BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Tempat Penelitian - BAB 4.pdf

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

  4.1 Gambaran Tempat Penelitian

  Penelitian ini dilakukan di ruang ICU (Intensive Care Unit) RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas. RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas adalah Rumah Sakit Umum milik Pemerintah Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, Indonesia yang terletak di ibukota Kabupaten Kapuas, Kuala Kapuas. Rumah Sakit ini merupakan satu-satunya Rumah sakit di Kabupaten Kapuas dan termasuk Rumah sakit tipe C yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis terbatas (Bedah umum, Internis, Pediatric, Obsgyn) dan pelayanan rujukan dari Puskesmas. Pengambilan data sampel penelitian dan data lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini dilakukan mulai tanggal 9 Januari sampai dengan 9 Februari 2013 di ruang ICU. Berdasarkan klasifikasi ICU untuk Rumah Sakit tipe C dari Kemenkes R.I, ruang ICU RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas termasuk kategori ICU Primer yang dapat mengelola pasien yang sakit kritis sampai yang terancam jiwanya termasuk pelayanan minimal ruang ICU diantaranya yaitu:

  4.1.1 Mampu memberikan pengelolaan resusitasi segera, tunjangan, kardio respirasi jangka pendek dan pemantauan EKG terus menerus

  4.1.2 Memantau dan mencegah penyulit pasien dan bedah yang berisiko

  4.1.3 Ventilasi mekanik dan pemantauan kardiovaskuler sederhana selama beberapa jam pengelolaan jalan napas, termasuk intubasi trakeal, penggunaan ventilator dan terapi oksigen

  4.1.4 Konsultan dapat dihubungi dan dipanggil setiap saat dan mempunyai dokter jaga 24 jam dengan kemampuan melakukan resusitasi jantung paru (ABCDEF)

  4.1.5 Jumlah perawat cukup dan sebagian besar terlatih

  4.1.7 Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratrium tertentu (Hb, Ht, elektrolit, gula darah & trombosit), sinar-X, fisioterapi

  4.1.8 Pemberian nutrisi enteral dan parenteral

  4.1.9 Pemakaian pompa infuse atau semprit untuk terapi secara titrasi Ketenagaan di ruang ICU RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas terdiri dari 22 orang perawat (termasuk kepala ruangan), 1 orang dokter jaga (dokter umum) yang bertugas 24 jam dan 4 orang konsultan (dokter spesialis penyakit dalam, bedah umum, anak dan kandungan) yang dapat dihubungi dan dipanggil setiap saat. Perawat yang bertugas dalam setiap harinya dibagi dalam 3 shift jaga yaitu pagi, sore dan malam dengan jumlah perawat yang bertugas pada tiap shiftnya adalah 4-5 orang, sedangkan 1 orang dokter jaga bertugas selama 24 jam. Jumlah tempat tidur pasien adalah sebanyak 5 tempat tidur termasuk 1 tempat tidur di ruang isolasi.

  4.2 Gambaran Karakteristik Responden Penelitian

  Hasil pengumpulan data responden dan melalui proses pengolahan data yang meliputi editing, coding, entri data, cleaning dan tabulasi data ke dalam tabel dengan menggunakan program komputer, maka identifikasi data karakteristik responden yang dapat diamati dalam penelitian ini meliputi umur, tingkat risiko terjadinya dekubitus dan diagnosa medis yang diderita responden yang mengharuskan dirawat di ruang perawatan ICU. Adapun Tujuan pengumpulan data karakteristik dan penyajian data adalah untuk melihat gambaran karakteristik responden yang diteliti.

  4.2.1 Umur Responden Penyajian data distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan umur responden penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 4.1 sebagai berikut:

  Tabel 4.1: Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur pada Pasien di Ruang ICU RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas Tahun 2013

  Umur Frekuensi Prosentase (%) 20-30 tahun

  1

  3.8 31-40 tahun

  4

  15.4 41-50 tahun

  3

  11.5 51- < 60 tahun

  18

  69.2 Total 26 100.0 Sumber: Data Primer

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa umur responden terbanyak adalah antara 51- < 60 tahun dengan jumlah 18 responden atau 69.2%.

  4.2.2 Tingkat Risiko Dekubitus Tingkat risiko dekubitus diukur dengan menggunakan Skala Braden dengan kriteria risiko rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.

  Penyajian data distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan tingkat risiko terjadinya dekubitus pada responden penelitian ini dapat dilihat pada gambar 4.2 sebagai berikut: Tabel 4.2: Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

  Tingkat Risiko Terjadinya Dekubitus pada Pasien di Ruang

  ICU RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas Tahun 2013

  Tingkat Risiko Dekubitus Frekuensi Prosentase (%) Sedang

  4

  15.4 Tinggi

  10

  38.5 Sangat Tinggi

  12

  46.2 Total 26 100.0 Sumber data: Data Primer

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa terdapat 3 tingkat risiko dekubitus dari 4 tingkat risiko berdasarkan Skala Braden. Tingkat risiko terbanyak pada

  responden penelitian ini adalah tingkat risiko sangat tinggi sebanyak 12 responden atau 46.2%.

  4.2.3 Diagnosa Medis Penyajian data distribusi frekuensi dari karakteristik responden berdasarkan diagnosis medis yang diderita responden penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 4.3 sebagai berikut: Tabel 4.3: Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

  Diagnosis Medis pada Pasien di Ruang ICU RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas Tahun 2013

  Diagnosa Medis Frekuensi Prosentase (%) Stroke Non Hemorrhagic

  11

  42.3 Hipertensi Krisis

  7

  26.9 Malaria Serebral

  5

  19.2 Gagal Nafas

  3

  11.5 Total 26 100.0 Sumber data: Data Primer

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa terdapat 4 diagnosis medis yang diderita responden, yang terbanyak adalah diagnosis medis stroke non

  hemorrhagic yaitu sebanyak 11 responden atau 42.3%.

4.3 Analisis Univariat

  Analisis univariat dilakukan setelah proses pengumpulan data dan proses pengolahan data hasil observasi dan dokumentasi yang meliputi editing,

  coding, entri data dan cleaning selesai. Hasil analisis univariat dengan

  program komputer pada penelitian ini meliputi data variabel independen yaitu lama hari rawat pasien yang menjadi responden penelitian dan data variabel dependen yaitu responden yang mengalami dekubitus dan responden yang tidak mengalami dekubitus.

  4.3.1 Lama Hari Rawat Responden Lama hari rawat masing-masing responden terbagi menjadi 3 kriteria yaitu lama hari rawat 1-6 hari, 7-12 hari dan lebih dari 12 hari.

  Berdasarkan identifikasi data dokumentasi lama hari rawat dari masing- masing responden maka penyajian data distribusi frekuensi dari lama hari rawat semua responden dapat dilihat dalam tabel 4.4 sebagai

  Tabel 4.4: Distribusi Frekuensi Lama Hari Rawat Responden Penelitian di Ruang

  ICU RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas Tahun 2013

  Lama Hari Rawat Frekuensi Prosentase (%) Hari Rawat 1-6 hari

  14

  53.8 Hari Rawat 7-12 hari

  11

  42.3 Hari Rawat &gt; 12 hari

  1

  3.8 Total 26 100.0 Sumber: Data Primer

Tabel 4.4 menunjukkan lama hari rawat terbanyak pada responden penelitian ini adalah 1-6 hari sebanyak 14 responden atau 53.8%.

  4.3.2 Responden yang Mengalami dan Tidak Mengalami Dekubitus Penyajian hasil identifikasi data observasi dari 26 responden yang mengalami dekubitus dan tidak mengalami dekubitus yang dirawat di ruang ICU RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas dapat dilihat dalam tabel 4.5 sebagai berikut: Tabel 4.5: Distribusi Frekuensi Responden yang Mengalami Dekubitus dan tidak Mengalami Dekubitus di Ruang ICU RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas Tahun 2013

  Terjadinya Dekubitus Frekuensi Prosentase (%) Tidak Terjadi Dekubitus

  25

  96.2 Terjadi Dekubitus

  1

  3.8 Total 26 100.0 Sumber: Data Primer

Tabel 4.5 menunjukkan jumlah responden yang tidak mengalami dekubitus yaitu sebanyak 26 responden atau 96.2% dan lebih banyak

  dari pada responden yang mengalami dekubitus selama dirawat di ruang ICU RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas tahun 2013.

4.4 Analisis Bivariat

  Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu variabel independen adalah lama hari rawat dan variabel dependen hubungan antara kedua variabel tersebut adalah uji statistik korelasi

  

Spearman rank dengan menggunakan program komputer. Tabel silang

  hubungan antara lama hari rawat dengan terjadinya dekubitus pada pasien yang dirawat di ruang ICU RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas dapat dilihat pada tabel 4.6 sebagai berikut: Tabel 4.6: Hubungan Antara Lama Hari Rawat Dengan Terjadinya

  Dekubitus pada Pasien yang Dirawat di Ruang ICU RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas Tahun 2013

  Terjadinya Dekubitus Variabel Tidak Terjadi Terjadi Dekubitus Dekubitus Jumlah

  Frekuensi

  14

  14 1-6 hari Prosentase (%) 53.8% .0% 53.8% Lama Hari

  Frekuensi

  11

  11 Rawat 7-12 hari Prosentase (%) 42.3% .0% 42.3% Frekuensi

  1

  1 &gt; 12 hari Prosentase (%) .0% 3.8% 3.8%

  25

  1

  26 Jumlah 96.2% 3.8% 100.0% Sumber: Data Primer

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa 25 responden dari 26 responden yang diteliti atau 96.2% tidak mengalami dekubitus selama dirawat antara 1-6 hari dan 7-

  12 hari. Responden yang mengalami dekubitus terdapat pada responden yang menjalani lama hari rawat lebih dari 12 hari yaitu sebanyak 1 responden dari 26 responden yang diteliti atau 3.8%. Uji statistik yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara lama hari rawat dengan terjadinya dekubitus adalah uji statistik korelasi Spearman rank dengan nilai signifikan korelasi atau tingkat signifikan (alpha)

  α: 0.05 dan nilai koefisien korelasi (r) hitung dibandingkan dengan nila r Tabel Spearman rho. Kriteria pengambilan kesimpulan hasil analisis yaitu:

  4.4.1 H0 ditolak jika nilai signifikan korelasi (p) lebih kecil dari nilai α: 0.05 dan nilai koefisien korelasi atau r hitung lebih besar dari nilai r Tabel korelasi Spearman rank.

  4.4.2 H0 diterima jika nilai signifikan korelasi (p) lebih besar dari nilai α:

  0.05 dan nilai koefisien korelasi atau r hitung lebih kecil dari nilai r Tabel korelasi Spearman rank.

  4.4.3 H0 ditolak artinya ada hubungan antara lama hari rawat dengan terjadinya dekubitus pada pasien yang dirawat di ruang ICU RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas

  4.4.4 H0 diterima artinya tidak ada hubungan antara lama hari rawat dengan terjadinya dekubitus pada pasien yang dirawat di ruang ICU RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas. Hasil uji statistik korelasi Spearman rank antara lama hari rawat dengan terjadinya dekubitus dengan menggunakan program komputer dapat dilihat pada Tabel 4.7 sebagai berikut: Tabel 4.7: Hasil Uji Korelasi Spearman Rank antara Variabel Lama Hari

  Rawat dengan Variabel Terjadinya Dekubitus

  Variabel Nilai Signifikan Tingkat Koefisien Nilai r N Korelasi (p) Signifikan α Korelasi Tabel Spearman rho

  Lama Hari Rawat 26 0.055 0.05 0.380 0.392 Terjadinya Dekubitus Sumber: Data Primer

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa nilai signifikan korelasi adalah 0.055 dan nilai koefisien korelasi adalah 0.380. Nilai signifikan korelasi 0.055 lebih besar

  dari tingkat signifikan α = 0.05 dan nilai koefisien korelasi 0.380 atau r hitung lebih kecil dari nilai r Tabel Spearman rho yaitu 0.392 pada tingkat signifikan 5% dan sampel (n) 26. Adapun tabel nilai-nilai r (rho) korelasi

  Spearman rank dapat dilihat pada Tabel 4.7 sebagai berikut:

  Tabel 4.8: Tabel Nilai-Nilai r (rho) Korelasi Spearman Rank

  Tingkat signifikan Tingkat signifikan N N

  5% 1% 5% 1% 5 1.000 16 0.506 0.665 6 0.886 1.000

  18 0.475 0.625 7 0.786 0.929 20 0.450 0.591 8 0.738 0.881 22 0.428 0.562 9 0.683 0.883 24 0.409 0.537 10 0.648 0.794 26 0.392 0.515 12 0.591 0.777 28 0.377 0.496 14 0.544 0.715 30 0.364 0.478

  Sumber: Tabel nilai Spearman rho dalam Hidayat.A.A. (2011). Metode Penelitian

Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika

  Hasil analisis data statistik korelasi Spearman rank antara lama hari rawat dengan terjadinya dekubitus di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara lama hari rawat dengan terjadinya dekubitus pada pasien yang dirawat di ruang ICU RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas.

4.5 Pembahasan

  4.5.1 Analisis Univariat

  4.5.1.1 Lama hari rawat Hasil identifikasi data lama hari rawat semua responden, didapatkan data lama hari rawat terbanyak pada responden adalah lama hari rawat antara 1-6 hari. Hasil tersebut salah satunya dikarenakan tidak adanya responden yang mengalami dekubitus selama dirawat antara 1-6 hari, sehingga lama hari rawat dapat diminimalkan atau dipersingkat. Morison (2003) dan Yusuf (2011), menyatakan dekubitus dapat meningkatkan lama hari rawat pasien di Rumah Sakit. Suheri (2009), menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi lama hari rawat yaitu umur pasien, perawatan sebelumnya, alasan pemulangan, jenis penyakit pasien dan komplikasi yang menyertainya juga dapat mempengaruhi lamanya hari rawat.

  Berakhirnya hari rawat tersebut tidak mutlak dipengaruhi oleh tidak adanya kejadian dekubitus pada pasien, tetapi juga bisa dipengaruhi berbagai alasan diantaranya dikarenakan pasien tersebut sudah tidak memenuhi indikasi dirawat di ICU, dirujuk ke Rumah Sakit lain yang lebih tinggi, meninggal dunia dan pulang paksa. Kemenkes (2011), menyatakan indikasi pasien keluar ruang perawatan ICU diantaranya pasien tidak memerlukan terapi intensif lagi, pasien atau keluarga menolak untuk dirawat lebih lanjut di ICU atau pulang paksa, penyakit atau keadaan pasien telah membaik dan pasien yang meninggal dunia. Kategori lama hari rawat pada responden dibagi menjadi 3 kriteria yaitu lama hari rawat 1-6 hari, 7-12 hari dan lebih dari 12 hari. Pengkategorian lama hari rawat tersebut disamping mengikuti kebijakan penetapan hari perawatan ruang ICU tempat dilakukannya penelitian ini, juga didasarkan pada beberapa referensi yang menyatakan tentang waktu terjadinya dekubitus diantaranya, dekubitus bisa terjadi antara hari ke-1 sampai ke-6 pasien dirawat, hal ini sesuai dengan pendapat Morison (2003), dan Sabandar (2008) yang menyatakan tanda- tanda kerusakan jaringan yang menyebabkan dekubitus dapat terjadi sangat cepat dalam beberapa jam apabila terdapat faktor predisposisi penyebab tekanan pada kulit pasien pada hari pertama perawatan. Suheri (2009), yang menyatakan dekubitus bisa terjadi pada hari ketiga sampai hari kelima pasien dirawat.

  Kategori lama hari rawat antara 7-12 hari dan &gt; 12 hari didasarkan pada beberapa referensi yang menyatakan waktu terjadinya dekubitus setelah pasien dirawat lebih dari 6 hari terjadi pada 2 minggu pertama pasien dirawat, pendapat tersebut didukung oleh Potter dan Perry (2010) yang menyatakan pasien dengan gangguan mobilisasi fisik (kelemahan fisik dan lumpuh) dan tirah baring lebih dari 1 minggu berisiko tinggi terjadinya dekubitus. Jong, dan Sjamsuhidajat. (2004), menyatakan kerusakan jaringan akibat dekubitus bisa dengan jelas dilihat setelah 1 minggu atau &gt; 10 hari pasien dirawat. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa kurangnya angka kejadian dekubitus bisa mempengaruhi lama hari rawat pasien disamping faktor lainnya yang dapat mempengaruhi lama hari rawat tersebut.

  4.5.1.2 Terjadinya dekubitus Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas pasien yang menjadi responden penelitian ini tidak mengalami dekubitus selama dirawat. Hal ini dikarenakan salah satu faktor yaitu asuhan keperawatan pencegahan terjadinya dekubitus selama pasien dirawat selalu diberikan secara terencana dan konsisten dari mulai pasien masuk ruang perawatan ICU sampai berakhirnya perawatan pasien di ruang ICU. Morison (2003), menyatakan dekubitus pada dasarnya dapat dicegah dengan cara perawatan kulit yang terencana dan dilakukan secara kontinyu. Pernyataan Morison juga dikuatkan oleh Potter dan Perry (2010), menyatakan integritas kulit pada pasien dapat tercapai dengan memberikan perawatan kulit yang terencana dan konsisten. Penyataan diatas juga didukung oleh Yusuf (2011), menyatakan bahwa mobilitas bagi pasien dan perawatan kulit yang baik 95% dapat mencegah terjadinya dekubitus.

  Meskipun hanya sebagian kecil responden yang mengalami tersebut tetap jadi prioritas. Observasi langsung oleh peneliti terhadap responden tersebut berdasarkan pedoman observasi yang sudah ditetapkan, didapatkan data bahwa responden tersebut baru mengalami dekubitus derajat 1 pada kulit daerah sacrum atau bokong. Hasil identifikasi tanda dekubitus didapatkan tanda eritema atau kemerahan pada kulit dan bila ditekan dengan jari tanda kemerahan tersebut tidak kembali putih. Hal ini sesuai dengan pendapat National Pressure Ulcer

  

Advisory Panel (NPUAP) dalam Blaney (2010), menetapkan

  tanda dekubitus derajat 1 diantaranya kulit berwarna kemerahan, pucat pada kulit putih, biru, merah atau ungu pada kulit hitam, bila ditekan dengan jari, tanda kemerahan tersebut tidak kembali putih, temperatur kulit berubah hangat atau dingin, bentuk perubahan menetap dan ada sensasi gatal atau nyeri.

  Ada beberapa kemungkinan yang menjadi penyebab terjadinya dekubitus pada responden penelitian ini yaitu tekanan yang lama dan asuhan keperawatan pencegahan dekubitus. Faktor tekanan lama dan faktor perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan pencegahan dekubitus merupakan sebagian dari faktor yang dapat mempengaruhi kejadian dekubitus tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Potter dan Perry (2010), menyatakan bahwa perawatan kulit yang tidak terencana dan tidak konsisten dapat mengakibatkan terjadinya gangguan integritas kulit. Pernyataan Potter dan Perry juga didukung oleh Yusuf (2011), yang menyatakan kejadian dekubitus di ruang perawatan Rumah sakit adalah murni kesalahan perawat dan merupakan indikator buruknya pelayanan keperawatan.

  Pengkajian pada responden yang mengalami dekubitus dilakukan secara terus penerus tiap kali shift jaga perawatan. Intervensi pencegahan dengan perubahan posisi tidur pasien secara berkala dan perawatan kulit yang baik secara konsisten dilakukan khususnya pada area dekubitus sehingga tanda kemerahan pada dekubitus derajat 1 berkurang dan dekubitus tersebut tidak berlanjut pada dekubitus derajat 2 sampai berakhirnya perawatan pasien di ruang ICU. Morison (2003), menyatakan penatalaksanaan lokal luka dekubitus adalah salah satunya dengan cara menghilangkan penyebab utama dari dekubitus seperti tekanan yang berlebihan. NPUAP (2010) dalam Blaney (2010), menyatakan bahwa dekubitus stadium 1 umumnya reversibel dan dapat sembuh dalam 5-10 hari. Dekubitus yang bersih harus menunjukkan proses penyembuhan dalam waktu 2 sampai 4 minggu (Potter &amp; Perry, 2010).

  Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kejadian dekubitus pada penelitian ini bisa dipengaruhi oleh asuhan keperawatan pencegahan dekubitus dan juga perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan tersebut.

  4.5.2 Analisis Bivariat Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara lama hari rawat dengan terjadinya dekubitus pada pasien yang dirawat di ruang

  ICU RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas. Peneliti berpendapat hasil tersebut diantaranya karena asuhan keperawatan pencegahan dekubitus selalu diberikan kepada responden secara konsisten. Hasil tersebut sesuai dengan beberapa referensi yang juga menyatakan bahwa dekubitus bisa dicegah dengan perawatan kulit secara terencana dan konsisten diantaranya adalah pernyataan dari Morison (2003), Potter dan Perry (2010) dan Yusuf (2011), yang menyatakan bahwa perawatan kulit secara kontinyu dan konsisten dapat mencegah terjadinya dekubitus.

  Secara teoritis ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi risiko kejadian dekubitus diantaranya umur, tingkat risiko dekubitus dan diagnosis medis atau jenis penyakit. Sutanto (2008) dan Boynton et al (1999) dalam Potter &amp; Perry (2010), menyatakan orang tua dengan usia lebih dari 60 tahun, bayi dan neonatal, pasien injuri tulang belakang adalah kelompok yang mempunyai risiko tinggi terhadap kejadian luka tekan. Suheri (2009), William (2010), dan Blaney (2010), menyatakan kondisi pasien yang berisiko tinggi mengalami luka dekubitus diantaranya adalah pasien dengan penurunan kesadaran dan koma, pasien yang tidak dapat bergerak (lumpuh, sangat lemah). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi risiko kejadian dekubitus tersebut dapat diminimalkan dengan diberikannya asuhan keperawatan pencegahan dekubitus.

  Asuhan keperawatan pencegahan dekubitus mutlak diberikan khususnya pasien yang berisiko mengalami dekubitus. Hasil penelitian ini dapat menggambarkan peran pentingnya pencegahan dekubitus dalam meminimalkan angka kejadian dekubitus dimana rata-rata responden tidak mengalami dekubitus selama dirawat. Yusuf (2011) menyatakan prevalensi dekubitus dapat menjadi parameter yang baik terhadap kualitas pelayanan keperawatan. Tujuan utama dalam pencegahan dekubitus yaitu mengurangi masa perawatan pasien dan mengurangi beban biaya perawatan Rumah Sakit serta mencegah terjadinya komplikasi dekubitus yang lebih parah seperti sepsis dan kematian. Penelitian Suheri (2009), menyatakan pasien dengan hari perawatan yang lama mempunyai risiko tinggi mengalami dekubitus. Selain itu, usia yang tua, perawatan di Rumah mempermudah terjadinya dekubitus (Morison, 2003). Hasil penelitian ini membuktikan bahwa lama hari rawat, tingkat risiko dekubitus, umur dan diagnosis medis bukan merupakan suatu faktor yang dapat menghambat upaya pencegahan dekubitus.

  Pencegahan dekubitus yang difokuskan pada pengkajian merupakan aspek penting dalam menetapkan tindakan pencegahan yang akan direncanakan. Pengkajian risiko dekubitus diperlukan kejelian dan ketelitian dari perawat terhadap kondisi pasien dan mempertimbangkan kemungkinan risiko yang dapat mengkontribusi terjadinya dekubitus (Morison, 2003). Potter &amp; Perry (2010), menyatakan tahap pertama pencegahan dekubitus adalah mengkaji faktor-faktor risiko pasien.

  Identifikasi awal dalam pengkajian pada pasien berisiko dan faktor- faktor risikonya membantu perawat mencegah terjadinya dekubitus. Penilaian tingkat risiko dekubitus pada responden penelitian ini adalah menggunakan instrumen Skala Braden. Pemilihan Skala Braden sebagai instrumen pengukuran tingkat risiko dekubitus didasarkan pada beberapa pendapat diantaranya, Suriadi (2004), dan AHCPR (2008), Ayello (2007), Scoonhoven et al (2002), Brown (2004), Yasa (2010) dalam Handayani (2010) yang menyatakan bahwa instrumen Skala Braden memiliki sensifitas, spesifitas dan Interrater reliability yang tinggi untuk memprediksi terjadinya luka dekubitus.

  Dekubitus pada dasarnya dapat dicegah dan mencegah dekubitus lebih mudah daripada mengobatinya. Tetapi dekubitus tidak selalu dapat dicegah pada kondisi-kondisi tertentu pada pasien seperti lansia, pasien dengan ketidakstabilan hemodinamik yang menghalangi untuk mobilitas pasien dan pasien yang tidak kooperatif dan menolak untuk bekerja sama dalam upaya pencegahan. NPUAP (2010), dalam Wallis (2010), menyatakan bahwa kejadian dekubitus tidak selalu pasien membuat dekubitus tidak dapat dihindari. Contohnya termasuk pasien yang menolak untuk bekerja sama dan mereka dengan ketidakstabilan hemodinamik yang menghalangi pasien berubah posisi. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa lamanya perawatan pasien dan faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi kejadian dekubitus dapat diminimalkan dengan asuhan keperawatan pencegahan dekubitus yang diberikan secara terencana dan konsisten.

4.6 Keterbatasan Penelitian

  Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kelemahan dan kekurangannya, meskipun penulis telah berupaya semaksimal mungkin dengan berbagai usaha untuk membuat hasil penelitian ini bisa menjadi sempurna. Beberapa kekurangan, kelemahan dan keterbatasan dalam penulisan diantaranya jumlah sampel yang didapat, kelemahan dari metode sampling yang digunakan dan keterbatasan referensi dalam penulisan.

  4.6.1 Jumlah Sampel Peneliti menyadari bahwa jumlah sampel yang didapat masih sedikit dan belum mendekati jumlah sampel minimal yang diharapkan.

  Meskipun demikian bukan berarti hasil penelitian tidak valid dan tidak , reliable karena sampel dalam penelitian ini adalah sampel dengan kriteria khusus yang sudah ditetapkan sehingga diyakini peneliti sampel tersebut sudah benar-benar representatif.

  4.6.2 Kelemahan Teknik Sampling Peneliti menyadari bahwa dengan teknik sampling accidental tidak bisa digunakan untuk menarik suatu kesimpulan secara umum (menggeneralisir) terhadap hasil penelitian ini. Meskipun demikian, hasil diyakini peneliti sudah bisa menggambarkan kondisi yang sebenarnya di tempat dilakukannya penelitian ini.

  4.6.3 Referensi dan Sumber Rujukan Peneliti menyadari mempunyai banyak keterbatasan dalam melakukan penelaahan penelitian, pengetahuan yang kurang, literatur yang kurang, kelemahan dalam menterjemahkan naskah berbahasa inggris ke Indonesia. Terlepas dari adanya kekurangan dan kelemahan tersebut, penelitian ini telah memberikan informasi yang sangat penting dalam perkembangan ilmu keperawatan dan praktek asuhan keperawatan dimana hasil penelitian ini telah membuktikan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara lama hari rawat dengan terjadinya dekubitus pada pasien khususnya pasien yang berisiko mengalami dekubitus yang dirawat di ruang ICU RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas.

4.7 Implikasi Hasil Penelitian Dalam Keperawatan

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas pasien yang menjadi responden tidak mengalami dekubitus selama dirawat di ruang ICU RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas. Angka kejadian dekubitus dapat diminimalkan dengan pemberian asuhan keperawatan pencegahan dekubitus. Hal ini menunjukkan pentingnya peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan khususnya dalam pencegahan dekubitus Kejadian dekubitus dapat menggambarkan baik buruknya pelayanan keperawatan di ruang rawat inap suatu Rumah Sakit. Perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan sangat berkontribusi dalam upaya-upaya pencegahan terhadap kejadian dekubitus. Yusuf (2011), menyatakan bahwa kejadian dekubitus di ruang rawat inap Rumah Sakit adalah murni kesalahan perawat. Yusuf juga menyatakan kejadian dekubitus di ruang perawatan Rumah Sakit merupakan parameter baik buruknya pelayanan keperawatan dan pengobatan yang diberikan.