Analisis Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Karet Indonesia Ke Amerika Serikat

(1)

ANALISIS FAKTOR–FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

EKSPOR KARET INDONESIA

KE AMERIKA SERIKAT

TESIS

Oleh

JULIANA M

107018037/MEP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

ANALISIS FAKTOR–FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

EKSPOR KARET INDONESIA

KE AMERIKA SERIKAT

TESIS

Untuk memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

JULIANA M

107018037/MEP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(3)

Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI EKSPOR KARET INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT

Nama Mahasiswa : Juliana M Nomor Pokok : 107018037

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

( Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec ) ( Dr. Rahmanta, M.Si )

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec) ( Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE )


(4)

Telah di uji pada : Tanggal 31 Agustus 2012

PENILAI PENGUJI TESIS :

Ketua : Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec Anggota : 1. Dr. Rahmanta, MSi

2. Dr. Rujiman, MA 3. Dr. HB. Tarmizi, SU


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor karet Indonesia ke Amerika. Dimana faktor yang diamati dalam penelitian ini adalah volume ekspor karet Indonesia, jumlah produksi karet Indonesia, harga karet internasional, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar dan GDP Amerika Serikat.

Untuk analisis, penelitian ini menggunakan data time series kuartalan dari 2002 sampai 2011. Model yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan model ekonometrik. Teknik analisis akan menggunakan regresi linier Ordinary Least Square (OLS) first difference.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel perubahan produksi karet, nilai kurs dan GDP Amerika Serikat signifikan mempengaruhi perubahan volume ekspor karet, sedangkan variabel perubahan harga karet internasional tidak signifikan mempengaruhi perubahan volume ekspor karet.


(6)

ABSTRACT

This research couducted to analysis the factor’s that influence Indonesian rubber export to United States. the factors observed of in this research, are the volume Indonesian rubber export, Indonesian rubber production, international rubber prices, exchange rate and GDP of United States.

The analysis, in object, introducing quanterly time series data from 2002-2011. model used in this research, uppleed the ordinary least square (OLS).

The research results show that indonesian rubber production, exchange rate and GDP of United States Significantion effect Indonesian rubber export. While, international rubber prices not significantion effect the Indonesian rubber export.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis menyelesaikan tesis ini guna untuk memperoleh gelar Magister Ekonomi Pembangunan (S2) pada Sekolah Pascasarjana Program Magister Ilmu-Ilmu Ekonomi Universitas Sumatera Utara Medan. Segala usaha yang penulis lakukan dalam menyelesaikan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga terutama kepada alm. Ayahanda dan Ibunda yang sangat penulis sayangi dan hormati yang telah membesarkan, mendidik, mendukung dan mendengarkan keluh-kesah penulis selama ini. Serta kepada suami tercinta yang selalu memberikan semangat dan membuat hidup penulis semakin berwarna.

Pada kesempatan ini penulis juga menyertakan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A (K)., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara (USU).

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Rahim Matondang, MSIE., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU).

3. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin Sembiring, SE., M.Ec., selaku Ketua Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis sehingga tesis ini semakin lebih baik.


(8)

4. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE., M.S., selaku Sekretaris Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si., selaku Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan di dalam penyempurnaan tesis ini.

6. Bapak Dr. Rujiman, MA., Bapak Dr. HB. Tarmizi, SU dan Bapak Drs. Rahmat Sumanjaya, M.Si., selaku Komisi Pembanding yang telah banyak memberian masukan dan saran serta kritik dalam penyempurnaan tesis ini. 7. Bapak dan Ibu Dosen-Dosen Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan berbagai pengalaman dan ilmu pengetahuan kepada penulis.

8. Bapak dan Ibu Staf Administrasi Magiser Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh keluarga besarku yang telah memberikan semangat dan dukungan moril kepada penulis untuk dapat terus menimba ilmu setinggi-tingginya. Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.

10. Terima kasih kepada Biro Perencanaan Kerjasama Luar Negeri (BPKLN) yang sudah memberikan Beasiswa kepada saya semoga beasiswa ini berlanjut terus.

Medan, Agustus 2012 Penulis,


(9)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Juliana. M

Agama : Islam

Tempat/Tanggal Lahir : Langkat/01 Juli 1976

Jenis Kelamin : Perempuan

Warga Negara : Indonesia

Alamat : Jl. Teh 4 No. 1 P. Simalingkar Medan 20141

No. Handphone : 081362130171

Pekerjaan : PNS

Nama Orang Tua Laki-laki : Alm. Mardijana Nama Orang Tua Perempuan : Norma

Nama Suami : Zulham

Riwayat Pendidikan Formal

1. SD Lulus tahun 1990

2. SMP Lulus tahun 1993

3. SMA Lulus tahun 1996

4. S1 Lulus tahun 2002


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tanaman Karet ... 11

2.2 Jenis-Jenis Karet ... 12

2.3 Perdagangan Internasional ... 16

2.4 Teori Perdagangan Internasional ... 17

2.5 Penelitian Terdahulu ... 25

2.6 Kerangka Konseptual ... 27

2.7 Hipotesis Penelitian ... 28

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 29

3.2 Jenis Dan Sumber Data ... 29


(11)

3.4 Model Analisis ... 29

3.5 Uji Asumsi Klasik ... 30

3.6 Uji Kesesuaian Model ... 33

3.7 Definisi Operasional ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Variabel Penelitian ... 36

4.1.1 Volume Ekspor Karet Indonesia ... 36

4.1.2 Jumlah Produksi Karet Indonesia ... 38

4.1.3 Harga Karet Internasional ... 41

4.1.4 Nilai Kurs ... 44

4.1.5 GDP Amerika ... 46

4.2 Hasil Analisis ... 48

4.2.1 Interpretasi Model Penelitian ... 49

4.2.2 Pengujian Asumsi Klasik ... 52

4.2.3 Pengujian Kesesuaian Model ... 55

4.3 Pembahasan ... 49

4.3.1 Pengaruh Produksi Karet Indonesia ... 49

4.3.2 Pengaruh Harga Karet Internasional ... 50

4.3.3 Pengaruh Nilai Kurs ... 50

4.3.4 Pengaruh GDP Amerika ... 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 57

5.2 Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 60


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1.1 Produksi Karet Alam Indonesia ... 2

1.2 Luas Perkebunan Karet Indonesia ... 4

1.3 Harga Karet Alam Internasional ... 5

1.4 Perkembangan GDP Amerika ... 6

1.5 Ekspor Karet Menurut Negara Tujuan Utama ... 7

1.6 Perkembangan Ekspor Karet Indonesia ke Amerika Serikat Dalam Bentuk Remah Tahun 2005-2010 (000ton)……… 8

4.1 Perkembangan Volume Ekspor Karet Indonesia ... 36

4.2 Perkembangan Produksi Karet Indoesia ... 39

4.3 Perkembangan Harga Karet Internasional ... 41

4.4 Perkembangan Nilai Kurs ... 44

4.5 Perkembangan GDP Amerika ... 46

4.6 Koefisien Variabel Penelitian ... 48

4.7 Hasil Pengujian Normalitas... 52

4.8 Hasil Pengujian Multikolinieritas ... 54


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual Analisis Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Ekspor Karet Indonesia Ke Amerika Serikat ... 28

4.1 Perkembangan Volume Ekspor Karet Indonesia ... 36

4.2 Perkembangan Produksi Karet Indonesia ... 39

4.3 Perkembangan Harga Karet Internasional ... 41

4.4 Perkembangan Nilai Kurs ... 44

4.5 Perkembangan GDP Amerika ... 46


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1. Data Penelitian ... 60

2. Hasil Estimasi Awal ... 62

3. Hasil Estimasi First Difference ... 63


(15)

ABSTRAK

Penelitian ini untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor karet Indonesia ke Amerika. Dimana faktor yang diamati dalam penelitian ini adalah volume ekspor karet Indonesia, jumlah produksi karet Indonesia, harga karet internasional, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar dan GDP Amerika Serikat.

Untuk analisis, penelitian ini menggunakan data time series kuartalan dari 2002 sampai 2011. Model yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan model ekonometrik. Teknik analisis akan menggunakan regresi linier Ordinary Least Square (OLS) first difference.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel perubahan produksi karet, nilai kurs dan GDP Amerika Serikat signifikan mempengaruhi perubahan volume ekspor karet, sedangkan variabel perubahan harga karet internasional tidak signifikan mempengaruhi perubahan volume ekspor karet.


(16)

ABSTRACT

This research couducted to analysis the factor’s that influence Indonesian rubber export to United States. the factors observed of in this research, are the volume Indonesian rubber export, Indonesian rubber production, international rubber prices, exchange rate and GDP of United States.

The analysis, in object, introducing quanterly time series data from 2002-2011. model used in this research, uppleed the ordinary least square (OLS).

The research results show that indonesian rubber production, exchange rate and GDP of United States Significantion effect Indonesian rubber export. While, international rubber prices not significantion effect the Indonesian rubber export.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian dan pembangunan nasional. Pembangunan ekonomi mensyaratkan bahwa kesejahteraan penduduk harus meningkat, dan salah satu ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan ekonomi (Abdul, 2002).

Hubungan antara ekspor dan pertumbuhan ekonomi dalam waktu belakangan ini sudah menjadi perhatian berbagai kalangan. Perdagangan internasional khususnya ekspor diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam pertumbuhan ekonomi. Ekspor merupakan agregat output yang sangat dominan dalam perdagangan internasional. Suatu negara tanpa adanya jalinan kerjasama dengan negara lain akan sulit untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.

Pengutamaan ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983. Semenjak saat itu ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi dari penekanan pada industri substitusi impor ke industri promosi ekspor. Ekspor memiliki peran yang penting dalam waktu-waktu mendatang, apalagi dengan digulirkannya perundingan-perundingan WTO menuju perdagangan dunia tanpa hambatan (Faisal, 2002).

Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk pertanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan.


(18)

Luas area perkebunan karet tahun 2005 tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya 85% merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7% perkebunan besar negara serta 8% perkebunan besar milik swasta. Produksi karet secara nasional pada tahun 2005 mencapai 2.2 juta ton. Jumlah ini masih akan bisa ditingkatkan lagi dengan melakukan peremajaan dan memberdayakan lahan-lahan pertanian milik petani serta lahan kosong/tidak produktif yang sesuai untuk perkebunan karet.

Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1.3 juta ton pada tahun 1995 dan 2.0 juta ton pada tahun 2005. Pendapatan devisa dari komoditi ini pada semester pertama tahun 2006 mencapai US$ 2.0 milyar, dan diperkirakan nilai ekspor karet pada tahun 2006 akan mencapai US $ 4,2 milyar.

Berikut ini adalah tabel hasil produksi karet alam di Indonesia berdasarkan kepemilikan perkebunan rakyat, BUMN dan swasta :

Tabel 1.1 Produksi Karet Alam Indonesia (ribu Ton) Produksi

Tahun

2005 % 2006 % 2007 % 2008 % 2009 % 2010 % Rakyat 1.839 80,9 2.115 80,2 2.190 80,8 2.174 78,9 1.942 78,6 2.936 80,7

BUMN 210 9,1 250 9,7 277 9,1 277 9,2 239 10,6 236 9,6

Swasta 222 10,0 272 10,1 288 10,1 301 11,9 259 10,8 273 9,9

Total 2.271 100 2.637 100 2.755 100 2.752 100 2.440 100 3.445 100 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perkebunan rakyat masih mendominasi sekitar 80% dari total produksi karet alam di Indonesia dari tahun 2005 sampai tahun 2010. Secara umum, produksi karet alam Indonesia dari tahun


(19)

2005 hingga tahun 2010 terus mengalami peningkatan walaupun pada tahun 2009 sedikit mengalami koreksi, dimana hal ini kemungkinan disebabkan adanya krisis global yang menyebabkan kelesuan diseluruh negara sehingga permintaan terhadap karet alam Indonesia juga mengalami pengaruh yang signifikan.

Arah pembangunan Sub sektor Perkebunan seperti yang ditetapkan oleh Direktoraat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, adalah mewujudkan perkebunan yang efisien, produktif dan berdaya saing tinggi untuk kemakmuran rakyat secara berkeadilan dan berkesinambungan. Program Pembangunan Perkebunan yaitu melaksanakan pengembangan Agribisnis yang berbasis komoditas dan memantapkan ketahanan pangan. Salah satu langkah yang ditempuh adalah mempertangguh daya saing, guna menghadapi sistem perdagangan bebas.

Pada tahun 1997 terjadi krisis moneter yang menyebabkan terjadinya inflasi yang sangat tinggi. Hal ini terjadi karena kurangnya kepercayaan masyarakat pada pemerintahan waktu itu. Krisis ini mengakibatkan perekonomian menjadi tidak stabil dimana harga-harga barang melambung dan tidak terkendali. Sehingga sangat berdampak terhadap rakyat kecil. Untuk mengatasi keadaan tersebut pemerintah berusaha mengambil kebijakan-kebijakan baru yang bisa menekan tingginya inflasi. Meskipun krisis ini sangat mempengaruhi perekonomian Indonesia namun untuk sektor ekspor terutama ekspor karet ke Amerika tidak terlalu terpengaruh.

Bukan hanya produksi karet saja yang didominasi oleh perkebunan rakyat, luas lahan perkebunan karet di Indonesia juga didominasi oleh perkebunan rakyat. Dimana dominasi tersebut perkuat dengan trend pertumbuhan luas lahan dari tahun ke tahun, dimana hal ini tidak diikuti oleh peningkatan luas lahan dari


(20)

perkebunan milik BUMN dan Swasta. Adapun tabel perkembangan luas lahan perkebunan karet di Indonesia berdasarkan kepemilikan lahan tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 1.2 Luas Perkebunan Karet Indonesia (ribu Ha) Luas

Kebun

Tahun

2005 % 2006 % 2007 % 2008 % 2009 % 2010 % Rakyat 2.767 89,1 2.838 80,1 2.899 80,0 2.910 80,2 2.921 80,8 2.936 81,3

BUMN 238 9,9 238 9,7 239 9,8 238 9,7 238 9,2 236 9,0

Swasta

275 10,0 275 10,2 276 10,2 275 10,1 275 10,0 273 9,7

Total 3.280 100 3.346 100 3.414 100 3.424 100 3.435 100 3.445 100 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012.

Karet sintetik sebagai produk hasil industri harganya relatif lebih stabil dibandingkan dengan karet alam. Selain itu, karet sintetik yang umumnya diproduksi dan dikonsumsi negara industri, harganya cenderung naik sejalan dengan harga bahan baku, kenaikan biaya produksi dan tingkat inflasi dari negara produsen. Hal ini sangat berbeda dengan harga karet alam yang berfluktuasi yang dipengaruhi oleh kondisi alam (cuaca/iklim), nilai tukar dan perkembangan ekonomi negara konsumen. Untuk menghindari kerugian karena gejolak harga karet alam, pasar berjangka (future trading) karet menyediakan sarana dan mekanisme lindung nilai (hedging).


(21)

Tabel 1.3 Harga Karet Alam Internasional (US Dollar/100 gr) Kuartal

Tahun

2008 2009 2010 2011

I 264,75 155,90 336,35 544,85

II 307,95 219,60 380,65 536,60

III 304,80 235,65 376,50 460,15

IV 140,65 297,25 461,50 399,55

Jumlah 1018.15 908.4 1555 1941.15 Sumber : International Rubber Study Group, 2012.

Pasar berjangka karet alam yang saat ini menjadi panutan/pedoman dunia adalah Singapura (SICOM) dan Jepang (TOCOM), serta yang relatif baru di Thailand (AFET) dan China (SHFE). Sedangkan pasar fisik (physical/spot) karet alam, selain di Singapura dan Jepang juga terdapat di negara produsen seperti Malaysia dan Thailand serta di negara-negara konsumen seperti di Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang.

Dengan harga minyak bumi dan tingkat suku bunga jangka pendek, inflasi yang tinggi serta adanya bencana alam, pertumbuhan ekonomi global tetap kontinu sesuai dengan harapan. Hal tersebut ditunjang oleh kondisi pasar uang dan kebijakan ekonomi makro yang akomodatif. Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat masih tetap menjadi lokomotif pertumbuhan global, dengan pertumbuhan ekonomi Jepang mulai menggeliat, dan pemulihan ekonomi di daratan Eropa mulai menunjukan tanda-tanda berkelanjutan, walaupun pertumbuhan permintaan domestiknya belum pulih. Pertumbuhan ekonomi yang menonjol untuk negara berkembang adalah China, India dan Rusia.


(22)

Tabel 1.4 Perkembangan GDP Amerika (Milyar Dollar) Kuartal

Tahun

2008 2009 2010 2011

I 14.273,90 13.893,70 14.277,90 14.867,80

II 14.415,50 13.854,10 14.467,80 15.012,80

III 14.395,10 13.920,50 14.605,50 15.176,10

IV 14.081,70 14.087,40 14.755,00 15.319,40

Jumlah 57166,20 55755,70 58106,20 60376,10 Sumber : US Statistic (data diolah).

Amerika Serikat diharapkan dengan pertumbuhan GDP yang relatif rendah seperti terlihat pada tabel di atas, tetapi dengan kenaikan pendapatan, tabungan yang tinggi dan tingkat pembelanjaan kapital yang meningkat pada tahun 2011, tetap menjadi lokomotif perekonomian dunia, sehingga dengan adanya depresiasi dollar akan menjadikan keseimbangan melalui naiknya ekspor, dimana barang ekspor menjadi lebih kompetitif pada pasar dunia.

Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar di dunia disamping Malaysia dan Thailand. Keunggulan Indonesia dalam peningkatan produksi karet untuk yang masa yang akan datang adalah pada masih tersedianya lahan tropis yang cukup besar yang sesuai untuk penanaman pohon karet. Produksi karet di Malaysia dan Thailand terus mengalami penurunan karena kebijakan pemerintahnya.

Diantara beberapa negara tujuan utama ekspor karet Indonesia seperti Jepang, Singapura, Amerika Serikat, Jerman, Inggris dan lainnya, Amerika Serikat merupakan negara yang paling banyak mengimpor karet dari Indonesia. Setelah ada tanggapan positif dari para pelaku ekonomi dan masyarakat pada umumnya terhadap kebijakan baru yang diambil pemerintah, akhirnya kondisi


(23)

perekonomian dapat membaik. Hal itu ditunjukkan dengan mulai normalnya harga-harga barang di pasaran.

Tabel 1.5 Volume Ekspor Karet Indonesia Menurut Negara Tujuan Utama (metrik Ton)

Negara Tujuan

Tahun

2006 2007 2008 2009 2010 2011

Jepang 357.539 397.776 400.693 272.878 313.242 387.655

Korea Selatan 90.593 93.091 106.460 99.548 91.810 120.059

China 337.222 341.821 318.841 457.118 418.098 409.377

Singapura 135.406 161.255 151.260 100.165 117.592 104.262

Amerika Serikat 590.946 644.270 622.167 394.307 546.548 607.870

Kanada 66.045 53.628 59.163 51.210 69.546 77.262

Brasil 48.360 65.749 77.066 58.507 110.079 94.426

Perancis 42.989 48.197 46.380 30.083 47.779 65.642

Jerman 82.100 80.809 57.705 36.639 57.492 60.757

Spanyol 40.954 41.538 41.885 25.299 43.061 59.065

Lainnya 493.843 478.622 413.836 465.509 536.668 569.364

Jumlah 2.285.997 2.406.756 2.295.456 1.991.263 2.351.915 2.555.739 Sumber : BPS Indonesia, 2012.

Sekarang ini konsumen karet dunia semakin meningkat. Sampai tahun 2005 konsumsi karet dunia akan naik dari 15 juta ton menjadi 20 juta ton. Selain itu harga karet dunia menembus 1 dollar AS per kilogram dan diyakini akan terus naik mendekati 1,77 dollar AS per kilogram seperti pada masa kejayaan karet pada tahun 1958. Dengan asumsi tersebut, maka ke depan prospek komoditas perkebunan yang paling menjanjikan adalah karet (Kompas 5 April 2003). Karena itu, investasi paling berharga dalam perkebunan saat ini adalah peremajaan pohon karet petani.


(24)

Tabel 1.6 Perkembangan Ekspor Karet Indonesia ke Amerika Serikat Dalam Bentuk Remah Tahun 2005-2010 (000ton)

Sumber : BPS, Tahun 2010/2011

Pada tabel 1.6 dapat di jelaskan bahwa dari tahun 2005 perkembangan ekspor karet Indonesia ke Amerika sebesar 633,5 ton, tahun 2006 557,2 ton, tahun 2007 609,0 ton, tahun 2008 589, 5 ton, 2009 368,5 ton dan 2010 507,4 ton, untuk ekspor karet ke Amerika dalam US$ pada tahun 2005 520,0, tahun 2006 685,3, tahun 2007 803,8, tahun 2008 1039,7, tahun 2009 1216,5, dan tahun 2010 1571.9.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis berusaha untuk mengetahui lebih jauh mengenai seberapa besar pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa faktor terkait terhadap permintaan ekspor karet. Untuk itu penulis menuangkannya

dalam skripsi dengan judul ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI EKSPOR KARET INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT.

Tahun Ekspor Karet Indonesia (000ton)

Ekspor Karet Indonesia (000000 US$) 2005 2006 2007 2008 2009 2010 633,5 557,2 609,0 589,5 368,5 507,4 520,0 685,3 803,8 1039,7 1216,5 1571,9


(25)

1.2. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi perumusan masalah yang dimaksud adalah :

1. Bagaimana pengaruh produksi karet Indonesia terhadap ekspor karet Indonesia ke Amerika Serikat?

2. Bagaimana pengaruh harga karet internasional terhadap ekspor karet Indonesia ke Amerika Serikat?

3. Bagaimana pengaruh nilai tukar Dollar Amerika terhadap Rupiah terhadap ekspor karet Indonesia ke Amerika Serikat?

4. Bagaimana pengaruh GDP Amerika terhadap ekspor karet Indonesia ke Amerika Serikat?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis pengaruh produksi karet Indonesia terhadap ekspor karet Indonesia ke Amerika Serikat.

2. Untuk menganalisis pengaruh harga karet internasional terhadap ekspor karet Indonesia ke Amerika Serikat.

3. Untuk menganalisis pengaruh nilai tukar Dollar Amerika terhadap Rupiah terhadap ekspor karet Indonesia ke Amerika Serikat.

4. Untuk menganalisis pengaruh GDP Amerika terhadap ekspor karet Indonesia ke Amerika Serikat.


(26)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang akan diperoleh melalui penulisan tesis ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menambah wawasan dan pemantapan teori dan ilmu yang penulis peroleh selama kuliah di Magister Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

2. Sebagai bahan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan sumber referensi bagi peneliti yang berminat dengan pembahasan yang sejenis di masa mendatang.

3. Sebagai bahan masukan untuk para pengambil kebijakan ekonomi pusat khususnya dibidang perkebunan karet.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Morfologi Tanaman Karet

Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15 – 25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi diatas. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks. Daun karet berwarna hijau. Apabila akan rontok berubah warna menjadi kuning atau merah.

Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama 3 – 20 cm. Panjang tangkai anak daun antara 3 – 10 cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar. Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung runcing. Tepinya rata dan gundul, tidak tajam. Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan betina yang terdapat dalam malai payung tambahan yang jarang. Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas. Masing-masing ruang berbentuk setengah bola. Bila buah sudah masak maka akan pecah dengan sendirinya. Pemecahan biji ini berhubungan dengan pengembangbiakan tanaman karet secara alami.

Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnanya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas. Biji karet sebenarnya berbahaya karena mengandung racun. Akar tanaman karet merupakan akar tunggang yang mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar.


(28)

2.2. Jenis-jenis Karet

2.2.1. Perbedaan karet alam dengan karet sintetis

Karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh dibawah karet sintetis atau buatan pabrik. Sesungguhnya karet alam belum dapat digantikan oleh karet sintetis karena memiliki beberapa kelebihan, diantaranya :

• Memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna

• Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah

• Mempunyai daya aus yang tinggi

• Tidak mudah panas (low heat build up)

• Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking resistance)

Karet sintetis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap berbagai zat kimia dan harganya yang cenderung bisa dipertahankan supaya tetap stabil. Bila ada pihak yang menginginkan karet sintetis dalam jumlah tertentu, maka biasanya pengiriman atau suplai barang tersebut jarang mengalami kesulitan.

Walaupun memiliki beberapa kelemahan, karet alam tetap mempunyai pangsa pasar yang baik. Beberapa industri tetap memiliki ketergantungan yang besar terhadap pasokan karet alam, misalnya industri ban yang merupakan pemakai terbesar karet alam. Dewasa ini jumlah produksi karet alam dan karet sintetis adalah 1:2. Walaupun jumlah produksi karet alam lebih rendah, bahkan hanya setengah dari produksi karet sintetis, tetapi sesungguhnya jumlah produksi dan konsumsi kedua jenis karet ini hampir sama.


(29)

2.2.2.Jenis-jenis karet alam

Jenis-jenis karet alam yang dikenal luas adalah : a. Bahan olah karet

• Lateks kebun, adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet.

Sheet angin, adalah bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang sudah disaring dan digumpalkan dengan asam semut, berupa karet sheet yang sudah digiling tetapi belum jadi.

Slab tipis, adalah bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang sudah digumpalkan dengan asam semut.

Lump segar, adalah bahan olah karet yang bukan berasal dari gumpalan lateks kebun yang terjadi secara alamiah dalam mangkuk penampung. b. Karet alam konvensional

Ribbed smoked sheet (RSS), adalah jenis karet berupa lembaran sheet yang mendapat proses pengasapan dengan baik.

White crepe dan Pale crepe, merupakan crepe yang berwarana putih atau muda. White crepe dan Pale crepe juga ada yang tebal dan tipis.

Estate brown crepe, merupakan crepe yang berwarna coklat. Selain itu karena banyak dihasilkan oleh perkebunan besar atau estate.

Compo crepe, adalah jenis crepe yang dibuat dari bahan lump, scrap pohon, potongan-potongan sisa dari RSS, atau slab basah. Scrap tanah

tidak boleh digunakan.

Thin brown crepe remills, merupakan crepe cokelat yang tipis karena digiling ulang.


(30)

Thick blanket crepes ambers, merupakan crepe blanket yang tebal dan berwarna cokelat.

Flat bark crepe, merupakan karet tanah atau earth rubber, yaitu jenis crepe yang dihasilkan dari scrap karet alam yang belum diolah, termasuk

scrap tanah yang berwarna hitam.

Pure smoked blanket crepe, merupakan crepe yang diperoleh dari

penggilingan karet asap yang khusus berasal dari Ribbed smoked sheet, termasuk juga block sheet atau sheet bongkah, atau sisa dari potongan Ribbed smoked sheet.

Off crepe, merupakan crepe yang tidak tergolong bentuk baku atau standar. Biasanya tidak dibuat melalui proses pembentukan langsung dari bahan lateks yang masih segar.

c. Lateks pekat

Adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya.

d. Karet bongkah atau Block rubber

Adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditentukan.

e. Karet spesifikasi teknis atau Crumb rubber

Adalah karet alam yang dibuat khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. f. Tyre rubber

Adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai barang setengah jadi sehingga bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk pembuatan ban atau barang yang menggunakan bahan baku karet alam lainnya.


(31)

g. Karet reklim atau Reclaimed rubber

Adalah karet yang diolah kembali dari barang-barang karet bekas. Boleh dibilang karet reklim adalah suatu hasil pengolahan scrap yang sudah di vulkanisir.

2.2.3.Karet sintetis

Karet sintetis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi. Berikut macam karet sintetis :

a. Karet sintetis untuk kegunaan umum

• SBR (styrena butadiene rubber), merupakan jenis karet sintetis yang paling banyak digunakan. Memiliki ketahanan kikis yang baik dan kalor atau panas yang ditimbulkan juga rendah.

• BR (butadiene rubber), karet jenis BR lebih lemah, daya lekat lebih rendah, dan pengolahannya juga tergolong sulit.

• IR (isoprene rubber) atau polyisoprene rubber, mirip dengan karet alam karena sama-sama merupakan polimer isoprene.

b. Karet sintetis untuk kegunaan khusus

• IIR (isobutene isoprene rubber)

Sering disebut butyl rubber dan hanya mempunyai sedikit ikatan rangkap sehingga membuatnya tahan terhadap pengaruh oksigen dan asap.

• NBR (nytrile butadiene rubber) atau acrilonytrile butadiene rubber

Adalah karet sintetis untuk kegunaan khusus yang paling sering digunakan. Sifatnya yang sangat baik adalah tahan terhadap minyak. Sekalipun didalam minyak, karet ini tidak mengembang.


(32)

• CR (clhoroprene rubber)

Memiliki ketahanan terhadap minyak, tetapi dibanding dengan NBR masih kalah. Memiliki daya tahan terhadap pengaruh oksigen dan ozon di udara, bahkan juga tahan terhadap panas atau nyala api.

• EPR (ethylene propylene rubber)

Keunggulan yang dimiliki EPR adalah ketahanannya terhadap sinar matahari, ozon, serta pengaruh unsur cuaca lainnya. Kelemahannya pada daya lekat yang rendah.

2.3. Perdagangan Internasional

Dapat didefinisikan terdiri dari kegiatan-kegiatan perniagaan dari suatu negara asal yang melintasi perbatasan menuju suatu negara tujuan yang dilakukan oleh perusahaan multinasional corporation untuk melakukan perpindahan barang dan jasa, perpindahan modal, perpindahan tenaga kerja, perpindahan tekhnologi (pabrik) dan perpindahan merek dagang. Robbock membahas “Perdagangan Internasional” dari sudut pandang manajemen dan memerinci kegiatan-kegiatan perdagangan sebagai berikut (Harry, 1995) :

• Perdagangan Internasional terjadi melalui perpindahan barang-barang, perpindahan jasa-jasa dari satu negara ke negara lain yang disebut transfer of good and services.

• Perdagangan Internasional juga melewati perpindahan modal yaitu masuknya investasi asing dari luar negeri yang disebut transfer of capital.

• Tenaga kerja juga merupakan objek dalam Perdagangan Internasional. Dalam Perdagangan Internasional transfer of labour mendorong masuknya


(33)

tenaga-tenaga ahli dan tenaga teknisi dari luar negeri. Pada kenyataannya, unskilled labor dapat juga memperoleh pekerjaan di luar negeri.

• Perdagangan Internasional dapat dilakukan melalui transfer of technology yaitu dengan cara mendirikan pabrik-pabrik di negara-negara lain.

• Keberhasilan dari suatu Perdagangan Internasional tergantung dari transfer of data dan informasi terutama dalam penyampaian informasi tentang

kepastian tersedianya bahan baku dan pangsa pasar.

2.4. Teori Perdagangan Internasional

1. Teori Keunggulan Absolut (Adam Smith)

Teori Absolute Advantage lebih mendasarkan pada besaran/variabel riil bukan moneter sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada variabel riil seperti misalnya nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Makin banyak tenaga kerja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut (Labor Theory of value )

Teori absolute advantage Adam Smith yang sederhana menggunakan teori nilai tenaga kerja, Teori nilai kerja ini bersifat sangat sederhana sebab menggunakan anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogeny serta merupakan satu-satunya factor produksi. Dalam kenyataannya tenaga kerja itu tidak homogen, factor produksi tidak hanya satu dan mobilitas tenaga kerja tidak bebas. Dikatakan absolute advantage karena masing-masing negara dapat


(34)

menghasilkan satu macam barang dengan biaya yang secara absolut lebih rendah dari negara lain.

Kelebihan dari teori Absolute advantage yaitu terjadinya perdagangan bebas antara dua negara yang saling memiliki keunggulan absolut yang berbeda, dimana terjadi interaksi ekspor dan impor hal ini meningkatkan kemakmuran negara. Kelemahannya yaitu apabila hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut maka perdagangan internasional tidak akan terjadi karena tidak ada keuntungan.

Bahwa setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak, serta mengimpor barang jika negara tersebut memiliki ketidakunggulan mutlak (Hamdy, 2001). Teori absolute advantage ini didasarkan kepada beberapa asumsi pokok antara lain:

• Faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja saja.

• Kualitas barang yang diproduksi kedua negara sama.

• Pertukaran dilakukan secara barter atau tanpa uang.

• Biaya transpor ditiadakan.

2. Comparative Advantage dari JS Mill

Teori ini menyatakan bahwa suatu Negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan mengimpor barang yang dimiliki comparative disadvantage (suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan ongkos yang besar )


(35)

Teori ini menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut. Dasar nilai pertukaran (term of Trade) ditentukan dengan batas - batas nilai tujar masing - masing barang didalam negeri. Kelebihan untuk teori comparative advantage ini adalah dapat menerangkan berapa nilai tukar dan berapa keuntungan karena pertukaran dimana kedua hal ini tidak dapat diterangkan oleh teori absolute advantage.

3. Comparative Cost Dari David Ricardo

Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana Negara tersebut dapat berproduksi relative lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relative kurang/tidak efisien. Berdasarkan contoh hipotesis dibawah ini maka dapat dikatakan bahwa teori comparative advantage dari David Ricardo adalah cost comparative advantage.

Suatu Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang / tidak produktif

Kelemahan teori klasik Comparative Advantage tidak dapat menjelaskan mengapa terdapat perbedaan fungsi produksi antara 2 negara. Sedangkan kelebihannya adalah perdagangan internasional antara dua negara tetap dapat terjadi walaupun hanya 1 negara yang memiliki keunggulan absolut asalkan masing-masing dari negara tersebut memiliki perbedaan dalam cost Comparative


(36)

Advantage atau production Comparative Advantage. Teori ini mencoba melihat kuntungan atau kerugian dalam perbandingan relatif. Teori ini berlandaskan pada asumsi:

• Labor Theory of Value, yaitu bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang tersebut, dimana nilai barang yang ditukar seimbang dengan jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk memproduksinya.

• Perdagangna internasional dilihat sebagai pertukaran barang dengan barang.

• Tidak diperhitungkannya biaya dari pengangkutan dan lain-lain dalam hal pemasaran

• Produksi dijalankan dengan biaya tetap, hal ini berarti skala produksi tidak berpengaruh.

Faktor produksi sama sekali tidak mobile antar negara. Oleh karena itu , suatu negara akan melakukan spesialisasi dalam produksi barang-barang dan mengekspornya bilamana negara tersebut mempunyai keuntungan dan akan mengimpor barang-barang yang dibutuhkan jika mempunyai kerugian dalam memproduksi.

• Paham klasik dapat menerangkan comparative advantage yang diperoleh dari perdagangan luar negeri timbul sebagai akibat dari perbedaan harga relatif ataupun tenaga kerja dari barang-barang tersebut yang diperdagangkan.

Teori keunggulan absolut dari Adam Smith memiliki kelemahan yang akhirnya disempurnakan oleh David Ricardo dengan teori comparative advantage


(37)

atau keunggulan komparatif, baik secara cost comparative (labor efficiency) maupun production comparative (labor productivity).

Menurut teori cost comparative (labor efficiency), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak efisien.

Sedangkan menurut Production comparative advantage (labor productivity), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan

internasioanal jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak produktif (Hamdy, 2001).

4. Teori H-O

Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak/ murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka/ mahal dalam memproduksinya.

Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis dari keunggulan komparatif adalah:


(38)

• Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi didalam suatu negara.

• Faktor intensity, yaitu teksnologi yang digunakan didalam proses produksi, apakah labor intensity atau capital intensity.

Dalam analisisnya, teori H-O menggunakan dua kurva yaitu, kurva Isocost, kurva yang menggambarkan total biaya produksi yang sama dan kurva

Isoquant, yaitu kurva yang menggambarkan total kuantitas produk yang sama

(Hamdy, 2001). Jadi dengan biaya tertentu akan diperoleh produk yang maksimal atau dengan biaya minimal akan diperoleh sejumlah produk tertentu. Analisis teori H-O :

• Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing Negara

• Comparative Advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimilkinya.

• Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya

• Sebaliknya masing-masing negara akan mengimpor barang-barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya.

Kelemahan dari teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara relatif sama maka harga barang yang sejenis akan sama pula sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi.


(39)

5. Paradoks Leontief

Wassily Leontief seorang pelopor utama dalam analisis input-output matriks, melalui study empiris yang dilakukannya pada tahun 1953 menemukan fakta, fakta itu mengenai struktur perdagangan luar negri (ekspor dan impor). Amerika serikat tahun 1947 yang bertentangan dengan teori H-O sehingga disebut sebagai paradoks leontief. Berdasarkan penelitian lebiih lanjut yang dilakukan ahli ekonomi perdagangan ternyata paradox liontief tersebut dapat terjadi karena empat sebab utama yaitu :

• Intensitas faktor produksi yang berkebalikan

• Tariff and Non tariff barrier

• Pebedaan dalam skill dan human capital

• Perbedaan dalam faktor sumberdaya alam

Kelebihan dari teori ini adalah jika suatu negara memiliki banyak tenaga kerja terdidik maka ekspornya akan lebih banyak. Sebaliknya jika suatu negara kurang memiliki tenaga kerja terdidik maka ekspornya akan lebih sedikit.

6. Teori International Product Life Cycle (IPLC)

Ada ketidak sesuaian asumsi teori H-O sehingga menimbulkan berbagai pertanyaan. Teori siklus kehidupan produk merupakan jawaban atas kegagalan teori H-O yang dikemukakan oleh Raymond Vernon pada tahun 1966 yaitu bahwa jalan hidup suatu produk menimbulkan keunggulan komparatif pada tiap tahap menciptakan perdagangan. Menurut model ini, pada tahap awal penciptaan sebuah produk baru dan pengenalannya ke pasar, biasanya proses produksinya mensyaratkan tenaga kerja terampil namun begitu produk itu matang dan telah


(40)

memperoleh pasar yang luas, maka produk itupun menjadi standar (Salvatore, 1997).

Menurut Sak Onkvisit dan John J. Shaw, berdasarkan teori IPLC terdapat lima tahapan, yaitu tahap I sampai tahap V yang memberi gambaran tentang perkembangan suatu produk. Tahapan-tahapan itu adalah (Hamdy, 2001) :

• Inovasi lokal

• Inovasi di luar negeri

Maturity

• Imitasi di luar

• Pembalikan

7. Teori Opportunity Cost

Opportunity Cost digambarkan sebagai production possibility curve (PPC) yang menunjukkan kemungkinan kombinasi output yang dihasilkan suatu Negara dengan sejumlah faktor produksi secara full employment. Dalam hal ini bentuk PPC akan tergantung pada asusmsi tentang Opportunity Cost yang digunakan yaitu PPC Constant cost dan PPC increasing cost

8. Offer Curve/Reciprocal Demand (OC/RD)

Teori Offer Curve ini diperkenalkan oleh dua ekonom inggris yaitu Marshall dan Edgeworth yang menggambarkan sebagai kurva yang menunjukkan kesediaan suatu Negara untuk menawarkan/menukarkan suatu barang dengan barang lainnya pada berbagai kemungkinan harga.


(41)

Kelebihan dari offer curve yaitu masing-masing Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional yaitu mencapai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Permintaan dan penawaran pada faktor produksi akan menentukan harga factor produksi tersebut dan dengan pengaruh teknologi akan menentukan harga suatu produk. Pada akhirnya semua itu akan bermuara kepada penentuan comparative advantage dan pola perdagangan (trade pattern) suatu negara. Kualitas sumber daya manusia dan teknologi adalah dua faktor yang senantiasa diperlukan untuk dapat bersaing di pasar internasional.

2.5. Penelitian Terdahulu

1. Wira Rahadi (2000), dengan judul penelitiannya adalah “Analisis Ekspor Karet Alam Indonesia Ke Amerika Tahun 1971-1998”. Metode analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Volume ekspor karet alam Indonesia dengan variabel-variabel yang mempengaruhinya yaitu harga karet alam dunia, harga karet sintetis, produksi karet alam Indonesia, GDP riil Amerika Serikat sebagai negara tujuan dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat. Hasil penelitian diperoleh bahwa variabel-variabel yang berpengaruh terhadap ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dengan urutan dari variabel yang sangat berpengaruh hingga variabel yang pengaruhnya lebih kecil adalah GDP riil Amerika Serikat, harga karet alam dunia, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, produksi karet alam Indonesia dan harga karet sintetis.


(42)

2. Fistina Devi (2001), dengan judul “Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Timah Putih Indonesia ke Singapura Tahun 1978 – 1997”. Penelitiannya menggunakan alat analisis regresi log natural. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara nilai ekspor timah putih Indonesia ke Singapura dengan variabel-variabel yang mempengaruhinya yaitu harga timah putih, konsumsi dalam negeri, biaya transportasi dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika. Hasil dari penelitian diketahui bahwa variabel harga timah putih, biaya tranportasi, konsumsi dalam negeri dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika secara bersama-sama berpengaruh tehadap ekspor timah putih Indonesia. Selain itu, secara statistik variabel-variabel independen yang terdiri dari harga timah putih, biaya transportasi, konsumsi dalam negeri dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika mampu menjelaskan variasi pada variabel dependen yaitu ekspor timah putih Indonesia sebesar 87,39 % (R squared = 0,864321).

3. Dian Cahyono (2004), dengan judul penelitiannya adalah “Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Tembakau Olahan Indonesia Oleh Singapura 1986-2002”. Metode analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Volume ekspor tembakau Indonesia ke Singapura dengan variabel-variabel yang mempengaruhinya yaitu harga tembakau internasional, GDP riil Singapura sebagai negara tujuan dan nilai tukar Dollar Singapura terhadap Rupiah. Hasil dari penelitian diketahui bahwa variabel harga tembakau internasional dan GDP riil Singapura berpengaruh tehadap ekspor tembakau tetapi pada variabel


(43)

nilai tukar dollar Singapura ke rupiah tidak berpengaruh secara nyata terhadap ekspor tembakau Indonesia oleh Singapura.

4. Ajeng Wulandari (2006), dengan judul penelitian “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor karet dari Indonesia ke Amerika kurun waktu 1983-2003”. Metode analisis yang digunakan adalah regresi logaritma linier kuadrat terkecil. Dari analisis yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa secara statistik yang mempengaruhi volume ekspor karet Indonesia ke Amerika adalah GDP Amerika, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika dan juga variabel dummy. Sedangkan harga karet alam dunia dan harga karet sintetis tidak mempengaruhi volume ekspor karet Indonesia ke Amerika secara nyata.

2.6. Kerangka Konseptual

Indonesia terkenal sebagai salah satu produsen karet yang sangat penting dalam ekonomi dunia. Tanaman karet juga memiliki peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian Indonesia. Karet termasuk komoditi sosial prioritas tinggi. Komoditi tersebut mempunyai peranan strategis, tidak saja merupakan sumber penghasilan devisa utama di sektor pertanian, tetapi lebih penting lagi adalah rangkaian kegiatan produksi karet termasuk pengolahan dan pemasarannya. Itu semua menciptakan lapangan kerja yang cukup banyak menyerap tenaga. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditi penghasil getah ini. Karet tak hanya diusahakan oleh perkebunan-perkebunan besar milik negara yang memiliki areal mencapai ratusan ribu hektar, tetapi juga diusahakan oleh swasta dan rakyat.

Sehubungan dengan adanya pemikiran bahwasannya ekspor karet Indonesia dipengaruhi berbagai faktor selain permintaan dan penawaran terhadap karet itu sendiri. Dimana faktor permintaan karet Indonesia diwakili oleh GDP


(44)

Amerika dan faktor penawaran diwakili oleh jumlah produksi karet dalam negeri, sedangkan harga karet dunia dan kurs merupakan variabel yang mempengaruhi permintaan dan penawaran itu sendiri.

Adapun kerangka konseptual dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Karet Indonesia ke Amerika

2.7. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Produksi Karet Indonesia berpengaruh positif terhadap volume ekspor karet Indonesia ke Amerika Serikat.

2. Harga karet internasional akan berpengaruh positif terhadap volume ekspor karet Indonesia ke Amerika Serikat.

3. Nilai Kurs akan berpengaruh positif terhadap volume ekspor karet Indonesia ke Amerika Serikat.

4. GDP Amerika akan berpengaruh positif terhadap volume ekspor karet Indonesia ke Amerika Serikat.

Produksi Karet Harga Karet Dunia

GDP Amerika Kurs


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini memfokuskan masalah faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor karet Indonesia ke Amerika. Dengan variabel penelitiannya adalah volume ekspor karet Indonesia, produksi karet alam Indonesia, harga karet alam dunia, nilai kurs dan GDP Amerika.

3.2 Jenis Dan Sumber Data

Data yang digunakan adalah data sekunder dengan jenis data runtun waktu triwulanan mulai dari triwulan pertama tahun 2002 sampai triwulan keempat tahun 2011, yang bersumber dari Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia dan data pendukung lainnya yang diperoleh dari jurnal, buku dan penelitian sebelumnya.

3.3 Pengolahan Data

Penulis menggunakan program komputer SPSS ver. 19 dalam mengolah dan menganalisis data penelitian di dalam tesis ini.

3.4 Model Analisis

Model analisis yang akan digunakan merupakan model ekonometrik dengan menggunakan teknik analisis Ordinary Least Square (OLS). Adapun model persamaan penelitian ini dapat difungsikan sebagai berikut :


(46)

Ekspor = f (produksi karet, harga karet alam, kurs dan GDP Amerika) ... (1) Adapun model persamaannya dengan menggunakan pendekatan first different adalah sebagai berikut :

∆EKt = β0+ β1∆Prodt+ β2∆Hrgt+ β3∆Kurst+ β4∆GDPt + εt ... (2)

Dimana :

∆EK = Perubahan Volume ekspor karet Indonesia

∆Prod = Perubahan Produksi karet alam Indonesia

∆Hrg = Perubahan Harga karet alam dunia

∆Kurs = Perubahan Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika

∆GDP = Perubahan Gross Domestik Produk Amerika

β0 = Intersep

β1 – β4 = koefisien regresi t = Triwulan (1, 2, ..., 39)

ε = Kesalahan pengganggu

3.5 Uji Asumsi Klasik 3.5.1 Uji Normalitas

Pendugaan persamaan dengan menggunakan metode OLS harus memenuhi sifat kenormalan, karena jika tidak normal dapat menyebabkan varians infinitif (ragam tidak hingga atau ragam yang sangat besar). Hasil pendugaan yang memiliki varians infinitif menyebabkan pendugaan dengan metode OLS akan menghasilkan nilai dugaan yang not meaningful (tidak berarti). Hal ini mengindikasikan bahwa uji F dan t terhadap parameter pendugaan tidak mempunyai nilai. Hasil Penelitian yang memiliki ragam yang besar membuat hasil


(47)

pendugaan tidak efektif, namun hasil uji F dan t terhadap parameter penduga masih memiliki nilai (Verbeek et. al, 2000 dan Thomas, 1997).

Di dalam program SPSS salah satu metode untuk melihat enormalan data adalah dengan pengujian Kolmogorov-Smirnov. Dimana Kolmogorov-Smirnov test mempunyai distribusi derajat bebas dua. Jika hasil Kolmogorov-Smirnov test lebih besar dari nilai α = 5 persen, maka tolak hipotesis nul yang berarti data berdistribusi normal. Jika hasil Kolmogorov-Smirnov test lebih kecil dari nilai α = 5 persen, maka terima hipotesis nul yang berarti data tidak berdistribusi normal. Sedangkan pendekatan lain adalah dengan cara melihat gambar grafik, dimana semakin dekat titik-titik data kepada garis kenormalan maka dapat disimpulkan bahwa data telah berdistribusi normal.

3.5.2 Uji Multikolinieritas

Masalah multikolinearitas muncul jika terdapat hubungan yang sempurna atau pasti diantara beberapa variable atau semua variable independen dalam model. Pada kasus multikolinearitas yang serius, koefisien regresi tidak lagi menunjukkan pengaruh murni dari variable independen dalam model. Ada beberapa model untuk mendeteksi keberadaan multikolinearitas. Untuk mendeteksi multikolinearitas digunakan uji pada variable-variabel bebas dengan pengukuran terhadap Varian Inflatio Factor (VIF) dan Tolerance (Tol) apabila nilai VIF berada di bawah 10 dan nilai Tol berada di atas 1 dikatakan bahwa persamaan tidak mengandung multikolinearitas (Gujarati, 2003).


(48)

3.5.3 Uji Autokorelasi

Autokorelasi merupakan hubungan yang terjadi antara variabel-variabel dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu. Dengan kata lain, autokorelasi akan menunjukkan hubungan antara nilai-nilai yang berurutan dari variabel-variabel yang sama. Autokorelasi dapat terjadi apabila kesalahan pengganggu suatu periode korelasi dengan kesalahan pengganggu periode sebelumnya. Adapun alat penguji yang digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi adalah :

Durbin-Watson test (D-W test)

DW test dapat dirumuskan sebagai berikut :

(

)

= = − − = n t t n t t t e e e d 1 2 2 2 1

Di dalam pengujian autokorelasi ini, maka terlebih dahulu harus ditentukan besarnya nilai kritis dari dU dan dL berdasarkan jumlah pengamatan

dan variabel bebasnya.

Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut : H0: ρ = 0, tidak ada gejala autokorelasi

Ha: ρ≠ 0, ada gejala autokorelasi

Dengan kriteria sebagai berikut : H0 diterima jika (dU < d < 4 – dU),

Artinya data pengamatan tidak terdapat gejala autokorelasi. H0 ditolak jika (d < dL) atau (d > 4 – dL),


(49)

Tidak ada kesimpulan jika (dL≤ d ≤ dU) atau (4 – dU≤ d ≤ 4 – dL),

Artinya Uji Durbin-Watson tidak dapat memberikan kesimpulan yang pasti terhadap ada atau tidaknya gejala autokorelasi pada data pengamatan.

3.6 Uji Kesesuaian Model

3.6.1 Koefisien Determinan (R Square)

Koefisien determinan dilakukan untuk melihat seberapa besar variabel-variabel bebas memberikan penjelasan mengenai variabel-variabel terikat. Dimana jika R2 = 0, artinya variabel-variabel bebas tidak dapat menerangkan hubungan terhadap variabel terikat. Sedangkan jika R2 = 1, artinya variabel-variabel bebas mampu menerangkan hubungan terhadap variabel terikat.

3.6.2 Uji t (uji parsial)

Merupakan suatu pengujian untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel independen lainnya konstan. Pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dilakukan pada tingkat kepercayaan 95 %. Nilai t hitung

dapat diperoleh melalui rumus berikut ini :

(

)

1 1

Sb b b

thitung = −

dimana :

b1 = Koefisien variabel bebas ke 1

b = Nilai hipotesis nol

Sb1 = Simpangan baku dari variabel bebas ke 1

Berdasarkan Uji t, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : Ho: βi = 0


(50)

Ha: βi ≠ 0

Dengan kriteria sebagai berikut : Ho diterima jika t hitung < t tabel

Artinya ada variabel independen yang tidak secara nyata mempengaruhi variabel dependen.

Ho ditolak jika t hitung > t tabel

Artinya ada variabel independen yang secara nyata mempengaruhi variabel dependen.

3.6.3 Uji F (uji serempak)

Merupakan pengujian untuk melihat seberapa besar variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Pengujian ini juga dilakukan pada tingkat kepercayaan 95 %. Nilai F hitung dapat diperoleh melalui

rumus berikut ini :

(

)

(

)

(

n k

)

R k R Fhitung − − − = 2 2 1 1 dimana :

R2 = Koefisien determinan k = Jumlah variabel bebas n = Jumlah sampel

Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut : Ho: β1 = β2= β3= β4 = 0

Ha: β1= β2= β3= β4 ≠ 0 (paling sedikit satu variabel)


(51)

Ho diterima jika F hitung≤ F tabel

Artinya seluruh variabel independen tidak secara nyata mempengaruhi variabel dependen.

Ho ditolak jika F hitung > F tabel

Artinya seluruh variabel independen secara nyata mempengaruhi variabel dependen.

3.7 Definisi Operasional

1. Ekspor karet Indonesia merupakan total volume ekspor karet Indonesia yang telah berangkat dari seluruh pelabuhan tujuan ekspor dalam satuan metrik ton. 2. Produksi karet alam Indonesia merupakan hasil keseluruhan produksi

perkebunan karet di Indonesia selama satu periode dalam satuan ribu ton. 3. Harga karet alam dunia merupakan harga penjualan karet alam yang tercatat

di bursa pasar karet dunia di Singapura dan Tokyo dalam satuan US Dollar/100 gr.

4. Kurs merupakan nilai tukar tengah Rupiah Indonesia terhadap Dolar Amerika dalam satuan rupiah.

5. Gross Domestik Produk Amerika merupakan pendapatan seluruh elemen perekonomian di negara Amerika Serikat dalam satuan milyar US Dollar.


(52)

BAB IV

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Variabel Penelitian

Pada bagian ini akan ditampilkan nilai dari seluruh variabel penelitian dalam bentuk tabel dan grafik sehingga akan terlihat perkembangan variabel penelitian tersebut selama periode penelitian.

4.1.1 Volume Ekspor Karet Indonesia

Perkembangan volume ekspor karet Indonesia selama periode penelitian secara umum menunjukkan perkembangan yang positif. Hal ini menunjukkan perbaikan perekonomian Indonesia yang sempat terpuruk akibat krisis moneter pada periode 1997-1998. Sehingga dengan adanya peningkatan ekspor karet ini diharapkan terjadinya peningkatan perbaikan taraf hidup petani karet secara umum dan akan memberikan dampak yang positif terhadap pemerataan distribusi pendapatan kepada seluruh elemen rakyat Indonesia.

Adapun tabel perkembangan volume ekspor karet Indonesia tahun 2007-2011 adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1 Perkembangan Volume Ekspor Karet Indonesia (Metrik Ton) Kuartal Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

I 2.409,00 1.855,63 2.275,50 2.381,63 4.004,29

II 2.333,00 1.945,88 2.326,50 2.497,88 3.348,76

III 2.257,00 2.036,13 2.377,50 2.614,13 2.693,24

IV 2.181,00 2.126,38 2.428,50 2.730,38 2.037,71

Jumlah 9.180,00 7964,02 9408 10224,02 12084 Sumber : BPS Indonesia (Data diolah).

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa volume ekspor karet Indonesia terendah terjadi pada kuartal pertama tahun 2008 yang berjumlah 1.855 metrik


(53)

ton. Hal ini kemungkinan disebabkan dampak perekonomian dunia yang sedang terpuruk akibat berbagai krisis yang terjadi sehingga mengganggu permintaan terhadap karet Indonesia dan berakibat negatif terhadap volume ekspor karet Indonesia. Sedangkan pada kuartal pertama tahun 2011 merupakan volume ekspor karet Indonesia tertinggi yang berjumlah 4.000 metrik ton. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya peningkatan produksi karet dalam negeri yang didorong tingginya harga karet internasional sehingga meningkatkan jumlah karet yang diekspor ke luar negeri.

Adapun grafik perkembangan volume ekspor karet Indonesia tahun 2007-2011 adalah sebagai berikut :

Gambar 4.1 Perkembangan Volume Ekspor Karet Indonesia (Metrik Ton)

Dari gambar di atas dapat dilihat pada tahun 2007 terdapat trend penurunan volume ekspor karet Indonesia, kemudian pada tahun 2008-2010 prospek karet mengalami perbaikan ditandai dengan adanya trend peningkatan volume ekpor karet Indonesia selama periode tersebut. Sedangkan pada tahun 2011, walaupun merupakan masa keemasan ekspor karet Indonesia -ditandai

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV


(54)

dengan puncak ekspor tersebut tetapi secara umum pada tahun ini trend penurunan yang terjadi.

Pertumbuhan ekonomi dunia yang pesat pada sepuluh tahun terakhir, terutama China dan beberapa negara kawasan Asia-Pasifik dan Amerika Latin seperti India, Korea Selatan dan Brazil, memberi dampak pertumbuhan permintaan karet alam yang cukup tinggi, walaupun pertumbuhan permintaan karet di negara-negara industri maju seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang relatif stagnan.

4.1.2 Jumlah Produksi Karet Indonesia

Perkembangan produksi karet Indonesia selama periode penelitian secara umum menunjukkan perkembangan yang relatif konstan walaupun sangat rendah. Hal ini menunjukkan masih rendahnya produktivitas tanaman karet yang ada di Indonesia akibat masih rendahnya pertumbuhan luas lahan perkebunan karet dan pemanfaatan teknologi di dalam pengembangan kualitas dan kuantitas produksi karet di Indonesia. Selain itu, prospek bisnis karet juga seakan tenggelam dengan meningkatnya hegemoni masyarakat dan pengusaha terhadap komoditas perkebunan lainnya seperti kelapa sawit. Dimana hal ini merupakan penyebab utama rendahnya pertumbuhan produksi karet di Indonesia.


(55)

Adapun tabel perkembangan produksi karet Indonesia tahun 2007-2011 adalah sebagai berikut :

Tabel 4.2 Perkembangan Produksi Karet Indonesia (Ribu Ton) Kuartal Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

I 2.756,13 2.869,00 2.063,13 3.366,25 5.019,81

II 2.755,38 2.791,00 2.314,38 3.418,75 4.109,94

III 2.754,63 2.713,00 2.565,63 3.471,25 3.200,06

IV 2.753,88 2.635,00 2.816,88 3.523,75 2.290,19

Jumlah 11020,02 11008 9760,02 13780 14620 Sumber : Dirjen Perkebunan (data diolah).

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa produksi karet Indonesia terendah terjadi pada kuartal pertama tahun 2009 yang berjumlah 2,06 juta ton. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya penurunan harga karet internasional sehingga berdampak terhadap hasrat pemilik perkebunan karet untuk mengekspor hasil karetnya sehingga menurunkan produksi karet Indonesia. Sedangkan pada kuartal pertama tahun 2011 merupakan produksi karet Indonesia tertinggi yang berjumlah 5 juta ton. Hal ini kemungkinan disebabkan tingginya harga karet internasional sehingga meningkatkan jumlah karet yang diekspor ke luar negeri dan berdampak terhadap produksi karet Indonesia sehingga pemilik perkebunan akan mendapatkan hasil yang lebih banyak.

Menurut International Rubber Study Group (IRSG), diperkirakan akan terjadi kekurangan pasokan karet alam pada periode dua dekade ke depan. Hal ini menjadi kekuatiran pihak konsumen, terutama pabrik-pabrik ban seperti Bridgestone, Goodyear dan Michelin. Sehingga pada tahun 2004, IRSG membentuk Task Force Rubber Eco Project (REP) untuk melakukan studi tentang permintaan dan penawaran karet sampai dengan tahun 2035. Hasil studi REP meyatakan bahwa permintaan karet alam dan sintetik dunia pada tahun 2035


(56)

adalah sebesar 31.3 juta ton untuk industri ban dan non ban, dan 15 juta ton diantaranya adalah karet alam. Produksi karet alam pada tahun 2005 diperkirakan 8.5 juta ton. Dari studi ini diproyeksikan pertumbuhan produksi Indonesia akan mencapai 3% per tahun, sedangkan Thailand hanya 1% dan Malaysia -2%. Pertumbuhan produksi Indonesia ini dapat dicapai melalui peremajaan atau penaman baru karet yang cukup luas, dengan perkiraan produksi pada tahun 2020 sebesar 3.5 juta ton dan tahun 2035 sebesar 5.1 juta ton.

Adapun grafik perkembangan produksi karet Indonesia tahun 2007-2011 adalah sebagai berikut :

Gambar 4.2 Perkembangan Produksi Karet Indonesia (Ribu Ton)

Dari gambar di atas dapat dilihat pada tahun 2007-2008 terdapat trend produksi karet Indonesia yang konstan, kemudian pada tahun 2009-2010 prospek karet mengalami perbaikan ditandai dengan adanya trend peningkatan produksi karet Indonesia selama periode tersebut. Sedangkan pada tahun 2011, walaupun merupakan masa keemasan ekspor karet Indonesia ditandai dengan puncak produksi tersebut tetapi secara umum pada tahun ini trend penurunan yang terjadi.

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV


(57)

4.1.3 Harga Karet Internasional

Perkembangan harga karet internasional selama periode penelitian secara umum menunjukkan perkembangan yang meningkat walaupun pada periode-periode tertentu mengalami gejolak. Hal ini menunjukkan masih tingginya pengaruh permintaan dan penawaran karet terhadap harga di pasar internasional, selain itu kondisi cuaca dan perekonomian baik untuk begara pengekspor maupun negara tujuan ekspor memiliki pengaruh yang tidak kecil terhadap persediaan karet dunia yang pada akhirnya mempengaruhi harga di pasar internasional.

Adapun tabel perkembangan harga karet internasional tahun 2007-2011 adalah sebagai berikut :

Tabel 4.3 Perkembangan Harga Karet Internasional (USD/100 gr) Kuartal Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

I 217,00 264,75 155,90 336,35 544,85

II 213,20 307,95 219,60 380,65 536,60

III 233,00 304,80 235,65 376,50 460,15

IV 242,00 140,65 297,25 461,50 399,55

Jumlah 905,2 1018,15 908,4 1555 1941,15 Sumber : IRSG (data diolah)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa harga karet internasional terendah terjadi pada kuartal keempat tahun 2008 yang bernilai 140 USD/100 gr. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya penurunan konsumsi karet dunia akibat lesunya perekonomian negara-negara konsumen utama karet, sehingga menyebabkan penurunan permintaan yang pada akhirnya harga karet internasional juga mengalami koreksi. Sedangkan pada kuartal pertama tahun 2011 merupakan harga karet internasional tertinggi yang bernilai 544 USD/100 gr. Hal ini kemungkinan


(58)

disebabkan adanya perbaikan perekonomian secara global yang berdampak terhadap peningkatan permintaan akan karet sehingga mendorong harga karet di pasar internasional cenderung meningkat.

Bedasarkan data IRSG (2004a), ketakseimbangan (imbalance) penawaran dan permintaan karet alam mulai terlihat sejak tahun 1900-an (surplus/defisit dari penawaran karet alam), dan berpengaruh terhadap cadangan (stock) karet alam dunia. Secara teoritis, harga diharapkan akan bereaksi dengan ketakseimbangan penawaran dan permintaan. Dimana kenaikan harga terjadi karena defisit penawaran dan turunnya harga karena surplus penawaran, akan tetapi hipotesis tersebut tidak didukung kenyataan di lapangan. Hal tersebut tentunya akan menyulitkan bagi pelaku pasar dalam mengambil keputusan.

Menurut Ng (1986), tidak berpengaruhnya surplus/defisit pasokan dan cadangan terhadap harga karet dunia, disebabkan oleh adanya imperfect knowledge terhadap penawaran dan permintaan global karet alam pada waktu

tertentu (adanya senjang waktu karena masalah akses informasi) serta adanya kegiatan spekulasi dan hedging pada kegiatan pemasaran karet alam dunia seperti forward purchase, future contract, longterm arrangement, dan sebagainya.


(59)

Adapun grafik perkembangan harga karet internasional tahun 2007-2011 adalah sebagai berikut :

Gambar 4.3 Perkembangan Harga Karet Internasional (USD/100 gr)

Dari gambar di atas dapat dilihat pada tahun 2007-2008 terdapat trend peningkatan harga karet internasional, walaupun pada akhir periode tersebut harga karet mengalami koreksi yang signifikan. kemudian pada tahun 2009-2010 prospek karet mengalami perbaikan ditandai dengan adanya trend peningkatan harga karet internasional selama periode tersebut. Sedangkan pada tahun 2011, walaupun merupakan masa keemasan harga karet dipasar internasional ditandai dengan puncak harga tersebut tetapi secara umum pada tahun ini trend penurunan yang terjadi.

0 100 200 300 400 500 600

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV


(60)

4.1.4 Nilai Kurs

Perkembangan nilai kurs Rupiah terhadap Dolar selama periode penelitian secara umum menunjukkan trend yang konstan walaupun pada periode-periode tertentu mengalami gejolak. Hal ini menunjukkan kekuatan Rupiah yang masih dijaga di kisaran Rp. 9.000/USD oleh Bank Indonesia untuk bisa tetap menjaga efektifitas Rupiah dalam kegiatan ekspor dan impor tanpa mengganggu pertumbuhan ekonomi. Walaupun pergerakan nilai tukar Rupiah masih dominan dipengaruhi variabel asing, tetapi jika terdapat gejolak di pasar uang maka Bank Indonesia langsung bisa meredam gejolak tersebut dengan bantuan cadangan devisa Indonesia yang terus mengalami pertumbuhan yang signifikan dari tahun ke tahun.

Adapun tabel perkembangan nilai kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika tahun 2007-2011 adalah sebagai berikut :

Tabel 4.4 Perkembangan Nilai Kurs (Rupiah) Kuartal Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

I 9.118 9.217 11.575 9.115 8.709

II 9.054 9.225 10.225 9.083 8.597

III 9.137 9.378 9.681 8.924 8.823

IV 9.419 10.950 9.400 8.991 9.068

Jumlah 36728 38770 40881 36113 35197 Sumber : Bank Indonesia (data diolah).

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika terendah terjadi pada kuartal pertama tahun 2009 yang bernilai Rp. 11.575/USD. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya gejolak perekonomian di negara Amerika Serikat yang menyebabkan penurunan nilai mata uang Dolar diseluruh dunia, dimana hal ini dimanfaatkan oleh para spekulan untuk membeli Dolar di pasaran. Sehingga menyebabkan terjadinya kekuarangan persediaan yang


(61)

pada akhirnya menyebabkan nilai Dolar di pasar uang Indonesia mengalami penguatan sehingga Rupiah ikut tertekan dan mengalami pelemahan. Sedangkan pada kuartal kedua tahun 2011 merupakan nilai kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika tertinggi yang bernilai Rp. 8.597/USD. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya kelebihan persediaan Dolar Amerika di pasar uang Indonesia akibat membaiknya kondisi perekonomian global yang pada akhirnya membuat kegiatan ekspor impor juga mengalami peningkatan dan berdampak menguatkan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika.

Adapun grafik perkembangan nilai kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika tahun 2007-2011 adalah sebagai berikut :

Gambar 4.4 Perkembangan Nilai Kurs 2007-2011 (Rupiah)

Dari gambar di atas dapat dilihat pada tahun 2007-2008 terdapat trend pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika. Kemudian pada tahun 2009-2010 prospek perekonomian dunia mengalami perbaikan terutama perekonomian Indonesia sehingga terjadinya trend penguatan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika. Pada tahun 2011, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV


(62)

Amerika menunjukkan trend pelemahan yang cukup signifikan dirasakan oleh berbagai pihak.

4.1.5 Gross Domestic Product (GDP) Amerika

Perkembangan GDP Amerika selama periode penelitian secara umum menunjukkan trend yang meningkat walaupun pada periode-periode tertentu mengalami gejolak. Hal ini merupakan suatu kewajaran yang tidak terbantahkan, dimana Amerika Serikat merupakan negara adi daya yang memiliki berbagai sumber daya yang melimpah untuk bisa diolah dan diproses sehingga bisa meningkatkan pendapatannya. Selain itu, pemulihan perekonomian Amerika Serikat bisa dibilang mengalami kemajuan yang sangat berarti dan bisa dikatakn berhasil dilaksanakan oleh pemerintah Amerika Serikat.

Adapun tabel perkembangan GDP Amerika tahun 2007-2011 adalah sebagai berikut :

Tabel 4.5 Perkembangan GDP Amerika (Milyar Dollar) Kuartal Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

I 13.758,50 14.273,90 13.893,70 14.277,90 14.867,80

II 13.976,80 14.415,50 13.854,10 14.467,80 15.012,80

III 14.126,20 14.395,10 13.920,50 14.605,50 15.176,10

IV 14.253,20 14.081,70 14.087,40 14.755,00 15.319,40

Jumlah 56114,70 57166,20 55755,70 58106,20 60376,10 Sumber : US Statistic (data diolah).

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa GDP Amerika terendah terjadi pada kuartal pertama tahun 2008 yang bernilai 13,758 Triliun USD. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya gejolak perekonomian di negara Amerika Serikat yang menyebabkan penurunan produktivitas masyaraat dan berdampak terhadap pendapatan negara tersebut. Dilain sisi, pada saat itu pemerintah


(63)

Amerika Serikat sedang berupaya melakukan langkah penghematan anggaran yang juga memiliki andil terhadap rendahnya pendapatan negara tersebut. Sedangkan pada kuartal keempat tahun 2011 merupakan GDP Amerika tertinggi yang bernilai 15,319 Triliun USD. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya peningkatan produktivitas yang berhubungan searah terhadap pendapatan Amerika Serikat yang terus meningkat dan mencapai puncaknya pada periode ini..

Adapun grafik perkembangan GDP Amerika tahun 2007-2011 adalah sebagai berikut :

Gambar 4.5 Perkembangan GDP Amerika 2007-2011 (Milyar Dollar)

Dari gambar di atas dapat dilihat pada tahun 2007-2008 terdapat trend peningkatan GDP Amerika. Walaupun pada akhir 2008 dan awal 2009 memiliki trend penurunan GDP Amerika tetapi pada tahun 2009-2011 prospek perekonomian Amerika Serikat mengalami perbaikan sehingga terjadinya trend peningkatan GDP Amerika.

Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan mild but still strong. Kenaikan harga minyak bumi, inflasi dan suku bunga akan memperlambat pertumbuhan

12500 13000 13500 14000 14500 15000 15500

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV


(64)

ekonomi global, apalagi jika FED tidak dapat mengelola ekonomi Amerika Serikat sebagai lokomotif dunia. Jika ekonomi Amerika Serikat melambat, maka tentunya akan mempengaruhi harga karet alam.

4.2 Hasil Analisis

Untuk mendapatkan besarnya koefisien variabel yang ditentukan pada model estimasi menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dan

pendekatan first difference dengan menggunakan program SPSS 19. Model

transformasi ini merupakan salah satu bentuk pengubahan model sehingga akan diperoleh hasil yang lebih baik tanpa meninggalkan data dan hasil analisis yang sebesarnya.

Adapun koefisien untuk masing-masing variabel dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.6 Koefisien Variabel Penelitian No Variabel Koefisien t-stat Sign.

1 constanta 52,588 1,512 0,140

2 dif_prod 0,628 9,091 0,000

3 dif_hrg 1,128 1,570 0,126

4 dif_kurs 0,110 1,994 0,054

5 dif_gdp -0,489 -2,152 0,039

R2 = 0,792 Catatan :

n = 39 *** Signifikan pada α 1%

F-stat = 32,380 ** Signifikan pada α 5%

F-sign. = 0,000 * Signifikan pada α 10%

DW-stat = 2,002


(1)

Lampiran 1. Data Penelitian

Tahun

Kuartal

Karet Dunia

GDP USA

Kurs

Produksi

Ekspor

USD/100gr

Milyar Dolar

Rupiah

Ribu Ton

Metrik

Ton

2002

I

72,55

10.498,70

9.705,00

1.951,13

1.830,63

II

88,10

10.601,90

8.730,00

1.974,38

1.870,88

III

85,55

10.701,70

9.015,00

1.997,63

1.911,13

IV

93,75

10.766,90

8.940,00

2.020,88

1.951,38

2003

I

102,85

10.887,40

8.908,00

2.050,13

2.000,63

II

110,70

11.011,60

8.285,00

2.069,38

2.034,88

III

112,30

11.255,10

8.389,00

2.088,63

2.069,13

IV

124,10

11.414,80

8.465,00

2.107,88

2.103,38

2004

I

131,85

11.589,90

8.587,00

2.112,88

2.152,63

II

146,90

11.762,90

9.415,00

2.141,63

2.176,88

III

121,25

11.936,30

9.170,00

2.170,38

2.201,13

IV

125,30

12.123,90

9.290,00

2.199,13

2.225,38

2005

I

132,55

12.361,80

9.480,00

2.133,75

2.240,63

II

149,35

12.500,00

9.713,00

2.225,25

2.270,88

III

144,90

12.728,60

10.310,00

2.316,75

2.301,13

IV

158,45

12.901,40

9.830,00

2.408,25

2.331,38

2006

I

189,50

13.161,40

9.075,00

2.592,75

2.449,00

II

245,40

13.330,40

9.300,00

2.622,25

2.421,00

III

190,75

13.432,80

9.235,00

2.651,75

2.393,00


(2)

Tahun

Kuartal

Karet Dunia

GDP USA

Kurs

Produksi

Ekspor

USD/100gr

Milyar Dolar

Rupiah

Ribu Ton

Metrik

Ton

2007

I

217,00

13.758,50

9.118,00

2.756,13

2.409,00

II

213,20

13.976,80

9.054,00

2.755,38

2.333,00

III

233,00

14.126,20

9.137,00

2.754,63

2.257,00

IV

242,00

14.253,20

9.419,00

2.753,88

2.181,00

2008

I

264,75

14.273,90

9.217,00

2.869,00

1.855,63

II

307,95

14.415,50

9.225,00

2.791,00

1.945,88

III

304,80

14.395,10

9.378,00

2.713,00

2.036,13

IV

140,65

14.081,70

10.950,00

2.635,00

2.126,38

2009

I

155,90

13.893,70

11.575,00

2.063,13

2.275,50

II

219,60

13.854,10

10.225,00

2.314,38

2.326,50

III

235,65

13.920,50

9.681,00

2.565,63

2.377,50

IV

297,25

14.087,40

9.400,00

2.816,88

2.428,50

2010

I

336,35

14.277,90

9.115,00

3.366,25

2.381,63

II

380,65

14.467,80

9.083,00

3.418,75

2.497,88

III

376,50

14.605,50

8.924,00

3.471,25

2.614,13

IV

461,50

14.755,00

8.991,00

3.523,75

2.730,38

2011

I

544,85

14.867,80

8.709,00

5.019,81

4.004,29

II

536,60

15.012,80

8.597,00

4.109,94

3.348,76

III

460,15

15.176,10

8.823,00

3.200,06

2.693,24


(3)

Lampiran 2. Hasil Estimasi Awal

Mo d e l S u m m a ry

Model

R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 ,885 ,784 ,759 193,50134 ,552

ANOVAb

Model

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

1 Regression 4758334,346 4 1189583,586 31,771 ,000

Residual 1310496,853 35 37442,767

Total 6068831,199 39

Co e ffic ie n ts a

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 925,479 539,744

1,715 ,095

prod ,604 ,109 ,979 5,535 ,000 ,197 5,072

hrg ,852 ,804 ,274 1,060 ,296 ,092 10,821

kurs ,125 ,066 ,203 1,894 ,066 ,536 1,866


(4)

Lampiran 3. Hasil Estimasi First Difference

Mo d e l S u m m a ry

Model

R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 ,890 ,792 ,767 139,34673 2,002

ANOVAb

Model Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

1 Regression 2507199,908 4 626799,977 32,280 ,000

Residual 660195,356 34 19417,510

Total 3167395,264 38

Co e ffic ie n ts a

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics B

Std.

Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 52,588 34,782

1,512 ,140

dif_prod ,628 ,069 ,840 9,091 ,000 ,719 1,391

dif_hrg 1,128 ,719 ,170 1,570 ,126 ,520 1,922

dif_kurs ,110 ,055 ,186 1,994 ,054 ,708 1,413


(5)

Lampiran 4. Hasil Pengujian Asumsi Klasik

Co e ffic ie n t Co rre la tio n s a

Model

dif_prod dif_hrg dif_kurs dif_gdp

1 Correlations dif_prod 1,000 -,463 ,038 ,129

dif_hrg ,463 1,000 ,399 1,000

dif_kurs ,038 ,399 1,000 ,123

dif_gdp ,129 ,307 ,123 ,307

Covariances dif_prod ,005 -,023 ,000 ,002

dif_hrg ,023 ,050 ,016 ,052

dif_kurs ,000 ,016 ,003 ,002


(6)

On e -S a m p le Ko lm o g o ro v-S m irn o v Te s t

Unstandardized Predicted

Value

Unstandardized Residual

N 39 39

Normal Parametersa,b

Mean 5,3097436 ,0000000

Std. Deviation

256,86366995 131,80880850

Most Extreme Differences

Absolute ,274 ,137

Positive ,212 ,122

Negative -,274 -,137

Kolmogorov-Smirnov Z 1,708 ,854