2.1. Penelitian Terdahulu - Analisis Determinan Ekspor Karet Indonesia dengan Pendekatan Gravity Model

2.1. Penelitian Terdahulu

  Yuniarti (2007) meneliti tentang determinan perdagangan bilateral Indonesia dengan pendekatan Gravity Model. Penelitian tersebut bertujuan untuk melakukan estimasi terhadap determinan perdagangan bilateral Indonesia. Adapun determinan yang dimasukan ke dalam model meliputi Produk Domestik Bruto (PDB), jarak, populasi, kesamaan ukuran perekonomian, perbedaan relatif faktor , dan keanggotaan dalam area perdagangan bebas.

  endowment

  Berdasarkan hasil estimasi penelitian tersebut diperoleh uji signifikansi model yang menyatakan bahwa konstanta tidak sama untuk semua unit tetapi slopenya sama. Hal tersebut dibuktikan melalui F-Test dengan hasil perhitungan F hitung sebesar 12,03325 lebih besar dari F- tabel (19.119) dengan α = 5% sebesar

  1,69 yang berarti model metode Fixed Effect Model (FEM) lebih tepat dibandingkan metode common effect model (CEM) dan lebih tepat dari metode (REM) karena jumlah data croos section (10) lebih besar

  Random Effect Model dari data time series (7) dengan pengambilan sampel yang tidak acak.

  Berkaitan dengan tanda koefisien, semua hasil estimasi konsisten dengan teori mengenai Gravity Model. Pendapatan nasional (PDB) dari negara eksportir (Y ) dan importir (Y ) mempunyai hubungan positif dengan perdagangan bilateral,

  i j

  variabel jarak sebagai proksi bagi biaya produksi berpengaruh negatif terhadap perdagangan bilateral, variabel kesamaan ukuran perekonomian berpengaruh positif didukung oleh fakta bahwa sebagian besar perdagangan dunia terutama negara-negara industri merupakan pertukaran produk yang meliputi perdagangan intraindustri, variabel kesamaan ukuran ekonomi (endowment) tidak berpengaruh terhadap perdagangan bilateral dengan keinkonsistenan teori H-O dengan fenomena perdagangan intraindustri. Variabel populasi mitra dagang mempunyai pengaruh yang posistif terhadap perdagangan bilateral dan keanggotaan dalam area perdagangan bebas tidak berpengaruh terhadap perdagangan bilateral.

  Yuniarti (2008) dalam penelitiannya mengenai potensi perdagangan global Indonesia dengan pendekataan Gravity Model mengemukakan bahwa hasil estimasi Gravity Model dapat digunakan untuk memprediksi potensi perdagangan bilateral yang selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan ekspansi negara- negara tujuan ekspor. Pengukuran potensi perdagangan bilateral dilakukan dengan membagi nilai prediksi perdagangan dari estimasi Gravity Model dengan nilai aktual perdagangan dari estimasi Gravity Model. Pada hasil estimasi, secara bersama-sama variabel inpenden menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap variabel pada derajat keyakinan 99 persen yang ditunjukkan oleh nilai F hitung (21,424) lebih besar dari F tabel (6,103) pada α 5% = 2,18.

  Penelitian tentang potensi perdagangan global Indonesia dengan pendekataan Gravity Model menjelaskan bahwa variabel yang berpengaruh positif terhadap perdagangan bilateral antara lain, pendapatan, variabel kesamaan ukuran perekonomian, kesamaan keanggotaan dalam APEC, dan koloni wilayah jajahan berpengaruh positif dan signifikan. Sedangkan variabel yang berpengaruh negatif terhadap perdagangan bilateral antara lain, variabel total populasi, kesamaan keanggotaan dalam AFTA dan variabel batas wilayah. Dalam pengukuran potensi perdagangan berdasarkan rasio dari hasil estimasi Gravity Model terdapat temuan pada 10 negara mitra dagang utama Indonesia yang menunjukkan kondisi over

  trade (melebihi potensi) dan under trade (berpotensi). Kondisi over trade dicapai

  pada hubungan dagang Indonesia dengan negara-negara antara lain, Australia,

  Amerika, Korea, Malaysia, Singapura, Jerman, Belanda dan India. Sedangkan kondisi under trade dicapai pada negara Jepang dan Cina.

  Penelitian oleh Sitorus (2009) dengan topik Peningkatan Ekspor CPO dan Kakao Dibawah Pengaruh Liberalisasi Perdagangan (Suatu Pendekatan Model Gravitasi) menyimpulkan bahwa model panel data yang digunakan dalam estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kakao dan CPO adalah model pooled

  

Least Square atau PLS tanpa uji Chow. Hal tersebut disebabkan oleh

  ketidaksesuaian Fixed Effect Model dengan data yang digunakan sehingga terjadi near singular matrix.

  Adapun variabel yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor kakao dari negara importir ke negara tujuan ekspor adalah variabel populasi negara pengimpor (POP ), populasi negara pengekspor (POP ) sedangkan variabel

  

i j

  PDB negara pengimpor memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan, dan PDB negara pengekspor, nilai tukar (ER) juga jarak memiliki pengaruh negatif dan signifikan sedangkan variabel yang signifikan pada ekspor CPO adalah variabel PDB negara pengekspor dan pengimpor, populasi negara pengekspor dan pengimpor serta jarak. Sedangkan variabel nilai tukar tidak berpengaruh nyata.

  Hadi (2009) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan pisang dan mangga Indonesia ke negara tujuan dengan metode deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif menjelaskan potensi ekonomi negara tujuan pada masa yang akan datang dari perdagangan pisang dan mangga sedangkan metode kuantitatif menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan kedua komoditas tersebut menggunakan Gravity Model dengan variabel-variabel penariknya antara lain pendapatan per kapita negara tujuan, populasi, jarak antar negara, nilai tukar, harga ekspor komoditi di negara tujuan ekspor, dan ekspor komoditi ke negara tujuan satu tahun sebelumnya.

  Karomah (2011) yang melakukan penelitian terhadap analisis daya saing dan faktor-faktor yang mempengaruhi aliran ekspor nenas Indonesia di pasar internasional menyimpulkan bahwa Variabel pendapatan perkapita negara tujuan berpengaruh positif dan signifikan terhadap aliran ekspor nenas dari Indonesia.

  Artinya, apabila pendapatan perkapita negara importir meningkat maka akan meningkatkan ekspor nenas Indonesia. Selanjutnya pada variabel jarak Indonesia dengan negara tujuan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap aliran ekspor nenas dari Indonesia. Artinya, apabila jarak Indonesia dengan negara tujuan semakin jauh maka akan menurunkan ekspor nenas Indonesia.

  Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Andelisa (2011) yang melakukan penelitian terhadap analisis daya saing dan aliran ekspor produk Crude (CCO) Indonesia menyimpulkan bahwa variabel yang berpengaruh

  Coconut Oil

  negatif dan signifikan terhadap volume ekspor CCO adalah variabel populasi, PDB Indonesia, nilai tukar dan jarak sedangkan variabel yang berpengaruh positif dan signifikan adalah variabel PDB.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Pengertian Model Gravitasi (Gravity Model)

  Gravity Model adalah model yang digunakan untuk menganalisis efek

  integrasi ekonomi terhadap perdagangan dan merupakan satu alat analisis yang dapat digunakan untuk mengestimasi berapa besarnya nilai barang yang keluar dan masuk di suatu wilayah (Yuniarti, 2008). pertama kali dipakai untuk aliran perdagangan

  Gravity Model

  internasional oleh Tinbergen pada tahun 1962 yang selanjutnya diikuti oleh banyak peneliti. Model ini kemudian diestimasi untuk banyak negara, periode waktu dan tingkat disagregasi (Yuniarti, 2007).

  Penamaan Gravity Model didasarkan pada penggunaan suatu perumusan yang sama dengan model gravitasi Newton, dimana interaksi antara dua objek adalah sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jarak masing- masing. Dalam konteks perdagangan model ini menyatakan bahwa intensitas perdagangan antara negara-negara akan berhubungan secara positif dengan pendapatan nasional masing-masing negara dan berhubungan terbalik dengan jarak diantara keduanya sehingga dengan kata lain Gravity Model dapat menjelaskan aliran perdagangan internasional dengan baik yang mana aliran perdagangan bilateral merupakan fungsi loglinear dari pendapatan dan jarak (Martha, 2011).

  Keunggulan model gravitasi dibandingankan dengan model perdagangan lainnya karena model yang disajikan lebih empiris. Pada model ini negara mengkhususkan dalam memproduksi apa yang paling baik. Tidak seperti model lainnya, rangka kerja model ini memprediksi dimana negara-negara akan menjadi spesialis secara penuh dibandingkan memproduksi bermacam barang komoditas. Model gravitasi menyajikan sebuah analisa yang lebih empiris dari pola perdagangan dibanding model yang lebih teoritis seperti model Ricardian yang tidak secara langsung memasukan faktor pendukung, seperti jumlah relatif dari buruh dan modal dalam negara (Sitorus, 2009).

2.2.2. Variabel dalam Model Gravitasi (Gravity Model)

  Tarigan (2005) dalam Sitorus (2009) pada gravity model aliran perdagangan bilateral ditentukan oleh tiga kelompok variabel yaitu (1) variabel- variabel yang mewakili total permintaan potensial negara pengimpor (2) variabel- variabel indikator total penawaran potensial negara pengekspor (3) variabel- variabel pendukung atau penghambat aliran perdagangan antar negara pengekspor dan negara pengimpor.

  Gravity model didasarkan pada peramalan potensi perdagangan melalui

  variabel jarak, populasi dan produk domestik bruto maupun netto dari negara tersebut. Argumen yang melatar belakangi pemakaian gravity model, bahwa negara yang lebih besar dan kaya akan lebih banyak melakukan perdagangan luar negeri bila dibandingkan dengan negara yang lebih kecil dan miskin dimana jarak yang semakin jauh dianggap bukan sebagai hambatan. Gravity model berkaitan dengan long-range equilibrium aliran perdagangan dan sebagai model ideal untuk membandingkan perdagangan dari dua daerah atau dari dua sistem ekonomi yang berbeda (Hadi, 2009).

  Variabel indikator dari total permintaan potensial negara pengimpor dapat digambarkan dengan PDB negara importir dan populasinya sedangkan untuk indikator penawaran potensial dari negara pengekspor dapat digunakan PDB negara pengekspor. Selain itu, pendapatan per kapita pun dapat digunakan sebagai pengganti variabel PDB. Pendapatan per kapita adalah ukuran berapa banyak perolehan pendapatan setiap individu dalam perekonomian. Pengertian lain mengenai pendapatan per kapita adalah jumlah yang tersedia bagi rumah tangga atau perusahaan untuk melakuan pengeluaran. Dengan demikian tingkat konsumsi atau kemampuan daya beli suatu negara atas suatu komoditi dapat diukur dari pendapatan per kapita penduduknya. Jika pendapatan per kapita suatu negara dinilai cukup tinggi, maka dapat dikatakan suatu negara tersebut merupakan pasar potensial bagi pemasaran suatu komoditi ataupun produk tertentu. Beberapa variabel tambahan sebagai penghambat dalam aliran ekspor adalah adanya variabel jarak antar dua negara (Andelisa, 2011).

2.2.3. Persamaan Matematika untuk Model Gravitasi (Gravity Model)

  Model persamaan Gravitasi telah digunakan secara luas pada berbagai

sektor-sektor seperti migrasi, Foreign Direct Investment, dan banyak lagi terkait

perdagangan internasional serta menjadi alat yang dapat diandalkan untuk

menganalisis fenomena perdagangan bebas. Persamaan dasar dari model gravitasi adalah: Tij = A x x

  � …………………………………………………………..(1) adalah nilai perdagangan antara negara i dan negara j, Yi adalah PDB Tij

negara i, Yj adalah PDB negara j, Dij dan adalah jarak diantara kedua negara.

  Model persamaan Gravitasi ini dikutip dari teori Krugman dan Obstfeld (2002).

Mereka juga mengemukakan bahwa latar belakang penamaan Gravitasi pada

model ini merupakan analogi dari teori gravitasi Newton: layaknya gaya tarik

gravitasi diantara dua obyek bersifat proporsional terhadap massa dan makin

berkurang dengan adanya jarak. Perdagangan antar dua negara, hal lain dianggap

sama, bersifat proporsional terhadap PDB dan berkurang seiring dengan

bertambahnya jarak.

  Pada tahun 1962, dalam Kartini (2007) menjelaskan bahwa model gravitasi untuk perdagangan barang dan jasa. Model tersebut dapat digunakan untuk menghitung arus perdagangan dari dua daerah. Persamaan terebut dirumuskan sebagai berikut :

  = ……………………………………………………………………..(2)

  Fij

  : Volume total interaksi antara wilayah i dan wilayah j

  Fij

  M dan M Variabel yang dapat menggambarkan besarnya suatu tempat,

  i j :

  berdasarkan faktor ekonominya. Jika ingin mengukur arus dengan satuan uang (seperti ekspor dan impor) maka variable yang digunakan adalah pendapatan nasional seperti GNP dan GNI (Gross Nasional

  ). Jika ingin mengukur pergerakan tenaga kerja, maka variabel

  Income yang biasa digunakan adalah populasi.

  D : jarak antara kedua tempat

  ij

  G : suatu konstanta. Nilainya tergantung dari unit apa yang akan digunakan.

  Menurut Bergstrand (1985), dalam Retnowati (2007), pada umumnya

  gravity model dirumuskan sebagai berikut:

  Tij = f (Yi, Yj, Fij)………………………………………………………………(3) dimana : Tij = Aliran perdagangan dari negara i ke negara j, Yi = Gross Domestic Product negara i, Yj = Gross Domestic Product negara j, Fij = Faktor-faktor lain yang mempengaruhi perdagangan antara negara i dengan negara j.

  Bentuk standar yang dapat digunakan dalam gravity model adalah sebagai berikut:

  ij 1 i 3 j 4 j 5 ij 6 ij ij

  Ln X = lnY lnY lnN lnD lnP + u ………………...(4) + + + + + β β β β β β dimana :

  X ij : Komoditi aliran perdagangan bilateral dari negara i ke negara j, Y i , Y j : PDB negara i dan j, N i, N j : Populasi negara i dan j,

  ij

  D : Jarak antara negara i dan j, P ij : Dummy, u ij : standar error.

  β: koefisien Model di atas menggambar pola normal atau sistematik dari perdagangan dunia yang digambarkan oleh logaritma natural dari volume perdagangan seperti

  Y i , Y j, N i, N j , D ij sedangkan variabel dummy integrasi ekonomi diperkenalkan untuk menjelaskan deviasi dari pola perdagangan. Variabel jarak bilateral dipakai untuk setiap aliran perdagangan bilateral (Sitorus, 2009).

2.2.4. Determinan Perdagangan Bilateral

  (PDB)

2.2.4.1.Produk Domestik Bruto

  Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan faktor penting dalam penawaran ekspor. Hal ini terkait dengan PDB maka pembayaran untuk tenaga kerja dan modal akan meningkat sehingga akan mendorong produktivitas dari tenaga kerja dan modal tersebut. Peningkatan produktivitas membuat barang yang diproduksi akan meningkat sehingga output nasional juga meningkat, kemudian penawaran ekspor juga meningkat (Andelisa, 2011).

  Permintaan ekspor juga sama halnya dengan penawaran ekspor, bahwa pengertian dari permintaan eskpor dapat diambil dari pengertian permintaan.

  Pengertian dari permintaan (Lipsey, dkk 1999) adalah jumlah suatu komoditas yang akan dibeli oleh rumah tangga sedangkan permintaan ekspor dapat berarti jumlah suatu komoditas ekspor yang diminta oleh suatu negara tertentu.

  PDB suatu negara adalah ukuran kapasitas untuk memproduksi komoditi ekspor negara tersebut. Kapasitas perekonomian suatu negara terbuka dapat diketahui berdasarkan kurva batas kemungkinan produksinya. Batas kemungkinan produksi adalah sebuah kurva yang memperlihatkan berbagai alternatif kombinasi dua komoditi yang dapat diproduksi oleh sebuah negara dengan menggunakan semua sumber daya dan tekonologi terbaik yang dimilikinya.

  Komoditi Y KI KKP2 KKP1

  ’ E E

X1 X2

  X3 Sumber : Salvatore (1997)

  Gambar 3. Kurva Kemungkinan Produksi

  Pada Gambar 3 terdapat dua kurva kemungkinan produksi, KKP dan

  1 KKP

  . Asumsi negara memproduksi komoditi ekspor X, maka apabila terjadi

  2

  kenaikan produk domestik bruto (PDB) negara akan menambah kapasitas negara untuk memproduksi komoditi ekspor dan menggeser kurva KKP

  1 menjadi KKP . Besar perubahan KKP tergantung pada besar perubahan PDB

  2

  yang terjadi dan pergeseran ini menggambarkan pertambahan produksi domestik suatu negara. Sesudah terjadi pergeseran dengan asumsi konsumsi masyarakat sama dan negara mengekspor komoditi X, ekspor meningkat dari sebesar X

  X

  1

  2

  menjadi X

  X .

  1

  3

2.2.4.2. Populasi

  Salvatore (1997) menyebutkan bahwa pertambahan populasi dapat mempengaruhi perdagangan di negara yang bersangkutan melalui ekspor dan impor. Secara grafis, pengaruh pertambahan populasi terhadap perdagangan ekspor suatu negara dapat dilihat pada Gambar 4.

  P3 Px/Py Px/Py Px/Py Sx

  St Bt A P

  3 S Et B E Sx

  P Dx P

  2 B B E E

  X A P D

  1 D Dt

  X 2 X 1 Pasar di negara 2 untuk Pasar di Negara 1 komoditi X untuk Komoditi X

  

Hubungan perdagangan

Internasional dalam

komoditi X dengan

bertambahnya populasi

  Gambar 4. Hubungan Pertumbuhan Populasi dengan Perdagangan Sumber : Salvatore (1997)

  Pada Gambar 4 terlihat bahwa pertambahan populasi di negara pengekspor akan menggeser kurva permintaan domestik dari D ke D . Akibatnya jumlah

  x t ekspor akan menurun sehingga keseimbangan yang berlaku pada pasar internasional berada pada tingkat harga P dan jumlah komoditi yang

  3

  diperdagangkan menurun dari X menjadi X . Secara tidak langsung, maka

  1

  2

  pertambahan populasi akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara-negara pengekspor. Secara grafis dampak pertumbuhan populasi terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dilihat pada Gambar 5.

  Investasi B

  1. Kenaikan tingkat pertumbuhan populasi ...

  A Modal per pekerja, k 2. ... menurunkan persediaan modal pada kondisi mapan

  

Gambar 5. Hubungan Pertumbuhan Populasi dengan Pertumbuhan

Sumber : Salvatore (1997)

  Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan populasi akan menggeser garis A ke B yang menunjukkan depresiasi ke atas. Jadi model Solow memprediksi perekonomian dengan tingkat pertumbuhan populasi yang lebih tinggi akan memiliki tongkat modal per pekerja yang lebih rendah dan pendapatan yang lebih rendah pula. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada keadaan tertentu, pertumbuhan populasi dapat memberikan pengaruh positif maupun dampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi. Jika tingkat pertumbuhan populasi suatu negara dapat meningkatkan kinerja ekspornya, maka pertumbuhan populasi akan membawa dampak positif bagi pertumbuhan ekonominya.

  Demikian juga sebaliknya, jika tingkat pertumbuhan populasi suatu negara justru semakin meningkatkan impor, maka pertumbuhan populasi akan membawa dampak negatif bagi pertumbuhan ekonominya (Mankiw, 2007).

  Populasi atau jumlah penduduk di semua negara senantiasa mengalami perubahan jumlah setiap tahunnya. Perubahan angka populasi berimplikasi pada perubahan ukuran atau jumlah angkatan kerjanya. Perubahan populasi juga terjadi pada kepemilikan modal, karena setiap negara berusaha untuk mengerahkan seluruh sumberdaya yang dimilikinya untuk menciptakan dan mengakumulasikan modal (Kartikasari, 2008).

  Pertambahan populasi pada negara importir dapat berada pada sisi penawaran maupun permintaan. Pada sisi penawaran pertambahan populasi akan meningkatkan produksi dalam negeri dalam hal kuantitas maupun diversifikasi produk negara importir. Kondisi ini akan mengakibatkan penurunan permintaan komoditi ekspor oleh negara importir. Pertambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatkan permintaan komoditi ekspor dari negara importir maka jumlah komoditi yang diperdagangkan antar kedua negara semakin besar (Sitorus, 2009).

2.2.4.3. Jarak (Distance)

  Jarak adalah indikasi dari biaya transportasi yang dihadapi oleh suatu negara dalam melakukan ekspor. Biaya transportasi adalah salah satu faktor penghambat perdagangan internasional. Jarak meningkatkan biaya transaksi pertukaran barang dan jasa internasional. Semakin jauh terpisah suatu negara dengan yang lain semakin besar pula biaya transportasi pada perdagangan diantara keduanya. Dengan adanya biaya transportasi keuntungan yang diterima oleh suatu negara dari perdagangan internasional semakin kecil. Krugman dan Obstfeld (1991) mempertimbangkan jarak kedua negara sebagai determinan penting untuk pola perdagangan geografis.

  Selanjutnya Krugman dan Obstfeld (1991) mengemukakan beberapa penjelasan tentang peranan faktor jarak dalam arus perdagangan, yaitu : a. Jarak adalah proksi untuk biaya transportasi.

  b. Jarak menunjukkan waktu yang hilang selama pengiriman. Untuk barang yang mudah rusak kemungkinan bertahan utuh merupakan fungsi menurun terhadap waktu transit. Kerusakan tersebut mencakup resiko berikut :

  • penanganan.

  Kerusakan atau kehilangan barang akibat cuaca atau kesalahan

  Terjadi dekomposisi dan pembusukan bahan organik.

  • Kehilangan pasar (kemungkinan pembeli yang diharapkan tidak mau
  • ataupun tidak mampu melakukan pembayaran).

  c. Biaya sinkronisasi. Adanya jarak antara pabrik dan bahan input mengharuskan pabrik menggunakan gudang untuk menyimpan persediaan bahan input. Hal ini bertujuan agar tidak mengganggu proses produksi ketika terjadi kemacetatn datangnya bahan input. Sehingga semakin dekat bahan input maka biaya sinkronisasi semakin kecil.

  d. Biaya komunikasi. Menurut Paul Krugman dan Obstfeld (1991), jarak merupakan proksi kemungkinan kontak pribadi antara manejer, pelanggan, dan sebagainya; dimana bisnis banyak tergantung pada kemampuan untuk bertukar lebih banyak informasi.

  e. Biaya transaksi. Jarak juga dapat berkorelasi dengan biaya mencari peluang perdagangan dan pembentukan kepercayaan antara mitra dagang potensial.

  f. Jarak budaya. Jarak geografis yang lebih besar berkorelasi dengan perbedaan budaya yang lebih besar. Perbedaan budaya dapat menghambat perdagangan dalam banyak hal seperti hambatan komunikasi, kemungkinan kesalahpahaman, bentrokan dalam gaya negoisasi, dan sebagainya.

2.2.4.4. Nilai Tukar Riil (Real Effective Exchange Rate)

  Seperti perdagangan pada umumnya kegiatan perdagangan Internasional juga mempertimbangkan faktor harga dari suatu komoditi yang diperdagangkan.

  Menurut Mankiw (2007), kurs atau exchange rate antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan.

  Para ekonom membedakan kurs menjadi dua : kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara sedangkan kurs riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang- barang diantara dua negara. Kurs riil kadang disebut juga terms of trade. Kurs riil diantara dua negara dihitung dari kurs nominal dan tingkat harga di kedua negara.

  Bila kurs riil dinyatakan sebagai

  ε, kurs nominal dinyatakan sebagai e, harga

  barang domestik dinyatakan sebagai P, dan harga barang luar negeri dinyatakan sebagai P*, maka perhitungan kurs riil untuk suatu komoditi adalah sebagai berikut:

  ∗

  ) …………………………………………………….…………(5) ε = e × (P/P

  Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa jika kurs riil tinggi maka harga barang-barang luar negeri menjadi relatif lebih murah, dan harga barang-barang domestik menjadi lebih mahal. Demikian juga sebaliknya, jika kurs riil rendah maka harga barang-barang luar negeri menjadi relatif lebih mahal, dan harga barang-barang domestik menjadi lebih murah (Mankiw, 2007).

2.2.4.5.Kebijakan Perdagangan “International Rubber Consortium Limited” (IRCo)

  Pemerintah Thailand, Indonesia dan Malaysia telah sepakat mendirikan perusahaan patungan karet alam bernama “International Rubber Consortium

  Limited (IRCo)” untuk mengatasi merosotnya harga karet alam, Kesepakatan

  pendirian perusahaan patungan IRCo ini telah tertuang dalam Memorandum of (MoU) yang ditanda-tangani oleh Menteri Perindustrian dan

  Understanding

  Perdagangan RI, Menteri Agriculture and Cooperatives Thailand dan Menteri pada tanggal 8 Agustus 2002 di Bali.

  Primary Industries Malaysia

  IRCo berfungsi sebagai pelengkap dari skema penyeimbang harga yang lain, yaitu Supply Management Scheme (SMS) dan Agreed Export Tonnage sebagaimana disepakati dalam “Joint Ministerial Declaration

  Scheme (AETS) (Bali Declaration) 2001” , yaitu melaksanakan kegiatan strategic marketing yang meliputi pembelian dan penjualan karet alam.

  Dalam rangka pendirian IRCo sebagaimana tertuang dalam nota kesepahamanan kerjasama karet alam antara Pemerintah RI, Pemerintah Thailand dan Pemerintah Malaysia (Memorandum of Understanding-MoU among The

  

Government of the Kingdom of Thailand, The Government of Malaysia and the

Government of the Republic of Indonesia on Rubber Cooperation), telah diadakan

  beberapa kali Pertemuan Tingkat Pejabat Senior (Senior Officials Meeting-SOM), terakhir Pertemuan SOM ke-13 yang diadakan pada tanggal 30-31 Juli 2003 di Jakarta dan Mini SOM tanggal 1 Oktober 2003 di Bangkok, guna menyelesaikan dokumen-dokumen penting yang diperlukan dalam pendirian IRCo. Dokumen- dokumen dimaksud antara lain Shareholders Agreement (SA), Memorandum of Association (MoA), dan Articles of Association (AoA).

1) Mekanisme Operasi IRCo

  Mekanisme beroperasinya IRCo, secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut :

  1. Apabila harga karet alam pada suatu saat turun hingga menyentuh pada tingkat reference price yang telah disepakati, maka perlu dilaksanakannya langkah-langkah Supply Management Scheme (SMS) dan Agreed Export

  Tonnage Scheme (AETS)* . (Dalam “Joint Ministerial Declaration (Bali Declaration) 2001”, ketiga negara telah sepakat melaksanakan pengurangan produksi sebesar 4% setiap tahunnya dalam jangka waktu tertentu melalui mekanisme SMS, dan melakukan pengurangan ekspor sebesar 10% melalui mekanisme AETS. Kebijakan AETS dan SMS mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2002)

  2. Apabila harga karet alam terus menurun secara drastis dan mekanisme SMS maupun AETS tidak berhasil mengangkat harga karet alam pada tingkat harga yang wajar sesuai reference price, maka perlu ada tindakan yang harus dilakukan oleh Board of Directors IRCo, yang salah satu diantaranya adalah melakukan pembelian karet alam.

2) Target IRCo

  Sebagaimana dijelaskan sebelumnya mengenai mekanisme beroperasinya

  IRCo, bahwa apabila harga karet alam turun hingga menyentuh pada tingkat

  reference price yang telah disepakati, maka perlu dilaksanakan langkah-langkah

  pengurangan produksi melalui Supply Management Scheme (SMS) dan pengurangan ekspor melalui Agreed Export Tonnage Scheme (AETS).

  Selanjutnya, bilamana harga karet alam terus menurun secara drastis dan mekanisme SMS maupun AETS tidak berhasil mengangkat harga pada tingkat yang wajar sesuai reference price, maka perlu ada tindakan yang harus dilakukan oleh IRCo, yaitu melakukan pembelian karet alam. Sebaliknya bila harga karet cenderung terus meningkat karena IRCo telah melakukan operasi beli, maka pada tingkat reference price yang telah ditentukan, IRCo harus segera melakukan sejumlah stock karet yang ada.

  operasi jual

  Harga karet alam yang terlalu tinggi akan membawa dampak yang tidak baik bagi pengembangan industri yang menggunakan bahan baku dari karet alam di dalam negeri (negara-negara produsen), seperti ban mobil/sepeda motor. Terlalu tingginya harga bahan baku karet alam, akan meningkatkan biaya produksi.

  IRCo juga perlu berhati-hati dalam menentukan reference price. Bila terlalu tinggi dalam menentukan reference price, maka negara konsumen akan beralih mengkonsumsi karet serat sintetik sebagai produk substitusi. Bilamana hal ini terjadi, maka akan mengakibatkan permintaan karet alam berkurang, dan untuk mengambalikan permintaan pada posisi semula, akan membutuhkan waktu yang cukup lama.

  Hal yang perlu dicermati pula adalah bahwa meski harga minyak bumi melonjak tajam, yang dampaknya akan meningkatkan harga karet sintetis, bukan berarti konsumen akan beralih ke karet alam. Oleh karena itu, dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, IRCo harus jeli dan dapat menentukan reference price pada tingkat yang menguntungkan. Tingkat harga minimal sama dengan harga sebelum terjadinya krisis moneter (US 102,75 cent/kg). Hal yang lebih penting lagi, bahwa bilamana target harga tersebut dapat dicapai, diharapkan akan dapat meningkatkan kesejahteraan petani.

  Pertemuan Tingkat Menteri di Bangkok pada tanggal 9 Maret 2004 telah disepakati bahwa referensi harga FOB karet alam adalah US $ 1,10/kg. Mengingat harga karet alam saat itu masih di atas US $ 1,10/kg, yaitu berkisar antara US $ 1,25 hingga US $ 1,30 per kg, maka tidak perlu ada tindakan apapun dari pemerintah maupun IRCo. Apabila harga karet alam nantinya turun hingga menyentuh US $ 1,10, maka perlu dilaksanakan langkah SMS dan AETS.

2.3. Kerangka Penelitian

  Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya bagi masyarakat dengan pengolahan perkebunan karet yang baik, maka tanaman karet akan dapat bermanfaat untuk membuka berbagai lapangan kerja sehingga dapat dijadiikan sebagai sumber mata pecaharian rakyat. Selain itu, karet juga merupakan sumber devisa negara. Nilai ekspor karet Indonesia keberbagai negara tujuan eksor dari tahun 2001 - 2010 terus mengalami peningkatan. Namun, pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2009 nilai ekspor karet mengalami penurunan, setelah itu nilai ekspor karet kembali naik pada tahun 2010.

  Karet Indonesia di ekspor ke berbagai belahan dunia. Permintaan akan ekspor Indonesia terbesar berturut-turut adalah Amerika, Cina dan Jepang.

  Adanya perbedaan nilai dan volume ekspor ke berbagai negara dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti nilai PDB Indonesia, nilai PDB negara importir, jumlah populasi, adanya perbedaan jarak dan nilai tukar riil.

  Penentuan kemana prioritas utama dan faktor apa yang memengaruhi nilai ekspor karet perlu untuk diteliti. Adapun pengaruh jarak dalam penelitian adalah negatif karena semakin jauh jarak maka biaya yang semakin tinggi, sehingga akan mengurangi keuntungan bila dilakukan kegiatan ekspor maupun impor dari negara tersebut. Pada variabel PDB Indonesia dan PDB negara tujuan juga memiliki pengaruh yang positif dan signifikan karena PDB menunjukkan kemampuan suatu negara untuk memproduksi barang dan jasa sehingga, bila dilakukan kegiatan ekspor ke negara yang memiliki PDB yang tinggi maka dapat meningkatkan nilai ekspor karet Indonesia.

  Variabel selanjutnya adalah kebijakan “International Rubber Consortium

  

Limited ” (IRCo), dimana kebijakan IRCo ini akan menahan penjualan atau

  ekspor karet ketika harga karet dibawah dari harga minimal dari kesepakatan sejak diberlakukannya IRCo ini, maka akan nilai ekspor karet Indonesia diasumsikan dapat meningkatkan, untuk lebih jelas maka dapat dilihat alur kerangka pemikiran pada penelitian ada pada Gambar 6.

  Nilai PDB Indonesia (+) Nilai PDB Negara Importir (+)

  Nilai Ekspor Jumlah Populasi Negara Importir (+)

  Karet Indonesia

  Jarak (-) Nilai Tukar Riil Negara Importir (-)

  Kebijakan IRCo (+)

  Keterangan:

  berpengaruh signifikan (+) berpengaruh positif (-) berpengaruh negatif

  

Gambar 6. Kerangka Penelitian

2.4. Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan kajian teori dan penelitian terdahulu maka disimpulkan hipotesis penelitian sebagai berikut : Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, Produk Domestik Bruto (PDB) negara tujuan, populasi negara tujuan, dan kebijakan perdagangan IRCo berpengaruh positif dan signifikan terhadap volume ekspor karet Indonesia sedangkan nilai tukar riil negara importir dan jarak Indonesia dengan negara tujuan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai ekspor karet Indonesia.