaragaman Hayati Ikan. Jakarta: Jurnal Penyuluhan Pertanian Vol. 1 No. 1.
Kottelat, M, A. J., Whitten, S. N., Kartika, dan S. Wirjoatmodjo. 1993.
Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Jakarta: Periplus Edition (HK) Ltd.
Krauter,D., & Streble, H. 1988. Dasleben im Wassertopfen. Germany: Imprime en Allemagne Medan: USU-Press.
Kristanto, P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Lagler K. F., Bardach J. E., Miller R. R., Passino D. R. M. 1977. Ichthyology. New York: John Wiley and Sons.
Lee, C. D., Wang S.B. and Kuo C. L. 1978. Benthic Macro Invertebrates and Fish as Indikator of Water Quality with References to Community Diversity Index Bull. C.
Merta, I. G. S. 1993.Hubungan Panjang Berat dan Faktor Kondisi Ikan Lemuru (Sardinellalemuru) Bleeker, 1953 dari Perairan Selat Bali.Jurnal
Penelitian.Perikanan Laut (73)
Michael, P . 1984. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium.Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Moyle, P.B. and J.J. Cech. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology.Second Edition. Prentice Hall, New Jersey
Mudjiman, A.,1989.Makanan Ikan. Jakarta: PT. Penerbit Swadaya.
Muthmainnah. D. 2008. Ikan Tawes Barnoides gonionotu. www.brppu.com. (diakses tanggal 9 Oktober 2012).
Nikolsky, G. V. 1963. The Ecology of Fishes. Academic Press. New York. Nugroho, A. 2006. Bioindikator Kualitas Air. Universitas Trisakti: Jakarta.
(50)
Odum, E. P. 1994. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada Press.
Oktaviani, I. 2006. Studi Kebiasaan Makan Ikan Terbang (Hirundichthys oxycephalus) Di Perairan Binuangeun, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Skripsi. Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan Ilmu Kelautan. IPB.
Pennak, A. T. 1989. The Ecology of Tropical Lakes and Rivers.New York.
Roberts,W. E. 1989. Puntius binotatus http://www.fishbase.org.Selasa, 9 Mey 2013.
Rahardjo, M. F. 1978. Ecobiologie et Dynamiques des populations de Poissons dans Le Reservoir Bening, Java de L’est, Indonesia Le Grade de Doctteur de 3 Cycle, Sciences et Techniques en Production Animale (“Ichtiologie Appliquee”). L’institut National Polytecnique de Toulouse.
Rahardjo M. F. 2006. Kebiasaan Makanan Ikan Giligan, Panna microdon (Blkr.) (Pisces:Sciaenidae) di perairan pantai Mayangan, Jawa Barat. Bogor: Insitut Pertanian Bogor.
Rahardjo M. F., Sjafei D. S., Affandi R., Sulistiono, Hutabarat J. 2011. Iktiology. Bandung: CV. Lubuk Agung.
Rifai, S.A.N., Sukaya N., dan Nasution Z. 1983. Biologi Perikanan Edisi I. Departemen Pendidikan Kebudayaan.
Sastrawijaya, A.T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Edisi Kedua. Rineka Cipta. Jakarta.
Setiawan, D. 2009. Studi Komunitas Makrozoobenthos di Perairan Hilir Sungai Lematang Sekitar Daerah Pasar Bawah Kabupaten Lahat. Jurnal. Penelitian Sains. Edisi Khusus Desember 2009.
Simanjuntak, C.P.H., Rahardjo M.F. 2008. Variasi Makanan Ikan Petek (Leiognathus equulus Forsskal, 1775) di Pantai Mayangan, Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan
Kelautan. Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, UGM,
Jogjakarta. M 11.
Smith, K. M. M. 1995. Length/Weight Relationships of Fishes In A Diverse Tropical Freshwater Community, Sabah, Malaysia. Journal of Fish biology (49): 731 - 734
Sukimin, S. 2004.Modul Praktikum Biologi Perikanan. Bogor: Fakultas Perikanan dan Kelautan. Insitut Pertanian Bogor.
(51)
Suin, N. M. 2002. Metoda Ekologi. Padang: Universitas Andalas.
Sulistiono, ArwaniM., dan AzizK.A. 2001. Pertumbuhan Ikan Belanak (Mugildussumierf) Di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur.Jurnal
lkhtiologi Indonesia.1(2)Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Wilayah Tropis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Suwondo, Febrita E., Dessy dan Alpusari M. 2004. Kualitas Biologi Perairan Sungai Senapelan, Sago, dan Sail di Kota Pekanbaru Berdasarkan Biodindikator Plankton dan Bentos. Jurnal Biogenesis. Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau. Vol.1.
Tarumingkeng, R. C. 2001. Dinamika Populasi Kajian Ekologi Kuantitatif. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Tim Ikhtiologi.1989. Ikhtiologi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Wahyuningsih, H., D. Supriharti. 2003. Kepadatan populasi ikan Jurung (Tor sp.) di Sungai Bahorok Kabupaten Langkat. Jurnal Komunikasi Penelitian.16. Wasetiawan.2009. Penggunaan duckweeds pada Itik. Makalah Ilmiah. Fakultas
Peternakan. Universitas Padjadjaran.
Welch, P.S.1952. Limnology.2rd edition. Mc Graw-Hill Book Company, Inc: New York. 539h.
Wibisono, M. S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Wirakusumah, S. 2003. Dasar-Dasar Ekologi. Menopang Pengetahuan Ilmu-ilmu Lingkungan. Jakarta: UI-Press.
(1)
Lampiran 4. Lokasi Penelitian
Lokasi Pengambilan Sampel Stasiun 1
Lokasi Pengambilan Sampel Stasiun 2
(2)
Lampiran 5. Perhitungan Hubungan Panjang dan Berat Ikan Cencen (Mystacoleucus marginatus)
Stasiun 1 No.
Ikan L (mm) Log L W (g) Log W Log L x Log W (log L)2 (log W)2
1 98 1,991 23,3 1,367 2,723 3,965 1,870
2 93 1,968 17,8 1,250 2,461 3,875 1,564
3 90 1,954 17,3 1,238 2,419 3,819 1,533
4 85 1,929 15,6 1,193 2,302 3,723 1,424
5 70 1,845 9 0,954 1,761 3,404 0,911
6 72 1,857 8,7 0,940 1,745 3,450 0,883
7 55 1,740 4 0,602 1,048 3,029 0,362
8 70 1,845 8 0,903 1,666 3,404 0,816
9 70 1,845 9 0,954 1,761 3,404 0,911
10 65 1,813 10 1,000 1,813 3,287 1,000
11 60 1,778 11 1,041 1,852 3,162 1,084
12 90 1,954 14,5 1,161 2,270 3,819 1,349
13 145 2,161 10,9 1,037 2,242 4,672 1,076
14 85 1,929 13,2 1,121 2,162 3,723 1,256
15 60 1,778 4,7 0,672 1,195 3,162 0,452
16 90 1,954 17,2 1,236 2,415 3,819 1,527
17 85 1,929 15,9 1,201 2,318 3,723 1,443
18 70 1,845 8,2 0,914 1,686 3,404 0,835
19 70 1,845 8,5 0,929 1,715 3,404 0,864
20 75 1,875 8,4 0,924 1,733 3,516 0,854
N = 20 1598 37,840 235,2 20,639 780,985 1431,830 425,985
(3)
No.
Ikan L (mm) Log L W (g) Log W Log L x Log W (log L)2 (log W)2
1 90 1,954 18,8 1,274 2,490 3,819 1,623
2 87 1,940 15 1,176 2,281 3,762 1,383
3 85 1,929 14,4 1,158 2,235 3,723 1,342
4 73 1,863 10,2 1,009 1,879 3,472 1,017
5 72 1,857 9,9 0,996 1,849 3,450 0,991
6 70 1,845 8,6 0,934 1,724 3,404 0,873
7 63 1,799 6,1 0,785 1,413 3,238 0,617
8 87 1,940 15,4 1,188 2,303 3,762 1,410
9 82 1,914 12,7 1,104 2,112 3,663 1,218
10 72 1,857 8,6 0,934 1,736 3,450 0,873
11 62 1,792 5,9 0,771 1,382 3,213 0,594
N = 11 843 20,691 125,6 11,329 21,405 38,954 11,943
Rata-rata 76,6363 11,4182
Stasiun 3 No.
Ikan L (mm) Log L W (g) Log W Log L x Log W (log L)2 (log W)2
1 95 1,978 25,600 1,408 2,785 3,911 1,983
2 73 1,863 10,800 1,033 1,926 3,472 1,068
3 60 1,778 8,200 0,914 1,625 3,162 0,835
4 65 1,813 8,500 0,929 1,685 3,287 0,864
5 65 1,813 5,900 0,771 1,397 3,287 0,594
6 63 1,799 5,800 0,763 1,374 3,238 0,583
7 57 1,756 5,100 0,708 1,242 3,083 0,501
8 55 1,740 5,400 0,732 1,275 3,029 0,536
9 55 1,740 5,000 0,699 1,216 3,029 0,489
10 55 1,740 5,100 0,708 1,231 3,029 0,501
11 58 1,763 4,900 0,690 1,217 3,110 0,476
12 55 1,740 4,400 0,643 1,120 3,029 0,414
13 60 1,778 4,700 0,672 1,195 3,162 0,452
14 100 2,000 24,500 1,389 2,778 4,000 1,930
15 65 1,813 8,200 0,914 1,657 3,287 0,835
16 70 1,845 8,600 0,934 1,724 3,404 0,873
17 45 1,653 1,600 0,204 0,337 2,733 0,042
18 39 1,591 1,200 0,079 0,126 2,531 0,006
N = 18 1135 32,206 143,5 14,192 457,068 1037,198 201,419
(4)
Lampiran 6.Kelimpahan Makanan Alami di Perairan (pi)
Kelas Famili Genus pi
Stasiun1 pi Stasiun2 pi Staiun3 FITOPLANKTON
Bacillariophyceae Cymbellaceae 1. Cymbella 16,67 4,88 -
Coscinodiscaceae 2. Coscinodiscus 16,67 2,44 13,89
3. Cyclotella - 2,44 -
4. Melosira - - -
5. Thalassiosira - 34,15 55,56
Fragilariaceae 6. Diatoma 30,00 39,02 41,67
7. Fragilaria 76,67 80,49 138,89
8. Pleurosigma - 2,44 -
9. Tabellaria - 4,88 -
Melosiraceae 10. Skletonema - 2,44 8,33
Nitzschiaceae 11. Nitzschia 76,67 34,15 86,11
Naviculaceae 12. Amphipora 26,67 7,32 5,56
13. Mastogloia - - -
14. Navicula 63,33 7,32 122,22
15. Pinnularia 23,33 26,83 86,11
16. Stauroneis - - -
Surirellaceae 17. Surirella 36,67 - -
Rhizosoleniaceae 18. Rhizosolenia - 2,44 2,78
Chlorophyceae Chaetoporaceae 19. Chlorotylium - - 163,89
Cladophoraceae 20. Cladopora 13,33 - -
21. Rhizoclonium 20,00 - 19,44
Desmidiaceae 22. Closterium - 2,44 11,11
23. Desmidium 10,00 - 5,56
Euglenaceae 24. Menoidium - 9,76 -
Hydrodictyaceae 25. Pediastrum - - 5,56
Mesotaniaceae 26. Gonatozygon 46,67 48,78 186,11
27. Netrium - - 8,33
Oedogoniaceae 28. Oedogonium - - 2,78
Oocystaceae 29. Closteriopsis 16,67 2,44 -
30. Dichotomococcus - 7,32 13,89
Scenedesmaceae 31. Scenedesmus 13,33 - -
Schizogoniaceae 32. Schizogonium 13,33 2,44 5,56
Selenastraceae 33. Monoraphidium 33,33 39,02 41,67
Stignonemataceae 34. Oscillatoria 23,33 7,32 8,33
Ulotrichaceae 35. Ulothrix - - 13,89
Zynemataceae 36. Spirogyra - 4,88 -
37. Cosmarium
(5)
Oscillatoriaceae 40. Trichodesmium 3,33 2,44 8,33 41. Spirulina
Charophyceae Hydruraceae 42. Hydrurus 146,67 70,73 150,00
Rhodophyceae Thoreaceae 43. Thorea 110,00 56,10 72,22
ZOOPLANKTON
Bdelloidea Philodinidae 44. Rotaria - 2,44 -
Ciliophora Amphileptidae 45. Amphileptus - 7,32 -
Aspidiscidae 46. Aspidisca - 7,32 -
Didiniidae 47. Monodinium 10,00 - -
Paramecidae 48. Paramecium - 2,44 -
Spirostomidae 49. Spirostonum - 4,88 5,56
Stentoridae 50. Stentor - 2,44 -
Urostylidae 51. Urostyla 10,00 - 5,56
Vorticellidae 52. Vorticella - - 5,56
Cladocera Bosminidae 53. Bosmina 10,00 9,76 -
Cyclopoida Cyclopidae 54. Diacyclops 13,33 4,88 8,33
Labosa Amoebidae 55. Amoeba 6,67 2,44 -
56. Brachionus - 7,32 -
Brachionidae 57. Notholca - 4,88 -
Collothecidae 58. Collotheca - - 8,33
Monogononta Gastropidae 59. Ascomorpha - - 5,56
60. Gastropus - 2,44 -
Lecanidae 61. Lecane 3,33 2,44 -
Synchaetidae 62. Synchaeta 3,33 - 5,56
(6)
Lampiran 7. Foto Jenis Makanan Ikan Cencen (Mystacoleucus marginatus)
Cladophora Navicula
Surirella Nitzchia