BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Paradigma Kajian - Tinjauan Komunikasi Kelompok Kecil Mengenai Sikap Taat Akan Norma (Studi Kasus Kelompok Kecil Re’uwel Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara Unit Pelayanan Fakultas Huku

BAB II KAJIAN TEORITIS

2.1 Paradigma Kajian

  Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan suatu kebenaran atau untuk lebih mudah membenarkan kebenaran. Usaha untuk mencari kebenaran dilakukan oleh para filsuf, peneliti maupun para praktisi melalui model-model tertentu. Model-model tertentu biasanya disebut dengan paradigma (Moleong, 2009).

  Paradigma bukanlah teori-teori, namun lebih merupakan cara pandang atau pola-pola untuk penelitian yang diperluas dan dapat menuju pembentukan suatu teori. Setiap penelitian memerlukan paradigma teori dan model teori sebagai dasar dalam menyusun kerangka penelitian. Menurut Sandjaya (2007:5) “Paradigma adalah pandangan dalam kepercayaan yang telah diterima dan disepakati bersama oleh masyarakat ilmuwan berkaitan dengan suatu keilmuan”.

  Sesuai dengan sifat dan karakter permasalahan data yang diangkat dalam penelitian ini, maka paradigma yang relevan dalam penelitian ini adalah paradigma interpretatif pendekatan kualitatif. Adapun pada tradisi kualitatif- interpretatif, manusia lebih dipandang sebagai makhkuk rohaniah alamiah (natural). Dalam pandangan ini, manusia sebagai makhluk sosial sehari-hari bukan “berperilaku” berkonotasi mekanistik alias bersifat otomatis seperti hewan, melainkan “bertindak” mempunyai konotasi tidak otomatis/mekanistik, melainkan humanistik alamiah : melibatkan niat, kesadaran, motif-motif, atau alasan-alasan tertentu, yang disebut Weber sebagai social action (tindakan sosial) dan bukan

  

sosial behavior (perilaku sosial) karena ia bersifat intensional; melibatkan makna

  dan interpretasi yang tersimpan di dalam diri pelakunya. Dunia makna itulah yang perlu dibuka, dilacak, dan dipahami untuk bisa memahami fenomena sosial apa pun, kapan pun, dan dimana pun. (Vardiansyah 2008 : 67).

  Paradigma interpretatif digunakan karena paradigma ini menyatakan bahwa pengetahuan dan pemikiran awam berisikan arti atau makna yang diberikan individu terhadap pengalaman dan kehidupannya sehari-hari. Sehingga melalui paradigma interpretatif, dalam penelitian ini peneliti dapat memahami bagaimana komunikasi kelompok kecil Re’uwel Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian

      Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara Unit Pelayanan Fakultas Hukum dalam menanamkan sikap taat akan norma.

2.2 Kajian Teoritis

2.2.1 Komunikasi

  Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antarmanusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya. Dalam “bahasa” komunikasi pernyataan dinamakan pesan, orang yang menyampaikan pesan disebut komunikator sedangkan orang yang menerima pernyataan diberi nama komunikan. Untuk tegasnya, komunikasi berarti proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Jika dianalisis pesan komunikasi terdiri dari dua aspek yaitu isi pesan dan simbol. Secara konkret isi pesan adalah pikiran atau perasaan, lambang adalah bahasa.

  Secara epistemologi istilah kata komunikasi atau dalam bahasa inggris

  

communication berasal dari bahasa latin yakni communicatio dan bersumber dari

  kata communis yang berarti “sama”. Sama dalam arti kata ini bisa diinterpretasikan dengan pemaknaannya adalah sama makna. Jadi secara sederhana dalam proses komunikasi yang terjadi adalah bermuara pada usaha untuk mendapatkan kesamaan makna atau pemahaman pada subjek yang melakukan proses komunikasi tersebut (Amir, dkk, 2010:1).

  Berdasarkan perkembangan komunikasi banyak disiplin ilmu yang telah memberi masukan terhadap defenisinya, misalnya psikologi, sosiologi, antropologi, ilmu politik, ilmu manajemen, linguistik, matematika, ilmu elektronika dan lain sebagainya. Defenisi ilmu komunikasi yang tercipta diantarannya:

  Menurut Harold D. Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function

  

of Communication in Society adalah: Who Says What In Which Channel to Whom

With What Effect. Paradigma Lasswell diatas menunjukkan bahwa komunikasi

  meliputi lima unsur yaitu komunikator (communicator, source, sender), pesan (message), media (channel), komunikan (communicatee, communicant, receiver, recipient), dan efek (effect, impact, influence).

      Sebuah defenisi yang dibuat oleh kelompok sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri pada studi komunikasi antarmanusia (human communication) bahwa: “komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antarsesama manusia (2) melalui pertukaran informasi (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain (4) serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu” (Cangara, 2004:18). Sedangkan Carl I. Hovland beranggapan Ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas- asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap.

  Defenisi lain namun juga selaras dengan defenisi sebelumnya diungkapkan oleh Everett M. Rogers bahwa “Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. Berdasarkan beberapa pengertian komunikasi diatas maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan untuk mendapatkan kesamaan makna yang disampaikan bertujuan menguatkan serta mengubah sikap dan tingkah laku.

  Dalam proses penyampaian pesan tersebut, komunikasi melewati beberapa proses yang menggambarkan kegiatan komunikasi antar individu yang bersifat interaktif, relasional, dan transaksional di dalamnya melibatkan sumber komunikasi yang mengirimkan pesan-pesan melalui media tertentu kepada penerima dengan maksud dan tujuan dalam sebuah konteks tertentu. Proses komunikasi diatas dapat dirinci dalam beberapa unsur sebagai berikut :

  1. Komunikator/Pengirim

  2. Encoding/Penyandian

  3. Saluran

  4. Pesan/Simbol

  5. Decoding/Penafsiran

  6. Komunikan

  7. Umpan balik

  8. Gangguan (noise) Proses komunikasi dijelaskan melalui pemahaman unsur-unsur komunikasi yang meliputi pihak yang mengawali komunikasi, pesan yang

      dikomunikasikan, saluran yang digunakan untuk berkomunikasi, dan gangguan saat terjadi komunikasi, serta pihak yang menerima pesan, umpan balik dan dampak pada pengirim pesan. Pengirim atau sender merupakan pihak yang mengawali proses komunikasi. Sebelum pesan dikirimkan, pengirim harus mengemas idea atau pesan tersebut sehingga dapat diterima dan dipahami. Proses pengemasan ide ini disebut dengan encoding. Pesan yang akan dikirimkan harus berisifat informatif artinya mengandung peristiwa, data, fakta, dan penjelasan. Pesan harus bisa menghibur, memberi inspirasi, memberi informasi, meyakinkan, dan mengajak untuk berbuat sesuatu. Pesan yang telah dikemas disampaikan melalui media baik melalui media lisan: (dengan menyampaikan sendiri, melalui telepon, mesin dikte atau videotape) maupun dengan media tertulis : (surat, memo, laporan, hand out, selebaran, catatan, grafik, dan gambar), maupun media elektronik yaitu : (faksimili, email, radio, televisi).

  Penggunaan media untuk menyampaikan pesan dapat mengalami gangguan (noise) yang dapat menghambat atau mengurangi kemampuan dalam mengirim dan menerima pesan. Gangguan komunikasi dapat berupa faktor pribadi (prasangka, lamunan, perasaan tidak cakap) dan pengacau indra (suara yang terlalu keras atau lemah, bau menyengat, udara panas).

  Setelah pesan disampaikan, pihak yang menerima pesan (receiver) harus dapat menafsirkan dan menerjemahkan pesan yang diterima. Penafsiran pesan mungkin akan sama atau berbeda dengan pengirim pesan. Apabila penafsiran sama, maka penafsiran dan penerjemahahn penerima benar dan maksud pengirim tercapai. Sebaliknya jika penafsiran berbeda maka penafsiran dan penerjemahan salah dan maksud tidak tercapai. Penafsiran pesan ini sangat dipengaruhi oleh ingatan dan mutu serta kedekatan hubungan antara pengirim dan penerima.

  Unsur terakhir dalam komunikasi adalah umpan balik, merupakan tanggapan penerima terhadap pesan yang diterima dari pengirim. Umpan balik bisa berupa tanggapan verbal maupun non verbal dan bisa bersifat positif maupun bersifat negatif. Umpan balik positif terjadi apabila penerima menunjukkan kesediaan untuk menerima dan mengerti pesan dengan baik serta memberikan tanggapan sebagaimana dinginkan oleh pengirim. Sedangkan umpan balik negatif dapat benar juga dapat salah. Umpan balik negatif dikatakan salah jika isi dan cara

      penyampaian pesan dilakukan secara benar tetapi penafsiran pesan salah. Dalam komunikasi secara bergantian pera penerima pesan bisa berubah menjadi pengirim pesan dan pengirim pesan berubah menjadi penerima pesan.

2.2.2 Komunikasi Kelompok Kecil

2.2.2.1 Pengertian dan Karakteristik

  Komunikasi kelompok kecil berarti komunikasi yang berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang (Effendy, 2003:75). Apabila jumlah orang dalam kelompok itu sedikit, kurang dari dua puluh orang berarti komunikasi tersebut disebut komunikasi kelompok kecil (small group communication).

  Komunikasi kelompok kecil adalah suatu kumpulan individu yang dapat mempengaruhi satu sama lain, memperoleh beberapa kepuasan satu sama lain, berinteraksi untuk beberapa tujuan, mengambil peranan, terikat satu sama lain dan berkomunikasi tatap muka (Arni, 2002 : 182).

  Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi kelompok kecil adalah komunikasi yang melibatkan lebih dari dua orang hingga kurang dari dua puluh orang yang terikat satu sama lain dan saling mempengaruhi demi beberapa tujuan. Melihat dari jumlah orang yang terlibat, maka komunikasi yang terjadi dalam kelompok Re’uwel dapat dikategorikan sebagai komunikasi kelompok kecil. Dimana kelompok ini terdiri dari tiga orang anggota kelompok dan dipimpin oleh seorang pemimpin kelompok.

  Anggota-anggota dalam kelompok Re’uwel dapat berkomunikasi dengan mudah. Sumber dan penerima informasi dihubungkan oleh beberapa tujuan yang sama. Kelompok tersebut mempunyai alasan yang sama bagi anggotanya untuk berinteraksi. Mereka mempunyai derajat organisasi tertentu yang mengatur kelompok itu. Komunikasi dalam kelompok ini menitikberatkan pada tingkah laku individu dalam diskusi kelompok.

  Terdapat beberapa karakteristik komunikasi kelompok kecil yang dapat diamati dari kelompok ini diantaranya memiliki tujuan, mengambil peranan, berkomunikasi tatap muka, kekompakan, komitmen terhadap tugas, adanya norma kelompok dan saling bergantung satu sama lain.

      Selain beberapa karakteristik diatas, terdapat beberapa karakteristik yang ada dalam komunikasi kelompok. Menurut Marhaeni Fajar dalam bukunya Ilmu

  

Komunikasi; Teori dan Praktik adapun karakteristik dari komunikasi kelompok,

  antara lain: 1.

  Komunikasi dalam komunikasi kelompok bersifat homogen.

  2. Dalam komunikasi kelompok terjadi kesempatan dalam melakukan tindakan pada saat itu juga.

  3. Arus balik didalam komunikasi kelompok terjadi secara langsung karena komunikator dapat mengetahui reaksi komunikan pada saat komunikasi sedang berlangsung.

  4. Pesan yang diterima komunikan dapat bersifat rasional (terjadi komunikasi kelompok kecil) dan bersifat emosional (terjadi komuniasi kelompok besar).

  5. Komunikator masih dapat mengetahui dan mengenal komunikan meskipun hubungan yang terjadi tidak erat seperti komunikasi interpersonal.

  6. Komunikasi kelompok akan menimbulkan konsekuensi bersama untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Penelitian ini pada dasarnya melihat proses komunikasi kelompok kecil dalam menanamkan sikap taat pemimpin dan anggotanya akan norma. Perhatian khusus penelitian ini adalah pada proses komunikasi yang ada dalam kelompok kecil dan unsur-unsur apakah yang mempengaruhi proses itu sehingga tercipta komunikasi kelompok yang efektif dalam menanamkan sikap taat akan norma.

2.2.2.2 Faktor-faktor Efektivitas Komunikasi Kelompok

  Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan yaitu melaksanakan tugas kelompok dan memelihara moral anggota-anggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok-disebut prestasi (performance) tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya

      dalam kegiatan kelompok. Untuk itu faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik kelompok. Jalanuddin Rahmat dalam Marhaeni 2004 menyatakan 4 karakteristik kelompok yang mempengaruhi keefektifan kelompok, yaitu:

  1. Ukuran Kelompok Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja kelompok bergantung pada tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memelukan kegiatan konvergen (mencapai suatu pemecahan yang benar), hanya diperlukan kelompok kecil supaya produktif, terutama bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan sumber, keterampilan, dan kemampuan yang terbatas. Bila tugas memerlukan kegiatan yang divergen (seperti menghasilkan gagasan berbagai gagasan kreatif), diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar. Dalam hubungan dengan kepuasan, Hare dan Slater dalam Rakmat (2004) menunjukkan bahwa makin besar ukuran kelompok makin berkurang kepuasan anggota-anggotanya. Slater menyarankan lima orang sebagai batas optimal untuk mengatasi masalah hubungan manusia. Kelompok yang lebih dari lima orang cenderung dianggap kacau, dan kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan waktu oleh anggota-anggota kelompok.

  2. Jaringan Komunikasi Jaringan komunikasi kelompok merupakan perangkat yang menunjukkan lingkaran pergaulan antara individu satu dengan yang lainnya, atau anggota-anggota kelompok dalam membicarakan isu-isu tertentu. Hubungan diantara individu-individu dan klik-klik (clique) mengenai isu-isu dapat ditelusuri dari pertanyaan “siapa berinteraksi dengan siapa?” Individu berdiskusi mengenai isu-isu itu dengan siapa, dan sesering apakah mereka mendiskusikan isu-isu tersebut? (Wiryanto, 2004:47)

  Terdapat beberapa tipe jaringan komunikasi dalam buku Psikologi

  Sosial oleh Peplau dkk diantaranya:    

     

Gambar 2.1 Tipe Jaringan Komunikasi

   Pola Melingkar Dalam struktur jaringan komunikasi melingkar semua anggota sama dapat berkomunikasi dengan anggota disebelahnya. Pola ini memberikan kepuasan kelompok yang tertinggi, dimana setiap anggota memiliki kesempatan yang sama untuk berkomunikasi.

   Pola Berantai Dua anggota masing-masing hanya dapat berbicara dengan satu orang anggota lain. Dipandang dari sudut komunikasi, pola ini kurang baik bagi orang yang berada di ujung rantai. Tiga anggota yang lain memiliki teman bicara dalam jumlah yang sama, tetapi orang yang berada di tengah lebih menjadi pusat. Pola ini mendapatkan bentuk yang satu tahap lebih maju pada struktur berbentuk Y.

   Pola Y Terdapat tiga orang di ujung, hanya satu anggota diantara anggota lain yang dapat berbicara dengan dua anggota, dan anggota kelima dapat berbicara dengan tiga anggota yang lain.

   Pola Beroda (Berputar)

      Salah seorang anggota dapat berbicara dengan anggota lain, tetapi anggota yang lain hanya berbicara dengan anggota yang berada di pusat roda. Dalam hubungan dengan prestasi kelompok, tipe roda menghasilkan produk kelompok tercepat dan terorganisir.

  3. Kohesi Kelompok Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok. McDavid dan Harari dalam Jalaluddin (2004) menyarankan bahwa kohesi diukur dari beberapa faktor sebagai berikut: ketertarikan anggota secara interpersonal pada satu sama lain; ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok; sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personal. Kohesi kelompok erat hubungannya dengan kepuasan anggota kelompok, makin kohesif kelompok makin besar tingkat kepuasan anggota kelompok. Dalam kelompok yang kohesif, anggota merasa aman dan terlindungi, sehingga komunikasi menjadi bebas, lebih terbuka, dan lebih sering. Pada kelompok yang kohesifitasnya tinggi, para anggota terikat kuat dengan kelompoknya, maka mereka makin mudah melakukan konformitas. Makin kohesif kelompok, makin mudah anggota-anggotanya tunduk pada norma kelompok, dan makin tidak toleran pada anggota yang devian.

  4. Kepemimpinan Kepemimpinan adalah faktor yang paling menentukan kefektifan komunikasi kelompok. Ada beberapa bentuk kepemimpinan yang timbul dalam kelompok. Sifat pokok dari kepemimpinan adalah pengaruh sosial. Pemimpin adalah orang yang memiliki pengaruh paling besar terhadap perilaku dan keyakinan kelompok. Dia adalah orang yang mengawali tindakan, memberi perintah, mengambil keputusan, menangani peselisihan di antara anggota kelompok, memberi dorongan, bertindak sebagai teladan, dan selalu berada di muka dalam setiap aktivitas kelompok. Contoh-contoh

      ini menggambarkan bagaimana pemimpin mempengaruhi suatu kelompok; mungkin pemimpin tertentu tidak melakukan semua itu (Peplau dkk,

  Psikologi Sosial Edisi Kelima : 120)

  Bennis dan Nanus dalam Komunikasi Antarmanusia oleh Devito mengklasifikasikan tiga gaya kepemimpinan yaitu: pemimpin lepas-kendali, pemimpin demokratis dan pemimpin otoriter. Sedangkan Fred Fiedler meneliti gaya kepemimpinan dari situasi saling berinteraksi dalam menentukan efektivitas pemimpin. Klasifikasi gaya kepemimpinan dianalisisnya melalui model kontinguensi untuk efektivitas kepemimpinan (Contingency model of leadership effectiveness). Model ini mengidentifikasikan dua gaya kepemimpinan, yang berkorespondensi dengan perbedaan antara kepemimpinan tugas dan sosial.

  a.

  Pemimpin berorientasi tugas Pemimpin ini lebih memprioritaskan penyelesaian kelompok dan kurang mementingkan relasi antar-anggota kelompok. Sebagai contoh adalah pemimpin yang mengatakan bahwa “kemenangan tak bisa ditawar-tawar” dan mengabaikan perasaan anggota tim.

  b.

  Pemimpin berorientasi hubungan Pemimpin ini lebih mengutamakan relasi dan kemudian pencapaian tugas.

  Secara umum, pemimpin harus melakukan dua jenis kegiatan. Task leadership (kepemimpinan tugas) berhubungan dengan kegiatan untuk mencapai tujuan kelompok-menyelesaikan tugas kelompok. Tugas pimpinan adalah memberi saran, opini, dan informasi kepada kelompok. Dia mengontrol, membentuk, mengarahkan dan menata kelompok dalam rangka menjalankan tugas spesifik. Sebaliknya, social leadership (kepemimpinan sosial) berfokus pada aspek emosional dan interpersonal dari interaksi kelompok. Pemimpin sosial berusaha menjaga kelompok tetap harmonis dan berjalan lancar, menjaga perasaan anggota, menggunakan humor untuk meredakan ketegangan, dan berusaha memperkuat kepaduan kelompok.

     

2.2.3 Norma Kelompok Kecil

  Pada umumnya kelompok mengembangkan norma, atau peraturan mengenai perilaku yang diinginkan. Norma adalah aturan, kaidah bagi pertimbangan dan penilaian. Nilai yang menjadi milik bersama di dalam satu masyarakat dan telah tertanam dengan emosi yang mendalam akan menjadi norma yang disepakati bersama (Surajiyo, 2008: 90). Ada banyak macam norma. Ada norma khusus, yaitu norma yang hanya berlaku dalam bidang khusus dan norma umum yang terbagi menjadi : norma sopan santun, hukum dan moral.

  Norma kelompok adalah salah satu norma khusus yang hanya berlaku dalam kelompok tersebut. Norma kelompok adalah pedoman-pedoman yang mengatur sikap dan perilaku atau perbuatan anggota kelompok. Golberg dan Larson menjelaskan bahwa norma-norma mengatur tingakah laku anggota kelompok. Norma terdiri dari gambaran tentang bagaimana seharusnya mereka bertingkah laku. Norma terbagi dalam pola-pola dan aspek-aspek yang dapat dapat diperkirakan dari kegiatan maupun dari segi pandangan kelompok.

  Beberapa norma mengatur perilaku kelompok secara keseluruhan: Semua anggota keluarga harus berkontribusi membantu anggota keluarga yang mengalami kesulitan; kelompok akan menyelesaikan pekerjaannya secepat mungkin.

  Sikap dan tanggapan anggota kelompok terhadap norma kelompok dapat bermacam-macam. Ada anggota yang tunduk pada norma kelompok dengan terpaksa karena ia termasuk dalam kelompok yang bersangkutan, tetapi ada pula yang tunduk pada norma kelompok dengan penuh pengertian dan penuh kesadaran, sehingga norma kelompok dijadikan normanya sendiri.

  Menurut Napier dan Gershenfeld (1987), para anggota kelompok akan menerima norma tersebut apabila:  Anggota menginginkan keanggotaan yang kontinyu dalam kelompok  Pentingnya keanggotaan kelompok seseorang semakin tinggi  Kelompok bersifat kohesif, dan para anggota berhubungan sangat erat, terikat satu sama lain, dan saling tergantung satu sama lain dan kelompok memenuhi kebutuhan mereka

     

     

   Pelanggaran norma dihukum dengan reaksi yang negatif atau dikucilkan dari kelompok.

  Arni Muhammad (2000:193-194) menyebutkan bahwa individu biasanya mematuhi norma-norma kelompok yang mempengaruhi mereka. Ada variabel- variabel kunci yang mempengaruhi tingkat kepatuhan dalam norma kelompok, di antaranya yaitu:

  1. Sifat kepribadian yang mungkin mempengaruhi anggota kelompok untuk patuh, yakni tingkat sifat yang suka menerima, tingkat kepercayaan akan diri menerima, sifat otoriter, intelegensi, kebutuhan untuk mencapai hasil, dan kebutuhan akan persetujuan sosial.

  2. Variabel dalam kelompok yang mempengaruhi kepatuhan yakni kekompakan, daya tarik kelompok, pentingnya kelompok, dan jumlah interaksi.

  3. Tekanan luar yang mempengaruhi kepatuhan yakni, besarnya kelompok, struktur kelompok, tingkat kesulitan masalah atau tugas yang dihadapi, kebaruan situasi, tekanan untuk konsensus, tingkatan krisis atau keadaan darurat, dan tingkat situasi yang meragukan.

2.2.4 Sikap

2.2.4.1 Pengertian

  Sikap adalah evaluasi terhadap objek, isu, atau orang. Beberapa ahli 1.

  Thurstone Berpandangan bahwa sikap merupakan suatu tingkatan afek, baik itu sifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan obyek-obyek psikologis.

  2. Kimball Young (1945) Menyatakan bahwa sikap merupakan suatu predisposisi mental untuk melakukan suatu tindakan.

  3. Fishbein & Ajzen (1975)

  Menyebutkan bahwa sikap sebagai predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara konsisten dalam cara tertentu berkenaan dengan obyek tertentu.

4. Sherif & Sherif (1956)

  Sikap menentukan keajegan dan kekhasan perilaku seseorang dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadian-kejadian tertentu. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku. Dari pengertian-pengertian yang dikemukakan oleh para ahli tersebut dapat ditemukan unsur yang hampir sama pada sikap, yaitu sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak untuk bereaksi terhadap rangsang. Oleh karena itu manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, akan tetapi harus ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkah laku yang masih tertutup.

  Sikap cenderung kompleks secara kognitif tetapi relatif sederhana secara evaluatif. Aspek penting lain dari sikap adalah hubungannya dengan pengambilan keputusan dan perilaku. Sikap memungkinkan kita mengakses informasi yang relevan dengan cepat, sebab sikap memberikan link yang penting ke informasi- informasi yang tersimpan didalam memori. Konsekuensinya, sikap memampukan orang untuk membuat keputusan dengan cepat karena sikap memberi informasi untuk mengambil keputusan (Taylor, Peplau & David O, 2009)

   Komponen sikap

  Dalam buku Komunikasi Serba Ada Serba Makna oleh Prof. Dr.Alo Liliweri, M.S. sikap manusia tersusun oleh tiga komponen utama, yaitu: kognitif, afektif, dan konatif atau perilaku (kadang-kadang ahli psikologi menambahakan evaluasi)

  • Aspek Kognitif berisi apa yang diketahui mengenai suatu objek, bagaimana pengalaman tentang objek, bagaimana pendapat atau pandangan tentang objek. Aspek kognitif berkaitan dengan kepercayaan kita, teori, harapan, sebab dan akibat dari suatu kepercayaan, dan persepsi relatif terhadap objek tertentu.

  Kognitif

     

  • Afektif berisi apa yang Anda rasakan mengenai suatu objek, jadi komponen afektif berisi emosi. Afeksi sebagai komponen afektif menunjukkan perasaan, respek atau perhatian kita terhadap objek tertentu, seperti ketakutan, kesukaan, atau kemarahan.

  Afektif

  • Konatif berisi predisposisi Anda untuk bertindak terhadap objek. Jadi berisi kecendrungan untuk bertindak terhadap objek, atau mengimplementasikan perilaku sebagai tujuan terhadap objek.

  Konatif/Behavioral

  • Evaluasi acap kali dipertimbangkan sebagai inti dari tiga komponen sikap tersebut di atas. Evaluasi dapat dibayangkan sebagai suatu rentangan meggambarkan derajat sikap kita terhadap objek Dengan demikian sikap seseorang pada suatu obyek sikap merupakan manifestasi dari konstelasi ketiga komponen tersebut yang saling berinteraksi untuk memahami, merasakan dan berperilaku terhadap obyek sikap. Ketiga komponen itu saling berinterelasi dan konsisten satu dengan lainnya. Jadi, terdapat pengorganisasian secara internal diantara ketiga komponen tersebut.

  Evaluatif

  Disamping pendapat tersebut diatas, ada pendapat lain yang menyatakan bahwa sikap melibatkan satu komponen yaitu komponen afek seperti yang dikemukakan Thrustone. Komponen afek atau perasaan tersebut memiliki dua sifat, yaitu positif atau negatif. Individu yang mempunyai perasaan positif terhadap suatu objek psikologis dikatakan menyukai obyek tersebut atau mempunyai sikap yang favorable terhadap obyek itu. Sedangkan individu yang mempunyai perasaan negatif terhadap suatu obyek psikologis dikatakan mempunyai sikap yang unfavorable terhadap obyek tersebut. Dalam sikap yang positif reaksi seseorang cenderung untuk mendekati atau menyenangi obyek tersebut, sedangkan dalam sikap yang negatif orang cenderung untuk menjauhi atau menghindari obyek tersebut.

     

2.2.4.3 Karakter sikap

  Menurut Brigham (1991) ada beberapa ciri sifat (karakteristik) dasar dari sikap, yaitu :

1. Sikap disimpulkan dari cara-cara individu bertingkah laku; 2.

  Sikap ditunjukan mengarah kepada obyek psikologis atau kategori, dalam hal ini skema yang dimiliki orang menentukan bagaimana mereka mengkategorisasikan target object dimana sikap diarahkan; 3. Sikap dipelajari; 4. Sikap mempengaruhi perilaku. Mengukuhi suatu sikap yang mengarah pada suatu obyek memberikan satu alasan untuk berperilaku mengarah pada obyek itu dengan suatu cara tertentu.

2.2.4.4 Fungsi sikap

  Menurut Katz (1960) dalam Dayakisni 2003, ada empat fungsi sikap diantaranya: 1.

  Utilitarian function: sikap memungkinkan seseorang untuk memperoleh atau memaksimalkan ganjaran (reward) atau persetujuan dan meminimalkan hukuman. Dengan kata lain, sikap dapat berfungsi sebagai penyesuaian sosial, misal seseorang dapat memperbaiki ekspresi dari sikapnya terhadap sesuatu objek tertentu untuk mendapatkan persetujuan atau dukungan.

  2. Knowledge function: sikap membantu dalam memahami lingkungan (sebagai skema) dengan melengkapi ringkasan evaluasi tentang obyek dan kelompok atau segala sesuatu yang dijumpai di dunia ini.

  3. Value-expressive function: sikap kadang-kadang mengkomunikasikan nilai dan identitas yang dimiliki seseorang terhadap orang lain.

  4. Ego defensive function: sikap melindungi diri, menutupi kesalahan, agresi, dan sebagainya dalam rangka mempertahankan diri. Sikap ini mencerminkan kepribadian individu yang bersangkutan dan masalah- masalah yang belum mendapatkan penyelesaian secara tuntas, sehingga individu berusaha mempertahankan dirinya secara tidak wajar karena ia merasa takut kehilangan statusnya.

     

2.2.4.5 Pembentukan dan Perubahan Sikap

  Pada dasarnya sikap bukan merupakan suatu bawaan, malainkan hasil interaksi antara individu dengan lingkungan sehingga sikap bersifat dinamis. Faktor pengalaman besar peranannya dalam pembentukan sikap.

  Sikap dapat pula dinyatakan sebagai hasil belajar, karenanya sikap dapat mengalami perubahan. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Sherif & Sherif (1956) bahwa sikap dapat berubah karena kondisi dan pengaruh yang diberikan. Sebagai hasil dari belajar sikap tidaklah terbentuk dengan sendirinya karena pembentukan sikap senantiasa akan berlangsung dalam interaksi manusia berkenaan dengan obyek tertentu.

  Lebih tegas, menurut Bimo Walgito (1980) dalam Dayakisni 2003 bahwa pembentukan dan perubahan sikap akan ditentukan oleh dua faktor, yaitu:

  1. Faktor internal (individu itu sendiri), yaitu cara individu dalam menanggapi dunia luarnya dengan selektif sehingga tidak semua yang datang akan diterima atau ditolak.

2. Faktor eksternal, yaitu keadaan-keadaan yang ada di luar individu yang merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap.

  Sementara itu Mednick, Higgins & Kirschenbaum (1975) menyebutkan bahwa pembentukan sikap dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: a.

  Pengaruh sosial, seperti norma dan kebudayaan b.

  Karakter kepribadian individu c. Informasi yang selama ini diterima individu.

  Keitga faktor ini akan berinteraksi dalam pembentukan sikap. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembentukan dan perubahan sikap pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor yang ada dalam diri individu dan faktor di luar diri individu yang keduanya saling berinteraksi. Proses ini akan berlangsung selama perkembangan individu. Menurut Kelman (1991) dalam Dayakisni 2003, secara umum ada tiga proses perubahan:

  1. Kesediaan. Terjadinya proses yang disebut kesediaan adalah ketika individu bersedia menerima pengaruh dari orang lain atau dari sekelompok lain dikarenakan ia berharap untuk memperoleh reaksi atau tanggapan

      positif dari pihak lain tersebut. Kesediaan menerima pengaruh pihak lain itu biasanya tidak berasal dari hati kecil seseorang akan tetapi lebih merupakan cara untuk sekedar memperoleh reaksi positif seperti pujian, dukungan, simpati dan semacamnya sambil menghindari hal-hal yang dianggap negatif. Tentu saja perubahan prilaku yang terjadi dengan cara seperti itu tidak akan dapat bertahan lama dan biasanya hanya tampak selama pihak lain diperkirakan masih menyadari akan perubahan sikap yang akan ditunjukan.

  2. Identifikasi. Terjadi apabila individu meniru perilaku atau sikap seseorang atau sikap kelompok lain dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang dianggapnya sebagai bentuk hubungan yang menyenangkan antara dia dengan pihak lain termasuk. Pada dasarnya proses indentifikasi merupakan sarana atau untuk memelihara hubungan yang diinginkan dengan orang atau kelompok lain dan cara untuk menopang pengertiannya sendiri mengenai hubungan tersebut. Bentuk identifikasi yang lain adalah identifikasi dalam usaha memelihara hubungan individu dengan kelompok yang mengharapkannya agar bersikap sama. Dalam ini indivindu bersikap sesuai dengan harapan kelompok dan sesuai dengan peranannya dalam hubungan sosial dengan kelompok tersebut.

  3. Internalisasi terjadi apabila individu menerima pengaruh dan bersedia bersikap menuruti pengaruh itu dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang ia percayai dan sesuai dengan sistem nilai yang di anut. Dalam hal ini, maka isi dan hakikatnya sikap yang diterima itu sendiri dianggap oleh indivindu sebagai memuaskan. Sikap sedemikian itulah yang biasanya tidak mudah untuk berubah selama sistem nilai yang ada dalam diri individu yang bersangkutan masih bertahan. Demikianlah tiga proses yang merupakan mekanisme perubahan sikap sebagaimana konsepsi Kelman. Lebih lanjut, dalam teori ini kelman menerangkan bahwa proses mana yang akan terjadi banyak bergantung pada sumber kekuatan pihak yang mempengaruhi, berbagai kondisi yang mengendalikan masing- masing proses terjadi pengaruh, dan implikasinya terhadap permanensi perubahan sikap.

     

2.2.5 Teori Integrasi Informasi

  Teori integrasi informasi memusatkan perhatian pada cara komunikator mengumpulkan dan mengatur informasi mengenai orang lain, benda-benda, situasi serta ide-ide untuk membentuk sikap (attitudes). Sikap adalah

  

predispositions to act in a positive or negative way toward some object

  (kecendrungan untuk bertindak secara positif maupun negatif terhadap suatu objek). Pendekatan yang diajukan teori integrasi informasi merupakan salah satu model pendekatan yang paling populer yang menjelaskan bagaimana pembentukan dan perubahan sikap dapat terjadi.

  Peneliti menggunakan teori ini sebagai arahan penelitian mengingat teori ini berasumsi bahwa kognisi sebagai suatu proses untuk mengetahui, memahami dan mempelajari sesuatu merupakan suatu sistem interaksi yang mana informasi memiliki potensi memengaruhi kepercayaan atau sikap individu. Suatu sikap merupakan kumpulan informasi mengenai suatu objek, orang, situasi, atau pengalaman. Perubahan sikap terjadi karena informasi baru memberikan tambahan terhadap sikap, atau informasi tersebut mampu mengubah penilaian bobot (weight) atau arah informasi lainnya. Setiap satu informasi biasanya tidak akan langsung memberikan pengaruh pada sikap karena sikap terdiri atas sejumlah kepercayaan yang dapat menolak informasi baru (Morisson, 2013: 90)

  Perubahan sikap dipengaruhi oleh dua variabel penting. Pertama, adalah “valen” (valance) atau arah yang mengacu pada apakah informasi yang diterima itu memiliki valensi positif. Sebaliknya, jika informasi itu bertentangan dengan kepercayaan Anda maka informasi itu memiliki valensi negatif. Kedua, bobot yang di berikan dalam informasi yang merupakan sebuah kegunaan dari kredibilitas. Jika kita berpikir bahwa informasi tersebut adalah benar, maka kita memberikan bobot yang lebih tinggi pada informasi tersebut; jika tidak, maka kita akan memberikan bobot yang rendah. Jelasnya, semakin besar bobotnya, semakin besar pula dampak dari informasi tersebut pada sistem keyakinan kita.

  Melalui teori ini peneliti ingin melihat bagaimana komunikator (dalam kasus ini adalah pemimpin dan anggota kelompok Re’uwel) mengumpulkan dan mengatur informasi mengenai norma khusus dan norma umum universal untuk membentuk sikap. Bagaimana valence dan bobot yang terjadi dalam interaksi

      komunika asi kelompok k kecil mer reka sehingg ga sikap taa at akan norm ma tersebut dapat terbentuk.

2.2.6 Ana alisis Proses s Interaksi

  Teor ri analisis p proses intera aksi merup akan teori y yang memb berikan peng garuh besar pada a teori komu unikasi kelo ompok. Teo ori ini memb bahas jenis-j -jenis pesan n yang disampaik kan orang da alam kelom mpok dan ba agaimana pe esan itu mem mengaruhi peran dan keprib badian kelom mpok.

  Rob bert Bales m menyusun te eori mengen nai analisis p proses inter raksi (intera

  action

process an nalysis ) yan ng saat ini s sudah menja adi karya kl asik. Denga an menggun nakan

  hasil riset tnya selam ma bertahun n-tahun seb bagai fonda asi, Bales menyusun teori mengenai komunikas si kelompo ok kecil unt tuk menjela askan meng genai jenis -jenis pesan yan ng saling dip pertukarkan n orang dala am kelomp ok, bagaim mana pesan-p pesan itu membe entuk peran n dan kepri ibadian ang ggota kelom mpok, dan b bagaimana p pesan tersebut m mempengaru uhi karakter r atau sifat k kelompok se ecara keselu uruhan.

Gambar 2.2 G

  2 Kategori A Analisis Pro oses Interaks ksi a = Masal lah komunik kasi b = Masa lah Evaluas si c = Masal lah pengaw wasan d = Masa lah keputus san e = Masal lah pengura angan keteg gangan

      f = Masalah reintegrasi Melalui skema diatas, Bales menyatakan terdapat 12 jenis pesan dalam komunikasi kelompok yang dapat disederhanakan menjadi empat kelompok yaitu: tindakan positif, jawaban, pertanyaan, dan tindakan negatif. Jenis-jenis perilaku dalam kotak bersifat berpasangan, dan setiap pasangan perilaku memiliki wilayah masalah tertentu bagi kelompok bersangkutan. Misalnya, “memberikan informasi” dipasangkan dengan “meminta informasi”, “memberikan pendapat” dipasangkan dengan “meminta pendapat”, dan “memberikan saran” dipasangkan dengan “meminta saran”.

  Menurut Bales, analisis proses interaksi terdiri atas enam kategori, yaitu: 1.

  Jika masing-masing anggota kelompok tidak saling memberikan cukup informasi, maka kelompok bersangkutan akan mengalami “masalah komunikasi”.

  2. Jika masing-masing anggota kelompok tidak memberikan pendapat maka kelompok bersangkutan akan mengalami “masalah evaluasi”.

  3. Jika masing-masing anggota kelompok tidak saling bertanya dan memberikan saran maka kelompok akan mengalami “masalah pengawasan”.

  4. Jika masing-masing anggota kelompok tidak mencapai kesepakatan maka mereka akan mendapatkan “masalah keputusan”.

  5. Jika tidak terdapat cukup dramatisasi maka akan muncul “masalah ketegangan”.

  6. Jika anggota kelompok tidak ramah dan bersahabat maka akan terdapat “masalah reintegrasi”, yang berarti kelompok itu tidak mampu membangun kembali suatu “perasaan kita” atau kesatuan (cohesiveness) dalam kelompok bersangkutan. Kategori “dramatisasi” (dramatizing) berperan penting dalam teori ini. Dramatisasi berarti melepaskan ketegangan dengan cara menyampaikan cerita dan pengalaman dengan orang lain. Cerita dan pengalaman tidak perlu selalu berhubungan secara langsung dengan tugas kelompok bersangkutan. Bentuk komunikasi ini penting tidak hanya untuk mengurangi ketegangan tetapi juga untuk memengaruhi kualitas diskusi dalam kelompok secara umum. Cerita sering

      sekali disampaikan berulang-ulang dalam kelompok. Cerita ini terdiri atas tema fantasi, atau pengetahuan bersama, yang membangun identitas bersama di dalam kelompok. Tema fantasi membentuk atau menghasilkan suatu mekanisme di mana kesatuan atau rasa kebersamaan (sense of community) berkembang dalam kelompok.

2.2.7 Kelompok Kecil Re’uwel Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara Unit Pelayanan Fakultas Hukum

  

Re’uwel merupakan salah kelompok kecil agama bersifat primer yang ada

  ditengah mahasiswa/i Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Kelompok ini terbentuk pada bulan maret 2012 secara permanen dengan nama Re’uwel (bahasa Ibrani) yang memiliki arti “Sahabat Allah”. Pembentukan kelompok hingga menjadi kelompok permanen melewati beberapa proses yang disebut dengan penjangkauan. Penjangkauan diawali dengan pendataan setiap mahasiswa/i baru angkatan 2011 Fakultas Hukum USU oleh pemimpin kelompok. Pendekatan yang dilakukan adalah secara pribadi melalui kegiatan ospek yang berlanjut dengan kegiatan kebaktian fakultas dan universitas.

  Setelah melalui beberapa tahap tersebut terkumpullah 9 orang yang menjadi bakal calon anggota yang kemudian akan melalui tahapan selanjutnya sebelum akhirnya dijadikan kelompok permanen. Tahap akhir ialah evaluasi, dimana setiap bakal calon anggota dievaluasi dengan angket hingga akhirnya secara evaluatif terpilihlah 6 orang yang menjadi anggota permanen kelompok kecil Re’uwel. Selain melalui kegiatan kebaktian, informan juga melakukan pendekatan melalui komunikasi antarpersonal yang dikenal dengan istilah sharing pribadi. Seiring berjalannya waktu, anggota kelompok Re’uwel yang terdaftar secara struktur hanya tinggal tiga orang yaitu Ibreina Saulisa Agitha Pandia, Margaretha O. Sianturi dan Frans Yosua Sinuhaji.

  Kelompok ini terbentuk dibawah naungan Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara Unit Pelayanan Fakultas Hukum atau yang disingkat dengan UKM KMK USU UP FH. Kelompok agama Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas

     

     

  Sumatera Utara Unit Pelayanan Fakultas Hukum (UKM KMK USU UP FH) terbentuk pada tahun 1981. Kelompok agama ini bersifat pelayanan rohani yang berporos pada dasar dan pedoman pelayanan Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara yang dikenal dengan UKM KMK USU.

  UKM KMK USU adalah salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang terstruktur dibawah Rektorat USU dan Pembina (SK Mendikbud no 0457/0/1990 dan SK Rektorat No. 603/PT.05/SK/0.92 pasal 3 ayat 3)

2.2.7.1 Visi dan Misi

  

Re’uwel memiliki Visi dan Misi berdasarkan Pelayanan Unit Kegiatan

  Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara. Visi Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara Unit Pelayanan Fakultas Hukum adalah menciptakan alumni yang berkualitas dan menjadi garam dan terang dimanapun berada. Adapun misi kelompok ini adalah :

  1. Penginjilan Memberikan keselamatan kepada mahasiwa Fakultas Hukum sehingga mereka menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruslamat Pribadinya.

  2. Pembinaan Melakukan pembinaan kepada mahasiwa Fakultas Hukum yang telah menerima Yesus Kristus supaya mereka semakin mengenal Tuhan dalam iman dan pengetahuan sehingga memiliki karakter murid Kristus.

  3. Pelipatgandaan Suatu proses yang berkesinambungan dalam melatih dan mendorong mahasiswa Fakultas Hukum sehingga bertambah jumlah mereka yang melayani Tuhan.

  4. Pengutusan Melakukan pembinaan dan pelayanan mahasiswa untuk mempersiapkan mahasiswa Fakultas Hukum menjadi alumni yang mempunyai visi dan misi, strategi hidup alumni, kehidupan bekerja

  (etika/bisnis), berkeluarga, bergereja, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sehingga menghasilkan alumni yang dapat menjadi garam dan terang. (Dokumen Evaluasi Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara Unit Pelayanan Fakultas Hukum).

2.2.7.2 Dasar dan Pedoman Pelayanan

  Dasar dan Pedoman Pelayanan Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara berisi hal-hal yang menjadi dasar pelayanan (visi, misi, ciri, dasar kepercayaan, dll) dan pedoman pelayanan (kurikulum pelayanan) yang terus-menerus digunakan setiap tahunnya (tanpa batas waktu).

1. Dasar Kepercayaan Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara.

  a.

  Alkitab adalah firman Allah yang dipercaya secara mutlak berotoritas.

  b.

  Allah tritunggal: Bapa, Anak, dan Roh Kudus dalam satu kesatuan.

  c.

  Semua orang telah berdosa dan berada dalam murka Allah sehingga mendapat hukuman akibat dosa yaitu maut.

  d.

  Penebusan dari hukuman akibat dosa hanya digenapi oleh kematian Yesus Kristus, Anak Allah yang berinkarnasi menjadi manusia.

  e.

  Orang berdosa dibenarkan Allah hanya karena kasih karunia oleh iman kepada Yesus Kristus.

  f.

  Yesus Kristus dikandung dari pada Roh Kudus dan lahir dari anak dara Maria.

  g.

  Yesus kristus mati dikayu salib, dikuburkan, turun kedalam kerajaan maut, bangkit dari antara orang mati dan naik kesurga.

  h.

  Roh kudus tinggal dan bekerja di dalam orang-orang percaya. i.

  Ada satu Gereja yang kudus dan am, yaitu tubuh Kristus yang terdiri dari semua orang percaya. j.

  Pengharapan kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali dengan penuh kemuliaan. k.

  Kebangkitan tubuh dan hidup yang kekal.

     

2. Kebijakan Pelayanan a.

  • Penyimpanan LPJ dan dokumen pelayanan lainnya (soft dan hard).
  • Data base AKK dan PKK dilanjutkan.
  • Bahan seminar, kebaktian, pengisian, training, retreat, kamp, dll (teks atau audio).

  • Lahir baru dan meyakini dasar kepercayaan UKM KMK USU
  • Sudah melewati bahan KK MHB 4
  • Pemahaman doktrin dasar yang baik
  • Pemahaman Filosofi Pelayanan Mahasiswa yang baik
  • Hubungan pribadi dengan Tuhan baik
  • Kesaksian hidup baik
  • Studi (IPK≥2,75)
  • Komitmen memimpin minimal 2 tahun (untuk PKK)
  • Minimal Calon Pemimpin Kelompok Kecil (untuk pengurus)

     

  Setiap Unit Pelayanan memiliki tertib administrasi yang baik dalam pelayan. Tertib administrasi mencakup:

  b.

  Program-program yang dibuat harus realistis berdasarkan analisa (mis: SWOT) dan mengacu kepada dasar dan pedoman pelayanan UKM KMK USU.

  c.

  Adanya komunikasi yang baik dengan semua Unit pelayanan dalam penyusunan dan pelaksanaan program pelayanan.

  d.

  Kriteria pengurus dan pemimpin kelompok kecil, antara lain:

2.3 Model Teoritik

  Dalam penelitian ini, peneliti membuat model teoritik dengan memahami keterkaitan anatara beberapa teori, yaitu pengolahan informasi dalam teori komunikasi kelompok.

  Komunikasi Kelompok Kecil Re’uwel

   

  Faktor-faktor Efektivitas Komunikasi Kelompok :

   

  1. Ukuran Kelompok

  2. Jaringan Kelompok

   

  3. Kohesi Kelompok

   

  4. Kepemimpinan

        Analisis Proses Interaksi:   -Tindakan Positif  

  • Jawaban

   

  • Pertanyaan

   

  Teori Integrasi Informasi: Valance (arahan) - Bobot terhadap - informasi

  Norma-norma dalam kelompok kecil Re’uwel dan Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara

  Unit Pelayanan Fakultas Hukum Sikap taat akan Norma :

  • Kesediaan - Intrenalisasi - Identifikasi

     

Dokumen yang terkait

Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Mengenai HIV / AIDS

1 67 86

Tinjauan Komunikasi Kelompok Kecil Mengenai Sikap Taat Akan Norma (Studi Kasus Kelompok Kecil Re’uwel Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara Unit Pelayanan Fakultas Hukum)

6 89 163

Gambaran Kematangan Karir Pada Mahasiswa Yang Mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa Di Universitas Sumatera Utara

16 110 114

Pengetahuan Dan Sikap Terhadap HIV/AIDS Bagi Kelompok Mahasiswa Kesehatan Universitas Sumatera Utara Tahun 2003

0 35 76

Komunikasi Kelompok Kecil Murabbi dan Binaannya dalam Menanamkan Sikap Taat (Studi Kasus tentang Peranan Komunikasi Kelompok Kecil Murabbi dan Binaannya dalam Menanamkan Sikap Taat pada Anggota Kelompok Halaqoh Kader Partai Keadilan Sejahtera).

8 66 142

Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Mengenai HIV / AIDS

0 1 31

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 HIVAIDS - Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Mengenai HIV / AIDS

0 0 11

Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Mengenai HIV / AIDS

0 1 14

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 - Pelaksanaan Pelayanan Pendidikan Pemakai di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara

0 1 22

Tinjauan Komunikasi Kelompok Kecil Mengenai Sikap Taat Akan Norma (Studi Kasus Kelompok Kecil Re’uwel Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara Unit Pelayanan Fakultas Hukum)

0 0 12