Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Alih Fungsi Tanah Negara Menurut Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

(1)

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN ALIH FUNGSI TANAH NEGARA MENURUT KETENTUAN PERATURAN PEMERINTAH

NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

NORA SYAFNETTA NIM 090200409

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim…

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala anugerah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan skripsi ini guna melengkapi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini mengenai “Aspek Hukum Reksa Dana

Online

Penulis sadar dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangannya, baik dari segi materi maupun penyusunan kalimatnya, serta tak lepas dari bantuan pihak-pihak tertentu baik berupa bimbingan, kritik, saran bahkan pengarahan. Oleh karenanya pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu menyelesaikan skripsi ini.

Terima kasih yang tulus penulis ucapkan kepada:

1. Prof. Dr. Runtung, SH. M. Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Suria Ningsih, SH.M.Hum, selaku Ketua Departemen Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Affan Mukti, SH.M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, nasehat, dan saran selama proses penyusunan skripsi. 4. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH. MS.CN, selaku Dosen Pembimbing II yang

telah sabar memberikan bimbingan, nasehat, dan saran selama proses penyusunan skripsi.


(4)

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama ini.

6. Para Staff Pegawai di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang ikut serta dalam membantu proses pendidikan, yang telah banyak memberikan motivasi dan dukungan morill kepada penulis.

7. Sahabat-Sahabatku seperjuangan terima kasih atas semuanya yang sudah kita jalani bersama.

8. Teman-Temanku Stambuk 2009 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih untuk semuanya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini kurang sempurna. Oleh karena itu mohon kritik dan sarannya agar skripsi ini bisa menjadi lebih sempurna. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.Semoga Allah memberikan Rahmat dan Keridhoan-Nya kepada kita semua, Amin!!!

Walhamdulillahirabbil’alamin…

Medan, Februari 2015 Penulis,

Nora Syafnetta 090200409


(5)

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN ALIH FUNGSI TANAH NEGARA MENURUT KETENTUAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27

TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH

Nora SyafnettaAffan Mukti Muhammad Yamin

ABSTRAK

Hak menguasai negara membuat timbulnya hak pengelolaan yang diberikan kepada lembaga-lembaga pemerintah dimana pemberian itu adalah untuk pelaksanaan tugasnya maka berdasarkan hal tersebut timbullah kewenangan pada instansi tersebut untuk mengadakan kebijaksanaan-kebijaksanaan sepanjang kebijaksanaan itu tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Bentuk pengelolaan tersebut dapat berupa pengelolaan barang milik negara/daerah meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penilaian, pemindah tanganan, pemusnahan, penghapusan, penatausahaan, dan pembinaan, pengawasan serta pengendalian. Dalam melaksanakan ahli fungsi atas tanah negara sebagai objek pengelolaan barang milik negara/daerah tentunya diperlukan suatu kajian atas ketentuan peraturan mengenai pengelolaan barang milik negara/daerah yang nantinya bisa dijadikan pedoman dan petunjuk dalam setiap pelaksanaan alih fungsi tanah negara sebagai objek pengelolaan barang milik negara/daerah. Permasalahan yang dibahas adalah bagaimana persyaratan dalam pelaksanaan alih fungsi tanah negara, prosedur pelaksanaan alih fungsi tanah, dan hambatan-hambatan yang terjadi selama dalam pelaksanaan alih fungsi tanah negara upaya yang telah diambil untuk menyelesaikannya menurut ketentuan PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

Metode penelitian yang dipergunakan dalam menyusun skripsi ini adalah jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif yaitu metode atau cara meneliti bahan pustaka yang ada. Sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yakni suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Metode pendekatan yang digunakan penelitian normatif ini menggunakan metode pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mengerti dan memahami gejala yang di teliti.

Kesimpulan dari skripsi ini adalah, syarat dalam pelaksanaan alih fungsi tanah milik negara/daerah sebagai objek dari barang milik negara/daerah diatur dalam ketentuan Pasal 55, Pasal 57, Pasal 58 dan, Pasal 59 PP Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Pemindahtanganan barang milik negara/daerah dilakukan dengan cara penjualan, tukar menukar, hibah, dan penyertaan modal pemerintah pusat/daerah. Prosedur pelaksanaan alih

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara



Dosen Pembimbing I




(6)

fungsi tersebut diatur dalam Pasal 63, Pasal, 66, Pasal 67, Pasal 70, Pasal 71, Pasal 74, dan Pasal 75 PP Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Berbagai macam masalah mewarnai alih fungsi tanah milik negara/daerah ini antara lain kendala dalam pengosongan lahan objek alih fungsi, kendala selanjutnya adalah perlawanan dari masyarakat yang merasa dirugikan, kendala lainnya yang dirasakan adalah terlalu besarnya biaya yang diminta masyarakat terkait ganti rugi. Terkait kendala-kendala tersebut diatas, adapun langkah yang harus diambil untuk memaksimalkan pelaksanaan alih fungsi tanah milih negara/daerah, antara lain perbaikan sarana dan prasarana penunjang bagi masyarakat, penyuluhan kepada semua pihak terkait akibat alih fungsi tanah milik negara/daerah.


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

ABSTRAK ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 6

C. Tujuan Penulisan ... 7

D. Manfaat Penulisan ... 7

E. Metode Penelitian ... 8

F. Keaslian Penulisan ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/ DAERAH A. Pengertian Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah ... 13

B. Pejabat Pengelola, Pengguna Barang Milik Negara/ Daerah ... 16

C. Penggunaan Barang Milik Negara/ Daerah... 24

D. Pertanggungjawaban Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah... 40

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG ALIH FUNGSI TANAH NEGARA A. Pengertian Alih Fungsi Tanah Negara ... 44


(8)

C. Para Pihak Dalam Pelaksanaan Alih Fungsi Tanah Negara 53

BAB IV PELAKSANAAN ALIH FUNGSI TANAH NEGARA

DAN AKIBATNYA MENURUT KETENTUAN PP NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH

A. Persyaratan Dalam Pelaksanaan Alih Fungsi Tanah Negara Menurut Ketentuan PP Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah ... 55

B. Prosedur Pelaksanaan Alih Fungsi Tanah Negara Menurut Ketentuan PP Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah ... 69 C. Hambatan-Hambatan Yang Terjadi Selama Dalam Pelaksanaan

Alih Fungsi Tanah Negara Upaya Yang Telah Diambil Untuk Menyelesaikannya ... 80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 84 B. Saran ... 88 DAFTAR PUSTAKA ... 89


(9)

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN ALIH FUNGSI TANAH NEGARA MENURUT KETENTUAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27

TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH

Nora SyafnettaAffan Mukti Muhammad Yamin

ABSTRAK

Hak menguasai negara membuat timbulnya hak pengelolaan yang diberikan kepada lembaga-lembaga pemerintah dimana pemberian itu adalah untuk pelaksanaan tugasnya maka berdasarkan hal tersebut timbullah kewenangan pada instansi tersebut untuk mengadakan kebijaksanaan-kebijaksanaan sepanjang kebijaksanaan itu tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Bentuk pengelolaan tersebut dapat berupa pengelolaan barang milik negara/daerah meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penilaian, pemindah tanganan, pemusnahan, penghapusan, penatausahaan, dan pembinaan, pengawasan serta pengendalian. Dalam melaksanakan ahli fungsi atas tanah negara sebagai objek pengelolaan barang milik negara/daerah tentunya diperlukan suatu kajian atas ketentuan peraturan mengenai pengelolaan barang milik negara/daerah yang nantinya bisa dijadikan pedoman dan petunjuk dalam setiap pelaksanaan alih fungsi tanah negara sebagai objek pengelolaan barang milik negara/daerah. Permasalahan yang dibahas adalah bagaimana persyaratan dalam pelaksanaan alih fungsi tanah negara, prosedur pelaksanaan alih fungsi tanah, dan hambatan-hambatan yang terjadi selama dalam pelaksanaan alih fungsi tanah negara upaya yang telah diambil untuk menyelesaikannya menurut ketentuan PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

Metode penelitian yang dipergunakan dalam menyusun skripsi ini adalah jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif yaitu metode atau cara meneliti bahan pustaka yang ada. Sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yakni suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Metode pendekatan yang digunakan penelitian normatif ini menggunakan metode pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mengerti dan memahami gejala yang di teliti.

Kesimpulan dari skripsi ini adalah, syarat dalam pelaksanaan alih fungsi tanah milik negara/daerah sebagai objek dari barang milik negara/daerah diatur dalam ketentuan Pasal 55, Pasal 57, Pasal 58 dan, Pasal 59 PP Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Pemindahtanganan barang milik negara/daerah dilakukan dengan cara penjualan, tukar menukar, hibah, dan penyertaan modal pemerintah pusat/daerah. Prosedur pelaksanaan alih

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara



Dosen Pembimbing I




(10)

fungsi tersebut diatur dalam Pasal 63, Pasal, 66, Pasal 67, Pasal 70, Pasal 71, Pasal 74, dan Pasal 75 PP Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Berbagai macam masalah mewarnai alih fungsi tanah milik negara/daerah ini antara lain kendala dalam pengosongan lahan objek alih fungsi, kendala selanjutnya adalah perlawanan dari masyarakat yang merasa dirugikan, kendala lainnya yang dirasakan adalah terlalu besarnya biaya yang diminta masyarakat terkait ganti rugi. Terkait kendala-kendala tersebut diatas, adapun langkah yang harus diambil untuk memaksimalkan pelaksanaan alih fungsi tanah milih negara/daerah, antara lain perbaikan sarana dan prasarana penunjang bagi masyarakat, penyuluhan kepada semua pihak terkait akibat alih fungsi tanah milik negara/daerah.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara yang sedang membangun, dimana setiap peraturan mengenai tanah yang dilahirkan didalamnya selalu bertujuan untuk kepentingan seluruh rakyat, maka masalah tanah-tanah ini menjadi pokok yang seru akhir-akhir ini, dimana tanah bukan saja dibutuhkan oleh rakyat tapi pemerintah pun dalam rangka pembangunan ini sangat membutuhkan tanah. Tanah merupakan unsur penting dalam setiap kegiatan pembangunan dimana semua kebutuhan manusia juga dapat terpenuhi dengan adanya tanah, dengan kata lain bahwa tanah merupakan faktor pokok dalam kelangsungan hidup manusia. Dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya disebut UUD

1945) dinyatakan bahwa “bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya dikuasasi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.”

Tanah merupakan karunia Tuhan, dengan demikian selain memiliki nilai fisik, tanah juga mempunyai nilai kerohanian. Sebagai titipan Tuhan, perolehan dan pemanfaatannya harus sedemikian rupa sehingga dirasakan adil bagi semua pihak. 1Lebih lanjut dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) UUPA dinyatakan bahwa “atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam

1

Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan Implementasi, Edisi Revisi, (Jakarta: Kompas, 2005), hlm. 42


(12)

yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara,

sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.” Pasal ini merupakan landasan adanya hubungan hukum antara tanah dan subyek tanah, dimana negara bertindak sebagai subyek yang mempunyai kewenangan tertinggi terhadap segala kepentingan atas tanah yang bertujuan untuk kemakmuran rakyat. Hak menguasai dari negara memberikan wewenang untuk:

1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.

2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.

3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.2

Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat dari pada haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang memilikinya maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan negara. Namun demikian tidak berarti kepentingan perseorangan dikalahkan dengan kepentingan masyarakat. Kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan haruslah saling seimbang, hingga pada akhirnya akan tercapailah tujuan pokok kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya. Kecenderungan untuk memandang tanah lebih pada nilai ekonomisnya semata, yakni tanah sebagai barang dagangan yang tentunya lebih mudah dikuasai oleh mereka yang

2

Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria


(13)

mempunyai kelebihan modal dan mengakibatkan ketimpangan distribusi penguasaan tanah karena perbedaan akses, jelas tidak sesuai dengan jiwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA).

Tanah dinilai sebagai salah satu harta yang kekal sifatnya dan dapat diinvestasikan untuk kehidupan masa yang akan datang. Hal ini disebabkan karena keberadaan tanah itu sendiri yang lebih jauh kekal dari umur manusia. Oleh karena hal-hal yang demikian itulah maka manusia menempatkan tanah sebagai suatu hal yang selalu mendapatkan perhatian dan penanganan yang khusus dan juga menimbulkan upaya manusia untuk mengetafetkan penguasaan tanahnya. Hal ini tentunya mudah untuk dimengerti karena sesungguhnya hampir setiap aspek kehidupan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari kebutuhan akan tanah.

Perkembangan dan pertambahan penduduk membawa konsekuensi logis tuntutan kebutuhan manusia akan tanah sebagai tempat tinggalnya, akan tetapi disisi lain keadaan tanah statis tidak bertambah, bahkan dimungkinkan terjadi pengurangan karena proses alam. Kondisi kebutuhan dan tersedianya tanah yang tidak seimbang ini terus berlanjut dan akan menimbulkan masalah-masalah dalam penggunaan tanah, antara lain:

1. Berkurangnya luas tanah pertanian subur menjadi tanah pemukiman, industri dan keperluan non pertanian lainnya.


(14)

2. Terjadinya pembenturan kepentingan berbagai sektor pembangunan (misalnya antara kehutanan dan transmigrasi, pertambangan dengan perkebunan dan sebagainya).

3. Menurunnya kualitas lingkungan pemukiman akibat banjir, kekurangan air bersih baik dari jumlah maupun mutunya.

4. Meluasnya tanah kritis akibat penggunaaan tanah yang tidak sesuai dengan potensinya, terjadinya erosi, banjir, dan sedimentasi.

5. Pengunaan tanah untuk berbagai kegiatan akan menghasilkan limbah yang dapat menimbulkan pencemaran air dan udara.

Untuk mengatasi atau paling tidak mengurangi masalah-masalah pertanahan tersebut di atas bisa dilakukan tindakan-tindakan antara lain:

a. Tidak melakukan perusakan atas tanah, dalam arti melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan kerusakan tanah, yakni menurunnya kualitas tanah sehingga mengganggu peruntukan tanah yang bersangkutan.

b. Tidak menelantarkan tanah, dalam arti tanah terus digarap guna memelihara kesuburan tanah tersebut.

c. Tidak melakukan pemerasan atau pendayagunaan (eksploitasi) tanah yang melebihi batas sehingga menimbulkan kerugian kepada pihak-pihak yang lain juga membutuhkan areal atas tanah tersebut.

d. Tidak menjadikan tanah sebagai alat pemerasan terhadap orang lain.3 Tanah selain dapat di miliki pibadi atau badan hukum juga dapat diperuntukkan untuk kepentingan sosial. Dalam ketentuan UUPA mengenai

3

J. Andy Hartanto. 2009. Problematika Hukum Jual Beli Tanah Belum Bersertifikat. Yogyakarta: Laksbang Mediatama, hlm. 1


(15)

fungsi sosial dari tanah, dinyatakan bahwa “semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.”4 Tidak hanya hak milik tetapi semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Ini berarti bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan semata-mata untuk kepentingan pribadinya. Menyadari pentingnya fungsi tanah ini, maka bagi pemerintah tidak ada alternatif lain kecuali meningkatkatkan pengaturan mengenai pengelolaan tanah, dan pengurusan pertanahan yang menjadi sumber bagi kesejahteraan dan kemakmuran sesuai dengan ketentuan pemerintah undangan yang berlaku.5

Hak menguasai negara membuat timbulnya hak pengelolaan yang diberikan kepada lembaga-lembaga pemerintah dimana pemberian itu adalah untuk pelaksanaan tugasnya maka berdasarkan hal tersebut timbullah kewenangan pada instansi tersebut untuk mengadakan kebijaksanaan-kebijaksanaan sepanjang kebijaksanaan itu tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Bentuk pengelolaan tersebut dapat berupa pengelolaan barang milik negara/daerah meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penilaian, pemindah tanganan, pemusnahan, penghapusan, penatausahaan, dan pembinaan, pengawasan serta pengendalian.6

4

Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

5

Affan Mukti, Ruislag Dalam Pelaksanaan Pembangunan, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1621/3/perda-affan2.pdf.txt (diakses pada tanggal 2 Oktober 2014)

6

Pasal 3 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah


(16)

Berdasarkan hal tersebut terdapat beberapa aspek dalam pengelolaan barang milik negara/daerah yakni aspek pengelolaan, penggunaan, pemanfaatan, dan pemindah tanganan yang didalamanya terdapat alih fungsi atas tanah negara yang merupakan barang milik negara/daerah. Dalam melaksanakan ahli fungsi atas tanah negara sebagai objek pengelolaan barang milik negara/daerah tentunya diperlukan suatu kajian atas ketentuan peraturan mengenai pengelolaan barang milik negara/daerah yang nantinya bisa dijadikan pedoman dan petunjuk dalam setiap pelaksanaan alih fingsi tanah negara sebagai objek pengelolaan barang milik negara/daerah. Maka oleh sebab itu penulisan skripsi ini diberi judul “Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Alih Fungsi Tanah Negara Menurut Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.”

B. Permasalahan

Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini, yakni sebagai berikut:

1. Bagaimana persyaratan dalam pelaksanaan alih fungsi tanah negara menurut ketentuan PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah?

2. Bagaimana prosedur pelaksanaan alih fungsi tanah negara menurut ketentuan PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah? 3. Bagaimana hambatan-hambatan yang terjadi selama dalam pelaksanaan alih


(17)

C. Tujuan Penulisan

Tulisan ini dibuat sebagai tugas akhir dan merupakan sebuah karya ilmiah yang bermanfaat bagi perkembangan hukum di Indonesia khususnya tentang hukum yang mengatur tentang hukum investasi di negara Indonesia. Sesuai permasalahan yang diatas adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui persyaratan dalam pelaksanaan alih fungsi tanah negara menurut ketentuan PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

2. Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan alih fungsi tanah negara menurut ketentuan PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang terjadi selama dalam pelaksanaan alih fungsi tanah negara upaya yang telah diambil untuk menyelesaikannya.

D. Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadi manfaat penulisan skripsi ini tidak dapat dipisahkan dari tujuan penulisan yang telah diuraikan diatas, yaitu:

1. Manfaat secara teoritis

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan masukan pemikiran di bidang ilmu pengetahuan hukum, khususnya pengetahuan ilmu hukum pengelolaan barang milik negara/daerah. Selain itu, diharapkan juga dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.


(18)

Secara praktis diharapkan agar penulisan skripsi ini dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat dan para pihak yang berperan serta yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan perannya dalam memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada setiap peralihan fungsi hak atas tanah yang terjadi di Indonesia.

E. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dalam menyusun skripsi ini, jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif yaitu metode atau cara meneliti bahan pustaka yang ada. Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum objektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum subjektif (hak dan kewajiban).

Sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yakni suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung.


(19)

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian normatif ini menggunakan metode pendekatan yuridis yang bertujuan untuk mengerti dan memahami gejala yang di teliti

2. Data penelitian

Materi dalam skripsi ini diambil dari data-data sekunder. Adapun data-data sekunder yang dimaksud adalah:

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer yaitu berupa dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini diantaranya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu semua dokumen yang merupakan bacaan yang relevan seperti buku-buku, seminar-seminar, jurnal hukum, majalah, koran karya tulis ilmiah dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan materi yang diteliti


(20)

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier yaitu semua dokumen yang berisi tentang konsep-konsep dan keterangan keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensklopedia dan sebagainya.

3. Teknik pengumpulan data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara sistematis digunakan buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. 7

4. Analisis data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang deskriptif, yaitu data-data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh.

F. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Alih Fungsi Tanah Negara Menurut Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah” adalah hasil pemikiran

7


(21)

sendiri. Skripsi ini menurut sepengetahuan, belum pernah ada yang membuat. Kalaupun ada seperti beberapa judul skripsi yang diuraikan di bawah ini dapat diyakinkan bahwa substansi pembahasannya berbeda. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan secara moral dan ilmiah. Pengujian tentang kesamaan dan keaslian judul yang diangkat di perpustakaan fakultas hukum universitas sumatera utara juga telah dilakukan dan dilewati, maka ini juga dapat mendukung tentang keaslian penulisan.

G. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan menguraikan pembahasan masalah skripsi ini, maka penyusunannya dilakukan secara sistematis. Skripsi ini terbagi dalam lima bab, yang gambarannya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini yang akan dibahas mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan, dan tinjauan pustaka.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGELOLAAN

BARANG MILIK NEGARA/ DAERAH

Dalam bab ini yang akan dibahas mengenai pengertian pengelolaan barang milik negara/daerah, pejabat pengelola, pengguna barang milik negara/daerah, penggunaan barang milik negara/ daerah, dan pertanggungjawaban pengelolaan barang milik negara/daerah.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG ALIH FUNGSI TANAH NEGARA


(22)

Dalam bab ini yang akan dibahas mengenai pengertian alih fungsi tanah negara, jenis-jenis alih fungsi tanah negara, para pihak dalam pelaksanaan alih fungsi tanah negara, hak dan kewajiban para pihak dalam pelaksanaan alih fungsi tanah negara.

BAB IV PELAKSANAAN ALIH FUNGSI TANAH NEGARA DAN AKIBATNYA MENURUT KETENTUAN PP NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH

Dalam bab ini yang akan dibahas mengenai persyaratan dalam pelaksanaan alih fungsi tanah negara menurut ketentuan PP Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, prosedur pelaksanaan alih fungsi tanah negara menurut ketentuan PP Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, dan hambatan-hambatan yang terjadi selama dalam pelaksanaan alih fungsi tanah negara upaya yang telah diambil untuk menyelesaikannya

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini adalah bab penutup, yang merupakan bab terakhir dimana akan diberikan kesimpulan dan saran mengenai permasalahan yang dibahas.


(23)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH

A. Pengertian Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

Kata pengelolaan dapat disamakan dengan manajemen, yang berarti pula pengaturan atau pengurusan.8 Banyak orang yang mengartikan manajemen sebagai pengaturan, pengelolaan, dan pengadministrasian dimana hal itulah pengertian yang populer saat ini. Pengelolaan diartikan sebagai suatu rangkaian pekerjaan atau usaha yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan serangkaian kerja dalam mencapai tujan tertentu. Dikatakan manajemen adalah suatu proses perencanaan dan pengambilan keputusan, pengorganisasian, memimpin dan pengendalian organisasi manusia, keuangan, fisik dan informasi sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi secara efisiensi dan efektif.

Bedasarkan definisi manajemen diatas secara garis besar tahap-tahap dalam melakukan pengelolaan (manajemen) meliputi melakukan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Perencanaan merupakan proses dasar dari suatu kegiatan pengelolaan dan merupakan syarat mutlak dalam suatu kegiatan pengelolaan. Kemudian pengorganisasian berkaitan dengan pelaksanaan perencanaan yang telah ditetapkan. Sementara itu pengarahan diperlukan agar menghasilkan sesuatu yang diharapkan dan pengawasan yang dekat. Dengan evaluasi, dapat menjadi proses monitoring aktivitas untuk menentukan apakah

8


(24)

individu atau kelompok memperolah dan mempergunakan sumber-sumbernya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan.

Pengertian barang milik negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Sedangkan barang milik daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Pengelola barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan barang milik negara/daerah.9

Barang milik negara/daerah meliputi barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara/daerah, dan barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah. Barang yang dimaksud berupa barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis, barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak, barang yang diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.10

Pengelolaan barang milik negara/daerah dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai. Pengelolaan barang milik negara/daerah meliputi:

1. Perencanaan kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan barang milik negara/daerah untuk menghubungkan pengadaan barang yang

9

Pasal 1 Angka 1, 2, 3 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

10

Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah


(25)

telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang.11

2. Pengadaan merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memiliki barang milik negara/daerah melalui suatu rangkaian proses baik melalui jual beli, maupun lelang.

3. Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengguna barang dalam mengelola dan menatausahakan barang milik negara/daerah yang sesuai dengan tugas dan fungsi instansi yang bersangkutan.12

4. Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/ lembaga/satuan kerja perangkat daerah dan/atau optimalisasi barang milik negara/daerah dengan tidak mengubah status kepemilikan.13

5. Pengamanan dan pemeliharaan merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan pengelola barang, pengguna barang dan kuasa pengguna barang untuk mengamankan dan memelihara barang milik negara/daerah.

6. Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek penilaian berupa barang milik negara/daerah pada saat tertentu. 7. Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan barang milik

negara/daerah.14

11

Pasal 1 Angka 8 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

12

Pasal 1 Angka 9 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

13

Pasal 1 Angka 10 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

14

Pasal 1 Angka 17 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah


(26)

8. Pemusnahan adalah tindakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan barang milik negara/daerah.15

9. Penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik negara/daerah dari daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan pengelola barang, pengguna barang, dan/atau kuasa pengguna barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.16

10. Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan barang milik negara/daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.17

11. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan pengelola barang untuk melakukan pengendalian serta pengawasan atas barang milik negara yang berada pada pengguna barang dan kuasa pengguna barang

B. Pejabat Pengelola, Pengguna Barang Milik Negara/Daerah

Menteri keuangan selaku bendahara umum negara adalah pengelola barang milik negara. Pengelola barang milik negara berwenang dan bertanggung jawab:

1. Merumuskan kebijakan, mengatur, dan menetapkan pedoman pengelolaan barang milik negara.

15

Pasal 1 Angka 22 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

16

Pasal 1 Angka 23 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

17

Pasal 1 Angka 24 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah


(27)

2. Meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan barang milik negara. 3. Menetapkan status penguasaan dan penggunaan barang milik negara.

4. Mengajukan usul pemindahtanganan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan yang memerlukan persetujuan dewan perwakilan rakyat. 5. Memberikan keputusan atas usul pemindahtanganan barang milik negara

yang berada pada pengelola barang yang tidak memerlukan persetujuan dewan perwakilan rakyat sepanjang dalam batas kewenangan menteri keuangan.

6. Memberikan pertimbangan dan meneruskan usul pemindahtanganan barang milik negara yang tidak memerlukan persetujuan dewan perwakilan rakyat kepada presiden.

7. Memberikan persetujuan atas usul pemindahtanganan barang milik negara yang berada pada pengguna barang yang tidak memerlukan persetujuan dewan perwakilan rakyat sepanjang dalam batas kewenangan menteri keuangan.

8. Menetapkan penggunaan, pemanfaatan, atau pemindahtanganan barang milik negara yang berada pada pengelola barang.

9. Memberikan persetujuan atas usul pemanfaatan barang milik negara yang berada pada pengguna barang.

10. Memberikan persetujuan atas usul pemusnahan dan penghapusan barang milik negara.

11. Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan inventarisasi barang milik negara dan menghimpun hasil inventarisasi.


(28)

12. Menyusun laporan barang milik negara.

13. Melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan barang milik negara, dan

14. Menyusun dan mempersiapkan laporan rekapitulasi barang milik negara/daerah kepada presiden, jika diperlukan.

Pengelola barang milik negara dapat mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab tertentu kepada pengguna barang/kuasa pengguna barang. Pengguna barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik negara/daerah. Sedangkan kuasa pengguna barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh pengguna barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya. Kewenangan dan tanggung jawab tertentu yang dapat didelegasikan dan tata cara pendelegasiannya diatur dengan peraturan menteri keuangan.18

Dalam ruang lingkup barang milik daerah pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dimana pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah berwenang dan bertanggung jawab untuk:

a. Menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah.

b. Menetapkan penggunaan, pemanfaatan, atau pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan.

c. Menetapkan kebijakan pengamanan dan pemeliharaan barang milik daerah. d. Menetapkan pejabat yang mengurus dan menyimpan barang milik daerah.

18

Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah


(29)

e. Mengajukan usul pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan dewan perwakilan rakyat daerah.

f. Menyetujui usul pemindahtanganan, pemusnahan, dan penghapusan barang milik daerah sesuai batas kewenangannya.

g. Menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah berupa sebagian tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan, dan

h. Menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah dalam bentuk kerja sama penyediaan infrastruktur.19

Pengelola barang milik daerah dilaksanakan oleh sekretaris daerah. Sekretaris daerah selaku pengelola barang milik daerah berwenang dan bertanggung jawab untuk:

1) Meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan barang milik daerah.

2) Meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan barang milik daerah.

3) Mengajukan usul pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan gubernur/bupati/walikota.

4) Mengatur pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan penghapusan barang milik daerah.

5) Mengatur pelaksanaan pemindahtanganan barang milik daerah yang telah disetujui oleh gubernur/ bupati/walikota atau dewan perwakilan rakyat daerah.

19

Pasal 5 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah


(30)

6) Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan inventarisasi barang milik daerah, dan

7) Melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan barang milik daerah.20

Pengguna barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik negara/daerah. Menteri atau pimpinan lembaga selaku pimpinan kementerian/lembaga adalah pengguna barang milik negara. Pengguna barang milik negara berwenang dan bertanggung jawab untuk:

1. Menetapkan kuasa pengguna barang dan menunjuk pejabat yang mengurus dan menyimpan barang milik negara.

2. Mengajukan rencana kebutuhan dan penganggaran barang milik negara untuk kementerian/lembaga yang dipimpinnya.

3. Melaksanakan pengadaan barang milik negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4. Mengajukan permohonan penetapan status penggunaan barang milik negara yang berada dalam penguasaannya kepada pengelola barang.

5. Menggunakan barang milik negara yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/lembaga.

6. Mengamankan dan memelihara barang milik negara yang berada dalam penguasaannya.

7. Mengajukan usul pemanfaatan barang milik negara yang berada dalam penguasaannya kepada pengelola barang.

20

Pasal 5 Ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah


(31)

8. Mengajukan usul pemindahtanganan barang milik negara yang berada dalam penguasaannya kepada pengelola barang.

9. Menyerahkan barang milik negara yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/lembaga yang dipimpinnya dan tidak dimanfaatkan oleh pihak lain kepada pengelola barang.

10. Mengajukan usul pemusnahan dan penghapusan barang milik negara yang berada dalam penguasaannya kepada pengelola barang.

11. Melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian atas penggunaan barang milik negara yang berada dalam penguasaannya.

12. Melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik negara yang berada dalam penguasaannya, dan

13. Menyusun dan menyampaikan laporan barang pengguna semesteran dan laporan barang pengguna tahunan yang berada dalam penguasaannya kepada pengelola barang.

Pengguna barang milik negara dapat mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab tertentu kepada kuasa pengguna barang. Kewenangan dan tanggung jawab tertentu yang dapat didelegasikan dan tata cara pendelegasiannya diatur oleh pengguna barang dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik negara.

Kuasa pengguna barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh pengguna barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya. Kepala kantor dalam lingkungan kementerian/lembaga adalah kuasa pengguna barang milik negara dalam


(32)

lingkungan kantor yang dipimpinnya. Kuasa pengguna barang milik negara berwenang dan bertanggung jawab untuk:

a. Mengajukan rencana kebutuhan barang milik negara untuk lingkungan kantor yang dipimpinnya kepada pengguna barang.

b. Mengajukan permohonan penetapan status penggunaan barang milik negara yang berada dalam penguasaannya kepada pengguna barang.

c. Melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik negara yang berada dalam penguasaannya.

d. Menggunakan barang milik negara yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi kantor yang dipimpinnya. e. Mengamankan dan memelihara barang milik negara yang berada dalam

penguasaannya.

f. Mengajukan usul pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik negara yang berada dalam penguasaannya kepada pengguna barang.

g. Menyerahkan barang milik negara yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi kantor yang dipimpinnya dan sedang tidak dimanfaatkan pihak lain, kepada pengguna barang.

h. Mengajukan usul pemusnahan dan penghapusan barang milik negara yang berada dalam penguasaannya kepada pengguna barang.

i. Melakukan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan barang milik negara yang berada dalam penguasaannya, dan


(33)

j. Menyusun dan menyampaikan laporan barang kuasa pengguna semesteran dan laporan barang kuasa pengguna tahunan yang berada dalam penguasaannya kepada pengguna barang.

Pengguna barang milik daerah adalah kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD), dimana pengguna barang milik daerah berwenang dan bertanggung jawab untuk:

1. Mengajukan rencana kebutuhan dan penganggaran barang milik daerah bagi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.

2. Mengajukan permohonan penetapan status penggunaan barang milik daerah yang diperoleh dari beban anggaran pendapatan dan belanja daerah dan perolehan lainnya yang sah.

3. Melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya.

4. Menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.

5. Mengamankan dan memelihara barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya.

6. Mengajukan usul pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan persetujuan dewan perwakilan rakyat daerah dan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan.


(34)

7. Menyerahkan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya dan sedang tidak dimanfaatkan pihak lain, kepada gubernur/ bupati/walikota melalui pengelola barang. 8. Mengajukan usul pemusnahan dan penghapusan barang milik daerah.

9. Melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian atas penggunaan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya, dan

10. Menyusun dan menyampaikan laporan barang pengguna semesteran dan laporan barang pengguna tahunan yang berada dalam penguasaannya kepada pengelola barang.

C. Penggunaan Dan Pemanfaatan Barang Milik Negara/ Daerah 1. Penggunaan

Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengguna barang dalam mengelola dan menatausahakan barang milik negara/daerah yang sesuai dengan tugas dan fungsi instansi yang bersangkutan. Status penggunaan barang milik negara/daerah ditetapkan oleh pengelola barang, untuk barang milik negara atau gubernur/bupati/walikota, untuk barang milik daerah.21

Penetapan status penggunaan tidak dilakukan terhadap barang milik negara/daerah berupa barang persediaan, konstruksi dalam pengerjaan atau barang yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan. Barang milik negara yang berasal dari dana dekonsentrasi dan dana penunjang tugas

21

Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah


(35)

pembantuan, yang direncanakan untuk diserahkan. Barang milik negara lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh pengelola barang atau barang milik daerah lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh gubernur/bupati/walikota.22

Penetapan status penggunaan barang milik negara dilakukan dengan tata cara pengguna barang melaporkan barang milik negara yang diterimanya kepada pengelola barang disertai dengan usul penggunaan dan pengelola barang meneliti laporan dari pengguna barang dan menetapkan status penggunaannya. Sedangkan penetapan status penggunaan barang milik daerah dilakukan dengan tata cara pengguna barang melaporkan barang milik daerah yang diterimanya kepada pengelola barang disertai dengan usul penggunaan dan pengelola barang meneliti laporan dari pengguna barang dan mengajukan usul penggunaan kepada gubernur/bupati/walikota untuk ditetapkan status penggunaannya. Dalam kondisi tertentu, pengelola barang dapat menetapkan status penggunaan barang milik negara pada pengguna barang tanpa didahului usulan dari pengguna barang.23

Barang milik negara/daerah juga dapat ditetapkan status penggunaannya untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, guna dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka menjalankan pelayanan umum sesuai tugas dan fungsi kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan.

Barang milik negara dapat dialihkan status penggunaannya dari pengguna barang kepada pengguna barang lainnya untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi

22

Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

23

Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah


(36)

berdasarkan persetujuan pengelola barang. Pengalihan status penggunaan barang milik negara dapat pula dilakukan berdasarkan inisiatif dari pengelola barang dengan terlebih dahulu memberitahukan maksudnya tersebut kepada pengguna barang. Lain daripada itu barang milik daerah juga dapat dialihkan status penggunaannya dari pengguna barang kepada pengguna barang lainnya untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi berdasarkan persetujuan gubernur, bupati, walikota yang mana pengalihan status penggunaan barang milik daerah dapat pula dilakukan berdasarkan inisiatif dari gubernur, bupati, walikota, dengan terlebih dahulu memberitahukan maksudnya tersebut kepada pengguna barang.24

Mengenai penetapan status penggunaan barang milik negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan ketentuan bahwa tanah dan/atau bangunan tersebut diperlukan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang yang bersangkutan dimana pengguna barang wajib menyerahkan barang milik negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi pengguna barang, kepada pengelola barang, untuk barang milik negara atau gubernur, bupati, walikota melalui pengelola barang milik daerah, untuk barang milik daerah.25

Pengguna barang yang tidak menyerahkan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan yang telah ditetapkan sebagai barang milik negara yang

24

Pasal 20-21 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

25

Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah


(37)

tidak digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi pengguna barang, dikenakan sanksi berupa:

a. Pembekuan dana pemeliharaan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan tersebut, dan/atau

b. Penundaan penyelesaian atas usulan pemanfaatan, pemindahtanganan, atau penghapusan barang milik negara.

Pengguna barang yang tidak menyerahkan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi pengguna barang kepada gubernur/bupati/ walikota, dikenakan sanksi berupa pembekuan dana pemeliharaan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan tersebut.26

Pengelola barang menetapkan barang milik negara yang harus diserahkan oleh pengguna barang karena tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang dan tidak dimanfaatkan oleh pihak lain. Gubernur, bupati, dan walikota menetapkan barang milik daerah yang harus diserahkan oleh pengguna barang karena tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang dan tidak dimanfaatkan oleh pihak lain. Dalam menetapkan penyerahan pengelola barang milik negara atau gubernur, bupati, dan walikota harus memperhatikan standar kebutuhan tanah dan/atau bangunan untuk menyelenggarakan dan menunjang tugas dan fungsi instansi bersangkutan, hasil audit atas penggunaan tanah dan/atau bangunan, dan/atau laporan, data, dan

26

Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah


(38)

informasi yang diperoleh dari sumber lain. Tindak lanjut pengelolaan atas penyerahan barang milik negara atau barang milik daerah meliputi penetapan status penggunaan, pemanfaatan atau pemindah tanganan.

2. Pemanfaatan

Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/ lembaga/satuan kerja perangkat daerah dan/atau optimalisasi barang milik negara/daerah dengan tidak mengubah status kepemilikan.

Pemanfaatan barang milik negara/daerah dilaksanakan oleh pengelola barang, untuk barang milik negara yang berada dalam penguasaannya, pengelola barang dengan persetujuan gubernur, bupati, walikota untuk barang milik daerah yang berada dalam penguasaan pengelola barang, pengguna barang dengan persetujuan pengelola barang, untuk barang milik negara yang berada dalam penguasaan pengguna barang atau pengguna barang dengan persetujuan pengelola barang, untuk barang milik daerah yang berupa sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh pengguna barang, dan selain tanah dan/atau bangunan.27

Pemanfaatan barang milik negara/daerah dilaksanakan berdasarkan pertimbangan teknis dengan memperhatikan kepentingan negara/daerah dan kepentingan umum. Adapun bentuk pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa:

27

Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah


(39)

a. Sewa

Sewa adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai. Sewa barang milik negara/daerah dilaksanakan terhadap barang milik negara yang berada pada pengelola barang, barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang sudah diserahkan oleh pengguna barang kepada gubernur, bupati, walikota, barang milik negara yang berada pada pengguna barang, barang milik daerah berupa sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh pengguna barang atau barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan.28

Barang milik negara/daerah dapat disewakan kepada pihak lain dimana jangka waktu sewa barang milik negara/daerah paling lama lima tahun dan dapat diperpanjang. Jangka waktu sewa barang milik negara/daerah dapat lebih dari lima tahun dan dapat diperpanjang untuk kerja sama infrastruktur, kegiatan dengan karakteristik usaha yang memerlukan waktu sewa lebih dari lima tahun atau ditentukan lain dalam undang-undang.

Formula tarif atau besaran sewa barang milik negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan ditetapkan oleh pengelola barang, untuk barang milik negara atau gubernur, bupati, walikota untuk barang milik daerah. Besaran sewa atas barang milik negara/daerah untuk kerja sama infrastruktur atau untuk kegiatan dengan karakteristik usaha yang memerlukan waktu sewa lebih dari lima tahun dapat mempertimbangkan nilai keekonomian dari masing-masing jenis infrastruktur. Formula tarif atau besaran sewa barang milik negara/daerah selain

28

Pasal 28 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah


(40)

tanah dan/atau bangunan ditetapkan oleh pengguna barang dengan persetujuan pengelola barang, untuk barang milik negara atau gubernur, bupati, walikota dengan berpedoman pada kebijakan pengelolaan barang milik daerah, untuk barang milik daerah.

Sewa barang milik negara/daerah dilaksanakan berdasarkan perjanjian, yang sekurang-kurangnya memuat nama para pihak yang terikat dalam perjanjian, jenis, luas atau jumlah barang, besaran sewa, dan jangka waktu, tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu sewa, dan hak dan kewajiban para pihak.

Hasil sewa barang milik negara/daerah merupakan penerimaan negara dan seluruhnya wajib disetorkan ke rekening kas umum negara/daerah. Penyetoran uang sewa harus dilakukan sekaligus secara tunai paling lambat dua hari kerja sebelum ditandatanganinya perjanjian sewa barang milik negara/daerah. Dikecualikan dari ketentuan tersebut, penyetoran uang sewa barang milik negara/daerah untuk kerja sama infrastruktur dapat dilakukan secara bertahap dengan persetujuan pengelola barang.29

b. Pinjam pakai

Pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan barang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada pengelola barang. Pinjam pakai barang milik negara/daerah dilaksanakan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah atau

29

Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah


(41)

antar pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. Jangka waktu pinjam pakai barang milik negara/daerah paling lama lima tahun dan dapat diperpanjang satu kali. Pinjam pakai dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat nama para pihak yang terikat dalam perjanjian, jenis, luas atau jumlah barang yang dipinjamkan, dan jangka waktu, tanggung jawab peminjam atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu peminjaman serta hak dan kewajiban para pihak.30

c. Kerja sama pemanfaatan

Kerja sama pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak/pendapatan daerah dan sumber pembiayaan lainnya. Kerja sama pemanfaatan barang milik negara/daerah dengan pihak lain dilaksanakan dalam rangka mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang milik negara/daerah dan meningkatkan penerimaan negara/pendapatan daerah.31

Kerja sama pemanfaatan barang milik negara/daerah dilaksanakan terhadap barang milik negara yang berada pada pengelola barang, barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang sudah diserahkan oleh pengguna barang kepada gubernur/bupati/walikota, barang milik negara yang berada pada pengguna barang, barang milik daerah berupa sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh pengguna barang, atau barang milik daerah selain

30

Pasal 30 PP Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

31

Pasal 31 PP Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah


(42)

tanah dan/atau bangunan.32 Kerja sama pemanfaatan atas barang milik negara/ daerah dilaksanakan dengan ketentuan:

1. Tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam anggaran pendapatan dan belanja negara/daerah untuk memenuhi biaya operasional, pemeliharaan, dan/atau perbaikan yang diperlukan terhadap barang milik negara/daerah tersebut.

2. Mitra kerja sama pemanfaatan ditetapkan melalui tender, kecuali untuk barang milik negara/daerah yang bersifat khusus dapat dilakukan penunjukan langsung.

3. Penunjukan langsung mitra kerja sama pemanfaatan atas barang milik negara/daerah yang bersifat khusus dilakukan oleh pengguna barang terhadap badan usaha milik negara/daerah yang memiliki bidang dan/atau wilayah kerja tertentu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 4. Mitra kerja sama pemanfaatan harus membayar kontribusi tetap setiap

tahun selama jangka waktu pengoperasian yang telah ditetapkan dan pembagian keuntungan hasil kerja sama pemanfaatan ke rekening kas umum negara/daerah.

5. Besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil kerja sama pemanfaatan ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh.

32

Pasal 32 PP Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah


(43)

a. Pengelola barang, untuk barang milik negara pada pengelola barang dan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan serta sebagian tanah dan/atau bangunan yang berada pada pengguna barang. b. Gubernur, bupati, walikota, untuk barang milik daerah berupa tanah

dan/atau bangunan.

c. Pengguna barang dan dapat melibatkan pengelola barang, untuk barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan yang berada pada pengguna barang, atau

d. Pengelola barang milik daerah, untuk barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan.

6. Besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil kerja sama pemanfaatan harus mendapat persetujuan pengelola barang. 7. Dalam kerja sama pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah

dan/atau bangunan, sebagian kontribusi tetap dan pembagian keuntungannya dapat berupa bangunan beserta fasilitasnya yang dibangun dalam satu kesatuan perencanaan tetapi tidak termasuk sebagai objek kerja sama pemanfaatan.

8. Besaran nilai bangunan beserta fasilitasnya sebagai bagian dari kontribusi tetap dan kontribusi pembagian keuntungan paling banyak 10% (sepuluh persen) dari total penerimaan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan selama masa kerja sama pemanfaatan.


(44)

9. Bangunan yang dibangun dengan biaya sebagian kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dari awal pengadaannya merupakan barang milik negara/daerah.

10.Selama jangka waktu pengoperasian, mitra kerja sama pemanfaatan dilarang menjaminkan atau menggadaikan barang milik negara/daerah yang menjadi objek kerja sama pemanfaatan, dan

11.Jangka waktu kerja sama pemanfaatan paling lama tiga puluh tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang.33

Semua biaya persiapan kerja sama pemanfaatan yang terjadi setelah ditetapkannya mitra kerja sama pemanfaatan dan biaya pelaksanaan kerja sama pemanfaatan menjadi beban mitra kerja sama pemanfaatan. Ketentuan mengenai jangka waktu tidak berlaku dalam hal kerja sama pemanfaatan atas barang milik negara/ daerah untuk penyediaan infrastruktur berupa:

a. Infrastruktur transportasi meliputi pelabuhan laut, sungai dan/atau danau, bandar udara, terminal, dan/atau jaringan rel dan/atau stasiun kereta api. b. Infrastruktur jalan meliputi jalan jalur khusus, jalan tol, dan/atau jembatan

tol.

c. Infrastruktur sumber daya air meliputi saluran pembawa air baku dan/atau waduk/bendungan.

d. Infrastruktur air minum meliputi bangunan pengambilan air baku, jaringan transmisi, jaringan distribusi, dan/atau instalasi pengolahan air minum.

33

Pasal 33 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah


(45)

e. Infrastruktur air limbah meliputi instalasi pengolah air limbah, jaringan pengumpul dan/atau jaringan utama, dan/atau sarana persampahan yang meliputi pengangkut dan/atau tempat pembuangan.

f. Infrastruktur telekomunikasi meliputi jaringan telekomunikasi.

g. Infrastruktur ketenagalistrikan meliputi pembangkit, transmisi, distribusi dan/atau instalasi tenaga listrik, dan/atau

h. Infrastruktur minyak dan/atau gas bumi meliputi instalasi pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, transmisi, dan/atau distribusi minyak dan/atau gas bumi.34

Jangka waktu kerja sama pemanfaatan atas barang milik negara/daerah untuk penyediaan infrastruktur paling lama lima puluh tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang. Dalam hal mitra kerja sama pemanfaatan atas barang milik negara/daerah untuk penyediaan infrastruktur berbentuk badan usaha milik negara/daerah, kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari hasil perhitungan tim.35

d. Bangun guna serah atau bangun serah guna

Bangun serah guna adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan kemudian setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk

34

Pasal 33 Ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

35

Pasal 33 Ayat (4),(5) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah


(46)

didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.

Bangun guna serah atau bangun serah guna barang milik negara/daerah dilaksanakan dengan pertimbangan pengguna barang memerlukan bangunan dan fasilitas bagi penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah untuk kepentingan pelayanan umum dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi; dan tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam anggaran pendapatan dan belanja negara/daerah untuk penyediaan bangunan dan fasilitas tersebut.

Barang milik negara/daerah berupa tanah yang status penggunaannya ada pada pengguna barang dan telah direncanakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi pengguna barang yang bersangkutan, dapat dilakukan bangun guna serah atau bangun serah guna setelah terlebih dahulu diserahkan kepada pengelola barang, untuk barang milik negara atau gubernur, bupati, walikota, untuk barang milik daerah.36

Jangka waktu Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna paling lama tiga puluh tahun sejak perjanjian ditandatangani dimana Penetapan mitra Bangun Guna Serah atau mitra Bangun Serah Guna dilaksanakan melalui tender. Mitra Bangun Guna Serah atau mitra Bangun Serah Guna yang telah ditetapkan, selama jangka waktu pengoperasian:

1. Wajib membayar kontribusi ke rekening kas umum negara/daerah setiap tahun, yang besarannya ditetapkan berdasarkan hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh pejabat yang berwenang.

36

Pasal 34 Ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah


(47)

2. Wajib memelihara objek bangun guna serah atau bangun serah guna, dan 3. Dilarang menjaminkan, menggadaikan, atau memindahtangankan tanah

yang menjadi objek bangun guna serah atau bangun serah guna, hasil bangun guna serah yang digunakan langsung untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintah pusat/daerah, dan/atau hasil bangun serah guna.37 Dalam jangka waktu pengoperasian, hasil bangun guna serah atau bangun serah guna harus digunakan langsung untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintah pusat/daerah paling sedikit 10% (sepuluh persen). Bangun guna serah atau bangun serah guna dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang sekurang-kurangnya harus memuat para pihak yang terikat dalam perjanjian, objek bangun guna serah atau bangun serah guna, jangka waktu bangun guna serah atau bangun serah guna dan hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjian.

Izin mendirikan bangunan dalam rangka bangun guna serah atau bangun serah guna harus diatasnamakan pemerintah pusat, untuk barang milik negara atau pemerintah daerah, untuk barang milik daerah dimana semua biaya persiapan bangun guna serah atau bangun serah guna yang terjadi setelah ditetapkannya mitra bangun guna serah atau bangun serah guna dan biaya pelaksanaan bangun guna serah atau bangun serah guna menjadi beban mitra yang bersangkutan.

Mitra bangun guna serah barang milik negara harus menyerahkan objek bangun guna serah kepada pengelola barang pada akhir jangka waktu pengoperasian, setelah dilakukan audit oleh aparat pengawasan intern pemerintah dan bagi mitra bangun guna serah barang milik daerah harus menyerahkan objek

37

Pasal 36 Ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah


(48)

bangun guna serah kepada gubernur, bupati, walikota pada akhir jangka waktu pengoperasian, setelah dilakukan audit oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Bangun serah guna barang milik negara dilaksanakan dengan tata cara:

1. Mitra bangun serah guna harus menyerahkan objek bangun serah guna kepada pengelola barang setelah selesainya pembangunan.

2. Hasil bangun serah guna yang diserahkan kepada pengelola barang ditetapkan sebagai barang milik negara.

3. Mitra bangun serah guna dapat mendayagunakan barang milik negara sesuai jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian, dan

4. Setelah jangka waktu pendayagunaan berakhir, objek bangun serah guna terlebih dahulu diaudit oleh aparat pengawasan intern pemerintah sebelum penggunaannya ditetapkan oleh pengelola barang.38

Bangun serah guna barang milik daerah dilaksanakan dengan tata cara:

1. Mitra bangun serah guna harus menyerahkan objek bangun serah guna kepada gubernur, bupati, walikota setelah selesainya pembangunan.

2. Hasil bangun serah guna yang diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota ditetapkan sebagai barang milik daerah.

3. Mitra bangun serah guna dapat mendayagunakan barang milik daerah sesuai jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian, dan

4. Setelah jangka waktu pendayagunaan berakhir, objek bangun serah guna terlebih dahulu diaudit oleh aparat pengawasan intern pemerintah sebelum penggunaannya ditetapkan oleh gubernur, bupati, walikota.39

38

Pasal 37 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah


(49)

e. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur

Kerja sama penyediaan infrastruktur adalah kerja sama antara pemerintah dan badan usaha untuk kegiatan penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kerja sama penyediaan infrastruktur atas barang milik negara/daerah dilaksanakan terhadap barang milik negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan pada pengelola barang/pengguna barang, barang milik negara/daerah berupa sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh pengguna barang atau barang milik negara/daerah selain tanah dan/atau bangunan.40

Kerja sama penyediaan infrastruktur atas barang milik negara/daerah dilakukan antara pemerintah dan badan usaha yang berbentuk, perseroan terbatas, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan/atau koperasi dimana jangka waktu kerja sama penyediaan infrastruktur paling lama lima puluh tahun dan dapat diperpanjang. Penetapan mitra kerja sama penyediaan infrastruktur dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Mitra kerja sama penyediaan infrastruktur yang telah ditetapkan, selama jangka waktu kerja sama penyediaan infrastruktur:

1. Dilarang menjaminkan, menggadaikan, atau memindahtangankan barang milik negara/daerah yang menjadi objek kerja sama penyediaan infrastruktur.

39

Pasal 37 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

40

Pasal 38 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah


(50)

2. Wajib memelihara objek kerja sama penyediaan infrastruktur dan barang hasil kerja sama penyediaan infrastruktur.

3. Dapat dibebankan pembagian kelebihan keuntungan sepanjang terdapat kelebihan keuntungan yang diperoleh dari yang ditentukan pada saat perjanjian dimulai (clawback).

4. Mitra kerja sama penyediaan infrastruktur harus menyerahkan objek kerja sama penyediaan infrastruktur dan barang hasil kerja sama penyediaan infrastruktur kepada pemerintah pada saat berakhirnya jangka waktu kerja sama penyediaan infrastruktur sesuai perjanjian, dan

5. Barang hasil kerja sama penyediaan infrastruktur menjadi barang milik negara/daerah sejak diserahkan kepada pemerintah sesuai perjanjian.41

D. Pertanggungjawaban Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

Pengelolaan barang milik negara/daerah dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai. Barang milik negara/daerah meliputi barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara/daerah dan barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah. Barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah meliputi barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis, barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak, barang yang diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau barang

41

Pasal 39 PP Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah


(51)

yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Dalam mengelola barang milik negara/daerah tentunya memerlukan rangkaian proses mulai dari cara mendapatkan hak pengelolaan sampai pertanggungjawaban atas pengelolaan barang milik negara/daerah tersebut. Bentuk pertanggungjawaban atas pengelolaan barang milik negara/daerah meliputi penatausahaan atas barang milik negara/daerah. Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan barang milik negara/daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 1. Dalam hal pembukuan pengelola barang harus melakukan pendaftaran dan

pencatatan barang milik negara/daerah yang berada di bawah penguasaannya ke dalam daftar barang pengelola menurut penggolongan dan kodefikasi barang. Pengguna barang/kuasa pengguna barang harus melakukan pendaftaran dan pencatatan barang milik negara/daerah yang status penggunaannya berada pada pengguna barang/kuasa pengguna barang ke dalam daftar barang pengguna/daftar barang kuasa pengguna menurut penggolongan dan kodefikasi barang. Pengelola barang menghimpun daftar barang pengguna/ daftar barang kuasa pengguna. Pengelola barang menyusun daftar barang milik negara/daerah berdasarkan himpunan daftar barang pengguna/daftar barang kuasa pengguna dan daftar barang pengelola menurut penggolongan dan kodefikasi barang. Penggolongan dan kodefikasi barang milik negara ditetapkan oleh menteri keuangan. Penggolongan dan kodefikasi


(52)

barang milik daerah ditetapkan oleh menteri dalam negeri setelah mendapat pertimbangan menteri keuangan.42

2. Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan barang milik negara/daerah. Dalam hal inventarisasi pengguna barang melakukan inventarisasi barang milik negara/daerah paling sedikit satu kali dalam lima tahun. Dalam hal barang milik negara/daerah yang berupa persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan, inventarisasi dilakukan oleh pengguna barang setiap tahun. Pengguna barang menyampaikan laporan hasil inventarisasi kepada pengelola barang paling lama 3 tiga bulan setelah selesainya inventarisasi.43 Pengelola barang juga haru melakukan inventarisasi barang milik negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang berada dalam penguasaannya paling sedikit satu kali dalam lima tahun.44

3. Dalam hal pelaporan kuasa pengguna barang harus menyusun laporan barang kuasa pengguna semesteran dan tahunan sebagai bahan untuk menyusun neraca satuan kerja untuk disampaikan kepada pengguna barang. Pengguna barang selanjutnya menghimpun laporan barang kuasa pengguna semesteran dan tahunan sebagai bahan penyusunan laporan barang pengguna semesteran dan tahunan. Laporan barang pengguna digunakan sebagai bahan untuk menyusun neraca kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah untuk

42

Pasal 84 PP Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

43

Pasal 85 PP Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

44

Pasal 86 PP Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah


(53)

disampaikan kepada pengelola barang.45 Pengelola barang harus menyusun laporan barang pengelola semesteran dan tahunan. Pengelola barang harus menghimpun laporan barang pengguna semesteran dan tahunan serta laporan barang pengelola sebagai bahan penyusunan laporan barang milik negara/daerah. Laporan barang milik negara/daerah nantinya akan digunakan sebagai bahan untuk menyusun neraca pemerintah pusat dan pemerintah daerah.46

Setiap kerugian negara/daerah akibat kelalaian, penyalahgunaan atau pelanggaran hukum atas pengelolaan barang milik negara/daerah diselesaikan melalui tuntutan ganti rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dimana setiap pihak yang mengakibatkan kerugian negara/ daerah dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.47

45

Pasal 87 PP Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

46

Pasal 88 PP Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

47

Pasal 99 PP Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah


(54)

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG ALIH FUNGSI TANAH NEGARA

A. Pengertian Alih Fungsi Tanah Negara

Alih fungsi tanah merupakan kegiatan perubahan peggunaan tanah dari suatu kegiatan yang menjadi kegiatan lainnya. Alih fungsi tanah muncul sebagai akibat pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk. Pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhan tanah untuk kegiatan pembangunan telah merubah strukur pemilikan dan penggunaan tanah secara terus menerus. Perkembangan struktur industri yang cukup pesat berakibat terkonversinya tanah secara besar-besaran. Selain untuk memenuhi kebutuhan industri, alih fungsi tanah juga terjadi secara cepat untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang jumlahnya jauh lebih besar.48 Tanah tidak dapat dipisahkan dengan manusia karena tanah merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia. Tanah merupakan tempat pemukiman, tempat melakukan kegiatan manusia, bahkan sesudah matipun masih memerlukan tanah.49

Istilah tanah memiliki arti yang sangat luas, untuk itu diperlukan batasan-batasannya. Menurut Pasal 4 ayat (1) UUPA, batasan resmi mengenai tanah

adalah “atas dasar hak menguasai dari negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik

48

Adi Sasono dalam Ali Sofyan Husein, Ekonomi Politik Penguasaan Tanah, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995), hal. 13

49

Achmad Chulaemi, Pengadaan Tanah Untuk Keperluan Tertentu Dalam Rangka Pembangunan, (Semarang : Majalah Masalah-Masalah Hukum Nomor 1 FH UNDIP, 1992), hal 9


(1)

a. Kendala dalam pengosongan lahan objek alih fungsi. Hal ini terjadi karena objek barang milik negara/daerah yang berupa tanah dinaungi oleh masyarakat sejak lama sehingga pada saat pengguna barang ingin menggunakan tanah dan melakukan pengosongan lahan merasa kesulitan, sehingga memperlambat waktu untuk membangun insfrastruktur yang dibutuhkan.

b. Kendala selanjutnya adalah perlawanan dari masyarakat yang merasa dirugikan, karena tempat tinggal mereka yang berada diatas tanah milik negara/daerah di bongkar paksa. Terkadang perlawanan masyarakat ini sampai menimbulkan korban jiwa dan luka-luka dikarenakan bentrokan antara masyarakat dan aparat pengamanan.

c. Kendala lainnya yang dirasakan adalah terlalu besarnya biaya yang diminta masyarakat terkait ganti rugi atas rumah yang berada diatas tanak milik negara/daerah yang di bongkar paksa akibat adanya alih fungsi tanah negara/daerah antara pengelola barang dengan pengguna barang.

Selain kendala teknis dilapangan kendala lain yang dirasakan dalam alih fungsi tanah negara ini adalah kendala yuridis yang timbul dari peraturan pemerintah itu sendiri, kendala-kendala tersebut yakni:

a. Belum adanya keseragaman (unifikasi) dan kesatuan (kodifikasi) peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelaksanaan alih fungsi tanah negara dimana belum semua pihak menyadari peraturan baru ini dikarenakan peraturan pemerintah ini berlaku mulai April 2014.


(2)

b. Belum tersosialisasinya peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelaksanaan alih fungsi tanah milik negara/daerah ini dengan baik.

Terkait kendala-kendala tersebut diatas, adapun langkah yang harus diambil untuk memaksimalkan pelaksanaan alih fungsi tanah milih negara/daerah, antara lain:

a. Perbaikan sarana dan prasarana penunjang bagi masyarakat, seperti perbaikan sarana perumahan masyarakat, penyediaan rumah susun, dan penyediaan rumah murah bagi masyarakat, agar nantinya masyarakat tidak lagi menempati tanah milik negara/daerah tanpa izin.

b. Penyuluhan kepada semua pihak terkait akibat alih fungsi tanah milik negara/daerah.

c. Meningkatkan koordinasi antara dinas terkait, seperti dinas tata ruang, dewan perencanaan wilayah, dewan perwakilan rakyat, dewan perwakilan rakyat daerah, dan pihak swasta selaku pengguna barang milik negara/daerah.

d. Pemberian sanksi yang tegas terhadap pelanggar rencana tata ruang wilayah, terutama dalam hal pengalihan tanah milik negara/daerah yang diselewengkan.

e. Melibatan masyarakat dalam penataan ruang.

f. Penyediaan lahan bagi masyarakat, mengingat perebutan pemanfaatan tanah negara sering terjadi di Indonesia.


(3)

1. Sebaiknya dalam memenuhi semua persyaratan alih fungsi tanah milik negara/daerah terlebih dahuku harus meningkatkan koordinasi antara dinas terkait, seperti dinas tata ruang, dewan perencanaan wilayah, dewan perwakilan rakyat, dewan perwakilan rakyat daerah, dan pihak swasta selaku pengguna barang milik negara/daerah.

2. Sebaiknya pemberian sanksi yang tegas terhadap pelanggar rangkaian prosedural, terutama dalam hal pengalihan tanah milik negara/daerah yang tidak sesuai prosedur.

3. Sebaiknya diberikan penyuluhan kepada semua pihak terkait akibat alih fungsi tanah milik negara/daerah serta melibatan masyarakat dalam penataan ruang.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Arikunto, Suharsimi. 1986. Pengelolaan Kelas dan siswa. Jakarta: Rajawali. Bakri, Muhammad. 2007. Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru

Untuk Reformasi Agraria). Jakarta: Citra Media.

Chulaemi, Achmad. 1992. Pengadaan Tanah Untuk Keperluan Tertentu Dalam Rangka Pembangunan. Majalah Masalah-Masalah Hukum Nomor 1. Semarang: FH UNDIP.

Erwiningsih, Winahyu. 2009. Hak Menguasai Negara Atas Tanah, Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta: Total Media.

Gautama, Sudargo. T. Soetijarto, Ellyda. 1997. Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria (1960). Bandung: Citra Aditya Bakti.

Harsono, Boedi. 2005. Hukum Agraria Indonesia Dalam Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria Isi Dan Pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan.

Harsono, Boedi. 2007. Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi, dan Pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan.

Hartanto, J. Andy. 2009. Problematika Hukum Jual Beli Tanah Belum Bersertifikat. Yogyakarta: Laksbang Mediatama.

Manan, Marlini. 1988. Hak Pengelolaan Tanah Negara. Jakarta: BPHN Departemen Kehakiman.

Parlindungan, A.P. 1994. Hak Pengelolaan Menurut Sistem Undang-Undang Pokok Agraria. Bandung: Mandar Maju.

Perangin, Effendi. 1995. Hukum Agraria Indonesia Suatu Telaah dari Sudut Pandang Praktisi Hukum. Jakarta: Rajawali.

Santoso, Urip. 2010. Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah. Jakarta: Prenada Media.

Santoso, Urip. 2012. Eksistensi Hak Pengelolaan Dalam Hukum Tanah Nasional, Surabaya: Mimbar Hukum Volume 24.


(5)

Sasono, Adi. 1995. Ekonomi Politik Penguasaan Tanah. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Soemardijono. 2006, Analisis Hak Pengelolaan. Jakarta: Lembaga Pengkajian Pertanahan.

Sumardjono, Maria S.W. 2005. Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan Implementasi. Edisi Revisi. Jakarta: Kompas.

Sumardjono, Maria S.W. 2007. Hak Pengelolaan: Perkembangan, Regulasi, dan Implementasinya, Yogyakarta: Mimbar Hukum, Edisi Khusus, September 2007, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

Sumardjono, Maria S.W. 2007. Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Implementasi. Jakarta: Kompas.

Sumardjono, Maria S.W. 2008. Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial Dan Budaya. Jakarta: Kompas.

Supriadi. 2007. Hukum Agraria. Jakarta: Sinar Grafika.

Soekanto, Soerjono. 1986 Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan

Dasar Pokok-Pokok Agraria

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2008 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.


(6)

C. Internet

Affan Mukti, Ruislag Dalam Pelaksanaan Pembangunan, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1621/3/perda-affan2.pdf.txt (diakses pada tanggal 2 Oktober 2014)


Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Terhadap Pengelolaan Aset Bpjs Kesehatan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan

2 61 116

Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Alih Fungsi Tanah Negara Menurut Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

1 86 101

Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Hukum Bagi Franchise Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997

1 72 98

Tinjauan Yuridis Terhadap Pembangunan Rumah Susun Yang Dibangun Dengan Pemanfaatan Barang Milik Negara Berupa Tanah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

1 74 127

Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Dan Pengelolaan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu

2 45 103

Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Wakaf Menurut Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 Di Kota Padang

0 38 137

Analisis Yuridis Terhadap Alih Fungsi Hutan Lindung Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Juncto Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

0 2 1

NOMOR 33PMK.062012 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Sewa Barang Milik Negara

0 1 46

Peraturan Pemerintah Nomor3 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997

0 0 12

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARADAERAH A. Pengertian Pengelolaan Barang Milik NegaraDaerah - Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Alih Fungsi Tanah Negara Menurut Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan B

0 0 31