Analisis Determinan Ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia ke Uni Eropa

(1)

95 

TESIS

Oleh

ELYSA PRATIWI

097018011/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

S

E K O L A H

P A

S C

A S A R JA


(2)

ANALISIS DETERMINAN EKSPOR CRUDE PALM OIL (CPO)

INDONESIA KE UNI EROPA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ELYSA PRATIWI

097018011/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

 

Judul Tesis : ANALISIS DETERMINAN EKSPOR CRUDE PALM

OIL (CPO) INDONESIA KE UNI EROPA

Nama Mahasiswa : Elysa Pratiwi

Nomor Pokok : 097018011

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui: Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, S.E.,M.Ec) (Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur,

(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, S.E.,M.Ec)(Prof.Dr.Ir. A.Rahim Matondang,MSIE)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 16 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, S.E.,M.Ec

Anggota : 1. Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec

2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA 3. Dr. Ir. Rahmanta Ginting, MSi


(5)

 

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan tesis yang berjudul :

“Analisis Determinan Ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia ke Uni Eropa”

Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapa pun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, 16 Agustus 2011

Yang membuat pernyataan


(6)

ANALISIS DETERMINAN EKSPOR CRUDE PALM OIL (CPO) INDONESIA KE UNI EROPA

ABSTRAK

Uni Eropa merupakan salah satu pasar alternatif yang strategis bagi produk Indonesia terutama dari hasil hutan dan Crude Palm Oil (CPO). Produk Indonesia akan bisa merambah pasar Eropa asalkan memiliki standar produk. Uni Eropa salah satu pasar alternatif yang strategis dibandingkan dengan pasar-pasar yang lain. Dengan demikian akses pasar akan lebih luas ke negara lain.

Berdasarkan data Oil World Annual & MBOP, ekspor CPO Indonesia ke beberapa Negara tujuan tahun 2002 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa pasar ekspor utama Indonesia adalah Uni Eropa, India dan China. Pada tahun 2002 sampai dengan 2007 Uni Eropa adalah pasar terbesar kedua bagi Indonesia, namun mulai pada tahun 2008 pasar Uni Eropa sudah menjadi pasar utama bagi Indonesia, hal ini menunjukkan bahwa masih cerahnya pasar Uni Eropa bagi Indonesia, walaupun Uni Eropa menerapkan beberapa kebijakan mengenai impor CPO.

Tujuan umum penelitian adalah untuk mengnalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa. Kemudian tujuan khususnya yaitu untuk menganalisis variabel-variabel seperti nilai tukar rupiah, produksi CPO domestic dan harga CPO dunia mempengaruhi harga ekspor CPO. Kemudian harga ekspor CPO, pendapatan perkapita Uni Eropa, produksi minyak makan Uni Eropa dan harga minyak mentah dunia mempengaruhi ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa.

Data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari Oil World Annual & MPOB, Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI), World Bank, EBB Uni Eropa dan dari berbagai sumber lainnya yang mendukung tahun 2000 s/d 2009. Penelitian ini menggunakan persamaan struktural yaitu Path Analyis yang dibantu dengan program aplikasi AMOS atau Analysis of Moment Structure.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai tukar mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan, produksi CPO domestik mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan dan harga CPO dunia mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap harga ekspor CPO. Harga ekspor CPO mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan, nilai tukar mempunyai pengaruh positif dan signifikan, produksi CPO domestik mempunyai pengaruh positif dan signifikan, harga CPO dunia mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan, pendapatan perkapita mempunyai pengaruh negatif dan signifikan, produksi minyak makan mempunyai pengaruh positif dan signifikan, dan harga minyak mentah dunia mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap ekspor CPO Indonesia.


(7)

 

Kata Kunci : Nilai tukar rupiah, produksi CPO domestik, harga CPO dunia, harga ekspor CPO, pendapatan perkapita, produksi minyak makan dan harga minyak mentah dunia.


(8)

ANALYZE DETERMINATION CRUDE PALM OIL CPO EXPORTS OF INDONESIA FOR EUROPEAN UNION

ABSTRACT

European Union (UE) is one of strategic alternative markets for Indonesia products especially for forest products and Crude Palm Oil (CPO). Indonesia Products will be able to enter/compete in Europe market in condition that products can meet the standard. European Union is one of strategic alternative markers compared with other existing markets. Thus, the market can be expanded to other countries widely.

Based on data of Oil World Annual & MBOP, the export of Indonesia on CPO (Crude Palm Oil) to some destination countries from 2002 until 2009 indicates that Indonesia's main exporting markets are namely European Union, India and China. In 2002 and 2007 the European Union is the second largest market for Indonesia, but starting from 2008, the EU (European Union) market has become a major market of Indonesia though Europe Union applies restricted policies on CPO (Crude Palm Oil) importing.

The general objectives if this thesis is to analyze factors that influence CPO exports of Indonesia for European Union (UE). In addition, special objective is to analyze the variables such as exchange rate of rupiah, production of domestic CPO and World CPO prices that influence export price of CPO. Moreover, the export price of CPO, per capita income of European Union (EU), and both edible oil of European Union (EU) and Crude Palm Oil prices that influence CPO exports of Indonesia to European Union (EU).

The used data is secondary data which is obtained form Oil World Annual & MPOB, Statistical Centre, Bank of Indonesia (BI), World Bank, EBB of European Union (EU) and supporting data sources in 2000 until 2009. This research applies similarity structure known as Path Analysis which is equipped by AMOS Application or Analysis of Moment Structure.

The result of this research indicates that exchange rate impacts possitively but not significantlly, domestic production of CPO impacts negativelly and insignificantly and world CPO prices impact possitvelly and significantlly towards export price of CPO. The export price of CPO impacts positively but insignificantly, exchange rate impacts positively and significantly, domestic production of CPO impacts positively and significantly, world price of CPO impacts negatively and insignificantly, per capita income impacts negatively and significantly, production of edible oil impacts positively and significantly, and World Crude Oil prices impacts negatively and significantly towards CPO exports of Indonesia.

Keyword : Exchange rate, Domestic Production of CPO, World CPO Prices, CPO Export prices, Per capita income, Edible Oil and World Crude Oil.


(9)

 

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: “Analisis Ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia ke Uni Eropa” ini.

Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyelesaian tesis ini, penulis senantiasa mendapat bantuan dari berbagai pihak terutama dari kedua orang tuaku H. Sunarki dan Hj. Puspa Iriani, serta adik-adikku.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc, Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H, M.S selaku Wakil Direktur I dan II Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin S, S.E, M.Ec, selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin S, S.E, M.Ec, selaku Ketua Pembimbing dan Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Anggota Pembimbing yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan petunjuk bagi penulis.

6. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA, Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, MSi dan Bapak Dr. H.B. Tarmizi, SU, MSi selaku Pembanding atas masukan dan arahan yang diberikan.


(10)

7. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh rekan-rekan kerja KJPP MBPRU Cabang Medan.

9. Teman seperjuangan: Pak Zuhri, Bang Nanang, Bang Juara, Bang Darwin, Wahyu, Bang Hotlan, Kiky, Nanda, Nina, Endang dan Fitri.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih banyak kekurangan, oleh karenanya kritik dan saran sangat penulis harapkan guna menyempurnakan penulisan ini.

Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih dan semoga tesis ini dapat berguna bagi kita semua.

Medan, 16 Agustus 2011


(11)

 

RIWAYAT HIDUP

Nama : ELYSA PRATIWI

Agama : Islam

Tempat/Tanggal Lahir : P. Siantar / 4 Oktober 1983 Jenis Kelamin : Perempuan

Warga Negara : Indonesia

Pekerjaan : Konsultan Appraisal di KJPP MBPRU Cabang Medan

Alamat : Jalan Pembangunan, Komplek Pondok Surya Indah Blok 4 No. 137, Medan

Nama Orang Tua Laki-laki : H. Sunarki Nama Orang Tua Perempuan : Hj. Puspa Iriani

Riwayat Pendidikan Formal

Sekolah Dasar : Negeri 16 Meulaboh, Aceh Barat Sekolah Menengah Pertama : Negeri 1 Banda Aceh


(12)

Diploma IV : Teknik Manajemen Pabrik, USU Sekolah Pascasarjana : Ekonomi Pembangunan, USU


(13)

 

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1. Landasan Teori ... 13

2.1.1. Kajian Ekspor ... 13

2.1.2. Perdagangan Internasional ... 15

2.1.3. Permintaan dan Penawaran Ekspor ... 23

2.1.4. Faktor Nilai Tukar ... 25

2.1.5. Faktor Produksi ... 26

2.1.6. Faktor Harga ... 26

2.1.7. Faktor Pendapatan Perkapita ... 27

2.2. Peneliti Terdahulu ... 27

2.3. Kerangka Konseptual ... 29


(14)

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 33

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 33

3.3. Metode Analisis Data ... 34

3.3.1. Model Analisis ... 34

3.3.2.Variabel Penelitian ... 35

3.4. Metode Path Analysis ... 35

3.4.1. Uji Asumsi ... 37

3.4.2. Uji Statistik ... 40

3.4.3. Uji Hipotesis dan Uji Hubungan ... 42

3.5. Definisi Operasional ... 43

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN... 44

4.1. Gambaran Umum Kinerja Ekspor CPO Indonesia ... 44

4.1.1. Industri Kelapa Sawit ... 44

4.1.2. Perkebunan Kelapa Sawit ... 48

4.1.3. Produksi dan Pangsa Pasar Minyak Sawit (CPO) Indonesia ... 48

4.2. Perkembangan Produk Turunan CPO Uni Eropa ... 50

4.2.1. Perkembangan Minyak Makan Uni Eropa ... 50

4.2.2. Perkembangan Biodiesel Uni Eropa ... 51

4.3. Perkembangan Harga CPO Dunia ... 54

4.4. Pendapatan Perkapita Uni Eropa ... 55

4.5. Perkembangan Harga Minyak Mentah Dunia ... 57

4.6. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap USD ... 60

4.7. Analisis Pembahasan Ekspor CPO Indonesia Ke Uni Eropa ... 62

4.7.1. Uji Asumsi ... 62

4.7.2. Analisis Model ... 63

4.7.3. Uji Kesesuaian dan Uji Hubungan Kausal ... 63

4.7.4. Pengaruh Faktor terhadap Ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa ... 64


(15)

 

4.7.6. Pembahasan ... 74

4.7.7. Kelemahan Studi ... 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 88

5.1. Kesimpulan ... 88

5.2. Saran ... 91


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Ekspor CPO Indonesia ke Beberapa Negara Tujuan ('000 Ton) ... 4

3.1. Indeks Pengujian Kelayakan Model ... 42

4.1. Perkembangan Produksi, Ekspor dan Impor Minyak Kelapa Sawit Indonesia 49 4.2. Perkembangan Harga CPO ... 54

4.3. Hasil Komputerisasi Criteria Goodness of Fit Indices Model ... 63

4.4. Regression Weight Measurement Ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa ... 65

4.5. Koefisien Jalur Ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa ... 69

4.6. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa ... 69


(17)

 

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1. Produksi CPO Indonesia ... 3

2.1. Kerangka Konseptual Analisis Determinan Ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa ... 30

2.2. Hipotesis Penelitian Analisis Determinan Ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa ... 32

4.1. Pohon Industri Kelapa Sawit & Produk Turunannya ... 45

4.2. Perkembangan Ekspor Indonesia, Ekspor Dunia & Pertumbuhan Ekspor Indonesia (2002-2008) ... 49

4.3. Produksi Minyak Makan Uni Eropa (‘000 Ton) ... 50

4.4. Perkembangan Kapasitas Biodiesel Uni Eropa (‘000 Ton/Tahun) ... 52

4.5. Perkembangan Produksi Biodiesel Uni Eropa (‘000 Ton/Tahun) ... 53

4.6. Pendapatan Perkapita Uni Eropa (USD) ... 56

4.7. Harga Minyak Mentah Dunia (Brent) (USD/Barrel) ... 60

4.8. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap USD ... 61

4.9. Hasil Perhitungan Regression Weight Measurement Ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa ... 64

4.10. Hasil Perhitungan Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa ... 71


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Peta Tujuan Ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa ... 95

2. Data Nilai Tukar Rupiah terhadap USD ... 96

3. Data Produksi CPO Domestik ... 97

4. Data Harga CPO Dunia ... 98

5. Data Harga Ekspor CPO Domestik ... 99

6. Data Pendapatan Perkapita Uni Eropa ... 100

7. Data Produksi Minyak Makan Uni Eropa ... 101

8. Data Harga Minyak Mentah Dunia ... 102

9. Data Ekspor CPO Indonesia ... 103


(19)

 

DAFTAR SINGKATAN

BKPM Badan Koordinasi Penanaman Modal

BI Bank Indonesia

BPS Badan Pusat Statistik

CIF Cost, Insurance and Freight

CPO Crude Palm Oil

EBB European Biodiesel Board

ECHA European Chemicals Agency

EU European Union

FFA Free Fatty Acids

GDP Gross Domestic Product

MPOB Malaysian Palm Oil Board

PBS Perkebunan Besar Swasta

PKO Palm Kernel Oil

PKS Pabrik Kelapa Sawit

PR Perkebunan Rakyat

PTPN PT. Perkebunan Nusantara

RBD Refined Bleached Deodorized

REACH Registration, Authorisation and Restriction of Chemicals TBS Tandan Buah Segar


(20)

ANALISIS DETERMINAN EKSPOR CRUDE PALM OIL (CPO) INDONESIA KE UNI EROPA

ABSTRAK

Uni Eropa merupakan salah satu pasar alternatif yang strategis bagi produk Indonesia terutama dari hasil hutan dan Crude Palm Oil (CPO). Produk Indonesia akan bisa merambah pasar Eropa asalkan memiliki standar produk. Uni Eropa salah satu pasar alternatif yang strategis dibandingkan dengan pasar-pasar yang lain. Dengan demikian akses pasar akan lebih luas ke negara lain.

Berdasarkan data Oil World Annual & MBOP, ekspor CPO Indonesia ke beberapa Negara tujuan tahun 2002 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa pasar ekspor utama Indonesia adalah Uni Eropa, India dan China. Pada tahun 2002 sampai dengan 2007 Uni Eropa adalah pasar terbesar kedua bagi Indonesia, namun mulai pada tahun 2008 pasar Uni Eropa sudah menjadi pasar utama bagi Indonesia, hal ini menunjukkan bahwa masih cerahnya pasar Uni Eropa bagi Indonesia, walaupun Uni Eropa menerapkan beberapa kebijakan mengenai impor CPO.

Tujuan umum penelitian adalah untuk mengnalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa. Kemudian tujuan khususnya yaitu untuk menganalisis variabel-variabel seperti nilai tukar rupiah, produksi CPO domestic dan harga CPO dunia mempengaruhi harga ekspor CPO. Kemudian harga ekspor CPO, pendapatan perkapita Uni Eropa, produksi minyak makan Uni Eropa dan harga minyak mentah dunia mempengaruhi ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa.

Data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari Oil World Annual & MPOB, Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI), World Bank, EBB Uni Eropa dan dari berbagai sumber lainnya yang mendukung tahun 2000 s/d 2009. Penelitian ini menggunakan persamaan struktural yaitu Path Analyis yang dibantu dengan program aplikasi AMOS atau Analysis of Moment Structure.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai tukar mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan, produksi CPO domestik mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan dan harga CPO dunia mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap harga ekspor CPO. Harga ekspor CPO mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan, nilai tukar mempunyai pengaruh positif dan signifikan, produksi CPO domestik mempunyai pengaruh positif dan signifikan, harga CPO dunia mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan, pendapatan perkapita mempunyai pengaruh negatif dan signifikan, produksi minyak makan mempunyai pengaruh positif dan signifikan, dan harga minyak mentah dunia mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap ekspor CPO Indonesia.


(21)

 

Kata Kunci : Nilai tukar rupiah, produksi CPO domestik, harga CPO dunia, harga ekspor CPO, pendapatan perkapita, produksi minyak makan dan harga minyak mentah dunia.


(22)

ANALYZE DETERMINATION CRUDE PALM OIL CPO EXPORTS OF INDONESIA FOR EUROPEAN UNION

ABSTRACT

European Union (UE) is one of strategic alternative markets for Indonesia products especially for forest products and Crude Palm Oil (CPO). Indonesia Products will be able to enter/compete in Europe market in condition that products can meet the standard. European Union is one of strategic alternative markers compared with other existing markets. Thus, the market can be expanded to other countries widely.

Based on data of Oil World Annual & MBOP, the export of Indonesia on CPO (Crude Palm Oil) to some destination countries from 2002 until 2009 indicates that Indonesia's main exporting markets are namely European Union, India and China. In 2002 and 2007 the European Union is the second largest market for Indonesia, but starting from 2008, the EU (European Union) market has become a major market of Indonesia though Europe Union applies restricted policies on CPO (Crude Palm Oil) importing.

The general objectives if this thesis is to analyze factors that influence CPO exports of Indonesia for European Union (UE). In addition, special objective is to analyze the variables such as exchange rate of rupiah, production of domestic CPO and World CPO prices that influence export price of CPO. Moreover, the export price of CPO, per capita income of European Union (EU), and both edible oil of European Union (EU) and Crude Palm Oil prices that influence CPO exports of Indonesia to European Union (EU).

The used data is secondary data which is obtained form Oil World Annual & MPOB, Statistical Centre, Bank of Indonesia (BI), World Bank, EBB of European Union (EU) and supporting data sources in 2000 until 2009. This research applies similarity structure known as Path Analysis which is equipped by AMOS Application or Analysis of Moment Structure.

The result of this research indicates that exchange rate impacts possitively but not significantlly, domestic production of CPO impacts negativelly and insignificantly and world CPO prices impact possitvelly and significantlly towards export price of CPO. The export price of CPO impacts positively but insignificantly, exchange rate impacts positively and significantly, domestic production of CPO impacts positively and significantly, world price of CPO impacts negatively and insignificantly, per capita income impacts negatively and significantly, production of edible oil impacts positively and significantly, and World Crude Oil prices impacts negatively and significantly towards CPO exports of Indonesia.

Keyword : Exchange rate, Domestic Production of CPO, World CPO Prices, CPO Export prices, Per capita income, Edible Oil and World Crude Oil.


(23)

 

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang dan memiliki prospek baik ke depan adalah Perkebunan Kelapa Sawit. Dilihat dari proses awalnya, tanaman kelapa sawit sebagai tanaman keras akan menghasilkan minyak sawit dan inti sawit yang telah dikenal di Indonesia sejak jaman Belanda. Sedangkan hilirnya, minyak sawit dan inti sawit tersebut dapat diolah lebih lanjut dan akan menghasilkan minyak goreng (olein), mentega dan bahan baku sabun (stearin). Lebih ke hilir lagi, komoditi ini dapat menghasilkan ratusan produk turunan lainnya yang secara umum dikonsumsi masyarakat dunia saat ini. Dan saat ini salah satu perkembangan produk turunan kelapa sawit adalah bahan bakar minyak, dimana dengan ditemukannya teknologi ini otomatis kebutuhan CPO sebagai produk turunan pertama kelapa sawit meningkat tajam yang pada akhirnya mendorong kenaikan harga CPO di pasar internasional (Pahan Iyung. 2006).

Sampai saat ini produksi minyak kelapa sawit masih belum mampu mencukupi kebutuhan dunia di masa mendatang. Siklus badai El Nino yang diprediksi akan menyerang Indonesia dan Malaysia selaku negara produsen sawit utama dunia. Imbasnya terasa pada kapasitas produksi CPO yang otomatis akan menurun selama beberapa waktu.


(24)

Padahal saat itu konsumsi CPO dunia terus meningkat. Indonesia pada tahun depan seharusnya bisa meningkatkan ekspornya hingga 50% dari total kebutuhan dunia. Sebagai catatan, saat ini Indonesia masih menguasai 44% persen market share perdagangan CPO dunia. Selain faktor cuaca, sebagian besar pohon kelapa sawit juga membutuhkan peremajaan, sementara standar hidup yang makin tinggi di berbagai negara juga menambah kebutuhan akan minyak nabati.

Selain kebutuhan pangan, kelapa sawit juga sangat diperlukan di industri farmasi, kosmetik, baja, bahkan juga biodiesel. Seperti diketahui minyak kelapa sawit menjadi salah satu sumber energi alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan dan dan dapat diperbarui. Bahkan sesungguhnya Indonesia dapat menjadi penentu harga sawit dunia, mengingat posisinya sebagai produsen nomor satu di dunia. Sayangnya fakta saat ini adalah penentuan harga ada di tangan pembeli bukan penjual.

Produk CPO merupakan komoditas strategis di pasar global, sehingga kondisi dan harga CPO di pasar domestik sangat dipengaruhi oleh pasar global. Produk CPO merupakan komoditas ekspor potensial dan memberikan kontribusi cukup besar bagi perolehan devisa.

Berdasarkan informasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia dan pada tahun 2010. Dan dunia berharap Indonesia memberikan kontribusi besar terhadap kebutuhan CPO dunia. Hal ini disebabkan Malaysia sebagai salah satu pemasok CPO terbesar dunia tidak lagi memiliki


(25)

 

lahan pengembangan yang baru, hanya bertumpu pada peningkatan produktivitas sebesar 3% per tahun.

Indonesia adalah produsen CPO terbesar di dunia dengan volume 20,5 juta ton tahun 2009. Indonesia memasok 47% kebutuhan CPO dunia. Indonesia dan Malaysia menguasai 85% pasar CPO dunia. Yang diantaranya diekspor ke Uni Eropa. Beberapa negara tujuan ekspor lain adalah India, China, dan Singapura. Saat ini pasar Eropa merupakan tujuan ekspor terbesar untuk CPO Indonesia.

Indonesia merupakan produsen minyak sawit kedua terbesar di dunia setelah Malaysia pada periode 2001-2005. Sejak tahun 2006, jumlah produksi minyak sawit Indonesia telah melebihi Malaysia. Pada tahun 2002 total produksi minyak sawit baru mencapai 9,37 juta ton dan pada tahun 2005 total produksi minyak sawit telah mencapai 14,10 juta ton atau meningkat hampir dua kali lipat dalam kurun waktu 4 tahun. Sedangkan pada tahun 2009, produksi minyak sawit Indonesia mencapai 20,5 juta ton. Dibandingkan produksi tahun 2008 sebesar 19,3 juta ton maka terjadi peningkatan sebesar 5,7% dari produksi tahun 2008. Produksi CPO Indonesia berdasarkan adalah seperti pada Gambar 1.1 berikut.

Sumber: Dirjen Bina Produksi Perkebunan, Deptan RI, 2010


(26)

Berdasarkan uraian diatas, permintaan dunia terhadap produk CPO asal Indonesia terus meningkat, permintaan negara-negara Uni Eropa terhadap CPO dan produk turunannya asal Indonesia ternyata terus mengalami peningkatan signifikan. Bahkan, permintaan CPO jauh lebih dominan ketimbang produk turunan CPO.

Tabel 1.1. Ekspor CPO Indonesia ke Beberapa Negara Tujuan ('000 Ton) Tahun

Negara Tujuan

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Uni Eropa 1.496 1.682 1.885 2.183 2.614 2.782 3.207 3.632 India 1.767 1.916 2.035 2.335 2.789 3.010 3.053 3.096 China 789 980 1.269 1.589 1.930 2.071 2.492 2.913

Malaysia 205 225 660 472 643 544 751 958

Pakistan 669 730 835 863 1.093 1.029 1.161 1.293

Bangladesh 221 262 338 354 430 433 501 569

Turkey 152 160 196 226 260 288 319 350

Nigeria 141 158 181 229 264 272 357 442

Tanzania 114 123 153 168 193 199 219 239

Hongkong 101 110 130 185 213 232 324 416

Jordan 96 112 132 170 196 202 286 370

South Afrika 93 105 179 186 214 224 243 262

Russia 91 103 162 168 193 209 241 273

Egypt 89 129 190 191 220 240 279 318

Other Countries 466 575 651 1.117 1.287 915 1.037 1.159

Jumlah 6.490 7.370 8.996 10.436 12.539 12.650 14.470 16.290 Source: Oil World Annual & MBOP, 2010

Sumber Data: Dirjend Bina Produksi Perkebunan, Deptan RI, 2010

Pada tahun 2009, ekspor CPO Indonesia ke negara-negara Uni Eropa sebesar 3,6 juta ton. Dilihat dari komposisi tujuan ekspor, pangsa pasar ekspor CPO dan produk turunannya yang masuk ke negara-negara Uni Eropa sebesar 16,97% pada tahun 2004, kemudian meningkat menjadi 22,3% pada tahun 2009.


(27)

 

Berdasarkan data diatas, ekspor CPO Indonesia ke beberapa Negara tujuan tahun 2002 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa pasar ekspor utama Indonesia adalah Uni Eropa, India dan China. Pada tahun 2002 sampai dengan 2007 Uni Eropa adalah pasar terbesar kedua bagi Indonesia, namun mulai pada tahun 2008 pasar Uni Eropa sudah menjadi pasar utama bagi Indonesia, hal ini menunjukkan bahwa masih cerahnya pasar Uni Eropa bagi Indonesia, walaupun Uni Eropa menerapkan beberapa kebijakan mengenai impor CPO.

Menurut Kementrian BUMN (25 Juni 2009), Uni Eropa menjanjikan insentif tambahan dan akan menolong eksportir CPO asal Indonesia, terutama yang proses produksinya bersahabat dengan lingkungan (ecofriendly). Insentif tambahan itu diberikan hanya kepada pengekspor yang memproduksi dan memproses secara ramah lingkungan, karena maksud dari kebijakan ini adalah kepedulian terhadap lingkungan.

Dasar pemikiran ini adalah Uni Eropa berupaya meningkatkan pemanfaatan biofuel di kawasan mereka, dan salah satunya adalah CPO. Insentif tambahan ini tidak akan merugikan pengekspor crude palm oil (CPO) yang tidak memproduksi secara ramah lingkungan. Semua pengekspor CPO asal Indonesia akan menikmati tarif yang sama seperti yang diperoleh selama ini, terlepas dari bagaimana CPO itu diproduksi dan diproses. Maka Uni Eropa tidak pernah akan membatasi ekspor minyak kelapa sawit asal Indonesia, kenyataannya ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa memperlihatkan kenaikan. Tentu, jika ada yang menyatakan Uni Eropa membatasi CPO dari Indonesia, ekspor dari Indonesia ke kawasan itu pasti sudah turun.


(28)

Ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa akan terus tumbuh karena Uni Eropa menerapkan beberapa kebijakan bukan untuk menghentikannya tapi untuk melindungi lingkungan yang saat ini sudah mulai rusak akibat adanya perkebunan. Dan ekspor CPO Indonesia tetap menikmati akses penuh dan tanpa hambatan tarif ke pasar Uni Eropa. Produsen CPO dari Indonesia tidak akan dikenakan tarif yang lebih tinggi terlepas dari bagaimana minyak kelapa sawit tersebut diproduksi dan diproses.

Uni Eropa merupakan salah satu pasar alternatif yang strategis bagi produk Indonesia terutama dari hasil hutan dan Crude Palm Oil (CPO). Produk Indonesia akan bisa merambah pasar Eropa asalkan memiliki standar produk. UE salah satu pasar alternatif yang strategis dibandingkan dengan pasar-pasar yang lain. Dengan demikian akses pasar akan lebih luas ke negara lain.

Peningkatan kerja sama antara Negara Asean - Uni Eropa khususnya Uni Eropa dan Indonesia. Indonesia membutuhkan line kerja sama tradding (perdagangan) dan platform mengenai investasi. Kemudian capacity building karena sebenarnya ekonomi Indonesia dengan ekonomi Uni Eropa itu lebih banyak komplementernya dibandingkan kompetisinya. Maka banyak produk yang Indonesia unggul dan Uni Eropa membutuhkannya. Dan juga Uni Eropa memiliki teknologi maupun keuangan yang kuat dan juga membantu Uni Eropa yang begitu besar.

Kedua kekuatan ekonomi ini bisa meningkatkan kerja sama yang lebih sinergis dibandingkan dengan kerja sama di bidang yang lain. Melalui kerja sama Negara Asean - Uni Eropa ini diharapkan, Indonesia dapat mengakses teknologi dan akses keuangan untuk


(29)

 

pembangunan di Indonesia. Sekaligus meminta Uni Eropa membuka pasar untuk produk-produk dari Indonesia.

Produk turunan utama dari CPO yang di produksi oleh Uni Eropa yaitu minyak makan. berdasarkan data Oil World, produksi minyak makan (edible oil) Uni Eropa menurun dari 17,08 juta ton di tahun 2000 menjadi menjadi 16,8 juta ton pada tahun 2003. Kemudian mulai tahun 2004 produksi minyak makan (edible oil) Uni Eropa meningkat dari 16,9 juta ton pada tahun 2004 hingga mencapai 18,9 juta ton pada tahun 2009. Peningkatan ini seiring dengan peningkatan jumlah penduduk Uni Eropa yang secara langsung dapat meningkatkan kebutuhan akan minyak makan Uni Eropa.

Produk turunan lainnya yang sedang dikembangkan oleh Uni Eropa adalah Biodiesel. Uni Eropa merupakan produsen dan pasar biodiesel terbesar di dunia dengan target pasar sebesar 5,75% dari total konsumsi minyak diesel untuk transportasi pada tahun 2010.

Data European Biodiesel Board (EBB) juga menunjukkan bahwa produksi biodiesel Uni Eropa meningkat 64,7% dari 1,93 juta ton di tahun 2004 menjadi 3,18 juta ton di tahun 2005. Lebih tinggi dari periode tahun 2002 – 2004 dimana produksi biodiesel di Uni Eropa tumbuh 30% - 35% pertahun. Pesatnya pertumbuhan produksi biodiesel tahun 2005 terutama disebabkan tingginya pertumbuhan produksi di sejumlah Negara produsen terbesar yaitu Jerman, Perancis dan Italia. Selain itu Negara produsen biodiesel di Uni Eropa meningkat dari 11 negara di tahun 2004 menjadi 21 negara di tahun 2006. Kemudian di tahun 2009 produksi biodiesel Uni Eropa menjadi 9,05 juta ton seiring


(30)

dengan peningkatan kapasitas produksi Uni Eropa. Oil World memprediksikan produksi biodiesel Uni Eropa meningkat dari 3 juta ton di tahun 2005 menjadi lebih dari 9 juta ton di tahun 2010.

Selain pengembangan produk turunan CPO, penduduk Uni Eropa saat ini sudah mencapai 500 juta jiwa dengan keanggotaan dari 27 negara. Dengan bertambahnya penduduk Uni Eropa dan adanya kemungkinan bertambahnya keanggotaan Uni Eropa, maka diperkirakan akan semakin besar kebutuhan akan CPO termasuk CPO dari Indonesia.

Untuk ekspor Indonesia dengan tujuan negara - negara Uni Eropa, terdapat suatu aturan/kesepakatan antara negara terkait, yang dikenal dengan REACH (Registration, Authorisation and Restriction of Chemicals). Aturan yang diterapkan Uni Eropa terkait penggunaan bahan kimia yang aman ini, dianggap dapat mengurangi daya saing ekspor CPO dan turunannya. Setiap impor yang masuk ke Uni Eropa diwajibkan melakukan registrasi/pendaftaran kepada European Chemicals Agency (ECHA) mengenai kandungan bahan kimia. Pendaftaran produk dapat dilakukan oleh negara eksportir non Uni Eropa dengan menujuk sebuah perusahaan yang didirikan Uni Eropa yang bertindak sebagai perwakilan satu-satunya. Pada akhirnya, aturan tersebut kemudian mengharuskan negara eksportir (seperti Indonesia) menambah biaya.

Tantangan lain yang juga dihadapi Indonesia selaku negara pengimpor CPO adalah adanya tarif bea masuk, Indonesia dikenakan tarif bea masuk sebesar 3,8%. Hal ini menyebabkan harga CPO meningkat di negara tujuan ekspor (Eropa).


(31)

 

Ditengah derasnya ancaman boikot produk CPO Indonesia di pasar Negara maju, ternyata negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa tetap saja terus mengimpor dari Indonesia, bahkan volumenya semakin meningkat hingga pada 2009.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis melihat adanya fenomena terhadap aturan yang diterapkan oleh Uni Eropa, sehingga Indonesia sebagai salah satu Negara pengekspor CPO ke Uni Eropa dikenakan peraturan dan biaya seperti tariff bea masuk. Peraturan dan biaya yang dikenakan untuk Indonesia dirasakan termasuk sulit untuk masuk ke pasar ekspor Uni Eropa. Disamping peraturan tersebut, produk kelapa sawit Indonesia termasuk crude palm oil (CPO) selama ini sulit masuk ke pasar Uni Eropa dengan alasan standar kualitas, masalah lingkungan dan lain-lain.

Selain peraturan yang diterapkan Uni Eropa dan permintaan CPO Indonesia ke Uni Eropa, saat ini kontiniutas Uni Eropa mengimpor CPO dari Indonesia adalah untuk mengembangkan produk turunan dari CPO. Produk turunan utama adalah minyak makan, selain minyak makan produk lainnya yaitu margarine dan bahan bakar biodiesel, dan untuk memenuhi kebutuhan Uni Eropa akan produk CPO dari Indonesia guna memproduksi produk turunan CPO, maka permintaan CPO tersebut akan selalu meningkat.

Kondisi yang terlihat justru semakin meningkatnya ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa. Sehingga peneliti beranggapan perlu untuk meneliti sejauhmana pengaruh ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa, serta bagaimana arah hubungan tersebut, maka judul yang


(32)

diajukan penulis dalam penelitian ini adalah “Analisis Determinan Ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia ke Uni Eropa”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan deskripsi yang telah dituangkan diatas, maka pembahasan penelitian ini akan dibatasi pada beberapa pokok perumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap harga ekspor CPO? 2. Apakah produksi CPO domestik berpengaruh terhadap harga ekspor CPO? 3. Apakah harga CPO dunia berpengaruh terhadap harga ekspor CPO?

4. Apakah harga ekspor CPO berpengaruh terhadap ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa?

5. Apakah nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa? 6. Apakah produksi CPO domestik berpengaruh terhadap ekspor CPO Indonesia ke Uni

Eropa?

7. Apakah harga CPO dunia berpengaruh terhadap ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa? 8. Apakah pendapatan perkapita berpengaruh terhadap ekspor CPO Indonesia ke Uni

Eropa?

9. Apakah produksi minyak makan berpengaruh terhadap ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa?

10. Apakah harga minyak mentah dunia berpengaruh terhadap ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa?


(33)

 

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh nilai tukar rupiah terhadap harga ekspor CPO.

2. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh produksi CPO domestik terhadap harga ekspor CPO.

3. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh harga CPO dunia terhadap harga ekspor CPO.

4. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh harga ekspor CPO terhadap ekpor CPO Indonesia ke Uni Eropa.

5. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh nilai tukar rupiah terhadap ekpor CPO Indonesia ke Uni Eropa.

6. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh produksi CPO domestik terhadap ekpor CPO Indonesia ke Uni Eropa.

7. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh harga CPO dunia terhadap ekpor CPO Indonesia ke Uni Eropa.

8. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh pendapatan perkapita terhadap ekpor CPO Indonesia ke Uni Eropa.

9. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh produksi minyak makan terhadap ekpor CPO Indonesia ke Uni Eropa.


(34)

10. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh harga minyak mentah dunia terhadap ekpor CPO Indonesia ke Uni Eropa.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Dapat menambah wawasan mahasiswa serta dapat menganalisa perkembangan salah satu komoditi hasil perkebunan Indonesia yaitu kelapa sawit.

2. Dapat memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa, sehingga dapat bermanfaat pada pengembangan ekspor CPO Indonesia.

3. Sebagai bahan referensi bagi pihak pihak lain yang berniat untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang masalah ekspor komoditi pertanian Indonesia secara lebih luas dan mendalam.


(35)

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Kajian Ekspor

Ekspor dan impor suatu negara terjadi karena adanya manfaat yang diperoleh akibat transaksi perdagangan luar negeri. Perdagangan dapat juga memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara serta membantu berbagai usaha untuk melakukan pembangunan dan meningkatkan peranan sektor yang mempunyai keunggulan komparatif karena efisiensi dalam faktor-faktor produksi. Nopirin menyatakan bahwa Ekspor berasal dari produksi dalam negeri dijual/dipakai oleh penduduk luar negeri, maka ekspor merupakan injeksi ke dalam aliran pendapatan seperti halnya investasi. Sedangkan impor merupakan kebocoran dari pendapatan, karena menimbulkan aliran modal ke luar negeri. Ekspor bersih yakni ekspor dikurangi impor (X-M) adalah jembatan yang menghubungkan antara pendapatan nasional dengan transaksi internasional (Syaikhu N, 2010:14).

Sehubungan dengan ekspor suatu komoditas, Kindleberger dan Lindert (Nurdin, 2008:40), menyatakan bahwa secara teoritis volume ekspor dari suatu negara merupakan selisih antara penawaran dan permintaan domestic (excess demand) bagi negara konsumen.

Selanjutnya menurut Soekartawi (Nurdin, 2008:38), ekspor merupakan bagian dari perdagangan internasional bisa dimungkinkan oleh beberapa kondisi antara lain:


(36)

a. Adanya kelebihan produksi dalam negeri sehingga kelebihan tersebut dijual keluar negeri melalui kebijaksanaan ekspor.

b. Adanya permintaan luar negeri untuk suatu produk walaupun produk tersebut karena adanya kekurangan produk dalam negeri.

c. Adanya keuntungan yang lebih besar dari penjualan keluar negeri daripada penjualan di dalam negeri. Karena harga di pasar dunia yang lebih menguntungkan.

d. Adanya kebijaksanaan ekspor yang bersifat politik.

e. Adanya barter antar produk tertentu dengan produk lain yang diperlukan dan tak dapat diproduk di dalam negeri.

Lebih lanjut menurut Soekartawi alasan mendesak mengapa suatu negara perlu menggalakan ekspor adalah untuk meningkatkan kekayaan Negara yang berarti pula meningkatkan peningkatan pendapatan perkapita. Alasan lain perlunya peningkatan ekspor bagi negara kita karena negara kita terus mengadakan impor, sehingga negara memerlukan devisa untuk membayar impor yang dilakukannya.

Berdasarkan teori tersebut, maka ekspor suatu komoditas ke pasaran international dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor domestik, harga luar negeri dan faktor permintaan dan penawaran domestik antarnegara. Selain itu secara implisit ekspor juga dipengaruhi oleh faktor nilai tukar (exchange rate) mata uang suatu negara dengan negara lain.

Sedangkan menurut Paul A.Samuelson dan William D.Nordhaus 1994:182-183) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi volume dan nilai ekspor suatu


(37)

 

negara tergantung pada pendapatan dan output luar negeri, nilai tukar uang (kurs) serta harga relatif antara barang dalam negeri dan luar negeri.

Apabila output luar negeri meningkat, atau nilai tukar terhadap mata uang negara lain menurun, maka volume dan nilai ekspor suatu negara akan cenderung meningkat, demikian juga sebaliknya. Selain itu, pilihan antara barang dalam negeri dan barang luar negeri berkaitan dengan harga relatif kedua barang tersebut. Bila harga suatu barang buatan dalam negeri meningkat secara relatif terhadap harga barang luar negeri, maka penduduk tersebut akan cenderung membeli lebih banyak barang luar negeri. Sehingga jumlah dan nilai ekspor akan dipengaruhi oleh harga relatif antara barang-barang dalam negeri dan luar negeri, yang pada gilirannya akan tergantung dari harga dalam negeri, harga internasional dan nilai tukar uang terhadap dollar.

2.1.2. Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu

dengan dengan pemerintah negara

lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan . Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun, dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong


(38)

, , dan kehadira

Perdagangan internasional merupakan hal yang vital karena perdagangan luar negeri akan meningkatkan kemungkinan konsumsi suatu negara. Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara mengkonsumsi lebih banyak barang dibandingkan yang tersedia menurut garis perbatasan kemungkinan produksi pada keadaan swasembada tanpa perdagangan luar negri (Lindert, 1993).

Kunci perdagangan internasional adalah teori keunggulan komparatif. Prinsip teori ini bahwa suatu negara dapat meningkatkan standar kehidupan dan pendapatan riilnya melalui spesialisai produksi komoditi yang memiliki produktivitas tinggi. Negara-negara akan mengutamakan untuk memproduksi komoditi yang paling produktif. Prinsip keunggulan komparatif menunjukkan bahwa spesialisasi akan menguntungkaan semua negara meskipun ada negara yang secara mutlak lebih efisien dalam memproduksi semua barang dibandingkan Negara lainnya. Jika negara-negara itu mau melakukan spesialisasi produk di mana mereka mendapat keunggulaan komparatif (atau efisiensi relatif lebih tinggi), maka perdagangan antar negara akan menguntungkaan bagi semuanya. Karena itu mengingat kondisi produktif di tiap negara sangat berbeda, negara-negara tersebut sangat menyadari bahwa akan lebih menguntungkan jika melakukan spesialisasi dalam produksi suatu jenis barang tertentu (Lindert, 1993).

Dalam teori modern mengenai perdagangan internasional dikenal teori Hecsher dan Ohlin (H-O). Teori ini disebut juga factor proportion theory atau teori ketersediaan


(39)

 

faktor. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa perdagangan internasional misalnya, antara Indonesia dan Amerika Serikat terjadi karena opportunity cost yang berbeda antara kedua negara tersebut. Perbedaan ongkos alternatif tersebut dikarenakan adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi (misalnya tenaga kerja, modal, tanah dan bahan baku yang dimiliki kedua negara tersebut. Indonesia memiliki tanah yang lebih luas dan bahan-bahan baku serta tenaga kerja (khususnya dari golongan berpendidikan rendah) yang jauh lebih banyak dibandingkan Amerika Serikat. Sebaliknya Amerika Serikat memiliki tenaga kerja dengan pendidikan tinggi dalam jumlah yang lebih banyak dari pada Indonesia.

Jadi karena factor endowment-nya berbeda, maka sesuai hukum pasar, harga dari faktor-faktor produksi tersebut juga berbeda antara Indonesia dan Amerika Serikat. Mialnya hanya ada dua faktor produksi yakni tenaga kerja (L) dan modal (K) dengan harga masing-masing w (gaji) dan r (suku bunga). Dengan demikian tingkat gaji di Indonesia lebih murah dari pada di Amerika Serikat dan tingkat suku bunga di Indonesia lebih mahal dibandingkan di Amerika Serikat. Akan tetapi dengan perbedaan harga faktor tersebut dengan sendirinya belum tentu dapat dikatakan bahwa Indonesia unggul dari Amerika Serikat dalam membuat suatu barang. Hal ini tergantung pada tingkat intensitas pemakaian tenaga kerja dan modal dalam memproduksi barang tersebut.

Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan internasional, di antaranya sebagai berikut:


(40)

1. Vent For Suplus

Teori Vent for Suplus pada intinya lebih menekankan pada sisi penawaran dengan dasar pemikiran yang sama dengan pemikiran yang melandasi teori penawaran. Teori ini menyatakan bahwa suatu Negara akan mengekspor produk-produk yang dibuat apabila terjadi kelebihan supply dipasar dalam negeri. Kelebihan stok dapat terjadi karena beberapa hal, misalnya konsumsi dalam negeri berkurang karena berbagai hal, sementara volume produksi tetap tidak berubah. Teori tersebut mengatakan bahwa suatu Negara akan mengekspor produk yang dibuatnya apabila terjadi exces supply (kelebihan stok) di dalam negeri. Kelebihan stok bisa terjadi karena berbagai hal misalnya, konsumsi dalam negeri berkurang, pendapatan masyarakat, atau karena produk tersebut sudah tidak diminati di dalam negeri, atau kelebihan stok akibat kondisi panen raya.

2. Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri

3. Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatka

4. Adanya perbedaan kemampuan penguasaan

mengolah sumber daya

5. Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu produk tersebut.

6. Adanya perbedaan keadaan seperti

dan jumla adanya keterbatasan


(41)

 

7. Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.

8. Keinginan membuka

9. Terjadinya era

sendiri.

Seringkali terdapat banyak hambatan dalam melakukan perdagangan internasional. Hambatan itu ada yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Kebijakan perdaganan luar negeri memiliki dua tujuan utama, yakni meningkatkan ekspor dan mengurangi ketergantungan pada impor. Untuk meningkatkan ekspor, kebijakan perdagangan luar negeri mempunyai sejumlah instrumen, diantaranya pemberian subsidi ekspor bagi eksportir yang sudah memiliki sertifikat ekspor, pemberian fasilitas kredit perbankan dengan suku bunga murah, dan pembebasan. Sedangkan kebijakan perdaganggan luar negeri yang bertujuan mengurangi impor juga memiliki sejumlah instrument diantaranya adalah pengenaan bea masuk terhadap impor dengan tarif hal ini lajim disebut proteksi.

Menurut D.Salvatore (1997: 270) hambatan perdagangan internasional terdiri dari hambatan tarif dan nontarif sebagai berikut:

i. Hambatan Tarif

Tarif merupakan salah satu instrumen kebijakan perdagangan luar negeri yang membatasi arus perdagangan internasional, tarif adalah suatu pembebanan atas barang yang melintasi daerah pabean (daerah geografis). Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan lintas batas teritorial. Tarif ini


(42)

merupakan kebijakan yang paling tua dan secara tradisional telah digunakan sebagai sumber penerimaan pemerintah.

Pengenaan tarif dimaksudkan untuk memproteksi produk dalam negeri. Dengan adanya tarif harga barang impor dalam mata uang nasional meningkat sehingga permintaan di pasar dalam negeri menurun dan hal tersebut mendorong produksi dalam negeri karena adanya kenaikan permintaan domestik atas barang hasil dalam negeri. Ada tiga macam jenis tarif yang biasa digunakan dalam perdagangan internasional yaitu:

1. Bea Ekspor (export duties) adalah pajak yang dikenakan terhadap barang yang diangkut atau diekspor menuju negara lain.

2. Bea Transito (transit duties) adalah pajak atau bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang melalui wilayah suatu negara dengan ketentuan bahwa barang tersebut sebagai tujuan akhirnya adalah negara lain.

3. Bea Impor (impor duties) adalah pajak atau bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang masuk kedalam suatu negara dengan ketentuan bahwa negara tersebut sebagai tujuan akhir.

ii. Hambatan Non-Tarif

Instrumen kebijakan perdaganan internasional selain tarif adalah berupa kebijakan non tarif, yang terdiri dari:


(43)

 

Kuota merupakan pembatasan secara kuantitatif tidak hanya terhadap impor, tetapi juga diterapkan oleh banyak negara terhadap ekspor, karena tujuan utama pengenaan kuota adalah untuk kepentingan konsumen di dalam negeri, yakni menjaga ketersediaan stok domestik.

2. Embargo

Adalah pelarangan impor dan ekspor jenis produk tertentu atau pelarangan secara total dalam perdagangan dengan negara tertentu sebagai suatu tambahan dalam kebijakan politik yang dilakukan pemerintah.

3. Kartel-kartel Internasional

Merupakan sebuah organisasi produsen komoditi tertentu dari berbagai negara yang sepakat untuk membatasi outputnya dan juga mengendalikan ekspor komoditi tersebut dengan tujuan untuk memaksimalkan keuntungan.

4. Dumping

Adalah kebijakan ekspor dari suatu komoditi dengan harga jauh dibawah pasaran atau penjualan komoditi di luar negeri dengan harga yang jauh lebih murah dibanding dengan harga penjualan domestik.

5. Subsidi Ekspor

Adalah pembayaran langsung atau pemberian keringanan pajak dan bantuan subsidi kepada para eksportir atau calon eksportir nasional, atau pemberian pinjaman kepada pengimpor asing dengan bunga rendah dalam rangka memacu ekspor suatu negara.


(44)

Terdapat beberapa perbedaan antara perdagangan dalam negeri dan perdagangan internasional. Perbedaan tersebut antara lain sebagai berikut:

a. Jangkauan wilayah

Perdagangan dalam negeri mencakup satu wilayah negara, sedangkan perdagangan antar negara menjangkau beberapa negara.

b. Cara pembayaran

Cara pembayaran pada perdagangan dalam negeri menggunakan satu macam mata uang, sedangkan perdagangan luar negeri menggunakan macam-macam mata uang (valuta asing).

c. Sistem distribusi

Perdagangan dalam negeri lebih banyak dilakukan dengan menggunakan sistem distribusi langsung. Sedangkan perdagangan luar negeri menggunakan sistem distribusi tidak langsung.

d. Peraturan yang berlaku

Peraturan yang harus diikuti dalam perdagangan antarnegara lebih rumit dibandingkan dengan perdagangan dalam negeri. Dalam perdagangan internasional melibatkan sekurang-kurangnya dua negara. Oleh karena itu, peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh pedagang internasional sekurang-kurangnya berlaku pada dua negara tersebut.


(45)

 

Karena penjual dan pembeli suatu barang berasal dari berbagai negara maka tingkat persaingan perdagangan antarnegara lebih ketat dibandingkan dengan perdagangan dalam negeri.

f. Satuan ukuran dalam berat, panjang, dan isi

Dalam perdagangan dalam negeri biasanya digunakan ukuran berat, panjang, dan volume yang berlaku di dalam negeri. Namun untuk perdagangan internasional, ukuran-ukuran tersebut harus menggunakan ukuran yang berlaku secara internasional. g. Biaya angkutan

Dalam perdagangan internasional diperlukan biaya angkutan yang lebih tinggi daripada perdagangan dalam negeri. Ini terjadi karena perbedaan jarak dan sistem administrasi perdagangan.

h. Tatap muka langsung penjual dan pembeli

Dalam perdagangan dalam negeri, antara penjual dan pembeli dapat bertatap secara langsung. Akan tetapi, dalam perdagangan internasional bagi penjual dan pembeli untuk bertatap muka secara langsung tidak mudah.

2.1.3. Permintaan dan Penawaran Ekspor

Permintan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dan dalam periode tertentu.

Atas dasar kebutuhan ini individu tersebut mempunyai permintaan akan barang. Makin banyak penduduk suatu negara makin besar permintaan masyarakat akan sesuatu jenis barang. Sepintas lalu pengertian ini tidak menimbulkan masalah akan tetapi bila kita


(46)

pikirkan lebih jauh dalam dunia nyata, barang di pasar mempunyai harga. Dengan kata lain permintaan baru mempunyai arti apabila didukung oleh tenaga beli pemintaan barang. Permintaan yang didukung oleh kekuatan daya beli disebut permintaan efektif, sedangkan permintaan yang hanya didasarkan atas kebutuhan saja disebut sebagai permintaan potensial. Daya beli seseorang tergantung atas dua unsur pokok yaitu pendapatan yang dapat dibelanjakan dan harga barang yang dikehendaki.

Menurut Papas dan Mark Hirshey (1995), menyatakan bahwa permintaan adalah sejumlah barang dan jasa yang dibeli oleh konsumen selama periode tertentu berdasarkan situasi dan kondisi tertentu. Menurut Papas dan Mark Hirshey (1995), terdapat dua (2) model dasar dalam permintaan, yang pertama adalah permintaan langsung yang dikenal sebagai teori konsumen, dan yang kedua adalah permintaan turunan yaitu permintaan atas bahan baku sebagai input di dalam pembuatan suatu barang atau jasa yang diminta untuk didistribusikan menjadi produk lainnya.

Secara teoritis ekspor suatu barang dipengaruhi oleh suatu penawaran (supply)dan permintaan (demand). Dalam teori perdagangan internasional disebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor dapat dilihat dari sisi permintaan dan sisi penawaran (Krugman dan Obstfeld, 2000; Salvatore, 1996). Dari sisi permintaan, ekspor dipengaruhi oleh harga ekspor, nilai tukar riil, pendapatan dunia dan kebijakan devaluasi. Sedangkan dari sisi penawaran, ekspor dipengaruhi oleh harga ekspor, harga domestik, nilai tukar riil, kapasitas produksi yang bisa diproksi melalui investasi, impor bahan baku, dan kebijakan deregulasi.


(47)

 

Ekspor merupakan bentuk paling sederhana dalam sistem perdagangan internasional dan merupakan suatu strategi dalam memasarkan produksi ke luar negeri. Faktor-faktor seperti pendapatan negara yang dituju dan populasi penduduk merupakan dasar pertimbangan dalam pengembangan ekspor (Kotler dan Amstrong (1996), diterjemahkan oleh Sindoro (1997).

Menurut Nicholson (1998) ketika pendapatan total meningkat, dengan asumsi faktor lain tidak berubah (ceteris paribus), maka kuantitas barang yang dibeli untuk setiap orang juga akan berubah, namun peningkatan tersebut tergantung dari jenis barangnya, apabila barang dimaksud adalah barang normal maka peningkatannya akan cenderung lambat.

Produk-produk yang betul-betul kompetitif, penawaran dan permintaan domestik akan tergantung pada harga barang, sedangkan permintaan dan penawaran asing (ekspor) akan bergantung pada harga dalam mata uang asing (Krugman dan Obstfeld (2000) yang diterjemahkan oleh Basri (2004), dijelaskan pula bahwa perdagangan akan terjadi di suatu pasar apabila terdapat perbedaan harga pada waktu sebelum perdagangan, jika kedua negara menghasilkan produk yang sama. Selain berbagai faktor tersebut diatas, hubungan perdagangan antar negara yang mempengaruhi aktivitas ekspor impor adalah nilai tukar mata uang masing-masing negara.

2.1.4. Faktor Nilai Tukar

Penurunan nilai tukar akan berakibat pada naiknya kemampuan untuk membeli suatu barang yang lebih besar. Sedangkan apabila nilai tukar menguat akan berakibat pada


(48)

kemampuaan akan menurun untuk memperoleh barang tersebut. Kurs valuta asing merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan apakah barang-barang di negara lain “lebih murah” atau “lebih mahal” dari barang-barang yang diproduksi di dalam negeri.

2.1.5. Faktor Produksi

Lincolin Arsyad (2000) mengatakan bahwa, sifat fungsi produksi merupakan faktor penentu factor penentu struktur pasar yang paling fundamental. Industri-industri yang fungsi produksinya menunjukkan keadaan increasing return to scale yang outputnya relative besar dibandingkan dibandingkan dengan permintaan totalnya jumlah produsennya yang lebih sedikit sehingga tingkat persaingannya lebih ringan daripada di dalam industri-industri yang fungsi produksinya bersifat konstan atau decreasing return to scale yang masuk ke pasar dengan tingkat output yang relative kecil dibandingkan dengan permintaan total.

2.1.6. Faktor Harga

Harga barang merupakan aspek pokok dalam pembahasan teori ekonomi dan pembentukan harga dari suatu barang terjadi di pasar melalui suatu mekanisme. Apabila pada suatu tingkat tertinggi kuantitas barang yang diminta melebihi kuantitas barang yang ditawarkan maka harga akan niak, sebaliknya bila kuantitas barang yang ditawarkan pada harga tersebut lebih banyak daripada kuantitas permintaan, maka harga cenderung turun. Tingginya harga mencerminkan kelangkaan dari barang tersebut. Sampai pada tingkat


(49)

 

harga tertinggi konsumen cenderung menggantikan barang tersebut dengan barang lain yang mempunyai hubungan dekat dan relative lebih murah (Budiono, 2001).

2.1.7. Faktor Pendapatan Perkapita

Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan perkapita didapatkan dari hasil pembagian negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan perkapita juga merefleksikan dan tingkat pembangunan sebuah semakin makmur negara tersebut.

2.2. Peneliti Terdahulu

Munadi (2007) meneliti tentang permintaan ekspor minyak kelapa sawit indonesia ke India dengan menggunakan model ECM dimana variabel terdiri dari harga CPO dunia, harga minyak kedelai dan nilai tukar (Rp/USD). Hasil analisis regresi terhadap persamaan permintaan ekspor dengan menggunakan pendekatan ECM mengindikasikan permintaan ekspor minyak kelapa sawit dari Indonesia ke India tidak terdapat hubungan dalam jangka panjang yang diindikasikan dengan pengaruh yang tidak nyata dari Faktor error correction model (ECM). Dalam jangka pendek permintaan ekspor kelapa sawit oleh India sangat dipengaruhi oleh rasio antara harga minyak kedelai dan harga minyak kelapa sawit dunia dengan elastis sebesar 2,74, Indeks produksi dengan elastisitas sebesar 2,69 dan koefisien penyesuaian yang direfleksikan dengan permintaan ekspor ke India tahun lalu


(50)

sebesar 0,89. Penurunan pajak ekspor akan diikuti oleh meningkatnya jumlah minyak sawit yang diekspor. Penurunan pajak ekspor sebesar 10% akan meningkatkan harga minyak sawit dalam negeri sebesar 14.83%.

Zainal (2008) meneliti tentang analisis eksport crude palm oil (CPO) Indonesia. Variabel yang digunakan adalah harga CPO dunia, harga CPO domestik, harga minyak kelapa dan nilai tukar rupiah. Metode analisis yang digunakan adalah metode 2SLS (Two

Stage Least Square). Berdasarkan hasil analisis membuktikan bahwa harga CPO

domestik, harga CPO dunia, nilai tukar dan harga minyak kelapa secara simultan berpengaruh nyata terhadap ekspor minyak sawit (CPO) Indonesia, sedangkan nilai tukar rupiah secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap ekspor minyak sawit (CPO) Indonesia.

M. Idris (2009) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan minyak goreng curah di kota Medan. Variabel yang digunakan harga minyak goreng curah, pendapatan rumah tangga dan jumlah anggota rumah tangga. Data yang digunakan adalah data primer yaitu dengan penyebaran kuisiooner. Metode analisis yang digunakan Multiple Regression dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi permintaan minyak goreng curah di kota Medan yaitu jumlah anggota rumah tangga dan pendapatan rumah tangga, sedangkan harga minyak goreng curah tidak signifikan terhadap permintaan minyak goreng curah di kota Medan.


(51)

 

Anis Wulantoro (2009) meneliti tentang kebijakan dan pertumbuhan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke Negara Belanda. Variabel yang digunakan adalah nilai tukar rupiah terhadap USD, harga ekspor minyak sawit Indonesia, harga pesaing Malaysia, produksi minyak sawit. Metode analisis yang digunakan adalah pengujian koefisien regresi yaitu autokorelasi dan multikolinearitas. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah terhadap USD tidak signifikan terhadap ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke Negara Belanda. Dan harga ekspor minyak sawit Indonesia, harga pesaing Malaysia, produksi minyak sawit signifikan terhadap ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke Negara Belanda.

Gayus (2010) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan minyak kelapa sawit serta tingkat keunggulan komparatif di Indonesia. Meneliti dianalisis dengan menggunakan analisis regresi untuk memperkirakan faktor-faktor yang berpengaruh, analisis RCA dan A R untuk mengetahui keunggulan komparatif serta analisis ISP untuk mengetahui posisi minyak kelapa sawit di pasar internasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata volume ekspor tertinggi adalah ke negara Belanda. Permintaan ekspor minyak kelapa sawit dipengaruhi oleh jumlah penduduk negara pengimpor, volume produksi minyak kelapa sawit Indonesia, harga minyak kelapa sawit dunia dan harga minyak kelapa sawit domestik. Sedangkan variabel GDP dan nilai tukar mata uang asing (US$) tidak mempengaruhi permintaan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia. Analisis terhadap keunggulan komparatif produk, diketahui bahwa pangsa pasar minyak kelapa sawit lebih besar daripada pangsa pasar minyak kelapa sawit lain di


(52)

pasar internasional, serta percepatan pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding pengekspor dari negara lain.

2.3. Kerangka Konseptual

Pada Gambar 2.1 berikut menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah, produksi CPO domestic dan harga CPO dunia berpengaruh terhadap harga ekspor CPO. Kemudian nilai tukar rupiah, produksi CPO domestic, harga CPO dunia, harga ekspor CPO, pendapatan perkapita Uni Eropa, produksi minyak makan Uni Eropa dan harga minyak mentah dunia berpengaruh terhadap ekspor CPO Indonesia.

Berdasarkan perumusan masalah, landasan teori dan berbagai penelitian sebelumnya, maka dapat dibentuk suatu kerangka konseptual penelitian sebagai berikut:

NT

PCD

HD

Y

PMM

HE

PP


(53)

 

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Analisis Determinan Ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa

Keterangan:

Y = Ekspor CPO Indonesia ke UE (Ton) NT = Nilai Tukar Rupiah (Rp/USD)

PCD = Produksi CPO Domestik (Ton/Tahun) HD = Harga CPO Dunia (USD/Ton)

HE = Harga Ekspor CPO (USD/Ton)

PP = Pendapatan Perkapita UE (USD/Tahun) PMM = Produksi Minyak Makan UE (Ton/Tahun) HMD = Harga Minyak Mentah Dunia (USD/Barrel)

2.4. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis penelitian ini adalah:

1. Nilai tukar rupiah berpengaruh positif terhadap harga ekspor CPO, cateris paribus. 2. Produksi CPO domestik berpengaruh negatif terhadap harga ekspor CPO, cateris

paribus.

3. Harga CPO dunia berpengaruh positif terhadap harga ekspor CPO, cateris paribus. 4. Harga ekspor CPO berpengaruh positif terhadap ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa,

cateris paribus.

5. Nilai tukar rupiah berpengaruh positif terhadap ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa, cateris paribus.

6. Produksi CPO domestik berpengaruh positif terhadap ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa, cateris paribus.

7. Harga CPO dunia berpengaruh negatif terhadap ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa, cateris paribus.


(54)

8. Pendapatan perkapita berpengaruh positif terhadap ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa, cateris paribus.

9. Produksi minyak makan berpengaruh positif terhadap ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa, cateris paribus.

10.Harga minyak mentah berpengaruh negatif terhadap ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa, cateris paribus.

NT

PCD

HD

Y

PMM

HE

PP

HMD

h1

h2

h3

h4

h5

h6

h7

h8

h9

h10

Gambar 2.2. Hipotesis Penelitian Analisis Determinan Ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa


(55)

 

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis determinan ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa tahun 2000 s/d 2009. Secara khusus penelitian ini mengidentifikasi apakah nilai tukar rupiah, produksi CPO domestik dan harga CPO dunia secara signifikan mempengaruhi terhadap harga ekspor CPO. Kemudian harga ekspor CPO, pendapatan perkapita Uni Eropa, produksi minyak makan Uni Eropa dan harga minyak mentah dunia secara signifikan mempengaruhi ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yang digunakan adalah data yang dicatat secara sistematis yang berbentuk data runtut waktu (time series data). Dalam penelitiaan ini digunakan data triwulanan tahun 2000 s/d 2009 yang diperoleh dari berbagai sumber antara lain Oil World Annual & MPOB, EBB Uni Eropa, Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI), World Bank dan dari berbagai sumber lainnya yang mendukung.


(56)

Dalam menganalisis besarnya pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel tidak bebas, penelitian ini menggunakan persamaan struktural yaitu Path Analyis yang dibantu dengan program aplikasi AMOS atau Analysis of Moment Structure.

3.3.1. Model Analisis

Secara matematis model analisis dapat dituliskan melalui fungsi sebagai berikut: Y = f (NT, PCD, HD, HE, PP, PMM, HMD) ….………... (1)

Dari fungsi tersebut dibuat persamaan pengaruh langsung, tidak langsung dan pengaruh total yang dituliskan sebagai berikut:

1. Pengaruh langsung

HE= β1NT + β2PCD + β3HD+ e1 …...……….…….….……….. (2)

Y = β4HE + β5PP + β6PMM+ β7HMD+ e2 …...……….……. (3)

2. Pengaruh tidak langsung

Y = β1NT + β2PCD + β3HD+ β4HE + e3 …...……….………….……. (4)

3. Pengaruh Total

Y = β1NT + β2PCD + β3HD+ β4HE + β5PP + β6PMM+ β7HMD+ e4 … (5)

Keterangan:

Y = Ekspor CPO Indonesia ke UE (Ton) NT = Nilai Tukar Rupiah (Rp/USD)

PCD = Produksi CPO Domestik (Ton/Tahun) HD = Harga CPO Dunia (USD/Kg)


(57)

 

PP = Pendapatan Perkapita UE (USD/Tahun) PMM = Produksi Minyak Makan UE (Ton/Tahun) HMD = Harga Minyak Mentah Dunia (USD/Barrel) 1 - 7 = Koefisien Regresi

e1, e4 = Term of error

3.3.2. Variabel Penelitian

Berdasarkan kerangka konseptual pada Gambar 2.1 maka variabel dikelompokkan kedalam tiga kelompok, yaitu:

a. Variabel terikat (dependent variabel) yaitu: 1. Ekspor CPO

b. Variabel antara (intervening variabel) yaitu: 1. Harga Ekspor CPO

c. Variabel bebasnya (independent variabel) yaitu: 1. Nilai Tukar Rupiah

2. Produksi CPO Domestik 3. Harga CPO Dunia 4. Pendapatan Perkapita 5. Produksi Minyak Makan 6. Harga Minyak Mentah Dunia


(58)

Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode Path Analysis. Perangkat lunak yang digunakan untuk analisis struktural adalah AMOS 16.

Telaah statistika menyatakan bahwa untuk tujuan peramalan/pendugaan nilai Y atas dasar nilai-nilai X1, X2, …., Xi, pola hubungan yang sesuai adalah pola hubungan

yang mengikuti Model Regresi, sedangkan untuk menganalisis pola hubungan kausal antar variabel dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung, secara serempak atau mandiri beberapa variabel penyebab terhadap sebuah variabel akibat, maka pola yang tepat adalah Model Analisis Jalur.

Analisis jalur (Path Analysis) dikembangkan oleh Sewall Wright (1934). Path analysis digunakan apabila secara teori kita yakin berhadapan dengan masalah yang berhubungan sebab akibat. Tujuannya adalah menerangkan akibat langsung dan tidak langsung seperangkat variabel, sebagai variabel penyebab, terhadap variabel lainnya yang merupakan variabel akibat.

Beberapa istilah dan definisi dalam Path Analysis: (1) Dalam Path Analysis, kita hanya menggunakan sebuah lambang variabel, yaitu X. Untuk membedakan X yang satu dengan X yang lainya, kita menggunakan subscript (indeks). Contoh: X1, X2, X3 …. Xk.

(2) Kita membedakan dua jenis variabel, yaitu variabel yang menjadi pengaruh (exogenous variable), dan variabel yang dipengaruhi (endogenous variable). (3) Lambang hubungan langsung dari eksogen ke endogen adalah panah bermata satu, yang bersifat recursive atau arah hubungan yang tidak berbalik/satu arah. (4) Diagram jalur merupakan


(59)

 

diagram atau gambar yang mensyaratkan hubugan terstruktur antar variabel (Harun Al Rasyid, 2005).

Secara matematik analisis jalur mengikuti pola Model Struktural yang ditentukan dengan seperangkat persamaan:

Y1 = F1 (Xa, …, Xq ; A11, … , A1k)

Y2 = F2 (Xa, …, Xq ; A21, … , A2k)

Yp = Fp (Xa, …, Xq ; Ap1, … , Apk)

Yang mengisyaratkan hubungan kausal dari X1, X2, …., Xq ke Y1, Y2, …., Yp.

Apabila setiap variabel Y secara unique keadaanya ditentukan (disebabkan) oleh seperangkat variabel X, maka persamaan di atas dinamakan persamaan struktural, dan modelnya disebut model struktural.

3.4.1. Uji Asumsi

Sejalan dengan metode yang akan digunakan yaitu Path Analysis mensyaratkan beberapa uji asumsi. Pada langkah ini akan dilakukan evaluasi terhadap kesesuaian model, tmelalui telaah terhadap berbagai criteria goodness of fit. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengevaluasikan data yang digunakan apakah memenuhi asumsi Path Analysis, bila asumsi ini telah terpenuhi maka langkah berikutnya adalah model diuji melalui berbagai uji yang akan dilakukan dalam penelitian ini.

1. Asumsi Path Analysis

Asumsi yang harus dipenuhi dalam prosedur pengumpulan dan pengolahan data yang dianalisis dengan analisis jalur adalah sebagai berikut:


(60)

a. Ukuran sampel yang biasanya harus dipenuhi dalam permodelan ini minimum 100 sampel.

b. Normalitas dan linieritas ; sebaran data harus dianalisis untuk melihat apakah asumsi normalitas dipenuhi sehingga data dapat diolah lebih lanjut untuk permodelan ini. Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data atau dapat diuji dengan uji statistic. Uji normalitas ini perlu dilakukan baik untuk normalitas terhadap data tunggal maupun normalitas multivariant di mana beberapa variabel digunakan sekaligus dalam analisis akhir. Uji linieritas dapat dilakukan dengan mengamati scatterplot dari data yaitu dengan memilih pasangan data dan dilihat pola penyebarannya untuk menduga ada tidaknya linieritas.

c. Outliers

Outliers adalah opservasi yang muncul dengan nilai ekstrim baik secara univariant maupun multivariant, karena kombinasi karakteristik unik yang dimilikinya dan terkait sangat jauh berbeda dari observasi lainnya. Pada Outliers dapat dilakukan penanganan khusus asal diketahui bagaimana munculnya Outliers itu. Outliers muncul dalam empat kategori, yaitu:

2. Outliers muncul karena kesalahan prosedur seperti kesalahan dalam

memasukkan data atau karena kesalahan dalam mengkoding data.

3. Outliers muncul karena keadaan yang benar-benar khusus yang

memungkinkan profil datanya lain daripada yang lain tetapi peneliti mempunyai alas an mengenai apa penyebab munculnya nilai ekstrim ini.


(61)

 

4. Outliers muncul karena adanya sesuatu alasan tetapi peneliti tidak dapat

mengetahui bahwa apa penyebabnya atau tidak ada penjelasan mengenai sebab-sebab munculnya nilai ekstrim ini.

5. Outliers muncul dalam rentang nilai yang ada, tetapi bila dikombinasikan

dengan variabel yang lainnya, kombinasi menjadi tidak lazim atau sangat ekstrim. Inilah yang disebut dengan multivariant atau singularitas.

d. Multikolinearitas dan singularitas

Multikolinearitas dapat dideteksi dari determinan matriks kovarians. Nilai determinan matriks kovarians yang sangat kecil memberi indikasi adanya problem Multikolinearitas atau singularitas

2. Uji Kesesuaian dan uji Statistik

Dalam analisis ini tidak ada alat uji statistic tunggal unuk mengukur atau menguji hipotesis mengenai model (Hair, 1992). Umumnya terhadap berbagai jenis fit index yang digunakan untuk mengukur derajat kesesuaian antara model yang dihipotesiskan dengan data yang disajikan.

3. Uji Reabilitas

Setelah kesesuaian model diuji (model fit), evaluasi lain yang harus dilakukan adalah penilaian unidimensionalitas dan reliabilitas. Unidimensionalitas adalah sebuah asumsi yang digunakan dalam menghitung reliabilitas dari model yang menunjukkan bahwa dalam sebuah model satu dimensi, indicator yang digunakan memiliki derajat kesesuaian yang baik. Penggunaan ukuran reliabilitas seperti a-Cronbach, tidak


(62)

mengukur unidimensionalitas itu udah ada pada waktu a-Cronbach dihitung. Karena itu peneliti dianjurkan untuk melakukan uji unidimensionalitas terhadap semua konstruk multi-indikator sebelum menilai reliabilitasnya.

4. Interprestasi dan Modifikasi Model

Setelah model diestimasi, residualnya haruslah kecil atau mendekati nol dan distribusi frekuensi dari kovarians residual harus bersifat simetrik (Tabachnick dan Fidell, 1997). Dalam kontens ini, residual yang dimaksud bukanlah residual dari skor seperti pada permodelan multivariant lainnya, melainkan merupakan residual dari kovarians. Distribusi frekuensi dari residual yang tidak simetris merupakan signal atas sebuah model yang kurang baik –a poorly fitting model dan menunjukkan bahwa dalam proses estimasi, model telah mengestimasi beberapa kovarians secara memuaskan tetapi kovarians yang lainnya kurang begitu baik diestimasi.

3.4.2. Uji Statistik

Pada langkah uji statistik ini dilakukan evaluasi terhadap kesesuaian model melalui telaah terhadap berbagai kriteria goodness of fit, dilakukan dengan:

a. Chi-Square Statistik

Pengukuran yang paling mendasar adalah Likehood Ratio Chi-Square (X2) di mana semakin rendah nilainya maka semakin baik model tersebut dan diterima berdasarkan probabilitas dengan cut off value sebesar p ≥ 0,5 atau p ≥ 0,10 (Ferdinand, 2000, p.52). b. Signiticanced Probability (P)


(63)

 

Dalam pengujian tingkat signifikan suatu model digunakan nilai significanced probability.

c. The Root Mean Square of Approximation (RMSEA)

Merupakan nilai yang menunjukkan goodness of fit yang dapat diharapkan bila model estimasi dalam populasi. Jika nilainya ≤ 0,08 mempunyai indeks untuk dapat diterimanya model yang menunjukkan sebuah close fit dari model itu berdasarkan degrees of freedom (Browne dan Cudeck, 1993 dalam Ferdinand, 2000 hal 56).

d. Goodness of Fit Index (GFI)

Adalah suatu pengukuran non statistical di mana nilainya antara 0 (poor fit) sampai dengan 1,0 (perfect fit). Nilai yang semakin mendekati 1 menunjukkan tingkat kesesuaian yang lebih baik. Tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah jika AGFI menunjukkan nilai ≥ 0,90.

e. Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI)

Merupakan nilai GFI yang di-adjust dengan degree of freedom yang tersedia. Tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah jika AGFI menunjukkan nilai ≥ 0,90.

f. The Minimum Sample Discrepancy Function/Degree of Freedom (CMIN/DF)

Indeks ini disebut juga X2 – Relatif karena merupakan nilai Chi-square statistic dibagi dengan degree of freedom-nya. Jika nilai X2 Relatif kurang dari 2,0 adalah indikasi dari acceptable fit antara model dan data.


(64)

g. Tucker Lewis Index (TLI)

Merupakan incremental index yang membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model. (Baumgartner dan Hamburg, 1999 dalam Ferdinan AT, 2000, hal. 58). Nilai yang direkomendasikan sebagai acuan dapat diterimanya sebuah model adalah penerimaan ≥ 0,95 (Hair et al, 1995) dan nilai yang mendekati 1 menunjukkan a very good fit.

h. Comparative Fit Index

Bila mendekati 1 merupakan indikasi tingkat fit yang paling tinggi. Adapun nilai yang direkomendasikan adalah sebesar ≥ 0,95.

Cutoff value yang menjadi batasan dari masing-masing alat uji diatas tercantum pada tabel berikut.

Tabel 3.1. Indeks Pengujian Kelayakan Model

No Goodness of Fit Index Cut-off Value

1 Chi-square Diharapkan kecil 2 Significanced Probability ≥ 0,05

3 RMSEA ≤ 0,08

4 GFI ≥ 0,90

5 AGFI ≥ 0,90

6 CMIN/DF ≤ 2,00

7 TLI ≥ 0,95

8 CFI ≥ 0,95

Sumber: Hair (1992), Arbukle (1977)


(65)

 

1. Pengaruh langsung diamati dari bobot regresi terstandar, dengan pengujian signifikansi pembandingan nilai CR (p ≥ 0,05)

2. Printout program Amos juga akan diamati, hubungan antara variable dengan melihat

efek langsung dan efek tidak langsung serta efek totalnya.

3.5. Definisi Operasional

Masing-masing variabel dan cara pengukurannya perlu diperjelas untuk memperoleh kesamaan pemahaman persepsi terhadap konsep-konsep dalam penelitian ini, antara lain:

1. Nilai tukar rupiah adalah nilai tukar mata uang suatu Negara dinilai dari mata uang negara lain, dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kurs USD terhadap Rupiah (nilai tukar nominal) dinyatakan dalam satuan Rupiah per USD.

2. Produksi CPO domestik adalah jumlah produksi CPO Indonesia dinyatakan dalam satuan Ton. 

3. Harga Crude Palm Oil (CPO) dunia adalah harga rata-rata Crude Palm Oil (CPO) dunia (CIF Rotterdam) dinyatakan dalam satuan USD.

4. Harga ekspor Crude Palm Oil (CPO) adalah rata-rata harga ekspor Crude Palm Oil (CPO) FOB dinyatakan dalam satuan USD.

5. Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk Uni Eropa dinyatakan dalam satuan USD.


(66)

6. Produksi minyak makan adalah jumlah produksi minyak makan Uni Eropa dinyatakan dalam satuan Ton. 

7. Harga minyak mentah dunia adalah harga rata-rata minyak mentah dunia (Brent) dinyatakan dalam satuan US$/Barrel.

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Kinerja Ekspor CPO Indonesia

4.1.1. Industri Kelapa Sawit

Bagian yang paling utama untuk diolah dari kelapa sawit adalah buahnya. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin. Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika.

Buah diproses dengan membuat lunak bagian daging buah dengan temperatur 90°C. Daging yang telah melunak dipaksa untuk berpisah dengan bagian inti dan cangkang dengan pressing pada mesin silinder berlubang. Daging inti dan cangkang dipisahkan dengan pemanasan dan teknik pressing. Setelah itu dialirkan ke dalam lumpur


(67)

 

sehingga sisa cangkang akan turun ke bagian bawah lumpur. Sisa pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan menjadi kompos. Berikut dapat dilihat Pohon Industri Kelapa Sawit dan produk turunannya.

  Gambar 4.1. Pohon Industri Kelapa Sawit & Produk Turunannya

Beberapa produk dari kelapa sawit yang umum diperdagangkan adalah: 1. Minyak Sawit Kasar atau Crude Palm Oil (CPO)

Berupa minyak yang agak kental berwarna kuning jingga kemerah-merahan. CPO mengandung asam lemak bebas (EFA) 5% dan mengandung banyak Carotene atau pro vitamin E (800-900 ppm). Titik lunak berkisar antara 33-34°C.


(1)

Covariances: (Group number 1 - Default model)

Estimate S.E. C.R. P Label NT <--> PCD 66075,192 54486,776 1,213 ,225

NT <--> HD -772,875 2987,263 -,259 ,796 PP <--> PMM 151202,418 39545,556 3,823 *** PP <--> HMD 4266,917 1264,464 3,374 *** PCD <--> HD 49692,950 15101,275 3,291 ,001 PMM <--> HMD 926,112 269,101 3,442 *** NT <--> PP 67335,762 44378,144 1,517 ,129 NT <--> PMM 10982,078 9195,248 1,194 ,232 NT <--> HMD 38,188 310,266 ,123 ,902 PCD <--> PP 1012725,804 246100,912 4,115 *** PCD <--> PMM 217383,641 52134,538 4,170 *** PCD <--> HMD 5760,726 1621,826 3,552 *** HD <--> PP 38087,050 12002,142 3,173 ,002 HD <--> PMM 6688,775 2417,495 2,767 ,006 HD <--> HMD 379,174 96,099 3,946 *** Correlations: (Group number 1 - Default model)

Estimate

NT <--> PCD ,198 NT <--> HD -,041 PP <--> PMM ,776 PP <--> HMD ,649 PCD <--> HD ,620 PMM <--> HMD ,671 NT <--> PP ,251 NT <--> PMM ,195 NT <--> HMD ,020 PCD <--> PP ,878 PCD <--> PMM ,897 PCD <--> HMD ,705 HD <--> PP ,591 HD <--> PMM ,494 HD <--> HMD ,831


(2)

Variances: (Group number 1 - Default model)

Estimate S.E. C.R. P Label NT 77622,899 17578,125 4,416 *** PCD 1435370,394 325047,387 4,416 *** HD 4475,850 1013,580 4,416 *** PP 927832,272 210760,707 4,402 *** PMM 40923,859 9268,257 4,415 *** HMD 46,564 10,891 4,276 *** e1 47,799 11,866 4,028 *** e2 418,402 94,749 4,416 *** Matrices (Group number 1 - Default model)

Total Effects (Group number 1 - Default model)

HMD PMM PP HD PCD NT HE HE ,000 ,000 ,000 ,977 -,002 ,003 ,000 Y -2,585 ,308 -,041 ,007 ,162 ,022 ,533 Standardized Total Effects (Group number 1 - Default model)

HMD PMM PP HD PCD NT HE

HE ,000 ,000 ,000 1,015 -,034 ,012 ,000 Y -,085 ,299 -,187 ,002 ,929 ,030 ,164 Direct Effects (Group number 1 - Default model)

HMD PMM PP HD PCD NT HE HE ,000 ,000 ,000 ,977 -,002 ,003 ,000 Y -2,585 ,308 -,041 -,514 ,163 ,021 ,533 Standardized Direct Effects (Group number 1 - Default model)

HMD PMM PP HD PCD NT HE

HE ,000 ,000 ,000 1,015 -,034 ,012 ,000 Y -,085 ,299 -,187 -,165 ,934 ,028 ,164 Indirect Effects (Group number 1 - Default model)


(3)

HMD PMM PP HD PCD NT HE HE ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 Y ,000 ,000 ,000 ,520 -,001 ,001 ,000 Standardized Indirect Effects (Group number 1 - Default model)

HMD PMM PP HD PCD NT HE HE ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 Y ,000 ,000 ,000 ,167 -,006 ,002 ,000

 

Modification Indices (Group number 1 - Default model) Covariances: (Group number 1 - Default model)

M.I. Par Change

Variances: (Group number 1 - Default model) M.I. Par Change

Regression Weights: (Group number 1 - Default model) M.I. Par Change

 

Minimization History (Default model) Iteratio n Negative eigenvalu es Conditio n # Smallest eigenval ue Diamet

er F

NTrie

s Ratio

0 e 0 95944,3

00

9999,00 0

4,72

7 0 9999,000

1 e 0 99185,6

08 ,039

3,27

3 1 1,000

2 e 0 96795,6

80 ,000

3,27

3 1

-268559204629,3 68 Model Fit Summary


(4)

Model NPAR CMIN DF P CMIN/DF Default model 33 3,273 3 ,351 1,091

Saturated model 36 ,000 0

Independence model 8 78,687 28 ,000 2,810 Zero model 0 156,000 36 ,000 4,333

RMR, GFI

Model RMR GFI AGFI PGF

I Default model 544,800 ,979 ,748 ,082 Saturated model ,000 1,000

Independence model 333547,258 ,496 ,351 ,385 Zero model 339020,417 ,000 ,000 ,000 Baseline Comparisons

Model NFI

Delta1 RFI rho1

IFI Delta2

TLI

rho2 CFI Default model ,958 ,612 ,996 ,950 ,995 Saturated model 1,000 1,000 1,000 Independence model ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 Parsimony-Adjusted Measures

Model PRATIO PNFI PCFI

Default model ,107 ,103 ,107 Saturated model ,000 ,000 ,000 Independence model 1,000 ,000 ,000 NCP

Model NCP LO 90 HI 90

Default model ,273 ,000 9,089 Saturated model ,000 ,000 ,000 Independence model 50,687 27,962 81,059 FMIN

Model FMIN F0 LO 90 HI 90


(5)

Model FMIN F0 LO 90 HI 90 Saturated model ,000 ,000 ,000 ,000 Independence model 2,018 1,300 ,717 2,078 RMSEA

Model RMSEA LO 90 HI 90 PCLOSE Default model ,048 ,000 ,279 ,395 Independence model ,215 ,160 ,272 ,000

AIC

Model AIC BCC BIC CAIC

Default model 69,273 89,073 125,006 158,006 Saturated model 72,000 93,600 132,800 168,800 Independence model 94,687 99,487 108,198 116,198 Zero model 156,000 156,000 156,000 156,000 ECVI

Model ECVI LO 90 HI 90 MECVI Default model 1,776 1,769 2,002 2,284 Saturated model 1,846 1,846 1,846 2,400 Independence model 2,428 1,845 3,207 2,551 Zero model 4,000 3,104 5,089 4,000 HOELTER

Model HOELTER

.05

HOELTER .01

Default model 94 136

Independence model 21 24

Zero model 13 15

Execution time summary Minimization: ,031 Miscellaneous: ,048 Bootstrap: ,000 Total: ,079


(6)